• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PMI. Media Pemikiran dan Pengembangan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL PMI. Media Pemikiran dan Pengembangan Masyarakat"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL PMI

Media Pemikiran dan Pengembangan Masyarakat

(2)

JURNAL PMI

Media Pemikiran dan Pengembangan Masyarakat

Penanggung Jawab: Ketua Jurusan PMI Pimpinan Redaksi: Dr. Pajar Hatma Indra Jaya

Sekretaris Redaksi Siti Aminah, M.Si. Anggota Redaksi Dr. H. Waryono, Dr. Sriharini

Drs. H. Moh. Abu Suhud, M.Pd, M. Fajrul M. M.Ag, Tata Usaha

As’adi, M. Pd.I Alamat Redaksi

Alamat Redaksi: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Jl. Marsda Adisucipto, Yogyakarta 55221, Telp (0274) 515856 Surel : papinmbantul@yahoo.com.

http://journal.uin-suka.ac.id/jurnalpmi

Jurnal PMI (Pengembangan Masyarakat Islam) diterbitkan pertama kali bulan September 2003 oleh Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga, dan

(3)

JURNAL PMI

Media Pemikiran dan Pengembangan Masyarakat

DAFTAR ISI

PENGANTAR REDAKSI v-vi PEMBINAAN MUALLAF; BELAJAR DARI YAYASAN

UKHUWAH MUALLAF (YAUMU) YOGYAKARTA

Noorkamilah 1-20 DESA JAMU: MUNCUL DAN DAMPAKNYA BAGI

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN KELUARGA DI DUSUN KIRINGAN, CANDEN, JETIS, BANTUL

Sulistyary Ardiyantika 21-36 PEMBERDAYAAN UMKM MELALUI CSR: STUDI

PADA PROGRAM CSR BANK INDONESIA YOGYAKARTA

Sela Marlena 37-52 PENGELOLAAN ZAKAT SEBAGAI SOLUSI

MENGATASI KEMISKINAN UMMAT

Afif Rifai 53-66 MAQAMAT DALAM AJARAN TASAWUF

Muhammad Hafiun 67-80 FUNGSI HADITS NABI MUHAMMAD SAW TERHADAP

AL-QUR’AN: STUDI TENTANG MATERI DAKWAH

(4)

POTRET PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN DI ORDE KERAKYATAN

Ahmad Izzudin 105-120 KECEMASAN MAHASISWA FAKULTAS DAKWAH

DAN KOMUNIKASI DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA Said Hasan Basri 121-140

(5)

PENGANTAR REDAKSI

Jurnal PMI tidak akan “lari” dari kajian-kajian transformasi sosial dan model-model intervensinya. Pada edisi kali ini Jurnal PMI mem-punyai cakupan tema yang cukup luas, dari kajian pemikiran sampai studi lapangan, mulai studi tentang ekonomi sampai kajian teologi, dari berbicara tentang muallaf sampai berbicara tentang tahapan ta-sawuf. Dilihat dari penulisnya jurnal edisi ini juga menunjukan keber-agaman, mulai dari alumni Jurusan PMI UIN Sunan Kalijaga sampai IAIN Banjarmasin.

Edisi kali ini diawali tulisan Noorkamila tentang pemberdayaan terhadap para muallaf yang selama ini “sedikit” terlupakan oleh pemerintah. Noorkamila menemukan tahapan untuk memberdayakan muallaf dari tahap prasyahadat, syahadat, pasca syahadat, dan pembinaan lanjut. Dilihat dari bentuk intervensinya pembinaan terhadap muallaf harus dilakukan dalam bentuk pembinaan keagamaan dan pembinaan kewirausahaan. Tulisan kedua, bercerita tentang terbentuknya desa jamudi Dusun Kiringan yang diulas menggunakan teori trickle down efeck. Tulisan ketiga berisi tentang pemberdayaan masyarakat (UMKM) dalam program CSR Bank Indonesia di Kelompok Pembudidaya Ikan (KPI) Mina Kepis dan usaha gula merah KSU (Koperasi Serba Usaha) Jatirogo Kulonprogo. Tulisan keempat berisi tentang pengelolaan zakat untuk mengentaskan kemiskinan. Pada tulisan tersebut Afif Rifai optimis bahwa zakat dapat mengentasan kemiskinan, asalkan melalui enam langkah pemberdayaan. Tulisan kelima mengajak pembaca untuk melakukan refleksi diri tentang posisi keagamaan kita, terutama dilihat dari maqomat tasawuf. Tulisan keenam berisi kajian pemikiran yang panjang tentang cara dakwah yang baik. Tulisan ketujuh merupakan tulisan yang cukup teoritis terkait gerakan feminism pasca reformasi dan tulisan terakhir

(6)

merupakan refleksi terhadap keilmuan dakwah dan dunia kerja. Tulisan tersebut memaparkan bahwa tingkat kecemasan mahasiswa pria ternyata lebih tinggi dalam menghadapi dunia kerja dibanding dengan wanita, sedangkan tingkat prestasi akademik, ternyata mahasiswa wanita lebih tinggi prestasi akademiknya dari pada pria.

(7)

PEMBINAAN MUALLAF; BELAJAR

DARI YAYASAN UKHUWAH MUALLAF

(YAUMU) YOGYAKARTA

Noorkamilah1

Abstrak

Tulisan ini merupakan hasil penelitian di Yayasan Ukhuwah Muallaf (Yaumu) Yogyakarta, sebuah lembaga berbadan hukum yang memiliki mandat untuk membina orang yang masuk Islam dan membimbing orang yang sudah masuk Islam (muallaf). Tema ini menjadi penting dan menarik, karena masih minimnya pembinaan muallaf yang dilakukan secara serius dan sistematis. Padahal pembinaan kepada muallaf sangat penting dilakukan mengingat mereka umumnya masih lemah, dari sisi aqidah belum kokoh, ibadah belum sempurna dan dari sisi muamalah boleh jadi menemukan masalah-masalah baru yang kompleks sebagai implikasi dari status barunya sebagai muslim. Melalui penelitian ini, diketahui bahwa muallaf yang dibina Yaumu adalah para muallaf yang melakukan peng-Islaman di Yaumu maupun di tempat lain, kemudian mengikuti pembinaan di Yaumu. Model pembinaan dilaksanakan dalam bentuk klasikal maupun individual, yang terpola dalam empat tahapan, yakni tahap pra syahadat, peng-Islaman, pasca syahadat dan tahap lanjutan. Adapun materi yang diberikan terbagi dalam dua kelompok besar yakni materi keagamaan dan materi kewirausahaan. Sementara itu, strategi yang digunakan adalah strategi pembinaan intensif, rutin dan referal.

Kata Kunci: Model Pembinaan Mualaf, Tahap Pembinaan Mualaf

1 Pengajar di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,

(8)

Pendahuluan A.

Adanya konversi (perubahan) pemeluk suatu agama kepada agama yang lain, merupakan fenomena yang cukup menarik. Dapat dikatakan bahwa fenomena konversi agama ini ada sejak munculnya keyakinan/agama baru, yang cenderung berusaha menyebarkan agama barunya tersebut kepada seluruh ummat manusia. Pada akhirnya kecenderungan ini, menjadi karakter setiap agama di dunia.

Perubahan keyakinan seseorang dari suatu agama tertentu ke dalam agama Islam, dalam bahasa agama (Islam) dikenal dengan istilah ‘muallaf’. Perkembangan muallaf di Indonesia khususnya, menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Sebutlah misalnya, muallaf di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta, setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Sampai pertengahan tahun 2012 sudah tercatat sebanyak 193 orang yang menyatakan ke-Islamannya. Bahkan beberapa bulan di akhir tahun 2012, dapat mencapai 40 orang dalam sebulan, padahal di bulan-bulan sebelumnya biasanya rata-rata hanya 10-15 orang2.

Akan tetapi meningkatnya angka muallaf, ternyata tidak diimbangi dengan pembinaan yang terstruktur bagi para muallaf ini. Kalau toh ada pembinaan, terjadi secara sporadis dan tersebar di berbagai titik seperti masjid kampus, masjid kampung, dan lain-lain. Pembinaan selama ini tidak dilakukan dengan cukup komprehensif yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan seorang muallaf. Maka tidak mengherankan apabila para muallaf ini kembali kepada agama sebelumnya. Sebagaimana pengakuan seorang murtad (keluar dari agama Islam), sebagai berikut:

‘mengapa saya memilih kembali kepada agama saya semula, ini benar-benar kesadaran diri saya sendiri. Tidak ada paksaan atau tekanan dari siapapun. Bukan juga karena motif ekonomi. Hanya saja saya merasa selama saya menjadi seorang muslim, saya tidak mampu menjalankan ibadah sebagai seorang Islam dengan sempurna. Setelah bertahun-tahun saya menjadi seorang muslim, saya belum bisa melaksanakan shalat dengan baik, saya juga tidak bisa membaca Al-Qur’an. Saya jadi bertanya-tanya, apakah Tuhan akan menerima ibadah saya kalau shalat saja saya tidak bisa bacaannya, apalagi sambil membaca bacaannya dari buku, kok rasanya lucu ya...’.3

2

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/12/07/18/m742sv-mualaf-di-indonesia-alami-peningkatan.

(9)

Ungkapan tersebut merupakan salah satu bukti, bahwa belum ada pembinaan yang dilakukan secara intensif dan integratif kepada para muallaf. Mereka yang dalam agama semula senantiasa men-jalankan ibadah dengan bersungguh-sungguh, akan dihadapkan pada keraguan dan dilema, bagaimana seharusnya menjalankan ritual iba-dah dalam agama Islam yang baik dan benar.4 Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya berbagai hal yang tidak diinginkan, sangat perlu dan penting diadakan berbagai upaya guna memberikan pembinaan terhadap para muallaf ini dari berbagai aspek. Hal ini perlu dilakukan agar hidayah yang mereka dapatkan untuk masuk ke dalam agama Is-lam, diikuti dengan pembinaan yang diberikan secara komprehensif, sehingga mampu menguatkan keimanan mereka.

Yayasan Ukhuwah Muallaf (YAUMU) adalah salah satu organisa-si kemasyarakatan yang bergerak dalam pembinaan muallaf. Yayasan ini sengaja didirikan sebagai respon atas kondisi muallaf yang pada saat itu belum ada pembinaan yang serius dari lembaga tertentu yang memang memiliki kepedulian khusus terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi para muallaf.

Untuk menjalankan misi tersebut, YAUMU melakukan dua kegiatan utama yaitu pembinaan keagamaan terkait aqidah dan ibadah, serta pembinaan pelatihan ketrampilan dalam bidang usaha ekonomi produktif. Dalam bidang pembinaan keagamaan YAUMU mencoba memberikan yang terbaik untuk para muallaf dengan memberikan pembinaan agama berupa pengajian khusus muallaf setiap pekan serta pengajian umum dan muallaf setiap bulannya, yang dibimbing oleh ustadz-ustadz yang menguasai ilmu agama Islam. Di samping itu, dua kali dalam sepekan, yayasan ini juga mengadakan pembinaan iqro atau membaca Al Qur’an rutin untuk para muallaf, juga diberikan ilmu kristologi di waktu-waktu tertentu yang memungkinkan.

Adapun terkait pembinaan pelatihan keterampilan dalam bi-dang usaha ekonomi produktif, YAUMU telah merilis beberapa usaha untuk para muallaf yang telah tersingkir dari komunitasnya, bahkan kehilangan keluarga, saudara dan pekerjaannya. Beberapa usaha yang pernah ada dan sampai saat ini masih berjalan dengan baik adalah

bu-4 Memang kondisi seperti demikian tidaklah dirasakan oleh semua muallaf, sebagian

muallaf juga ada yang menemukan kemantapan dan tetap mempertahankannya meskipun berbagai kendala menghadang, bahkan sampai kepada adanya berbagai bentuk kekerasan. Sebagai contoh dapat disimak dalam sebuah buku biografi seorang muallaf, Margaretha,

Perjalanan Panjang Menggapai Iman; memoar pergolakan batin seorang pemeluk agama tentang iman yang diyakininya, PT Pustaka Insan Madani: Yogyakarta, 2009.

(10)

didaya jamur kuping, toko bahan bangunan dan nasi gudeg. Sehingga para muallaf yang kehilangan pekerjaan dan tidak mempunyai keter-ampilan di bidang usaha, YAUMU berusaha membina mereka dengan langsung melatih dan mempekerjakan di usaha-usaha yang telah di-rintis tersebut, dengan harapan suatu saat mereka dapat mandiri5.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa YAUMU merupakan salah satu institusi atau lembaga yang memiliki keperdulian dengan menyelenggarakan pembinaan secara intensif dan komprehensif kepada para muallaf. Sejak berdiri tahun 2004 YAUMU telah mengadakan berbagai kegiatan yang tidak hanya berada di Yogyakarta saja sebagai pusat kota, melainkan juga merambah ke daerah-daerah lain sekitar Yogyakarta seperti Pandak Bantul, Kulonprogo, Mlati Sleman, dan berbagai tempat lain, dengan berbagai upaya pembinaan yang dilakukan dan telah membuahkan hasil yang cukup signifikan. Sejumlah muallaf juga telah menyatakan diri bergabung dalam keanggotaan Yaumu. Oleh karena itu, lembaga ini layak untuk dijadikan sebagai lembaga percontohan dalam membangun model pembinaan bagi para muallaf.

Tinjauan tentang Muallaf B.

Kajian tentang muallaf merupakan tema yang cukup menarik. Seringkali kata muallaf ini merujuk pada istilah yang digunakan un-tuk mereka yang baru memeluk agama Islam. Meskipun demikian, ada pula yang memaknainya sebagai orang-orang yang keimanannya dalam Islam masih lemah, betapapun telah memeluk Islam sejak la-hir.

Secara bahasa, muallaf berasal dari bahasa Arab yang berarti tunduk, menyerah, dan pasrah. Sedangkan dalam pengertian Islam, muallaf digunakan untuk menunjuk seseorang yang baru masuk Islam. Tak ada perbedaan mencolok dari dua pengertian tersebut.6 Dalam al-Qur’an kata ini ditemukan dalam Q.S. at-Taubah ayat 60 sebagai “mu’allaf quluubuhum” yang diartikan sebagai “yang dilunakkan hatinya (mu’allaf).”7

Secara definitif, istilah muallaf memiliki pemaknaan yang berbeda,

5 http://yaumu.wordpress.com/

6 Pengertian muallaf, http://muallaf.com/pengertian-mu’allaf/ diakses pada 27

(11)

baik secara historis, teologis maupun dalam makna sosiologis-politis.8 Sementara itu penggunaan istilah ini juga berbeda-beda, seperti penggunaannya dalam kehidupan keseharian, dalam dunia akademik, maupun penggunaan istilah ini secara sosiologis-politis.9

Secara historis, ada pergeseran pemaknaan terhadap kelompok muallaf ini. Pada zaman Rasulullah, kaum muallaf memperoleh perhatian yang cukup istimewa. Sebagaimana yang tercantum dalam Qs. At-Taubah; 60, bahwa muallaf adalah termasuk salah satu kelompok yang berhak menerima zakat. Demikian pula, Nabi Muhammad SAW, memberikan para muallaf ini zakat kepada mereka, dengan maksud untuk meneguhkan hati mereka, sehingga tetap pada keimanan mereka yang baru. Hati mereka para muallaf ini dilunakkan dengan pemberian zakat. Akan tetapi pada masa Abu Bakar, mereka para muallaf ini tidak lagi menerima zakat. Hal ini dikerenakan adanya perbedaan antara motif para muallaf ini dalam memeluk agama Islam. Pada masa Rasulullah, para muallaf betul-betul masuk Islam atas dasar hidayah Allah, bukan karena keterpaksaan atau sebab lainnya10. Sementara pada masa kekhalifahan berikutnya, menganggap bahwa kondisi ummat Islam sudah berbeda, saat itu Islam sudah berjaya, dan muallaf sudah tidak ada lagi karena mereka justru menjadi punggawa peradaban Islam. Bahkan, dalam hal tertentu, kualitas mereka lebih baik dibandingkan dengan kaum Quraisy Arab11.

Secara teologis, pemberian zakat yang dilakukan oleh Nabi Mu-hammad SAW, merupakan pilihan yang sangat tepat, sejalan dengan penyampaian risalah agama Islam. Dengan pemberian zakat, kelom-pok muallaf ini merasa menjadi kelomkelom-pok orang yang diperhatikan oleh kelompok barunya12.

Secara sosiologis, mereka yang dijinakkan hatinya (muallafah quluubuhum) adalah kelompok masyarakat yang belum memiliki ba-sis pengetahuan yang mendalam akan ajaran Islam. Oleh karena itu, pemberian zakat pada golongan muallaf dimaksudkan agar mereka makin teguh, kualitas keimanan mereka makin menancap, dan pada akhirnya mereka dapat mengimplementasikan keimanannya dalam

8 Choirotun Chisaan, Mualaf, dalam Nurcholis Setiawan, dkk. Meniti Kalam

Kerukunan, Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, PT. BPK Gunung Mulia:

Jakarta, 2010, hal. 86-98.

9 Ibid, hal. 98-103. 10 Chisaan, ibid, hal. 88

11 Khudlari Beik, dalam Kalam Kerukunan, hal. 90. 12 Chisaan, Mu’alaf, hal. 91.

(12)

lingkungan masyarakat Islam, atau juga dengan sesama kaum muallaf lain13. Secara politis, istilah ‘muallafah quluubuhum’ mengandung pesan ‘politik penjinakkan hati’. Ini merupakan sarana politik yang dicipta-kan untuk memberi gambaran bahwa Islam menebardicipta-kan kelembutan, kesabaran dan kedamaian. Politik penjinakkan hati dimaksudkan un-tuk tujuan persaudaraan dan kedamaian masyarakat secara umum14.

Sementara itu, Syekh Yusuf Qardhawi memberikan batasan muallaf adalah mereka yang diberi harta zakat dalam rangka mendorong mereka untuk masuk Islam, atau mengokohkan keislaman mereka, atau agar condong dan berpihak kepada Islam, atau untuk menolak keburukan mereka terhadap muslimin, atau mengharap manfaat dan bantuan mereka dalam membela kaum muslimin, atau agar mereka dapat menolong kaum muslimin dari musuh mereka, atau yang semisalnya.15

Secara lebih rinci, Yusuf Qardhawi membedakan muallaf dalam beberapa kategori, yakni 1) mereka yang diharapkan masuk Islam dengan memberikan pemberian kepada mereka atau mampu mengajak kaumnya, 2) mereka yang dikhawatirkan berbuat keburukan atau gangguan kepada kaum muslimin dan dengan memberinya akan mencegah perbuatan buruknya, 3) mereka yang baru masuk Islam lalu diberikan bantuan dari dana zakat agar mereka tetap teguh dalam keislamannya, 4) tokoh dan pemimpin muslim suatu kaum yang memiliki pengaruh besar terhadap keislaman kolega-kolega mereka yang masih kafir, 5) para pemimpin kabilah yang lemah imannya tetapi sangat ditaati oleh kaumnya, sehingga diharapkan dengan memberi mereka akan bertambah kuat imannya.16

Dengan demikian terdapat pemaknaan istilah yang berbeda mengenai batasan muallaf, bahwa mereka adalah orang yang baru masuk Islam, sehingga dasar-dasar pengetahuannya masih lemah dan dikhawatirkan kembali kepada agamanya semula. Adapun pengertian kedua, merujuk pada makna muallaf sebagai sekelompok orang yang tidak membenci Islam dan diharapkan suatu saat kelak mereka memperoleh hidayah dan masuk Islam. Pemahaman makna muallaf pada era modern saat ini, lebih merujuk pada pengertian pertama,

13 Ibid, hal. 94. 14 Ibid, hal. 95-96.

15 Yusuf Qardhawi dalam kitabnya “fiqh al-zakat” halaman 594-598, lihat http://

ibrahmu.blogspot.com/2012/11/pengertian-mu’allaf.html diakses pada 28 Oktober 2014 pukul 12.16

(13)

sementara itu pemaknaan muallaf pada awal mula diturunkannya Islam merujuk kepada kedua pengertian tersebut diatas. Sehingga pada tulisan ini, yang dimaksud muallaf adalah mereka yang baru masuk Islam dan dinilai masih lemah (atau rawan dilemahkan) dalam hal keimanannya, sehingga dikhawatirkan kembali lagi kepada agamanya semula.

Bagaimanapun pemaknaan terhadap istilah muallaf ini, sebe-narnya tidaklah menjadi halangan untuk menemukan metode yang paling tepat bagi pembinaan mereka. Karena sesungguhnya, kata muallafmerujuk kepada orang yang masih lemah dalam ber-Islam dan dimungkinkan dapat berubah pada keyakinan lain atau keyakinan awal (bukan Islam), sehingga yang lebih penting untuk dilakukan adalah bagaimana upaya-upaya agar kondisi yang secara sosiologis disebutkan bahwa mereka belum memiliki basis pengetahuan yang mendalam akan ajaran Islam, dapat menjadi kuat. Hal ini menjadi tu-gas mulia para muslim untuk memberikan pembinaan yang kompre-hensif bagi para muallaf ini.

Tim penyusun buku Muallaf yang diterbitkan sebagai kerjasama antara Kemenag RI dengan Jama’ah Al-Fikr, Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta membangun pola pembinaan muallaf da-lam empat fase pembinaan, yakni pembinaan pra-syahadat, proses peng-Islaman, pembinaan pasca syahadat dan pembinaan tindak lan-jut pasca muallaf.17 Ketiga fase pembinaan ini haruslah dilaksanakan secara konsisten sehingga proses pembinaan terhadap muallaf dapat dilakukan secara komprehensif.

Pelaksanaan pembinaan pada umumnya dilakukan oleh organisasi atau institusi tertentu, yang merasa bertanggung jawab akan adanya pembinaan terhadap muallaf. Salah satu instansi atau lembaga yang melakukan pembinaan terhadap muallaf tersebut adalah Yayasan Ukhuwah Muallaf (YAUMU) Yogyakarta. Lembaga yang berdiri pada tahun 2004 ini, mendedikasikan seluruh programnya untuk pembinaan dan pengembangan muallaf. Visi lembaga yang diusungnya adalah “Mewujudkan muallaf menjadi pribadi muslim yang muttaqin, tangguh, mandiri dan kokoh aqidahnya”.

Setelah sepuluh tahun berkiprah, telah banyak program yang dilakukan oleh lembaga ini. Tercatat telah ratusan orang yang telah melakukan peng-Islaman dibawah yayasan ini. Proses pembinaan

(14)

us-menerus dilakukan, meskipun hingga saat ini yayasan ini belum memiliki kantor sekretariat sendiri. Diantara program yang dilaksana-kan adalah 1) Pembinaan dan pembimbingan keagamaan, 2) Pelatihan ketrampilan/keahlian, 3) Kepedulian sosial, dan 4) Kerjasama antar lembaga. Pada kesempatan kali ini, akan diungkap bagaimana pem-binaan yang dilakukan oleh Yayasan Ukhuwah Muallaf terhadap ang-gotanya.

Model Pembinaan Muallaf di YAUMU C.

Merujuk pada empat fase pembinaan terhadap muallaf di atas, secara umum pembinaan muallaf yang dilaksanakan oleh Yaumu Yogyakarta mencakup keempat fase pembinaan tersebut. Akan tetapi, ada beberapa hal lain yang terkait dengan pembinaan ini, sehingga bahasan juga mencakup bentuk pembinaan, tahapan pembinaan, strategi pembinaan dan materi pembinaan.

Bentuk Pembinaan 1.

Bentuk pembinaan yang dilakukan Yaumu terbagi dalam dua bentuk, yakni pembinaan dalam bentuk klasikal dan individual. Beri-kut adalah penjelasan dari masing-masing bentuk pembinaan.

Pembinaan Individual a.

Yang dimaksud pembinaan individual adalah pembinaan yang dilakukan secara privat, satu pembimbing satu muallaf. Si-fatnya ada yang wajib, ada pula yang dilakukan berdasarkan per-mintaan muallaf. Pembinaan yang diwajibkan adalah pembinaan individual yang dilakukan pada awal pembinaan sebelum mual-laf mengucapkan syahadat. Pembinaan pada periode ini dilak-sanakan secara intensif, minimal tiga kali berturut-turut. Hal ini dilakukan agar muallaf semakin menemukan kemantapan untuk masuk Islam, sebagaimana diungkapkan oleh ibu Linda, “supaya masuk Islamnya sungguh-sungguh, ditunjukkan dengan komitment mengikuti pembinaan”.18

Pembinaan individual yang tidak diwajibkan adalah, pem-binaan intensif yang dilakukan berdasarkan permintaan muallaf, seperti pembinaan baca Al-Qur’an. Beberapa muallaf meminta Yaumu untuk membimbing mereka membaca Al-Qur’an. Beber-apa orang lainnya meminta diberi bimbingan di bidang ekonomi, misalnya, atau bidang yang lain, termasuk di dalamnya melayani

(15)

‘curhat’ dari para muallaf ini.

Proses pembinaan dapat berlangsung di tempat tinggal pembimbing, di masjid atau di tempat lain yang disepakati ber-sama. Terkadang pembimbing juga melakukan home visit, kunjun-gan langsung ke rumah muallaf. Hal ini selain bertujuan untuk melakukan bimbingan langsung kepada muallaf yang bersangku-tan, juga diharapkan dapat sekaligus melakukan dakwah kepada keluarga muallaf, jika situasinya memungkinkan.

Ada ketentuan tidak tertulis yang disepakati Yaumu, bahwa seorang pembina hanya diperkenankan untuk membina sebanyak-banyaknya tujuh orang muallaf. Hal ini dilakukan mengingat seorang pembina akan sangat kesulitan bila membina lebih dari tujuh orang muallaf, khawatirnya muallaf tidak akan terbina secara optimal, demikian pula pembinanya dikhawatirkan akan terbebani sehingga justru mengganggu ritme kehidupan keseharian para pembina.19

Pembinaan Klasikal b.

Proses pembinaan klasikal dilakukan layaknya sebuah maj-lis taklim. Pembinaan klasikal ini dipusatkan di masjid An-Nur, sebuah masjid kampung yang berada di sekitar sekretariat Yau-mu. Demikian pula di masjid-masjid yang menjadi mitra binaan Yaumu, menggunakan metode pembinaan klasikal ini.

Dalam prosesnya, semua peserta pembinaan membentuk for-masi melingkar. Termasuk pembina ada diantara mereka. Selain para muallaf, para pengurus yayasan juga kerap mengikuti pros-esi pembinaan klasikal ini. Umumnya waktu yang dibutuhkan un-tuk melaksanakan pembinaan sekitar 1,5 jam. Di masjid An-Nur sendiri, pembinaan klasikal dilaksanakan setiap hari Ahad sore, mulai pukul 16.00 – 17.30.

Pembinaan Bersama c.

Pembinaan model ketiga ini, yakni pembinaan bersama, di-maksudkan untuk pembinaan klasikal, akan tetapi dari sisi ma-teri merujuk kepada permasalahan individu, sedangkan dari sisi strategi penyelesaian masalah, dilakukan secara bersama-sama antara semua warga dan pengurus. Model pembinaan bersama ini dilakukan secara berkala setiap bulan sekali, tepatnya setiap hari Ahad sore, pada pekan ke-4.

Bersama-sama dalam sebuah forum membentuk lingkaran

(16)

besar, dilakukan semacam sharing antar individu. Masing-mas-ing warga diberi kesempatan yang sama untuk mengungkapkan berbagai masalah, hambatan atau rintangan, serta kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi solusi atas apa yang menjadi permasalahan tersebut ditawarkan kepada seluruh warga yang hadir. Boleh jadi diantara para mual-laf tersebut ada yang pernah mengalami hal yang sama, dan hen-dak berbagi pengalaman dengan saudaranya sesama muallaf. Konsepnya memang sharing, berbagi pengalaman antara muallaf yang satu dengan lainnya, akan tetapi dalam proses ini tetap di-dampingi oleh pengurus atau oleh pembina ahli, yang berperan untuk memberikan klarifikasi atas berbagai persoalan yang mun-cul, yang sekiranya belum mengarah pada pemecahan masalah yang tepat. Sehingga, berangkat dari proses seperti demikianlah, forum pembinaan ini dinamakan oleh penulis sebagai pembinaan bersama.

Tahapan Pembinaan 2.

Tahapan pembinaan dimaksudkan sebagai proses pembinaan ke-pada para muallaf, berdasarkan ke-pada status muallaf. Terdapat empat tahapan pembinaan, yakni tahap Pra-Syahadat, tahap peng-Islaman (syahadat), tahap Pasca-Syahadat dan tahap pembinaan lanjutan. Tahap Pra-Syahadat adalah tahap pembinaan yang ditujukan bagi calon muallaf yang baru meminta kepada Yaumu untuk di-Islamkan. Adapun tahap peng-Islaman, adalah tahap calon muallaf mengikrar-kan dua kalimah syahadat sebagai bukti bahwa ia masuk Islam.

Gambar : Alur Tahapan Pembinaan Muallaf Sumber : Diolah dari data penelitian

(17)

pembinaan yang ditujukan bagi mereka yang sudah memiliki status sebagai muallaf muslim. Dan tahap pembinaan lanjutan adalah ta-hap regenerasi, yakni penyiapan kader pembinaan muallaf. Adapun tahapan tersebut dapat ditunjukkan dalam gambar di atas.

Pembinaan Pra Syahadat a.

Bila dalam konteks pelayanan sosial, proses mendapatkan klien (pemanfaat layanan) dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan mendatangi langsung klien (jemput bola) atau se-baliknya, klien yang mencari/menemui pemberi layanan. Proses mendapatkan klien (calon muallaf) di Yaumu menggunakan cara yang kedua, yakni klien langsung mendatangi Yaumu dan mem-inta pembinaan dari Yaumu. Tahap ini ditegaskan lagi oleh Yau-mu, dengan meminta calon muallaf membuat pernyataan tertulis yang dapat digunakan sebagai bukti bahwa calon muallaf tersebut benar-benar meminta pembinaan kepada Yaumu secara sukarela dan tidak terpaksa.

Pada tahap ini, calon muallaf memiliki kewajiban untuk melakukan bimbingan intensif (private) bersama salah seorang pembimbing yang telah ditentukan oleh Yaumu. Proses ini sekurang-kurangnya dilakukan selama tiga kali, sebelum dilaku-kan peng-Islaman. Pembinaan intensif ini dilakudilaku-kan semata-mata untuk memberikan kemantapan pada diri calon muallaf, bahwa mereka telah memilih jalan yang benar. Bahwa mereka pernah be-rada di jalan yang salah adalah masa lalu, dan kini saatnya me-mandang masa depan yang lebih baik.

Biasanya, pada saat peng-Islaman, para calon muallaf ini memang sudah mantap masuk Islam dan telah memahami betul resiko-resiko yang dapat timbul dari keputusannya berpindah agama, sebagaimana yang dituturkan oleh Amelia, seorang mual-laf yang baru saja melakukan peng-Islaman, ketika ditanya ten-tang kesiapannya berhadapan dengan keluarga besarnya, sebagai berikut: “saya siap dengan berbagai resiko yang harus saya terima, bah-kan untuk resiko terburuk, saya dikeluarbah-kan dari daftar keluarga-seperti yang dialami saudara sepupu saya, saya sudah siap”.20

Tahap Peng-Islaman b.

Proses peng-Islaman biasanya dilakukan sesegera mungkin.

20 Wawancara dengan Am, beberapa saat setelah peng-Islaman, pada hari Senin, 10

(18)

Yaumu tidak akan menunda-nunda proses peng-Islaman apabila muallaf sudah siap untuk di-Islamkan. Hal ini menghindari ke-mungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti adan-ya kemungkinan adan-yang bersangkutan berubah pikiran, tidak jadi masuk Islam, atau bahkan tidak sempat mengucapkan kalimah syahadat karena dipanggil Tuhan, sebagaimana yang dituturkan oleh ibu Linda, “Yaumu biasanya merespon cepat permohonan peng-islaman. Khawatirnya mereka berubah pikiran, dan siapa yang tahu kan ajal seseorang....”.21

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang muallaf sebelum dilakukan peng-Islaman, yakni; 1) Foto copy KTP yang masih berlaku, 2) mengajukan permohonan, 3) mengi-kuti pembinaan instensif sekurang-kurangnya 3 kali.

Proses peng-Islaman ini dilaksanakan oleh seorang pem-bimbing laki-laki untuk muallaf laki-laki dan seorang pembimb-ing perempuan untuk muallaf perempuan. Bila yang masuk Islam adalah suami istri, maka peng-Islaman dibimbing oleh pembimb-ing laki-laki. Adapun prosesi dari peng-Islaman ini adalah sebagai berikut:22

Pembacaan permohonan peng-Islaman oleh muallaf. 1)

Teks permohonan sudah disiapkan dan sudah ditandatan-2)

gani oleh calon muallaf. Pada saat prosesi, teks ini dibaca-kan kembali, dan didengar oleh seluruh warga yang me-nyaksikan prosesi peng-Islaman.

Membaca

3) Basmallah.

Prosesi peng-Islaman diawali dengan membaca lafadz 4)

Basmallah, Bismillaah arrahmaan arrahiim, dibimbing oleh pembimbing peng-Islaman.

Membaca dua kalimah syahadat, beserta artinya. 5)

Kata demi kata pembimbing membacakan dua kalimah 6)

syahadat. Bila pembacaan kalimah syahadat ini belum be-gitu jelas, maka pembimbing mengulang-ulangnya sampai beberapa kali. Setelah itu, baru kemudian dibaca artinya. Pemberian tausyiah.

7)

Tausyiah atau nasihat disampaikan begitu prosesi peng-8)

Islaman selesai. Bagi muallaf perempuan, tausyiah disam-paikan oleh pembimbing perempuan, dan bagi muallaf

(19)

laki-laki, tausyiah diberikan oleh pembimbing laki-laki. Materi tausyiah melipuiti 3 aspek, pertama, tentang aqidah, kedua, tentang ibadah dan ketiga, tentang muamalah.23 Pembacaan do’a.

9)

Pembacaan do’a bersama dipimpin oleh salah seorang 10)

pembina. Biasanya bila yang memberi tausyiah laki-laki, maka beliau inilah yang sekaligus juga memimpin do’a bersama. Akan tetapi bila muallafnya perempuan, dan yang menyampaikan tausyiah juga perempuan, maka pembacaan do’a bersama dipimpin oleh seorang laki-laki. Pemberian cinderamata, sebagai tanda cinta kasih. 11)

Cinderamata ini berisi; Al-Qur’an dan Terjemah, Panduan 12)

Shalat, Fiqh dan Tafsir. Diharapkan cinderamata ini dapat menjadi bekal muallaf ketika ada sesuatu hal yang harus segera ditemukan jawabnya. Cinderamata ini sengaja beri-si ajaran yang pokok-pokok saja, seperti tuntunan shalat dan fiqh.

Pada akhir peng-Islaman, biasanya semua jama’ah yang menghadiri prosesi ini diminta untuk memberikan salam, men-gucapkan selamat kepada muallaf. Suasana haru biasanya akan mengikuti prosesi ini. Betapa tidak, ini adalah momuntum ber-sejarah bagi para muallaf, dan bagi para hadirin yang menyak-sikan juga merupakan kebahagiaan tersendiri atas hidayah Allah yang telah diturunkan kepada salah seorang hamba-Nya.24 Di-antara hak muallaf selain memperoleh cinderamata, mereka juga memperoleh sertifikat, sebagai tanda bukti telah berpindah keya-kinan.

Pembinaan Pasca Syahadat c.

Proses pembinaan pasca syahadat ini bukan berarti hanya diberikan kepada mereka para muallaf yang melakukan prosesi peng-Islaman di Yaumu saja, melainkan berlaku bagi siapa saja muallaf, baik yang telah lama menjadi muallaf maupun yang baru saja menjadi muallaf, baik yang melakukan peng-Islaman di Yau-mu maupun di tempat lain.

Pembinaan pasca syahadat sangat perlu dilakukan untuk menjaga semangat ke-Islaman muallaf dan meningkatkan kei-manan dan keyakinan muallaf yang relatif masih baru mengenal

23 Wawancara dengan Bapak Is, hari senin, 10 Desember 2012. 24 Hasil observasi pada hari Ahad, 9 Desember 2012.

(20)

Islam. Tidak sedikit muallaf yang kembali kepada keyakinannya semula, salah satunya disebabkan karena tidak adanya pembinaan yang dilakukan kepada mereka setelah mengikrarkan kalimah syahadat. Padahal sebenarnya, apapun motivasi dibalik keinginan para muallaf masuk agama Islam, itu merupakan hidayah Allah yang sudah seharusnya disambut baik oleh kaum muslim.

Banyak para muallaf yang akhirnya harus mencari sendiri sumber-sumber yang dapat membantu mereka meningkatkan kualitas keislaman mereka. Selama semangat ber-Islam masih kuat, sebenarnya tidak ada masalah dengan hal demikian. Akan tetapi, tidak semua muallaf memiliki semangat dan motivasi yang tinggi untuk terus-menerus menyempurnakan keislamannya. Bagi yang kurang kuat, sangat mungkin mereka memilih untuk kembali kepada keyakinannya semula, karena mungkin, merasa dalam Islam tidak menemukan apa yang mereka harapkan.

Dengan demikian, sebenarnya pembinaan pada tahap pasca syahadat ini menempati kedudukan yang sangat menentukan. Meningkat atau tidaknya kualitas keislaman seorang muallaf sangat ditentukan dari pembinaan yang dilakukan pada tahap ini. Hal inilah yang sangat disadari oleh para pengurus Yaumu. Sehingga tidak mengherankan bila para pengurus ini, khusus-nya mereka yang termasuk pengurus senior, bekerja all out dalam yayasan ini25.

Pembinaan Lanjutan d.

Pembinaan yang dimaksudkan lebih merupakan proses kaderisasi dalam tubuh Yaumu. Walaubagaimanapun Yaumu membutuhkan proses regenerasi pembina. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membina mereka yang dipandang po-tensial secara lebih maksimal sehingga mereka, para muallaf ini juga mampu membina muallaf yang lain. Karenanya, saat ini ter-dapat beberapa muallaf yang telah menjadi pembina bagi mual-laf lainnya, bahkan telah mampu melakukan pembinaan pada pra syahadat dan membimbing prosesi peng-Islaman.26

Materi Pembinaan 3.

Materi pembinaan muallaf di Yaumu terbagi dalam dua hal, yakni materi keagamaan dan materi kewirausahaan. Mengapa hal ini dilakukan, karena sebenarnya Yaumu sangat menyadari betul, bahwa

(21)

“tidak bisa membina agama, sementara perutnya keroncongan”.27 Bahkan bukan rahasia lagi kalau ternyata banyak orang Islam yang murtad karena masalah perut ini. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, bah-wa, “kefakiran akan mendekatkan seseorang pada kekufuran”.

Sudah umum diketahui di beberapa daerah tertentu, keimanan seseorang hanya sebesar Mie Instan, dapat berubah begitu saja hanya karena di beri Mie Instan. Hal ini merupakan fenomena yang cukup memprihatinkan. Bahkan ada beberapa daerah yang pada tahun sebe-lumnya 100% muslim, saat ini sulit mencari keluarga muslim, karena hampir semua penduduk telah berpindah agama. Oleh karena itu, pembinaan perlu dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan rohani saja, melainkan juga untuk memenuhi kebutuhan jasmani.

Pembinaan Keagamaan a.

Pembinaan keagamaan dalam hal ini dilakukan dengan membina muallaf dari aspek keagamaan. Materi-materi yang diberikan terkait pembinaan keagamaan adalah materi-materi pokok, seperti penguatan aqidah, ibadah dan muamalah.

Materi penguatan aqidah perlu diberikan karena, mereka para muallaf ini masih relatif baru mengenal Islam, sehingga pen-guatan aspek aqidah menjadi penting untuk dilakukan. Terlebih ada perbedaan yang cukup tajam antara hal-hal yang diyakini se-bagai Tuhan pada keyakinan sebelumnya dengan materi ketauhi-dan dalam agama Islam.

Oleh karena itu, dalam pemberian materi aqidah ini, senan-tiasa dilakukan perbandingan-perbandingan, ditunjukkan perbe-daan-perbedaan yang cukup mendasar antara hal-hal yang harus diyakini dan diimani dalam Islam dengan apa yang para muallaf yakini sebelumnya. Untuk menguasai materi ini, kerapkali pengu-rus mengambil tema khusus membahas Kristologi, karena secara kuantitatif juga, para muallaf ini lebih banyak yang berasal dari agama Kristen dan Katolik, meskipun ada sebagian kecil yang be-rasal dari agama Hindu atau Budha.

Materi keagamaan yang terkait dengan ibadah, diberikan ter-utama pada bab shalat. Yaumu mempertimbangkan bahwa shalat adalah kewajiban muslim yang harus dilakukan dan merupakan amal pertama yang dihisab kelak di yaumil akhir. Oleh karena itu, ada penekanan khusus dalam pembinaan materi ibadah shalat

(22)

ini.

Para muallaf dibimbing sejak bab thaharah, bagaimana cara mereka berwudlu, bahkan bagaimana cara bersuci seketika usai melakukan ikrar syahadat. Berikutnya adalah bagaimana sha-lat ditegakkan, tata cara beserta bacaannya. Materi ini diberikan tidak hanya dalam bentuk teori, melainkan juga praktik. Sehingga pembimbing dapat langsung membetulkan bila ada praktik yang dianggap masih kurang sempurna. Materi ibadah akan terus-menerus meningkat kepada bab berikutnya seperti bab puasa dan zakat.

Materi pembinaan terkait muamalah menjadi penting pula diberikan mengingat sebagai seorang muallaf, mereka menyan-dang status baru. Tentu saja status baru akan berimplikasi pada peran sosial yang baru di masyarakat. Mereka tidak akan lagi mengikuti ritual ibadah bersama penganut agama sebelumnya. Sebaliknya, mereka akan bertemu dengan banyak orang yang baru dikenalnya. Mereka juga dihadapkan pada kemungkinan orang terdekatnya menolak keputusan yang mereka ambil, teu-tama orang tua dan keluarga besarnya.

Khusus untuk interaksi dengan orang tua, Yaumu sangat me-nekankan pentingnya berbuat baik kepada orang tua, apapun aga-manya. Para muallaf disarankan untuk tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti orang tua mereka, betapapun dihadapkan pada resiko terburuk, dicoret dari daftar anggota keluarga. Sela-manya orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan memb-esarkan hingga dewasa. Karenanya, Islam mewajibkan setiap um-matnya untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua.

Pembinaan Kewirausahaan b.

Pembinaan kewirausahaan hanya diberikan kepada mereka yang secara ekonomi masih lemah. Pembinaan dilakukan dengan memberikan bantuan modal usaha, yang jumlahnya bervariasi se-suai kebutuhan permodalan muallaf, yakni berkisar Rp. 500.000,00 – Rp. 1.000.000,00. Modal yang diberikan tesebut merupakan uang pinjaman, lebih tepatnya, pinjaman tanpa bunga-- yang tetap har-us dikembalikan kepada Yaumu dengan mekanisme tertentu.

Mekanisme yang dimaksud adalah, dengan mewajibkan pen-erima modal untuk menyisihkan uang hasil usaha hari itu untuk dua hal pokok, yakni infaq (yang jumlahnya sesuai kemampuan)

(23)

dan nyicil angsuran pinjaman modal. Sehingga dalam waktu yang telah ditentukan, pinjaman ini pun berakhir dan dinyatakan telah selesai atau dilunasi.

Untuk memperoleh pinjaman tersebut, Yaumu mensyaratkan dua hal agar dipenuhi oleh muallaf yang membutuhkan pembi-naan kewirausahaan, yakni; 1) surat permohonan, dan 2) naskah kerjasama, dan 3) kesediaan mengembalikan pinjaman. Setelah hal tersebut dipenuhi, pihak Yaumu akan memberikan modal yang dibutuhkan sesuai dengan usulan pinjaman yang diajukan, setelah terlebih dahulu dilakukan analisis kebutuhan oleh pihak Yaumu berdasarkan jenis usaha yang akan dilakukan. Tidak hanya ban-tuan modal, Yaumu juga turut memberikan banban-tuan teknis dalam mengembangkan usaha muallaf. Misalnya, dengan memberikan masukan-masukan ketika muallaf merasa tidak menemukan jalan keluar, seperti usaha apa yang sebaiknya dijalankan, bagaimana menjalankan usaha itu, dimana usaha itu dijalankan, dsb.28

Strategi Pembinaan 4.

Pada prinsipnya, pembinaan yang dilakukan oleh Yaumu men-gacu kepada cita-cita sederhana tetapi mulia, yakni ”Memfasilitasi orang yang mau masuk Islam dan membimbing orang yang telah masuk Islam”.29 Oleh karena itu, secara umum pembinaan yang dilakukan Yaumu ter-hadap warganya, tidak lepas dari cita-cita mulia tersebut.

Strategi pembinaan dimaksudkan sebagai upaya untuk menca-pai cita-cita tersebut. Ada tiga strategi besar yang digunakan Yaumu dalam proses pembinaan, yakni pembinaan yang dilakukan secara in-tensif, pembinaan rutin dan pemberian rujukan (referal).

Pembinaan Intensif a.

Pembinaan pada dasarnya merupakan suatu proses yang ber-sifat evolutif. Sebuah proses membangun kesadaran dan pemaha-man atas sesuatu hal yang mepemaha-mang menjadi materi pembinaan. Akan tetapi dalam situasi tertentu yang dianggap merupakan kondisi emergency, proses evolusi ini ‘dipaksa’ melakukan tugas-nya sesingkat mungkin. Sehingga diperlukan proses penguatan kesadaran dan pemahaman dalam waktu yang relatif singkat. Maka dilakukanlah pembinaan intensif, dengan tujuan dalam waktu sesingkat mungkin terbentuk kesadaran baru.

28 Wawancara dengan Bapak H. Is, 10 Desember 2012 29 Wawancara dengan Bapak H. Is, tanggal 10 Desember 2012

(24)

Pembinaan intensif diberikan Yaumu kepada calon muallaf yang telah menyatakan keinginannya untuk berpindah keyaki-nan ke dalam agama Islam. Bagi Yaumu, seketika ada orang yang mengutarakan keinginannya, itu adalah bagian dari hidayah Allah yang harus segera disambut dan disikapi secara positif. Yaumu tidak akan memperpanjang dan memperlambat proses, prinsip-nya, kalau bisa dipercepat, kenapa diperlambat?

Pembinaan intensif akan sangat membantu calon muallaf untuk semakin memantapkan bathinnya dalam memasuki agama baru, yang sangat berbeda dengan keyakinannya semula. Melalui pembinaan intensif ini, secara mental calon muallaf juga disipak-an untuk mampu menghadapi berbagai resiko pasca perpindahdisipak-an agamanya.

Pembinaan Reguler b.

Pembinaan reguler merupakan pembinaan yang dilaksana-kan secara rutin setiap pedilaksana-kan, yang dilaksanadilaksana-kan setiap hari Ahad sore, bertempat di masjid An-Nur, Bantengan, Yogyakarta. Adapun agenda pembahasan pada Ahad pekan pertama adalah-kajian aqidah, ibadah, akhlaq dan muamalah, diselang-seling se-tiap pekannya dengan kajian Kristologi. Sementara itu materi ka-jian pada Ahad kedua sampai ke lima, berisi tentang pendalaman ke-Islaman.

Acara pembinaan pekanan ini diawali dengan membaca tila-wah dan terjemah Al-Qur’an, kemudian kultum oleh pembina yang bertugas pada pekan tersebut, dan diakhiri dengan tausyiah oleh ustadz/ustadzah yang ditunjuk. Semua petugas tilawah, kul-tum maupun tausyiah telah terjadwal, yang berlaku selama satu tahun. Diluar agenda rutin pekanan tersebut, seringkali ada acara peng-Islaman, sehingga agenda yang sudah direncanakan dirang-kaikan dengan acara peng-Islaman tersebut.

Pembinaan rutin juga dilakukan di daerah-daerah yang men-jadi mitra binaan Yaumu. Ada yang secara rutin dilakukan peka-nan, 2 pekapeka-nan, bulapeka-nan, bahkan ada yang setiap 3 bulan. Dalam acara rutin di daerah mitra binaan ini, pengurus Yaumu akan had-ir di lokasi, betapapun jaraknya cukup jauh.

Rujukan (

c. Referal)

Referal yang dimaksud disini adalah pengalihan pembinaan yang dilakukan Yaumu karena ada kendala teknis, seperti

(25)

ja-rak tempat tinggal yang jauh. Biasanya para muallaf ini ditanyai masjid terdekat dengan rumahnya, kemudian pihak Yaumu secara resmi menyampaikan kepada masjid tersebut bahwa ada diantara warganya yang telah menjadi muallaf. Yaumu juga meminta pihak masjid untuk melanjutkan pembinaan terhadap muallaf tersebut.

Masih dalam strategi ini, Yaumu juga memiliki mitra binaan, yang tersebar di beberapa daerah di Yogyakarta, yakni di Imo-giri dan Pundong di Bantul, kemudian di Kisik Kulonprogo dan Gamping serta Minggir, di Sleman. Setiap mitra binaan ini memi-liki komunitas dampingan muallaf. Berbagai kegiatan dampingan dipusatkan di masjid-masjid.

Umumnya daerah yang menjadi mitra binaan ini adalah ter-masuk daerah yang rawan pemurtadan. Sebagai contoh, mitra bi-naan di Pundong Bantul, terbentuk beberapa saat setelah adanya bencana gempa bumi di Bantul. Yaumu sangat menyadari bahwa dalam kondisi semacam itu, sangat rawan terjadi pemurtadan. Sehingga Yaumu berinisiatif untuk membuka posko bantuan ke-manusiaan, dan sampai sekarang daerah ini menjadi mitra binaan Yaumu.

Kesimpulan D.

Muallaf pada hakikatnya merupakan kelompok orang Islam yang masih lemah dalam ke-Islamannya. Keimanannya belum kokoh, masih sangat mungkin goyah, sehingga diperlukan pembinaan yang intensif untuk menguatkan kondisi keimanannya. Meskipun demiki-an, permasalahan muallaf tidaklah hanya sebatas masalah keyakinan yang belum kokoh, melainkan juga tidak sedikit muallaf yang juga di-hadapkan pada masalah perekonomian yang lemah. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya pembinaan secara komprehensif, sehingga terjadi peningkatan kualitas muallaf dari segi keimanan, maupun so-sial ekonomi kemasyarakatan.

Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kebijakan yang secara tegas dan jelas mengatur siapa sebenarnya pihak yang paling ber-tanggung jawab melakukan pembinaan-pembinaan tersebut. Adanya inisiatif dan keinginan mulia yang dimiliki oleh masyarakat, seperti YAUMU, kemudian mengisi kekosongan peran yang semestinya telah diantisipasi dan dilaksanakan secara serius oleh pihak terkait, dalam hal ini adalah pemerintah, khususnya Kementerian Agama.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemah New Cordova, Syamil Qur’an: Bandung, 2012.

Choirotun Chisaan, Mu’alaf dalam Nurcholis Setyawan, dkk. Meniti Kalam Kerukunan, Beberapa Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, PT BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2010.

Margaretha, Perjalanan Panjang Menggapai Iman; memoar pergolakan ba-tin seorang pemeluk agama tentang iman yang diyakininya, PT Pus-taka Insan Madani: Yogyakarta, 2009.

Suisyanto, dkk., Pembinaan Muallaf, Dirjen Kemenag dan Kelompok Studi al-Fikroh: Yogyakarta, 2011.

h t t p : / / w w w. r e p u b l i k a . c o . i d / b e r i t a / d u n i a i s l a m / i s l a m - nusantara/12/07/18/m742sv-mualaf-di-indonesia-alami-pening-katan.

http://www.mualaf.com

(27)

DESA JAMU: MUNCUL DAN DAMPAKNYA

BAGI PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

KELUARGA DI DUSUN KIRINGAN,

CANDEN, JETIS, BANTUL

Sulistyary Ardiyantika1

Abstrak

Keberadaan jamu saat ini sudah tidak seeksis di zamannya dahulu. Jamu sebagai warisan nenek moyang yang seharusnya dilestarikan keberadaanya saat ini bernasib sangat memprihatinkan. Apalagi di tengah perkembangan obat-obatan modern yang kiat menjamur saat ini semakin menggiring jamu menuju ambang kepunahan. Namun pemandangan berbeda terjadi di Dusun Kiringan Bantul, ratusuan ibu-ibu di dusun ini masih tetap menjaga eksistensi jamu tradis-ional. Dusun ini bahkan sampai dijuluki sebagai dusun jamu karena keberadaan para penjual jamunya yang sudah hampir beratus-ratus tahun lamanya memproduksi jamu. Awal mula lahirnya Dusun Kiringan sebagai Dusun Jamu dimulai dari keberhasilan satu orang yang menular ke tetangganya yang akhirnya membuat satu kam-pung melakukan peniruan. Dilihat dari dampak, profesi sebagai penjual jamu telah menjadikan ibu-ibu di Dusun Kiringan lebih produktif yang mampu berpenghasilan sendiri demi membantu dan meningkatan kesejahteraan keluarganya.

Kata Kunci: Lahirnya Desa Jamu, Peniruan, Peningkatan Kes-ejahteraan.

1 Sulistyary Ardiyantika S.Sos.I Merupakan alumnus dari Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam dan saat ini aktif menjadi Volunteer di Pusat Layanan Difabel serta menjadi salah satu pengurus Laboratorium PMI.

(28)

Pendahuluan A.

Sebagai negara kepulauan, Indonesia dikenal sebagai daerah tropis yang kaya akan berbagai jenis spesies. Luas wilayah Indonesia sekitar 9 juta km2 terdiri dari 2 juta km2 daratan dan 7 juta km2 lautan. Indonesia mempunyai tingkat keberagaman kehidupan yang sangat tinggi sehingga dikenal sebagai Mega Center dengan keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar kedua setelah Brazil. Indonesia mempu-nyai sekitar 30.000 jenis tumbuhan endemik atau asli Indonesia, yang mana 7.000 diantaranya dipercaya memiliki khasiat sebagai obat.2 Khasiat obat yang terkandung dalam berbagai tumbuhan tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan berbagai ramuan kesehatan tradis-ional, seperti jamu.

Jamu di Indonesia pertama kali muncul di lingkungan istana, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Dahulu resep jamu hanya dikenal di kalangan keraton dan tidak diperbolehkan keluar dari keraton. Sampai permulaan abad XX tradisi meracik jamu terse-but masih menjadi sesuatu yang ekslusif dan hanya dikerjakan oleh kalangan tertentu saja. Tetapi seiring perkembangan zaman, orang-orang lingkungan keraton mulai mengembangkan dan mengajarkan bagaimana meracik jamu kepada masyarakat di luar benteng keraton dan menyebar di seluruh wilayah di Jawa sehingga keberadaan jamu sangat identik dengan masyarakat Jawa.3

Tradisi meramu tanaman untuk obat tidak hanya terdapat di In-donesia, beberapa wilayah seperti India, Arab dan China mempunyai tradisi serupa dengan tradisi jamu di Indonesia. Di Arab memiliki tra-disi pengobatan tratra-disional yang dikenal dengan sebutan Thibb Asy-Sya’biy dan diperkirakan sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW terdahulu. Sedangkan di India istilah meramu obat tradisional dikenal dengan filosofi Ayurveda. Adapun di China, obat tradisional China (Traditional Chines Medicine) telah lebih dari 3000 tahun diper-cayakan masyarakat sebagai sistem pengobatan umum sampai saat ini dan bahkan oleh pemerintah China menetapkan obat tradisional China sebagai salah satu pusaka negara4.

Hal ini berbeda dengan perkembangan jamu di Indonesia, seiring

2 Sampurno, Obat Herbal Dalam Prespektif Medik Dan Bisnis. Penelitian

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta, 2007.

3 Joko Prasetiyo, “Jamu-Nusantara”, Http://Www.Bursaide.Com/Ide/143/

Jamu-Nusantara. Diakses pada 08-04-2013.

(29)

perkembangan zaman keberadaan jamu semakin tergeser dari kehidu-pan masyarakat oleh kehadiran berbagai macam obat modern. Keam-puhan obat modern yang dianggap lebih cepat dalam menyembuh-kan penyakit menjadimenyembuh-kannya sangat populer di kalangan masyarakat. Apalagi dalam dunia kedokteran, obat-obatan modern selalu diberi-kan kepada pasiennya sebagai resep utama untuk penyembuhan. Pa-dahal jika diteliti, sebenarnya dibalik keampuhan obat-obatan modern tersebut terdapat efek samping yang merugikan dan banyak mening-galkan residu bagi tubuh manusia. Walaupun efektivitas dan stabilitas produknya sudah teruji, tetapi tingkat keamanan dan keberhasilan-nya masih diragukan. Apalagi Jika dikonsumsi secara berlebihan dan terus-menerus, beresiko tinggi menimbulkan kerusakan pada jantung, ginjal, hati dsb. Kondisi ini secara otomatis akan memunculkan per-soalan baru di masyarakat karena niat hati mengkonsumsi obat untuk menyembuhkan penyakit tetapi justru merupakan sumber datangnya suatu penyakit.

Anggapan bahwasanya mengkonsumsi obat modern lebih ce-pat menyembuhkan penyakitpun semakin mematahkan keberadaan obat-obatan tradisional, seperti jamu. Jamu sebagai salah satu bukti napak tilas perjalanan kehidupan nenek moyang terdahulu, saat ini jejaknya semakin menghilang dan terus bergeser menuju kepunahan.5 Pergeseran kebudayaan yang terus berkembang mengikuti perubahan zaman serta pilihan menerapkan pola hidup serba instan menjadi tren di masyarakat sehingga mengakibatkan keterpurukan bagi dunia per-jamuan. Perubahan karakter masyarakat yang sudah bermetamorfosis dengan dunia modern juga menjadi pemicu utamanya.

Usia yang lama lantas tidak menjamin suatu kepopuleran, buk-tinya saja keberadaan jamu yang sudah ribuan tahun berkiprah men-emani masyarakat bisa terhimpitkan seiring berjalannya waktu. Na-mun, di Dusun Kiringan, Canden, Kecamatan Jetis, Bantul hampir semua rumah memproduksi jamu sehingga dikenal sebagai “dusun Jamu”.6 Dusun ini bahkan dikenal sebagai sentra penghasil jamu terbesar di Yogyakarta. Berbagai resep tradisional diperoleh langsung dari nenek moyangnya dari generasi ke generasi. Keberhasilan dalam menjaga eksistansi jamu tidak terlepas dari peran para perempuan di

5 Perpustakaan Nasional RI, Seri Obat-Obatan Tradisional Dalam Naskah Kuno. (

Jakarta: 1993). Hal. 504.

6 Wawancara dengan Bapak Karjilan, Masyarakat Dusun Kiringan, Canden, Jetis

(30)

Dusun Kiringan. Jamu-jamu tersebut diproduksi dan didistribusikan oleh para perempuan ke berbagai penjuru di daerah Bantul dan seki-tarnya.

Berdasarkan latar belakang di atas saya ingin mengetahui 1). Ba-gaimana sejarah munculnya Dusun Kiringan sebagai dusun jamu? dan 2). Bagaimana dampak dari adanya profesi sebagai penjual jamu tersebut dalam peningkatan kesejahteraan keluarga.

Kajian Pustaka B.

Terdapat beberapa penelitian yang mengulas tentang Dusun Kiringan. Seperti halnya Penny Rahmawaty, Nahiyah Jaidi Faraz dan Gunarti dalam penelitiannya yang berjudul ”Pemberdayaan Perempuan Pengrajin Jamu Gendong Di Dusun Kiringan, Canden, Jetis Kabupaten Bantul”7 yang difokuskan kepada pengurus dan anggota kelompok pengerajin jamu gendong yang tergabung dalam Koperasi Seruni Putih. Sedangkan penelitian kedua membahas tentang hasil Evalu-asi Program Pemberdayaan Perempuan BerbEvalu-asis Iptek Di Dusun Kiringan, Canden, Jetis Bantul DIY.8 Dalam penelitian ini membahas sejauh mana tingkat keberhasilan pemberdayaan yang dilakukan melalui kelom-pok pengerajin jamu gendong “Seruni Putih” di Kiringan dan manfaat yang diperoleh dari hasil pemberdayaan bagi para penjual jamu terbut. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, se-cara keseluruhan belum ada yang membahas sese-cara spesifik menge-nai bagaimana sejarah awal terbentuknya dusun Kiringan sehingga menjadi dusun jamu dan dampak yang dihasilkan dari profesinya se-bagai penjual jamu tersebut dalam proses peningkatan kesejahteraan keluarganya.

Kerangka Teori C.

Dampak merupakan suatu akibat yang timbul setelah dilaku-kannya sesuatu. Adapun dampak yang bersifat positif akan mengun-tungkan dan dampak negatif bersifat merugikan. Serupa ketika suatu dampak menghasilkan hal yang positif akan menjadi rujukan banyak kalangan untuk pro dan berusaha mengikutinya akan tetapi

seba-7 Penny Rahmawaty, dkk. Pemberdayaan Perempuan Pengrajin Jamu Gendong

Di Dusun Kiringan, Canden, Jetis Kabupaten Bantul. Jurnal Fakultas Ilmu Sosial dan

Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. UNY: Yogyakarta, 2007).

8 Nahiyah Jaidi Faraz, dkk. Evaluasi Program Pemberdayaan Perempuan

(31)

liknya ketika dampak tersebut bersifat negatif akan dijauhi dan sebisa mungkin untuk segera diperbaiki.

Teori Trickle Down Effect merupakan teori yang pertama kali dikembangkan oleh Arthur Lewis (1954) dan diperluas oleh Ranis Fei (1968) kemudian menjadi salah satu topik penting dalam literatur pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang pada dekade 1950-an dan 1960-an. Model ini di Indonesia dikenal dengan model Rostow.

Pajar Hatma Indra Jaya dalam tulisannya berjudul Trickle Down Effect: Strategi Alternatif Dalam Pengembangan Masyarakat memin-jam teori Trickle Down Effect untuk digunakan sebagai model strategi pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan yang menekankan munculnya pertumbuhan ekonomi dalam suatu kelompok atau ko-munitas masyarakat yang dinilai berhasil, kemudian terjadi rembesan ke bawah yakni berupa pengadopsian atau peniruan (imitatation or copy paste) yang dilakukan oleh kelompok atau komunitas lainnya di masyarakat tersebut.9

Metodologi Penelitian D.

Data dari tulisan ini diolah dan dianalisis menggunakan metode penelitian kualitatif yang lebih mengedepankan proses dari pada hasil sehingga penelitian ini lebih cenderung meneliti proses di lapangan berupa sejarah kemunculan dusun Kiringan sebagai dusun jamu, serta meneliti bagaimana dampaknya dalam proses peningkatan kesejahter-aan keluarganya. Pengambilan informan dalam penelitian ini dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan teknik bola salju (snowball sampling).10 Ala-sannya, pengambilan informan dengan bola salju dikarenakan cara ini mampu melacak informasi yang kaya dari informan kunci, guna menambah informasi baru yang dimulai dari satu menjadi semakin lama semakin banyak. Pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.

9 Baca tulisan Pajar Hatma Indra Jaya, “Trickle Down Effect : Strategi Alternatif

Dalam Pengembangan Masyarakat ”, Jurnal Welfare State Jurusan Ilmu Kesejahteraan

Sosial Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogayakarta, Vol. 1, No. 1, (Januari-Juni

2012), hal. 76.

10 Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya:

(32)

Temuan E.

Sejarah Munculnya Dusun Kiringan Sebagai Dusun Jamu 1.

Menurut pakar bahasa Jawa Kuno, jamu berasal dari kata jampi atau usodo yang berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa-doa dan ajian-ajian. Istilah Jampi banyak ditemu-kan pada naskah zaman Jawa Kuno seperti naskah Gatotkaca Sraya, yang digubah oleh Mpu Panuluh pada zaman Kerajaan Kediri, masa pemerintahan Jayabaya pada tahun 1135-1159 M.11

Tidak ada yang dapat memastikan sejak kapan tradisi meracik dan meminum jamu muncul. Menurut keyakinan masyarakat, tradisi ini telah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu dan mem-budaya sejak periode kerajaan Hindu-Jawa. Bukti sejarah tertua yang menggambarkan kebiasaan meracik, pemeliharaan kesehatan dan meminum jamu ditemukan pada relief Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, Sukuh dan Tegalwangi yang dibangun pada masa Kera-jaaan Hindu dan Budha.12 Selain itu bukti lainnya adalah ditemukan-nya Prasasti Madhawapura dari jaman Majapahit yang menyebut adanya profesi tukang meracik jamu yang disebut Acaraki.

Tradisi membuat dan meracik jamu di Dusun Kiringan sebe-narnya sudah ada sejak zaman londo13. Terdapat beberapa versi yang menceritakan mengenai sejarah munculnya jamu di Dusun Kiringan, tetapi dalam hal ini penulis memilih informasi yang dianggap paling akurat yaitu dari Simbah Kerto Pawiro14 merupakan informan tertua yang juga berprofesi sebagai penjual jamu. Dahulu sekitar tahun 1950-an15, bernama Simbah Joyo Karyo merupakan seorang dukun be-ranak yang bekerja membantu persalinan para ibu-ibu, melihat pada masa itu masih belum ditemukan bidan, dokter, rumah sakit, bahkan puskesmas sekalipun. Sehingga keberadaan Simbah Joyo Karyo seba-gai dukun beranak berperan sangat penting dalam membantu proses persalinan. Beberapa kebiasaan dan tradisi yang seringkali dilakukan Simbah Joyo Karyo selain membantu persalinan adalah membuatkan jamu bagi ibu-ibu yang baru melahirkan dan sedang menyusui terse-but, dimana jamu dipercaya memiliki khasiat memperlancar ASI dan

11 Http://Www.Bursaide.Com/Ide/143/Jamu-Nusantara Diakses pada 08-04-2013. 12 ibid.

13 Londo merupakan istilah masyarakat Jawa dalam menyebut penjajah.

14 Simbah Kerto Pawiro, usia 86 tahun merupakan cucu buyut dari leluhur pembuat

jamu di Dusun Kiringan yaitu simbah Joyo Karyo dan beliau berjualan jamu sejak usia 14 tahun, 07 November 2013.

(33)

membantu menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Setelah beberapa ta-hun kemudian, Simbah Joyo Karyo pun beralih pekerjaan dari dukun beranak menjadi seorang penjual jamu keliling.

Simbah Joyo Karyo sangat ahli dalam meracik jamu. Sehingga keahliannya dalam meracik jamu diturunkan ke generasi selanjutnya yaitu anak-anaknya sendiri yang bernama Simbah Totaruno dan Sim-bah Ngadinah dan keduanya pun berprofesi sebagai penjual jamu. Adapun Simbah Ngadinah memiliki sembilan orang anak dimana lima diantaranya adalah laki-laki dan empat sisanya adalah perem-puan. Dari keempat anak perempuan yang dimiliki, Simbah Ngadinah kembali menurunkan keahliannya kepada empat anak perempuan-nya yaitu Tukiyem, Jumiyem, Jumilah dan Kerto Pawiro sehingga mereka pun menggantungkan mata pencahariannya sebagai penjual jamu. Dari ketiga anaknya tersebut hanya Kerto Pawiro yang masih hidup dan berjualan jamu sampai sekarang. Kemudian Simbah Kerto Pawiro juga masih memiliki seorang keponakan yang juga berjualan jamu yaitu Simbah Samirah merupakan anak dari kakaknya Simbah Jumiyem.

Seiring berjalannya waktu, ternyata keahlian dalam meracik ba-han jamu terus berkembang dan banyak ditiru oleh ibu-ibu di Dusun Kiringan sebagai mata pencaharian utamanya. Berawal dari warisan nenek moyang terdahulu yang hanya dilakoni segelintir orang saja berkembang menjadi ratusan orang penjual jamu. Sehingga tradisi ini telah mendarah daging dalam kehidupan mereka hingga sekarang.

Perkembangan dan Perubahan Cara Berjualan 2.

Setiap pagi suasana kehidupan masyarakat satu dengan lainnya terlihat hampir sama. Umumnya saat pagi hari sudah bersiap-siap hendak berangkat bekerja maupun sekolah. Serupa dengan yang ter-jadi di Dusun Kiringan, sekitar pukul 08.00 WIB akan terlihat puluhan ibu-ibu yang berbondong-bondong keluar dari dusun untuk menja-jakan jamunya. Memakai sepeda onthel maupun sepeda motor ter-lihat beriringan sembari membawa peralatan dan bahan bahan jamu seperti keronjot dan seisinya serta beberapa buah botol yang berisi air matang, batok kelapa, panci, saringan, ember, plastik, dan berbagai jenis racikan jamu khas Kiringan. Pemandangan seperti itu dianggap sudah tidak asing lagi karena telah berjalan sejak berpuluh-puluh ta-hun lalu.

(34)

Seiring perkembangan zaman, banyak sekali tradisi-tradisi lama yang sudah berubah dan mempengaruhi tradisi jamu di Kiringan mu-lai dari tata cara, peralatan yang digunakan, sistem transportasi dan sebagainya. Dahulu, tata cara membuat jamu dilakukan dengan san-gat sederhana baik dari proses peracikan, penggilingan, pemipisan, pemasakan dan pewadahan. Proses menggiling jamu hanya meng-gunakan alat seperti cobek berbentuk datar disertai muntunya yang dikenal dengan istilah pipisan. Mulanya bahan-bahan tersebut digil-ing menjadi sangat halus sampai tekstur tidak terlihat jelas, kemudi-an proses pemasakkemudi-an untuk beberapa jenis jamu seperti kunir asem menggunakan kuali atau kendil dimasak di tungku. Saringan yang digunakan pun sangat unik yaitu jenis saringan berbahan dasar tem-baga untuk memeras jamu yang disimpan dalam wadah botol beling atau kaca.

Dahulu, cara menjual jamu di Kiringan masih sangat tradisional yaitu memikul bakul sebagai tempat meletakkan jamu serta berkos-tum jarik, kebayak dan lengkap dengan tapihnya16 untuk menggen-dong jamu. Selanjutnya mereka berkeliling ke kampung-kampung dengan berjalan kaki menjajakan jamu. Rutinitas tersebut dilakukan setiap hari, berangkat setelah subuh dan kembali ke rumah menjelang maghrib dengan berjalan kaki.

Perubahan lain yang mengalami perkembangan pesat adalah kebiasaan berjualan jamu dengan berjalan kaki saat ini sudah jarang bahkan langka dilakukan. Kendaraan sejenis sepeda onthel dan sepe-da motorlah yang banyak digunakan para penjual jamu. Sebenarnya, kondisi demikian semakin memudahkan dalam menjangkau lokasi dan jarak tempuh dalam berjualan. Jika berjalan kaki hanya mampu menjangkau sekitar ±5 km saja, menggunakan sepeda onthel mampu menjangkau jarak ±6-10 km sedangkan jika menggunakan sepeda mo-tor mampu menempuh jarak ±12-16 km per harinya.

Resolusi Konflik Antar Penjual Jamu 3.

Bukti adanya interaksi sosial yang tinggi antar masyarakat da-pat terlihat dalam penentuan lokasi berjualan para penjual jamu satu dengan lainnya. Walaupun jumlah penjual jamu sangat banyak, akan tetapi mereka tidak pernah memperebutkan lokasi ataupun terjadi konflik karena memperebutkan lokasi berjualan. Padahal jika

(35)

dibayangkan dari sekian banyak jumlah warga Dusun Kiringan yang berjualan jamu, seharusnya sangat besar kemungkinan untuk timbul-nya suatu konflik terkait pemilihan lokasi berjualan.

Bayangan awal yang menganggap akan terjadi banyak konflik dalam menentukan lokasi berjualan dapat terjawab. Jadi, dalam me-nentukan lokasi berjualan mereka tidak pernah mengalami masalah.

Nggeh mboten to mbak, kita kan udah ada tempatnya sendiri-sendiri. Langganannya pada punya semua. Jadi yo nggak perlu rebutan, kan ada yang masih nerusin langganannya simbah yang dulu juga.17

Tidak hanya diwarisi ilmu meracik dan membuat jamu saja, tetapi lokasi berjualan pun juga menjadi warisan. Sebab, hingga saat ini rata-rata lokasi berjualan jamu yang didatangi oleh para ibu-ibu merupakan lokasi yang dulunya juga menjadi lokasi langganan ber-jualan jamu nenek moyangnya.

Bagi sebagian penjual jamu terdapat beberapa kesulitan dalam mencari lokasi berjualan apalagi mereka merupakan penjual jamu awal yang dulunya belum ada peninggalan lokasi dari keluarganya. Karena satu kebiasaan dari warga adalah ketika langganan jamunya belum datang, mereka akan memilih menunggu langganannya dari-pada harus membeli di penjual jamu lainnya.

Perbedaan Jamu Kiringan dengan Jamu-Jamu Lainnya 4.

Istilah jamu sangat identik sebagai minuman tradisional Jawa yang rasanya pahit dan terbuat dari jenis tanaman obat-obatan serta dibuat dengan proses yang sama. Tetapi jamu di Dusun Kiringan ber-beda, terdapat beberapa keunikan yang tidak dimiliki oleh penjual-penjual jamu di tempat lainnya. Cara membuatan, peracikan serta penyajian jamu di Kiringan memiliki ciri khas tersendiri dimana cara membuatnya masih tradisional dengan menggunakan bahan-bahan alami dari tanaman obat herbal. Selain itu, terdapat perbedaan cara meracik jamu yaitu menggunakan alat berupa pipisan untuk meng-gilas jamu. Setelah masing-masing bahan dipipis satu per satu barulah hasil dari pipisan tersebut dimasukkan dalam satu wadah khusus se-suai jenisnya tetapi tidak dibaur menjadi satu.

Ketika ingin memesan jamu, para penjual jamu akan menjum-putnya menggunakan tangan sesuai keinginan pembeli. Terkadang pembeli juga bisa meminta untuk dicampurkan dengan bahan jamu

(36)

lainnya. Setelah itu barulah hasil jumputan jamu ditambahkan air matang secukupnya untuk dicairkan kemudian disaring dan penyar-ingannya diulangi sampai dua kali. Umumnya, cara penyajian jamu yang diberikan kepada pelanggan menggunakan gelas biasa, sedan-gkan penyajian jamu di Dusun Kiringan menggunakan wadah yang sangat antik yaitu batok kelapa sebagai pengganti gelas.

Adapun berbagai jenis jamu yang dijual meliputi beberapa macam. Hampir setiap jamu memiliki ciri khas yang berbeda-beda dari kunir asem, beras kencur, uyup-uyup, cabe puyang, watukan, pilis, pahitan, parem taun, sambiloto, sehat lelaki, sehat putri dan lain sebagainya. Dari beberapa jenis jamu yang ada kunir asem, beras kencur dan uyup-uyup merupakan jamu favorit selain karena rasan-ya rasan-yang tidak pahit, jenis jamu ini memiliki kesegaran tersendiri jika dibandingkan dengan jamu lainnya sehingga paling banyak diminati terutama oleh anak-anak, para remaja dan masyarakat yang tidak me-nyukai jamu pahit.

Dampak Berjualan Jamu 5.

Keberadaan para pengerajin jamu di dusun Kiringan ternyata telah membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat Dusun Kir-ingan sehingga terjadi suatu perubahan yang menimbulkan dampak positif berupa:

Peningkatan Pendapatan Keluarga a.

Tidak bisa dipungkiri, jika hanya mengandalkan penghasilan suami saja tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup kelu-arga apalagi dalam kelukelu-arga tersebut memiliki beberapa tanggun-gan seperti tangguntanggun-gan sandang, pantanggun-gan, papan serta menyeko-lahkan anak.

Rata-rata penghasilan utama kepala keluarga adalah sebagai buruh bangunan, petani maupun buruh tani. Dari 266 jumlah KK yang ada, profesi sebagai buruh bangunan sangat mendominasi. Walaupun terdapat beberapa bentangan sawah yang luas akan tetapi bagi mereka pekerjaan bertani dianggap sebagai pekerjaan sampingan saja.

Berprofesi sebagai buruh bangunan maupun petani juga be-lum menjamin kebutuhan hidup keluarga dapat terpenuhi sep-enuhnya. Perhitungan seseorang bisa dikatakan petani adalah jika memiliki tanah minimal ½ hektar. Sedangkan jika memiliki tanah

(37)

kurang dari ½ hektar mereka dikatakan sebagai buruh tani.18 Itu-pun hanya bisa ditanami padi sebanyak dua kali dan satu kali tan-aman palawija dalam 1 tahun. Dan sebagian para petani ini akan berpenghasilan banyak hanya pada musim-musim panen yang tidak menentu waktunya.

Jika dikalkulasikan secara rinci, pendapatan suami yang hanya bekerja sebagai buruh bangunan rata-rata berkisar antara Rp. 35.000,00-Rp.50.000,00 per hari. Jika dibandingkan dengan ke-butuhan yang harus dipenuhi seluruh keluarga dalam satu hari, belum mencukupi kebutuhan hidup.

Desakan ekonomi keluarga inilah yang menjadi motif mer-eka bekerja sebagai penjual jamu. Prospek pendapatan yang menjanjikan menjadikan mereka terus bertahan. Jika dihitung pendapatan bersih perharinya rata-rata mencapai nominal Rp.40.000,00-Rp.60.000,00. Berarti dalam satu bulan akan mem-peroleh penghasilan bersih kira-kira sebanyak Rp.1.200.000,00-1 .500.000,00 per bulannya jika berjualan jamu secara rutin.

Perubahan Tingkat Pendidikan b.

Dahulu di Dusun Kiringan tidak sedikit masyarakat yang mengalami buta huruf, sehingga menyulitkan mereka untuk men-gakses lapangan pekerjaan. Bahkan, sebagaian besar masyarakat Dusun Kiringan hanya menamatkan pedidikan sampai sekolah dasar dan terkadang sampai sekolah dasarpun ada yang tidak sam-pai lulus. Begitu juga yang dihadapi oleh para perempuan penjual jamu Dusun Kiringan, rata-rata mereka hanya mengenyam pen-didikan sampai sekolah dasar. Karena akses untuk memperoleh pekerjaan di ranah publik dirasa tidak mampu, akhirnya mereka memilih berprofesi sebagai penjual jamu dengan mengikuti jejak nenek moyangnya. Setelah lulus dari sekolah dasar, dari situlah kemudian mereka memulai profesi sebagai penjual jamu dengan keahlian meracik jamu yang diperoleh dari nenek moyangnya ter-dahulu.

Saat ini di Dusun Kiringan hampir lebih dari 50% masyarakat mampu mengenyam pendidikan tinggi minimal sampai tingkat SMA bahkan sampai perguruan tinggi. Seperti ibu Darmi mampu menyekolahkan anaknya hingga menjadi perawat. Padahal beliau hanyalah seorang janda yang memikul beban keluarga sendirian

Gambar

Gambar : Alur Tahapan Pembinaan Muallaf Sumber : Diolah dari data penelitian
Tabel 2: Aitem-Aitem Valid dan Gugur Pada Skala Kecemasan Meng- Meng-hadapi Dunia Kerja Setelah Uji Coba

Referensi

Dokumen terkait