• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Busungbiu, Buleleng, Bali.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Busungbiu, Buleleng, Bali."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

DEKONSTRUKSI

PEMALI

PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,

BULELENG, BALI

KOMANG WAHYU RUSTIANI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

TESIS

DEKONSTRUKSI

PEMALI

PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,

BULELENG, BALI

KOMANG WAHYU RUSTIANI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

TESIS

DEKONSTRUKSI

PEMALI

PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,

BULELENG, BALI

KOMANG WAHYU RUSTIANI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

TESIS

DEKONSTRUKSI

PEMALI

PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,

BULELENG, BALI

KOMANG WAHYU RUSTIANI NIM 1490261009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

ii

TESIS

DEKONSTRUKSI

PEMALI

PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,

BULELENG, BALI

KOMANG WAHYU RUSTIANI NIM 1490261009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

ii

TESIS

DEKONSTRUKSI

PEMALI

PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,

BULELENG, BALI

KOMANG WAHYU RUSTIANI NIM 1490261009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

iii

DEKONSTRUKSI

PEMALI

PERKAWINAN

PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU,

BULELENG, BALI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana

KOMANG WAHYU RUSTIANI NIM 1490261009

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 16 Agustus 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No. 3975/UN.14.4/HK/2016, Tanggal 10 Agustus 2016

Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Suarka M.Hum. Aanggota :

1. Dr. I Gede Mudana, M.Si.

(5)

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, NAMA : Komang Wahyu Rustiani NIM : 1490261009

PROGRAM STUDI : Kajian Budaya

JUDUL TESIS : Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu, Buleleng, Bali.

Dengan ini penulis menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis yang berjudul Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu, Buleleng, Bali dalam penyusunannya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan peneliti juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Agustus 2016

Saya yang membuat pernyataan,

(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Om Swastiastu

Puja dan Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atasAsung Kerta Wara Nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Dekonstruksi Pemali Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu, Buleleng, Bali tepat pada waktunya.

Penelitian ini disusun dalam rangka melengkapi tugas akhir untuk memperoleh gelar Magister. Tidak sedikit kesulitan yang dialami dalam proses penyusunan dan penyelesaian karya tulis ini. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak semua kesulitan tersebut dapat diatasi.

Peneliti berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu memberikan dukungan baik moral maupun spiritual berupa bimbingan, arahan, petunjuk maupun motivasi. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penyususnan tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. I. Gede Mudana, M.Si., Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.P.D.-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga penulis tujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya dan Dr. I Nyoman Dhana, M.A. selaku Sekretaris Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya.

(7)

vii

I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., dan Dr. Ni Luh Arjani M.Hum. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga penelitian ini dapat terwujud.

Kepada dosen pengampu mata kuliah yakni Prof. Dr. A. A. Ngurah Anom Kumbara, M.A.; Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, S.H., M.Si.; Dr. I. Nyoman Dhana, M.A.; Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum.; Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.; Dr. I Gede Mudana, M.Si.; Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si.; Dr. Purwadi, M.Hum.; Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S.; Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S.; Prof. Dr. A. A. Bagus Wirawan, S.U.; Prof. Dr. I Nengah Bawa Atmaja, M.A.; Dr. Putu Sukardja, M.Si.; Prof. Dr. I Gde Parimartha, M.A.; Dr. I Wayan Redig.; Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum.; Dr. Ni Luh Arjani, M.Hum.; Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U.; Prof. Dr Aron Meko Mbete.; Prof. Dr. Dewa Komang Tantra, Dip.App.Ling., M.Sc.; Prof. Dr. Made Sukarsa, SE., MS.; dan Dr. Ni Made Ruastiti, M.Si., penulis ucapkan terima kasih atas bimbingan dan pengetahuan yang telah ditularkan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pegawai administrasi Program Studi Kajian Budaya yakni I Wayan Sukaryawan, ST.; Dra. Ni Luh Witari.; Cok Istri Murniati, SE.; Ni Wayan Ariati, SE.; I Putu Hendrawan; I Nyoman Candra; dan I Ketut Budiarsa, seluruh pegawai Program Pasca Sarjana UNUD yang telah membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis berkaitan urusan administrasi. Semoga Tuhan senantiasa memberikan kemuliaan dan kebijaksanaan kepada beliau semuanya.

(8)

viii

saat galau menulis, engkau yang selalu sabar dan pengertian, siap diajak kemanapun dan kapanpun. Mba Nining yang selalu menemani mengurus administrasi dan terima kasih sudah menjadi kakak yang baik hati dan penuh pengertian. Kak David, Kak Avat, Edi, Yogi, Sukayasa, Kak Icha yang selalu meramaikan suasana. Babe Purbanegara yang selalu ngrecokin anak-anaknya dan terima kasih sudah ngajak berpetualang. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada sahabat Mas Eka yang selalu memotivasi ngajak balapan untuk menyelesaikan tesis, engkaulah saksi perjuanganku ketika menyusun tesis. Bli Juli yang selalu jail dan menghibur.

Pada Kesempatan ini penulis haturkan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda I Nyoman Arca dan ibunda Ni Nyoman Murtini yang tulus iklas menghantarkan penulis sampai ke pendidikan tinggi. Terima kasih telah memberikan dukungan moral dan moril, tetaplah menjadi orang tua yang selalu penulis banggakan. Semua yang dicapai oleh penulis saat ini tidak akan pernah lepas dari peran terbesar ayahanda dan ibunda tercinta. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada kedua kakak Putu Maitriani, S.Pd., Kadek Arisoni dan adik tercinta Putu Santhi Sharma Janaki yang paling cerewet dan selalu membuat kangen. Tidak lupa pula Bli Komang Yudi Artawan, terimakasih telah menemani dan menjadi fotografer siaga. Terima kasih untuk orang yang spesial Gusde selalu sabar menghadapi ketika pusing dalam menyusun tesis dan selalu menjadi motivator handalan. Terima kasih kepada Siajik Sijerata sudah sabar diganggu pagi, siang dan malam hari untuk berbagi.

Tidak lupa juga disampaikan kepada semua pihak, mohon maaf atas segala kekeliruan yang pernah penulis perbuat. Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya.

Om Santih, Santih, Santih Om

(9)
(10)

ix ABSTRAK

Ungkapanpemaliperkawinan dalam penyampaiannya dilandasi oleh mitos sehingga penting untuk dikaji karena banyak masyarakat keliru dalam memaknainya. Masyarakat Busungbiu penduduknya heterogen namun sebagian besar berprofesi sebagai petani, sehingga memiliki kecenderungan untuk menerima pemali perkawinan sebagaimana pemali itu dilontarkan misalnya De nganten ajak nak mekaste, nyanan panes (jangan kawin dengan orang berkasta, nanti menderita). Masyarakat menyepakati dan mau menuruti pemali tersebut, karena percaya dan yakin jika dilanggar maka akibat yang ditimbulkan dari ungkapanpemali akan benar-benar terjadi. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bentuk pemali perkawinan yang dijumpai pada masyarakat Desa Busungbiu, proses dekonstruksi pemali perkawinan dan relasi dekonstruksi

pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pemaliperkawinan, proses dekonstruksi, serta mengetahui relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Data dianalisis secara eklektik dengan teori dekonstruksi, teori materialisme kultural, teori semiotika sosial dan teoriencoding decoding.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk pemali perkawinan yang dijumpai pada masyarakat Busungbiu berjumlah tiga puluh tujuh. Pemali

perkawinan tersebut dikelompokkan secara bersistem menurut kaidah atau standar yang ditetapkan yakni (1) hubungan kekerabatan; (2) berorientasi ciri fisik; (3) berdasarkan stratifikasi sosial dibagi menjadi dua yakni kekuasaan dan kewenangan serta pembagian kehormatan dan status sosial; dan (4) berkaitan dengan waktu, dibagi menjadi dua yaitu, hari baik/dewasa dan periode. Periode dibagi menjadi tiga yaitu sebelum perkawinan, saat perkawinan dan setelah perkawinan. Proses dekonstruksi pemali perkawinan dilakukan melalui tiga tahapan yakni: (1) pembongkaran struktur dan kode bahasa; (2) reinterpretasi maknapemali perkawinan; dan (3) representasipemali dalam praktik perkawinan sehingga ungkapan pemali perkawinan yang awalnya irasional menjadi rasional. Relasi dekonstruksipemaliperkawinan pada masyarakat busungbiu dengan posisi pelakunya dijumpai tiga posisi (1) posisi dominan hegemonik, masyarakat yang berada pada posisi ini memiliki kecenderungan untuk mematuhi pemali

perkawinan yang terdapat pada masyarakat Busungbiu; (2) posisi negosiasi, yakni masyarakat yang berada di wilayah abu-abu atau berada di tengah-tengah, mereka ragu antara percaya dan tidak dengan pemali perkawinan yang terdapat pada masyarakat Busungbiu; dan (3) posisi oposisi, merupakan masyarakat yang menentang atau tidak mempercayaipemaliperkawinan.

(11)

ix ABSTRACT

Forwarding pemalimarriage expressions essentially are constituted by the myth, so they are essential to be analyzed since a lot of societies misinterpretation in creating meaning. Busungbiu societies are heterogeneous, but a part of them are farmer, so they tend to accept pemali marriage expressions as well as thosepemalibroached e.g. De nganten ajak nak mekaste, nyanan panes

(don't get married with person gets caste (exogamy), later suffers). The societies are agreed to followpemalibecause they believe and doubtless if thosepemaliare breached, so the effect which is evoked from pemali will really happen. The problems analyzed in this research are the form of pemali marriage expressions found in Busungbiu societies, the deconstruction process on pemalimarriage, and the relationship between pemali marriage in Busungbiu societies and local life realities. The aim of this research is to investigate the form of pemali marriage, the deconstruction process, and the relationship between pemali marriage in Busungbiu societies and local life realities. The data collection method utilizes observation, interview, and reviewing documents. The data were analyzed eclectically by utilizing deconstruction theory, cultural materialism theory, social semiotic theory, and encoding decoding theory.

The research result shows that there are thirty three forms of pemali

marriage expressions that found in Busungbiu societies. Those pemali are classified systematically based on the settled norm, they are (1) kinship; (2) physical features; (3) social stratification which is divided into two, both are power and authority and sharing of honor and social status; and (4) based on time which is divided into two, both are high time/full age day and the period of implementation. The period of implementation consists of three, they are before marriage, while marriage and after marriage. The process of deconstruction on

pemali marriage expressions is done through three steps, they are (1) deconstruction on the structure and the language code; (2) reinterpretation on the meaning of pemali marriage expressions; and (3) representation on pemali in the marriage ritual in orders to rationalize those pemali. The deconstruction on the relation between pemali marriage expressions and the position of the subject is found in three positions, they are (1) hegemony dominant positions, societies who tend to believe pemali marriage expressions in Busungbiu; (2) negotiation positions, societies who hesitate to believe or not to pemali marriage expressions in Busungbiu; and (3) opposition position, societies who oposite or do not believe topemalimarriage expressions.

(12)

ix RINGKASAN

Masyarakat Bali sebagai penutur bahasa Bali mempunyai banyak wacana kebudayaan salah satunya adalah pemali perkawinan. Ungkapan pemali tidak hanya dikenal di Bali, namun terdapat pula di Sunda, misalnya tidak boleh makan tungir ayam, pamali . Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, salah satunya berdampak pada pemahaman terhadap pengertian mitos khususnya rasionalitaspemali perkawinan. Zaman dahulu berdasarkan pola pemikiran primitif mitos mempunyai arti asli, yaitu kisah, hikayat dari zaman purbakala tentang para dewa. Mitos merupakan tipe wicara atau sistem komunikasi, bahwa dia adalah sebuah pesan. Segala sesuatu bisa menjadi sebuah mitos jika disajikan oleh sebuah wacana. Masyarakat Busungbiu masih menjalankan adat dan tradisinya. Masyarakat Busungbiu sebagian besar berprofesi sebagai petani. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sebagain besar masyarakat Busungbiu berprofesi sebagai petani. Iklim, curah hujan dan suhu udara yang stabil mendukung kondisi masyarakat berprofesi sebagai petani. Profesi masyarakat Busungbiu menjadi faktor utama berkembangnya pemali khususnya pemali perkawinan. Masyarakat Busungbiu memiliki kencenderungan untuk meyakini pemali perkawinan sebagaimana pemali tersebut disampaikan, sehingga relefan dipilih sebagai sampel lokasi penelitian.

Masyarakat Busungbiu dilarang kawin dengan orang yang berkasta menggunakan ungkapan pemali Da nganten ajak nak makasta, nyanan panes

(jangan menikah dengan orang berkasta (eksogami), nanti panas). Begitu juga larangan kawin dengan sepupu (inses). Masyarakat menyepakati dan mau menuruti pemali tersebut, karena percaya dan yakin jika dilanggar maka akibat yang ditimbulkan dari ungkapan pemali akan benar-benar terjadi. Sesungguhnya

(13)

ix

Permasalahan penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan-pertanyaan berikut. (1) bagaimana bentuk pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu; (2) bagaimana proses dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu; dan (3) bagaimana relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat Busungbiu dengan realitas posisi pelakunya.

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif berparadigma kajian budaya (cultural studies). Pengumpulan datanya dilakukan dengan teknik wawancara dengan masyarakat yang meyakini pemali perkawinan, masyarakat menentang pemali perkawinan, masyarakat yang ragu terhadap pemali

(14)

ix

decoding, memiliki tiga posisi hipotekal yakni posisi dominan hegemonik, posisi negosiasi, dan posisi oposisi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pemali perkawinan yang dijumpai pada masyarakat Busungbiu berjumlah tiga puluh tujuh. Pemali

perkawinan yang dijumpai selalu diawali dengan kata yang menyatakan sebuah larangan yakni sing dadi dan da . Pemali perkawinan tersebut dikelompokkan secara bersistem menurut kaidah atau standar yang ditetapkan yakni (1) hubungan kekerabatan, ditinjau dari garis keturunan pihak laki-laki (patrilinial) dijumapi sebanyak delapan pemali; (2) berorientasi ciri fisik, yakni pemali perkawinan yang berhubungan dengan tanda pada organisme/tubuh/jasmani manusia yang membedakannya dari individu lainnya; (3) berdasarkan stratifikasi sosial, berarti pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atas dasar kekuasaan, hak istimewa, dan prestise dalam masyarakat atau lingkungannya, dibagi menjadi dua yakni kekuasaan dan kewenangan, berarti yang berkaitan dengan kemampuan orang atau golongan lain bedasarkan kewibawaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik, serta pembagian kehormatan dan status sosial, berdasarkan kasta dan status sosial yang dibedakan berdasarkan kebangsawanan maupun kedudukan; dan (4) berkaitan dengan waktu, dibagi menjadi dua yaitu, hari baik/dewasa dan periode. Periode dibagi menjadi tiga yaitu sebelum perkawinan, saat perkawinan dan setelah perkawinan. Segala sesuatu yang berkaitan dengan rangkaian perkawinan ketika proses perkawinan berlangsung, sebelum dan bagaimana keadaan yang terjadi saat perkawinan merupakan hal yang terkait dengan periode waktu perkawinan. Sedangkan hari baik atau dewasa juga termasuk ke dalam waktu yang bersifat linear

Proses dekonstruksi pemali perkawinan dilakukan melalui tiga tahapan yakni: (1) pembongkaran struktur dan kode bahasa sehingga menemukan banyak makna atau dengan kata lain menentang makna tunggal atau bersifat logosentris dan dilakukan untuk mengkritisi secara radikal dan membongkar berbagai asumsi dasar yang menopang pemikiran dan keyakinan masyarakat terkait pemali

(15)

ix

memberikan bukti-bukti terkait historis, medis, sosial maupun secara religius; dan (3) representasi pemali dalam praktik perkawinan sehingga ungkapan pemali

perkawinan yang awalnya irasional menjadi rasional. Ketiga proses tersebut menunjukkan bahwa perkawinan yang selama ini dianggap pemali, kini sudah tidak tabu lagi.

Pemali perkawinan yang berkaitan dengan hubungan kekerabatan dan stratifikasi sosial dibongkar struktur dan kode bahasa yang menyatakan pemali

seperti Sing dadi nganten ajak misan ngarep, nyanan panes! ( Tidak boleh kawin dengan sepupu, nanti panas! ) dibongkar strukturnya. Penanda yang menunjukkan pemali yaknising dadi, misan ngarep dan panes. Teks yang sudah dipenggal seperti di atas kini dipenggal kembali menjadi satuan terkecil pembacaan kemudian diberikan penafsiran. Secara restrospektif sing dadi berarti tidak boleh. Sedangkanmisanberarti sepupu (hubungan kekerabatan antara anak-anak dari dua orang bersaudara atau saudara senenek).Ngarepsecara restrospektif berarti terdepan atau utama dianggap kebenaran asli sehingga kode bahasamisan ngarep tersebut ditafsirkan secara prospektif guna memperoleh ketidakpastian makna. Secara prospektif misan ngarep berarti sepupu dari garis keturunan laki-laki (patrilinial), sepupu dari saudara laki-laki-laki-lakinya ayah, sepupu dari saudara perempuannya ayah, sepupu yang harus diutamakan, sepupu terpenting maupun sepupu terbaik. Setelah dibongkar penanda-penanda tersebut direinterpretasikan dengan memberikan alasan-alasan yang masuk akal dengan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan misalnya ditinjau dari segi medis, religius maupun secara sosial. Setelah direinterpretasikan maka pemali perkawinan tersebut akan menampakkan ideologi yang selama ini tidak dipahami oleh masyarakat. Jadi representasi pemali dalam praktik perkawinan berarti proses penandaan yang menggambarkan praktik pemali perkawinan dengan memberikan makna sosial dan sesuatu yang masuk akal sekaligus mengonstruksi maknapemaliperkawinan.

Relasi dekonstruksi pemali perkawinan pada masyarakat busungbiu dengan posisi pelakunya dijumapai tiga posisi (1) posisi hegemoni dominatif, masyarakat yang berada pada posisi ini memiliki kecenderungan untuk mematuhi

(16)

ix

faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan masyarakat berada pada posisi hegemoni dominatif antara lain superstruktur ideologis yang terdiri dari ideologi umum, agama, ilmu pengetahuan, kesenian, maupun kesusastraan; (2) posisi negosiasi, yakni masyarakat yang berada di wilayah abu-abu atau berada di tengah-tengah, mereka ragu antara percaya dan tidak dengan pemali perkawinan yang terdapat pada masyarakat Busungbiu. Faktor yang menyebabkan masyarakat berada pada posisi negosiasi antara lain mempunyai kepentingan sendiri atas keinginannya, karena mereka tidak mempunyai dasar yang kuat dalam menentukan pilihan serta tidak memiliki keberanian dalam menentukan pilihan, juga menyebabkan terjadinya posisi negosisi. Kurang memahami ideologi di balik ungkapanpemaliperkawinan; dan (3) posisi oposisi, merupakan masyarakat yang menentang atau tidak mempercayai pemali perkawinan. Semakin oposisi maka masyarakat semakin mendekostruksi pemali perkawinan, begitu sebaliknya semakin dominan hegemonik maka masyarakat semakin meyakini pemali

perkawinan. Masyarakat yang berada pada posisi oposisi dipengaruhi oleh struktur sosial yang merujuk kepada pola perilaku aktual, sebagai lawan dari kesan-kesan atau konsepsi-konsepsi mental yang dimiliki orang tentang pola-pola tersebut. Dengan kata lain, struktur sosial berisi apa yang dilakukan orang secara aktual, bukan apa yang mereka katakan mereka lakukan, bukan pula apa yang mereka pikir mereka lakukan atau yang mereka pikir harus mereka lakukan. Ada beberapa sub-komponen yang terkait dengan struktur sosial yang memengaruhi masyarakat berada pada posisi ini, yakni kepolitikan (polity), keluarga dan kekerabatan, pendidikan, maupun infrastruktur material yang terdiri dari teknologi dan demografi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemali perkawinan dilontarkan atas kepentingan pribadi dan mengandung hegemoni bahkan dominasi antar masyarakat. Semakin oposisi maka masyarakat akan semakin mendekonstruksi pemali perkawinan sesuai dengan jiwa dalam penelitian ini. sedangkan semakin berada pada posisi dominan hegemonik maka pemali

(17)

ix

(18)

ix DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PRASYARAT GELAR... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN... v

UCAPAN TERIMA KASIH... vi

ABSTRAK... ix

ABSTRACT... x

RINGKASAN ... xi

DAFTAR ISI... xvii

DAFTAR TABEL... xx

DAFTAR GAMBAR ... xxi

GLOSARIUM...xxii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Umum... 10

1.3.2 Tujuan Khusus... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.4.1 Manfaat Teoretis... 11

1.4.2 Manfaat Praktis... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka... 13

2.2 Konsep ... 17

(19)

ix

2.2.2Pemali... 18

2.2.3 Mitos ... 19

2.2.4 Perkawinan... 21

2.3 Landasan Teori... 23

2.3.1 Teori dekonstruksi... 24

2.3.2 Teori materialisme kultural... 28

2.3.3 Teori semiotika sosial ... 30

2.3.4 Teoriencoding decoding... 33

2.4 Model Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 37

3.2 Lokasi Penelitian... 37

3.3 Jenis dan Sumber Data... 40

3.4 Teknik Penentuan Informan... 40

3.5 Instrumen Penelitian... 41

3.6 Teknik Pengumpulan Data... 42

3.6.1 Teknik observasi ... 42

3.6.2 Teknik wawancara ... 42

3.6.3 Teknik dokumen... 43

3.7 Teknik Analisis Data... 43

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data... 45

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Desa Busungbiu ... 46

4.1.1 Lokasi dan geografis ... 46

4.1.2 Sejarah... 51

4.1.3 Kependudukan... 56

4.1.4 Sistem sosial dan religi... 58

4.2 Praktik Perkawinan di Desa Busungbiu... 63

(20)

ix

4.2.2 Tradisi Perkawinan... 66

BAB V BENTUKPEMALIPERKAWINAN DI DESA BUSUNGBIU 5.1Pemaliperkawinan terkait hubungan kekerabatan ... 71

5.2Pemaliperkawinan berorientasi ciri fisik ... 74

5.3Pemaliperkawinan berdasarkan stratifikasi sosial ... 75

5.3.1 Kekuasaan dan kewenangan ... 76

5.3.2 Pembagian kehormatan dan status sosial ... 78

5.4Pemaliperkawinan berkaitan dengan waktu... 81

5.4.1 Hari baik/dewasa... 82

5.4.2 Periode perkawinan... 84

BAB VI PROSES DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN DI DESA BUSUNGBIU 6.1 Pembongkaran Struktur dan Kode Bahasa (Istilah)Pemali... 88

6.2 Reinterpretasi MaknaPemali...100

6.3 RepresentasiPemalidalam Praktik Perkawinan...122

BAB VII RELASI DEKONSTRUKSI PEMALI PERKAWINAN PADA MASYARAKAT BUSUNGBIU DENGAN REALITAS POSISI PELAKUNYA 7.1 Posisi Dominan Hegemonik...133

7.2 Posisi Negosiasi ...142

7.3 Posisi Oposisi...148

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan ...163

8.2 Saran...164

(21)

ix DAFTAR TABEL

Halaman 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan ... 56 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Angkatan Kerja dan Mata Pencaharian ... 57 4.3 Jumlah Perkawinan pada Masyarakat Desa Busungbiu dari Tahun

(22)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman 2.1 Model Penelitian ... 35 4.1 Peta Desa Busungbiu, Kecamatan Busungbiu ... 48 4.2 Upakara dan UpacaraMasadokPerkawinan Lokal pada Masyarakat

Desa Busungbiu ... 68 6.1 Keluarga Alm. Wayan Dideng dengan Luh Kisti Ketika Upacara

Otonan Anak ke Empat... 103 7.1 Saat Peneliti Berbincang-bincang dengan Luh Kisti di Rumahnya .... 136 7.2 Gedung Serba Guna Desa Busungbiu... 141 7.3 Upakara dan UpacaraMapamitdi Genipada saat Perkawinan Kadek

(23)

ix GLOSARIUM

alaki-arabi : dalam kehidupan masyarakat Bali berarti suami istri.

bale : tempat yang digunakan untuk beristirahat, masyarakat umum sering menyebutnya dengan tempat tidur.

bungut paon : merupakan salah satu perlengkapan dapur yang terbuat dari batu bata disusun, digunakan untuk menyalakan api dan memasak, masyarakat umum menyebutnya tungku.

dadia : salah satu kelompok yang ada di masyarakat Busungbiu ditinjau dari segi garis keturunan laki-laki.

desa tua : kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa) serta masyarakatnya masih memegang kuat tradisi dari leluhurnya.

dewasa : dalam kehidupan sosial masyarakat Bali berarti hari yang baik untuk melangsungkan suatu kegiatan yang dianggap sakral.

geni : dalam kehidupan masyarakat Bali berarti api

genta : digunakan sebagai sarana persembahyangan oleh orang suci, bentuknya menyerupai lonceng.

grahasta asrama: tingkatan ke empat dalam catur asrama yang berarti sudah memasuki jenjang perkawinan.

jaba : orang yang memiliki garis keturunan di luar catur wangsa, atau orang yang cacat maupun peminta-minta.

katedunang : benda pusaka yang diturunkan dijadikan sebagai sarana pemujaan.

mabakti : salah satu aktivitas keagaam yang dilakukan seseorang untuk pemujaan.

masinggah- : salah satu tradisi pada masyarakat Busungbiu yang dilakukan

(24)

ix

mapamit di geni : seseorang yang kawin (khususnya bagi perempuan yang bermarga pande) melakukan persembahyangan digeni(api).

mareraosan : salah satu tradisi dalam proses perkawinan yang dihadiri oleh kelian adat, kelian banjar atau yang mewakili dari masing-masing mempelai.

makasta : orang yang berada pada garis keturunan tri wangsa yakni Brahmana, Ksatriya dan Weisya.

mega candra : salah satu alat perang yang berarti tumbak berbentuk bulan yang berukuran besar.

ngandeg : orang yang ditunjuk oleh perempuan untuk membawakan surat pernyataan kepada keluarganya.

ngider bhuana : mengelilingi suatu wilayah tertentu.

panglingsir : pada kehidupan sosial masyarakat Bali berarti orang yang dituakan.

pratiwi : dalam kehidupan masyarakat Bali disebut dengan tanah.

putra sesana : berarti aturan sebagai seorang anak yang baik.

raka canang : merupakan upakara umat Hindu yang terdiri dari buah, jajan, buah pisang, dan canang.

tamiang bajra : perisai yang digunakan untuk berperang pada zaman dahulu

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada masyarakat Bali di Desa

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul : KAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBERIAN DISPENSASI PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG

Kesimpulan dari skripsi ini ialah kedudukan hukum suami isteri pada perkawinan pada gelahang menurut hukum adat Bali, dalam kaitannya dengan keabsahan perkawinan

Di samping mendeskripsikan fenomena komersialisasi seni pertunjukan Bali, Karya Tulis Ilmiah ini ingin memberikan kajian yang berimbang pada pernyataan-pernyataan ataupun pendapat

Dari penelitian awal tentang perkawinan beda agama (PBA) pada masyarakat Hindu Bali di Denpasar melalui pendekatan cohort, diketahui bahwa oleh generasi tua yang

dari penelitian pada Koptan Bali Buyan Berry di Desa Pancasari Kabupaten Buleleng, pada tingkat petani (produsen) hambatan untuk keluar masuk pasar adalah pada lembaga pemasaran

Melanjutkan penjelasan Campbell di atas, I Nyoman Sagir dalam Sudarma (2012:220) menyatakan bahwa bias gender dalam perkawinan antarwangsa terjadi karena tidak adanya pemahaman

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas Apis cerana Mencari Polen dan Identifikasi Polen di Perlebahan Tradisional di Bali adalah karya saya dengan arahan komisi