• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran 1"

Copied!
288
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL

BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Triyanti Fitasari

091134126

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL

BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

Oleh: Triyanti Fitasari NIM : 091134126

Telah disetujui oleh :

Pembimbing I

E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A.Ed.D. Tanggal 7 Juni 2013

Pembimbing II

Eny Winarti,S.Pd, M.Hum., Ph.D. Tanggal 7 Juni 2013

(3)

iii

SKRIPSI

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK

MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL

BELAJAR IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Triyanti Fitasari

NIM : 091134126

Telah dipertanggungjawabkan di depan penguji pada tanggal 12 Juni 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. ... Sekretaris : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D ... Anggota 1 : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D ... Anggota 2 : Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. ... Anggota 3 :Theresia Yunia S., S.Pd., M.Hum. ...

Yogyakarta, 12 Juni 2013

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk :

 Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati dan mencurahkan kasihNya padaku

 Bapak, ibu, dan kedua kakakku, dan Papah Yoa tersayang selaku keluarga yang tak hentinya berdoa dan berharap serta selalu memberikan bantuan dan dukungan baik secara material maupun spiritual

 E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D dan Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu menemani, membimbing, menginspirasi, dan memotivasi serta mendoakan peneliti dengan penuh komitmen dan kesetiaan.

 Teman-teman yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan skripsi ini khususnya, Mbak Primandani, Pak Hans, Eka Yus, Laura, Mas Wahyu, Vivin, Cik Yeng, Hema, Puje, Lely, Vita, Uswa, Ipin, Novi, Endah, Aprilia, Galih, dan Prima

 Almamaterku Universitas Sanata Dharma yang telah membentukku menjadi seseorang yang lebih berkualitas berkualitas

(5)

v MOTTO

 Pada hati yang tertambat sesama, ilmu tak mungkin membisu

 Keberanian bukan berarti tidak mempunyai rasa takut melainkan berani bertindak walau merasa takut

 Thinking globally and act locally  Talk Less, Do More!!

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 April 2013 Penulis

(Triyanti Fitasari)

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Triyanti Fitasari

NIM : 091134126

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PENERAPAN

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN

PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian, saya memberikan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internat atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 30 Mei 2013 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

PENERAPAN PEMEBLAJARAN KONTEKTUAL UNTUK MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I

Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kualitas proses belajar yang nampak pada kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I melalui penerapan pembelajaran kontekstual. Kualitas proses yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perhatian dan keaktifan siswa terhadap pembelajaran, sedangkan kualitas hasil diperoleh dari soal evaluasi dan Lembar Kerja Siswa (LKS). Subjek dari penelitian ini adalah siswa Kelas VA SD Negeri Ungaran I. Penelitian ini berlangsung dalam satu siklus dengan kegiatan perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.

Latar belakang dari penelitian ini adalah dijumpainya siswa yang kurang perhatian dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan suasana kelas kurang kondusif dan berpengaruh pula pada hasil belajar siswa yang masih kurang optimal. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti memilih menggunakan pembelajaran kontekstual dengan penerapan tujuh komponen yang ada dalam pembelajaran kontekstual. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu peneliti menggunakan kuesioner untuk mengetahui perhatian, observasi untuk mengetahui keaktifan siswa, soal evaluasi dan LKS, serta didukung dengan wawancara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri Ungaran I mengalami peningkatan dengan penerapan pembelajaran kontektual. Peningkatan tersebut melalui terciptanya kegiatan pembelajaran yang mengacu pada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yang meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

Kata kunci: perhatian, keterlibatan aktif, hasil belajar, pembelajaran kontekstual

(9)

ix ABSTRACT

IMPLEMENTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TO IMPROVE THE QUALITY OF TEACHING AND LEARNING PROCESS

AND RESULT ON SOCIAL SCIENCE VA GRADERS OF UNGARAN I ELEMENTARY SCHOOL

Triyanti Fitasari Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2013

This research was aimed to improve the quality of teaching and learning that appear on the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning. Quality processes focus on the attention and students active involvement in the learning processes, meanwhile the quality of the results was obtained from the evaluation questions and the students' atmosphere is not conducive and also affect the learning outcomes of students that are still less than optimal. To solve this problems, researcher choose contextual teaching and learning with applicate the seven komponents. Data collection techniques in this research were questionnaires to determine the attention, observation to determine the active involvement of the student, evaluation questions and worksheets to determine the learning results, and supported by interviews.

The results showed that the quality of teaching and learning process dan results of learning Social Science VA graders of Ungaran I elementary school through the application of contextual learning can be improved. The improvement through the teaching and learning processes refers to the seven components that concists of constructivism contextual learning, asking questions, finding, learning community, modeling, reflection, and the outentic assessment.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Sembah, puji, dan syukur kami naikkan ke hadirat Bapa, Putera, dan Roh Kudus yang telah melimpahkan berkat dan anugerah-Nya sehingga skripsi dengan

judul PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKTUAL UNTUK

MENINGKATKAN PERHATIAN DAN KUALITAS PROSES

PEMBELAJARAN IPS KELAS VA SD NEGERI UNGARAN I dapat peneliti selesaikan dengan baik.

Penyusunan skripsi ini merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kependidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas Sanata Dharma.

Peneliti menyadari bahwa dalam proses menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang terlibat memberi bimbingan dan bantuan baik secara material maupun spiritual. Untuk itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D selaku dosen pembimbing yang selalu menemani, membimbing, menginspirasi, dan mendoakan peneliti dengan penuh komitmen dan kesetiaan.

(11)

xi

4. Eny Winarti, M.Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan dorongan, motivasi, bimbingan kepada peneliti.

5. Kuswandi, S.Pd. Selaku kepala SD Negeri Ungaran I, Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepeda peneliti untuk melaksanakan penelitian ini.

6. Pak Mulyono selaku guru kelas VA SD Negeri Ungaran I dan partner peneliti yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

7. Siswa kelas V SD Negeri Ungaran I selaku subjek dari penelitian ini.

8. Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan pengetahuan selama proses perkuliahan.

9. Bapak, ibu, dan kedua kakakku tersayang yang tak hentinya berdoa dan berharap serta selalu memberikan bantuan dan dukungan baik secara material maupun spiritual.

10.Teman-teman yang bersama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan skripsi ini khususnya, Mbak Primandani, Pak Hans, Eka Yus, Laura, Mas Wahyu, Vivin, Cik Yeng, Hema, Puje, Lely, Vita, Uswa, Ipin, Novi, Endah, Aprilia, Galih, dan Prima.

11.Papahku tersayang Yoakhim Riwi Tiyoso yang selalu setia menemani, membantu, memberi semangat, dan yang selalu ada dikala suka maupun duka dalam proses penulisan skirpsi ini.

Yogyakarta, 7 Juni 2013 Peneliti,

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 11

1.3 Perumusan Masalah ... 11

1.4 Tujuan Penelitian ... 12

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

1.6 Definisi Operasional ... 14

(13)

xiii BAB II TINJAUAN LITERATUR

2.1 Kajian Pustaka ... 16

2.1.1 Teori yang Mendukung ... 16

2.1.1.1 Pembelajaran Kontruktivis ... 16

2.1.1.2 Pembelajaran Kontekstual ... 18

2.1.2 Kualitas Proses Pembelajaran ... 28

2.1.2.1 Perhatian ... 30

2.1.2.2 Keterlibatan Aktif ... 32

2.1.3 Hasil Belajar ... 35

2.1.4 Belajar dan Pembelajaran ... 36

2.1.4.1 Belajar ... 36

2.1.4.2 Pembelajaran ... 37

2.1.5 Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial ... 39

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 43

2.3 Kerangka Berpikir ... 51

2.4 Hipotesis Tindakan ... 53

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 54

3.2 Setting Penelitian ... 55

3.3 Rencana Tindakan ... 56

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5 Instrumen Penelitian ... 62

(14)

xiv

3.7 Analisis Data ... 81

3.8 Indikator Keberhasilan ... 82

3.9 Jadwal Penelitian ... 85

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 86

4.1.1 Kegiatan Perencanaan ... 86

4.1.2 Kegiatan Pelaksanaan ... 87

4.1.3 Observasi ... 89

4.1.4 Refleksi ... 89

4.2 Kualitas Proses pembelajaran ... 93

4.2.1 Perhatian ... 93

4.2.2 Keterlibatan Aktif ... 97

4.3 Hasil Belajar... 105

4.3 Pembahasan ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 128

5.2 Saran ... 130

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 130

DAFTAR PUSTAKA ... 132

LAMPIRAN ... 136

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitas Prose dan hasil Pembelajaran IPS

di Kelas VA SD N Ungaran 1 ... 5

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas V Semester 2 43 Tabel 3. Indikator dan Instrumen Penelitian ... 63

Tabel 4. Kisi-kisi Kuesioner Perhatian ... 64

Tabel 5. Pedoman Penskoran ... 66

Tabel 6. Perhitungan Nilai Menggunakan PAN Tipe I ... 67

Tabel 7. Lembar Observasi Kualitas Pembelajaran ... 68

Tabel 8. Rubrik Penilaian Soal Evaluasi ... 69

Tabel 9. Rubrik Penilaian Lembar Kerja Siswa ... 70

Tabel 10. Kriteria Reliabilitas ... 72

Tabel 11. Hasil Perhitungan Validasi Silabus ... 74

Tabel 12. Hasil Perhitungan Validasi RPP ... 75

Tabel 13. Kisi-kisi Kuesioner untuk Item-item Valid ... 77

Tabel 14. Reliabilitas Kuesioner Perhatian ... 79

Tabel 15. Hasil Perhitungan Pearson Correlation Soal Evaluasi ... 80

Tabel 16. Reliabiilitas Soal Evaluasi ... 80

Tabel 17. Indikator Keberhasilan Proses dan Hasil Belajar dalam Siklus Pertama ... 82

Tabel 18. Jadwal Penelitian... 85

Tabel 19. Kegiatan Pembelajaran ... 87

(16)

xvi

Tabel 21. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Tertarik pada

Suatu Objek ... 94

Tabel 22. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Mengarahkan Reseptor Sensori yang Sesuai ke Arah Objek ... 95

Tabel 23. Hasil Perhitungan Kuesioner pada Indikator Memusatkan Pikiran pada Suatu Objek ... 96

Tabel 24. Partisipasi Siswa dalam Mengajukan Ide/Pertanyaan ... 97

Tabel 25. Partisipasi Siswa dalam Menjawab Pertanyaan ... 98

Tabel 26. Interaksi Siswa dalam Kelompok ... 105

Tabel 27. Kemampuan Kelompok dalam Mengerjakan LKS ... 106

Tabel 28. Kondisi Awal, Indikator Keberhasilan Tindakan, dan Realisasi Tindakan ... 107

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Permasalahan ... 8

Gambar 2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pembelajaran... 39

Gambar 3. Skema Penelitian yang Relevan ... 51

Gambar 4. Siklus PTK menurut Kemmis & Taggart ... 56

Gambar 5. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan I ... 100

Gambar 6. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan II ... 102

Gambar 7. Interaksi Siswa dalam Kelompok pada Pertemuan III ... 104

Gambar 8. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan I ... 114

Gambar 9. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan II ... 114

Gambar 10. Interaksi Kelompok V pada Pertemuan III ... 116

Gambar 11. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan I ... 117

Gambar 12. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan II ... 118

Gambar 13. Interaksi Kelompok VI pada Pertemuan III ... 119

Gambar 14. Poster yang Dibuat oleh Kelompok I ... 121

Gambar 15. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Baik ... 122

Gambar 16. Contoh Hasil Evaluasi Siswa yang Kurang Baik ... 123

Gambar 17. Refleksi Salah Satu Anggota Kelompok VI ... 125

Gambar 18. Refleksi Fikri ... 126

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 136

Lampiran 2. Perangkat Pembelaajran Sebelum Validasi ... 138

Lampiran 3. Perangkat Pembelajaran Sesudah Validasi ... 173

Lampiran 4. Validitas Perangkat Pembelajaran ... 194

Lampiran 5. Contoh Hasil Kerja Siswa ... 200

Lampiran 6. Validasi Kuesioner ... 214

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kuesioner ... 228

Lampiran 8. Hasil Observasi Siswa ... 264

Lampiran 9. Hasil Belajar Siswa ... 266

Lampiran 10. Foto Kegiatan ... 269

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan terdapat enam hal yang akan diuraikan oleh peneliti. Enam hal tersebut adalah latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang Masalah

Guru memiliki tugas dan tanggungjawab yang tidak mudah. Menurut Peter (dalam Sudjana, 2000: 15) ada tiga tugas dan tanggungjawab guru, yaitu guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbing, dan guru sebagai administrator kelas. Tugas dan tanggungjawab guru sebagai pengajar yaitu menyampaikan ilmu pengetahuan atau materi pelajaran sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa memperoleh ilmu pengetahuan dan mengembangkannya sesuai dengan kreativitas siswa. Tanggungjawab guru sebagai pembimbing merupakan tanggungjawab dimana guru membantu masalah siswa yang berhubungan dengan belajarnya dan membantu siswa untuk mengembangkan kepribadian baik siswa. Guru sebagai administrator kelas maka guru yang bertanggungjawab untuk keefektifan kegiatan pembelajaran dan situasi kelas yang kondusif untuk belajar. Tidak dapat dipungkiri bahwa situasi kelas atau lingkungan pembelajaran yang kondusif akan sangat membantu untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif.

(20)

2

dapat tercapai dengan baik diperlukan suatu proses pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas dapat dilihat dari terciptanya iklim kelas yang kondusif. Iklim kelas yang kondusif ditandai dengan adanya perhatian dan keterlibatan yang aktif baik pada pihak guru maupun siswa yang didasari dengan perasaan senang, terbuka dan tanpa adanya rasa takut, serta tidak ada pula tekanan-tekanan yang dilakukan oleh guru kepada siswa-siswanya (Maswardi, dalam Aunurahman, 1998).

Menarik perhatian dan keterlibatan siswa yang aktif dalam pembelajaran masuk dalam tanggungjawab guru sebagai pengajar. Dalam hal ini, guru dituntut untuk bisa menciptakan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan siswa belajar. Guru bertugas memanipulasi lingkungan sehingga siswa dapat belajar dengan mudah. Sementara siswa harus aktif mencari informasi, memecahkan masalah, mengemukakan gagasan dan berlatih agar mempunyai kemampuan baru yang bersifat permanen (Gora, 2010: 10)

Namun demikian, hal ideal seperti dipaparkan di atas belum tentu terjadi di realita pembelajaran yang ada di sekolah, misalnya di SD Negeri Ungaran I. Berdasarkan wawancara dengan guru kelas VA SD Negeri Ungaran I pada tanggal 18 September 2012, diperoleh keterangan bahwa pembelajaran di kelas VA dirasa kurang kondusif. Menurut beliau, kurang kondusifnya pelaksanaan pembelajaran di kelas VA SD Negeri Ungaran I adalah siswa yang cenderung ramai dan ribut sekali ketika guru sedang menjelaskan. Selain itu, guru juga mengatakan bahwa fasilitas sekolah masih kurang untuk mendukung proses pembelajaran, seperti fasilitas LCD proyektor di kelas. Oleh karena itu, siswa kurang memperhatikan

(21)

dan kurang melibatkan diri dalam kegiatan pembelajaran dan cenderung sibuk

dengan aktifitasnya sendiri. “Biasanya untuk menarik perhatian mereka, saya

sesekali menunjuk siswa yang nilainya masih agak kurang dan kurang memperhatikan pada saat saya menjelaskan” jelas guru kelas ketika ditanya bagaimana caranya suapaya siswa bisa terlibat dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga mengatakan “Belum lagi mbak, setiap ada guru mapel yang baru pertama masuk di kelas saya, selesai mengajar pasti mengatakan, uedyan tenan

pak, kelase ramene pol (gila benar pak, kelasnya ramai sekali)”, jelas guru kelas lebih lanjut. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak hanya guru kelas yang merasakan dan menganggap kelas tersebut memiliki tingkat keramaian (noise level) yang lebih tinggi dari kelas lain (guru kelas, komunikasi pribadi, 18 September 2012).

(22)

4

sebenarnya sudah diulang beberapa kali oleh guru. Untuk menenangkan kelas yang dilakukan guru pada saat itu adalah berkata-kata dengan volume yang keras ketika ada siswa yang tidak memperhatikan, ribut dengan suara yang mengganggu, atau banyak bertanya.

Observasi kedua yang dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2013. Dalam pelajaran IPS hari ini, materi yang diajarkan adalah tentang perlawanan terhadap penjajah di berbagai daerah. Guru terlihat mendominasi pelajaran. Metode yang digunakan untuk menyampaikan materi, yaitu ceramah dan tanya jawab. Selama pembelajaran hanya ada dua dari 34 siswa yang berinisiatif bertanya kepada guru.

Salah satu pertanyaan, “Pak, kenapa sih, Pattimura punya dua nama,

marahi(membuat) bingung?”. Kemudian guru menjelaskan, “Pattimura adalah

nama yang dikenal ketika ia menjadi tentara Inggris dengan pangkat sersan

mayor. Nah, sebelum terkenal dengan nama Kapitan Pattimura, beliau punya

nama kecil, yaitu ...”. “Thomas Matulessy”, jawab siswa yang bertanya. Selain

dua siswa yang bertanya, delapan siswa juga menjawab pertanyaan karena ditunjuk oleh guru. Guru menunjuk siswa yang ramai dengan temannya atau yang terlihat melamun dan tidak memperhatikan.

Berdasarkan wawancara dengan guru, wawancara dengan siswa, dan berdasarkan hasil observasi, serta kuesioner maka peneliti melakukan pengkajian diagnostik terhadap suasana kelas ketika proses pembelajaran dilaksanakan untuk mengetahui fenomena-fenomena yang terjadi. Hasil pengkajian dan refleksi dapat mengidentifikasi gejala kurangnya kualitas proses dan hasil pembelajaran kelas VA SD Negeri Ungaran I disajikan dalam Tabel 1.

(23)

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran IPS di Kelas VA SD Negeri Ungaran I

Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data

Perhatian

Tertarik pada suatu objek

Kesukaan terhadap pelajaran IPS

Berdasarkan kuesioner dan didukung dengan observasi pembelajaran dan wawancara dengan siswa dan guru diperoleh data bahwa terdapat delapan dari 34 siswa atau 23,52% mengaku cukup menyukai pelajaran IPS

(lampiran hal. 228-229)

Berdasarkan kuesioner dengan didukung wawancara guru dan siswa diperoleh keterangan bahwa terdapat 11 siswa yang memiliki ketertarikan terhadap pembelajaran IPS atau sebesar 32,35% (lampiran hal.230-231 )

32,35%

Dari kuesioner yang dibagikan untuk data awal dietahui bahwa ada 18 siswa mengaku melihat ke guru ketika guru menjelaskan. Pada saat didukung dengan observasi peneliti menjumpai metode yang digunakan guru adalah ceramah sehingga siswa lebih terlihat pasif dan aktivitas yang mungkin adalah mendengarkan. Selain

mendengarkan, terdapat 18 siswa yang membuka buku dan sesekali melihat ke buku IPS

(lampiran hal.232-233 )

Berdasarkan kuesioner diketahui bahwa terdapat 14 siswa yang memberi perhatian terhadap penjelasan guru. Didukung dengan wawancara guru yang mengatakan

41,18%

(24)

6

Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data

kurang dari 50% jumlah siswa yang memperhatikan penjelasan guru (lampiran hal. 234-235).

wawancara guru Mencatat materi

IPS yang diajarkan

Berdasarkan observasi dan hasil kuesioner ditemukan bahwa siswa yang memiliki catatan yang cukup lengkap tentang materi IPS adalah sejumlah 17 siswa atau 50% (lampiran hal. 236-237).

Berdasarkan kuesioner, wawancara dengan guru dan siswa diperoleh keterangan informasi bahwa terdapat 6 siswa yang perhatian terhadap materi IPS dan mengikuti pembelajaran IPS dengan baik (lampiran hal.238-239 ).

17,65%

Berdasarkan kuesioner dan wawancara siswa diperoleh informasi bahwa terdapat 11 siswa yang mengaku memahami materi IPS dan tahu apa yang dipelajari, sedangkan siswa lain mengaku sedikit memahami dan hanya menghafalkan (lampiran hal.240-241 ).

32,35%

Dalam observasi pembelajaran dijumpai dua siswa yang mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi, sedangkan siswa lain hanya diam, atau bahkan ada yang berbicara dengan teman.

8,82%

Dalam dua kali observasi, metode yang digunakan guru adalah ceramah dan tidak ada diskusi. Siswa juga dalam mengerjakan tugas secara individu. Interaksi yang terjadi hanyalah interaksi untuk kepentingan siswa sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran.

0%

Siswa yang menjawab pertanyaan dari guru biasanya

adalah siswa yang ditunjuk oleh guru. Berdasarkan 41,18%

Observasi, wawancara

(25)

Indikator Deskriptor Keterangan % Sumber Data pertanyaan pertanyaan dari

guru

observasi, diketahui terdapat 12 siswa ditunjuk oleh guru untuk menjawab dan hanya ada dua siswa berinisiatif tunjuk jari untuk menjawab pertanyaan dari guru.

guru,wawancara

Siswa bekerja secara individu dan guru kurang memfasilitasi menggunakan metode diskusi dalam pembelajaran IPS sehingga siswa tidak menanggapi atau menjawab pertanyaan teman kecuali jika ditunjuk guru. Dalam observasi terlihat bahwa guru sempat meminta konfirmasi dari empat teman berkaitan dengan

pertanyaan siswa.

Interaksi antarsiswa yang terkait dengan pembelajaran tidak terjadi karena siswa belajar secara individu. Metode yang digunakan guru adalah ceramah dan tidak ada diskusi. Siswa juga dalam mengerjakan tugas secara individu. Interaksi yang terjadi hanyalah interaksi untuk kepentingan siswa sendiri yang tidak ada hubungannya dengan pembelajaran.

Pada saat observasi, siswa hanya mendengarkan dan guru tidak menyediakan LKS untuk mereka kerjakan yang sesuai dengan materi, kegiatan, dan bahan ajar.

0%

Observasi, wawancara Daya serap siswa Kemampuan siswa

menjawab soal evaluasi

Berdasarkan rata-rata dari nilai Ulangan Harian, nilai Ulangan Tengah Semester dan nilai Ulangan Kenaikan Kelas semester lalu terdapat 12 siswa tidak lulus KKM atau belum melampaui nilai 72 (lampiran hal. 267).

64,71%

(26)

8

Berdasarkan keterangan guru dan beberapa fenomena yang teramati dalam proses pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri Ungaran I dapat diidentifikasi dalam peta permasalahan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Permasalahan

Dari skema di atas, dapat dilihat bahwa pengelolaan pembelajaran berpengaruh untuk mencapai proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif. Pengelolaan pengajaran berkaitan dengan materi yang diberikan kepada siswa menggunakan metode mengajar tertentu untuk menarik perhatian dan keterlibatan aktif siswa agar terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran yang efektif (Rohani, 2004:123). Pengelolaan pembelajaran yang baik akan mampu menciptakan suatu pembelajaran berkualitas, suasana yang kondusif dan siswa memberikan perhatian dan aktif terlibat dalam aktivitas pembelajaran.

Berdasarkan skema di atas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan situasi dan kondisi pembelajaran yang kurang kondusif di kelas VA SD Negeri Ungaran I adalah siswa kurangnya perhatian dan keterlibatan aktif siswa terhadap aktivitas

Pengelolaan

(27)

pembelajaran. Oleh karena itu, siswa menjadi kurang melibatkan diri dalam aktivitas pembelajaran. Siswa yang kurang terlibat dengan aktivitas pembelajaran akan lebih cenderung melibatkan diri pada aktivitas lain di luar aktivitas pembelajaran, misalnya berbicara dengan teman atau memainkan barang-barang yang ada di sekitarnya. Aktivitas lain di luar pembelajaran yang dilakukan siswa biasanya akan mengganggu proses pembelajaran, menjadikan situasi pembelajaran tidak kondusif dan proses pembelajaran dirasa kurang optimal.

Untuk menarik perhatian dan keterlibatan siswa bisa dilakukan dengan cara merencanakan pembelajaran yang menarik dan memberi kesempatan untuk siswa aktif mempelajari materi. Sesuai dengan filsafat konstruktivisme yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri oleh siswa sehingga siswa sendirilah yang harus aktif untuk belajar. Ada banyak metode pembelajaran yang menarik dan dapat mengaktifkan siswa, seperti Problem Based Learning, Inquiry Based Learning, Cooperative Learning, dan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL). Untuk mengatasi akar permasalahan yang sudah diungkapkan sebelumnya, peneliti memilih menggunakan pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL).

(28)

10

terdapat tujuh komponen. Komponen tersebut, yaitu konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

Pembelajaran kontekstual dipilih untuk memecahkan masalah kurangnya perhatian dan keterlibatan aktif siswa karena dalam pembelajaran kontekstual terdapat tujuh komponen yang mampu menarik perhatian dan membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga memungkinkan untuk siswa berinteraksi dengan teman, guru, maupun lingkungan dan benda yang mendukung untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu, ciri utama dari pembelajaran kontekstual adalah penemuan makna (Johnson: 2010, 35). Penemuan makna dalam pembelajaran kontekstual akan muncul dalam refleksi dengan dukungan aktivitas pembelajaran yang sesuai atau komponen-komponen dalam pembelajaran kontekstual.

Penggunaan CTL juga mendapat dukungan dari sebuah penelitian oleh Sinaga (2010) yang berjudul Meningkatkan Keterlibatan dan Prestasi Belajar IPS Melalui Pendekatan Kontekstual pada Siswa Kelas IV SD Kanisius Sengkan Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010-2011. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penggunaan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan keterlibatan dan prestasi belajar IPS pada pokok bahasan kenampakan alam dan keanekaragaman sosial budaya. Dukungan dari penelitian yang berikutnya adalah oleh Purwanta (2010) dengan judul Penggunaan Penilaian Berbasis Kelas untuk Meningkatkan Kualitas Proses dan Hasil Belajar Siswa kelas IV SD Negeri Samirono Yogyakarta pada Mata Pelajaran IPS. Hasil dari penelitian ini adalah penerapan penilain berbasis kelas berhasil mendorong terjadinya peningkatan kualitas pembelajaran secara

(29)

keseluruhan. Peningkatan kualitas pembelajaran dengan penerapan penilaian berbasis kelas dan memperbanyak aktifitas siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri.

1.2 Pembatasan Masalah

Ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat menarik perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam proses pembelajaran IPS, yaitu Cooperative Learning, Problem Based Learning, Inkuiry Based Learning, Brain Based Learning dan pembelajaran kontekstual. Tetapi karena penelitian ini dibatasi oleh waktu dan materi IPS yang terlalu luas serta banyaknya fenomena perilaku siswa yang terjadi dalam proses pembelajaran, maka peneliti menentukan pembatasan masalah yang akan diteliti, yaitu penelitian ini dilaksanakan dengan berfokus pada meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar IPS siswa kelas VA SD Negeri Ungaran I semester genap tahun pelajaran 2012/2013 dengan menggunakan pembelajaran kontekstual. Fokus kualitas proses dalam penelitian menuju pada perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran IPS dan kualitas hasil dilihat dari kemampuan kelompok mengerjakan LKS dan kemampuan siswa mengerjakan soal evaluasi.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini dirancang untuk menjawab masalah penelitian:

(30)

12

1.3.2 Bagaimana pembelajaran kontekstual dilaksanakan dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I Tahun Ajaran 2012/2013?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Mengetahui pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri Ungaran I Tahun Ajaran 2012/2013. Kualitas proses pembelajaran yang menjadi fokus adalah perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran IPS.

1.4.2 Mengetahui pelaksanaan pembelajaran kontekstual dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPS kelas VA SD Negeri Ungaran I Tahun Ajaran 2012/2013. Hasil belajar IPS kelas VA yang menjadi fokus adalah kemampuan kelompok dalam mengerjakan LKS dan daya serap siswa atau kemampuan siswa dalam mengerjakan soal evaluasi dalam pembelajaran IPS.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peneliti, guru, siswa, pimpinan sekolah, program studi/pimpinan universitas pada umumnya. Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana penerapan pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPS.

Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman baru dalam melakukan penelitian sehingga mampu mendorong untuk mengembangkan

(31)

penelitian selanjutnya. Disamping itu, penelitian ini juga dapat menambah wawasan baru tentang model pembelajaran inovatif yang digunakan dalam proses pembelajaran selain model pembelajaran tradisional (ceramah) sehingga mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Penelitian ini juga memberikan pengetahuan baru tentang cara meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar IPS di kelas V.

Bagi guru yang bersangkutan, penelitian ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu alternatif pilihan lain dalam guru melakukan pembelajaran selanjutnya.

Bagi siswa, hasil penelitian ini merupakan bentuk latihan untuk mengendalikan dan bertanggung jawab dalam bertingkah laku di dalam kelas terutama pada saat melakukan aktivitas pembelajaran. Selain itu, mereka juga lebih berkembang dalam sikap kepedulian dan tanggung jawab sosialnya karena siswa mendapatkan kesempatan untuk merefleksikan perbuatannya ketika dia melakuakan suatu perbuatan yang bersifat mengganggu proses kegiatan pembelajaran.

(32)

14

Bagi bidang keilmuan, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pertimbangan atas pengelolaan kegiatan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Dengan demikian, pembelajaran akan mampu menciptakan suatu lingkungan belajar yang kondusif sehingga tercapai pembelajaran yang efektif.

Bagi Universitas, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya dan menambah referensi tentang penelitian tindakan kelas. Informasi yang dapat diambil antara lain tentang penerapan pembelajaran kontektual.

1.6 Definisi Operasional

Adanya definisi operasional bertujuan agar istilah atau konsep yang dipakai tidak menimbulkan pertanyaan dan tidak menimbulkan multi tafsir. Definisi operasioanl yang dipakai adalah sebagai berikut.

1.6.1 Kualitas proses pembelajaran merupakan persoalan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan berjalan baik. Kualitas proses yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perhatian dan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran.

1.6.2 Perhatian adalah proses pemusatan baik pikiran (mental) maupun fisik terhadap suatu objek. Objek dalam hal ini adalah guru, siswa atau teman, dan bahan ajar.

1.6.3 Keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran merupakan tindakan atau tingkah laku siswa ikut berpartisipasi dalam pembelajaran secara menyeluruh, seperti kegiatan mengemukakan gagasan/ide/pertanyaan baik kepada guru maupun teman, menjawab pertanyaan dari guru atau teman,

(33)

dan berinteraksi dengan guru atau teman sesuai kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Keterlibatan aktif merupakan wujud keaktifan siswa dalam pembelajaran.

1.6.4 Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku baik yang terjadi secara fisik maupun mental. Hasil belajar dalam pembelajaran disebut dengan prestasi belajar. Hasil belajar dari penelitian ini dilihat dari kemampuan kelompok mengerjakan LKS dan daya serap siswa (kemampuan siswa mengerjakan soal evaluasi).

1.6.5 Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL)) merupakan salah satu pembelajaran yang membantu siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang diterima (materi yang diberikan oleh guru) pada saat pembelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan nyata siswa.

(34)

16 BAB II

TINJAUAN LITERATUR

Bagian tinjauan literatur terdapat empat hal yang dibahas. Empat hal tersebut adalah kajian teori, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis tindakan. Kajian teori berisi tentang teori konstruktivis, pembelajaran kontekstual, perhatian, keterlibatan aktif, hasil belajar, dan Ilmu pengetahuan Sosial (IPS). Penelitian yang relevan berisi lima penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan menggunakan variable dan treatmen yang sama dengan yang akan digunakan oleh peneliti dan sudah terbukti berhasil dalam penelitiannya. Pada kerangka berpikir berisi mengenai alur penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Sedangkan pada hipotesis tindakan diuraikan tentang dugaan sementara dari peneliti mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang Mendukung 2.1.1.1 Pembelajaran Konstruktivis

Pembelajaran konstruktivis berasal dari aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi (bentukan) sendiri. Menurut Glasersfeld (dalam Komalasari, 2011: 15) menyatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan Piaget (dalam Suparno, 2001: 122) yang juga menyatakan teori konstruktivisme menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah bentukan

(35)

(konstruksi) orang itu sendiri. Bila orang itu adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Oleh karena itu, pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang tetapi sesuatu yang kita bentuk sendiri dalam pikiran kita (Suparno, 2007:8). Siswa sendirilah yang yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Lorbarch & Tobin dalam Komalasari, 2011: 15).

Glasersfeld (dalam Komalasari, 2011: 15-16) menyebutkan beberapa kemampuan yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan. Pertama, kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman. Kemampuan ini sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan pengalamn-pengalaman tersebut. Kedua adalah kemampuan membandingkan, mengambil keputusan (justifikasi) mengenai persamaan dan perbedaan. Kemampuan membandingkan penting untuk dapat menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaan dari pengalamannya untuk membuat klasfikasi dan membangun suatu pengetahuan. Ketiga, yaitu kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain untuk memunculkan nilai dari pengalaman yang terbentuk

(36)

18

mengkonstruksi makna dari pengetahuan yang dipelajari dan tidak sekedar mengingat jawaban yang benar dan menolak makna milik orang lain.

2.1.1.2 Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian, siswa belajar dengan cara mengalami bukan mengetahui dan siswa belajar dari pengalamannya secara langsung ketika berinteraksi dengan lingkungannya (Riyanto, 2010: 163). Hal tersebut juga didukung oleh Nurhadi (dalam Sugiyanto, 2009: 14) yang mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sendiri-sendiri. Pendapat lain menurut Nurhadi (2003: 3) pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menggabungkan isi kandungan pembelajaran dengan pengalaman harian individu, pengalaman dalam masyarakat dan alam peserta didik. Dalam Johnson (2007: 83) kata konteks berasal dari kata kerja Latin contexere yang berarti menjalin bersama. Kata konteks merujuk pada keseluruhan situasi, latar belakang, atau lingkungan yang berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya. Sehingga dapat diartikan bahwa kontekstual sebagai keadaan yang berhubungan dengan lingkungan atau dunia nyata. Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu model pembelajaran

(37)

yang memanfaatkan lingkungan sekitar siswa dalam proses pembelajaran. Blanchard (dalam Trianto, 2009: 105) juga menambahkan pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dalam pengalaman sesungguhnya. Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dimana pada saat pembelajaran berlangsung guru memfasilitasi dan memotivasi siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari siswa sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.

Pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar dengan pembelajaran yang diikuti, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dalam pembelajaran kontekstual siswa perlu mengetahui makna, manfaat, dan tujuan dari proses belajarnya. Oleh karena itu, proses dalam pembelajaran menjadi penting agar apa yang dilakukan siswa dapat berguna bagi kehidupanya.

CTL melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif. Komponen-komponen tersebut, meliputi konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik.

1. Konstruktivisme

(38)

20

Rusman (2010: 193), yaitu konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kehidupan siswa (Rusman, 2010:195-196).

2. Bertanya

Bertanya merupakan unsur utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada kualitas dan produktivitas pembelajaran. Alasan jika pengembangan bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka dapat menggali informasi, mengecek pengetahuan siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, memfokuskan perhatian siswa, membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa (Rusman, 2010:195).

(39)

3. Menemukan

Menemukan merupakan kegiatan inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahun dari keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Aktivitas inquiri juga merupakan aktivitas yang mengkombinasikan seluruh keterampilan berpikir seperti memproses informasi, menggunakan nalar, kreatifitas, dan evaluasi

(A’Echevarria, 2008: 68). CTL dengan pembelajaran inquiry and discovery (mencari dan menemukan) secara prinsip tidak banyak berbeda, intinya sama, yaitu model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu maupun secara kelompok belajar untuk menemukan sendiri sesuai dengan pengalaman masing-masing (Rusman, 2010: 194).

4. Masyarakat Belajar

Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman (sharing). Melalui sharing ini anak dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan.

(40)

22

bicaranya dan sekaligus meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya (Riyanto, 2010: 173).

5. Pemodelan

Guru dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki akan mengalami hambatan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh guru (Rusman, 2010: 196-197).

Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru oleh siswa (Kunandar, 2009: 313). Pemodelan penting dalam pembelajaran kontekstual karena dengan adanya pemodelan dan kontekstual siswa akan terhindar dari pengetahuan yang bersifat abstrak. Pemodelan dapat dilakukan oleh guru dalam bentuk demonstrasi, memperagakan suatu contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. Akan tetapi, guru bukan satu-satunya model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, mendatangkan sumber ahli ke kelas, atau guru bisa menggunakan gambar-gambar dan video (Komalasari, 2011: 12).

6. Refleksi

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan pada masa lalu (Riyanto, 2010: 174). Rusman (2010: 197) juga mengatakan bahwa refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari.

(41)

Dengan kata lain refleksi adalah berpikir kebelakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be).

Melalui pembelajaran CTL, pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika siswa berada di kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahn nyata yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada dunia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan manakala pengalaman belajar itu telah terinternalisasi dalam setiap jiwa siswa dan di sinilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran (Rusman, 2010:197). Selain itu, dalam kegiatan reflaksi juga akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan penilaian terhadap tingkah laku atau hal-hal yang telah siswa perbuat selama proses pembelajaran berlangsung.

7. Penilaian Autentik

(42)

24

pengalaman belajar siswa. Gambaran tentang kemajuan belajar siswa diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka penilaian tidak hanya dilakukan di akhir program pembelajaran, akan tetapi secara integral dilakukan selama proses pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut guru akan secara nyata mengetahui tingkat kemampuan siswa yang sebenarnya (Rusman, 2010:198).

Selain ketujuh komponen tersebut, Nurhadi (2003: 40) mengatakan bahwa pembelajaran kontekstual memiliki ciri-ciri, antara lain pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik atau sebenarnya. Selain itu, siswa diberikan kesempatan untuk mengerjakan tugas yang bermakna atau pembelajaran yang dilaksanakan dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Pembelajaran juga dapat dilakukan dengan cara berkelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman dan memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antara siswa satu dengan lainnya. Sesuatu yang tidak kalah penting adalah pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan dan dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama.

Selain ciri-ciri dari pembelajaran kontekstual yang telah disebutkan, Bern & Erickson (dalam Komalasari, 2010: 23) mengemukakan lima strategi dalam mengimplementasikan pembelajaran kontekstual. Strategi tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah untuk mengumpulkan dan menyatukan informasi serta mempresentasikan penemuan. Strategi berikutnya, yaitu pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) yang dilaksanakan dengan menggunakan

(43)

kelompok belajar kecil dimana guru memberi aktivitas kepada siswa untuk bekerja bersama sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dengan mendorong siswa untuk bekerja secara mandiri membangun kegiatan pembelajaran dan pada akhir pembelajaran siswa menghasilkan karya nyata. Kemudian ada pula strategi pembelajaran pelayanan (service learning) dengan guru memberikan aktivitas kepada siswa untuk bekerja sama dengan masyarakat yaitu dengan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat melalui proyek dan aktivitas, dan pembelajaran berbasis kerja ( work-based learning) dengan mendorong siswa untuk menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran. Selain itu, Nurhadi (2003: 50) juga menambahkan strategi yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran kontekstual. Strategi tersebut, antara lain 1) pembelajaran berbasis masalah, 2) memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar, 3) memberi aktivitas kelompok, 4) membuat aktivitas belajar mandiri, 5) membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan teman, dan 6) menerapkan penilaian autentik.

(44)

26

pemecahan masalah. Dalam prinsip ini pendidik bertindak hanya menolong para siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna. Prinsip kedua adalah CTL mencerminkan prinsip diferensiasi. Dalam prinsip ini siswa ditantang untuk mencipta keunikan, keragaman dan kreativitas terhadap kegiatan pembelajarn. Selain itu, prinsip deferensiasi mengajak siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Melalui prinsip ini siswa belajar untuk mampu menyatukan perbedaan dan bekerja sama dalam menemukan makna dalam setiap pembelajaran. Prinsip ketiga adalah CTL mencerminkan prinsip pengaturan diri. Prinsip pengaturan diri mendorong para pendidik untuk membantu siswa mencari dan menemukan kemampuan, minat dan potensi siswa yang berbeda. Proses belajar dapat bermakna jika siswa terlibat secara aktif dan mengalami sendiri apa yang dipelajari dalam kegiatan pembelajaran. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka (Komalasari, 2011: 15).

Johnson (dalam Komalasari, 2011: 7-8) mengidentifikasi delapan karakteristik pembelajaran kontekstual. Karakteristik pertama, melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections), artinya siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (learning by doing). Kedua, melakukan kegiatan penting (doing significant work), artinya siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota

(45)

masyarakat. Ketiga, belajar yang diatur sendiri (self regulated learning), yaitu siswa melakukan kegiatan penting ada hubungannya dengan orang lain, penentuan pilihan, dan ada produk/hasil yang nyata. Keempat, bekerja sama (collaborating), artinya siswa dapat bekerja sama, guru membantu siswa secara efektif dalam kelompok, membantu mereka memahami bagaiman mereka saling memengaruhi dan saling berkomunikasi. Kelima, berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking), artinya siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif, dapat menganalisi, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika serta bukti-bukti. Keenam, mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual), artinya siswa memelihara pribadinya: mengetahui, memberi perhatian, memiliki harapan-harapan yang tinggi, memotivasi, dan memperkuat diri sendiri. Ketujuh, mencapai standar yang tinggi (reaching high standards), artinya siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya, dan kedelapan menggunakan penilaian autentik (using authentic assesment).

(46)

28

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya, laksanakanlah sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik, kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya, ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok), hadirkan model sebagai contoh pembelajaran, lakukan refleksi di akhir pertemuan dan lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.

2.1.2 Kualitas Proses Pembelajaran

Kualitas proses pembelajaran merupakan persoalan bagaimana kegiatan pembelajaran yang dilakukan berjalan baik. Kualitas proses pembelajaran menurut Amin (2012) merupakan salah satu titik tolak ukur yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya proses pembelajaran. Yang dimaksud proses pembelajaran di sini adalah efektif tidaknya proses pembelajaran dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Rohmad (dalam Amin, 2012) mengatakan bahwa proses pembelajaran yang akan membuahkan hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari lingkungan dan faktor dari diri siswa seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi dan faktor fisik dan psikis serta faktor utama yaitu kemampuan yang dimiliki peserta didik untuk cepat memahami segala sesuatu.

Sabri (dalam Amin, 2012) juga menambahkan tiga unsur yang sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kompetensi guru, karakteristik kelas dan karakteristik sekolah. Untuk lebih jelasnya penulis akan memaparkan secara acak ke tiga unsur tersebut agar dapat dipahami dengan mudah. Komptensi guru

(47)
(48)

30

2.1.2.1Perhatian

Menurut Ormrod (2011: 186) paying attention involves directing not only the apropriate sensory receptors (in the eyes, ears, etc.) but also mind toward

whatever needs to be learned and remembered yang artinya memberikan perhatian berarti tidak hanya reseptor sensori yang sesuai (mata, telinga, perabaan/kulit), tetapi pikiran pada apapun yang perlu dipelajari dan diingat. Ditambah lagi dengan pernyataan Chaplin (dalam Desmita, 2007: 136) atensi atau perhatian adalah konsentrasi terhadap aktivitas mental. Sedangkan, perhatian menurut Gazali (dalam Slameto, 2010: 56) adalah tertuju keaktifan jiwa yang dipertinggi tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek.

Pada kesempatan lain Suherman (2005: 40) mengatakan bahwa perhatian adalah proses konsentrasi pikiran atau pemusatan aktivitas mental. Hal ini juga diperkuat oleh Santrock (2007: 313) yang memberikan penjelasan perhatian adalah mengonsentrasikan dan memfokuskan sumber daya mental. Sternberg (2008: 58) juga mejelaskan tentang perhatian yaitu cara-cara kita secara aktif memproses sejumlah informasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang disediakan oleh indra, memori yang tersimpan dan oleh proses-proses kognitif kita yang lain. Disitu menerangkan bahwa seseorang hanya akan memproses informasi tertentu dari sekian banyak informasi yang dapat diterima oleh indera. informasi yang terpilih akan diterima oleh indera, diingat, dan diproses oleh otak. Lebih sederhana dikemukakan oleh Slameto (2010: 105) bahwa perhatian adalah kegiatan yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang datang dari lingkungannya

(49)

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa perhatian merupakan suatu konsentrasi secara fisik maupun mental seseorang terhadap suatu objek. Penanda atau indikator bagi orang yang perhatian adalah orang yang tertarik pada suatu objek, mengarahkan reseptor sensori yang sesuai ke arah objek, dan memusatkan pikiran pada objek. Objek yang dimaksud dalam hal ini adalah objek-objek yang berhubungan dengan proses pembelajaran, misalnya materi, guru, buku, media, dan alat-alat pembelajaran.

Perhatian memiliki peran penting dalam kaitannya siswa belajar juga dalam menentukan hasil belajar siswa. Menurut Slameto (2010: 56) untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.

(50)

32

batas kemampuan orang tersebut. Meski demikian, guru tidak boleh menyusun pelajarannya menjadi sangat rumit semata-mata untuk menarik perhatian siswa. Begitu pula sebaliknya, penyusunan pelajaran tidak boleh terlalu sederhana karena pelajaran yang tampak terlalu sederhana tidak banyak menarik perhatian siswa. Prinsip yang terakhir, orang mengarahkan perhatiannya pada hal-hal yang dikehendakinya, yaitu hal-hal yang sesuai dengan minat, pengalaman, dan kebutuhannya.

2.1.2.2Keterlibatan Aktif

Keterlibatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008) adalah keadaan terlibat. Sedangkan menurut Esti (2012: 381) keterlibatan merupakan peran serta dalam suatu kegiatan atau berperannya sikap, mental, maupun emosi dalam situasi tertentu. Cara siswa berperan aktif dalam pembelajaran, yaitu dengan melibatkan sikap, mental, emosi, dan fisiknya dalam memberikan respon terhadap aktivitas pembelajaran. Keterlibatan siswa diartikan sebagai siswa berperan aktif sebagai partisipan dalam proses pembelajaran. Pada dasarnya keterlibatan siswa secara aktif baik fisik, mental, emosional, dan intelektual dalam kegiatan pembelajaran adalah keaktifan siswa. (Damyati, 2009: 62).

Keaktifan menurut Munthe (2009: 148) adalah kemampuan untuk terlibat aktif secara mental dan emosional dalam mengajukan pertanyaan atau komentar untuk mendorong terjadinya perubahan. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiyono (2006: 45) mengatakan bahwa keaktifan dalam proses pembelajaran memiliki bentuk yang beraneka ragam, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan

(51)

psikis. Dari kegiatan fisik dapat berupa membaca, mendengar, menulis, serta berlatih keterampilan-keterampilan. Sedangkan contoh kegiatan psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain serta menyimpulkan

Keaktifan penting untuk proses belajar siswa. Sesuai dengan teori konstruktivisme, siswa sendirilah yang aktif membangun pengetahuan sendiri. Selain itu, Bruner (dalam Utami, 2010) juga berpendapat bahwa pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui sebuah aktivitas langsung akan cenderung bertahan lama (lama untuk diingat) daripada pengetahuan yang diperoleh melalui aktivitas mendengarkan (hafalan). Ditambah lagi oleh Mc. Keachie dalam Dimyati dan Mudjiyono mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu dan sesuai dengan pandangan Piaget bahwa anak adalah pembelajar yang aktif, sehingga guru bisa memanfaatkan rasa keingintahuan siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan siswa melalui berbagai aktivitas belajar langsung dan menciptakan suasana pembelajaran yang aktif (Utami, 2010:11).

(52)

34

pertanyaan dari guru maupun teman, dan dan adanya interaksi siswa dalam kelompok.

Menurut Purnomo (2006: 8) ciri-ciri suasana belajar aktif antara lain memberikan siswa kesempatan untuk melakukan kegiatan dalam pembelajaran. dalam kegitan tersebut buatlah agar siswa dapat berinteraksi tidak hanya dengan guru dan bahan ajar atau materi, tetapi siswa juga dapat berinteraksi (berbagi informasi, berbagi tafsiran, bernegosisai) dengan teman-temannya. Selain itu, siswa juga mendapat kesempatan untuk menyampaikan gagasan/ide, pertanyaan, dan menjawab pertanyaan serta memberi kesempatan kepada siswa untuk berefleksi, menimbang pikiran dan perasaan, sebelum mengambil keputusan atau kesimpulan. Untuk mewujudkan pembelajaran yang aktif diperlukan juga suatu latihan-latihan seperti yang dikemukakan oleh Thorndike dalam Dimyati & Mudjiono (2006) mengemukakan keaktifan siswa dalam belajar sesuai dengan

hukum “law of exercise”. Kegiatan-kegiatan latihan tersebut dapat dilakukan secara mandiri atau kelompok dan berupa latihan fisik, mental ataupun emosional. Keterlibatan aktif siswa didorong oleh kemauan untuk belajar karena adanya tujuan yang ingin dicapai (Mulyasa, 2006: 100). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi supaya siswa terlibat aktif dalam pembelajaran menurut Nico (2012), yaitu memberikan dorongan atau menarik perhatian siswa sehingga mereka dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada siswa), mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa, memberikan stimulus (masalah, topik dan konsep yang akan dipelajari), memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya, memunculkan

(53)

aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, memberi umpan balik (feed back), melakukan tagihan-tagihan kepada siswa berupa tes sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur, dan menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pelajaran.

2.1.3 Hasil Belajar

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Moh. Suryo dalam Yudhawati & Haryanto 2011: 32). Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar. Ditambah lagi dengan definisi di atas, menurut Di Vesta dan Thompson (dalam Yudhawati & Haryanto, 2011) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan pembelajaran merupakan suatu pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna (Gagne dalam Siregar, 2011: 12). Hasil nyata dari proses belajar yang dilakukan dalam proses pembelajaran disebut dengan prestasi atau prestasi belajar (Winkel, 2004: 58).

(54)

36

mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak didik dalam periode tertentu.

2.1.4 Belajar dan Pembelajaran 2.1.4.1 Belajar

Perubahan seseorang yang asalnya tidak tahu menjadi tahu merupakan hasil dari proses belajar. Menurut Komalasari (2011: 2) hal yang harus digarisbawahi dalam belajar adalah perubahan hasil belajar yang diperoleh karena individu yang bersangkutan berusaha untuk belajar. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diidentifikasi ciri-ciri kegiatan belajar, yaitu belajar adalah aktivitas yang dapat mengahsilkan perubahan dalam diri seseorang, baik secara aktual maupun potensial, perubahan yang didapat sesungguhnya adalah kemampuan baru dan ditempuh dalam jangka waktu yang lama, dan perubahan terjadi karena ada usaha dari dalam diri setiap individu.

Selain keterangan di atas, ada pula Suyono (2011: 9) yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian. Menurut Di Vesta and Thompson dalam Sukmadinata (2004: 156) juga menyatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman. Berkaitan dengan pernyataan tersebut, belajar menurut Suryo (dalam Yudhawati & Haryanto, 2011: 32) dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada pula Winkel

(55)

(2004: 59) merumuskan bahwa belajar pada manusia adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap. Selain itu, belajar juga diartikan sebagai suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi juga mengalami (Hamalik, 2001: 27). Dalam pandangan kontruktivisme belajar bukanlah semata-mata mentransfer pengetahuan yang ada pada dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru (Trianto, 2009 :16). Berdasarkan berbagai macam penjelasan mengenai pengertian belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalamannya melalui interaksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku individu yang bersifat menetap.

2.1.4.2 Pembelajaran

Gagne (dalam Siregar, 2011: 12) mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna. Masih dalam buku yang sama, Gagne lebih memperjelas makna yang terkandung dalam pembelajaran: Instruction as a set of external events design to support the several processes of learning, which are

Gambar

Tabel 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Gambar 4. Siklus PTK Menurut Kemmis dan Taggart
Tabel 3. Indikator dan Instrumen Penelitian
Tabel 4. Kisi-kisi Kuisioner Perhatian
+7

Referensi

Dokumen terkait

PERAN KANTOR PELAYANAN PERIJINAN DALAM PENGAWASAN TERHADAP KEGIATAN USAHA LAUNDRY SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DI

Dengan adanya aplikasi ini bagi pemula yang menggemari bulu tangkis dapat mempelajari dengan baik dan benar, selain itu aplikasi ini juga memberikan informasi yang lengkap

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, bersama ini kami sampaikan pengumuman nama-nama guru peserta PLPG tahap I – tahap II yang dinyatakan (a) LULUS, (b) MENGIKUTI

Untuk Kegiatan Non Fisik Pada Kantor Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mengeja ujaran bahasa Inggris sangat sederhana secara tepat dan berterima dengan tanda baca yang benar yang melibatkan kata, frasa, dan kalimat sangat

categorization based on their degrees of newness .The new product under study falls between “improvement to existing product” and “new product lines” category which

Jika sebuah muatan uji q’ diletakkan di dalam medan listrik dari sebuah benda bermuatan, kuat medan listrik E benda tersebut adalah besar gaya listrik F yang timbul di antara

[r]