PEMANFAATAN KULIT LIMBAH COKLAT MENJADI PEKTIN DENGAN EKSTRAKSI SOXHLET
SKRIPSI
Oleh :
SUSETYO TRIATMOJO NPM : 0831010059
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” SURABAYA – JAWA TIMUR
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME atas karunia dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan dengan baik penelitian yang berjudul
“Pemanfaatan limbah kulit coklat sebagai pektin dengan ekstraksi soxhlet”. Sebagai dasar penyusunan penelitian ini adalah teori yang diperoleh selama
kuliah, Data-data dari majalah maupun literatur yang ada. Selanjutnya, dengan
tersusunnya laporan penelitian ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT, selaku Kepala Jurusan Teknik Kimia, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Ir. Siswanto, MS, selaku dosen pembimbing.
4. Ibu Ir. Luluk Edahwati, MT dan Shinta Soraya santi, MT selaku dosen penguji
5. Bapak, Ibu, Saudara, Rekan – rekan tercinta yang telah memberikan dorongan,
do’a dan restu serta semangat demi berhasilnya studi kami.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan
laporan ini.
Kami berharap semoga penelitian ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Surabaya,7 November 2011
INTISARI
Tanaman coklat (Theobroma cacao) adalah tanaman yang banyak dijumpai di
Indonesia. Tanaman coklat ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu kulit, daging buah, dan biji.
Namun selama ini dalam pemanfaatannya hanya daging buah dan bijinya saja yang di
manfaatkan, sedangkan kulitnya hanya merupakan buangan yang banyak dan biasanya di
gunakan sebagai pakan ternak. Dalam pemanfaatannya kulit coklat merupakan salah satu
sumber pektin. Pektin adalah bahan pengental alami yang berasal dari buah dan beberapa
macam tumbuhan. Adapun penggunaan pektin adalah sebagai bahan pengental, bahan
tambahan pada pembuatan selai dan jelly.
Pengambilan pektin dari kulit buah coklat ini dilakukan dengan menggunakan
proses ekstraksi soxhlet. Proses ekstraksi ini di lakukan dengan menggunakan dua pelarut
yang berbeda yaitu asam formiat dan asam asetat. Pada kondisi operasi pH 3,
perbandingan pelarut (1:8, 1;10, 1:12, 1:14, 1;16), dan waktu ekstraksi (200 menit, 225
menit, 250 menit, 275 menit, 300 menit ).
Hasil terbaik yang di peroleh dari pemanfaatan limbah kulit buah coklat menjadi
pektin ini di hasilkan oleh pelarut asam formiat dengan perbandingan pelarut 1:12 dengan
kondisi operasi 250 menit yang menghasilkan endapan sebanyak 0,62 gram dengan kadar
pektin 11,23 ppm sedangkan untuk pelarut asam asetat hanya di peroleh endapan
sebanyak 0,46 gram dengan kadar pektin 9,43 ppm pada kondisi operasi yang sama.
Sedangkan untuk perlakuan pencucian sampel dengan alkohol menghasilkan berat pektin
yang tidak jauh berbeda dengan pencucian sample tanpa alkohol, akan tetapi memberikan
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao atau buah coklat merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya
sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara.
Perkebunan coklat Indonesia mengalami perkembangan pesat sejak awal tahun
1980-an. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai produsen coklat terbesar
kedua dunia setelah Pantai Gading (Cote d’Ivoire) pada tahun 2002.
(www.litbang.deptan.go.id)
Coklat biasanya dimanfaatkan bijinya, dalam pengolahan biji coklat
maka menghasilkan limbah salah satunya kulit coklat. Dengan meningkatnya
permintaan coklat di Indonesia maka limbah kulit coklat yang dihasilkan dalam
jumlah besar pula. Kulit ini biasanya dibuang sebagai sampah, tetapi ada juga
yang memanfaatkan hanya sebagai pakan ternak. Menurut Departemen
Pertanian (2004) produksi coklat Indonesia pada tahun 2002 sebesar 433,415
ton, apabila dilihat dari banyaknya produksi ini, maka terdapat produk lain
berupa limbah kulit yang berpotensi mencemari lingkungan. Sebenarnya limbah
ini masih dapat diolah. Limbah kulit coklat sangat berpotensi untuk diolah
menjadi pektin.
Seiring dengan semakin maju dan berkembangnya industri di Indonesia
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Indonesia selama ini masih mengimport. Padahal Indonesia adalah negara
agraris yang kaya akan tanaman perkebunan salah satunya buah-buahan. Pektin
banyak terkandung dalam buah-buahan misalnya apel dan kulit jeruk. Oleh
karena itu pemanfaatan limbah kulit coklat sebagai pektin akan dapat
meningkatkan nilai ekonomis dan nilai guna kulit coklat. Penghasilan
masyarakat pun akan meningkat dengan mengolah limbah kulit coklat menjadi
pektin.
Sedangkan definisi pektin adalah senyawa alami yang dapat ditemukan
di dinding sel dan lamela tengah dari semua tanaman tingkat tinggi. Bahan
umum pembuatan gel. Keuntungan dari bahan pektin adalah lebih dihargai oleh
konsumen. Dalam kenyataannya, kecenderungan terhadap produk alami dan
komponen alami terus meningkat dan tidak dapat dihindari.
Untuk menanggulangi hal tersebut dapat dilakukan dengan mengisolasi
pektin dari kulit buah kakao. Dan tahap ini dilakukan dalam beberapa tahapan
dan proses yang cukup kompleks. Untuk itu kami melakukan penelitian dengan
judul “Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi
soxhlet”.
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi terbaik dalam
pemanfaatan limbah kulit coklat sebagai pektin dengan menggunakan dua
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan alternatif pemanfaatan dan
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Coklat Secara Umum
Coklat (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang
berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan
yang dikenal sebagai coklat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial)
berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10 m. Meskipun demikian,
dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5 m tetapi dengan tajuk
menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang
produktif. (Spillane,james J.Dr.1995).
Bunga Coklat, sebagaimana anggota Sterculiaceae lainnya, tumbuh
langsung dari batang (cauliflorous). Bunga sempurna berukuran kecil (diameter
maksimum 3cm), tunggal, namun nampak terangkai karena sering sejumlah
bunga muncul dari satu titik tunas.
Theobroma Cacao dibagi dalam 2 sub spesies. Sub spesies pertama
sering disebut dengan Criollo, sedangkan yang kedua dikenal sebagai Forastero.
Criollo (dalam bahasa Spanyol berarti pribumi) merupakan tipe coklat pilihan
(mulia, choice cocoa dalam bahasa Inggris, edel cocoa dalam bahasa Jerman)
dan buahnya berwarna merah. Forastero (dalam bahasa Spanyol berati
pendatang) merupakan tipe yang bermutu rendah (kakao lindak, coklat jenis
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
disebut Trinitario, yang banyak ditanam dan buahnya kadang-kadang agak
hijau atau merah. bentuk buahnya pun ada yang agak bulat dan ada pula yang
agak panjang.
Gambar. struktur Coklat
Kulit Buah coklat (Shel fod Husk) merupakan hasil samping (limbah)
dari agrobisnis pemrosesan biji coklat yang sangat potensial untuk dijadikan
salah satu Pulp. Kulit buah coklat adalah kulit bagian terluar yang
menyelubungi biji coklat dengan tekstur kasar, tebal dan agak keras. Kulit
buah memiliki 10 alur dengan ketebalan 1 – 2 cm. Pada waktu muda, biji
menempel pada bagian dalam kulit buah, tetapi saat masak biji akan terlepas
dari kulit buah. Buah yang masak akan berbunyi bila digoncang Kulit buah
coklat mengandung serat – serat yang dapat diolah. Buah cokelat terdiri atas
74 % kulit buah, 2 % placenta dan 24 % biji.
Kulit coklat merupakan salah satu sumber pektin. Kandungan pektin
yang terdapat dalam kulit buah coklat berkisar antara 6-12% pektin tiap berat
keringnya. Pektin adalah bahan pengental alami yang berasal dari buah dan
beberapa macam tumbuhan. Adapun penggunaan pektin adalah sebagai bahan
pengental, bahan tambahan pada pembuatan selai dan jelly. Adapun
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Tabel 2.2. Komponen Utama Kulit Buah Kakao
KOMPONEN Smith&Adegbola(1982) Amirroenas (1990) Roesmanto(1991)
Bahan kering 84,00 – 90,00 91,33 90,4
Protein kasar 6,00 – 10,00 6,00 6,00
Lemak 0,5 – 1,5 0,9 0,9
Serat kasar 19,00 – 28,00 40,33 31,50
Abu 10,00 – 13,80 14,80 16,40
Kalsium - - 0,67
Pospor - - 0,1
Data Anonimus(2001) bahwa Kulit Buah coklat mengandung Bahan
Kering 88%, Protein Kasar 8 %, serat Kasar 40,1% dan TDN 50,8%.
Tabel 2.3. Kandungan Dari Kulit Buah Coklat PARAMETER KOMPOSISI (%)
α- Sellulosa 14,583
Lignin 4,315
Kadar Air 10,35
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
2.2 Pektin secara umum
Pektin pertama kali ditemukan pada abad XIX dan penyelidikan mengenai
pektin secara modern telah dilakukan sejak 1977. Di Amerika serikat, pektin
telah dipakai sebagai pengganti starch (pati), agar-agar, dan gelatin, yaitu dalam
pembuatan jelly, selai atau pasta.
Di dalam perdagangan, pektin dijual dalam dua bentuk, yaitu serbuk dan
cair. Bentuk serbuk lebih mudah dalam pengepakan, penyimpanan, dan
pengangkutan, apabila digunakan dalam sari buah akan menggumpal dan sulit
rata, sedang pektin dalam bentuk cair lebih baik dalam penggunaan tetapi lebih
mudah rusak oleh jamur dan pengaruh lain apabila dibiarkan lama dalam kaleng
pengepakan yang telah dibuka.
Pektin dipakai secara luas karena kemampuannya yang sangat baik untuk
membentuk jell dalam medium asam-gula dan air. Pembentukan jell terbaik
dicapai jika menggunakan pektin yang gugus metoksilnya sekitar 8 %. (John de
Man, 1997)
Diperkirakan tidak kurang dari 75 % pektin yang dihasilkan digunakan
untuk bahan pembuatan selai dan jelly, disamping digunakan sebagai bahan
pembuat marmalade dan kembang gula. Selain sebagai bahan pembentuk jell,
pektin juga dimanfaatkan sebagai pengental, penstabil, serta pengemulsi dalam
industi-industri minuman, makanan beku dan produk-produk susu. (Considine
and Considine, 1982)
Seperti halnya semen yang dapat merekatkan beberapa batu bata pada
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
tanaman asalnya, pada kulit coklat, pektin dapat berfungsi sebagai perekat antar
sel sehingga saling menyatu satu sama lainnya.
Pektin terdapat hampir disemua jenis tanaman. Kadar pektin setiap jenis
tanaman berbeda-beda. Saat ini industri pektin di dunia hanya menggunakan
buah jeruk dan apel sebagai bahan bakunya karena kadar pektinnya jauh lebih
tinggi dibanding buah lainnya. Dari beberapa hasil penelitian ternyata buah
coklat tidak kalah kalah kadarnya dibanding buah jeruk dan apel.
2.3 Manfaat Pektin
Pektin merupakan suatu zat perekat yang banyak digunakan dalam
berbagai industri, baik makanan, minuman, farmasi, dan industri lain.
a. Indutri makanan dan minuman
Pada indutri makanan dan minuman, pektin sering digunakan sebagai :
1) Bahan pemberi tekstur yang baik pada roti dan keju.
2) Bahan pengental dan stabilizer pada minuman sari buah.
3) Bahan pokok pembuatan jelly dan marmalade
b. Industri farmasi
Pada industri farmasi , pektin sering digunakan sebagai :
1) Obat diare pada bayi dan anak-anak seperti kaopec, nipektin, dan intestisan
2) Obat penawar racun logam
3) Bahan penurun daya racun dan penaik daya larut obat-obat sulfa
4) Bahan penyusut kecepatan penyerapan bermacam-macam obat
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
6) Bahan pelapis perban untuk menyerap kotoran dan jaringan yang rusak atau
hancur sehingga luka tetap bersih dan cepat sembuh
7) Bahan hemostatik, injeksi untuk mencegah pendarahan
c. Industri lain
Selain untuk makanan, minuman, dan farmasi, pektin pun sering
digunakan pada berbagai industri seperti industri kosmetika (pasta gigi, sabun,
lotion, dan krim), baja dan perunggu, karet, plastik, tekstil, bahan sintetis, serta
film nitropektin.
2.4 Sumber Pektin
Senyawa pectin terletak dalam lapisan tengah dan pada dinding sel
tumbuhan. Kandungan pectin pada bahan tanaman sangat bervariasi dan
tergantung pada banyak factor seperti varietas, tipe sel tanaman, waktu
pertumbuhan dan sebagainya. Kandungan pectin yang tertinggi terdapat pada
buah dan sayuran, sedangkan kandungan pectin yang rendah terdapat pada kayu
dan beberapa biji tanaman. Beberapa buah yang memiliki kandungan pectin
yang tinggi adalah apel, jeruk, pear, dll.
2.5 Kualitas Pektin
Kualitas pektin komersial yang ditunjukan untuk bahan makanan
ditentukan oleh sifat-sifat fisik seperti :
1) Warna dan cita rasa yang cocok.
2) Kelarutannya untuk pektin padat.
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
4) Cepat membeku.
5) Tidak mengandung bahan atau zat berbahaya bagi kesehatan.
Dari kelima sifat fisik tersebut, jelly grade (derajat jelly) merupakan sifat
yang paling mencirikan mutu pektin. Jelly grade merupakan bilangan yang
menyatakan jumlah gram gula yang telah ditentukan. Jelly grade 50, misalnya,
berarti satu gram pektin hanya mampu mengubah 50 gram gula pasir menjadi
jelly. Sementara pektin dengan jelly grade 100 merupakan pektin standar. Jelly
grade unit atau juga disebut jelly grade yield suatu pektin merupakan hasil kali
jelly grade dengan bobot pektin, biasanya dinyatakan dalam gram.
Menentukan jelly grade biasanya dengan menggunakan pipet kapiler yang
disebut jelmeter. Alat ini dibuat oleh baker dan woodmansee. Penentuan jelly
grade ini didasarkan pada hubungan antara kekentalan suatu larutan pektin
dengan jelly grade. Selain hal diatas mutu pektin juga di tentukan oleh beberapa
factor di antaranya kadar asam galakturonat, susut pengeringan, dan derajat
esterifikasi.
Dalam dunia perdagangan, pektin diperdagangkan dalam bentuk padat dan
cair. Secara umum ada tiga bentuk pektin yang beredar dipasaran dunia, yaitu
sebagai berikut :
1) Pektin standar, merupakan pektin berbentuk tepung kering. Bentuk ini
ditunjukkan untuk pembuatan makanan awetan. Jelly grade (derajat jelly)
bentuk ini sekitar 50-180. Biasanya yang disebut pektin standar adalah pektin
yang jelly grade-nya 100. Saat ini pasar cenderung menyukai pektin dengan
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
2) Pektin cair, merupakan pektin yang lebih tepat kalau disebut konsentrat pektin.
Bentuk ini ditunjukan untuk pembuatan makanan. Biasanya pektin ini
dipasarkan untuk keperluan rumah tangga. Kandungan pektinnya sekitar
1,5-3,5% dan total padatannya 7-12%. Sementara pH pektin sekitar 2,7-3,6%
dengan kandungan asam bebas sekitar 1,5-2,7% sebagai asam malat.
3) Pektin tepung, merupakan bentuk pektin yang umum digunakan untuk
keperluan farmasi dan kedokteran. Pektin ini larut dalam 25 bagian air pada
suhu 250 C. Kadar metoksil dalam pektin tidak berkurang dari 7% dan kadar
asam galakturonat tidak kurang dari 78%, sementara kadar abu harus lebih kecil
dari 4%, sedangkan kadar abu yang tidak dapat larut dalam asam harus tidak
boleh lebih dari 0,4%. Kehilangan pektin pada pemanasan 1050C selama dua
jam harus tidak lebih dari 10%.
2.6 Sifat dan Struktur Pektin
Pektin merupakan serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih
kekuningan, tidak berbau dan rasa seperti lender (Kirk and Othmer, 1967).
Senyawa-senyawa pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang
dihubungkan dengan ikatan β-(1 -4)-glukosida. Asam galakturonat merupakan
turunan dari galaktosa. (Winarno, 1984)
Pada umumnya senyawa-senyawa pektin diklarifikasikan menjadi 3
kelompok senyawa yaitu :
1. Asam pektat, yaitu gugus karbosil asam galakturonat dalam ikatan
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
asam-asam lain, terdapat dalam jaringan tanaman sebagai kalsium atau
magnesium pektat
2. Asam pektinat, disebut juga pektin dimana molekulnya terdapat ester
metil ada beberapa gugusan karboksil sepanjang rantai polimer dari
galakturonat. Pektin mempunyai sifat terdispersi dalam air dan seperti
halnya asam pektat juga dapat membentuk garam disebut garam pektinat
yang berfungsi sebagai pembuatan jelli dengan gula dan asam.
3. Protopektin, yaitu senyawa pektin yang tidak larut, banyak terdapat pada
jaringan tanaman yang muda. Bila dipanaskan dalam air yang
mengandung asam, protopektin dapat berubah menjadi pektin yang
terdispersi dalam air. Komposisi kandungan protopektin, pektin, dan
asam pekat didalam buah sangat bervariasi dan tergantung pada derajat
pematangan buah. (Winarno, 1984)
Pektin mempunyai gugus metil ester yang berbeda-beda, sehingga
kandungan methoksil pektin adalah salah satu sifat penting karena berpengaruh
dalam pembuatan gel. Berdasarkan kadar methoksilnya, pektin dibagi menjadi
dua golongan yaitu :
a. Pektin dengan kadar methoksil yaitu kurang dari 7%
b. Pektin dengan kadar methoksil tinggi yaitu 7%-8%.
2.7 Ekstraksi soxhlet
Ekstraksi soxhlet adalah salah satu metode pemisahan yang didasarkan
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Berdasarkan fasanya, ekstraksi dikelompokkan menjadi ekstraksi cair-cair dan
padat-cair.
Ektraksi cair-cair dilakukan untuk mendapatkan suatu senyawa dalam
campuran berfasa cair dengan pelarut lain yang fasanya cair juga. Sedangkan
Ekstraksi padat-cair dilakukan bila ingin memisahkan suatu komponen dalam
suatu padatan dengan menggunakan suatu pelarut cair. Alat yang digunakan
adalah ekstraktor soxhlet.
2.8 Prinsip Ekstraksi Soxhlet
Prinsip ekstraksi soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang
selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah
pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Gambar 1. Ekstraktor soxhlet
Pada ekstraktor Soxhlet, pelarut dipanaskan dalam labu didih sehingga
menghasilkan uap. Uap tersebut kemudian masuk ke kondensor melalui pipa
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
berisi padatan. Pelarut akan membasahi sampel dan tertahan di dalam
selongsong sampai tinggi pelarut dalam pipa sifon sama dengan tinggi pelarut di
selongsong. Kemudian pelarut seluruhnya akan menggejorok masuk kembali ke
dalam labu didih dan begitu seterusnya. Peristiwa ini disebut dengan efek sifon.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi soxhlet adalah:
o Ukuran partikel
Ukuran partikel yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan kontak
antara partikel dengan liquida. Sehingga harus ada range tertentu untuk ukuran
partikel harus cukup kecil agar tiap partikel mempunyai waktu ekstraksi yang
sama.
o Pelarut
Harus di pilih pelarut yang baik, yang tidak akan merusak solute. Selain itu
juga tidak di perolehkan menggunakan pelarut yang mempunyai viskositas
tinggi agar sirkulasi bebas bisa terjadi.
o Suhu operasi
Kelarutan suatu solute yang diekstraksi akan bertambah dengan bertambah
tingginya suhu, demikian juga akan memperbesar difusi. Jadi secara
keseluruhan akan menambah kecepatan ekstraksi. Suhu optimum untuk
ekstraksi soxhlet adalah sesuai dengan titik didih pelarut yang di gunakan.
o Waktu ekstraksi
Semakin lama waktu ekstraksi maka akan semakin sempurna pula
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
yang optimum. Dimana waktu ekstraksi optimum untuk ekstraksi soxhlet adalah
240-250 menit.
o Konsentrasi pelarut
Dengan semakin tingginya konsentrasi pelarut maka zat yang akan terekstrak
juga semakin besar. Akan tetapi konsentrasi terlalu tinggi juga tidak disarankan
karena hal tersebut justru akan merusak senyawa asam pektinat yang ada pada
pectin. Hal ini di buktikan oleh peneliti terdahulu dengan menghasilkan kadar
metoksil 11,41% dengan kondisi terbaik pada konsentrasi perbandingan pelarut
1:12 (Mariana, Tri, 2006, UPN Veteran JATIM). Atas dasar itulah
peneltitian ini di jalankan.
2.8 Keuntungan dan kerugian metode soxhlet
Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit
(efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal
dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu
baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Waktu yang digunakan lebih cepat.
Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan
hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas.
2.9 Landasan Teori
Ekstraksi soxhlet dilakukan untuk mengeluarkan pektin dari jaringan
tanamannya. Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan bahan dalam
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
juga berfungsi untuk menghidrolisa protopektin yang tak larut menjadi asam
pektat yang larut. (Considine and Considine, 1982)
Pengolahan untuk memperoleh pectin selalu meliputi langkah – langkah berikut
1. Persiapan bahan
Pada tahap persiapan bahan inidilakukan perlakuan pendahuluan untuk
menghilangkan kotoran, senyawa gula, dan bahan padat terlarut lainnya. Selain itu
proses ini bertujuan untuk proses inaktivasi enzim pektin esterase yang dapat
menghidrolisis pektin menjadi pekat. Menurut Bravermen ( 1949 ), pada tahap ini
dicuci dengan dengan air dingin dan air dingin ini harus selalu diganti agar pencucian
dapat berhasil baik. Bila bahan tidak dicuci, senyawa gula yang tertinggal akan
menyebabkan terbentuknya jelly atau pektin kering yang diperoleh memiliki sifat
higroskopis. Selain itu tahap ini juga dapat dijalankan denan pemanasan, dan
pengupasan. Proses ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan pigmen, senyawa
gula, dan kotoran – kotoran.
2. Ekstraksi pektin
Merupakan proses pengeluaran pectin dari sel pada jaringan tanaman.
Ekstraksi pectin dengan larutan asam dilakukan dengan cara memanaskan bahan
dalam larutan asam encer yang berfungsi untuk menghidrolisis protopektin menjadi
pectin. Ekstraksi ini dapat dilakukan dengan asam mineral seperti asam klorida atau
asam sulfat. Makin tinggi suhu ekstraksi, makin singkat waktu yan dibutuhkan untuk
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
digunakan tidak bisa diabaikan. Kisaran pH yang dirokemendasikan 1,5 – 3,0 tetapi
pH kisaran pada pH 2,6 – 2,8 lebih sering dipakai (Kirk dan Othmer, 1958)
3. Pengendapan
Pengendapan merupakan proses pemisahan pectin dari larutan dengan cara
pengendapan senyawa pektinya. Biasanya dilakukan dengan spray drying, salting out
dan dengan penambahan bahan pelarut organic seperti alcohol dan aseton. Spray
drying jarang dilakukan karena mahal. Pengendapan dengan salting out juga tidak
banyak dilakukan karena kesulitan untuk memisahkan pectin yang dihasilkan dan
garam yang digunakan. Pengendapan dengan alcohol merupakan cara yang pertama
kali digunakan, menghasilkan pectin yang kurang murni karena alcohol tidak hanya
mengendapkan pectin, tetapi juga senyawa lain seperti dekstrin dan hemiselulosa.
Pengendapan dengan aseton lebih disukai karena dapat membentuk endapan yang
tegar sehingga mudah dipisahkan dari asetonnya.
4. Pemurnian dan pengeringan
Proses ini dimaksudkan agar pectin yang dapat bebas dari senyawa – senyawa
lain. Pencucian ini dengan aseton, kemudian dihaluskan dan diayak untuk mendapat
serbuk pectin.
2.10 Hipotesa
“Ekstraksi pektin dari kulit kakao dipengaruhi oleh waktu dan konsentrasi
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Pengambilan pektin dari kulit buah kakao dapat dilakukan dengan
menggunakan asam formiat (HCOOH) dan asam asetat (CH3COOH) sebagai
pelarut untuk mengekstraksi kulit buah coklat yang sebelumnya telah dijemur,
dirajang, diblender, dan ditimbang. Sehingga dapat dilakukan proses
selanjutnya.
3.1 Bahan Yang digunakan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya :
Kulit buah coklat yang di ambil dari kota Jember Alkohol 96%
Asam formiat (CHOOH) Asam asetat (CH3COOH) Aquades.
3.2 Alat Yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya :
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Kompor listrik Beaker glass Gelas ukur Pipet Labu ukur Erlenmeyer Statif
Kertas saring Oven
Ekstraktor soxhlet Timbangan.
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
3.4 Variabel Yang Digunakan Kondisi yang ditetapkan :
Berat kulit buah kakao : 10 gram
Konsentrasi alkohol : 96% Volume larutan : 250 ml
Suhu ekstraksi : Asam formiat 100,8 oC dan Asam asetat 118oC
pH larutan ekstraksi : 3
Kondisi yang berubah :
Untuk Asam Formiat : 1. Persiapan Bahan baku
Kulit buah cokelat dibersihkan dari kotoran – kotoran
Kulit cokelat yang telah dibersihkan digiling dengan blender sampai halus
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Rendam kulit kakao ini dengan alkohol 96% dengan perbandingan 1:1
Hasil yang diperoleh setelah pengendapan disebut dengan bubur kulit cokelat
Sebelum diolah lebih lanjut, bubur ini didiamkan selama 30 menit
2. Ekstraksi soxhlet
Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang sebanyak 10 gram dan kemudian
dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel)
dalam ekstraktor soxhlet, sample dibungkus dengan kertas saring.
Selanjutnya labu didih diisi batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan
panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan pelarut sesuai
dengan variabel.
Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik
serta kondensor. Alat pendingin disambungkan dengan soxhlet. Air untuk
pendingin dijalankan dan alat ekstraksi pektin mulai dipanaskan .
Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati soxhlet menuju ke pipa
pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor
mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes
ke thimble. Pelarut melarutkan pektin dalam thimble, larutan sari ini terkumpul
dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat
sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai
refluks.
Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan pektin dipisahkan melalui proses
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
3. Pengentalan
Filtrat pektin dipanaskan pada suhu 95 – 970C sambil diaduk sampai volumenya
menjadi setengah volume semula.
Hasil yang diperoleh disebut dengan filtrat pekat.
Filtrat pekat ini didinginkan.
4. Pengendapan pektin
Penyiapan larutan pengendap.
Larutan alkohol 96% diasamkan dengan menambahkan 2 ml HCL pekat dengan
perbandingan 100:2 (Alkohol:HCL), Larutan ini disebut dengan alkohol asam.
Filtrat pekat ditambah dengan alkohol asam dan diaduk sampai rata. Setiap 1
liter filtrat pekat ditambah dengan 1,5 liter alkohol asam.
Filtrat didiamkan selama 10 – 14 jam (semalam)
Endapan pektin dipisahkan dari filtratnya dengan saringan penghisap
Hasil yang diperoleh disebut dengan pektin masam
5. Pencucian Pektin Masam
Pektin masam ditambah dengan alkohol 96% kemudian diaduk
Kemudian dilakukan penyaringan dengan saringan penghisap
Hal ini dilakukan beberapa kali sampai pektin tidak bereaksi dengan asam lagi
Pektin yang tidak beraksi asam ialah pectin yang tidak berwarna merah bila
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
6. Pengeringan
Pektin basa dikeringkan pada suhu 30-400C selama 6-10 jam
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
3.7 Metode analisa 1. Analisa kadar air
Kadar air (%) = Massa awal – Massa akhir x 100% Massa awal
2. Analisa kadar pektin dengan spektrofotometer
Analisa ini dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
Alat tersebut di gunakan untuk untuk menentukan adanya gugus OH alkohol
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil penelitian
Dalam hasil analisa awal kadar pektin pada kulit buah coklat diketahui
bahwa kadar pektin yang terkandung di dalamnya adalah 52,2388 mg/l dengan
menggunakan acuan metode aplikasi spektrofotometer. (Laboratorium
Instrumentasi FTI,UPN “Veteran” Jatim)
Dari hasil penelitian yang di lakukan dengan dua jenis pelarut yang
berbeda di dapatkan berat pektin pada berbagai konsentrasi pelarut dan waktu
ekstraksi yang di tabelkan sebagai berikut :
Tabel IV.1. Berat pektin hasil penelitian dengan variasi waktu dan konsentrasi pelarut (asam formiat)
Perbandingan kosentrasi pelarut
1:8 1:10 1:12 1:14 1:16
Waktu Ekstraksi
(menit) Berat pektin (Gram)
200 0,32 0,42 0,51 0,49 0,50
225 0,36 0,51 0,55 0,54 0,51
250 0,47 0,59 0,62 0,58 0,54
275 0,44 0,51 0,52 0,52 0,46
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Tabel IV.2 Berat pektin hasil penelitian dengan variasi waktu dan konsentrasi pelarut (asam asetat)
Perbandingan kosentrasi pelarut
1:8 1:10 1:12 1:14 1:16 Waktu
Ekstraksi
(menit) Berat pektin (Gram)
200 0,31 0,39 0,43 0,33 0,32
225 0,33 0,33 0,44 0,37 0,38
250 0,42 0,41 0,46 0,45 0,41
275 0,34 0,40 0,43 0,42 0,37
300 0,36 0,39 0,41 0,39 0,40
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Dari grafik 4.1 dapat di lihat bahwa berat pektin yang di hasilkan di
pengaruhi oleh waktu ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi ,maka berat pektin
yang di hasilkan cenderung meningkat. Hal ini di karenakan kontak antar partikel
semakin lama semakin besar dan kesempatan zat pelarut yang mengekstrak semakin
besar pula sehingga berat pektin yang di hasilkan semakin tinggi. Akan tetapi, waktu
ekstraksi yang terlalu lama akan menurunkan kemampuan pelarut untuk
mengekstrak. Waktu ekstraksi maksimum adalah 240-260 menit.
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
1:08 1:10 1:12 1:14 1:16
B
Dari grafik 4.2 dapat di lihat bahwa berat pektin yang di hasilkan di pengaruhi
oleh konsentrasi pelarut. Semakin semakin tinggi konsentrasi pelarut ,maka berat
pektin yang di hasilkan cenderung menurun karena dengan konsentrasi yang semakin
tinggi justru akan merusak asam pektinat itu sendiri sehingga pektin yang di peroleh
akan semakin kecil. Akan tetapi pemakaian konsentrasi terlalu rendah juga harus di
hindari karena pektin yang di dapat tidak akan maksimal. Konsentrasi maksimum
yang di peroleh adalah 1:12.
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Dari grafik 4.3 dapat di lihat bahwa berat pektin yang di hasilkan di pengaruhi
oleh waktu ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi ,maka berat pektin yang di
hasilkan cenderung meningkat. Hal ini di karenakan kontak antar partikel semakin
lama semakin besar dan kesempatan zat pelarut yang mengekstrak semakin besar pula
sehingga berat pektin yang di hasilkan semakin tinggi. Akan tetapi, waktu ekstraksi
yang terlalu lama akan menurunkan kemampuan pelarut untuk mengekstrak. Hasil
terbaik yang di dapat pada proses ekstraksi ini adalah pada perbandingan pelarut 1:12
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
1:08 1:10 1:12 1:14 1:16
B
Dari grafik 4.4 dapat di lihat bahwa berat pektin yang di hasilkan di
pengaruhi oleh konsentrasi pelarut. Semakin semakin tinggi konsentrasi pelarut
,maka berat pektin yang di hasilkan cenderung menurun karena dengan
konsentrasi yang semakin tinggi justru akan merusak asam pektinat itu sendiri
sehingga pektin yang di peroleh akan semakin kecil. Akan tetapi pemakaian
konsentrasi terlalu rendah juga harus di hindari karena pektin yang di dapat
tidak akan maksimal. Hasil terbaik yang di dapat pada proses ekstraksi ini
adalah pada perbandingan pelarut 1:12.
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
Dalam analisa kadar air, tujuan yang diinginkan adalah mengetahui
kandungan air yang ada dalam pektin yang dihasilkan. Dari data yang di peroleh
,kadar air yang di hasilkan untuk pelarut asam formiat berkisar antara 7,46 % -
8,57 % sedangkan untuk pelarut asam asetat berkisar antara 6,06 % - 9,8 %.
Hasil tersebut diatas telah memenuhi standart mutu pektin, di mana standart
kadar air yang maksimal untuk pektin adalah 12%. (Mariaty,Djohan.2000)
“Pemanfaatan limbah kulit coklat menjadi pektin dengan ekstraksi soxhlet“
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa pengambilan pektin dengan
menggunakan asam formiat (HCOOH) lebih efektif dari pada menggunakan
asam asetat (CH3COOH), di mana hasil terbaik yang di peroleh pada kondisi :
o Waktu ekstraksi : 250 menit
o Perbandingan pelarut : (1 : 12)
Hasil analisa akhir kadar pektin dari limbah kulit coklat setelah ekstraksi
(kondisi terbaik) yang di peroleh dari uji Laboratorium Pengujian dan
Kalibrasi Baristand “Badan Penelitian dan pengembangan Industri balai riset dan pengembangan Industri” Surabaya adalah 11,23 ppm dengan menggunakan acuan metode spektrofotometer
V.2 Saran
Sebaiknya di lakukan penelitian yang sama dengan menggunakan bahan baku
yang berbeda karena masih banyak lagi tumbuhan yang mengandung pektin
yang belum di manfaatkan secara maksimal.
Untuk mendapatkan berat pectin yang maksimal sebaiknya bahan bahan yang
di gunakan dihaluskan sedemikian rupa untuk memperluas kontak antara
DAFTAR PUSTAKA
Mariana, Tri, 2006, Ektraksi pektin dari kulit buah coklat, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Kirk, R.F., and othmer , D. F., 1979, Enclicopedia of technology, volume 16, 3 rd
edition, The Interscience enclycopedia Inc, New York
Puspitasari, dwi, 2008, , Ektraksi pektin dari nanas, Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
www.litbang.deptan.go.id
http://www.herbstreith-fox.de/en/pectins
http://majarimagazine.com/2009/03/ekstraksi
APPENDIKS
Analisa kadar air
Kadar air (%) = Massa awal – Massa akhir x 100%
Massa awal
Asam formiat :
1.Kadar air (%) berat terendah = 0,35 gram – 0,32 gram x 100 %
0,35 gram
= 8,57 %
2.Kadar air (%) berat tertinggi = 0,67 gram – 0,62 gram x 100 %
0,67 gram
= 7,46 %
Asam asetat :
1.Kadar air (%) berat terendah = 0,33 gram – 0,31 gram x 100 %
0,33 gram
= 6,06 %
2.Kadar air (%) berat tertinggi = 0,51 gram – 0,46 gram x 100 %
0,51 gram
Membuat Larutan Asam Formiat (1:12)
Kadar asam = 86%
Massa jenis = 1,9 gr / ml
Volum larutan yang dibuat (V2) = 250 ml
Jumlah asam formiat = (1:9) x 250 ml
= 19,2 ml
Jumlah Aquadest = 250 ml – 19,2 ml
= 230,8 ml
Konsentrasi Larutan :
M = % x p x BM
1000
= 0,86 x 1,96 g/ml x 46
1000
= 35,52
Maka :
V1 x N1 = V2 x N2
19,2 x 35,52 = 250 x N2
N2 = 0,4 N
Di mana : V1 : Volume larutan mula-mula
V2 : Volume larutan yang dibuat
N1 : % atau Molar atau normal mula-mula
Membuat Larutan Asam Asetat (1:12)
Kadar asam = 99,6%
Massa jenis = 1,9 gr / ml
Volum larutan yang dibuat (V2) = 250 ml
Jumlah asam asetat = (1:9) x 250 ml
= 19,2 ml
Jumlah Aquadest = 250 ml – 19,2 ml
= 230,8 ml
Konsentrasi Larutan :
M = % x p x BM
Di mana : V1 : Volume larutan mula-mula
V2 : Volume larutan yang dibuat
N1 : % atau Molar atau normal mula-mula
N2 : % atau Molar atau normal larutan yang dibuat
Alkohol sebanyak 100 ml di tambahkan dengan asam formiat ataupun asam asetat