Taufik Rahman, 2015
ABSTRAK
Taufik Rahman (2015) Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, komunikasi, dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan, dan 2) Apakah terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika dilihat dari KAM. Metode di dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dan kelompok yang memperoleh pembelajaran saintifik dengan populasi penelitian adalah salah satu SMA Negeri di Sukabumi, dengan sampel penelitian siswa kelas X. Hasil yang diperoleh setelah melakukan penelitian adalah: 1) tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, komunikasi, dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan, 2) terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kemampuan penalaran, dan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika di lihat dari KAM.
Taufik Rahman, 2015
ABSTRACT
Taufik Rahman (2015) Impact of guided discovery learning to enhancing reasoning, communication mathematical and mathematic disposision of the student
The aim of this study to knowing : 1) is there different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction totally. 2) is there different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction showing by mathematic initially skill of student. The method of this study is experimental study, devided by two grup, the first grup is class wich using guided discovery instruction and the second grup using scientific instruction. The population of this study is SMAN in Sukabumi city, and sample take from senior high school tenth. The result of this study is showing : 1) there’s no different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction totally. 2) is there different significanlly between increasing reasoning, communication skills and student math disposision who using guided discovery instruction than using scientific instruction showing by mathematic initially skill of student
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan ... 6
1.4 Manfaat ... 7
1.5 Definisi Operasional ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Kemampuan Penalaran Matematis ... 10
2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 12
3. Disposisi Matematis ... 16
4. Penemuan Terbimbing ... 18
5. Saintifik ... 25
6. Penelitian Terdahulu ... 42
7. Kerangka Berfikir ... 43
8. Hipotesis Penelitian... 48
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 49
3.2 Populasi dan Sampel ... 49
3.3 Instrumen………... 51
3.4 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 52
3.5 Analisis data ... 59
4.2 Analisis indeks gain kemampuan penalaran ... 70
4.3 Analisis data tes awal kemampuan komunikasi matematis siswa ... 77
4.4 Analisis indeks gain kemampuan komunikasi ... 79
4.4 Analisis kemampuan disposisi matematis... 86
4.5 Pembahasan ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 99
5.2 Saran... 100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi
matematika yang diajarkan diawali dari hal-hal yang bersifat konkret, berupa
visualisasi dan gambar dan selanjutnya secara bertahap menuju hal yang abstrak
dalam bentuk simbol-simbol (Hudojo,2005). Menurut Johnson dan Myklebust
(Laia, 2009), matematika adalah simbolis yang fungsi praktisnya untuk
mengekspresikan hubungan kuantitatif dan keruangan yaitu menunjukan
kemampuan strategi dalam merumuskan, menafsirkan dan menyelesaikan model
matematika dalam pemecahan masalah, sedangkan fungsi teoritisnya untuk
memudahkan berfikir.
Salah satu tujuan pembelajaran Matematika SMA menurut standar isi
untuk satuan pendidikan (BSNP : 2006) adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
2. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan,
yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Tujuan pembelajaran matematika diatas, salah satunya meningkatkan
kemampuan komunikasi dan penalaran matematis. Hal ini sejalan dengan
pendapat dari Suherman (2001) bahwa peran dari pembelajaran matematika
adalah supaya siswa dapat berkomunikasi melalui tulisan atau gambar seperti
dan lain-lain. Disamping itu, menurut Wahyudin (2007) bahwa salah satu standar
proses untuk matematika sekolah adalah meningkatkan kemampuan penalaran
matematis siswa.
Berdasarkan informasi di atas, kemampuan komunikasi matematis cukup
penting. Hal ini sejalan dengan pendapat Mahmudi (2009) bahwa proses
komunikasi yang terjalin dengan baik dapat membantu siswa membangun
pemahamannya terhadap ide-ide matematika dan membuatnya menjadi lebih
mudah dipahami. Within (Laia, 2009) mengungkapkan bahwa kompetensi
komunikasi sangat penting karena ketika siswa sudah menguasai kompetensi
komunikasi maka siswa dapat menyatakan, menjelaskan, menggambarkan,
mendengar, menanyakan dan bekerja sama dan dapat membawa siswa pada
pemahaman yang mendalam tentang matematika. Disamping itu, kemampuan
penalaran matematis juga dianggap penting. Berdasarkan pendapat de lange
(Shadiq, 2004) salah satu kemampuan yang harus dikembangkan dalam
pendidikan matematika adalah kemampuan penalaran matematis siswa.
Wahyudin (2007) menyatakan bahwa kemampuan penalaran sangat penting
untuk memahami matematika. Materi matematika dipahami melalui penalaran
dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.
Faktanya dilapangan, dengan diterapkanya kurikulum 2013 yang
menggunakan pendekatan saintifik dalam proses pembelajaan, berdasarkan studi
pendahuluan yang telah peneliti lakukan pada suatu SMA Negeri di kota
Sukabumi menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi
matematis siswa masih membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dapat dilihat dari
hasil tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang diperoleh yaitu
untuk kemampuan penalaran diperoleh rata-rata skor 55 dari idealnya 100 serta
untuk kemampuan komunikasi matematis diperoleh rata-rata skor 45 dari
idealnya 80. Selain itu, dari hasil pengamatan selama pembelajaran di kelas,
masih kesulitan dalam mengembangkan kemampuan komunikasi dalam
menyelesaikan masalah. Contohnya seperti siswa kebingungan untuk menarik
kesimpulan dari beberapa kasus yang diberikan. Disamping itu pula, siswa masih
merasa kesulitan ketika guru menyuruh siswa untuk menyatakan suatu situasi ke
dalam bahasa simbol atau model matematik.
Disamping kemampuan koginitif yang ditingkatkan, salah satu tujuan
pembelajaran matematika adalah menigkatkan kemampuan afektif siswa. Dalam
penelitian ini kemampuan afektif yang akan ditingkatkan adalah
disposisi matematis.
Menurut Katz (2009), disposisi adalah kecenderungan untuk secara sadar,
teratur, dan sukarela untuk berperilaku tertentu yang mengarah pada pencapaian
tujuan tertentu. Dalam konteks matematika, disposisi matematis (mathematical
disposition) berkaitan dengan bagaimana siswa memandang dan menyelesaikan
masalah; apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk
mengeksplorasi berbagai alternatif strategi penyelesaian masalah. Dapat
dipahami bahwa disposisi matematis sangat penting karena menunjang
keberhasilan belajar matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Sumarmo
(2011) bahwa pemilikan disposisi belajar yang tinggi pada individu, akan
membentuk individu yang tangguh, ulet, bertanggung jawab, memiliki motif
berprestasi yang tinggi, serta membantu individu mencapai hasil terbaiknya.
Siswa memerlukan disposisi matematis untuk bertahan dalam menghadapi
masalah, mengambil tanggung jawab dalam belajar, dan mengembangkan
kebiasaan kerja yang baik dalam matematika. Karakteristik demikian penting
dimiliki siswa. Kelak, siswa belum tentu akan memperoleh semua materi yang
mereka pelajari, tetapi dapat dipastikan bahwa mereka memerlukan disposisi
untuk menghadapi situasi problematik dalam kehidupan mereka.
Faktanya dilapangan, Berdasarkan hasil wawancara dengan guru di
level kurang. Hal ini terbukti dari minat siswa mengerjakan tugas dan pekerjaan
rumah yang diberikan guru masih kurang. Hanya beberapa siswa saja yang
mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah secara mandiri, sedangkan sisanya lebih
senang mengerjakan tugas dan pekerjaan rumah dengan melihat hasil pekerjaan
orang lain. Selain itu, jika diberikan soal-soal yang tidak sama dengan apa yang
dicontohkan ataupun soal-soal non-rutin, banyak siswa kurang percaya diri
dalam menyelesaikannya, mereka tidak memiliki motivasi untuk mencoba
menyelesaikannya, dan upaya yang mereka lakukan untuk menyelesaikan
masalah tersebut dinilai kurang, akibatnya mereka tidak tertarik untuk mencoba
menyelesaikannya dengan baik. Ini berarti 50% siswa di sekolah ini bermasalah
dengan disposisi matematis.
Solusi untuk memecahkan masalah yang ada dalam pembelajaran
matematika khususnya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan
penalaran matematis siswa serta disposisi matematis, diperlukan suatu
pembelajaran yang efektif dan efisien. Salah satu solusi yang peneliti ajukan
untuk meningkatkan kemampuan diatas adalah dengan menerapkan pembelajaran
dengan penemuan terbimbing. Menurut Markaban (2006) bahwa penggunaan
model penemuan terbimbing dalam belajar matematika dapat meningkatkan
kemampuan kognitif siswa, kemampuan komunikasi siswa dan kemampuan
penalaran siswa. Lebih lanjut menurut Ruseffendi (1988) belajar penemuan itu
penting, sebab matematika adalah bahasa yang abstrak dan akan lebih melekat
bila melalui metode penemuan. Disamping itu, dengan penemuan terbimbing
sikap positif pada diri siswa akan tumbuh karena proses pembelajaran berpusat
pada siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Nasution (2009) bahwa melibatkan
siswa secara sepenuhnya dalam pembelajaran dan menemukan sendiri konsep
dari suatu materi yang diajarkan maka akan menumbuhkan sikap yang positif
terhadap siswa. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah
masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan
pemecahan (Markaban, 2006).
Penerapan model penemuan terbimbing dalam pembelajaran matematika,
memungkinkan terjadi proses interaksi dengan tujuannya untuk saling
mempengaruhi berpikir masing-masing, guru memancing berpikir siswa yaitu
dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus sehingga dapat memungkinkan siswa
untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-konsep tertentu, membangun
aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu untuk memecahkan masalah
(Markaban, 2006). Dengan model penemuan terbimbing siswa dihadapkan
kepada situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan
(Markaban, 2006). Itu semua sejalan untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi dan penalaran matematis siswa. Sehingga siswa yang belajar dengan
penemuan terbimbing dapat diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa
dalam mengerjakan soal matematika, karena siswa dilibatkan dalam berpikir
matematika pada saat manipulasi, eksperimen, dan menyelesaikan masalah.
Pada penelitian ini, selain pendekatan dan strategi yang diterapkan, serta
kemampuan penalaran, komunikasi, dan disposisi matematis yang akan diteliti,
terdapat hal lain yang diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu kemampuan awal
matematika (KAM) siswa. Mengidentifikasi kemampuan awal siswa bernilai
sangat penting pada awal perencanaan pembelajaran bagi populasi sasaran
tertentu. Menurut Gagne (Sahlan, 2006) ada dua alasan mengapa keterampilan
intelektual memainkan peranan penting dalam merancang struktur bahan ajar.
Pertama, hal ini merupakan jenis kemampuan yang mencerminkan apa yang
dapat dilakukan siswa. Alasan kedua adalah keterampilan intelektual itu
memiliki memiliki suatu harfiah kumulatif dengan kata lain mereka membangun
satu sama lain dalam suatu kebiasaan yang dapat diprediksi. Dalam hal ini akan
di teliti apakah terdapat pengaruh pembelajaran yang digunakan terhadap
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dirasakan perlu upaya untuk
mengungkap apakah pembelajaran dengan penemuan terbimbing dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi, penalaran dan disposisi matematis
siswa. Dengan demikian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Pengaruh Pembelajaran Penemuan Terbimbing Terhadap
Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi, dan Disposisi Matematis
Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran saintifik jika dilihat dari KAM?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan?
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran saintifik jika dilihat dari KAM?
5. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan disposisi matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran saintifik secara keseluruhan?
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
peningkatan kemampuan:
1. Penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan
terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara
keseluruhan
2. Penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan
terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika
dilihat dari KAM
3. Komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan
terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara
keseluruhan
4. Komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan
terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik jika
dilihat dari KAM
5. Disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan
terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik secara
keseluruhan
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti, siswa,
maupun guru. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti, dapat digunakan sebagai sarana pengembangan diri dalam
penelitian pendidikan dan menambah wawasan serta pengalaman dalam
menerapkan model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap kemampuan
penalaran, komunikasi dan disposisi matematis siswa.
2. Bagi siswa, selama proses penelitian dapat meningkatkan kemampuan penalaran,
3. Bagi guru, dapat menjadi salah satu referensi model pembelajaran alternatif yang
dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran, komunikasi dan
disposisi matematis siswa.
E. Definisi Operasional
Beberapa istilah yang digunakan pada penelitian ini didefinisikan sebagai
berikut:
1. Kemampuan penalaran matematis diartikan sebagai suatu kemampuan siswa
dalam proses berfikir yang dilakukan dengan satu cara untuk menarik
kesimpulan. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus
yang bersifat individual. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat
individual menjadi kasus yang bersifat umum. Kegiatan penalaran matematis
meliputi: menarik kesimpulan logik, memberikan penjelasan dengan
memperoleh model, fakta, sifat, dan hubungan, menarik analogi dan
generalisasi, memberikan lawan contoh, menyusun argumen yang valid.
2. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa untuk
mengomunikasikan ide matematik kepada orang lain, dalam bentuk tulisan,
atau diagram sehingga orang lain memahaminya. Indikator kemampuan
komunikasi adalah: Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda
nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik; Menjelaskan
idea, situasi, dan relasi matematika secara tulisan; Menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; merumuskan definisi dan
3. Disposisi matematis (mathematical disposition) merupakan cara siswa
menyelesaikan masalah matematis; rasa percaya diri, tekun, berminat, dan
berpikir fleksibel untuk mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian
masalah. Dalam konteks pembelajaran, disposisi matematis berkaitan dengan
bagaimana siswa bertanya, menjawab pertanyaan, mengkomunikasikan
ide-ide matematis, bekerja dalam kelompok, dan menyelesaikan masalah.
4. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing merupakan suatu pembelajaran
yaitu siswa melakukan rangkaian kegiatan ilmiah yang meliputi: mengamati,
mengajukan pertanyaan, membuat hipotesis, menguji hipotesis, dan menarik
kesimpulan dan semuanya itu dipandu oleh guru.
5. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa untuk
melakukan 5M dalam proses pembelajaran yaitu mengamati, menanya,
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain eksperimen yang dimaksud dalam penelitian ini terdapat dua
kelompok eksperimen yang diambil secara acak kelas, yaitu Kelompok siswa
yang diberikan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing dan
kelompok siswa yang diberikan pembelajaran saintifik. Peneliti berusaha agar
kelompok tersebut seserupa mungkin, sehingga untuk melihatnya diberikan tes
awal (pretest) untuk kedua kelompok sebelum perlakuan diberikan, kemudian
setelah perlakuan diberikan kepada masing-masing kelompok, maka diberikan
tes akhir (posttest). Soal yang diberikan untuk tes awal dan tes akhir
merupakan soal yang serupa.Berikut merupakan gambaran desain penelitian.
R O X1 O
R O X2 O
Keterangan :
R : pengambilan sampel secara acak kelompok
O : tes awal/tes akhir
X1 : pembelajaran penemuan terbimbing
X2 : pembelajaran saintifik
Solomon (Wahyudin, 2014)
B. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN di Sukabumi. Yang selanjutnya di
pilih SMAN 2 Sukabumi sebagai lokasi penelitian. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas 10 di SMAN 2 Sukabumi. Pertimbangan yang
Pengambilan sampel dilakukan tidak secara acak siswa, tetapi dilakukan secara
acak kelompok (kelas) dari kelas 10 yang ada. Dipilih dua kelas yaitu kelas
X-Mia 1 sebagai kelas penemuan terbimbing dan kelas X-Mia 2 sebagai kelas
saintifik. Karakteristik dari kedua kelas ini berdasarkan wawancara dengan
guru di sekolah tersebut dikatakan bahwa tingkat keaktifan siswa kedua kelas
tersebut tergolong tinggi tetapi di lihat dari hasil belajar siswa untuk kelas
X-Mia 2 sedikit lebih unggul dibandingkan dengan kelas X-Mia 1.
Selanjutnya, baik kelas penemuan terbimbing maupun kelas saintifik
dikelompokkan berdasarkan pada hasil KAM dengan Penilaian Acuan Patokan
(PAP) dan Penelitian Acuan Normatif (PAN). Pengelompokan tersebut akan
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu kemampuan siswa atas, tengah, dan bawah,
berdasarkan pada nilai rata-rata ulangan harian siswa ( ) dan deviasi standar
(Arikunto, 2007). Pengelompokan ini dilakukan agar semua jenjang
kemampuan siswa terwakili. Kriteria pengelompokkan adalah sebagai berikut:
̅ Kelompok KAM atas
̅ ̅ Kelompok KAM tengah
̅ Kelompok KAM bawah
Keterangan: : nilai ulangan
̅ : rata-rata dari nilai ulangan kedua kelas
: simpangan baku dari nilai ulangan kedua kelas
Kemampuan awal matematis siswa adalah kemampuan awal yang
dimiliki siswa sebelum pembelajaran berlangsung. Kemampuan awal ini diukur
berdasarkan tes pretes siswa, dengan kriteria pengelompokkan berdasarkan
rata-rata ̅ dan simpangan baku S=13.86, sehingga
: Siswa dengan level KAM atas
: Siswa dengan level KAM tengah
: Siswa dengan level KAM bawah
Tabel berikut menyajikan banyaknya siswa yang berada pada level
kemampuan awal atas, tengah, dan bawah pada masing-masing kelas.
Tabel 3.1
Pengelompokan Siswa Berdasarkan Kategori KAM
Kemampuan Awal Matematis
Pembelajaran Total PT Saintifik
Tinggi 8 8 16
Sedang 14 14 28
Rendah 9 9 18
Total 31 31 62
C. Instrumen
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari instrumen tes
dan nontes. Instrumen tes terdiri dari instrumen tes awal dan tes akhir.
Instrumen nontes yang digunakan adalah skala sikap (sikap siswa terhadap
pembelajaran yang dilakukan) dan lembar observasi (perekaman terhadap
proses pembelajaran) .
1. Tes Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis
Tes kemampuan penalaran matematis ini berbentuk uraian. Tes ini
bertujuan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa yang terdiri dari tes
awal dan tes akhir. Tes awal digunakan untuk mengetahui kemampuan awal
siswa kelompok eksperimen dan kontrol sebelum mendapatkan perlakuan serta
untuk mengetahui kesetaraan kedua kelompok tersebut.Sedangkan tes akhir
bertujuan untuk mengetahui kemampuan penalaran dan komunikasi matematis
siswa setelah mendapat perlakuan berupa model pembelajaran.
Instrumen untuk mengukur disposisi matematis siswa dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan skala disposisi matematis siswa. Siswa diminta
untuk memberikan jawaban dengan memberi tanda “√” pada hanya satu pilihan
jawaban yang telah tersedia. Terdapat empat opsi pilihan yang berpedoman
pada skala Likert yang telah dimodifikasi, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S),
Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Empat pilihan ini dipilih
untuk menghindari pilihan ragu-ragu siswa terhadap pernyataan yang
diberikan. Pernyataan-pernyataan yang diberikan bersifat tertutup, mengenai
pendapat siswa yang terdiri dari pernyataan-pernyataan positif dan negatif.
3. Lembar Observasi
Observasi dilakukan saat pembelajaran berlangsung. Observasi ini
bertujuan untuk mengetahui proses pembelajaran, interaksi, dan keaktifan
siswa, serta kejadian dan kegiatan pembelajaran. Selain itu, observasi ini
digunakan untuk melihat aktivitas atau kinerja guru (peneliti) dalam proses
pembelajaran sehingga diperoleh gambaran pembelajaran yang dilakukan
termasuk kekurangan atau hambatan dalam proses pembelajaran.
D. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan dilakukan kegiatan pengkajian masalah dan studi
literatur. Data-data yang dibutuhkan antara lain berkenaan dengan lokasi
penelitian, materi ajar yang akan disampaikan, dan data awal lainnya yang
diperlukan. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka langkah
selanjutnya adalah penyusunan proposal penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan dalam tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut.
a. Merancang pembelajaran dengan penemuan terbimbing
c. Menguji coba instrumen penelitian (tes) untuk kemudian dihitung
realibilitas, validitas, daya pembeda, dan indeks kesukaran
Realibilitas
Realibilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu
alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten/ajeg) (Suherman dan
Kusuma, 1990). Hasil pengukuran akan tetap sama atau ajeg jika diberikan
kepada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu
yang berbeda, dan tempat yang berbeda.
Teknik yang digunakan dalam menentukan koefisien realibilitas yaitu
dengan menggunakan formula Alpa-Cronbach’s, yaitu:
2
: koefisien realibilitas n : banyak butir soal
Tolak ukur untuk menginterpretasikan koefisien realibilitas alat evaluasi
dapat digunakan tolak ukur yang diungkapkan Guilford (Suherman dan
Kusuma, 1990) adalah sebagai berikut.
Tabel 3.2
Interpretasi Reliabilitas Nilai
Koefisien reliabilitas Keterangan
Derajat reliabilitas rendah
Derajat reliabilitas sedang
Derajat reliabilitas tinggi
Derajat reliabilitas sangat tinggi
Dari hasil perhitungan software Anates Uraian Ver 4.0.5 diperoleh nilai
sebesar 0,58. Berdasarkan klasifikasi derajat reliabilitas menurut Guilford, derajat reliabilitas dari instrumen yang akan digunakan dalam kajian ini
termasuk kedalam kriteria reliabilitas sedang.
Validitas
Suatu alat evaluasi dikatakan valid jika alat evaluasi tersebut mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman dan Kusuma, 1990).
Cara untuk menentukan koefisien validitas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus korelasi produk-moment
angka kasar (raw score), yaitu:
∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
Keterangan :
: koefisien korelasi antara variabel X dan Y
N : banyaknya testi
X : skor pada satu butir tes
Y : skor keseluruhan
(Suherman dan Kusuma, 1990)
Interpretasi mengenai nilai menurut Guilford (Suherman dan Kusuma,
Tabel 3.3
Interpretasi Korelasi Nilai
Nilai Keterangan
Korelasi sangat tinggi
Korelasi tinggi
Korelasi sedang
Korelasi rendah
Korelasi sangat rendah
Nilai dalam hal ini merupakan koefisien validitas, sehingga kriterianya
diinterpretasikan sebagai berikut.
Tabel 3.4
Interpretasi Validitas Nilai
Nilai Keterangan
Validitas sangat tinggi
Validitas tinggi
Validitas sedang
Validitas rendah
Validitas sangat rendah
Tidak valid
Berdasarkan perhitungan dan interpretasi menurut kategori-kategori di
atas, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.5
No. Soal Validitas Interpretasi
1 0,756 Validitas Tinggi
2 0,693 Validitas Tinggi
3 0,594 Validitas Sedang
4 0,635 Validitas Tinggi
5 0,569 Validitas Sedang
6 0,434 Validitas Sedang
7 0.363 Validitas Rendah
8 0,671 Validitas Tinggi
9 0,318 Validitas Rendah
Daya Pembeda
Daya pembeda merupakan sejauh mana tiap butir soal mampu
membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan
testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (Suherman dan Kusuma, 1990).
Daya pembeda ini dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
a b a
I S S DP
Keterangan:
DP = daya pembeda
Sa = Jumlah skor kelompok atas
Sb = Jumlah Skor kelompok bawah
Klasifikasi daya pembeda yang digunakan adalah sebagai berikut
(Suherman dan Kusuma, 1990).
Tabel 3.6
Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Nilai Keterangan
Sangat baik
Baik
Cukup
Jelek
Sangat jelek
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates Uraian Ver
4.0.5 dan berdasarkan interpretasi di atas, diperoleh daya pembeda sebagai
berikut:
Tabel 3.7
Data Hasil Uji Daya Pembeda Tiap Butir Soal
No. Soal Daya Pembeda (DP) Interpretasi
1 0,45 Baik
2 0,325 Cukup
3 0,425 Baik
4 0,35 Cukup
5 0,47 Baik
6 0,31 Cukup
7 0,22 Cukup
9 0,34 Cukup
Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut (Suherman dan Kusuma ,1990):
B
IK = indeks tingkat kesukaran
SA = Jumlah skor kelompok atas
SB = Jumlah skor kelompok bawah
JA = Jumlah skor ideal kelompok atas
JB = Jumlah skor ideal kelompok bawah
Klasifikasi indeks kesukaran yang digunakan adalah sebagai berikut
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates
Uraian Ver 4.0.5 dan interpretasi di atas, diperoleh indeks kesukaran tiap butir
soal sebagai berikut:
Tabel 3.9
Data Hasil Uji Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal No. Soal Indeks kesukaran (IK) Interpretasi
1 0,75 Soal mudah
2 0,61 Soal sedang
3 0,66 Soal sedang
4 0,68 Soal sedang
5 0,54 Soal sedang
6 0,84 Soal mudah
7 0,79 Soal mudah
8 0,60 Soal sedang
9 0,67 Soal sedang
d. Revisi instrumen jika terdapat kekurangan
e. Pemilihan sampel penelitian.
f. Pemberian tes awal pada kedua kelompok untuk mengetahui kemampuan
awal matematis siswa
g. Pelaksanaan pembelajaran dengan model penemuan terbimbing untuk
kelompok penemuan terbimbing dan pembelajaran saintifik untuk
kelompok saintifik.
h. Selama pembelajaran, peneliti menggunakan lembar observasi
i. Pemberian tes akhir untuk mengetahui kemampuan matematis pada kedua
kelompok.
j. Pemberian skala likert untuk mengetahui disposisi matematis
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Pengumpulan data hasil penelitian
b. Pengolahan data hasil penelitian
c. Analisis data hasil penelitian
d. Penyimpulan data hasil penelitian
e. Penulisan laporan hasil penelitian
E. Analisis Data
Data dalam penelitian ini merupakan data berbentuk kuantitatif dan
kualitatif. Data kuantitatif berupa tes, yaitu tes awal dan tes akhir sedangkan
data kualitatif berupa skala sikap dan lembar observasi.
Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji statistik
terhadap hasil data pretes, postes, dan indeks gain (normalized gain) dari kelas
penemuan terbimbing dan kelas saintifik. Indeks gain ini dihitung dengan
rumus indeks gain dari Meltzer (Hake, 2007), yaitu:
SkorPosTest Skor Pr eTest
(Hake, 2007) yaitu sebagai berikut:
T inggi
Pengolahan data kuantitatif dibantu dengan menggunakan program SPSS
17.0 for Windows. Analisis yang dilakukan terhadap data kuantitatif adalah
sebagai berikut.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau
siginfikansi ( ) 5%. Jika data yang diperoleh berdistribusi normal, maka
selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas. Sedangkan jika data yang
diperoleh tidak berdistribusi normal, maka tidak dilakukan pengujian
homogenitas, tetapi dilakukan pengujian kemampuan dengan menggunakan uji
non parametrik.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan jika data yang diperoleh berdistribusi normal. Uji
ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas memiliki varians yang
sama (homogen) atau tidak.
3. Uji Perbedaan Rerata
Melakukan uji kesamaan dua rata-rata pada data pretes atau gain kedua
kelompok untuk kemampuan komunikasi dan penalaran matematik. Hipotesis
yang diajukan adalah:
Tidak terdapat perbedaan rerata kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan
siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik.
Terdapat perbedaan rerata kemampuan siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran saintifik.
4. Uji Non Parametrik Mann-Whytney
Jika data tidak berdistribusi normal selanjutnya melakukan uji kemampuan
pada data pretes kedua kelompok untuk kemampuan komunikasi dan
penalaran matematis. Hipotesis yang diajukan adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan kemampuan siswa yang
memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing
saintifik.
H1: Terdapat perbedaan kemampuan siswa yang
memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
saintifik.
Selanjutnya melakukan uji perbedaan dua rerata untuk data gain
ternormalisasi pada kedua kelompok tersebut. Berikut ini adalah rumusan
hipotesisnya:
HIPOTESIS 1:
“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran saintifik”.
Tidak terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran saintifik.
Terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran saintifik.
HIPOTESIS 3:
“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang
Tidak terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran saintifik.
Terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh
pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran saintifik.
HIPOTESIS 5
“Terdapat perbedaan peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran saintifik”.
Tidak terdapat perbedaan rerata peningkatan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran saintifik.
Terdapat perbedaan rerata peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran
penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran saintifik.
5. Anova Dua Jalur
Hipotesi 2 dan 4 dilakukan dengan anova dua jalur. Dalam tahap ini, yang diuji
adalah mengenai kemampuan awal matematik, pendekatan pembelajaran dan
Pengaruh interaksi antara penerapan pendekatan pembelajaran dengan KAM.
Berikut merupakan rumusan hipotesisnya
“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Penemuan terbimbing dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran saintifik ditinjau dari kemampuan awal
matematis siswa (atas, tengah, dan bawah)”, sehingga rumusan hipotesis statistiknya adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan
kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari
kemampuan awal matematisnya (atas, tengah, dan
bawah)
H1: sekurang-kurangnya ada satu tanda sama dengan yang tidak terpenuhi.
= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa atas
= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa tengah
= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa bawah
HIPOTESIS 4
“Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran Penemuan terbimbing dengan siswa
yang memperoleh pembelajaran saintifik ditinjau dari kemampuan awal
matematis siswa (atas, tengah, dan bawah)”, sehingga rumusan hipotesis statistiknya adalah:
H0: Tidak terdapat perbedaan rata-rata peningkatan
kemampuan komunikasi siswa ditinjau dari
kemampuan awal matematisnya (atas, tengah, dan
bawah)
H1: sekurang-kurangnya ada satu tanda sama dengan yang tidak terpenuhi.
= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa atas
= rata-rata skor N-gain kategori kemampuan awal matematis siswa bawah
Prosedur analisis data kemampuan matematis dapat dilihat pada gambar di
bawah ini
Instrumen nontes digunakan untuk memperoleh data kualitatif. Data
kualitatif (skala sikap) ditransfer kedalam data kuantitatif. Setelah skala sikap
terkumpul dan diolah dengan menggunakan cara seperti di atas, sikap siswa
terhadap sebuah pernyataan dapat digolongkan ke dalam sikap positif atau
Normal
Homogen Data Kemampuan
Matematis
Tidak Normal Uji Normalitas
Tidak Homogen
uji Mann-Whitney
Uji Homogenitas Uji kesamaan Dua
rata-rata, uji t’
Uji Kesamaan Dua rata-rata, uji t
Kesimpulan
Normal Uji Normalitas
N-Gain
Uji ANOVA dua jalur Data Gain Kemampuan
Matematis
negatif. Penggolongan dapat dilakukan dengan membandingkan skor subyek
dengan jumlah skor alternatif jawaban netral dari pernyataan. Jika rata-rata
skor siswa terhadap pernyataan lebih dari skor jawaban netral (3) maka siswa
digolongkan bersikap positif. Jika rata-rata skor siswa terhadap pernyataan
kurang dari skor jawaban netral, maka siswa mempunyai sikap negatif
(Suherman dan Kusuma, 1990).
Tabel 3.10
Ketentuan Pemberian Skor Pernyataan Skala Sikap
Pernyataan Skor tiap pilihan
SS S TS STS
Positif 4 3 2 1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran, pengamatan, dan analisis data yang diperoleh
selama penelitian pembelajaran matematika dengan menggunakan penemuan
terbimbing, maka peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan dari penelitian ini
diantaranya sebagai berikut
1. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan
kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar dengan penemuan
terbimbing dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran saintifik.
2. Jika dilihat dari KAM siswa, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik. Dalam hal ini yang
berbeda itu diantaranya adalah kelompok atas penemuan terbimbing berbeda
secara signifikan dengan kelompok bawah penemuan terbimbing, kelompok
tengah saintifik dan kelompok bawah saintifik. Disamping itu, untuk
kelompok menengah penemuan terbimbing berbeda secara signifikan dengan
kelompok bawah saintifik. Yang terakhir kelompok atas saintifik berbeda
secara signifikan dengan kelompok bawah saintifik.
3. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan penemuan
terbimbing dengan siswa yang belajar dengan pembelajaran saintifik
4. Jika dilihat dari KAM siswa, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran siswa yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing
dengan siswa yang memperoleh pembelajaran saintifik. Dalam hal ini yang
berbeda itu diantaranya adalah kelompok atas penemuan terbimbing berbeda
secara signifikan dengan kelompok bawah penemuan terbimbing, dan
kelompok bawah saintifik. Disamping itu, untuk kelompok tengah penemuan
terbimbing berbeda secara signifikan dengan kelompok bawah saintifik.
saintifik. Dan untuk kelompok tengah saintifik berbeda secara signifikan
dengan kelompok bawah saintifik.
5. Secara keseluruhan peningkatan kemampuan disposisi matematis siswa kelas
penemuan terbimbing tidak berbeda secara signifikan dengan kelas saintifik.
B. Saran
Dalam penelitian ini, ada beberapa saran yang akan peneliti kemukakan,
diantaranya sebagai berikut.
1. Bagi pembaca, Pembelajaran matematika dengan penemuan terbimbing dapat
digunakan sebagai alternative pembelajaran.
2. Bagi peneliti yang lainya diiformasikan bahwa pembelajaran penemuan
terbimbing dan pembelajaran saintifik hanya akan cocok untuk siswa
berkemampuan awal dengan kategori atas dan menengah. Sehingga
disarankan dalam menerapkan pembelajaran ini, kemampuana awal siswa
harus diperhatikan
3. Bagi peneliti lainya, disarankan untuk meneliti disposisi matematis siswa
secara lebih mendalam lagi sehingga bisa mengetahui indikator-indikator dari
disposisi matematis siswa yang perlu diperhatikan secara khusus.
4. Pengaturan waktu sebaik mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan
yang diharapkan. Karena pembelajaran dengan penemuan terbimbing
sesungguhnya membutuhkan waktu yang cukup banyak sehingga perlu