• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM

TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK

DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH

KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010

Oleh :

CHAIRUNNISA

08S1AJ0009

PROGRAM STUDI S1 GIZI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HUSADA BORNEO BANJARBARU

(2)

PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM

TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK

DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH

KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Gizi (S. Gz)

Oleh :

CHAIRUNNISA

08S1AJ0009

PROGRAM STUDI S1 GIZI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

HUSADA BORNEO BANJARBARU

(3)

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Chairunnisa

NIM : 08S1AJ0006

Program Study : Gizi

Judul Skripsi : Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi balita pendek di Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2010

Dengan ini saya menyatakan bahwa hasil penulisan karya ilmiah yang telah saya buat ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak melakukan pelanggaran sebagai berikut :

• Plagiasi tulisan maupun gagasan • Rekayasa dan manipulasi data

• Meminta tolong atau membayar orang lain untuk meneliti

• Mengajukan sebagian atau seluruh karya ilmiah untuk publikasi atau untuk memperoleh gelar atau sertifikat atau pengakuan akademik atau profesi ditempat lain.

Apabila terbukti saya melakukan pelanggaran tersebut diatas, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar akdemik.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tidak dipaksakan .

Penulis,

(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Nama : Chairunnisa

NIM : 08S1AJ0006

Skripsi ini telah disetujui untuk disidangkan :

Banjarbaru, 11 Agustus 2011 Pembimbing Utama,

Rusman Efendi, SKM,M.Si NIDN : 128047801

Pembimbing Pendamping,

Muhammad Rayhan, S.Psi NIDN : 1110038601

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Chairunnisa

NIM : 08S1AJ0006

Skripsi ini telah dipertahankan didepan dewan penguji dan disetujui Pada tanggal : 26 Januari 2011

Penguji 1 (Ketua)

Rusman Efendi, SKM, M.Si NIDN : 1218047801

Penguji 2 (Anggota)

Muhammad Rayhan, S.Psi NIDN :1110038601

Penguji 3 (Anggota)

Akhmad Mahyuni, S.Sos, MPH NIDN : 1110106502

Diketahui :

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo Banjarbaru

Rusman Efendi, SKM, M.Si NIDN : 1218047801

Ketua Program Studi Gizi

Norhasanah, S.Gz NIDN :1119098402

(6)

ABSTRAK

Chairunnisa. 08S1AJ0006

PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS

GIZI BALITA PENDEK DIKECAMATAN AMUNTAI TENGAH

KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2010

Skripsi. Program Studi Gizi. 2010 (xii + 38 + lampiran)

Latar belakang : Berdasarkan hasil dari pemantauan garam beryodium pada tahun 2009, di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Khususnya untuk Kecamatan Amuntai Tengah diketahui bahwa desa dengan kategori baik sebesar 50 % sedangkan desa dengan kategori tidak baik sebesar 50 %, seperti yang diketahui bahwa Kecamatan Amuntai Tengah merupakan kecamatan yang berada di tengah kota dimana untuk ke pasar dekat dan banyak terdapat supermarket dan warung yang menjual garam beryodium tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan lain yaitu masih banyak garam yang digunakan dirumah tangga yang tidak beryodium,dan hasil dari PSG-KADARZI berdasarkan TB/U maka balita dengan status gizi Pendek sebesar 22,91 % sedangkan balita dengan status gizi sangat pendek 17,45 %, Tujuan Penellitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi balita pendek di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2010. Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan rancangan penelitian Case Control, populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah yaitu berjumlah 4800 balita, sampel dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang memiliki balita dengan status gizi pendek sebanyak 49 orang dan normal sebanyak 49 orang yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Kecamatan Amuntai Tengah, penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap balita gizi pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji chi square yang menunjukkan bahwa nilai p=0.024 < 0.05, begitu juga dengan penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap status gizi normal pada balita berdasarkan berat badan menurut umur, hal ini ditunjukkan dengan hasil uji chi square yang menunjukkan bahwa nilai p=0.024 < 0.05.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”PENGARUH PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM TERHADAP STATUS GIZI BALITA PENDEK DI KECAMATAN AMUNTAI TENGAH, KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S-1 Gizi pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat pada Sekolah Tinggi Kesehatan Husada Borneo, Banjarbaru.

Selanjutnya penulis menyadari sepenuhnya tanpa bantuan dariberbagai pihak, skripsi ini tidak akan terwujud. Oleh karena itu, pada kesepatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Rusman Effendi, SKM,M.Si selaku Ketua STIKES HUSADA BORNEO dan juga selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dengan penuh kesabaran membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Muhammad Rayhan, S. Psi selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini

3. Ibu Norhasanah, S. Gz selaku Ketua Program Studi Gizi Kesehatan

4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara yang telah memberikan ijin belajar kepada penulis untuk mengikuti Program Sarjana S-1 Gizi pada Stikes Husada Borneo.

5. Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan yang telah memberikan masukan-masukan hingga terselesaikanlah skripsi in

6. Kasi Perbaikan Gizi Masyarakat yang telah banyak memberikan masukan-masukan dalam mendapatkan data yang diperlukan dalam pengolahan skripsi ini

7. Ibunda Tercinta yang telah mendukung dan memberikan motivasi dari awal perkuliahan sampai dengan skripsi ini selesai.

(8)

8. Suami tercinta Akhmad Sardaniansyah dan kedua anakku tersayang Nazwa Puteri dan Muhammad Nur Putera yang telah dengan setia, tabah dan sabar dalam memberikan dukungan dan do’a sampai akhirnya selesai juga skripsi ini.

9. Teman-teman di Bidang Pelayanan Kesehatan dan Program Perbaikan Gizi Masyarakat yang telah setia mendengarkan keluh kesahku.

10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S-1 Gizi angkatan 2008, atas segala kerjasama dan partisipasi yang telah diberikan .

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut membantu kelancaran Penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Amuntai, 2011

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ………... HALAMAN JUDUL ………... HALAMAN PERNYATAAN ……… HALAMAN PERSETUJUAN ……… HALAMAN PENGESAHAN ………. ABSTRAK ………... KATA PENGANTAR ………. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ……… BAB I PENDAHULUAN ……… 1.1.Latar Belakang ………... 1.2.Rumusan Masalah ……….. 1.3.Tujuan Penelitian ………... 1.3.1. Tujuan Umum ……… 1.3.2. Tujuan Khusus ……… 1.4.Manfaat Penelitian ………. 1.5.Keaslian Penelitian ………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 2.1. Tinjauan Teori ………

2.1.1. Tinjauan Ontologi Iodium ………... 2.1.2. Sumber Iodium ………. 2.1.3. Kebutuhan Iodium ……… 2.1.4. Manfaat Garam Beryodium ……….. 2.1.5. Dampak Defiisiensi Iodium ………. 2.1.6. Status Gizi Balita ………. 2.1.7. Parameter penentuan status gizi balita ………. 2.1.8. Status gizi balita berdasarkan tinggi badan menurut umur ……. 2.1.9. Status gizi balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U).. 2.1.10.Penggaruh konsumsi iodium terhadap tinggi badan berdasarkan biokimianya ...………... 2.2. Landasan Teori ……….. 2.3. Kerangka Konsep ……….. 2.4. Hipotesis ………...

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ……… 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 3.3. Subjek Penelitian ……… 3.3.1. Populasi ………. 3.3.2. Sampel ………... i ii iii iv v vi vii ix xi xii xiii 1 1 4 4 4 4 4 5 6 6 6 6 7 8 8 10 10 12 12 13 14 15 15 16 16 16 16 16 16 18

(10)

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………. 3.5. Instrumen Penelitian ………... 3.6. Teknik Pengumpulan Data ……….. 3.6.1. Data Primer ………... 3.6.1. Data sekunder ……… 3.7. Teknik Analisa Data ………... 3.8. Prosedur Penelitian ………. 3.8.1. Melakukan uji Mutu Garam Beryodium ………... 3.8.2. Penentuan Status Gizi Buruk ……… 3.9. Kelemahan Penelitian ……….

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 4.1. Hasil Penelitian ……….

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara ……... 4.1.2. Penduduk dan Sosial ekonomi ……… 4.1.3. Pemantauan garam beryodium ……… 4.2. Gambaran Umum Subjek Penelitian ………. 4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ……… 4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Penggunaan Garam …… 4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur ……….. 4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Berat badan Menurut Umur ……….. 4.2.5. Tabulasi Silang Antara Konsumsi Garam Beryodium dengan Tinggi badan menurut Umur ……….. 4.2.6. Tabulasi Silang Antara Konsumsi Garam Beryodium dengan Berat badan menurut Umur ……….. 4.3. Pembahasan ……… 4.3.1. Penggunaan garam beryodium ………. 4.3.2. Balita status gizi pendek ……… 4.3.3. Balita dengan berat badan normal ……….. 4.3.4. Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi pendek ……… 4.3.5. Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi normal ………

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ……… 5.2. Saran ………. DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN 19 19 19 19 20 20 20 20 20 22 22 22 23 25 26 27 27 27 28 28 29 30 30 30 30 31 32 33 33 33

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3 . Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Tabel 7. Tabel 8. Tabel 9. Tabel 10.

Keadaan gizi menurut indeks Antropometri ... Variabel penelitian dan definisi operasional... Nama-nama kecamatan, ibukota kecamatan, Luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan ... Hasil monitoring garam beryodium ... Distribusi responden berdasarkan umur ... Distribusi responden berdasarkan penggunaan garam ... Distribusi responden berdasarkan tinggi badan menurut umur ... Distribusi responden berdasarkan berat badan menurut umur ... Tabulasi silang antara penggunaan garam beryodium dengan tinggi badan menurut umur ... Tabulasi silang antara penggunaan garam beryodium dengan berat badan menurut umur ...

Halaman 11 18 23 27 28 28 28 29 29 30

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Konsep Rencana Penelitian ... Gambar 3.1. Teknik Pengambilan besar sampel ... Gambar 4.1. Struktur Ekonomi Kab. HSU ...

15 17 24

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia dan sekaligus merupakan investasi Sumber Daya Manusia serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Oleh karena itu, menjadi suatu keharusan bagi semua pihak untuk memelihara kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat (Depkes RI, 2007).

Keadaan Gizi yang baik merupakan prasyarat utama dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia yang sehat dan berkualitas.Masalah Gizi terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan UU RI No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembiayaan Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota menegaskan, Informasi Status Gizi memegang peranan penting dalam menentukan perencanaan program didaerah.

Dalam rangka mencapai tujuan RPJMN dan Rencana Strategi Departemen Kesehatan 2005-2009, Departemen Kesehatan akan melaksanakan Program Perbaikan Gizi agar seluruh keluarga sadar gizi (KADARZI) yang merupakan salah satu komponen dari DESA SIAGA. KADARZI adalah keluarga yang mengenal masalah gizi dan mampu mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarga.

(14)

Gambaran status gizi balita diawali dengan banyaknya bayi berat lahir rendah (BBLR) sebagai cerminan tingginya masalah gizi dan kesehatan ibu hamil. Sekitar 30 juta wanita usia subur menderita kurang energi kronis (KEK) , yang bila hamil dapat meningkatkan resiko melahirkan BBLR. Setiap tahun, diperkirakan sekitar 350 ribu bayi yang lahir BBLR (2500 gram), sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka gizi kurang dan kematian balita. Pada tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta balita gizi kurang; 1,7 juta diantaranya menderita gizi buruk. Pada usia sekolah sekitar 11 juta anak tergolong pendek sebagai akibat dari gizi kurang pada masa balita (Depkes RI, 2007).

Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Sedangkan masa balita ini merupakan periode penting dalam pertumbuhan, dimana pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan menentukan perkembangan anak selanjutnya.

Dampak kurang gizi atau gizi buruk terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Jika kondisi kurang gizi terjadi pada balita, khususnya pada masa periode keemasan perkembangan otak (0-3 tahun), otak tidak dapat berkembang sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan sulit untuk dapat pulih kembali atau bersifat permanen.

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang serius mengingat dampaknya sangat besar terhadap kelangsungan hidup dan kualitas sumber daya manusia. Selain berupa pembesaran kelenjar gondok dan hipotiroidi, kekurangan yodium jika terjadi pada wanita hamil mempunyai risiko terjadinya abortus, lahir mati, sampai cacat bawaan. Jika terjadi pada bayi yang lahir akan mengakibatkan gangguan

(15)

perkembangan syaraf, mental dan fisik yang disebut kretin. Semua gangguan ini dapat berakibat pada rendahnya prestasi belajar anak usia sekolah, rendahnya produktifitas kerja pada orang dewasa serta timbulnya berbagai permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang dapat menghambat pembangunan (Depkes RI, 2005 ).

Wanita usia subur yang tidak mendapat kecukupan yodium akan mengakibatkan bayi atau janin yang dikandung kelak akan mengalami gangguan perkembangan otak, gangguan perkembangan fetus dan pasca lahir, kematian perinatal atau abortus meningkat (Picauly, 2002).

Salah satu cara untuk menanggulangi GAKY pada wanita usia subur adalah penambahan yodium pada garam yang dikonsumsi, karena telah disepakati sebagai cara yang aman, efektif dan berkesinambungan untuk mencapai konsumsi yodium yang optimal bagi semua rumah tangga dan masyarakat (Depkes RI, 2005).

Namun kadar yodium dalam garam akan turun bila terjadi kerusakan, sehingga tidak bisa mempertahankan mutunya hingga ke tingkat konsumen. Kerusakan ini dapat terjadi selama penyimpanan di gudang atau di warung (Arisman, 2004).

Penyimpanan dan teknik penyimpanan yang kurang memadai akan mempengaruhi kualitas garam beryodium. Bila kualitas garam beryodium (kadar yodium) menurun maka mempengaruhi konsumsi yodium dan pada akhirnya mempengaruhi status yodium pada seseorang (Noviani, 2007). Selain itu, perilaku ibu dalam memiih garam akan menentukan konsumsi yodium pada rumah tangga (Sumarno, 1997).

Tingkat konsumsi yodium ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status yodium. Penggunaan garam beryodium di rumah tangga mempunyai manfaat yang penting untuk mencegah penyakit gondok dalam keluarga (Noviani, 2007).

cccc, hal inilah yang membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian.

(16)

1.2. Rumusan Masalah

Apakah penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga berpengaruh terhadap status gizi balita pendek dan balita gizi baik?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi Balita di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara. 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga. 2. Mengetahui tentang status gizi balita pendek berdasarkan tinggi badan

menurut umur yang ada diwilayah kecamatan Amuntai Tengah.

3. Mengetahui tentang status gizi normal pada balita berdasarkan berat badan menurut umur yang ada diwilayah kecamatan Amuntai Tengah. 4. Mengetahui pengaruh dari penggunaan garam beryodium terhadap status

gizi pendek pada balita di Kecamatan Amuntai Tengah.

5. Mengetahui pengaruh dari penggunaan garam beryodium terhadap status gizi normal pada balita di kecamatan Amuntai Tengah.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pengelola program perbaikan gizi masyarakat

Dapat menambah pengetahuan, menambah wawasan tentang penggunaan garam beryodium pada tingkat rumah tangga dan keadaan status gizi balita pendek sehingga selanjutnya dapat dilakukan perencanaan dalam penanggulangannya.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai masukan dan bacaan mahasiswa yang nantinya diharapkan dapat dijadikan bahan dalam penyuluhan di masyarakat.

(17)

Menambah pengetahuan dan penerapan teori-teori yang telah diterima selama perkuliahan serta memberikan gambaran tentang pengaruh penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga terhadap status gizi balita pendek .

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi balita pendek belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya. Adapun beberapa penelitian lain yang ada kaitannya dengan Penggunaan garam beryodium antara lain yaitu :

1. Dedi Julhadi asibuan, 2008, dengan judul “ Gambaran Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Penggunaan Garam Beryodium di Desa Juma Teguh, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi tahun 2008 “. Persamaan penelitian ini adalah pada penggunaan garam beryodium oleh ibu rumah tangga sedangkan perbedaannya pada rancangan penelitian, variabel penelitiannya, instrumen yang digunakan dan analisa datanya. Perbedaan lain juga terdapat pada waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian.

2. Lidia Nurvita Ramawanti, 2010, dengan judul “Hubungan antara pemilihan dan penyimpanan garam beryodium dengan status yodium pada Wanita Usia Subur (WUS) didesa Selo, Kecamatan Selo, Boyolali, JawaTengah”. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama meneliti mengenai penggunaan garam beryodium pada tingkat rumah tangga, Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah pada variabel penelitiannya, instrumen yang digunakan dan analisa datanya. Perbedaan lain juga terdapat pada waktu dan tempat dilaksanakannya penelitian.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1 Tinjauan Ontologi Iodium

Iodium ditemukan pada tahun 1811 oleh Courtois. Iodium merupakan sebuah monovalen. Keadaannya dalam tubuh mamalia hanya sebagai hormon tiroid. Hormon-hormon ini sangat penting selama pembentukan embrio dan untuk mengatur kecepatan metabolis dan produksi kalori atau energi disemua kehidupan. Iodium diserap sangat cepat oleh usus dan oleh kelenjar tiroid digunakan untuk memproduksi hormon tiroid.Saluran ekresi utama iodium adalah melalui saluran kencing dan cara ini merupakan indikator utama pengukuran jumlah pemasukan dan status iodium. Tingkat ekresi (status iodium) yang terendah (25-20 mg I/g creatin) menunjukkan resiko kekurangan iodium bahwa tingkatan yang lebih rendah menunjukkan resiko yang lebih berbahaya (Brody, 1999).

Iodium ada dalam tubuh dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu sebanyak kurang lebih 0,00004 % dari berat badan atau 15-23 mg. Sekitar 75 % dari iodium ini ada di dalam kelenjar tiroid yang digunakan untuk mesintesis hormon tiroksin. Hormon ini diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembanga fisik dan mental manusia. Selain itu iodium ada didalam jaringan tubuh lain, yaitu dikelenjar ludah, payudara, dan lambung serta didalam ginjal (Almatsier, 2003).

2.1.2 Sumber Iodium

Iodium merupakan sejenis mineral, biasanya iodium terdapat di alam, baik tanah dan air. Iodium adalah zat gizi mikro yang mengandung hormon tiroksin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Kandungan iodium dalam makanan laut seperti ikan, kerang, cumi atau rumput laut berkisar 0,0002 persen. Keuntungan

(19)

konsumsi iodium melalui makanan laut adalah elemen iodium tersebut tidak hilang selama pemprosesan masakan. Selain itu, jumlah yang dimakan biasanya juga lebih tinggi (bila kita mengknsumsi 50 gram ikan laut, berarti iodium yang masuk setara 100 mikrogram iodium).

Jepang adalah negara terdepan dalam konsumsi rumput laut dan kasus kekurangan iodium juga sangat rendah di negara tersebut. Disana rumput laut diproses menjadi anyaman halus yang disebut nori. Nori ini dipakai sebagai pembungkus makanan, misalnya nasi kepal (onigiri) atau

sushi. Selain itu, juga dipakai sebagai campuran penyedap rasa pada mi

rebus, seperti ramen atau soba. Mungkin seandainya kita mau meniru, misalnya daun pisang pembungkus lemper diganti dengan lembaran rumput laut atau mi bakso maupun mie pangsit dibubuhi penyedap dan rumput laut, maka kasus kekurangan iodium akan berkurang dinegeri ini. Pentradisian penggunaan makanan laut hendaknya terus digalakkan karena lebih dari 70 persen dari luas wilayah negeri ini adalah laut (Nurachman dan Sarwono, 2008).

2.1.3. Kebutuhan Iodium

Kebutuhan iodium bervariasi menurut umur dan kondisi-kondisi tertentu. Kebutuhan pada anak-anak berbeda dengan kebutuhan orang dewasa akan iodium perharinya. Keadaan fisiologi tertentu dari tubuh seperti misalnya pada wanita dan ibu menyusui, jumlah kebuutuhan tubuh akan zat iodium akan berbeda. Kebutuhan tubuh per harinya sekitar 1-2 µg per kg berat badan. Perkiraan kecukupan yang dianjurkan sekitar 40-120 µg perhari untuk anak-anak umur dibawah 19 tahun dan 150 µg perhari untuk orang dewasa. Untuk wanita hamil dan menyusui dianjurkan tambahan masing-masing adalah 10 µg/hari (Hetzel, 1993).

Sumber utama iodium adalah laut, sehingga makanan laut merupakan makanan yang paling kaya dengan iodium. Didaerah pantai, air dan tanah mengandung banyak iodium sehingga tanaman yang tumbuh didaerah pantai mengandung cukup banyak iodium. Semakin jauh tanah dari pantai semakin sedikit pula kandungan iodiumnya dan salah satu

(20)

penanggulangan kekurangan iodium adalah melalui fortifikasi garam dapur dengan iodium.

2.1.4. Manfaat Garam Beryodium

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium,yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan (Dekes RI, 2009)

Garam beryodium dapat mencegah Gangguan Akibat Kurang Yodium(GAKY) yang ditunjukkan dengan tanda-tanda adanya pembesaran kelenjar gondok, terhambatnya pertumbuhan (pendek atau cebol) gangguan perkembangan mental, gangguan fungsi syaraf otak (gangguan kecerdasan,bisu, tuli dan juling).(Depkes RI, 2007).

2.1.5. Dampak Defisiensi Iodium

Gangguan Akibat Kurang Yodium atau GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama (Depkes RI, 2007).

Masalah GAKY merupakan masalah yang serius mengingat dampaknya secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kelangsungan hidup dan kuallitas sumber daya manusia yang mencakup 3 aspek, yaitu aspek perkembangan kecerdasan,aspek perkembangan sosial dan aspek perkembangan Ekonomi (Depkes RI, 2007).

a. Aspek Perkembangan Kecerdasan (Intelegensi)

Pada umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi. Namun demikian sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai keterampilan untuk menyiapkannya. (Depkes RI, 2007)

(21)

Kekurangan unsur yodium dalam makanan sehari-hari dapat menurunkan kecerdasan. Di Indonesia diperkirakan kehilangan 140 juta IQ poin akibat GAKY.

Perhitungan pengurangan IQ poin yaitu :

a. Kretin (GAKY Berat) : 50 poin

b. Gondok : 5 poin

c. Bayi didaerah GAKY : 10 poin

Setiap tahun didaerah defisiensi iodium akan lahir 1 juta bayi, dimana setiap kelahiran akan mengalami defisit sebesar 10 point sehingga total defisit IQ point yang diakibatkan adalah 10 juta IQ point. Terjadinya defisit IQ poin di Indonesia pada gilirannya berdampak pada program belajar 9 tahun, karenanya banyak anak usia sekolah tidak dapat mengikuti pelajaran dan mengalami kemunduran (drop-out)

b. Aspek Perkembangan Sosial

Dampak sosial yang ditimbulkan GAKY berupa terjadinya gangguan mental, lamban, kurang bergairah sehingga orang macam ini sulit untuk dididik dan dimotivasi. Penderita kretin untuk selamanya menjadi beban sosial bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya.

c. Aspek Perkembangan Ekonomi

Usaha peternakan didaerah defisit iodium tidak akan berhasil karena hewan peliharaan yang mengalami kekurangan iodium akan berukuran lebih kecil, kurus, produksi telur sedikit, kurang kesuburan dan lain-lain. Dampak GAKY terhadap keadaan ekonomi akan di perlihatkan dengan pengalaman negara China dimana setelah 8 tahun upaya penanggulangan dilakukan terjadi peningkatan produktifitas dan income perkapita besar 15 %. Dengan perhitungan ini maka secara kasar di Indonesia GNP akan meningkat jika masalah GAKY dapat ditanggulangi. (Depkes RI, 1990)

2.1.6. Status Gizi Balita

Status gizi anak balita adalah keadaan gizi anak balita umur 0-59 bulan yang ditentukan dengan metode Antropometri, berdasarkan indeks

(22)

Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Depkes RI, 2007).

Pertumbuhan anak sangat berkaitan dengan nutrisi yang dikonsumsi. Kandungan gizi pada makanan yang dikonsumsi setiap hari menentukan status gizi anak. Status gizi yang baik mampu meningkatkan daya tahan tubuh yang baik pula, sebaliknya status gizi yang buruk memudahkan timbulnya penyakit. Oleh karena itu makan bukan hanya kebutuhan fisik utama semata namun juga diperlukan sebagai faktor penunjang pertumbuhan, sedangkan pertumbuhan itu merupakan langkah awal bagi perkembangan.

Ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8 persen anak balita Indonesia pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan.

Salah satu kelompok umur dalam masyarakat yang paling mudah menderita kelainan gizi (rentan gizi) adalah anak balita (bawah lima tahun). Pada anak balita terjadi proses pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat gizi tinggi untuk setiap kilogram berat badannya. Anak balita justru paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Sedangkan masa balita ini merupakan periode penting dalam pertumbuhan, dimana pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan menentukan perkembangan anak selanjutnya.

2.1.7. Parameter Penentuan Status Gizi Balita

Parameter yang umum digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak. Sementara parameter status gizi balita yang umum digunakan di Indonesia adalah berat badan menurut umur. Parameter ini dipakai menyeluruh di Posyandu.

(23)

Berikut merupakan penggolonggan keadaan gizi menurut Indeks Antropometri (Sumber: Puslitbang Gizi.1980. Pedoman Ringkas Cara Pengukuran Antropometri dan Penentuan Gizi, Bogor).

Tabel 2.1 : Keadaan gizi menurut Indeks Antropometri

Status Gizi Ambang batas baku untuk keadaan gizi berdasarkan indeks

BB/U TB/U BB/TB LLA/U LLA/TB

Gizi baik Gizi Kurang Gizi Buruk > 80 % 61-80 % < 60 % > 85 % 71-85 % < 70 % > 90 % 81-90 % < 80 % > 85 % 71-85 % < 70 % > 85 % 76-85 % < 75 %

Menurut Prof. Ali Khomsan, untuk membedakan balita kurang gizi dan gizi buruk dapat dilakukan dengan cara berikut. Gizi kurang adalah bila berat badan menurut umur yang dihitung menurut Skor Z nilainya kurang dari -2, dan gizi buruk bila Skor Z kurang dari -3. Artinya gizi buruk kondisinya lebih parah daripada gizi kurang. Balita penderita gizi kurang berpenampilan kurus, rambut kemerahan (pirang), perut kadang-kadang buncit, wajah moon face karena oedema (bengkak) atau monkey

face (keriput), anak cengeng, kurang responsif. Bila kurang gizi

berlangsung lama akan berpengaruh pada kecerdasannya. Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare), ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tak boleh dikonsumsi anak balita. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan pendek, kurus dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu (Khomsan, 2008).

(24)

2.1.8. Status Gizi Balita berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur (TB / U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek . Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap berat badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama.

Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu . Beaton dan Bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi (Supariasa, 2001).

2.1.9. Status Gizi Balita berdasarkan Berat Badan Menurut Umur (BB / U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti perkembangan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yanng labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini. (Current Nutritional Status) (Supariasa, 2001).

(25)

2.1.10. Pengaruh Konsumsi iodium terhadap Tinggi Badan Berdasarkan Boikimianya.

Iodium merupakan bagian integral dari kedua macam hormon tiroksin triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4). Fungsi utama hormon-hormon ini adalah mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Hormon tiroid mengontrol kecepatan pelepasan energi dan zat gizi yang menghasilkan energi. Tiroksin dapat merangsang metabolisme sampai 30%. Disamping itu kedua hormon ini mengatur suhu tubuh, reproduksi, pembentukan sel darah merah serta fungsi otot dan saraf (Almatsier, 2002).

Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah teknik pengukuran kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urin.

Yodium adalah salah satu mineral penting bagi kehidupan manusia karena yodium sangat diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan serta fungsi otak. Hewanpun memerlukan yodium untuk pertumbuhannya. Meskipun jumlahnya sangat sedikit, tubuh kita memerlukan yodium secara teratur setiap harinya. Karena itu yodium harus ada dari makanan kita sehari-hari. Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik maupun mental mulai dari yang ringan maupun berat. Gangguan pertumbuhan fisik antara lain mencakup penyakit gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan berdiri ataupun berjalan normal, bisu, tuli atau mata juling. Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya kecerdasan. Untuk mengetahui Total Goiter Rate (Pembesaran Kelenjar Gondok) dimasyarakat dapat dilakukan dengan palpasi, atau dengan cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam urine dan kadar Tyroid Stimulating hormone dalam darah. Metode penentuan kadar yodium dalam urine dengan menggunakan metode cerrium (Supariasa, dkk, 2001)

(26)

2.2. Landasan Teori

Ukuran tubuh pendek merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak.

Penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare), ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tak boleh dikonsumsi anak balita.

Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya. Anak kelihatan Pendek, kurus dibandingkan teman-teman sebayanya yang lebih sehat.. Ketika memasuki usia sekolah tidak bisa berprestasi menonjol karena kecerdasannya terganggu. (Khomsan, 2008)

Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium,yang dibutuhkan tubuh untuk membuat hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan. (Depkes RI, 2009)

Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik maupun mental mulai dari yang ringan maupun berat. Gangguan pertumbuhan fisik antara lain mencakup penyakit gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan berdiri ataupun berjalan normal, bisu, tuli atau mata juling. Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya kecerdasan. ( Supariasa,dkk, 2001)

2.3. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini melihat pengaruh dari penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga terhadap status gizi balita pendek di Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan melakukan pengamatan dalam penggunaan garam beryodium di rumah tangga balita serta pengukuran Antropometri berdasarkan TB/U pada anak .

(27)

Gambar dari konsep rencana penelitian yang akan dilaksanakan dapat dilihat pada kerangka konsep berikut :

Gambar 2.1 : Konsep Rencana Penelitian

2.4. Hipotesis

1. Penggunaan garam beryodium ditingkat rumah tangga berpengaruh terhadap status gizi balita pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

2. Penggunaan garam beryodium ditingkat rumah tangga berpengaruh terhadap status gizi baik pada balita berdasarkan berat badan menurut umur di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Kemiskinan Penyakit Infeksi Status Gizi Balita Pendek Tingkat Pendidikan Orang Tua Penggunaan garam beryodium di rumah tangga

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan rancangan penelitian Case Control (1 :1) untuk melihat pengaruh penggunaan garam beryodium ditingkat rumah tangga terhadap status gizi balita pendek .

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kecamatan Amuntai Tengah dengan pertimbangan bahwa pada hasil pemantauan garam beryodium di tahun 2009 ternyata desa dengan kategori baik hanya 50 % dan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) ditemukan balita dengan status gizi berdasarkan TB/U pendek dan sangat pendek sebesar 40,36 %. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan juli sampai dengan september 2010.

3.3. Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah yaitu berjumlah 4800 balita.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam Penelitian ini adalah Semua Keluarga yang memiliki balita dengan status gizi pendek dan normal yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan melihat data hasil PSG-KADARZI yang telah dilaksanakan pada tahun 2009 dengan kriteria sampel :

A. Keluarga yang memiliki balita .

(29)

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel yaitu sebagai berikut :

n = N 1 + N (d) ² = 4800 1 + 4800 (0.1) ² = 97, 7 = 98 Keterangan : n : Jumlah Sampel N : Jumlah Populasi D : Tingkat Penyimpangan (0.1) (Notoatmodjo,2003)

Berdasarkan hasil perhitungan maka terlihat jumlah sampel yang akan diteliti yaitu 98 orang dengan perbandingan Kasus : Kontrol yaitu 1 : 1. Untuk teknik pengambilan besar sampel dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Gambar 3.1 : Teknik penngambilan besar sampel

Populasi 4800 Balita Sampel 98 Balita Balita Pendek 49 orang Menggunakan garam beryodium Tidak menggunakan garam beryodium Menggunakan garam beryodium Tidak menggunakan garam beryodium K A S U S K ONTROL Balita gizi baik 49 orang

(30)

Untuk besar sampel yang dijadikan kasus diambil dari 300 sampel hasil penentuan PSG-KADARZI ditemukan sebanyak 102 balita pendek akan tetapi dilihat kembali status gizi berdasarkan berat badan menurut umur dimana yang diambil adalah balita berat badan kurang . Untuk besar sampel sebagai kontrol diambil dari balita yang berat badannya normal berdasarkan berat badan menurut umur dan berdasarkan tinggi badan menurut umur adalah normal .

3.4. Variabel Penelitian dan Definisi operasional

Pada penelitian ini yang merupakan variabel bebasnya adalah garam beryodium sedangkan variabel yang terikat adalah status gizi pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur dan status gizi normal berdasarkan berat badan menurut umur.

Tabel 3.1 : Variabel penelitian dan definisi operasional

No. Variable Definisi Operasional Skala Kriteria Objektif

1 Penggunaan

Garam Beryodium

Garam beryodium yang digunakan oleh rumah tangga memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu mengandung iodium sebesar 30-80 ppm untuk memasak setiap hari.

Nominal 1. Menggunakan garam beryodium bila dari hasil uji iodina tes garam berubah warna menjadi ungu

2. Tidak menggunakan garam beryodium bila hasil uji iodina tes garam tidak berubah warna menjadi ungu

2 Balita Pendek

Keadaan gizi anak balita umur 0-59 bulan yang ditentukan dengan metode Antropometri, berdasarkan indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) adalah berada di < -3 SD sampai dengan -2,1 SD.

Ordinal 1. Normal bila -2 SD sampai dengan +2 SD,

2. Pendek bila <-3SD sampai dengan -2,1 SD

(31)

3 Balita dengan berat badan normal

Keadaan gizi anak balita umur 0-59 bulan yang ditentukan dengan metode Antropometri, berdasarkan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) adalah normal.

Ordinal 1. Berat badan normal bila >+2

SD sampai dengan +2 SD

2. Berat badan kurang bila <-2 SD sampai dengan <-3 SD

3.5. Instrumen Penelitian

Alat Penelitian yang digunakan pada saat penelitian berupa alat Antropometri pengukur tinggi badan atau panjang badan yaitu Microtois untuk anak usia 2 tahun sampai dengan 5 tahun dan panjang badan untuk anak usia 1 bulan sampai dengan 2 tahun, alat pengukur berat badan yaitu baby scale untuk anak usia 1 bulan - 2 tahun dan bed room scale untuk anak usia 2 tahun sampai dengan 5 tahun serta Iodina Test untuk menentukan garam yang digunakan beryodium ataupun tidak.

3.6. Teknik Pengumpulan Data

3.6.1. Data Primer

Data Primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan melakukan uji kualitatif garam di rumah tangga. Setiap rumah tangga diambil sampel garamnya untuk kemudian di uji menggunakan larutan iodina test.

Peneliti juga melakukan pengukuran antropometri pada balita dengan cara mengukur TB (Tinggi Badan) ataupun PB (Panjang Badan) serta BB (Berat Badan) dan menanyakan umur balita.

3.6.2. Data Sekunder

Data Sekunder dalam penelitian diperoleh dari Profil Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kecamatan Amuntai Tengah, data PSG – KADARZI dan data pemantauan garam beryodium.

(32)

3.7. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah secara manual melalui langkah-langkah:

1. Editing (Pengeditan) 2. Coding (Pengkodean) 3. Tabulating (Tabulasi)

Setelah itu diolah dengan menggunakan uji chi square dengan melihat Old Ratio (OR).

3.8. Prosedur Penelitian

3.8.1. Melakukan uji mutu garam beryodium

Uji mutu garam beryodium dapat dilakukan dengan cara :

Menggunakan cairan uji garam (Iodina Test atau Iodium Test), cara : a. Ambil 1 sendok teh garam yang beertuliskan garam beryodium

b. Teteskan dengan cairan tersebut, jika berubah warna menjadi ungu tua berarti garam mengandung yodium ( > 30 ppm).

(Depkes RI, 2007) 3.8.2. Penentuan status gizi balita

Status Gizi berdasarkan Tinggi badan menurut umur (TB/U) dengan cara pengukuran Antropometri yaitu TB (Tinggi Badan) dan Umur, dengan acuan :

1. Normal bila -2 SD sampai dengan +2 SD 2. Pendek bila < -3 SD sampai dengan -2,1 SD .

Status Gizi berdasarkan Berat badan menurut umur (BB/U) dengan cara pengukuran Antropometri yaitu BB (Berat Badan) dan Umur, dengan acuan :

1. Berat badan normal bila >-2 SD sampai dengan +2 SD 2. Berat badan kurang bila <-2 SD sampai dengan <-3 SD

(33)

3.9. Kelemahan Penelitian

1. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.

2. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti perkembangan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara

Kabupaten Hulu Sungai Utara pasca pemekaran wilayah dengan Kabupaten Balangan memiliki luas seluruhnya 892,7 Km2 atau hanya sekitar 2,38% dari luas Propinsi Kalimantan Selatan. Secara umum Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat 2-3o Lintang Selatan dan 115-116o Bujur Timur. Adapun batas-batas wilayah adalah :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah dan Kabupatan Tabalong.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Balangan.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Selatan Propinsii Kalimantan Tengah.

Dari total luas wilayah yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara, sebagian besar terdiri dari daratan rendah yang digenangi oleh lahan rawa baik yang tergenang secara monoton maupun tergenang secara periodek. Kurang lebih 570 Km2 adalah merupakan lahan rawa dan sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal.

Pada tahun 2008 Kabupaten Hulu Sungai Utara ini terjadi pemekaran kecamatan sehingga jumlah kecamatan yang dulunya berjumlah 7 kecamatan menjadii 10 kecamatan. Kecamatan yang merupakan hasil pemekaran adalah Kecamatan Haur Gading, Kecamatan Sungai Tabukan dan Kecamatan Paminggir yang terdiri dari 214 desa serta 5 kelurahan. Dari jumlah desa yang ada terbagi 3 klasifikasi yakni desa swadaya sebanyak 3 desa, desa swakarya sebanyak 1 desa dan desa swasembada 215 desa. Untuk jelasnya pada tabel berikut dapat dilihat

(35)

banyaknya desa/kelurahan pada masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Tabel 4.1 : Nama-nama Kecamatan, Ibukota Kecamatan, Luas Wilayah dan Jumlah Desa/Kelurahan pada masing-masing Kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2009.

No. Kecamatan Ibukota Jumlah Desa/

Kelurahan

Luas wilayah (Km2)

1 Amuntai Tengah Amuntai 29 56,99

2. Amuntai Utara Teluk Daun 26 45,09

3. Haur Gading Haur Gading 18 34,15

4. Amuntai Selatan Telaga Silaba 30 183,16

5. Sungai Pandan Sungai Pandan 33 45,00

6. Sungai Tabukan Sungai Tabukan 17 29,24

7. Danau Panggang Danau Panggang 16 224,49

8. Paminggir Paminggir 7 156,13

9. Babirik Babirik 23 77,44

10. Banjang Banjang 20 41,01

Jumlah 219 892,70

Sumber : BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara, 2009 4.1.2. Penduduk dan sosial ekonomi

Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2009 jumlah penduduk di Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah 216.180 jiwa yang tersebar di 10 kecamatan, 219 desa/kelurahan dan terdiri dari 52.540 rumah tangga. Pada tabel berikut dapat dilihat penyebaran penduduk di Kabupaten Hulu Sungai Utara berdasarkan masing-masing kecamatan.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan pembangunan. Dan ini akan di dapat

(36)

tentunya setelah melalui pendidikan baik formal maupun informal. Karena itu tersedianya sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan kualitas SDM.

Di Kabupaten Hulu Sungai Utara ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan sudah cukup memadai, pendidikan pra sekolah (TK), sekolah dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), sudah terdapat di seluruh kecamatan, sedangkan untuk sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) baru terdapat di kecamatan yaitu Kecamatan Amuntai Tengah dan Kecamatan Sungai Pandan, Danau Panggang.

Pendidikan tinggi setingkat universitas sudah tersedia di Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu STAI RAKHA, STIQ RAKHA, STIA dan STIPER.

Struktur ekonomi menggambarkan besarnya peranan masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah yang dikontribusikan oleh masing-masing sektor dalam perekonomian daerah tersebut.

Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Hulu Sungai Utara pada tahun 2007 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006. Berdasarkan perhitungan PDRB tahun 2007, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sebesar 4,87 persen sedangkan tahun 2006 hanya 4,02 persen. Nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2006 adalah 692,092 miliar rupiah. Pada tahun 2007 diperkirakan meningkat menjadi 725,815 miliar rupiah.

Jika dilihat dari kontribusi menurut sektornya, maka sektor pertanian memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB sebesar 31,66 persen.

(37)

Kecamatan yang ada di Kab memiliki luas wila 46.631 jiwa. Ke Kelurahan. 4.1.3. Pemantauan gara

Untuk Mo masyarakat tingka setiap tahun. Pada buah dengan juml 32 buah desa. Dat tabel berikut.

Gambar 4.1 : Struktur Ekonomi Kab. HSU amatan Amuntai Tengah merupakan salah satu dari K

i Kabupaten Hulu Sungai Utara, Dimana Kecam as wilayah 56,99 Km2 dengan jumlah penduduknya a. Kecamatan Amuntai Tengah memiliki 24 des

garam beryodium

Monitoring atau pemantauan Garam Beryodium d tingkat kabupaten hulu sungai utara merupakan kegia . Pada tahun 2009 jumlah SD tempat penelitian seb

jumlah sampel 672 orang di 8 kecamatan yang terba a. Data hasil pemantauan garam beryodium dapat dil

jasa-jasa 19.34

pertam Industri pengolahan

9.89

listrik& air minum 0.59 bangunan 6.94 perdagangan & restoran 19 transportasi & komunikasi 8.22 bank 4.34

Struktur Ekonomi Kabupaten Hulu Sungai Utara Ta

dari Kecamatan Kecamatan ini knya sebanyak 4 desa dan 5 ium di tingkat n kegiatan rutin sebanyak 32 g terbagi dalam pat dilihat pada Pertanian

31.67

ertambanga 0.02

(38)

Tabel 4.2 : Hasil Monitoring Garam Beryodium No Nama Kecamatan Kategori Desa Baik Tidak Baik

1 Amuntai Tengah 2 2 2 Amuntai Selatan 2 2 3 Amuntai Utara 2 2 4 Haur Gading 3 1 5 Sungai Pandan 2 2 6 Danau Panggang 0 4 7 Babirik 1 3 8 Banjang 0 4 Kabupaten 12 20

Dari hasil pemantauan maka untuk kecamatan Amuntai Tengah masih terdapat 50 % desa dengan kategori desa baik dan 50 % desa dengan kategori desa tidak baik. Sedangkan dari hasil PSG-Kadarzi tahun 2009 maka 13,67 % keluarga yang ada di kecamatan Amuntai Tengah menggunakan garam yang tidak beryodium ataupun yang kadar yodiumnya dibawah 30 ppm.

4.2. Gambaran umum subjek penelitian

Penelitian ini menggunakan subjek penelitian anak balita yang berstatus gizi pendek dan anak balita berstatus gizi baik sebagai pembanding yang ada di Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sunngai Utara. Subjek penelitian diambil berdasarkan data PSG-KADARZI yang telah dilaksanakan pada tahun 2009. Dari hasil perhitungan sampel maka diperoleh besar sampel yaitu sebanyak 49 balita disetiap kelompok. Pengambilan sampel yang dijadikan kasus adalah dengan cara mencari anak dengan status gizi kurang berdasarkan berat badan menurut umur dan berdasarkan tinggi badan menurut umur pendek

(39)

sedangkan sampel yang menjadi kontrol adalah anak dengan status gizi baik berdasarkan berat badan menurut umur dan Normal berdasakan tinggi badan menurut umur, sehingga didapatkan 49 balita kasus dan 49 balita sebagai kontrol. Jadi total sampel adalah 98 balita.

4.2.1. Karakteristik Responden berdasarkan umur Tabel 4.3. Distribusi responden berdasarkan umur

No. Karakteristik Umur Jumlah %

1 2 3 0-11 bulan 12-36 bulan 37-60 bulan 42 44 12 42.9 44.9 12.2 Jumlah 98 100

Berdasarkan dari hasil pengumpulan data yang terdapat pada tabel 5 diatas maka dapat diketahui bahwa responden pada kelompok umur 0-11 bulan sebanyak 42 orang atau sebesar 42.9%, pada kelompok umur 12-36 bulan sebanyak 44 orang atau sebesar 44.9 % dan responden pada kelompok umur 12 bulan adalah sebanyak 12 orang atau 12.2 %.

4.2.2. Karakteristik responden berdasarkan penggunaan garam Tabel 4.4. Distribusi responden berdasarkan penggunaan garam

No. Penggunaan garam Jumlah %

1 2 Beryodium Tidak beryodium 72 26 73.5 26.5 Jumlah 98 100

Berdasarkan dari hasil penelitan pengumpulan data pada tabel 6 diatas maka dapat diketahui bahwa keluarga yang menggunakan garam beryodium di kecamatan amuntai tengah adalah sebanyak 72 atau sebesar 73.5 % sedangkan yang tidak menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 26 atau sebesar 26.5 %.

(40)

4.2.3. Karakteristik responden berdasarkan tinggi badan menurut umur Tabel 4.5. Distribusi responden berdasarkan Tinggi badan menurut umur

No. Status gizi Jumlah %

1 2 Normal Pendek 48 50 49 51 Jumlah 98 100

Berdasarkan dari hasil penelitan pengumpulan data pada tabel 7 diatas maka dapat diketahui bahwa jumlah balita dengan status gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur adalah sebanyak 48 orang atau sebesar 49 % sedangkan yang berstatus gizi pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur adalah sebanyak 50 orang atau sebesar 51 %.

4.2.4. Karakteristik responden berdasarkan Berat badan menurut umur Tabel 4.6. Distribusi responden berdasarkan Berat badan menurut umur

No. Status gizi Jumlah %

1 2

Berat badan normal Berat badan kurang

48 50

49 51

Jumlah 98 100

Berdasarkan dari hasil penelitan pengumpulan data pada tabel 8 diatas maka dapat diketahui bahwa jumlah balita dengan berat badan normal berdasarkan berat badan menurut umur adalah sebanyak 48 orang atau sebesar 49 % sedangkan yang mempunyai berat badan kurang berdasarkan berat badan menurut umur adalah sebanyak 50 orang atau sebesar 51 %.

4.2.5. Tabulasi silang antara konsumsi garam beryodium dengan Tinggi badan menurut umur

Tabel 4.7 : Tabulasi silang antara penggunaan garam beryodium dengan tinggi badan menurut umur

Penggunaan Tinggi Badan menurut umur Total

Garam Normal % Pendek % N %

Beryodium Tdk beryodium 38 10 38.8 10.2 29 21 29.6 21.4 67 31 68.4 31.6 Total 48 49.0 50 51.0 98 100.0

(41)

Berdasarkan pada tabel 9 diatas dapat diketahui bahwa jumlah balita dengan status gizi normal yang keluarganya menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 38 orang atau sebesar 38.8 % sedangkan yang tidak beryodium sebanyak 10 orang atau sebesar 10.2 %. Jumlah balita gizi pendek yang keluarganya menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 29 orang atau 29.6 % sedangkan yang tidak beryodium adalah sebanyak 21 orang atau 21.4 %.

Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap status gizi balita berdasarkan tinggi badan menurut umur dengan tingkat kepercayaan 95 %(α = 0.05) diperoleh hasil p adalah 0.024.

4.2.6. Tabulasi silang antara konsumsi garam beryodium dengan berat badan menurut umur

Untuk tabulasi silang antara konsumsi garam dengan berat badan menurut umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.8 : Tabulasi silang antara penggunaan garam beryodium dengan berat badan menurut umur

Penggunaan Berat Badan menurut umur Total

Garam BB Normal % BB Kurang % N % Beryodium Tdk beryodium 38 10 38.8 10.2 29 21 29.6 21.4 67 31 68.4 31.6 Total 48 49.0 50 51.0 98 100.0

Berdasarkan pada tabel 10 diatas dapat diketahui bahwa jumlah balita dengan berat badan normal yang keluarganya menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 38 orang atau sebesar 38.8 % sedangkan yang tidak beryodium sebanyak 10 orang atau sebesar 10.2 %. Jumlah balita dengan berat badan kurang yang keluarganya menggunakan garam beryodium adalah sebanyak 29 orang atau 29.6 % sedangkan yang tidak beryodium adalah sebanyak 21 orang atau 21.4 %.

Hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap status gizi balita berdasarkan berat badan menurut

(42)

umur dengan tingkat kepercayaan 95 %(α = 0.05) diperoleh hasil p adalah 0.024.

4.3. Pembahasan

4.3.1. Penggunaan garam beryodium

Berdasarkan dari hasil penelitian pengumpulan data pada tabel 6 diatas maka dapat diketahui bahwa keluarga yang menggunakan garam beryodium di Kecamatan Amuntai Tengah adalah sebanyak 72 atau sebesar 73.5 %, ini dikarenakan bahwa sebagian besar masyarakat sudah mengetahui akan pentingnya penggunaan garam beryodium.

Hal ini sesuai dengan Warta GAKY (2002) yang menyatakan bahwa saat ini masyarakat telah sadar akan pentingnya penggunaan garam beryodium dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Asih W, 2006 yang menyatakan bahwa Pengetahuan ibu/ orang tua memegang peranan yang sangat penting,mengingat masih banyak garam berlabel yodium beredar di masyarakat yang tidak memenuhi syarat kandungan yodium (30 ppm-80 ppm). Meskipun demikian tidak semua ibu/ orang tua yang mengetahui manfaat garam beryodium selalu membeli dan menggunakan garam beryodium dalam memasak sehari-hari.

4.3.2. Balita status gizi pendek

Hasil penelitian terhadap balita yang ada dikecamatan Amuntai tengah menunjukkan bahwa 51% balita berstatus gizi pendek, hal ini sangat erat hubungannya dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat, dimana terjadinya kurang gizi akibat dari kemiskinan dimana akses pangan anak terganggu.

Menurut prof. Ali Khomsan (2008) yang menyatakan bahwa ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita dan bila kurang gizi ini berlangsung lama maka akan berpengaruh pada kecerdasannya.

(43)

4.3.3. Balita dengan berat badan normal

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 8 menunjukkan bahwa 51% balita dengan berat badan kurang, kemungkinan hal ini dikarenakan kurangnya asupan zat gizi yang dikonsumsi anak, hal ini berkaitan erat dengan sosial ekonomi dari keluarga responden.

Menurut Prof. Ali Khomsan (2008), penyebab utama kurang gizi pada balita adalah kemiskinan sehingga akses pangan anak terganggu. Penyebab lain adalah infeksi (diare), ketidaktahuan orang tua karena kurang pendidikan sehingga pengetahuan gizi rendah, atau faktor tabu makanan dimana makanan bergizi ditabukan dan tidak boleh dikonsumsi anak balita. Kurang gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun mentalnya.

4.3.4. Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi pendek Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 9, maka penggunaan garam beryodium pada keluarga responden berpengaruh terhadap status gizi balita pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur, ini dapat dilihat dengan menggunakan uji Chi Square dimana hasil p = 0.024, hal ini dikarenakan pada keluarga yang memiki balita dengan status gizi pendek ada yang masih menggunakan garam tidak beryodium yaitu sebanyak 21.4 %, dan ini kemungkinan ada kesalahan dalam penyimpanan garam di tingkat rumah tangga ataupun kesalahan dalam pembelian garam.

Menurut Noviani (2007), penyimpanan dan teknik penyimpanan yang kurang memadai akan mempengaruhi kualitas garam beryodium. Bila kualitas garam beryodium (kadar yodium) menurun maka mempengaruhi konsumsi yodium dan pada akhirnya mempengaruhi status yodium pada seseorang

Menurut Arisman (2004), kadar yodium dalam garam akan turun bila terjadi kerusakan, sehingga tidak bisa mempertahankan mutunya hingga ke tingkat konsumen. Kerusakan ini dapat terjadi selama penyimpanan di gudang atau di warung .

(44)

4.3.5. Pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap status gizi normal Melihat dari tabel 10 dan berdasarkan hasil uji chi square yang menyatakan bahwa p < 0,05 dimana p = 0,024 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada pengaruh penggunaan garam beryodium terhadap balita dengan berat badan normal hal ini dibuktikan dengan jumlah anak balita yang berstatus gizi normal dan menggunakan garam beryodium adalah sebesar 51 % artinya penggunaan garam beryodium mempengaruhi status gizi balita.

Selain itu, perilaku ibu dalam memilih garam akan menentukan konsumsi yodium pada rumah tangga (Sumarno, 1997). Tingkat konsumsi yodium ini pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status yodium. Penggunaan garam beryodium di rumah tangga mempunyai manfaat yang penting untuk mencegah penyakit gondok dalam keluarga (Noviani, 2007).

Yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon tiroid. Tubuh memerlukan yodium secara teratur setiap hari, oleh karena itu yodium harus menjadi bagian dari konsumsi makanan setiap hari. Yodium dalam makanan dapat hilang akibat pemanasan pada suhu 100 °C juga akibat pemanasan berulang.

Hasil dari penalitian yang dilakukan oleh Suparta (2001), terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, ketersediaan garam beryodium di tingkat perdagangan terhadap ketersediaan garam beryodium di tingkat rumah tangga.

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan garam beryodium di tingkat rumah tangga pada Kecamatan Amuntai Tengah adalah sebanyak 67 atau 68.4 % sedangkan yang tidak beryodium masih sebanyak 31 atau 31.6 %

2. Jumlah balita dengan status gizi pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur adalah sebanyak 50 orang atau sebesar 51 %.

3. Jumlah balita dengan status gizi baik berdasarkan berat badan menurut umur adalah sebanyak 50 orang atau 51 %.

4. Pada Kecamatan Amuntai Tengah, penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap balita gizi pendek berdasarkan tinggi badan menurut umur.

5. Pada Kecamatan Amuntai Tengah, penggunaan garam beryodium berpengaruh terhadap status gizi normal pada balita berdasarkan berat badan menurut umur

5.2. Saran

1. Perlunya dilaksanakan penyuluhan mengenai pemilihan garam yang beryodium dan baik dikonsumsi serta cara penyimpanan garam yang benar kepada ibu-ibu balita.

2. Pemantauan garam beryodium pada masyarakat agar terus dilaksanakan sehingga terus terpantau keadaan konsumsi garam di tingkat masyarakat. 3. Advokasi garam tingkat kabupaten agar dapat segera dilaksanakan

sehingga dapat dikeluarkan Peraturan bupati yang mengatur tentang distribusi garam di tingkat masyarakat.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Asih W dkk (2006) Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Volume 5 No. 2.

Semarang: FKM UNDIP

Arisman (2004) Pengaruh Penggunaan garam beryodium dengan GAKY.

Available from:http://www.scribd.com (Accessed 9 Mei 2009).

Blognya Ahli Gizi NTB (2009) Mengetahui Status Gizi Balita Anda (Internet),

Available from : file:///D:/status gizi balita.htm (Accessed 9 Mei 2009). Departemen Kesehatan RI (2000) Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam

Beryodium di Tingkat Masyarakat. Jakarta: Depkes.

Departemen Kesehatan RI (2001) Pedoman Pelaksanaan pemantauan Garam Beryodium di Tingkat Masyarakat. Jakarta: Depkes.

Departemen Kesehatan RI (2005) Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat. Jakarta: Depkes.

Departemen Kesehatan RI (2007) Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju KADARZI. Jakarta: Depkes.

Departemen Kesehatan RI (2007) Pedoman Srategi KIE menuju Keluarga Sadar Gizi KADARZI). Jakarta: Depkes.

Departemen Kesehatan RI (2008) Jurnal GAKY Indonesia . Jakarta: Depkes

Departemen Kesehatan RI (2007) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 747/Menkes/SK/VI/2007 tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga. Jakarta: Depkes.

Departemen Kesehatan RI (2009) Pedoman Pemantuan Status Gizi (PSG) dan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Jakarta: Depkes.

Hasibuan (2009) Gambaran Prilaku Ibu Rumah Tangga Dalam Penggunaan Garam Beryodium Di Desa Juma Teguh Kecamatan Siempat Nempu Kabupaten Dairi, Skripsi, USU.

Jariyah,(1996) Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Frekuensi

Penggunaan Garam Beryodium Pada Masyarakat Rejosari Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus Tahun 1996. Skripsi S1: Universitas Diponegoro

(47)

Kementerian Kesehatan RI (2010) Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat 2010-2014: Jakarta : Kementerian Kesehatan.

Noviani, Ismalia (2007) Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan

Penggunaan Garam Beryodium di Rumah Tangga di desa Sumurgede.

Available from : http:www.digilib.unnes.ac.id/ doc.pdf

Soekidjo Notoatmodjo (1997) Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.Jakarta: Rieneka Cipta

Soekidjo Notoatmodjo (2003) Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.

Jakarta:Rieneka Cipta

Soekidjo Notoatmodjo (2003) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rieneka

Cipta

Sumarno (1997) Hubungan Antara Pemilihan dan Penyimpanan Garam Beryodium dengan Tingkat Pengetahuan Ibu.

Sunita Almatsier (2001) Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama

Supariasa (2001) Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

Suparta (2001) Hubungan Antara Pendidikan, Pengetahuan Ibu Rumah

Tangga,Ketersediaan Garam Beryodium di Tingkat Perdagangan Dengan Ketersedian Garam Beryodium di Rumah Tangga Desa Selorejo,Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantil, Propinsi DIY. Skripsi S1:Universitas Diponegoro

Tim Penanggulangan GAKY Pusat (2004) Peningkatan Konsumsi Garam Beryodium. Jakarta: Depkes.

Yayuk Farida dkk (2004) Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar

Semangat

Gambar

Tabel 2.1 : Keadaan gizi menurut Indeks Antropometri
Gambar  dari  konsep  rencana  penelitian  yang  akan  dilaksanakan  dapat dilihat pada kerangka konsep berikut :
Gambar 3.1 : Teknik penngambilan besar sampel
Tabel 3.1 : Variabel penelitian dan definisi operasional
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) sebagai kerangka teoritis untuk menganalisis perilaku pengguna dalam penerimaan teknologi informasi

Pewarna alami filtrat kunyit dapat digunakan sebagai pewarna alternatif pembuatan preparat maserasi jaringan tumbuhan dan mampu mewarnai pada bagian sitoplasma,

Hasil yang diperoleh dari pengamatan pewarna preparat alami ekstrak mahkota bunga pukul empat dengan jenis pelarut etanol 96% menunjukkan warna yang kontras dan bagian

otePad merupakan program aplikasi pelengkap (Accessories) yang terdapat dalam sistem operasi Microsoft Windows XP dan berfungsi sbagai text yang dapat digunanakan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, transparansi kebijakan publik dan prinsip value for money

Laporan target harga saham yang diterbitkan oleh PEFINDO Divisi Valuasi Saham dan Indexing bukan merupakan rekomendasi untuk membeli, menjual, atau menahan suatu saham

Pada grafik diatas berdasarkan jenis industri yang dilihat dari jumlah karyawan bahwa industri keratif blangkon di Kecamatan Serengan tergolong industri kerajinan dan

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS KECAMATAN AMUNTAI SELATAN KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA. Daerah adalah Kabupaten