• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

-586-

Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh,

Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2014

The Identification of Landcover Changes in Coastal Saleh Bay,

Sumbawa Regency from 2004-2014

Yulius1*) dan Ardiansyah2

1Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – KKP

2Asisten Dosen Jurusan Geografi FMIPA, Universitas Indonesia

*)E-mail : yulius.lpsdkp@gmail.com

ABSTRAK- Teluk Saleh terletak di sebelah timur laut wilayah Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat yang sedang berkembang. Kecenderungan pengembangan wilayah berdampak pada peningkatan aktifitas perekonomian yang pesat dan diikuti oleh degradasi kualitas lingkungan. Untuk itu diperlukan suatu usaha untuk mengidentifikasi perubahan dan sebaran penggunaan lahan di pesisir Teluk Saleh Kabupaten Sumbawa. Penelitian ini menggunakan metode analisis data sekunder dengan Sistem Informasi Geografis. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Data yang digunakan yaitu citra satelit (Landsat 7 tahun 2004 dan Landsat 8 tahun 2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tutupan lahan yang terkecil mengalami laju perubahan yaitu belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, permukiman, dan tubuh air dengan nilai laju perubahan 0 ha/tahun, sedangkan laju perubahan terbesar terjadi pada tutupan lahan pertanian lahan kering dan semak, dengan nilai 75,846 ha/tahun. Sedangkan penambahan luasan terbesar yaitu untuk sawah sebesar 706,30 ha dan pengurangan luasan terbesar terjadi pada semak pertanian lahan kering dan semak yaitu sebesar -758,46 ha. (2) perubahan penggunaan lahan terjadi di Kecamatan Lape Lopok dan Kecamatan Plampang, sedangkan perubahan penggunaan lahan tidak terjadi di Kecamatan Maronge dan Kecamatan Tarano.

Kata kunci: Teluk Saleh, perubahan tutupan lahan, Citra Landsat, SIG

ABSTRACT- Saleh Bay is a growing region located in the northeast of Sumbawa,West Nusa Tenggara. As a growing

region in mariculture, some impacts on economic activity and environment degradation were found in the bay. Therefore, it needs an effort to identify land use changes and the distribution of land use in this region from the year of 2004 until 2014. This research used Landsat 7 imagery in 2004 and Landsat 8 imagery in 2014. The data were analysed descriptively using geographic informastion system. The result showed that (1) shrub swamps, primary dry forest, mangrove forests primary, secondary mangrove forests, settlements and water bodies land cover experienced the smallest land use change between 2004 until 2014 (0 ha/yr), meanwhile, dry land agriculture and shrubs land use had the biggest change of about 75,846 ha/yr. The biggest addition of land cover belong to field area about 706,30 hectare, and on the other hand occur on dry land agriculture and shrubs about -758,46 hectare. (2) changes in land use occurred in the Lape Lopok and Plampang sub-district, while the land-use change does not occur in the Maronge and Tarano sub-district.

Keywords: Saleh Bay, landcover changes, Landsat imagery, GIS

1. PENDAHULUAN

Kemajuan pembangunan suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas kebutuhan hidup (Akhirudin, 2006). Dampak dari pembangunan mengakibatkan terjadinya perubahan tataguna lahan yang seringkali menjadi sulit dikendalikan, kondisi sumberdaya alam terganggu, aliran air permukaan menjadi cepat dan lebih banyak, dan sumur-sumur menjadi kering (Akhirudin, 2006).

Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang masih dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Anonim, 2014). Kabupaten Sumbawa merupakan salah satu dari 10 (sepuluh) Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan jika dilihat dari luas wilayahnya merupakan kabupaten terluas di Provinsi NTB. Secara administrasi dari 24 wilayah kecamatan terdapat 18 kecamatan pesisir (memiliki wilayah pesisir) dengan panjang garis pantai 982 km, terdapat 63 pulau-pulau kecil dan 63 desa pesisir (Anonim, 2013).

(2)

Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2014 (Yulius, dkk.)

-587-

Teluk adalah estuaria tertutup yang memiliki peran strategis sebagai salah satu sumberdaya ekologi dan layanan lingkungan (Ramdhan, 2012). Teluk Saleh terletak di sebelah timur laut wilayah Kabupaten Sumbawa merupakan perairan semi tertutup dan berhubungan langsung dengan laut flores (Mujiyanto dan Wasilun, 2006). Perairan Teluk Saleh memiliki sumberdaya alam pesisir dan laut yang beraneka ragam, sehingga untuk masa yang akan datang merupakan sumber ekonomi baru bagi pertumbuhan pembangunan di propinsi NTB (Radjawane, 2006). Teluk Saleh merupakan pusat kegiatan perekonomian laut yang dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan ikan (fishing ground) masyarakat nelayan tradisional dan sebagai lahan budidaya seperti budidaya rumput laut, budidaya ikan Kerapu keramba587jaring apung, dan budidaya kerang mutiara (Anonim, 2004). Perairan Teluk Saleh memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi yaitu potensi ekosistem mangrove, terumbu karang dan ikan karang (Satria dan Mujiyanto, 2011). Hal ini didukung pula dengan kondisi perairan Teluk Saleh yang dikelilingi oleh banyak pulau-pulau kecil, seperti Pulau Dangar Rea, Pulau Liang, Pulau Ngali dan Pulau Rak (Ismunarti dan Rochaddi, 2013).

Kecenderungan pengembangan wilayah berdampak pada peningkatan penduduk yang pesat dan akan diikuti oleh degradasi kualitas lingkungan (Yulius dkk., 2014). Kualitas lingkungan pada perairan semi tertutup seperti pada perairan Teluk Saleh sangat dipengaruhi oleh adanya aktivitas di daratan. Aktivitas daratan yang sangat produktif, berpotensi untuk menurunkan kualitas perairan. Aktivitas tersebut, dapat menjadi ancaman terhadap potensi sumberdaya hayati laut, sehingga dikhawatirkan mengganggu proses pengembangan wilayah (Mujiyanto dan Hartati, 2009). Imbas dari pembangunan salah satunya adalah kegiatan alih fungsi lahan dari area terbuka menjadi area terbangun. Hal ini terlihat dari adanya perubahan penggunaan lahan akhir-akhir ini yang mengarah pada penutupan lahan (area terbangun). Perubahan terjadi akibat meningkatnya kebutuhan akan jasa, yaitu permukiman,587industri, serta pembangunan lain untuk menunjang kehidupan manusia (Akhirudin, 2006). Perubahan tutupan lahan di lokasi penelitian memerlukan usaha pengkajian berbasis kewilayahan yang diharapkan dapat memperoleh data dan informasi yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi dalam pengelolaan kawasan tersebut.

Identifikasi perubahan tutupan lahan penting dilakukan untuk memantau terjadinya perubahan tutupan lahan sehingga degradasi lahan dapat dihindari yang mana hal ini belum pernah dilakukan di daerah ini. Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai peranan yang sangat penting dalam usaha pemantauan perubahan tutupan lahan. SIG dapat digunakan untuk pemasukan, analisis, pengolahan, dan penayangan dari data informasi geografis secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi besarnya perubahan tutupan lahan, dan sebaran perubahan penggunaan lahan di pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa tahun 2004-2014, dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG).

2.

METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Kawasan Teluk Saleh yang meliputi; Desa Labuan Sangoro Kecamatan Maronge, Desa Labuan Aji Kecamatan Tarano, dan Desa Teluk Santong Kecamatan Plampang serta Kecamatan Lape Lopok, Kabupaten Sumbawa, Provinsi NTB (Gambar 1). Wilayah kajian adalah di kawasan pesisir dengan jarak 2 km dari garis pantai dengan batas koordinat (8⁰32’35,46” LS - 8⁰45’45,27” LS) dan 117⁰42’21’,394” BT - 118⁰3’21,46” BT).

2.2 Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan yaitu citra satelit landsat 7 (tahun 2004) dan landsat 8 (tahun 2014) diunduh pada bulan April dan September 2014 resolusi 30 meter untuk menghasilkan informasi spasial tutupan lahan. Data luas tutupan diperoleh dari dari jumlah pixel dari masing-masing luasan, sehingga analisis dilakukan secara visual.

(3)

-588-

Gambar 1. Lokasi penelitian

2.3 Analisis Data

Analisis data penelitian menggunakan SIG dan analisis dilakukan secara deskriptif. Analisis data tutupan lahan dihasilkan dengan interpretasi visual citra. Selain itu, penafsiran tutupan lahan ini juga mengacu dari data tutupan lahan yang dihasilkan oleh Badan Planologi Nasional, Kementerian Kehutanan. Data landsat dengan resolusi 30 meter digunakan untuk mengekstraksi tutupan lahan di lokasi penelitian dikarenakan mudah untuk diinterpretasi dan cakupan areanya memenuhi seluruh wilayah penelitian. Penelitian ini menggunakan citra landsat dengan perbedaan waktu 10 tahun, yaitu tahun 2004 dan 2014. Alur kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Data landcover dihasilkan dengan interpretasi visual dari data landsat 7 (tahun 2004) dan landsat 8 (tahun 2014). Selain itu, penafsiran landcover ini juga mengacu dari data landcover yang dihasilkan oleh Badan Planologi Nasional, Kementerian Kehutanan. Wilayah kajian adalah di kawasan pesisir dengan jarak 2 km dari garis pantai.

(4)

Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2014 (Yulius, dkk.)

-589-

Gambar 2. Diagram alir penelitian

2.4 Koreksi Geometrik Citra

Koreksi589geometrik citra dilakukan dengan rektifikasi citra berdasar acuan peta Dishidros skala 1:200.000. Untuk melakukan rektifikasi minimal diperlukan 4 buah titik yang digunakan sebagai ground control point (GCP). Penentuan titik-titik GCP diletakkan pada pojok kanan atas, pojok kiri atas, pojok kanan bawah dan pojok kiri bawah. Hal tersebut dilakukan agar citra terektifikasi secara merata. Sistem koordinat yang digunakan dalam proses rektifikasi adalah koordinat geografis dengan ellipsoid referensi World Geodetic System 1984.

2.5 Digitasi Tutupan Lahan

Setelah citra terkoreksi multi temporal, tahap selanjutnya adalah proses on screen digitation (digitasi pada layar monitor). Digitasi dimaksudkan untuk mengubah format data raster ke format data vektor. Objek yang didigitasi adalah tutupan lahan. Seluruh proses digitasi menggunakan fasilitas image analysis pada perangkat lunak ArcGIS yang dapat menampilkan data raster dan vektor sekaligus.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyediaan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Hal ini terbukti dari adanya perubahan kondisi lingkungan di pesisir Teluk Saleh yang memiliki kandungan pH tinggi dengan nilai berkisar antara 7,85 – 8,51 (Mujiyanto dan Wasilun, 2006) di atas baku mutu yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 yaitu 7 – 8. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter yang penting dalam memantau kestabilan lingkungan perairan. Perubahan nilai pH di suatu perairan akan mempengaruhi kehidupan biota, karena tiap biota memiliki batasan tertentu terhadap nilai pH yang bervariasi (Simanjuntak, 2012). Kandungan pH yang tinggi dikarenakan masuknya zat-zat pembusuk dari daratan yang masuk ke perairan karena terbawa oleh air hujan (Mujiyanto dan Wasilun, 2006). Degradasi lahan akibat aktivitas manusia sangat mungkin terjadi karena kurangnya pemantauan terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan.

3.1 Perubahan Tutupan Lahan

Perubahan tutupan lahan mengarah pada tutupan lahan pemukiman. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi saat ini dimana kawasan pesisir tersebut telah mengalami perubahan tutupan lahan yang mengarah dari area hutan menjadi area pertanian. Hasil analisis spasial citra satelit menunjukkan adanya perubahan tutupan

Persiapan Data Landsat-8 2014 LANDSAT-7 2004 Koreksi Geometrik Data Landcover Badan Planologi Nasional, Kementerian Kehutanan Pemotongan Citra

Digitasi tutupan lahan

Tumpang susun (overlay)

Perubahan Tutupan Lahan Peta Dishidros (2008)

(5)

-590-

lahan yang terjadi di lokasi penelitian dari tahun 2004 hingga 2014. Perubahan tutupan lahan tersebut tertera dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 menunjukkan bahwa tutupan lahan yang tidak mengalami laju perubahan tutupan lahan yaitu belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, permukiman, dan tubuh air dengan nilai laju perubahan 0 ha/tahun, sedangkan laju perubahan terbesar terjadi pada tutupan lahan pertanian lahan kering dan semak dengan nilai 75,846 ha/tahun.

Penambahan luasan tutupan lahan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2014 terjadi pada lahan pertanian lahan kering, sawah dan tanah terbuka, dengan nilai 1,21 ha, 706,30 ha dan 287.44 ha (Tabel 1). Pengurangan luasan tutupan lahan terjadi pada pertanian lahan kering dan semak, semak/belukar, dan tambak dengan nilai -758,46 ha, -7.54 ha, dan -228.95 ha. Penambahan luasan terbesar yaitu untuk sawah sebesar 706,30 ha (Gambar 3) dan pengurangan luasan terbesar terjadi pada pertanian lahan kering dan semak yaitu sebesar -758,46 ha (Gambar 4).

Tabel 1. Luasan perubahan tutupan lahan pesisir Teluk Saleh, Kab. Sumbawa tahun 2004 – 2014 No Tutupan Lahan luas (ha) 2004 (%) luas (ha) 2014 (%) dan 2014 (ha) selisih 2004 Perubahan Laju

[ha/th]

1 Belukar rawa 2.27 0.01 2.27 0.01 0 0

2 Hutan lahan kering primer 6.56 0.04 6.56 0.04 0 0

3 Hutan mangrove primer 1206.46 6.78 1206.46 6.78 0 0 4 Hutan mangrove sekunder 123.22 0.69 123.22 0.69 0 0 5 Permukiman 13.28 0.07 13.28 0.07 0 0

6 Pertanian lahan kering 973.55 5.47 974.76 5.48 1.21 0.121 7 Pertanian Lahan Kering + Semak 2198.04 12.36 1439.58 8.09 -758.46 75.846

8 Sawah 521.71 2.93 1228.01 6.90 706.30 70.630 9 Semak/Belukar 9673.52 54.38 9665.98 54.34 -7.54 0.754 10 Tambak 2975.67 16.73 2746.72 15.44 -228.95 22.895 11 Tanah terbuka 76.78 0.43 364.22 2.05 287.44 28.744 12 Tubuh air 18.02 0.10 18.02 0.10 0 0 LUAS 17789.08 100 17789.08 100

(6)

Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2014 (Yulius, dkk.)

-591-

Gambar 4. Grafik pengurangan luas lahan pertanian lahan kering dan semak 2004-2014

Tabel 2 menunjukkan bahwa tutupan lahan yang mengalami alih fungsi lahan terbesar yaitu pertanian lahan kering dan semak menjadi areal pesawahan dengan nilai perubahan 758,46 ha, sedangkan tutupan lahan yang mengalami alih fungsi lahan terkecil yaitu semak/belukar menjadi areal pertanian lahan kering dengan nilai 1,21 ha.

Tabel 2. Luasan alih fungsi lahan pesisir Teluk Saleh, Kab. Sumbawa tahun 2004 – 2014

Kelas Landcover

Landuse Tahun 2014 (ha)

Belukar rawa Hutan lahan kering primer Hutan mangrove primer Hutan mangrove sekunder Permuk iman Pertanian lahan kering Pertanian Lahan Kering + Semak Sawah Semak/ Belukar Tambak Tanah terbuka Tubuh air Luas Total Landuse Tahun 2004 (ha) Belukar rawa 2.27 2.27 Hutan lahan kering primer 6.56 6.56 Hutan mangrove primer 1206.46 1206.46 Hutan mangrove sekunder 123.22 123.22 Permukiman 13.28 13.28 Pertanian lahan kering 973.55 973.55 Pertanian Lahan Kering + Semak 1439.58 758.46 2198.04 Sawah 469.55 33.17 18.99 521.71 Semak/ Belukar 1.21 9665.98 6.33 9673.52 Tambak 2707.22 268.45 2975.67 Tanah terbuka 76.78 76.78 Tubuh air 18.02 18.02 Luas Total 2.27 6.56 1206.46 123.22 13.28 974.76 1439.58 1228.01 9665.98 2746.71 364.22 18.02 17789.07

3.2 Sebaran Perubahan Tutupan Lahan

Hasil pengolahan data dengan SIG menunjukkan bahwa terjadi perubahan tutupan lahan yang umumnya menjadi lahan persawahan. Perubahan menjadi lahan persawahan yang terjadi berasal dari lahan pertanian lahan kering dan semak. Perubahan lahan persawahan yang meningkat luasannya terdapat di Kecamatan Plampang seperti terlihat pada kotak hijau di Gambar 5 dan 6. Perubahan penggunaan lahan terjadi di Kecamatan Lape Lopok (Tabel 3 dan 4) dan Kecamatan Plampang, sedangkan perubahan penggunaan lahan tidak terjadi di Kecamatan Maronge dan Kecamatan Tarano seperti terlihat pada (Tabel 5 dan 6).

(7)

-592-

Gambar 5. Peta tutupan lahan pesisir Teluk Saleh, Kab. Sumbawa Tahun 2004

(8)

Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2014 (Yulius, dkk.)

-593-

Tabel 3. Luasan perubahan tutupan lahan Kecamatan Lape Lopok tahun 2004 – 2014

Kelas Landcover

Landuse Tahun 2014 (ha) Belukar rawa Hutan mangrove sekunder Pertanian lahan kering Pertanian Lahan Kering + Semak

Semak/ BelukarTambak Tanah terbuka Luas Total

Landuse Tahun 2004 (ha) Belukar rawa 0.672 0.672 Hutan mangrove sekunder 39.188 39.188 Pertanian lahan kering 104.468 104.468 Pertanian Lahan Kering + Semak 223.131 223.131 Semak/Belukar 3605.338 6.33 3611.668 Tambak 211.402 211.402 Tanah terbuka 10.64 10.64 Luas Total 0.672 39.188 104.468 223.131 3605.338 217.732 10.64 4201.169

Tabel 4. Luasan perubahan tutupan lahan Kecamatan Plampang tahun 2004 – 2014

Kelas Landcover

Landuse Tahun 2014 (ha)

Belukar rawa Hutan mangrove primer Hutan mangrove sekunder Pertanian lahan kering Pertanian Lahan Kering + Semak Sawah Semak/ Belukar Tambak Tanah terbuka Tubuh air Luas Total Landuse Tahun 2004 (ha) Belukar rawa 1.597 1.597 Hutan mangrove primer 853.572 853.572 Hutan mangrove sekunder 36.533 36.533 Pertanian lahan kering 40.227 40.227 Pertanian Lahan Kering + Semak 576.867 758.461 1335.328 Sawah 99.029 33.165 18.994 151.188 Semak/Belukar 1.206 2542.111 2543.317 Tambak 1491.868 268.451 1760.319 Tubuh air 7.807 7.807 Luas Total 1.597 853.572 36.533 41.433 576.867 857.49 2542.111 1525.033 287.445 7.807 6729.888 Tabel 5. Luasan perubahan tutupan lahan kecamatan maronge tahun 2004 – 2014

Kelas Landcover

Landuse Tahun 2014 (ha)

Hutan mangrov e primer Pertanian lahan kering Pertanian Lahan Kering + Semak Semak/ Belukar Tamba k Luas Total Landuse Tahun 2004 (ha) Hutan mangrove primer 137.108 137.108

Pertanian lahan kering 279.505 279.505

Pertanian Lahan

Kering + Semak 260.984 260.984

Semak/Belukar 96.165 96.165

Tambak 389.275 389.275

(9)

-594-

Tabel 6. Luasan perubahan tutupan lahan Kecamatan Tarano tahun 2004 – 2014

Kelas Landcover

Landuse Tahun 2014 (ha)

Hutan lahan kering primer Hutan mangrove primer Hutan mangrove sekunder Permukiman Pertanian lahan kering Pertanian Lahan Kering + Semak Sawah Semak/ Belukar Tambak Tanah terbuka Tubuh air Luas Total Landuse Tahun 2004 (ha) Hutan lahan kering primer 6.562 6.562 Hutan mangrove primer 215.782 215.782 Hutan mangrove sekunder 47.193 47.193 Permukiman 13.275 13.275 Pertanian lahan kering 549.35 549.35 Pertanian Lahan Kering + Semak 378.595 378.595 Sawah 370.519 370.519 Semak/Belukar 3421.584 3421.584 Tambak 614.6 7 614.67 Tanah terbuka 66.136 66.136 Tubuh air 10.216 10.216 Luas Total 6.562 215.782 47.193 13.275 549.35 378.595 370.519 3421.584 614.67 66.136 10.216 5693.882

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian perubahan tutupan lahan dari tahun 2004-2014 yang telah dilakukan di pesisir Teluk Saleh dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1) Tutupan lahan yang terkecil mengalami laju perubahan yaitu belukar rawa, hutan lahan kering primer, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, permukiman, dan tubuh air dengan nilai laju perubahan 0 ha/tahun, sedangkan laju perubahan terbesar terjadi pada tutupan lahan pertanian lahan kering dan semak, dengan nilai 75,846 ha/tahun. Sedangkan penambahan luasan terbesar yaitu untuk sawah sebesar 706,30 ha dan pengurangan luasan terbesar terjadi pada semak pertanian lahan kering dan semak yaitu sebesar -758,46 ha. (2) perubahan penggunaan lahan terjadi di Kecamatan Lape Lopok dan Kecamatan Plampang, sedangkan perubahan penggunaan lahan tidak terjadi di Kecamatan Maronge dan Kecamatan Tarano.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, KKP atas bantuan dana untuk menyelesaikan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Akhirudin, N.H., dan Suharjo (2006). Identifikasi perubahan penggunaan lahan kota Surakarta tahun 1993 – 2004 dengan aplikasi sistem infor-masi geografis (SIG). J Penelitian Sains dan Teknologi, 7(2):170-178.

Anonim (2014). Undang-Undang No. 27 tahun 2007 junto Undang-Undang No. 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Anonim (2013). Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau Kecil Kabupaten Sumbawa. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau-Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.

Anonim (2004). Daya Dukung Kelautan dan Perikanan Selat Sunda, Teluk Tomini, Teluk Saleh dan Teluk Ekas. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Ismunarti, D.H., dan Rochaddi, B., (2013). Kajian Pola Arus Di Perairan Nusa Tenggara Barat dan Simulasinya Menggunakan Pendekatan Model Matematik. Buletin Oseanografi Marina, 2:1-11.

Mujiyanto, dan Hartati, S.T., (2009). Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Rakit dan Pulau Ganteng Perairan Teluk Saleh Nusa Tenggara Barat Serta Strategi Pengelolaannya. Prosiding Forum Nasional Sumberdaya Ikan II. Kerjasama LRPSI-PRPT, IPB, LIPI dan MII. Hal. KR-10.

(10)

Perubahan Tutupan Lahan di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2014 (Yulius, dkk.)

-595-

Mujiyanto, dan Wasilun (2006). Kondisi Oseanografi di Perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Kerjasama LRPSI, LIPI, dan MII.

Ramdhan, M., (2012). Kriteria penentuan teluk menurut United Nation Conventions on the LAW of the SEA-studi kasus wilayah Bungus Teluk Kabung kota Padang. J Ilmiah Geomatika, 18(2):37-46.

Radjawane, I.M., (2006). Sirkulasi Arus Vertikal Di Perairan Teluk Saleh Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Segara, 2(1):10-15.

Satria, H., dan Mujiyanto (2011). Struktur Komunitas Ikan Karang Di Lokasi Terumbu Karang Buatan di Perairan Teluk Saleh, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Stok Ikan III: Kestabilan Produksi Ikan. Kerjasama BP2KSI, FPIK, UNPAD, LIPI dan MII.

Simanjuntak, M., (2012). Kualitas Air Laut Ditinjau Dari Aspek Zat Hara, Oksigen Terlarut Dan Ph Di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(2):290-303.

Yulius, T.A., Tanto, Ramdhan, M., Putra, A., dan Salim, H.L., (2014). Perubahan Tutupan Lahan Di Pesisir Bungus Teluk Kabung, Sumatra Barat Tahun 2003-2013 Menggunakan Sistem Informasi Geografis. J Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 6(2):311-318.

*) Makalah ini telah diperbaiki sesuai dengan saran dan masukan pada saat diskusi presentasi ilmiah DAFTAR ACARA

PRESENTASI POSTER SINAS INDERAJA 2016

Judul Makalah : Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Di Pesisir Teluk Saleh, Kabupaten Sumbawa Tahun 2004-2014

Pemakalah : Yulius (KKP) Diskusi :

Pertanyaan: Teguh Prayogo (Teknologi Kelautan, IPB):

Apakah studi ini mengkaji dan menganalisis keterkaitan/hubungan perubahan penutup lahan di kawasan pesisir dan hulu? serta dinamika oseonografi di pantai?

Jawaban :

Dalam penelitian kami tidak mengkaji dan menganalisis keterkaitan atau hubungan antara perubahan penutupan lahan di kawasan pesisir dan hulu serta dinamika oseanografi di pantai dikarenakan perubahannya tidak terlalu signifikan.

(11)

-596-

Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Hutan Mangrove di Teluk

Gilmanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015

Dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6

Changes Detection of Mangrove Forest in Bay of Gilimanuk, West Bali Of

National Park in 2006, 2011, & 2015 Using SPOT 4 and SPOT 6 Imageries

Mafazi Rachman1*), Bambang Semedi2), Dhira K. Saputra2) ,

dan Kuncoro Teguh Setiawan3)

1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan, Universitas Brawijaya 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya

3 Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional *) Email: mafazirachman@gmail.com

ABSTRAK- Teluk Gilimanuk merupakan salah satu kawasan dengan hutan mangrove yang luas, terletak di dalam Balai

Taman Nasional Bali Barat yang masuk dalam kawasan zona pemanfaatan sehingga banyak terjadi aktifitas manusia di sekitar kawasan tersebut yang bisa mengakibatkan degradasi pada luas hutan mangrove tersebut. Salah satu upaya untuk menjaga keberlangsungan hutan mangrove dari penurunan luasan adalah dengan melakukan pemantauan menggunakan teknik penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit yang memiliki resolusi tinggi. Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui sebaran dan luasan vegetasi mangrove pada tahun 2006 dan 2011 dengan menggunakan citra satelit SPOT 4 dan tahun 2015 mengunakan citra satelit SPOT 6; (2) untuk menganalisis perubahan luasan dan sebaran mangrove di Teluk Gilimanuk dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2015 dengan menggunakan indeks vegetasi NDVI; (3) untuk mengetahui kondisi hutan mangrove di Teluk Gilimanuk melalui survey lapang. Pemantauan kawasan hutan mangrove dilakukan pada tahun 2006, 2011 dan 2015 di mana dari rentang waktu tersebut terjadi peningkatan aktifitas yang dapat mengganggu laju pertumbuhan mangrove contohnya peningkatan jumlah wisatawan untuk pariwisata dan faktor alam yang mengganggu pertumbuhan mangrove. Hasil dari penelitian ini menunjukan penurunan luasan hutan mangrove berkurang sebesar 79 ha yang diakibatkan oleh faktor alam dan faktor biologis. Penurunan tersebut terjadi di daerah Barat Teluk Gilimanuk, yaitu pada kawasan hutan mangrove yang berada di kawasan wisata Pantai Karang Sewu dan kawasan permukiman yang berada tidak jauh dari kawasan wisata pantai tersebut.

Kata kunci: Mangrove, citra SPOT 4 dan 6, NDVI.

ABSTRACT - Bay of Gilimanuk has extensive mangrove forests, located in the West Bali National Park are included in

the area of Using zone so there are many human activities which result in the degradation of mangrove forest. One of the efforts to maintain the sustainability of mangrove forests is monitoring using remote sensing techniques with high resolution imagery. The purpose of this study are:(1) to determine the distribution and extent of mangrove vegetation in 2006 and 2011 using SPOT 4 and SPOT 6 satellite imagery; (2) to analyze the changes in the area and distribution of mangroves in the Bay of Gilimanuk by using the vegetation index NDVI; (3) to determine the condition of mangrove forests in the Bay of Gilimanuk with field survey. Monitoring of mangrove forest area was conducted in 2006, 2011 and 2015, when in the timeline, human activities that interfere growth rate of mangrove incrased, such as, increase of tourism numbers and natural factors that disturb growth of mangroves in the Gilimanuk Bay. The results of this study showed mangrove forest area based on SPOT 4 and SPOT 6 image processing using NDVI vegetation index, decrease by 79 ha, damaged by natural factors and biological factors. Decrease of mangrove forest occured in the western part of Gilimanuk Bay, located in Karang Sewu Beach and residential area that located near Karang Sewu Beach.

Keywords: Mangrove, SPOT 4 and 6 imageries, NDVI

1. PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan yang memiliki ciri khas untuk hidup di sepanjang pantai atau muara sungai. Sering kali disebut juga sebagai hutan pantai, hutan payau, atau hutan bakau. Luas hutan mangrove di Indonesia sendiri diperkirakan seluas 425 juta ha atau 3.985 dari seluruh luas hutan di Indonesia (Nontji, 2007).

Meskipun luas hutan mangrove di Indonesia sangat luas dan banyak memiliki maanfaat bagi masyarakat dan lingkungan, akan tetapi permasalahan utama yang ada adalah penurunan luasan mangrove di berbagai tempat di Indonesia (Wiyono, 2009). Salah satu cara untuk menjaga keberlangsungan ekosistem mangrove dari kerusakan tersebut adalah dengan mendirikan balai – balai konservasi di berbagai daerah yang masih

(12)

Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Hutan Mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015 dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6 (Rachman, M, dkk).

-597-

terjaga keasliannya.Taman Nasional Bali Barat merupakan salah satu balai konservasi di Indonesia yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan dalam SK No. 493/Kpts-II/95 yang merupakan kawasan pelestarian alam dengan ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dengan tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (Dephut,2014).

Pemantauan kawasan hutan mangrove di Teluk Gilimanuk dilakukan pada tahun 2006, 2011 dan 2015 dengan menggunakan teknik penginderaan jauh di mana dari rentang waktu tersebut terjadi peningkatan aktikfitas yang dapat mengganggu laju pertumbuhan mangrove contohnya peningkatan jumlah wisatawan untuk pariwisata dan faktor alam yang menggagu pertumbuhan mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan citra SPOT 4 untuk tahun 2006 dan 2011 serta citra SPOT 6 tahun 2015. Citra SPOT 4 memiliki resolusi sebesar 20 m dan Citra SPOT 6 memiliki resolusi hingga 6 m (Satimagingcorp, 2105), sehingga dengan melakukan pemantauan kawasan mangrove di Teluk Gilimanuk dengan citra SPOT 4 dan SPOT 6 akan didapatkan hasil yang lebih akurat. Selain dengan teknik pengidraan jauh, di dalam penelitian ini dikumpulkan juga data lapang (ground chek) untuk menunjang hasil dari penelitian ini.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sebaran dan luasan vegetasi mangrove dari hasil pengolahan citra satelit SPOT 6 dan SPOT 4 menggunakan indeks vegetasiNDVI.

2. Untuk menganalisis perubahan luasan dan sebaran mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat dalam kurun waktu 9 tahun, yaitu dari tahun 2006, 2011, dan 2015.

3. Mengetahui kondisi hutan mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat melalui survey lapang.

2. METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Pengambilan Data

Pengambilan data lapang dilakukan pada tgl 14 sampai dengan 21 September 2015 di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat. Untuk pengambilan data akurasi citra dengan data lapang dilakukan pada tanggal 25 sampai dengan 27 November 2015. Lokasi pengamatan data lapang dilakukan di 5 stasiun lapang. Di antaranya Kawasan Petak Ukur Permanen, Pantai Karang Sewu, Pulau Kalong, Pantai Batu Payung, dan Teluk Lumpur.

(13)

-598-

Alat dan bahan

Alat dan Bahan dalam penelitian ini dibagi menjadi 2. Pertama alat untuk pengolahan data penetuan luasan mangrove dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat untuk pengolahan data

Alat Fungsi

Er Mapper 7.1 Digunakan dalam proses penggabungan koreksi geometrik, komposit band, klasifikasi unsupervised, pengolahan NDVI, overlay hasil unsupervised dan NDVI, dan reclassify kelas pada citra SPOT 6 dan SPOT 4.

Quantum GIS Digunakan dalam preoses koreksi radiomatrik pada citra SPOT 6 dan SPOT 4.

ENVI 6.4 Digunakan untuk merubah file ekstensi dari .JP2 menjadi .ers pada citra SPOT 6 dan SPOT 4.

Kedua, untuk alat dan bahan yang dilakukan pada survey lapang (ground chek) dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Alat dan bahan pada survey lapang

Alat Fungsi

Tali Rafia Untuk membuat transek 10m x 10m.

Patok Untuk menyangga tali raffia dalam membuat transek 10 m x 10 m.

Kamera (Cannon SX-400) Digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan di lapang. GPS Garmin78s Untuk menentukan titik koordinat pengambilan sampel

dan proses menentukan titik lokasi untuk pengolahan data uji akurasi citra SPOT 6.

Meteran Untuk mengukur diameter pohon mangrove.

Bahan Fungsi

Mangrove Sebagai bahan objek yang akan diteliti.

Metode Penelitian

Di dalam penelitian ini, dilakukan 2 tahap penelitian, antara lain: 1. Survey lapangan serta pengambilan data lapang.

2. Pengolahan citra satelit SPOT 6 dan SPOT 4 serta analisis perubahan luasan dari tahun 2006, 2011, dan 2015.

Pengambilan data di lapang dilakukan dengan menggunakan transek kuadran berukuran10m x10m sebanyak 5 stasiun di antaranya: Kawasan Petak Ukur Permanen, Pantai Karang Sewu, Pulau Kalong, Pantai Batu Payung, dan Teluk Lumpur, di mana penentuannya diletakan secara acak sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditentukan(RSNI-3,2011). Pada setiap stasiun yang telah ditentukan, diidentifikasi setiap jenis mangrove yang ada, jumlah individu setiap jenis dan lingkar batang setiap pohon. Data-data tersebut kemudian dicatat dan diolah lebih lanjut untuk menentukan kerapatan jenis, frekuensi, dan dominansinya (KKP, 2013). Selanjutnya tiap transek diambil titik koordinatnya untuk pengecekan hasil interpretasi citra dengan keadaan di lapangan. Dalam perhitungan untuk hasil keadaan di lapang, metode perhitungan data vegetasi mangrove menggunakan rumus-rumus analisis data yang mengacu pada RSNI-3 (2011) sebagai berikut:

(14)

Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Hutan Mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015 dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6 (Rachman, M, dkk).

-599- 4 Rdi = ∑ DBH = 1 x100 ∑Ba = 4 Ci = ∑ RCi = x 100 ∑ Keterangan :

Ni = Jumlah total tegakan jenis I ∑Ni = Total tegakan seluruh jenis Di = Kerapatan jenis I

Rdi = Kerapatan relatif jenis I

CBH = Luas lingkar batang jenis I dalam satu Π = Suatu konstanta (3,14)

DBH = Diameter batang jenis I BA = Basal area

A = total pengambilan area (plot) dalam m2

Ci = Luas area penutupan jenis I

∑C = Luas total area penutupan seluruh jenis RCi = Luas penutupan relatif jenis (%)

Setelah mengetahui penutupan relatif suatu jenis mangrove dan kerapatan di dalam suatu stasiun, maka dari hasil tersebut dapat dikriteriakan apakah jenis mangrove tersebut baik atau rusak dan lebat, sedang, atau jarang. Dari hasil Keputusan Menteri Lingkungan Hidup tahun 2004, untuk kriteria baku kerusakan mangrove dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria baku kerusakan mangrove

Kriteria Penutupan Kriteria Kerapatan (pohon/ha)

>75 Lebat >1.500

Baik

50-75 Sedang 1.000-1.500

Rusak <50 Jarang <1.000

Tahap Pengolahan Citra

Daerah yang diambil pada citra satelit ini adalah Teluk Gilimanuk pada tahun 2006, 2011, 2015. Untuk tahun 2006 dan 2011 citra yang digunakan adalah citra SPOT 4. Sedangkan untuk tahun 2015 citra yang digunakan adalah SPOT 6. Alur Pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3.

(15)

-600-

1. Konversi Data

Pengolahan data digital berupa citra satelit dimulai dengan membuat surat izin permohonan penggunaan citra satelit SPOT 6 dan SPOT 4 kepada deputi Sub TU. Bidang PUSTEKDATA yang berada di LAPAN. Data citra dalam format *.JP2 di-import kedalam perangkat lunak ER Mapper 7.0 kemudian dikonversi ke dalam format *.ers.

2. Pemotongan Citra

Pemotongan citra atau cropping dilakukan karena citra awal yang didapat memiliki cakupan area yang terlalu luas. Proses ini bertujuan agar dalam pengolahan data menjadi lebih mudah dan efektif karena area pada citra menjadi lebih kecil.

3. Pemulihan Citra

a. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan dengan transformasi koordinat serta resampling. Untuk transformasi koordinat dan resampling ini dilakukan dengan cara menggunakan titik control bumi (Ground Control Points/GCPs) yang ada didalam ER Mapper 7.3 sehingga koordinat yang berada pada citra akan sama dengan citra yang ada di bumi.

b. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki nilai piksel yang ada pada citra karena ketidaksesuaian dengan nilai pantulan spektral objek yang sebenarnya karena dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi di atmosfer sehingga mempengaruhi data perekaman (Chevalda dkk., 2013). Koreksi radiometrik dilakukan dengan metode penyesuaian histogram (histogram adjustment) dengan mengurangi nilai kanal terdistorsi sehingga nila yang dihasilkan minimumnya menjadi nol. Karena apabila tidak dimulai dari nol maka penambahan tersebut dengan offset.

4. Penajaman Citra a. Citra SPOT 6

Menurut Mannopo dkk. (2014) untuk melakukan pemilihan komposit kanal yang baik dalam pemantauan mangrove, metode yang digunakan adalah dengan teknik OIF (Optimum Index Factor). Teknik OIF sendiri adalah suatu metode pemilihan kombinasi 3 kanal pada citra satelit dengan mengacu kepada nilai statistik yang dihasilkan oleh masing-masing kanal dalam mengintepretasikan objek mangrove pada citra satelit, kemudian dari pengkombinasian beberapa

(16)

Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Hutan Mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015 dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6 (Rachman, M, dkk).

-601-

kanal, didapat hasil OIF terbaik pada citra SPOT 6 yaitu kanal NIR+Swir+RED (kanal 4,1,3). merah yang lebih kontras dan gelap dibandingkan vegetasi lainnya. Hasil dari komposit untuk citra SPOT 6 dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 3. Composit band 4,1, dan 3 pada citra SPOT 6

b. Citra SPOT 4

Pada citra SPOT 4 tahun 2006 dan 2011 pada penelitian ini telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suwargana (2008), di mana untuk mengetahui kenampakan kawasan mangrove pada citra SPOT 4 penggabungan kanal yang baik dalam mendeteksi mangrove adalah dengan menggabungkan kanal NIR+SWIR+RED (1,4,2) karena nilai kekonsentrasian pada ketiga kanal tersebut mempunyai nilai yang tinggi. Hasil dari komposit untuk citra SPOT 6 dapat dilihat pada Gambar 5.

(a) (b)

Gambar 4. Komposit 1,4, dan 2 pada citra SPOT 4.

(a) tahun 2006, dan (b) tahun2011

5. Klasifikasi Citra

Proses klasifikasi dalam penelitian ini menggunakan unsupervised classification (klasifikasi tak terbimbing). Klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification) adalah suatu metode untuk mengklasifikasikan hasil citra menjadi objek tertentu secara mandiri yang disesuaikan oleh data spatial dari citra satelit tersebut. Klasifikasi unsupervised dilakukan apabila dalam melakukan suatu penelitian, tidak mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengenali objek yang terekam pada citra (Fajri, 2012).

6. Analisis Indeks Vegetasi

Menurut Hafizh dkk. (2013), NDVI atau Normalized Difference Vegetation Index, adalah suatu metode indeks vegetasi standar yang biasa digunakan untuk memperoleh seberapa besar tingkat kehijauan pada vegatasi. Nilai vegetasi tersebut berasal dari pantulan spekral yang dihasilkan klorofil

(17)

-602-

yang berada di dalam vegetasi tersebut. Untuk mendapatkan nilai tersebut, NDVI menggunakan algoritma sebagai berikut:

NDVI = Band NIR - Band Red

Band NIR + Band Red

Untuk mengetahui distribusi sebaran kerapatan mangrove di kawasan Teluk Gilimanuk pada tahun 2006, 2011, dan 2015, cara yang digunakan adalah dengan menggunakan algoritma sesuai dengan peraturan Kementrian Kelautan Perikanan (KKP, 2013). Fungsi dari algoritma tersbut adalah untuk mengelompakan nilai kehijauan pada vegetasi dari tiap pixel tersebut menjadi jenis kerapatan tajuk jarang, sedang, dan lebat.

7. Overlay

Untuk mengetahui laju perubahan lahan di Teluk Gilimanuk pada tahun 2006, 2011, dan 2015 dilakukan dengan teknik overlay menggunakan indeks vegetasi NDVI yang di reclassify menggunakan algoritma tertentu dengan hasil klasifikasi unsupervised. Overlay merupakan analisis esensial yang mengkombinasikan 2 layer menjadi satu. Secara umum teknik ini menghasilkan data berupa data raster atau vector (Prahasta, 2009).

Uji Akurasi

Uji akurasi pada penelitian ini dilakukan di 50 titik lokasi berbeda, diantaranya daerah mangrove, non mangrove, darat, permukiman dan perairan. Menurut Gandharum dan Chen(2006) dalamWichaksono (2014), dalam mengetahui seberapa akurat hasil klasifikasi citra yang telah dilakukan, maka uji akurasi dilakukan melalui matriks kesalahan (eror matrix). Data yang dibutuhkan untuk bisa melaksanakan uji tersebut terbagi dalam 2 data yaitu data hasil klasifikasi yang akan diuji akurasinya dan data lapang sebagai pembanding. Uji akurasi dilakukan dengan perhitungan matriks kekeliruan (confusion matrix) di mana analisis perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tabel Perhitungan overall akurasi

Hasil

klasifikasi A Reference data B C Total baris X+k

A Xkk ….. ….. …..

B ….. Xkk ….. …..

C ….. ….. Xkk …..

Total Kolom Xk+ ….. ….. N

Untuk dapat mengetahui uji ketelitian dengan presentasi dari pixel-pixel yang terlaksana dengan tepat sesuai dengan data lapang, maka dapat dihitung dengan menentukan overall accuracy. Jika hasil dari overall

accuracy>70% maka data tersebut dapat digunakan. Untuk perhitungannya dilakukan dengan rumus sebagai

berikut:

Overall accuracy :

Keterangan

x 100% ∑Xkk : Total sampel diagonal yang terlaksana N : Total sampel keseluruhan

Tabel 5. Tabel perhitungan prosedure dan user accurasy

Prosedure User

Lapang Akurasi Nilai Citra Akurasi Nilai

A + …. A + …. B …. …. B …. …. C …. …. C …. ….

Prosedure accuracy adalah peluang rata-rata suatu pixel yang menunjukkan sebaran dari masing-masing

kelas yang telah diklasifikasikan di lapang, dan User accuracy merupakan peluang rata-rata suatu piksel secara aktual yang mewakili kelas-kelas tersebut (Congalton dan Green, 2009).

(18)

Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Hutan Mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015 dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6 (Rachman, M, dkk).

-603- Prosedure’s accuracy = User accuracy = Keterangan: + +

Xkk : kelas yang terlaksana Xk+: Total kolom

X+k: Total baris

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Luasan Lahan

Tabel 6. Hasil pengolahan data perubahan lahan

di Teluk Gilimanuk tahun 2006, 2011, dan 2015

Dari hasil perhitungan pada Tabel 6, untuk perubahan tutupan lahan terbesar yaitu terjadi pada tutupan lahan ‘non-mangrove’ yang berkurang sebesar 465,939 ha. Hal tersebut dikarenakan terjadi pembukaan lahan berupa sawah yang digunakan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional, Bali Barat untuk bertani. Hal ini sebanding dengan perubahan lahan pada tutupan lahan darat atau sawah yang bertambah sebesar 181,648 ha.

Gambar 5. Grafik perubahan luasan hutan mangrove di Teluk Gilimanuk

Berdasarkan Tabel 7, luas kawasan mangrove berdasarkan total sebaran jenis kerapatan pada tahun 2006, 2011, dan 2015 di Teluk Gilimanuk, pada tahun 2006 diperoleh luas kawasan sebesar 345,6 ha, tahun 2011 luas kawasan sebesar 290,2 ha, dan pada tahun 2015 luas kawasan sebesar 265,9 ha. Dari Tabel 12, tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 terjadi penurunan luasan hutan mangrove sebesar 55,4 ha, dan pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 terjadi penurunan kembali sebesar 24,3 ha. Berdasarkan Gambar 6, perubahan luas kawasan mangrove di Teluk Gilimanuk cendrung terus menurun dari tahun 2006 sampai dengan 2015 dengan total pengurangan luasan sebesar 79 ha.

JenisKe

rapatan Tahun 2006 Tahun 2011 Luas (ha) Tahun 2015 Berkurang Perubahan (ha) Bertambah

Lebat 146,68 155,36 79,184 69,496 - Sedang 123,44 79,76 112,949 10,491 - Jarang 73,48 55,08 73,82 - 0,302 Non Mangrove 1437,96 1196,4 972,021 465,939 - Laut 838,88 876,48 636,72 - - Darat 229,12 354,8 410,768 181,648 Permukiman 59,84 35,24 31,818 28,022 - Awan 15,28 59,64 221,69 - 236,97

(19)

-604-

Uji Akurasi

Tabel 7. Hasil Uji Akurasi Citra Satelit Dengan Data Lapang

Citra

Lapang Mangrove mangrove Non- Darat

Pemukim an Perairan Total baris Mangrove 18 2 - - 1 21 Non-mangrove 2 10 - 2 - 14 Darat - - 9 - - 9 Permukiman - - 1 2 - 3 Perairan 1 - - - 2 3 Total Kolom 21 12 10 4 3 50

Tabel 8. Perbandingan hasil uji akurasi di lapang

Prosedure User

Lapang Akurasi Nilai Citra Akurasi Niai

Mangrove 18/21 0,86 mangrove 18/21 0,86

Non-magrove 10/12 0,83 Non-magrove 10/14 0,71

Darat 9/10 0,9 Darat 9/9 1

Permukiman 2/4 0,5 Permukiman 2/3 0,6

Perairan 2/3 0,6 Perairan 2/3 0,6

Rata – rata 0,738 Rata – rata 0,754

Total Sampel Diagonal 41 Total Sampel keseluruhan 50

Overall accuracy :41/50*100%=82%

Dari hasil dari perhitungan uji akurasi, total akurasi keseluruhan antara perbandingan data lapang dan data citra satelit adalah 82%. Menurut Congalton dan Green (2009), jika hasil dari overall accuracy >70% maka data tersebut dapat digunakan. Nilai 82% menunjukkan tingkat error kurang dari 18% atau hasil Overall accuracy menunjukan lebih dari 70% sehingga untuk hasil data di lapang dan citra satelit dapat digunakan pada penelitian ini.

Hasil DataLapang

Hasil dari pengamatan pada setiap stasiun lapang yang berada di Kawasan Petak Ukur Permanen, Pantai Karang Sewu, Pulau Kalong, Pantai Batu Payung, dan Teluk Lumpur jenis mangrove yang memiliki tutupan dan kerapatan jenis terbesar di kawasan Teluk Gilamanuk,Taman Nasional Bali Barat adalah jenis

Rhizopora mucronata dengan tutupan relatif pada stasiun 1sebesar 5,17%, stasiun 2 sebesar 66,76% dan

stasiun 5 sebesar 69,53%. Untuk kerapatan relatif pada stasiun 1 sebesar 2%, stasiun 2 sebesar 23%, dan stasiun 5 sebesar 44%. Menurut Kitamura (2014), Rhizopora mucronata dapat tumbuh baik di sepanjang muara yang memiliki substrat berlumpur dan hal ini sesuai dengan pegamatan di lapang bahwa Rhizopora

mucronata paling banyak ditemukan pada stasiun 1, 2 dan 5 yang berada di sekitar muara dan memiliki

(20)

Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Hutan Mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015 dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6 (Rachman, M, dkk).

-605-

3.3. Analisis Perubahan Kawasan Mangrove

Pada Gambar 12 sebaran mangrove kerapatan jenis lebat terbesar dan tidak terjadi perubahan luasan yang begitu luas terdapat pada daerah Teluk Gilimanuk sebelah timur dan hal ini sesuai dengan perhitungan data stasiun lapang yang dilakukan bahwa sebaran mangrove kerapatan jenis lebat berada di stasiun 5 (Teluk Lumpur) di mana jenis mangrove yang mendominasi adalah Rhizopora mucronata yang dapat tumbuh dengan baik pada daerah tersebut. Menurut pengamatan di lapang, kawasan mangrove sebelah timur jauh dari permukiman sehingga vegetasi di sana masih banyak yang asli dan jarang dikunjungi oleh masyarakat. Pihak pengelola Taman Nasional Bali Barat juga melakukan penjagaan dengan baik dan teratur sehingga distribusi sebaran vegetasi jenis lebat masih banyak ditemukan disana.

Perubahan sebaran vegetasi mangrove di Teluk Gilimanuk selama 9 tahun yang sering berubah-ubah di bagian timur diperkirakan terjadi karena pengaruh dari musim kemarau yang membuat pohon mangrove menjadi gugur atau mati, sehingga jika dilakukan pengamatan dengan menggunakan indeks vegetasi, band merah yang menyerap cahaya merah dari klorofil tidak dapat mengolah nilai spektral dari klorofil jika daun pada vegetasi tersebut gugur atau mati.

Penurunan luasan mangrove banyak terjadi di sebelah barat di Teluk Gilimanuk,Taman Nasional Bali Barat di mana penurunan tersebut berada dekat kawasan permukiman dan daerah wisata. Faktor yang mengakibatkan penurunan pada kawasan tersebut disebabkan oleh faktor biologis. Sebaran mangrove kerapatan jenis sedang hingga jarang sesuai dengan perhitungan data lapang pada stasiun 2 (Pantai Karang Sewu) di mana lokasi tersebut merupakan lokasi pariwisata dan dekat dengan kawasan permukiman. Dari informasi yang didapat dari petugas Taman Nasional Bali Barat, gangguan manusia yang secara langsung mempengaruhi eksistensi mangrove di Teluk Gilimanuk di antaranya pemanfaatan mangrove menjadi bahan bangunan dengan jenis mangrove Rhyzopora apiculata serta gangguan lainnya berupa sampah, limbah rumah tangga, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Merbawa dkk. (2014) tentang analisis strategi pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Teluk Gilimanuk bahwa kerusakan

(21)

-606-

hutan mangrove terjadikarena banyak aktiftas manusia yang terjadi secara langsung maupun tak langsung, seperti aktifitas masyarakat nelayan, PLTG Gilimanuk, limbah dari permukiman, aktifitas pelabuhan dan aktifitas pariwisata sehingga mempengaruhi perubahan luasan mangrove yang ada di kawasantersebut.

4. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Teluk Gilimanuk Taman Nasional Bali Barat didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Luas hutan mangrove di Teluk Gilimanuk menggunakan indeks vegetasi NDVI pada tahun 2006 dengan citra SPOT 4 adalah 345,84 ha, untuk tahun 2011 pada citra SPOT 4 adalah 290,2 dan pada tahun 2015 dengan citra SPOT 6 adalah 265,1 ha.

2. Perubahan luasan mangrove di Teluk Gilimanuk pada tahun 2006, 2011, dan 2015 mengalami penurunan sebesar 79 ha. Penurunan luasan kawasan mangrove di Teluk Gilimanuk disebabkan oleh faktor alam berupa musim kemarau dan faktor biologis yang banyak terjadi di kawasan wisata dan dekatpermukiman. 3. Kondisi jenis mangrove yang paling baik di Teluk Gilimanuk terdapat pada mangrove jenis Rhizopora mucronata dengan penutupan relatif pada stasiun 1 sebesar 5,17%, stasiun 2 sebesar 66,76% dan stasiun 5 sebesar 69,53%. Untuk kerapatan relatif pada Rhizopora mucronata di stasiun 1 sebesar 2%, stasiun 2 sebesar 23%, dan stasiun 5 sebesar 44%.

Saran

Untuk pemantauan menggunakan metode penginderaan jauh di Taman Nasional Bali Barat, disarankan pemantauan dapat dilakukan pada kawasan lain yang ada di dalam Taman Nasional Bali Barat. Seperti pada kawasan hutan mangrove di Pulau Menjangan, Teluk Banyuwedang, dan Teluk Terima agar pemantauan dapat dilakukan dengan menyeluruh pada seluruh kawasan hutan mangrove yang ada di Taman Nasional Bali Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Chevalda, Reygian, Freila, Jaya,Y.V., dan Apdillah, D., (2013). Pemetaan Mangrove dengan Teknik Image Fusion Citra SPOT dengan Quickbird di Pulau Los Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Jurusan Ilmu Kelautan. Unversitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.

Dephut.,(2014). Taman Nasional Bali Barat, diunduh pada tanggal 16 Agustus 2015 dari http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_balibarat.htm.

Fajri.,(2012). Studi Perubahan Luasan Vegetasi Mangrove Menggunakan Citra Landsat TM dan Landsar 7 ETM+ Tahun 1998-2010 di Pesisir Kabupaten Mimika Papua. Journal of Marine Research. Universitas Diponegoro. Semarang.

Gandharum, L., dan Cen, C.F., (2006). Pemanfaatan Informasi Tekstur untuk Klasifikasi Tanaman Sawit Menggunakan Citra FORMOSAT-2. Jakarta : Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi.

Hafizh,S.A., Cahyono,A.B, danWibowo,A., (2013). Penggunaan Algoritma NDVI dan EVI pada Citra Multispektral untuk Analisis Pertumbuhan Padi (Studi Kasus: Kabupaten Indramayu, Jawa Barat). Jurnal Teknik POMITS. Kementrian Kelautan dan Perikanan., (2013). Peraturan Direktur Jendral Kelautan, Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

No9/PER/DJKP3K/2013 Tentang Pedoman Tekniks Pemetaan Potensi Sumber Daya Pulau-Pulau Kecil. Jakarta. Manoppo,A.K.S., Marini,Y., dan Anggraini,N., (2014). Riset Identifikasi Mangrove Dengan Metode Optimum Index

Factor (OIF) Pada Data SPOT 6 dan Landsat 8 di Pulau Lingayan. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional(LAPAN).

Merbawa, I., Ketut, C., Astarini, Ida, A.M., dan Gede.,(2014). Analisis Vegetasi Mangrove Untuk Strategi Pengelolaan Ekosistem Berkelanjutan di Taman Nasional Bali Barat. Jurnal Ecotrophic, 8(1), Universitas Udayana. Denpasar. Nontji, A.,(2007). Laut Nusantara, Djambatan. Jakarta.

Prahasta, E.,(2009). Sistem Informasi Geografis: Konsep – Konsep Dasar (Prespektif Geodesi dan Geomatika). INFORMATIKA, Bandung.

RSNI-3.,(2011). Survei dan Pemetaan Mangrove. Jakarta.

Suwargana,N.,(2006). Analisis Perubahan Hutan Mangrove Menggunakan Data Penginderaan Jauh di Pantai Muara Gembong, Bekasi. Jurnal Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional(LAPAN).

Satimagingcrop.,(2015). SPOT 6 Satelit Sensor, diunduh pada 2 Desember tahun 2015 dari http://www.satimagingcorp.com/satellite-sensors/SPOT-6/.

Wiyono, M., (2009). Pengelolaan Hutan Mangrove dan Daya Tariknya Sebagai Obyek Wisata di Kota Probolinggo. Jurnal Aplikasi Menejemen. 7(2). Universitas Negeri Malang. Malang.

(22)

Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Hutan Mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015 dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6 (Rachman, M, dkk).

-607-

BERITA ACARA

PRESENTASI ILMIAH SINASINDERAJA 2016 Moderator : Dr. WikantiAsriningrum

Judul Makalah : Analisis Perubahan Sebaran dan Luasan Mangrove di Teluk Gilimanuk, Taman Nasional Bali Barat pada Tahun 2006, 2011, dan 2015 Dengan Menggunakan Citra Satelit SPOT 4 dan SPOT 6

Pemakalah : Mafazi Rachman (Univ. Brawijaya) Diskusi :

Pertanyaan: Dr. Wikanti Asriningrum (LAPAN)

Hasil analisis menyebutkan terjadi penurunan hutan mangrove, jelaskan kenapa terjadi penurunan yang relatif besar dalam kurun waktu tujuh tahun?

Jawaban:

Dari hasil analisis menunjukkan berkurang sebanyak 79 hektar. Saat dilakukan pemantauan kondisi di lapangan mangrove yang terdapat di Teluk Gilimanuk berdekatan dengan daerah permukiman dan daerah tersebut sangat rentan dengan aktifitas penebangan liar. Salah satu hutan mangrove di Teluk Gilimanuk terdapat di lokasi pantai wisata yang banyak mengalami penurunan akibat aktifitas wisata

(23)

-608-

Pemanfaatan Data Radar Sentinel 1 untuk Pemetaan Lahan Tambak

di Kabupaten Gresik Jawa Timur

Utilization of Sentinel 1 Radar Data for Fish Pond Mapping

in Gresik Regency, East Java

Emiyati1*), Anneke KS Manoppo1, dan Maryani Hartuti1

1Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh - LAPAN

*)E-mail: emiyati@lapan.go.idatau emiyati@gmail.com

ABSTRAK-Penelitian ini bertujuan untuk memetakan lahan tambak di Kabupaten Gresik Jawa timur menggunakan

data radar Sentinel 1. Sentinnel 1 merupakan konstelasi satelit Sentinel1A dan Sentinel1B yang dapat dimanfaatkan untuk pemantauan darat, pesisir dan laut. Sebagai Synthetic Aperture Radar (SAR), Sentinel 1 memiliki kemampuan dual polarisasi, waktu perulangan yang sangat pendek dan penyediaan produk dengan cepat. Data SAR ini dapat dimanfaatkan untuk pemetaan tambak terkait dengan kemampuannya untuk mendeteksi kelembapan permukaan bumi tanpa terkendala awan seperti data satelit optik. Penelitian ini menggunakan data dual polarisasi VH dan VV Sentinel 1. Metode klasifikasi yang digunakan untuk pemetaan lahan tambak yang digunakan adalah dengan menggunakan klasifikassupervised pada citra RGB komposit dari dua citra polarisasi dan artifisialnya. Perhitungan akurasi dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan confusion matrix antara data hasil klasifikasi dengan data lapangan. Hasil klasifikasi menunjukan bahwa data dual polarisasi VH dan VV Sentinel 1 dapat digunakan untuk mengidentifikasi lahan tambak dan bukan tambak dengan baik. Pamatang dan jalan di sekitar area tambak juga dapat dibedakan. Hal tersebut terkait dengan karakteristik backscatter VH dan VV terhadap objek air dan bukan air. Dari hasil klasifikasi diperoleh bahwa luas tambak di Kabupaten Gresik adalah 39.681,02 Ha dengan akurasi hasil pengolahan sekitar 95,17%.

Kata kunci: Sentinel 1, data radar, SAR, pemetaan tambak, Gresik

ABSTRACT- The objective of this study is fishponds mapping in Gresik regency, East Java by using Sentinel 1 radar

data. Sentinel 1 is a constellation of satellites Sentinel1A and Sentinel1B that can be used for monitoring land, coastal and marine. As a Synthetic Aperture Radar (SAR), Sentinel 1 have ability to dual polarization, short repetition time and provides the data products quickly. SAR data can be used for fishponds mapping which associated with its ability to detect moisture of earth's surface without clouds interrupted like optical satellite data. This study uses two image polarization, VH and VV from Sentinel 1. The classification method was used for this fishponds mapping is supervised classification on the RGB composite from two polarization image and its synthetic. The accuracy was evaluated based on confusion matrix between the result of classification and field data. The results of classification showed that dual polarization VH and VV from Sentinel 1 data can be used to identify fishponds and non fishponds clearly. A border of fishponds and road around it can also be distinguished. It is related to the VH and VV backscatter characteristics of the water and not water object. The results also showed that the fishponds areas in Gresik are 39681.02 hectares with an accuracy of data processing approximately about 95.17%.

Keywords: Sentinel 1, Radar data 2, SAR, fishpond mapping, Gresik

1. PENDAHULUAN

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi besar untuk perikanan tangkap dan budidaya dalam menyediakan sumber pangan. Potensi perikanan di Indonesia paling tidak menghasilkan sumberdaya ikan lebih kurang 6.17 juta ton per tahun yang berasal dari perikanan tangkap (Mulyadi,2005). Perikanan budidaya, sebagai alternatif usaha perikanan tangkap, memanfaatkan kawasan pesisir, baik budidaya perikanan berbasis lahan darat (land-based aquaculture) maupun di laut (marine-basedaquaculture). Kegiatan budidaya paling umum dilakukan di kolam/empang, tambak, tangki, karamba, serta karamba apung. Definisi tambak menurut Biggs dkk.(2005) adalah badan air yang berukuran 1 m2 hingga 2 ha yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia dan terletak di pesisir. Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif, tambak semi intensif, tambak tradisional

(24)

Pemanfaatan Data Radar Sentinel 1 untuk Pemetaan Lahan Tambak di Kabupaten Gresik Jawa Timur (Emiyati, dkk)

-609-

dan tambak organik. Perbedaan dari ketiga jenis tambak tersebut terdapat pada teknik pengelolaan mulai dari padat penebaran, pola pemberiaan pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo, 2000).

Berdasarkan data Statistik KKP (2014), rata-rata pertumbuhan produksi budidaya Indonesia dari tahun 2007-2012 adalah sebesar 25,14 % dan berada di posisi pertama dunia dengan jumlah produksi perikanan budidaya berada di posisi kedua setelah China. Pemanfaatan budidaya tambak di Indonesia sebesar 650.509 Ha dan potensinya masih 2.964.331 Ha lagi yang dapat dimanfaatkan (Statistk KKP, 2014). Budidaya tambak merupakan budidaya yang pemanfaatannya terbesar kedua setelah budidaya kolam di Indonesia sejak tahun 2009-2013 (Statistk KKP, 2014).Di Indonesia, sentra produksi tambak tersebar di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi. Sebagian besar produksi tambak berasal dari pulau Jawa terutama di sepanjang pantai utara Jawa yang terbentang dari provinsi Banten hingga Jawa Timur. Jumlah kelompok pembudidaya tambak perikanan terbesar adalah di Jawa timur yaitu sebesar 552 kelompok pembudidaya, dan 36 kelompok diantaranya berada di Kabupaten Gresik (Statistik KKP, 2014). Selain pembudiaya ikan, di kabupaten Gresik juga terdapat pembudidaya tambak garam (Statistik KKP, 2014).

Pemantauan lahan tambak dengan data satelit dapat dilakukan baik dai satelit optis maupun satelit radar. Namun kualitas informasi yang dihasilkan dari data satelit optis sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan atmosfer (Chen, 2007). Sehingga sebagai alternatif data satelit optis dapat digunakan data satelit radar yang dapat menembus awan dan memiliki kemampuan untuk menghasilkan citra yang berkualitas tinggi dibawah kondisi cuaca yang kompleks. Pemanfaatan data radar untuk pemantauan lahan tambak telah banyak dilakukan. Travaglia dkk.(2004) memetakan budidaya dan struktur perikanan pesisir dengan menggunakan data ERS SAR di teluk Lingayen Filipina. Kai Liu et al.(2010) mengamati perubahan lahan tambak dengan menggunakan tiga data temporal Radarsat-1C.LAPAN juga telah melakukan pemantauan lahan tambak menggunakan data radar ALOS PALSAR di daerah Maros, Provinsi Sulawesi Selatan Indonesia (Marini et

al., 2013) pada program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

melalui riset insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PKPP) Kementrian Riset dan Teknologi pada tahun 2012.

Perkembangan teknologi satelit radar memunculkan satelit radar Sentinel 1 sebagaimisi satelit kerjasama European Comission (EC) dan European Space Agency (ESA) (Sentinel-1 user handbook, 2013).Sentinel1 merupakan Synthetic Aperture Radar (SAR) berdasarkan konstelasi dari Sentinel 1A dan Sentinel1B (ESA, 2014). Satelit Sentinel 1 adalah Satelit Sentinel I bekerja pada band C dan mempunyai 4 mode pencitraan dengan berbagai resolusi spasial hingga 5 meter dan lebar cakupan sampai 400 km. Sentinel 1 memiliki kemampuan dual polarisasi, waktu perulangan yang sangat pendek dan penyediaan produk dengan cepat.Dengan demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan lahan tambak di Kabupaten Gresik Jawa timur menggunakan data radar Sentinel 1.

2. METODE

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gresik, Jawa timurseperti yang terlihat pada Gambar 1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data SAR Sentinel 1 daerah Kabupaten Gresik. Data ini adalah data dual polarisasi VH dan VV tanggal 22 Maret 2015 yang diperoleh secara bebas dan dapat di unduh melalui website www.sentinel.esa.int.Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah: Sentinel 1 Toolbox danERDAS ER-Mapper2014.

(25)

-610-

Data Sentinel 1 mempunyai format penamaan data yang terkait dengan level data, produk, instrument dan resolusinya seperti yang terlihat pada Gambar 2. Data yang digunakan pada penelitian ini memiliki format modus IW, yaitu Interferometric Wide Swathyang memiliki resolusi spasial 5m x 20m. Modus IW dapat menangkap tiga sub-lintasan denagn menggunakan teknik TOPSAR (Terrain Observation with Progressive

Scans SAR). Teknologi ini memiliki kelebihan yang dapat menghasilkan kualitas Gambar yang homogen

dengan noise yang dapat diminimalisir (Signal–to-Noise Ratio hampir seragam). Karakteristik modus IW dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2. Format penamaan data Sentinel 1 Tabel 1. Karakteristik Utama Modus Data IW

Karakteristik Nilai

Lebar swath 250

Interval insiden angle 29.10-460

Sub swath 3

Azimuth steering angle ± 0.60

Azimuth and range looks Single

Polarisation options Dual HH+HV, VV+VH dan Single HH, VV

Maximum Noise Equivalent Sigma Zero (NESZ) -22 dB

Radiomteric stability 0.5 dθ (3σ)

Radiomteric accuracy 1 dθ (3σ)

Phase error 50

Pengolahan data Sentinel-1 dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Sentinel Box versi 1.1.0. Proses pengolahan data diawali dengan koreksi radiometrik yaitu melalui proses kalibrasi data dan koreksi geometri yaitu dengan menggunakan reprojection. Data Sentinel-1 yang diperoleh pada awalnya memiliki posisi yang terbalik /cermin dan masih bernilai digital number (DN). Proses kalibrasi merubah nilai DN tadi menjadi nilai backscatter /hambur balik dari masing-masing polarisasi VV dan VH. Sampai dengan proses ini, tampilan citra masih berada pada posisi terbalik, sehingga perlu dilakukan koreksi geometri agar memiliki posisi dan bentuk yang sama dengan kelengkungan bumi yang sebenarnya. Dengan menggunakan fungsi reprojection, maka data radar Sentinel-1 memiliki posisi yang sesuai dan memiliki koordinat sebagaimana layaknya hasil dari proses koreksi geometri. Selanjutnya data tersebut siap untuk selanjutnya di olah dan dianalisis untuk mengidentifikasi lokasi tambak di wilayah Gresik dan sekitarnya.

(26)

Pemanfaatan Data Radar Sentinel 1 untuk Pemetaan Lahan Tambak di Kabupaten Gresik Jawa Timur (Emiyati, dkk)

-611-

Pemotongan sesuai studi area (cropping) dan penajaman (filtering) dengan menggunakan filter lee dilakukan agar penelitian terfokus dan objek dapat teridentifikasi dengan jelas. Identifikasi tambak dilakukan secara visual dan digital. Identifikasi visual lahan tambak dilakukan berdasarkan tampilan false color komposit RGB dari dual data polarisasi Sentinel 1 dan artifisialnya. Kanal RGB yang digunakan adalah Citra VV untuk kanal Red, VH untuk kanal Green dan kombinasi VV dan VH yaitu ( ) ∗ ( − )untuk kanal Blue. Kombinasi VH dan VV ini merupakan data turunan dari dua data VH dan VV atau disebut data artifisialnya. Sedangkan identifikasi digital lahan tambak dilakukan dengan metode klasifikasi supervised menggunakan software ERDAS ER-Mapper 2014. Metode klasifikasi supervised dilakukan berdasarkan citra RGB yang dihasilkan. Perhitungan akurasi pengolahan dilakukan menggunakan confusion matrix antara hasil klasifikasi dengan data lapangan. Dengan demikian secara ringkas alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar3. Diagram alur penelitan

3. HASILDAN PEMBAHASAN

Hasil pengolahan data Sentinel-1 dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Sentinel Box versi 1.1.0 masih dalam posisi yang terbalik /cermin dan masih bernilai digital number (DN). Sehingga perlu dilakukan proses kalibrasi merubah nilai DN tadi menjadi nilai backscatter/hambur balik dari masing-masing polarisasi VV dan VH. Nilai backscatter dari masing-masing polarisasi VV dan VH ini disimpan dalam 4 byte real. Kemudian dilakukan koreksi geometrik agarcitra tersebut memiliki posisi dan bentuk yang sama dengan kelengkungan bumi yang sebenarnya serta dicropping dengan batas administrasi Kabupaten Gresik dan disimpan dalam format ER-Mapper. Hasil pengolahan awal ini dapat dilihat pada Gambar4.

(27)

-612-

a. Citra VH

Citra VV

Gambar4. Citra hasil VH dan VV yang sudah terkalibrasi dan terkoreksi geometrik

Pada Gambar 4a terlihat bahwa nilai backscatter citra VH terdistribusi dari 0 sampai dengan 6 sedangankan nilai backscatterdari citra VV (Gambar 4b) terdistribusi dari 0 sampai dengan 348. Pembedaan lahan tambak dengan tutupan lahan lainnya dapat dilakukan dengan mengamati tekstur masing-masing tutupan lahan dari distribusi nilai backscatternya. Pengamatan tekstur dari objek pada citra VH dan VV Sentinel 1, jelas terlihat dengan membuat garis transek untuk membedakan antara lahan tambak dan bukan tambak seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar

Gambar 3. Grafik dan Nilai Korelasi dari Masing-Masing Rasio Band hasil pengolahan citra
Gambar 5. Peta Citra Sebaran Salinitas Air di Muara Sungai Jajar
Gambar 5. Informasi Sebaran Padang Lamun di Perairan Pulau Tidung Kep. Seribu DKI Jakarta
Gambar 1. Lokasi studi area di sekitar PLTU Tanjung Jati B, Jepara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ke-2. Barangsiapa yang turut serta bermain judi di jalan umum atau di suatu tempat terbuka untuk umum, kecuali jika untuk permainan judi tersebut telah diberi ijin

Hasil penelitian ini akan difokuskan pada pencapaian tujuan penelitian yaitu Efektifitas Akupunktur titik Guanyuan (Ren 4), Guilai (ST 29) dan Sanyinjiao (Sp

Untuk memutuskan apakah hasil amatan tersebut ( r = 0,49) mencerminkan apa yang terjadi dalam populasi (dalam populasi memang ada hubungan antara X dan Y ) atau

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh luas lahan, produksi tebu, rendemen tebu dan tenaga kerja terhadap produksi Gula di Indonesia tahun 1988-2017, digunakan

Kajian tinjauan ini telah dilaksanakan dengan matlamat untuk mengenal pasti kemahiran pengajaran pensyarah pendidikan khas (masalah pendengaran)

5) Metode Kontekstual, Pembelajaran kontekstual adalah konsepsi  pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata  pelajaran dengan situasi dunia nyata dan

Jamu-Nusantara.. perkembangan zaman keberadaan jamu semakin tergeser dari kehidu- pan masyarakat oleh kehadiran berbagai macam obat modern. Keam- puhan obat modern yang dianggap

SEMENTARA ITU, UNTUK ART YANG BEPERGIAN KURANG DARI 6 BULAN TETAPI DENGAN TUJUAN PINDAH ATAU AKAN MENINGGALKAN RUMAH SELAMA 6 BULAN ATAU LEBIH TIDAK DIANGGAP