• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PANGGILAN DAN TANTANGAN MENJADI GURU AGAMA

E. Tugas Seorang Guru Agama Katolik

2. Saksi Kristus

Guru Agama Katolik di sekolah-sekolah adalah seorang yang telah

memperjelas bahwa tugas Guru Agama Katolik tidak hanya mengajar,

mentransfer apa yang diketahui, namun berdasarkan baptisan mereka bertugas

juga sebagai saksi Kristus.

Tugas Guru Agama Katolik yang lain adalah sebagai saksi Kristus.

Mereka yang telah menerima pembaptisan menerima juga berbagai karunia. Salah

satu karunia yag diterima oleh orang itu adalah karunia mengajar.

Guru sebagai murid Kristus. Guru Agama Katolik adalah para pengikut

Kristus. Oleh karena itu guru harus menjadi murid-Nya, meneladan Yesus dalam

bakti-Nya kepada Kerajaan Allah (Barry, 2000: 129). Guru seharusnya selalu

meneladan apa yang dicontohkan oleh Sang Guru yakni Yesus Kristus. Yesus

sebagai guru memberikan banyak teladan. Teladan-teladan yang diberikan oleh

Sang Guru itulah yang layak ditiru oleh para pengikut-Nya.

Teladan-teladan Yesus inilah yang seharusnya juga menjadi patokan

bagaimana sebagai pengikut Yesus mengajarkan sesuatu kepada orang lain. Oleh

karena itu untuk bisa meneladan Sang Guru maka seorang Guru Agama Katolik

seharusnya selalu berusaha semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus

(Sidjabat, 1994: 36). Guru tidak hanya tahu siapa Yesus tetapi harus mengetahui

bagaimana Yesus menjadi guru yang baik. Guru yang baik adalah seperti Yesus

yakni kesesuaian antara yang diajarkan dengan perbuatannya. Yesus yang

berbakti kepada Kerajaan Allah juga diikuti dan dijalankan oleh para guru agama.

Kesaksian seorang guru agama lebih dilihat dari kehidupannya sehari-hari.

Oleh karena itu guru agama seharusnya memiliki konsep diri yang mantap.

dapat berkembang dalam relasi, menerima diri, mengembangkan diri untuk siap

sedia berkorban dan percaya diri (Sidjabat, 1994: 38-39).

a. Guru Dapat Berkembang dalam Relasi

Manusia sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial mereka saling

mengadakan relasi atau hubungan dengan orang-orang lain. Hubungan antara

pribadi atau kelompok sering disebut sebagai suatu relasi. Peristiwa mengadakan

relasi juga terjadi dalam dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan dua pihak

yang saling berkepentingan dalam berelasi adalah guru dan murid. Guru dan

murid harus mampu mengadakan relasi sehingga proses pembelajaran terjadi

dengan baik.

Guru dalam berelasi terutama ditujukan kepada para murid. Seorang guru

berusaha agar apapun yang dilakukan bertujuan untuk memenuhi apa yang

dibutuhkan seorang murid. Dasar dari pemenuhan ini adalah kesadaran bahwa

“saya selalu dapat memberi kepada orang lain berarti saya tidak mencemaskan diri sendiri” (Barry, 2000: 146). Kebutuhan murid tidak mudah untuk bisa dimengerti

kalau murid belum terbuka dengan guru. Oleh karena itu guru harus mempunyai

pendirian bahwa ia harus mampu menerima orang lain apa adanya seperti ia

menerima dirinya sendiri. Setiap orang mempunyai kelemahan dan kelebihan.

Keterbukaan ini memungkinkan guru untuk lebih berkembang dalam relasi

(Sidjabat, 1994: 38). Relasi yang baik akan membuat suasana belajar manarik dan

Kemampuan berelasi yang diusahakan, dijalankan guru menunjukan

bahwa ia penuh dengan kerendahaan diri dan keterbukaan. Guru akan semakin

berkembang dalam berelasi tidak hanya dengan para murid tetapi dengan semua

orang yang dijumpainya.

b. Menerima Diri

Setiap pribadi yang ada di dunia ini memiliki kelebihan masing-masing.

Kelebihan yang dimiliki oleh satu pribadi belum tentu dimiliki oleh orang lain.

Keadaan semacam itu kadang bisa menimbulkan rasa iri dan cemburu. Rasa iri

dan cemburu muncul karena pribadi yang bersangkutan merasa bahwa dia kurang

dibandingkan dengan orang lain. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pribadi

yang bersangkutan sebaiknya mampu diterima dengan baik.

Proses penerimaan diri secara penuh bukan merupakan hal yang mudah.

Orang akan merasa sulit untuk mengakui keberadaan dirinya lebih-lebih untuk

hal-hal yang dipandang negatif. Proses penerimaan diri secara penuh, baik itu segi

positif maupun negatif memerlukan kesadaran akan keadaan itu. Kesadaran

bahwa apa yang ada pada dirinya adalah yang terbaik karena itu merupakan

anugerah Allah (1 Kor 12: 4-6).

Proses penerimaan diri tidak hanya berlaku bagi orang awam. Semua

orang diharapkan mampu menerima diri. Dalam hal ini guru juga dituntut untuk

bisa menerima diri apa adanya.

Guru harus mampu menerima diri baik segi positif maupun negatif yang

memungkinkan untuk bisa menerima diri dengan penuh kesadaran akan

memungkinkan untuk bisa menerima keadaan murid apa adanya. Kemampuan

menerima diri menunjukkan bahwa guru memandang murid sebagai manusia

yang perlu diutamakan. Guru tidak mengutamakan apa yang menjadi

keinginannya. Guru melihat apa yang dibutuhkan murid dan apa yang ada pada

dirinya. Kemampuan melihat orang lain dan diri sendiri memungkinkan untuk

bisa menerima diri apa adanya.

c. Mengembangkan Diri untuk Siap Sedia Berkorban

Banyak kegiatan yang selalu harus membutuhkan latihan. Latihan yang

sebenarnya bertujuan untuk mengembangkan kegiatan yang akan dilakukan.

Proses pengembangan ini berlaku bagi seorang guru yang ingin mengabdikan diri

dalam dunia pendidikan. Hal ini berlaku juga bagi Guru Agama Katolik.

Guru Agama Katolik adalah murid Kristus juga yang harus selalu berlatih

mengembangkan diri agar semakin menyerupai Yesus Kristus, sebagai Guru

Utama. Salah satu hal yang pasti dalam pengembangan diri seorang guru adalah

kemauan untuk berkorban. Yesus sebagai Guru Utama telah memberikan contoh

bagaimana berkorban. Wujud dari pengorbanan itu adalah pengorbanan diri, yaitu

dengan penyangkalan diri, meninggalkan diri (Quoist, 1980: 20).

Berkorban merupakan usaha yang secara manusiawi berat bagi orang yang

bersangkutan. Keberatan sebagai pribadi dikarenakan barlawanan dengan sifat

ini berlawanan dengan berkorban. Berkorban merupakan pelepasan apa yang

menjadi kesenangan.

Kesulitan untuk berkorban perlu adanya latihan. Latihan berkorban agar

apa yang menjadi kecenderungan untuk menyenangkan diri sendiri berubah

dibagikan kepada orang lain. Berkorban itu perlu kerelaan dan kesadaran diri.

Oleh karena itu perlu kesiapan diri untuk berkorban.

Bentuk pengorbanan ada bermacam-macam. Guru juga harus mempunyai

kesiapan untuk berkorban. Guru harus mengutamakan apa yang menjadi

kebutuhan murid, bukan kebutuhan pribadi. Guru adalah pelayan. Guru Agama

Katolik yang berperan dalam menjalankan karya pelayanan harus berinspirasi dari

Yesus Guru utamanya. Yesus sebagai Guru utama para guru akan diteladani

dalam segala karya-Nya. Selain itu guru terus mengembangkan inspirasi dalam

pelayanan khususnya terhadap para murid.

d. Percaya Diri

Seseorang dinilai baik atau buruk berdasarkan penampilan dalam

kehidupan sehari-hari. Penampilan setiap pribadi tergantung dari letak profesi

pribadi yang bersangkutan berada. Masing-masing pribadi mempunyai cara

berpenampilan sendiri-sendiri. Namun sebagai seorang guru yang mempunyai

tugas sebagai teladan, ia seharusnya bertingkah laku sederhana dan terbuka.

keterbukaan seorang guru bisa dijadikan cermin oleh murid. keterbukaan akan

Seorang guru yang berfungsi sebagai pendidik juga mempunyai kriteria

penampilan. Jelas bahwa kriteria seorang guru adalah selalu berhubungan dengan

tingkah laku ini bertujuan untuk semakin mendukung tugas sebagai pembawa

nilai. Oleh karena itu seorang guru terutama Guru Agama Katolik seharusnya

memiliki sumber inspirasi sebagai pegangan dalam bertingkah laku (Sidjabat,

1994: 40).

Kepercayaan diri ini penting untuk menjalankan tugasnya. Oleh karena itu

baik kalau guru agama juga memiliki motto yang teinspirasi dari sabda Yesus

tentang keterlibatan Yesus dam karyanya. Yesus adalah pokok anggur kita (Yoh

15:5). Dalam karyanya guru mendapat dukungan dari sabda Yesus. Kesadaran

bahwa di luar Yesus guru tidak bisa berbuat apa-apa. Yesus sebagai pokok dalam

segala yang akan dilakukan.

Dokumen terkait