• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN ZAKAT SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KEMISKINAN UMMAT

Afif Rifai1

Abstrak

Salah satu problema sosial yang dihadapi bangsa Indonesia khusus-nya ummat Islam adalah kemiskinan.Padahal Islam sebenarkhusus-nya memiliki solusi untuk mengatasi kemiskinan tersebut yaitu zakat, infak dan shodaqoh.Namun demikian, kenyataannya pelaksan-aan rukun Islam yang ketiga itu belum sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan dan penyaluran zakat yang tidak dikelola dengan baik, sehingga tidak memberikan solusi bagi kemiskinan ummat. Pengelolaan zakat di masyarakat masih memer-lukan bimbingan dari segi syari’at maupun perkembangan zaman. Pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat Islam masih memer-lukan tuntunan serta metode yang tepat dan mantap baik kepada muzakki maupun kepada mustahik.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelo-laan zakat, yang dimaksud dengan pengelopengelo-laan zakat adalah keg-iatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Selanjutnya dalam pasal lima disebutkan bahwa pengelolaan zakat bertujuan: pertama, meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan agama, kedua, meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan keti-ga meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat. Untuk mencapai tujuan tersebut zakat perlu dikelola secara profesional.

1 Pengajar di Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Dari pendapat berbagai ahli diperoleh gagasan bahwa zakat, sedekah dan infaq dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi kemiskinan ummat dengan syarat dikelola secara profesional dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama pengelolaan zakat dilakukan secara professional, karenanya memerlukan tenaga yang terampil, mengua-sai masalah-masalah haul, dan mustahiq zakat.Kedua, sosialisasi dan mobilisasi gerakan zakat melalui dakwah dalam berbagai media.Ke-tiga, dilakukan pemetaan muzakki dan mustahiq, dengan melakukan survai, keempat penggunakan manajemen yang profesional dalam pengelolaan dan pendayagunaan zakat. Kelima perencanaan yang matang dalam pendayagunaan zakat, dapat berupa program pembe-rian beasiswa, pembepembe-rian ketrampilan, pembepembe-rian modal, pelatihan kewirausahaan, dan sebagainya sesuai dengan kondisi masyarakat yang diberdayakan. Keenam monitoring dan evaluasi dari pelaksa-naan program, langkah ini penting agar setiap program dapat ber-jalan dengan baik dan dapat mencapai target yang ditetapkan. Dari uraian di atas jelaslah bahwa pendayagunaan dan pengelolaan zakat secara terencana dan terarah akan memberi perubahan yang men-dasar terhadap kondisi masyarakat lemah menuju kondisi yang lebih baik.

KataKunci: Zakat, Muzakki, Mustahik

Pendahuluan A.

Kemiskinan ummat menjadi salah satu problema sosial yang dihadapi bangsa Indonesia khususnya ummat Islam yang merupa-kan mayoritas di Indonesia.Sebenarnya solusi mengatasi kemiskinan tersebut telah dimiliki oleh ajaran Islam yaitu zakat, infak dan shod-aqoh.Sebagai salah satu rukun Islam, zakat adalah fardhu ain dan ke-wajiban ta’abbudi. Dalam Al-Qur’an perintah zakat sama pentingnya dengan shalat. Namun demikian, kenyataannya pelaksanaan rukun Islam yang ketiga itu belum sesuai dengan harapan.Kisruh pem-bagian zakat yang dibagikan langsung oleh muzakki yang terekam dan disajikan diberbagai media merupakan cermin dari pengelolaan dan penyaluran zakat yang tidak dikelola dengan baik, sehingga tidak memberikan solusi bagi kemiskinan ummat.Pengelolaan zakat di masyarakat masih memerlukan bimbingan dari segi syari’at maupun

perkembangan zaman.Pendekatan dan sosialisasi kepada masyarakat Islam masih memerlukan tuntunan serta metode yang tepat dan man-tap baik kepada muzakki maupun kepada mustahik.

Menurut KH Sahal Machfud (1994) orang yang membayar zakat (muzakki) misalnya, masih melakukan pekerjaan secara terpencar. Pembagian zakat pun masih jauh dari memuaskan. Ini perlu pena-taan dengan cara melembagakan zakat itu sendiri. Penapena-taan ini tidak hanya terbatas dengan pembentukan panitia zakat saja.Lebih dari itu, penataan hendaknya juga menyangkut aspek manajemen modern yang dapat diandalkan, agar zakat menjadi kekuatan yang bermakna. Penataan itu menyangkut aspek-aspek pendataan, pengumpulan, pe-nyimpanan, pembagian, dan yang menyangkut kualitas manusianya. Lebih dari itu, aspek yang berkaitan dengan syari’at tidak bisa kita lupakan.Ini berarti kita memerlukan organisasi yang kuat dan rapi.

Telah banyak organisasi pengelola zakat yang ada di Indonesia, namun demikian belum semua organisasi pengumpul zakat tersebut dikelola dengan baik. Belum ada pendataan dan pengelolaan yang maksimal tentang muzakki, padahal Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi zakat yang amat besar, hanya sajapersentase masyarakat yang memiliki ke-sadaran menunaikan kewajiban zakat sesuai dengan ketentuan masih relatif kecil.

Kemungkinan hal itu disebabkan karena sosialisasi tentang zakat dalam dakwah juga masih kurang proporsinya, tema dakwah masih berkutat pada masalah ibadah seperti sholat dan puasa, sedangkan tema zakat belum mendapat porsi yang memadai, bahkan nyaris diberikan pada waktu bulan puasa saja, demikian juga ajakan zakat dalam bentuk spanduk muncul di bulan puasa saja.Hal ini disebabkan karena pada bulan puasa ada kewajiban zakat fitrah, sehingga ket-erangan mengenai zakat mal digabungkan saja dengan zakat fitrah.

Masalah lain yang juga dihadapi dalam pengelolaan zakat adalah data mengenai penerima zakat, belum ada penelitian tentang kondisi sosial ekonominya serta data keagamaannya berikut masalah yang dihadapinya. Padahal kondisi tersebut sangat diperlukan untuk men-gatasi masalah yang dihadapi oleh penerima zakat agar dapat keluar dari kemiskinan yang melilitnya.

Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah belum optimalnya penggunaan dana zakat ini. Kadang, penyaluran dana zakat hanya sebatas pada pemberian bantuan saja tanpa memikirkan kelanjutan

dari kehidupan si penerima dana.Sehingga pengelola zakat adalah dalam distribusi zakat perlu memikirkan dan milah-milah apakah pe-nyaluran zakat dalam bentuk uang tunai atau pemberian modal atau dalam bentuk barang/peralatan yang dibutuhkan, sesuai dengan kon-disi penerima zakat.

Pemerintah dalam masalah pengelolaan dan pendayagunaan zakat sebenarnya telah menerbitkan Undang-Undang tentang pe-nelolaan zakat, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-undang tersebut ke-mudian diikuti oleh keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 dan Pedoman Teknis Pengeloaan Zakat berdasarkan kepada keputusan Direktorat Jendaral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D-291 Tahun 2000. Namun demikian dalam kenyataannya undang-undang tersebut belum bisa terlaksana dengan baik.Problem-problem disekitar pengelolaan zakat tersebut menjadi agenda dari ummat Islam dalam memikirkan solusinya agar tantangan zakat seba-gai solusi untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia dapat terwujud.

Tinjauan Tentang Zakat B.

Zakat menurut bahasa berarti bertambah, kesucian, barokah dan tazkiyah atau pensucian. Sedangkan secara istilah zakat berarti sejum-lah harta tertentu yang diwajibkan Alsejum-lah kepada orang yang berhak. Menurut Nazar Bakry (1994: 29) zakat adalah kadar harta yang ter-tentu diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat yang tertentu.

Kata zakat disebutkan berulang-ulang dalam AI-Qur’an dian-taranya disebutkan besama-sama dengan perintah sholat. Diantara ayat-ayat yang berhubungan dengan perintah salat dan zakat adalah dalam surat al-Baqarah:43 yang artinya Dan dirikanlah shalat, tunaikan-lah zakat dan rukuktunaikan-lah beserta orang–orang yang rukuk, kemudian dalam al-Baqarah:83 yang artinya Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat…, su-rat al-Baqoroh ayat 110 yang artinya Dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat, surat al-Mujadiilah:13 yang artinya Maka dirikanlah shalat dan tu-naikanlah zakat…, dalam surat al-Muzammil ayat 20 yang artinya Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berikanlah pinjaman kepada Al-lah, pinjaman yang baik.

wajib.Selain zakat kita juga diperintahkan untuk mengeluarkan infak. Zakat ada ketentuannya secara khusus, sedangkan infak tidak demiki-an. Besar kecilnya sangat tergantung kepada keadaan keuangan dan keikhlasan memberi infak.

Di antara hikmah zakat dan infak (M. Ali Hasan:2006) adalah per-tama mensucikan harta, kedua menyucikan jiwa si pemberi zakat dari sifat kikir (bakhil), ketiga membersihkan jiwa si penerima zakat dari sifat dengki dan yang keempat membangun masyarakat yang lemah.

Menurut garis besarnya zakat terdiri dari dua jenis yaitu :

Zakat harta (zakat mal) seperti zakat emas, perak, binatang ternak, 1.

hasil tumbuh-tumbuhan baik berupa buah-buahan, biji-bijian dan harta perniagaan.

Zakat jiwa (zakat nafs). Zakat ini populer di dalam masyarakat 2.

dengan nama zakatul fitri yaitu zakat yang harus dikeluarkan oleh setiap muslim di bulan Ramadhan menjelang shalat Idul Fitri (Tim Penyusun, 1983).

Sedangkan dalam undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, harta yang dikenai zakat adalah: 1). Emas, perak dan uang, 2).Perdagangan dan perusahaan, 3).Hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil perikanan, 4).Hasil pertambangan, 5).Hasil pe-ternakan, 6).Hasil pendapatan dan jasa, 7).Rikaz.

Menurut ‘kitab kuning’ (Sahal Machfudh, 2004) barang-barang yang wajib dizakati adalah emas, perak, simpanan, hasil bumi, bi-natang ternak, barang dagangan, hasil usaha, rikaz, dan hasil laut. Mengenai zakat binatang ternak, barang dagangan, dan emas perak, hampir tidak ada perbedaan antara para ulama dan imam madzahab. Sedangkan mengenai zakat hasil bumi, ada beberapa perbedaan di antara madzhab empat.

Menurut Imam Abu Hanifah, setiap yang tumbuh di bumi, ke-1.

cuali kayu, bambu, rumput, dan tumbuh-tumbuhan yang tidak berbuah, wajib dizakati;

Menurut Imam Malik, semua tumbuhan yang tahan lama dan 2.

dibudidayakan manisoa wajib dizakati, kecuali buah-buahan yang berbiji, seperti buah pir, delima, jambu, dan lain-lain;

Menurut Imam Syafi’i, setiap tumbuh-tumbuhan makanan yang 3.

menguatkan, tahan lama, dan dibudidayakan manusia, wajib dizakati;

Menurut imam Ahmad Bin Hanbal, biji-bijian, buah-buahan, rum-4.

put yang ditanam wajib dizakati. Begitu pula tumbuhan lain yang mempunyai sifat yang sama dengan tamar, kurma, mismis, buah tin, dan mengkudu, wajib dizakati.

Pada saat sekarang muncul istilah zakat profesi atau zakat dari gaji, Menurut Imam Syafi’i tidak wajib dizakati (Sahal, 2004). Sebab kedua hal tersebut tidak memenuhi syarat haul dan nisab. Gaji ka-lau ditotal setahun, mungkin memenuhi nisab.Tetapi bukankah gaji diberikan tiap bulan?Dengan demikian, gaji setahun yang memenuhi nisab itu hanya memenuhi syarat hak dan tidak memenuhi syarat mi-lik.Padahal benda yang wajib dizakati harus merupakan hak milik. Gaji maupun upah jasa lainnya kalau dikenakan zakat, adalah zakat mal, jika memang sudah mencapai nisab dan haul.

Dalam masalah mustahiq (yang berhak menerima) zakat juga tidak ada perbedaan pendapat. Sebab mustahiq sudah jelas disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 60. Mustahiq adalah fakir, miskin, ‘amil, mualaf, riqab, gharim, sabilillah, dan Ibnu Sabil.Para mustahiq itu biasa disebut as-naf ats-tsamaniyah (delapan kelompok).Yang masih sering diperdebat-kan adalah tentang kategori masing-masing mustahiq,terutama untuk sabillillah.Jumhur ulama berpendapat, sabillillah adalah perang dijalan Allah.Bagian untuk sabillillah diberikan kepada para angkatan perang yang tidak mendapat gaji dari pemerintah.Tetapi menurut Imam Ah-mad bin Hanbal, bagian zakat untuk sabillillah bisa dita-sharuf-kan (di-gunakan) untuk membangun madrasah, masjid, jembatan, dan sarana umum lainnya (Sahal Machfudh, 2004).

Perintah zakat mengandung dua fungsi, pertama bagi pemba-yarnya, yaitu sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, mensu-cikan harta dan mengikis sifat kikir dan tamak. Kedua zakat berfungsi sosial seperti meringankan beban hidup fakir miskin, menumbuh-kan persaudaraan dan menjembatani jurang antara si kaya dan si miskin mengangkat derajat orang yang lemah dan memberi jaminan ekonomi masyarakat Islam. Dengan demikian zakat mempunyai per-an yper-ang sper-angat penting dalam peningkatper-an kesejahteraper-an umat dper-an bisa dijadikan sumber dana bagi menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi masyarakat Islam. Lebih jauh lagi zakat dapat menjadi sa-rana penunjang pengembangan dan pelestarian ajaran Islam di dalam masyarakat.Melalui zakat, Islam telah membukakan jalan untuk men-ciptakan pemerataan ekonomi menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur.

Berbagai fungsi zakat tersebut dalam realitasnya belum sepenuh-nya dapat dirasakan dan belum dapat dilihat hasilsepenuh-nya secara maksimal artinya zakat belum dapat dijadikan jawaban yang mendasar dalam mengatasi persoalan kesejahteraan umat. Di antara berbagai kendala yang ada, salah satunya adalah karena pengelolaan zakat yang belum maksimal, efektif, dan efisien.

Pengelolaan Zakat untuk Mengatasi Kemiskinan Ummat C.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 1999 tentang pen-gelolaan zakat yang dimaksud dengan penpen-gelolaan zakat adalah keg-iatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sedangkan zakat diberi pengertian harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak men-erimanya.

Selanjutnya dalam pasal lima disebutkan bahwa penelolaan zakat bertujuan: pertama, meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan ketentuan agama, kedua, meningkat-nya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujud-kan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan ketiga menin-gkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut zakat perlu dikelola secara pro-fesional.Pengelolaan zakat secara professional memerlukan tenaga yang terampil, menguasai masalah-maslaah haul, dan mustahiq zakat. Begitu pula sulit dibayangkan apabila pengelola zakat tidak penuh dedikasi, bekerja lillahi ta’ala. Banyak ekses akan terjadi. Lebih-lebih bila pengelola zakat tidak jujur dan amanah. Kemungkinan yang akan terjadi adalah zakat tidak sampai kepada mustahiq dan kemungkinan pula hanya dipakai untuk kepentingan pribadi saja. Oleh karena itu, tenaga terampil, menguasai masalah-masalah yang berhubungan dengan zakat, jujur, dan amanah sangat dibutuhkan dalam sistem pengelolaan zakat yang professional (Sahal Machfudh, 2004).

Agar pengelolaan zakat dapat berjalan dengan baik maka harus membentuk sebuah organisasi pengelolaan zakat (OPZ). Organisasi Pengelolaan Zakat memiliki dua “jiwa” sekaligus: jiwa Lembaga Swa-daya Masyarakat (LSM) dan jiwa Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS). Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat, organisasi pengelolaan zakat

adalah lembaga pemberdayaan yang mempunyai tujuan besar yaitu merubah keadaan sebagai mustahiq menjadi muzakki (Widodo, 2001). Dalam perencanaan ini, organisasi pengelola zakat harus pa-ham, peka, serta menyatu dengan masyarakat dan lingkungannya, terutama yang berada di wilayah kerjanya. Organisasi pengelola zakat harus tahu persis kondisi relijius, sosial, budaya, maupun ekonomi masyarakatnya. Pemahaman yang menyeluruh dan mendalam akan membantu organisasi pengelolaan zakat dalam mengembangkan program-program yang dapat menyelesaikan problematika secara menyeluruh pula.

Di sisi lain organisasi pengelolaan zakat adalah sebagai lembaga keuangan syari’ah karena menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat berupa zakat, infaq, shadaqah atau dana lain-nya. Pada umumnya dana yang diterima organisasi pengelolaan zakat tidak terlepas dari realisasi keimanan seseorang terhadap syari’ah Is-lam. Organisasi pengelolaan zakat harus dapat membuktikan bahwa dana yang berupa zakat dikelola dengan baik dan benar sehingga da-pat menyelesaikan permasalahan ekonomi masyarakat lemah.

Diperlukan persyaratan tertentu untuk meciptakan pengelolaan zakat yang baik antara lain :

Kesadaran masyarakat akan makna, tujuan serta hikmah zakat 1.

karena itu diperlukan mobilisasi dan gerakan zakat.

Amil zakat benar-benar orang yang amanah, karena masalah zakat 2.

adalah masalah yang sensitif.

Perencanaan dan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan 3.

zakat yang baik (Team Penyusun, 1983).

Dalam sosialisasi dan mobilisasi gerakan zakat diperlukan fund-raising yaitu proses mempengaruhi masyarakat agar menyerahkan dananya kepada sebuah organisasi. Dalam hal ini masyarakat mau menyerakan zakat, infaq dan sedekah kepada organisasi pengumpul zakat. Menurut April Purwanto (2009) kata mempengaruhi dalam proses fundraising mengandung makna: pertama memberitahukan ke-pada masyarakat tentang seluk beluk organisasi pengelola zakat agar mengenalnya dengan benar. Kedua mempengaruhi dapat juga ber-makna mengingatkan dan menyadarkan bahwa masyarakat aghniya bahwa mereka mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan.Ketiga, mempengaruhi dalam arti mendorong masyarakat mau menyerah-kan zakat, infak dan shadaqah kepada organisasi pengumpul zakat.

Dalam proses mempengaruhi tersebut digunakan informasi program dan juga dasar rasional serta argumen dari ajaran Islam tentang zakat, infak dam shadaqah.

Sedangkan menurut Qodry Azizy (2000) untuk mengelola zakat dengan baik maka diperlukan dua hal yaitu:Pertama, menggunakan manajemen sebagai pendekatan untuk mengumpulkan zakat. Dalam pengumpulan zakat, kita ditantang bagaimana bisa berhasil mengum-pulkan zakat sebanyak-banyaknya dengan biaya (termasuk waktu) yang efektif dan efisien. Dengan menggunakan fungsi managemen tersebut, maka pengumpulan zakat tidak hanya dilakukan ala ka-darnya saja dengan kedok Lillahi ta’ala, akan tetapi dilaksanakan gan terprogram dan terencana, termasuk ditentukan jadwalnya den-gan jelas, dan tetap berlandasan untuk beribadah kepada Allah denden-gan ikhlas.Kedua, membuat asumsi atau hipotesa untuk mendayagunakan zakat (untuk membuat sebuah perencanaan diperlukan banyak hal, seperti; survei lapangan, human resource, jenis kerja dan lain-lain). Tantangan yang muncul kemudian adalah bagaimana mendayagu-nakan harta zakat yang telah berhasil dikumpulkan bisa bermanfaat yang sebesar-besamya dan benar-benar bisa jatuh ke tangan mereka yangberhak untuk memperbaiki nasibnya. Dengan membuat asumsi atau hipotesa, pendayagunaan harta zakat hendaknya sebisa mungkin menghindari dan sifat konsumtif masyarakaf khususnya yang fakir miskin. Dalam rangka usaha menanggulangi kemiskinan, maka perlu sekali diusahakan agar pendayagunaan zakat tersebut dapat berlang-sung cara efektif. Hal itu berarti pendayagunaannya harus dilakukan secarakonstruktif dan mengarah pada sifat produktif. Pembagian zakat pada saat ini sebaiknya tidak sekedar disampaikan kepada fa-kir miskin saja, tetapi lebih diarahkan agar zakat dapat membebaskan orang-orang fakir dari kefakirannya, sehingga dia dapat menempuh hidupnya secara lebih baik.

Dalam mengalokasikan harfa zakat, bisa dimulai dengan meng-kategorikan para mustahiq (yang berhak atas zakat) ke berbagai kelas (Nabalah, 2000).Untuk itu maka ditentukan terlebih dahulu jenis orang mana saja yang bisa menerima dengan tunai, misalnya bagi mereka yang sudah tidak mampu mencari nafkah sama sekalr seperti orang-orang jompo, lumpuh, cacat dan lain sebagainya, maka dapat diberi-kan secara langsung. Sedangdiberi-kan bagi mereka yang tergolong sebagai fakir miskin yang mampu bekerja, maka zakat yang diberikan kepada

mereka hendaknya diawasi dengan baik dan diberi arahan agar zakat tersebut tidak habis dikonsumsi saja, akan tetapi untuk dikembang-kan atau dijadidikembang-kan modal dalam menjalandikembang-kan usaha kecil-kecilan agar dapat memenuhi kebutuhan hidup selanjutnya dan tidak selalu menggantungkan diri pada bantuan-bantuan untuk melangsungkan hidupnya.

Dalam melaksanakan program-program untuk mengumpulkan zakat pasti akan menghadapi faktor penghambat, yang dapat mempen-garuhi terhadap pengumpulan zakat dan pendayagunaannya dalam meningkatkan dan mensejahterakan kehidupan masyarakat ekonomi lemah. Yang menjadi salah satu faktor penghambat adalah Pertama, kadar keimanan masyarakat mampu (aghniya’) untuk melaksanakan ajaran yang telah diwajibkan oleh Allah kepada manusia sebagai khal-ifah di bumi ini. Kedua, kurangnya menggunakan pendekatan atau metode yang tepat dalam mensosialisasikan ajaran zakat, Ketiga, ban-yak di antara masyarakat mengeluarkan zakat diberikan langsung ke-pada fakir miskin, tidak melalui amil zakat yang ada, sehingga tidak ada pemerataan dalam pengentasan kemiskinan.

Agar pendayagunaan zakat mencapai tuluan maka perlu ada pro-gram-program yang menjadikan masyarakat tidak mampu (dhua’fa’) menjadi produktif. Diantara program-program tersebut antara lain adalah sebagai berikut:Pertama, program memberi bekal keterampi-lan kerja bagi orang miskin, dengan diawali dengan survei jumlah orang-orang miskin yang bisa diberi bekal keterampilan, yang sesuai dengan kemampuan kerja (Nabalah, 2000) atau kemampuan keahlian masyarakat.Kedua, memberikan training untuk melatih masyarakat miskin memiliki keterampilan dan jiwa interpreneur. Dana zakat da-pat diambil sebagian untuk melaksanakan kegiatan training tersebut, di samping utamanya untuk modal usaha setelah dilakukan training.

Sedangkan menurut Yusuf Qordhawy (1999) pendayagunaan zakat untuk pengembangan masyarakat khususnya masyarakat miskin dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan sebagai berikut:Pertama, mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas (Qordhawy, 1999). Dalam hal ini dana zakat bisa digunakan sebagai beasiswa kepada para dhu’afa’ untuk melanjutkan pendidikannya. Karena pendidikan yang lemah bisa menjadi salah satu penyebab kemiski-nan seseorang. Kebodohan seseorang tidak akan mampu dan tidak mempunyai planning untuk merencanakan kehidupan yang lebih

maju atau untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam bidang ekokonomi maupun yang lainnya. Program ini dapat memberikan arti penting bagi pengembangan kualitas sumber daya manusia khusus-nya masyarakat Islam yang selama ini selalu terbelakang.Kedua, mengembangkan kekayaan finansial. Diantara kewajibanmasyarakat Islam adalah mengeluarkan harta yang ditangannya untuk diputar dan diinvestasikan, karena uang dan harta itu ada bukan untuk di-tahan dan ditimbun akan tetapi uang itu dibuat untuk dipergunakan