• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Taufik Rahman, 2015

ABSTRAK

Taufik Rahman (2015) Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, komunikasi, dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan, dan 2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika dilihat dari KAM. Metode di dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dan kelompok yang memperoleh pembelajaran saintifik dengan populasi penelitian adalah salah satu SMA Negeri di Sukabumi, dengan sampel penelitian siswa kelas X. Hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian adalah: 1) tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, komunikasi, dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan, 2) terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika di lihat dari KAM.

(2)

Taufik Rahman, 2015

ABSTRACT

Taufik Rahman (2015) Impact of guided discovery learning to enhancing reasoning, communication mathematical and mathematic disposision of the student

The aim of this study to knowing : 1) is there different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction totally. 2) is there different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction showing by mathematic initially skill of student. The method of this study is experimental study, devided by two grup, the first grup is class wich using guided discovery instruction and the second grup using scientific instruction. The population of this study is SMAN in Sukabumi city, and sample take from senior high school tenth. The result of this study is showing : 1) there’s no different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction totally. 2) is there different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction showing by mathematic initially skill of student

(3)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan ... 6

1.4 Manfaat ... 7

1.5 Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Kemampuan Penalaran Matematis ... 10

2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 12

3. Disposisi Matematis ... 16

4. Penemuan Terbimbing ... 18

5. Saintifik ... 25

6. Penelitian Terdahulu ... 42

7. Kerangka Berfikir ... 43

8. Hipotesis Penelitian... 48

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 49

3.2 Populasi dan Sampel ... 49

3.3 Instrumen………... 51

3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 52

3.5 Analisis data ... 59

(4)

4.2 Analisis indeks gain kemampuan penalaran ... 70

4.3 Analisis data tes awal kemampuan komunikasi matematis siswa ... 77

4.4 Analisis indeks gain kemampuan komunikasi ... 79

4.4 Analisis kemampuan disposisi matematis... 86

4.5 Pembahasan ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran... 100

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari

sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi

matematika yang diajarkan diawali dari hal-hal yang bersifat konkret, berupa

visualisasi dan gambar dan selanjutnya secara bertahap menuju hal yang abstrak

dalam bentuk simbol-simbol (Hudojo,2005). Menurut Johnson dan Myklebust

(Laia, 2009), matematika adalah simbolis yang fungsi praktisnya untuk

mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan yaitu menunjukan

kemampuan strategi dalam merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan model

matematika dalam pemecahan masalah, sedangkan fungsi teoritisnya untuk

memudahkan berfikir.

Salah satu tujuan pembelajaran Matematika SMA menurut standar isi

untuk satuan pendidikan (BSNP : 2006) adalah sebagai berikut.

1. Memperoleh penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

2. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

3. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran matematika diatas, salah satunya meningkatkan

kemampuan komunikasi dan penalaran matematis. Hal ini sejalan dengan

pendapat dari Suherman (2001) bahwa peran dari pembelajaran matematika

adalah supaya siswa dapat berkomunikasi melalui tulisan atau gambar seperti

(6)

dan lain-lain. Disamping itu, menurut Wahyudin (2007) bahwa salah satu standar

proses untuk matematika sekolah adalah meningkatkan kemampuan penalaran

matematis siswa.

Berdasarkan informasi di atas, kemampuan komunikasi matematis cukup

penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahmudi (2009) bahwa proses

komunikasi yang terjalin dengan baik dapat membantu siswa membangun

pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya menjadi lebih

mudah dipahami. Within (Laia, 2009) mengungkapkan bahwa kompetensi

komunikasi sangat penting karena ketika siswa sudah menguasai kompetensi

komunikasi maka siswa dapat menyatakan, menjelaskan, menggambarkan,

mendengar, menanyakan dan bekerja sama dan dapat membawa siswa pada

pemahaman yang mendalam tentang matematika. Disamping itu, kemampuan

penalaran matematis juga dianggap penting. Berdasarkan pendapat de lange

(Shadiq, 2004) salah satu kemampuan yang harus dikembangkan dalam

pendidikan matematika adalah kemampuan penalaran matematis siswa.

Wahyudin (2007) menyatakan bahwa kemampuan penalaran sangat penting

untuk memahami matematika. Materi matematika dipahami melalui penalaran

dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.

Faktanya dilapangan, dengan diterapkanya kurikulum 2013 yang

menggunakan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaan, berdasarkan studi

pendahuluan yang telah peneliti lakukan pada suatu SMA Negeri di kota

Sukabumi menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis siswa masih membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dapat dilihat dari

hasil tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang diperoleh yaitu

untuk kemampuan penalaran diperoleh rata-rata skor 55 dari idealnya 100 serta

untuk kemampuan komunikasi matematis diperoleh rata-rata skor 45 dari

idealnya 80. Selain itu, dari hasil pengamatan selama pembelajaran di kelas,

(7)

masih kesulitan dalam mengembangkan kemampuan komunikasi dalam

menyelesaikan masalah. Contohnya seperti siswa kebingungan untuk menarik

kesimpulan dari beberapa kasus yang diberikan. Disamping itu pula, siswa masih

merasa kesulitan ketika guru menyuruh siswa untuk menyatakan suatu situasi ke

dalam bahasa simbol atau model matematik.

Disamping kemampuan koginitif yang ditingkatkan, salah satu tujuan

pembelajaran matematika adalah menigkatkan kemampuan afektif siswa. Dalam

penelitian ini kemampuan afektif yang akan ditingkatkan adalah

disposisi matematis.

Menurut Katz (2009), disposisi adalah kecenderungan untuk secara sadar,

teratur, dan sukarela untuk berperilaku tertentu yang mengarah pada pencapaian

tujuan tertentu. Dalam konteks matematika, disposisi matematis (mathematical

disposition) berkaitan dengan bagaimana siswa memandang dan menyelesaikan

masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk

mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Dapat

dipahami bahwa disposisi matematis sangat penting karena menunjang

keberhasilan belajar matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Sumarmo

(2011) bahwa pemilikan disposisi belajar yang tinggi pada individu, akan

membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif

berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya.

Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam menghadapi

masalah, mengambil tanggung jawab dalam belajar, dan mengembangkan

kebiasaan kerja yang baik dalam matematika. Karakteristik demikian penting

dimiliki siswa. Kelak, siswa belum tentu akan memperoleh semua materi yang

mereka pelajari, tetapi dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi

untuk menghadapi situasi problematik dalam kehidupan mereka.

Faktanya dilapangan, Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di

(8)

level kurang. Hal ini terbukti dari minat siswa mengerjakan tugas dan pekerjaan

rumah yang diberikan guru masih kurang. Hanya beberapa siswa saja yang

mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah secara mandiri, sedangkan sisanya lebih

senang mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan melihat hasil pekerjaan

orang lain. Selain itu, jika diberikan soal-soal yang tidak sama dengan apa yang

dicontohkan ataupun soal-soal non-rutin, banyak siswa kurang percaya diri

dalam menyelesaikannya, mereka tidak memiliki motivasi untuk mencoba

menyelesaikannya, dan upaya yang mereka lakukan untuk menyelesaikan

masalah tersebut dinilai kurang, akibatnya mereka tidak tertarik untuk mencoba

menyelesaikannya dengan baik. Ini berarti 50% siswa di sekolah ini bermasalah

dengan disposisi matematis.

Solusi untuk memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran

matematika khususnya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan

penalaran matematis siswa serta disposisi matematis, diperlukan suatu

pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satu solusi yang peneliti ajukan

untuk meningkatkan kemampuan diatas adalah dengan menerapkan pembelajaran

dengan penemuan terbimbing. Menurut Markaban (2006) bahwa penggunaan

model penemuan terbimbing dalam belajar matematika dapat meningkatkan

kemampuan kognitif siswa, kemampuan komunikasi siswa dan kemampuan

penalaran siswa. Lebih lanjut menurut Ruseffendi (1988) belajar penemuan itu

penting, sebab matematika adalah bahasa yang abstrak dan akan lebih melekat

bila melalui metode penemuan. Disamping itu, dengan penemuan terbimbing

sikap positif pada diri siswa akan tumbuh karena proses pembelajaran berpusat

pada siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (2009) bahwa melibatkan

siswa secara sepenuhnya dalam pembelajaran dan menemukan sendiri konsep

dari suatu materi yang diajarkan maka akan menumbuhkan sikap yang positif

terhadap siswa. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah

(9)

masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan

pemecahan (Markaban, 2006).

Penerapan model penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika,

memungkinkan terjadi proses interaksi dengan tujuannya untuk saling

mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu

dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa

untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun

aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah

(Markaban, 2006). Dengan model penemuan terbimbing siswa dihadapkan

kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan

(Markaban, 2006). Itu semua sejalan untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi dan penalaran matematis siswa. Sehingga siswa yang belajar dengan

penemuan terbimbing dapat diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa

dalam mengerjakan soal matematika, karena siswa dilibatkan dalam berpikir

matematika pada saat manipulasi, eksperimen, dan menyelesaikan masalah.

Pada penelitian ini, selain pendekatan dan strategi yang diterapkan, serta

kemampuan penalaran, komunikasi, dan disposisi matematis yang akan diteliti,

terdapat hal lain yang diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu kemampuan awal

matematika (KAM) siswa. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa bernilai

sangat penting pada awal perencanaan pembelajaran bagi populasi sasaran

tertentu. Menurut Gagne (Sahlan, 2006) ada dua alasan mengapa keterampilan

intelektual memainkan peranan penting dalam merancang struktur bahan ajar.

Pertama, hal ini merupakan jenis kemampuan yang mencerminkan apa yang

dapat dilakukan siswa. Alasan kedua adalah keterampilan intelektual itu

memiliki memiliki suatu harfiah kumulatif dengan kata lain mereka membangun

satu sama lain dalam suatu kebiasaan yang dapat diprediksi. Dalam hal ini akan

di teliti apakah terdapat pengaruh pembelajaran yang digunakan terhadap

(10)

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dirasakan perlu upaya untuk

mengungkap apakah pembelajaran dengan penemuan terbimbing dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi, penalaran dan disposisi matematis

siswa. Dengan demikian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap

Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi, dan Disposisi Matematis

Siswa”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran saintifik jika dilihat dari KAM?

3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan?

4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran saintifik jika dilihat dari KAM?

5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan disposisi matematis

siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan?

(11)

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

peningkatan kemampuan:

1. Penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan

terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara

keseluruhan

2. Penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan

terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika

dilihat dari KAM

3. Komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan

terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara

keseluruhan

4. Komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan

terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika

dilihat dari KAM

5. Disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan

terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara

keseluruhan

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, siswa,

maupun guru. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai sarana pengembangan diri dalam

penelitian pendidikan dan menambah wawasan serta pengalaman dalam

menerapkan model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap kemampuan

penalaran, komunikasi dan disposisi matematis siswa.

2. Bagi siswa, selama proses penelitian dapat meningkatkan kemampuan penalaran,

(12)

3. Bagi guru, dapat menjadi salah satu referensi model pembelajaran alternatif yang

dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran, komunikasi dan

disposisi matematis siswa.

E. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan pada penelitian ini didefinisikan sebagai

berikut:

1. Kemampuan penalaran matematis diartikan sebagai suatu kemampuan siswa

dalam proses berfikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik

kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus

yang bersifat individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat

individual menjadi kasus yang bersifat umum. Kegiatan penalaran matematis

meliputi: menarik kesimpulan logik, memberikan penjelasan dengan

memperoleh model, fakta, sifat, dan hubungan, menarik analogi dan

generalisasi, memberikan lawan contoh, menyusun argumen yang valid.

2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk

mengomunikasikan ide matematik kepada orang lain, dalam bentuk tulisan,

atau diagram sehingga orang lain memahaminya. Indikator kemampuan

komunikasi adalah: Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda

nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik; Menjelaskan

idea, situasi, dan relasi matematika secara tulisan; Menyatakan peristiwa

sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; merumuskan definisi dan

(13)

3. Disposisi matematis (mathematical disposition) merupakan cara siswa

menyelesaikan masalah matematis; rasa percaya diri, tekun, berminat, dan

berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian

masalah. Dalam konteks pembelajaran, disposisi matematis berkaitan dengan

bagaimana siswa bertanya, menjawab pertanyaan, mengkomunikasikan

ide-ide matematis, bekerja dalam kelompok, dan menyelesaikan masalah.

4. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing merupakan suatu pembelajaran

yaitu siswa melakukan rangkaian kegiatan ilmiah yang meliputi: mengamati,

mengajukan pertanyaan, membuat hipotesis, menguji hipotesis, dan menarik

kesimpulan dan semuanya itu dipandu oleh guru.

5. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa untuk

melakukan 5M dalam proses pembelajaran yaitu mengamati, menanya,

(14)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain eksperimen yang dimaksud dalam penelitian ini terdapat dua

kelompok eksperimen yang diambil secara acak kelas, yaitu Kelompok siswa

yang diberikan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing dan

kelompok siswa yang diberikan pembelajaran saintifik. Peneliti berusaha agar

kelompok tersebut seserupa mungkin, sehingga untuk melihatnya diberikan tes

awal (pretest) untuk kedua kelompok sebelum perlakuan diberikan, kemudian

setelah perlakuan diberikan kepada masing-masing kelompok, maka diberikan

tes akhir (posttest). Soal yang diberikan untuk tes awal dan tes akhir

merupakan soal yang serupa.Berikut merupakan gambaran desain penelitian.

R O X1 O

R O X2 O

Keterangan :

R : pengambilan sampel secara acak kelompok

O : tes awal/tes akhir

X1 : pembelajaran penemuan terbimbing

X2 : pembelajaran saintifik

Solomon (Wahyudin, 2014)

B. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN di Sukabumi. Yang selanjutnya di

pilih SMAN 2 Sukabumi sebagai lokasi penelitian. Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa kelas 10 di SMAN 2 Sukabumi. Pertimbangan yang

(15)

Pengambilan sampel dilakukan tidak secara acak siswa, tetapi dilakukan secara

acak kelompok (kelas) dari kelas 10 yang ada. Dipilih dua kelas yaitu kelas

X-Mia 1 sebagai kelas penemuan terbimbing dan kelas X-Mia 2 sebagai kelas

saintifik. Karakteristik dari kedua kelas ini berdasarkan wawancara dengan

guru di sekolah tersebut dikatakan bahwa tingkat keaktifan siswa kedua kelas

tersebut tergolong tinggi tetapi di lihat dari hasil belajar siswa untuk kelas

X-Mia 2 sedikit lebih unggul dibandingkan dengan kelas X-Mia 1.

Selanjutnya, baik kelas penemuan terbimbing maupun kelas saintifik

dikelompokkan berdasarkan pada hasil KAM dengan Penilaian Acuan Patokan

(PAP) dan Penelitian Acuan Normatif (PAN). Pengelompokan tersebut akan

dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kemampuan siswa atas, tengah, dan bawah,

berdasarkan pada nilai rata-rata ulangan harian siswa ( ) dan deviasi standar

(Arikunto, 2007). Pengelompokan ini dilakukan agar semua jenjang

kemampuan siswa terwakili. Kriteria pengelompokkan adalah sebagai berikut:

̅ Kelompok KAM atas

̅ ̅ Kelompok KAM tengah

̅ Kelompok KAM bawah

Keterangan: : nilai ulangan

̅ : rata-rata dari nilai ulangan kedua kelas

: simpangan baku dari nilai ulangan kedua kelas

Kemampuan awal matematis siswa adalah kemampuan awal yang

dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Kemampuan awal ini diukur

berdasarkan tes pretes siswa, dengan kriteria pengelompokkan berdasarkan

rata-rata ̅ dan simpangan baku S=13.86, sehingga

(16)

: Siswa dengan level KAM atas

: Siswa dengan level KAM tengah

: Siswa dengan level KAM bawah

Tabel berikut menyajikan banyaknya siswa yang berada pada level

kemampuan awal atas, tengah, dan bawah pada masing-masing kelas.

Tabel 3.1

Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kategori KAM

Kemampuan Awal Matematis

Pembelajaran Total PT Saintifik

Tinggi 8 8 16

Sedang 14 14 28

Rendah 9 9 18

Total 31 31 62

C. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes

dan nontes. Instrumen tes terdiri dari instrumen tes awal dan tes akhir.

Instrumen nontes yang digunakan adalah skala sikap (sikap siswa terhadap

pembelajaran yang dilakukan) dan lembar observasi (perekaman terhadap

proses pembelajaran) .

1. Tes Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

Tes kemampuan penalaran matematis ini berbentuk uraian. Tes ini

bertujuan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa yang terdiri dari tes

awal dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal

siswa kelompok eksperimen dan kontrol sebelum mendapatkan perlakuan serta

untuk mengetahui kesetaraan kedua kelompok tersebut.Sedangkan tes akhir

bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran dan komunikasi matematis

siswa setelah mendapat perlakuan berupa model pembelajaran.

(17)

Instrumen untuk mengukur disposisi matematis siswa dalam penelitian ini

diukur dengan menggunakan skala disposisi matematis siswa. Siswa diminta

untuk memberikan jawaban dengan memberi tanda “√” pada hanya satu pilihan

jawaban yang telah tersedia. Terdapat empat opsi pilihan yang berpedoman

pada skala Likert yang telah dimodifikasi, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),

Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Empat pilihan ini dipilih

untuk menghindari pilihan ragu-ragu siswa terhadap pernyataan yang

diberikan. Pernyataan-pernyataan yang diberikan bersifat tertutup, mengenai

pendapat siswa yang terdiri dari pernyataan-pernyataan positif dan negatif.

3. Lembar Observasi

Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Observasi ini

bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran, interaksi, dan keaktifan

siswa, serta kejadian dan kegiatan pembelajaran. Selain itu, observasi ini

digunakan untuk melihat aktivitas atau kinerja guru (peneliti) dalam proses

pembelajaran sehingga diperoleh gambaran pembelajaran yang dilakukan

termasuk kekurangan atau hambatan dalam proses pembelajaran.

D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Dalam tahap persiapan dilakukan kegiatan pengkajian masalah dan studi

literatur. Data-data yang dibutuhkan antara lain berkenaan dengan lokasi

penelitian, materi ajar yang akan disampaikan, dan data awal lainnya yang

diperlukan. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka langkah

selanjutnya adalah penyusunan proposal penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan dalam tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut.

a. Merancang pembelajaran dengan penemuan terbimbing

(18)

c. Menguji coba instrumen penelitian (tes) untuk kemudian dihitung

realibilitas, validitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran

Realibilitas

Realibilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu

alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten/ajeg) (Suherman dan

Kusuma, 1990). Hasil pengukuran akan tetap sama atau ajeg jika diberikan

kepada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu

yang berbeda, dan tempat yang berbeda.

Teknik yang digunakan dalam menentukan koefisien realibilitas yaitu

dengan menggunakan formula Alpa-Cronbach’s, yaitu:

2

: koefisien realibilitas n : banyak butir soal

Tolak ukur untuk menginterpretasikan koefisien realibilitas alat evaluasi

dapat digunakan tolak ukur yang diungkapkan Guilford (Suherman dan

Kusuma, 1990) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2

Interpretasi Reliabilitas Nilai

Koefisien reliabilitas Keterangan

(19)

Derajat reliabilitas rendah

Derajat reliabilitas sedang

Derajat reliabilitas tinggi

Derajat reliabilitas sangat tinggi

Dari hasil perhitungan software Anates Uraian Ver 4.0.5 diperoleh nilai

sebesar 0,58. Berdasarkan klasifikasi derajat reliabilitas menurut Guilford, derajat reliabilitas dari instrumen yang akan digunakan dalam kajian ini

termasuk kedalam kriteria reliabilitas sedang.

Validitas

Suatu alat evaluasi dikatakan valid jika alat evaluasi tersebut mampu

mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman dan Kusuma, 1990).

Cara untuk menentukan koefisien validitas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus korelasi produk-moment

angka kasar (raw score), yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Keterangan :

: koefisien korelasi antara variabel X dan Y

N : banyaknya testi

X : skor pada satu butir tes

Y : skor keseluruhan

(Suherman dan Kusuma, 1990)

Interpretasi mengenai nilai menurut Guilford (Suherman dan Kusuma,

(20)

Tabel 3.3

Interpretasi Korelasi Nilai

Nilai Keterangan

Korelasi sangat tinggi

Korelasi tinggi

Korelasi sedang

Korelasi rendah

Korelasi sangat rendah

Nilai dalam hal ini merupakan koefisien validitas, sehingga kriterianya

diinterpretasikan sebagai berikut.

Tabel 3.4

Interpretasi Validitas Nilai

Nilai Keterangan

Validitas sangat tinggi

Validitas tinggi

Validitas sedang

Validitas rendah

Validitas sangat rendah

Tidak valid

Berdasarkan perhitungan dan interpretasi menurut kategori-kategori di

atas, diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.5

(21)

No. Soal Validitas Interpretasi

1 0,756 Validitas Tinggi

2 0,693 Validitas Tinggi

3 0,594 Validitas Sedang

4 0,635 Validitas Tinggi

5 0,569 Validitas Sedang

6 0,434 Validitas Sedang

7 0.363 Validitas Rendah

8 0,671 Validitas Tinggi

9 0,318 Validitas Rendah

Daya Pembeda

Daya pembeda merupakan sejauh mana tiap butir soal mampu

membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan

testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman dan Kusuma, 1990).

Daya pembeda ini dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

a b a

I S S DP 

Keterangan:

DP = daya pembeda

Sa = Jumlah skor kelompok atas

Sb = Jumlah Skor kelompok bawah

(22)

Klasifikasi daya pembeda yang digunakan adalah sebagai berikut

(Suherman dan Kusuma, 1990).

Tabel 3.6

Interpretasi Indeks Daya Pembeda

Nilai Keterangan

Sangat baik

Baik

Cukup

Jelek

Sangat jelek

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates Uraian Ver

4.0.5 dan berdasarkan interpretasi di atas, diperoleh daya pembeda sebagai

berikut:

Tabel 3.7

Data Hasil Uji Daya Pembeda Tiap Butir Soal

No. Soal Daya Pembeda (DP) Interpretasi

1 0,45 Baik

2 0,325 Cukup

3 0,425 Baik

4 0,35 Cukup

5 0,47 Baik

6 0,31 Cukup

7 0,22 Cukup

(23)

9 0,34 Cukup

Indeks Kesukaran

Tingkat kesukaran tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Suherman dan Kusuma ,1990):

B

IK = indeks tingkat kesukaran

SA = Jumlah skor kelompok atas

SB = Jumlah skor kelompok bawah

JA = Jumlah skor ideal kelompok atas

JB = Jumlah skor ideal kelompok bawah

Klasifikasi indeks kesukaran yang digunakan adalah sebagai berikut

(24)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates

Uraian Ver 4.0.5 dan interpretasi di atas, diperoleh indeks kesukaran tiap butir

soal sebagai berikut:

Tabel 3.9

Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal No. Soal Indeks kesukaran (IK) Interpretasi

1 0,75 Soal mudah

2 0,61 Soal sedang

3 0,66 Soal sedang

4 0,68 Soal sedang

5 0,54 Soal sedang

6 0,84 Soal mudah

7 0,79 Soal mudah

8 0,60 Soal sedang

9 0,67 Soal sedang

d. Revisi instrumen jika terdapat kekurangan

e. Pemilihan sampel penelitian.

f. Pemberian tes awal pada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan

awal matematis siswa

g. Pelaksanaan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing untuk

kelompok penemuan terbimbing dan pembelajaran saintifik untuk

kelompok saintifik.

h. Selama pembelajaran, peneliti menggunakan lembar observasi

i. Pemberian tes akhir untuk mengetahui kemampuan matematis pada kedua

kelompok.

j. Pemberian skala likert untuk mengetahui disposisi matematis

(25)

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut.

a. Pengumpulan data hasil penelitian

b. Pengolahan data hasil penelitian

c. Analisis data hasil penelitian

d. Penyimpulan data hasil penelitian

e. Penulisan laporan hasil penelitian

E. Analisis Data

Data dalam penelitian ini merupakan data berbentuk kuantitatif dan

kualitatif. Data kuantitatif berupa tes, yaitu tes awal dan tes akhir sedangkan

data kualitatif berupa skala sikap dan lembar observasi.

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji statistik

terhadap hasil data pretes, postes, dan indeks gain (normalized gain) dari kelas

penemuan terbimbing dan kelas saintifik. Indeks gain ini dihitung dengan

rumus indeks gain dari Meltzer (Hake, 2007), yaitu:

SkorPosTest Skor Pr eTest

(Hake, 2007) yaitu sebagai berikut:

T inggi

Pengolahan data kuantitatif dibantu dengan menggunakan program SPSS

17.0 for Windows. Analisis yang dilakukan terhadap data kuantitatif adalah

sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau

(26)

siginfikansi ( ) 5%. Jika data yang diperoleh berdistribusi normal, maka

selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas. Sedangkan jika data yang

diperoleh tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan pengujian

homogenitas, tetapi dilakukan pengujian kemampuan dengan menggunakan uji

non parametrik.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan jika data yang diperoleh berdistribusi normal. Uji

ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas memiliki varians yang

sama (homogen) atau tidak.

3. Uji Perbedaan Rerata

Melakukan uji kesamaan dua rata-rata pada data pretes atau gain kedua

kelompok untuk kemampuan komunikasi dan penalaran matematik. Hipotesis

yang diajukan adalah:

Tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan

siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik.

Terdapat perbedaan rerata kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran saintifik.

4. Uji Non Parametrik Mann-Whytney

Jika data tidak berdistribusi normal selanjutnya melakukan uji kemampuan

pada data pretes kedua kelompok untuk kemampuan komunikasi dan

penalaran matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:

H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan siswa yang

memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing

(27)

saintifik.

H1: Terdapat perbedaan kemampuan siswa yang

memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing

dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

saintifik.

Selanjutnya melakukan uji perbedaan dua rerata untuk data gain

ternormalisasi pada kedua kelompok tersebut. Berikut ini adalah rumusan

hipotesisnya:

HIPOTESIS 1:

“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran saintifik”.

Tidak terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran saintifik.

Terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran saintifik.

HIPOTESIS 3:

“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang

(28)

Tidak terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran saintifik.

Terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran saintifik.

HIPOTESIS 5

“Terdapat perbedaan peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran saintifik”.

Tidak terdapat perbedaan rerata peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran saintifik.

Terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran saintifik.

5. Anova Dua Jalur

Hipotesi 2 dan 4 dilakukan dengan anova dua jalur. Dalam tahap ini, yang diuji

adalah mengenai kemampuan awal matematik, pendekatan pembelajaran dan

Pengaruh interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dengan KAM.

Berikut merupakan rumusan hipotesisnya

(29)

“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Penemuan terbimbing dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran saintifik ditinjau dari kemampuan awal

matematis siswa (atas, tengah, dan bawah)”, sehingga rumusan hipotesis statistiknya adalah:

H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan

kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari

kemampuan awal matematisnya (atas, tengah, dan

bawah)

H1: sekurang-kurangnya ada satu tanda sama dengan yang tidak terpenuhi.

= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa atas

= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa tengah

= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa bawah

HIPOTESIS 4

“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Penemuan terbimbing dengan siswa

yang memperoleh pembelajaran saintifik ditinjau dari kemampuan awal

matematis siswa (atas, tengah, dan bawah)”, sehingga rumusan hipotesis statistiknya adalah:

H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan

kemampuan komunikasi siswa ditinjau dari

kemampuan awal matematisnya (atas, tengah, dan

bawah)

H1: sekurang-kurangnya ada satu tanda sama dengan yang tidak terpenuhi.

= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa atas

(30)

= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa bawah

Prosedur analisis data kemampuan matematis dapat dilihat pada gambar di

bawah ini

Instrumen nontes digunakan untuk memperoleh data kualitatif. Data

kualitatif (skala sikap) ditransfer kedalam data kuantitatif. Setelah skala sikap

terkumpul dan diolah dengan menggunakan cara seperti di atas, sikap siswa

terhadap sebuah pernyataan dapat digolongkan ke dalam sikap positif atau

Normal

Homogen Data Kemampuan

Matematis

Tidak Normal Uji Normalitas

Tidak Homogen

uji Mann-Whitney

Uji Homogenitas Uji kesamaan Dua

rata-rata, uji t’

Uji Kesamaan Dua rata-rata, uji t

Kesimpulan

Normal Uji Normalitas

N-Gain

Uji ANOVA dua jalur Data Gain Kemampuan

Matematis

(31)

negatif. Penggolongan dapat dilakukan dengan membandingkan skor subyek

dengan jumlah skor alternatif jawaban netral dari pernyataan. Jika rata-rata

skor siswa terhadap pernyataan lebih dari skor jawaban netral (3) maka siswa

digolongkan bersikap positif. Jika rata-rata skor siswa terhadap pernyataan

kurang dari skor jawaban netral, maka siswa mempunyai sikap negatif

(Suherman dan Kusuma, 1990).

Tabel 3.10

Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Skala Sikap

Pernyataan Skor tiap pilihan

SS S TS STS

Positif 4 3 2 1

(32)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan, dan analisis data yang diperoleh

selama penelitian pembelajaran matematika dengan menggunakan penemuan

terbimbing, maka peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan dari penelitian ini

diantaranya sebagai berikut

1. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan

kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan penemuan

terbimbing dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran saintifik.

2. Jika dilihat dari KAM siswa, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing

dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik. Dalam hal ini yang

berbeda itu diantaranya adalah kelompok atas penemuan terbimbing berbeda

secara signifikan dengan kelompok bawah penemuan terbimbing, kelompok

tengah saintifik dan kelompok bawah saintifik. Disamping itu, untuk

kelompok menengah penemuan terbimbing berbeda secara signifikan dengan

kelompok bawah saintifik. Yang terakhir kelompok atas saintifik berbeda

secara signifikan dengan kelompok bawah saintifik.

3. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan

kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan penemuan

terbimbing dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran saintifik

4. Jika dilihat dari KAM siswa, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing

dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik. Dalam hal ini yang

berbeda itu diantaranya adalah kelompok atas penemuan terbimbing berbeda

secara signifikan dengan kelompok bawah penemuan terbimbing, dan

kelompok bawah saintifik. Disamping itu, untuk kelompok tengah penemuan

terbimbing berbeda secara signifikan dengan kelompok bawah saintifik.

(33)

saintifik. Dan untuk kelompok tengah saintifik berbeda secara signifikan

dengan kelompok bawah saintifik.

5. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa kelas

penemuan terbimbing tidak berbeda secara signifikan dengan kelas saintifik.

B. Saran

Dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang akan peneliti kemukakan,

diantaranya sebagai berikut.

1. Bagi pembaca, Pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing dapat

digunakan sebagai alternative pembelajaran.

2. Bagi peneliti yang lainya diiformasikan bahwa pembelajaran penemuan

terbimbing dan pembelajaran saintifik hanya akan cocok untuk siswa

berkemampuan awal dengan kategori atas dan menengah. Sehingga

disarankan dalam menerapkan pembelajaran ini, kemampuana awal siswa

harus diperhatikan

3. Bagi peneliti lainya, disarankan untuk meneliti disposisi matematis siswa

secara lebih mendalam lagi sehingga bisa mengetahui indikator-indikator dari

disposisi matematis siswa yang perlu diperhatikan secara khusus.

4. Pengaturan waktu sebaik mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan

yang diharapkan. Karena pembelajaran dengan penemuan terbimbing

sesungguhnya membutuhkan waktu yang cukup banyak sehingga perlu

Gambar

Tabel 3.1 Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kategori KAM
Tabel 3.2
Tabel 3.4
Tabel 3.6
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dimana sebelum alat di modifikasi, hanya menghasilkan kuat medan magnet sebesar 800 Gauss pada kuat arus 15 A, sedangkan setelah dimodifikasi dan dikembangkan mengahsilkan kuat

GAMBARAN PENGETAHUAN IBU MENGENAI SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA TODDLER DI KELURAHAN CIKUTRA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

diberikan, diperkirakan semakin baik karakteristik magnet yang akan dihasilkan.. Dengan teknologi proses yang digunakan ini yang relatif lebih sederhana

misalnya agar lingkungan bersih dari sampah maka sikap yang harus dilakukan.. adalah membuang sampah

Dilakukan analisis kuantitatif dengan Inductively Couple Plasma pada λ 240,7 nm untuk logam kobalt, λ 313,3 nm untuk logam molibdenum, pada λ 766,5 nm untuk logam kalium, λ

Mustika Ratu, yaitu dengan melihat nilai r adalah 0,982 dan dari persamaan y =2023,32 + 25,51x artinya besar kecilnya biaya distribusi yang dikeluarkan sangat mempengaruhi

Analisis laporan keuangan ini sangatlah penting untuk mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas agar perusahaan dapat melakukan tindakan tindakan atau

Berdasarkan evaluasi terhadap perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan pada tahun 2006 yang dipotong oleh PT Loka Mampang Indah Realty hanya sebagian kecil yang telah sesuai dengan