• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi sinetron, iklan, dan lingkungan pergaulan terhadap gaya hidup mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi sinetron, iklan, dan lingkungan pergaulan terhadap gaya hidup mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI SINETRON, IKLAN, DAN LINGKUNGAN

PERGAULAN TERHADAP GAYA HIDUP MAHASISWI

PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Yovinianus Mariano Deventer NIM: 081324009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

KONTRIBUSI SINETRON, IKLAN, DAN LINGKUNGAN

PERGAULAN TERHADAP GAYA HIDUP MAHASISWI

PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

Yovinianus Mariano Deventer NIM: 081324009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(3)
(4)
(5)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk:

Bunda Maria Pelindung Hamba dan

Putranya Tuhan Yesus Kristus

Yang Selalu Melindungi, Membimbing dan

Menuntun Setiap Derap Langkah Hidupku

Kedua Orang Tuaku:

Titus Syukur G. dan Rofina Dinga

Yang Selalu Mensupport dan

Mendoakan Saya

Dan kedua adikku tercinta:

Rini Dwisulandi dan Entri Trisulandi

Serta Sahabat-sahabtku Tercinta

Almamaterku

(6)

MOTTO

Motivasi Adalah Kunci Keberhasilan.

Keberhasilan hanya didapat dari seorang siswa yang

diajar untuk mencapai sesuatu dalam dunia yang

penuh persaingan (Konservativ)

Kita meyakini bahwa pemahaman sejati itu timbul dari

dalam diri seseorang itu sendiri, hal itu tidak bisa

ditanamkan oleh orang lain. (Sokrates)

Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak

akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan

mempunyai terang hidup

(Yohanes, 8:12)

(7)
(8)
(9)

ABSTRAK

KONTRIBUSI SINETRON, IKLAN, DAN LINGKUNGAN PERGAULAN TERHADAP GAYA HIDUP MAHASISWI PENDIDIKAN EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

Yovinianus Mariano Deventer

Universitas Sanata Dharma 2013

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mengetahui gaya hidup mahasiswi Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma; (2) untuk mengetahui apakah sinetron, iklan dan lingkungan pergaulan berkontribusi terhadap gaya hidup mahasiswi Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta; (3) peneliti ingin mengetahui sejauh mana sikap kritis mahasiswi terhadap perkembangan media massa dan dalam berinteraksi dengan teman pergaulan.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplanatif yang dilaksanakan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada bulan September-Oktober 2012. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswi pendidikan ekonomi angkatan 2008-2011 dengan jumlah populasi 110 responden. Dari 110 responden diambil 86 responden sebagai sampel. Sampel yang diambil menggunakan teknik Random Sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner, observasi, dan dokumentasi. Kemudian data tersebut dianalisis menggunakan teknik pengujian instrumen (validitas dan reliabilitas), teknik analisis data (analisis rata-rata hitung, uji hipotesis dan uji asumsi klasik) dan analisis Regresi Berganda.

(10)

ABSTRACT

THE CONTRIBUTION OF OPERA SOAP, ADVERTISMENT, AND SOCIAL ENVIRONTMENT TO THE LIFE STYLE OF FEMALE STUDENTS ECONOMICS EDUCATION STUDY PROGRAM OF

SANATA DHARMA UNIVERSITY

Yovinianus Mariano Deventer Sanata Dharma University

2013

This study aims to: (1) Identify the lifestyle of female students of Economics Education Study Program of Sanata Dharma University; (2) Determine whether soap operas, advertisement, and social environment contribute the students’ lifestyle; (3) Know how well the students criticize the development of mass media and how well the students interact with their friends.

This study is an explanatory research. It was conducted at Sanata Dharma University in Yogyakarta from September to October 2012. The population of this study were 110 female students of Economics Education Study Program, 2008-2011 batch. The samples were 86 respondents. The samples were chosen by using a random sampling technique. The data were collected using questionnaires, observation, and documentation. The data were analyzed by using the validity and reliability techniques. Data were analyzed by arithmetic average analysis, hypothesis testing, classical assumption testing and multiple regression analysis.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat,

pencurahan roh kudus-NYA, bumbingan-NYA, dan perlindungan-NYA sehingga

penulis dapat menyelsaikan skripsi dengan judul, “Kontribusi Sinetron, Iklan,

dan Lingkungan Pergaulan Terhadap Gaya Hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi, Jurusan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata

Dharma.

Dalam proses penyususnan skripsi ini penulis menyadari masih banyak

kekurangan yang penulis hadapi sehingga membutuhkan bantuan dari banyak

pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph. D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan

Sosial dan Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi.

3. Bapak Dr. C. Teguh Dalyono, M.S. Selaku Dosen Pembimbing I yang telah

membimbing dan memotivasi saya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing II yang telah

(12)

5. Bapak Y. M. V. Mudayen, S.Pd.,M. Sc. Selaku Dosen penguji skripsi ini.

6. Dosen-dosen Pendidikan Ekonomi yang telah membimbing dan membekali

penulis dengan ilmu-lmu selama perkuliahan.

7. Mbak Titin yang telah membantu penulis dalam mengurus administrasi selama

perkliahan terlebih dalam penyusunan skripsi.

8. Mahasiswi Pendidikan Ekonomi yang telah membantu penulis dengan

meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner dalam rangka penelitian.

9. Orang tua saya tercinta Titus Syukur G. dan Ibu Rofina Dinga, untuk segala

dukungannya, pengorbannya, dan kasih sayangnya tanpa batas kepada penulis.

10.Adik penulis Rini Dwisulandi dan Entri Trisulandi yang selalu mendukung

dan mendoakan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

11.Kel. Besar Tanggar dan Joeng, Tanta Min Ngajang Sek, Om Paul Ng. Sek,

Om Marsel Junedi Sek, Ende Tua Lanus Sek, Ema Tua Sim Sek, Pouk Jehatu,

Carlly, Eslow dan Kel. Besar Lawir yang selalu mendukung Kuliah saya.

12.Kae dan ase daku: Kae Agus, Kae Godi, Kae Simon Dusen, Kae Iki Hadiman,

Ase Ari Rajapati, Tua Engky, Kae Mbetuk, Eyer Magur, Deni dan Iron yang

telah mendukung dan berbagi pengalaman dengan penulis.

13.Sahabat for ever; Bos Dhoni, Phendol Kimcil, Asry Chezza, Santi Paul, Yeni

Chatarina, Asti, Beni Sephidged, Lintang Tok-tok, Akbar Chas, Charel Chirul,

Andre YMD, Yuli, Heri, Isep, Dola, Ari, Obeth, Ochep yang telah

memberikan cinta, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis. (saya tidak

(13)

14.Teman-teman Pendidikan Ekonomi khususnya angkatan 2008 yang tidak

sempat saya sebutkan namanya.

15.Teman-teman UKM Sepak Bola USD khususnya Om Elli sebagai pelatih

UKM yang telah melatih saya bekerja sama dalam sebuah team.

16.Teman-teman, kakak-kakak, dan adik-adik Komunitas S’Egidio yang telah

membagi penglalamanya lewat doa dan Pelayanan.

17.Ase kae IKAMARSTA (Ikatan Keluarga Besar Manggarai Timur Yogyakarta)

yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar berorganisasi

dan dukunganya dalam penyelsaian skripsi ini.

18.Dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini

yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna karena masih

ada kekurangan dan kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu penulis mengharap

kritik dan saran yang membangun dari semua pihak.

Yogyakarta, 31 Mei 2013

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C.Batasan Masalah ... 6

D.Tujuan Penelitian ... 6

(15)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

c. Sinetron Dalam Konteks Teori Hegemoni ... 20

d. Kapitalisasi Sinetron ... 22

e. Dampak Hegemoni dan Kapitalisasi Sinetron ... 23

2. Iklan ... 24

D.Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 44

(16)

1. Data Primer ... 54

B. Sejarah Universitas Sanata Dharma ... 83

C.Visi, Misi, Dan Tujuan Universitas Sanata Dharam ... 87

D.Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan ... 88

E. Pendidikan Ekonomi ... 90

F. Gamabran Umum Variabel Penelitian ... 94

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 97

A.Pelaksanaan Penelitian ... 97

B. Analisis Rata-rata Hitung (Mean) ... 98

C.Pengujian Hipotesis ... 102

(17)

BAB VI KESIMPULAN, KETERBATASAN PENELITIAN, DAN

SARAN ... 125

A.Kesimpulan ... 125

B. Keterbatasan Penelitian ... 127

C.Saran ... 128

DAFTAR PUSTAKA ... 130

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Populasi Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata

Dharma Berdasarkan Angkatan ... 45

Tabel III.2 Populasi & Sampel Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas

Sanata Dharma Berdasarkan Angkatan ... 47

Tabel III.3 Instrumen Untuk Mengukur Pengaruh Sinetron, Iklan, Dan

Lingkungan Pergaulan Terhadap Gaya Hidup Mahasiswi ... 47

Tabel III.4 Skoring Berdasarkan Skala Likert ... 53

Tabel III.5 Kisi-kisi Instrumen Untuk Mengukur Pengaruh Sinetron, Iklan,

& Lingkungan Pergaulan Terhadap Gaya Hidup Mahasiswi 56

Tabel III.6 Rangkuman Uji Validitas Variabel Sinetron ... 58

Tabel III.7 Rangkuman Uji Validitas Variabel Iklan ... 59

Tabel III.8 Rangkuman Uji Validitas Variabel Lingkungan Pergaulan . 59

Tabel III.9 Rangkuman Uji Validitas Variabel Gaya Hidup ... 60

Tabel III.10 Tingkat Keterandalan Instrumen Penelitian ... 63

Tabel III.11 Rangkuman Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Sinetron,

Iklan, Lingkungan Pergaulan & Gaya Hidup ... 63

Tabel III.12 Interval Rata-rata Penilaian Responden Terhadap Variabel

(19)

Iklan ... 67

Tabel III.14 Interval Rata-rata Penilaian Responden Terhadap Variabel Lingkungan Pergaulan ... 69

Tabel III.15 Interval Rata-rata Penilaian Responden Terhadap Variabel Gaya Hidup ... 71

Tabel III.16 Uji Statistik Durbin-Watson ... 80

Tabel V.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin & Angkatan ... 97

Tabel V.2 Sinetron ... 99

Tabel V.3 Iklan ... 100

Tabel V.4 Lingkungan Pergaulan ... 101

Tabel V.5 Gaya Hidup ... 102

Tabel V.6 Hasil Uji Normalitas ... 103

Tabel V.7 Rangkuman Uji Normalitas ... 103

Tabel V.8 Linieritas Sinetron ... 104

Tabel V.9 Linieritas Iklan ... 105

Tabel V.10 Linieritas Lingkungan Pergaulan ... 105

Tabel V.11 Rangkuman Uji Linieritas ... 106

Tabel V.12 Uji Multikolinieritas ... 107

Tabel V.13 Uji Heteroskedasitas ... 109

(20)

Tabel V.15 Rangkuman Uji Asumsi Klasik ... 112

Tabel V.16 Regresi Berganda ... 112

Tabel V.17 Anova Regresi Berganda ... 117

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Kuesioner ... 133

Hasil Uji Validitas & Reliabilitas ... 140

Uji Prasyarat ... 144

Uji Asumsi Klasik ... 146

Regresi Berganda, Uji F, & Model Summary ... 147

Rata-rata Hitung (Mean) ... 148

Data Induk Penelitian ... 150

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Gaya hidup merupakan ciri dari masyarakat modern, maksudnya sudah

sangat biasa dibicarakan dan didengar oleh siapapun, di manapun dalam

kehidupan sehari-hari, yang akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup

untuk menggambarkan tindakan dirinya, membelanjakan uangnya dan

mengalokasikan waktu mereka (Chaney, 1996:40). Penyebab pokok gaya hidup

adalah globalisasi melalui perkembangan teknologi yang dirancang atau

diproduksi oleh sekelompok masyarakat dengan begitu cepatnya. Hasil dari

produksi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Walaupun demikian,

ada hal lain yang menjadi signifikan dimasa sekarang. Nilai guna dan nilai tukar

seperti diungkapkan oleh Marx berubah menjadi nilai tanda seperti yang

diungkapkan oleh Baudrillard. Hal ini dikarenakan terus meningkatnya

intensifikasi perkembangan manusia, uang, modal dan berbagai bentuk informasi.

Tidak jauh berbeda dengan masyarakat produsen, masyarakat konsumen

juga tampaknya tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan

transformasi kapitalisme yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan

(23)

melalui lingkungan pergaulan yang memiliki kesamaan mintat. Dengan uang

manusia tidak hanya ditawari apa yang mereka butuhkan (what they needed), melainkan pula apa yang mereka harapkan (what they desired). Dengan demikian,

wants” berubah secara aktif menjadi “needs”, apa yang semula sekedar menjadi keinginan berubah menjadi yang dibutuhkan. (Soedjatmiko, 2008:19)

Salah satu produk media informasi yang paling populer modern ini

adalah televisi. Hadirnya industri pertelevisian menambah gairah baru dalam

bermasyarakat. Dalam perkembanganya televisi bukan lagi sebagai media

pemberi informasi kepada masyarakat, melainkan juga memberi pilihan kepada

masyarakat untuk memilih informasi sesuai dengan selera mereka. Selain itu,

media televisi menjadi lahan baru bagi kaum kapitalis untuk mempromosikan

produknya kepada konsumen. Karena televisi dijadikan sebagai lahan bisnis,

seringkali penyampaian informasinya membawa masyarakat kepada pergeseran

kebudayaan. Televisi dalam hasil produksinya memberikan begitu banyak pilihan

dan sajian yang menggiurkan dengan penayangan yang menggunakan pendekatan

persuasif dan sering kali menyampingkan tayangan yang bersifat edukatif. Hal ini

membuat masyarakat mengkonsumsi apa yang disajikan tanpa ada kontrol baik

dari dirinya maupaun lingkunganya.

Program televisi yang sangat digemari oleh masyarakat dalam satu

dekade terakhir adalah sinetron. Sinetron merupakan sandiwara yang

bersambung. Kehadiran sinetron pada awal mulanya sebagai media waktu luang

(24)

kehadiran sinetron di tengah-tengah masyarakat akhir-akhir ini menjadi sebuah

dilema. Banyaknya pihak yang terlibat dalam sebuah program sinetron membawa

perubahan tersendiri, tuntutan mempertahankan idealisme dinomorduakan

sedangkan kebutuhan materi menjadi pilihan utama. Kehadiran sinetron yang

menyajikan tontonan serba cepat dan selintas membuat seseorang terperangkap

dengan penuh daya pikat sehingga mengalami kesulitan membedakan mana yang

penting dan mana yang tidak penting dan mana yang dipikirkan dan yang tidak

dipikirkan. Tayangan-tayangan yang serba “wah dan liberal”, membuat

konsumen lupa dengan dirinya. Tayangan sinetron secara perlahan tapi pasti akan

membentuk budaya kawula muda yang berorientasi gaya hidup.

Bagian lain dari program pertelevisian adalah iklan. Televisi komersial

saat ini dianggap sebagai salah satu sarana yang paling efektif oleh produsen

untuk mengiklankan produk mereka. Iklan yang mulai berkembang sejak abad

ke-18 sampai sekarang begitu banyak menawarkan berbagai produk yang membuat

konsumenya ikut ambil bagian di dalamnya terutama untuk memenuhi hasrat

mereka. “Permainan periklanan yang didominasi oleh produk-produk murahan

saling serang untuk mendapat posisi di hati konsumen juga menarik pelanggan

baru agar terus berdatangan”, (Myers, 1986:6). Iklan dijadikan citra neteral yang

mudah ditiru, dijiplak, dipakai sesuka hati oleh setiap orang. Karena urusan

mengkonsumsi bukan lagi menjadi milik orang berduit tetapi menjadi milik

(25)

Selain media massa, lingkungan pergaulan juga mempengaruhi gaya

hidup seseorang. Keputusan konsumen menggunkakan suatu produk tidak hanya

dipengaruhi oleh faktor internal (konsumen itu sendiri), tetapi keputusan

konsumen menggunakan suatu produk saat ini cendrung mengikuti

perubahan-perubahan lingkungan eksternal (lingkungan pergaulan konsumen). Lingkungan

pergaulan merupakan lingkungan yang berada di sekeliling konsumen misalnya:

orang tua, teman-teman dan kelompok referensi (artis).

Dari faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, sasaran yang paling

empuk dari produk-produk gaya hidup lebih banyak ditujukan pada konsumen

perempuan daripada laki-laki. Oleh karena itu, penelitian ini memfokus pada

Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Alasan peneliti

memilih perempuan dalam penelitian ini: pertama, menurut Ros Coward,

“perempuan didorong untuk mengkonsumsi citra. Kita, audiens, mengkonsumsi

makna, dan dengan melakukan hal tersebut mampu menafsirkan, melengkapi

pesan periklanan. Dalam tindakan mencerna, kita menemukan diri kita sendiri,

menemukan makna hidup kita yang amat penting, melanjutkan hidup kita melalui

pembelian berbagai produk. Dapat dikatakan bahwa hal ini adalah proses yang

juga dialami oleh laki-laki. Namun, hal yang paling penting yang dikemukakan

oleh Coward adalah bahwa perempuan lebih rentan terhadap proses tersebut

karena proses pengasuhan mereka dan harapan sosial mendefinisikan mereka

sebagai konsumen dan sebagai citra untuk dikonsumsi oleh tatapan laki-laki atau

(26)

Kedua, karena saat ini perempuan berlomba-lomba mengejar prestasi

“berpakaian”. Karena, sebagian perempuan khususnya, dalam berpakaian selalu

mengkuti mode terkini. Bahkan mereka mengikuti gaya hidup artis di

stasiun-stasiun televisi yang banyak menampilkan contoh gaya hidup dalam berpakaian

yang mengikuti mode orang barat. “Gambaran-gambaran femininitas dalam

media massa mungkin tidak mengubah cara kita sebenarnya berpakain, tetapi

mereka mungkin mempengaruhi cara kita berpikir tentang apa arti menjadi

seorang perempuan”.(Gamble, 2004:140). Ketiga, peneliti ingin mengetahui sikap kritis mahasiswi terhadap perkembangan media informasi (sinetron dan iklan) dan

lingkungan pergaulan yang secara sadar maupun secara tidak sadar sudah

berkontribusi terhadap gaya hidup mereka. Penelitian ini menjadi penating jika

gaya hidup mahasiswi sangat dipengaruhi oleh sinetron, iklan, dan lingkungan

pergaulan mengindikasikan perilaku konsumerisme. Kejadian semacam ini sangat

berpengaruh terhadap kondisi keuangan mereka yang sebagian besar kiriman dari

orang tua bukan hasil kerja sendiri.

Dari uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti ”Kontribusi

Sinetron, iklan, dan Lingkungan Pergaulan Terhadap Gaya Hidup Mahasiswi

Pendidikan Ekonomi Universitas sanata Dharma”.

B. Rumusan Masalah

(27)

2. Apakah iklan berkontribusi terhadap gaya hidup mahasiswi pendidikan

ekonomi Universitas Sanata Dharma?

3. Seberapa besar kontribusi lingkungan pergaulan terhadap gaya hidup

mahasiswi pendidikan ekonomi Universitas Sanata Dharma?

C. Batasan Masalah

Karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup

seseorang dalam hal ini Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta, maka peneliti membatasi penelitian ini dalam hal:

1. Kontribusi sinetron yang ditunjukan dengan frekuensi nonton sinetron, lama

menonton sinetron di televisi dan tujuan menonton sinetron.

2. Kontribusi iklan yang ditunjukan dengan: frekuensi nonton iklan dan manfaat

iklan.

3. Kontribusi lingkungan pergaulan yang ditunjukan dengan keluarga, teman

pergaulan, dan tokoh idola (artis).

4. Gaya hidup yang ditunjukan dengan ruang dan tempat, teknologi, mode,

musik pop, dan pola konsumsi makanan dan minuman.

D. Tujuan Penelitian

Adapun penyusunan skripsi ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawab

mahasiswa. Oleh karena itu, skripsi ini di susun sebagai prasyarat kelulusan di

(28)

1. Untuk mengetahui gaya hidup Mahasiswi Program Studi Pendidikan Ekonomi

Universitas Sanata Dharma yogyakarta.

2. Untuk mengetahui apakah sinetron, iklan dan lingkungan pergaulan

berkontribusi terhadap gaya hidup Mahasiswi Program Studi Pendidikan

Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Mengetahui sejauh mana sikap kritis mahasiswa terhadap perkembangan

media massa dan sikap kritis dalam berinteraksi dengan teman pergaulan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Mahasiswa Pendidikan Ekonomi USD Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran kepada

Mahasiswa Pendidikan Ekonomi bahwa gaya hidup merupakan sebuah

ekspresi budaya dan manifestasi dari tindakan konsumsi. Gaya hidup

memiliki arti yang luas daripada konsumsi. Gaya hidup cendrung menjelaskan

penggunaan barang-barang mewah sebagai tolak ukur kebahagian,

kesenangan dan sebagainya.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber

informasi dan menambah wawasan generasi muda dan menjadi pengalaman

(29)

3. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi dan informasi untuk seluruh pihak di Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta khususnya Program Studi Pendidikan Ekonomi.

F. Definisi Operasional

Variabel harus didefinisikan secara oprasional agar lebih mudah dicari

hubungannya antara satu variabel dengan variabel lainya dan pengukurannya.

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel independen (X1= sinetron, X2= iklan,

dan X3= lingkungan pergaulan) dan satu varibel dependen (Y= gaya hidup).

1. Sinetron difokuskan pada mahasiswi dalam menonton sinetron. Maksudnya

kecendrungan mahasiswi menonton sinetron. Sinetron yang ditandai dengan

seberapa sering responden menonton sinetron dalam sehari, seberapa lama

responden menonton sinetron, dan tujuan menonton sinetron sehingga

berkontribusi terhadap gaya hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi

Universitas Sanata Dharma.

2. Iklan difokuskan pada mahasiswi menonton iklan dan tujuan menonton iklan.

Iklan yang ditandai dengan seberapa sering responden nonton iklan sengaja

maupun tidak sengaja dan tujuan responden menonton iklan sehingga

berkontribusi terhadap gaya hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi

(30)

3. Lingkungan pergaulan difokuskan pada lingkungan sosial bukan lingkungan

fisik. Lingkungan pergaulan ditandai dengan hubungan baik tidaknya

mahasiswi dengan lingkungan sosial baik itu keluarga, teman pergaulan

maupun artis idola. Lingkungan pergaulan mencakupi: interaksi dalam

kehidupan sehari-hari, perhatian kepada mahasiswi, dukungan terhadap

mahasiswi, dan manfaat lingkungan pergaulan sehingga berkontribusi

terhadap gaya hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata

Dharma.

4. Gaya hidup yang ditandai dengan kontribusi ruang dan tempat, teknologi,

mode, dan pola konsumsi makanan dan minuman, Mahasiswi Pendidikan

(31)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Gaya Untuk Hidup atau Hidup Untuk Gaya

Gaya hidup dan hidup bergaya adalah dua hal yang berbeda, tetapi saling

terkait. Ketika “hidup bergaya” menjadi pilihan, orientasi, sikap, dan nilai, maka

“gaya hidup” sebagai bidang kajian budaya dan media menjadi semakin

menemukan urgensinya. Ketika urusan gaya bergaya memang sudah menjalari

pelbagai lapisan sosial masyarakat indonesia, yang sedikit banyak menjadi potret

tengah berlangsungnya dinamika dalam dunia kehidupan seperti terlihat pada

bagaiman cara orang, baik sebagai individu maupun kolektif, menjalani dan

mengekspresikanya. Walaupun memang harus diakui kajian dan penerbitan

tentang gaya hidup jauh tertinggal dibandingkan percepatan dinamika realitas

gaya hidup itu sendiri. (Subandy, 2011:303)

1. Konsep Gaya Hidup

a. Menurut, Jhon C. Mowen & Michael Minor, (2001:282), Gaya hidup

adalah bagaimana seseorang hidup, bagaimana mereka membelanjkan

uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka.

b. Menurut, Chaney, (1996:91), Gaya Hidup adalah tata cara, atau cara

(32)

tertentu, yang sangat bergantung pada bentuk-bentuk kebudayaan, meski

bukan merupakan totalitas pengalaman sosial.

c. Menurut, Engel, Blackwell & Miniard, gaya hidup merupakan pola

dimana orang hidup dan menggunakan uang dan waktunya. (Sumarwan,

2011:45).

d. Menurut, Featherstone (1987), Gaya Hidup mencakup praktik-praktik,

citarasa, perilaku konsumsi, aktivitas waktu luang, modus bicara, dan

busana orang sehari-hari. (Subandy, 2011:307).

2. Gaya Hidup dalam Budaya Konsumen

Menurut, Soedjatmiko, (2008), dalam arti ekonomi, konsumsi

merupakan pemanfaatan dan penggunaan suatu barang. Sedangkan konsumsi

yang di maksud dalam gaya hidup adalah seluruh tipe aktivitas sosial yang

orang lakukan sehingga bisa kita pakai untuk mencirikan dan mengenali

mereka, selaian (sebagai tambahan) apa yang mungkin mereka “lakukan

untuk hidup. Kegiatan mengkonsumsi pada dunia modern terkait dengan

kegiatan berbelanja. Berbelanja dilakukan manusia guna memperoleh barang

atau hal yang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Hadirnya alat pembayaran berimplikasi “kebebasan-dalam-situasi

yang dimiliki manusia (sebagai konsumen) adalah kebebasan individu. Dalam

konteks konsumsi, pernyataan “aku adalah mahluk yang bebas” dapat

(33)

ditawari apa yang mereka butuhkan, melainkan pula apa yang mereka

harapkan. Dengan demikian “wants” berubah menjadi “needs”, apa yang pada

awalnya adalah keinginan berubah menjadi kebutuhan. Nilai lebih yang

ditawarkan produsen “surplus value” berubah menjadi nilai lebih yang

diterima oleh konsumen (surplus desire).

Boleh jadi, “aku adalah mahluk yang bebas mengkonsumsi apapun

merupakan ekspresi dari kebebasan individu di atas. Yang terjadi kemudian,

yaitu konsumsi sebagai bentuk identitas diri. Atau dengan kata lain, “semakin aku mengkonsumsi, semakin nyatalah jati diriku”. Sehingga konsumsi

mendapat pemaknaan baru yakni sebagai cara hidup (konsumerisme). Disinilah idiologi dasar konsumerisme, yaitu eksplisitasi kebebasan individu.

Sekali lagi advertensi dan media berperan dalam memperkenalkan produk

tertentu, sekaligus menciptakan imaji manusia ideal melalui produk yang

ditampilkan melalui media dan periklanan masal.

Lebih lanjut Soedjatmiko, (2008:51), mengatakan “dampak sosial

konsumerisme tersebut dapat melalui lima rana tematis kehidupan sosial,

yaitu ruang dan tempat, teknologi, mode, musik pop dan pola konsumsi

makanan dan minuman”.

a. Mengkonsumsi ruang dan tempat

Pusat-pusat perbelanjaan merupakan unsur yang paling nyata

dalam transformasi kota metropolitan, yang secara langsung maupun lewat

(34)

duniawi. Hal ini dipengaruhi oleh “Deteritorialisasi”, yakni perkembangan

kominikasi massa dan jaringan hiburan yang berdasarkan kota

metropolitan dan yang menyebabkan budaya konsumen, yang

memunculkan homogenitas budaya yang meliputi pelbagai ruang dan

tempat.

Salah satu bagian dari pusat-pusat perbelanjaan itu adalah mal.

Mal dapat dikatakan sebagai surga bagi konsumerisme. Dimana secara

sadar, pengalaman berbelanja berlanjut hingga masuk wilayah hiburan.

Mal tidak hanya merupakan tempat dimana konsumen bebas memilih dan

juga merupakan pusat ekonomi pasar, melainkan secara aktif membentuk

imaji mengenai kehidupan konsumerisme. Konsumerisme telah

memaksakan suatu perilaku sosial yang dikendalikan oleh para

pengembang daripada konsumen itu sendiri. Mal tampak memenuhi

seluruh pemuasan langsung konsumerisme, tetapi pada saat yang sama

menyembunyikan keharusan sosial yang terselubung.

b. Mengkonsumsi teknologi

Perkembangan teknologi telah membawa akibat yang signifikan

bagi pembentuk konsumsi kontemporer. Secara particular, teknologi

informasi dan komunikasi hadir sebagai komponen pokok budaya

konsumsi rumah tangga. Dalam arti tertentu, dampak teknologi pada

(35)

tak terelakan. Salah satu indikator perkembangan teknologi yang begitu

pesat adalah desain produksi. Menurut Alfathir Adlin:

Desain produksi dapat memberikan kemampuan diferensiasi bagi industri sebagai salah satu keunggulan bersaing, karena dapat memberikan preferensi bagi konsumen melalui keberagaman desain (fungsi dan atribut produksi). Inilah salah satu kata kunci dalam wacana kapitalisme mutakhir dalam membangun identitas gaya hidup.(Subandy, 1996:160)

c. Mengkonsumsi mode (Fashion)

Mode (fashion) merupakan rana konsumsi di mana

konsumerisme tampak paling ekspresif sebagai sebuah cara hidup. Dalam

konteks ini, mode terkait dengan seni industrial yang komersial

(menghasilkan uang) daripada sekedar berhubungan dengan keindahan

belaka. Mode merupakan isu penting yang mencirikan pengalaman hidup

sosial dan secara partikular menandai peran konsumerisme di dalam

pengalaman tersebut. Menurut, N. Daljoeni, (1982:71):

Dalam mode ada rangsangan untuk meniru, mencipta, dan menemukan yang baru. Itu merupakan kemampuan dari individu untuk mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa dirintangi oleh tradisi, kecurigaan, dan perlawanan dari sekitarnya. Memang kota

(36)

expression”. Sehubungan dengan ini individualism berjalan sejajar

dengan trend dari urbanisasi.

Secara singkat, hal utama dalam fashionable, yakni: terkait

dengan pemaknaan budaya yang dibentuk oleh kelompok elite sosial

maupun pandangan “pemimpin” tertentu, seperti para tokoh terkenal

popular (pop stars). Tentu saja, konsumen yang memiliki pengaruh

“kurang” akan mengimitasi pemaknaan tersebut.

Mode hadir sebagai norma hidup sehari-hari. Sedikitnya, melalui

busana dapat ditentukan parameter lingkungan hidup seseorang. Mode

boleh jadi membentuk kehidupan sosial, namun perlu diingat bahwa

konsumerismelah yang membentuk mode, dan idiologi konsumerisme

itulah yang meresap di dalam hidup sehari-hari. Melalui mode, apa yang

terjadi sekarang mempresentasikan “keberhasilan” perempuan dalam

menyetarakan identitasnya dengan pria.

d. Mengkonsumsi musik pop

Kajian cultural studies berkenaan dengan budaya musik pop lebih

tepat dimulai dengan karya Sutart Hall dan Paddy Whanel (1964).

Sebagaimana mereka tegaskan “potret anak muda sebagai orang lugu yang

dieksploitasi” oleh industri musik pop. Mengenai hal ini, mereka

berpendapat bahwa terdapat konflik yang sangat sering antara

(37)

mengaku bahwa meskipun „konflik ini secara khusus menjadi ciri rana

hiburan remaja... sampai pada tingkat tertentu, konflik ini juga jamak bagi

keseluruhan wilayah hiburan massa dengan sebuah setting komersial‟.

Budaya musik pop-lagu, majalah, konser, festifal, komik, wawancara

dengan bintang pop, film, dan sebagainya-membantu memperlihatkan

pemahaman akan pemahaman identitas di kalangan kaum muda. Menurut,

Storey, (1996:126):

Budaya yang disediakan oleh pasar hiburan komersial... memainkan peran penting. Ia mencerminkan sikap dan sentimen yang telah ada di sana, dan pada saat bersamaan menyediakan wilayah yang penuh ekspresi serta sederet simbol yang melalui simbol itu sikap tersebut bisa diproyeksikan... budaya remaja merupakan sebuah paduan kontradiktif antara yang autentik dan yang dimanufaktur: ia adalah area ekspresi diri bagi kaum muda dan padang rumput yang subur bagi provider komersial.

Selain itu, lagu-lagu pop

(38)

autensitas. Kendati demikian, lagu-lagu itu mengekspresikan dilema emosional remaja dengan gamblang.

Permasalahan yang muncul disini adalah kehadiran industri

musik lebih dikosentrasikan pada perlindungan asset yang telah dimiliki

daripada memenuhi konsumen. Terlepas dari perluasan batas-batas

keberagaman dan kreatifitas musikal, sedikitnya pada level permukaan,

industri musik tampak sebagai industri yang membatasi diri terhadap

resiko yang ada. Dalam konteks ini, dapat dikatakan bahwa musik tidak

lagi menjadi tempat dimana konsumen dapat secara umum

mengekspresikan ketidaknyamanan mereka dengan kelompok sosial yang

dominan.

Lebih jauh, proses ini menunjukan pengaruh idiologis

konsumerisme sebagai cara hidup. Sebagai akibatnya, konsumsi

menawarkan konsumen sebuah kerangka di mana mereka dapat

mengkonstruksikan identitas dengan mengikuti aliran musik tertentu dan

gaya hidupnya (fans) yang dipengaruhi oleh media.

e. Pola konsumsi makanan dan minuman

Pola konsumsi makanan dan minuman adalah barang-barang

pemenuhan kebutuhan terutama makanan dan minuman. Konsumsi tidak

diterjemahkan sebagai lalulintas kebudayaan benda tetapi menjadi

(39)

personalitas, gaya-gaya, citra dan cara-cara diferensiasi diri yang

berbeda-beda. Ini dapat dilihat dari gaya hidup masyarakat yang suka berbelanja

pakaian, makanan dan minuman, merayakan ulang tahun, kebiasaan

mentraktir, menggunakan dan lain-lain. Ditambah lagi dengan

menjamurnya lingkungan fisik yang mendukung gaya hidup seseorang.

B. Media Komunikasi dan Gaya Hidup

Secara umum dipahami bahwa istilah media mencakup sarana

komunikasi seperti pers, media penyiaran dan sinema. Komunikasi merupakan

alat unik yang digunakan para pemasar untuk membujuk para konsumen agar

bertindak menurut cara yang diinginkan (melakukan pembelian, berlangganan di

toko, menonton televisi dan lain-lain). Komunikasi terdiri dari beberapa bentuk

yaitu verbal, visual dan kombinasi antara verbal dan visual. Komunikasi dapat

membangkitkan emosi yang menempatkan para konsumen dalam kerangka

berpikir yang lebih reseptif, dan dapat mendorong pembelian yang membantu

para konsumen memecahkan berbagai masalah atau menghindari hasil yang

kurang memuaskan konsumen. Dalam komunikasi ada beberapa komponen yang

sangat mempengaruhi keputusan seseorang untuk menggunakan suatu produk

yaitu pengirim, medium, penerima dan umpan balik. (Scihffman dan Kanun.

1999:252)

Media yang paling populer yang sering digunakan untuk

(40)

yang menampilkan media audiovisual. Televisi saat ini merupakan kemasan

budaya pop akhir abad ke-20 yang tidak diragukan lagi sebagai media waktu

luang yang sangat popular. Bagian dari tayangan televisi tersebut adalah:

1. Sinetron

a. Pengertian Sinetron

Sinetron adalah kependekan dari sinema elektronik. Sinetron

adalah sandiwara yang bersambung yang disiarkan oleh televisi. Sinetron

atau serial elektronik menjadi primadona hiburan masyarakat. Seiring

dengan menjamurnya televisi dan selebriti sebagai insan pertelevisian,

sinetron menjadi program layar kaca. (Nazaruddin, 2008:121).

b. Sejarah Sinetron

Sinetron atau sinema elektronik adalah fenomena khas

pertelevisian Indonesia. Program acara yang sama dengan soap opera ini

lahir tahun 1980-an di TVRI. Stasiun televisi milik pemerintah yang tidak

menerima iklan ini adalah satu-satunya stasiun televisi yang ada pada saat

itu. Sinetron semakin berkembang bersamaan dengan hadirnya stasiun

televisi swasta di Indonesia: RCTI, SCTV, Indosiar, TPI, dan AN TV pada

awal tahun 1990. Saat itu ada regulasi yang mengharuskan agar setiap

stasiun televisi memproduksi program lokal lebih banyak di bandingkan

non-lokal.

(41)

televisi Indonesia. Padahal saat ini sudah ada Sepuluh stasiun TV swasta

di tambah dengan stasiun TV lokal. Perang sinetron antar stasiun TV pun

mulai terjadi, mereka saling berebut perhatian terhadap pemirsa TV.

Karenaya tidak mengherankan jika yang berlaku kemudian adalah sistem

reting. Semakin tinggi reting yang di peroleh, semakin banyak

penontonya, maka semakin tinggi pula pemasukan iklanya. Kondisi ini

banyak menguntungkan stasiun TV, rumah produksi maupun periklanan.

(Sujarwa. 2010:10)

c. Sinetron Dalam Konteks Teori Hegemoni

Menurut “Gramasci”, konsep hegemoni berusaha mengkaji hubungan power dan practice. Dalam analisisnya ditekankan tentang peran penting idiologi. Idiologi memajukan perkembangan

kekuatan-kekuatan produktif dan tampil sebagai a unifying force, sedangkan

hegemoni merajuk pada kedudukan idiologis satu atau lebih kompleks dalam masyarakat sipil yang lebih tinggi dari yang lainya.

Konsep hegemoni, menurut Gramasci, tidak sebatas makna literal

yang berupa “ke-pemimpinan”, melainkan mencakup sesuatu yang lebih

kompleks lagi, antara lain: bentuk-bentuk politis, kultural, dan idiologis

tertentu, yang lewatnya pula suatu masyarakat yang ada (kelas

fundamental) dapat membangun kepemimpinannya. Lebih lanjut

dikatakan bahwa instansi pertama tergantung pada inti yang menentukan

(42)

Kritik metodologis yang menjadi dasar studi Gramsci didasarkan

pada asumsi, bahwa supermasi suatu kelompok sosial menyatakan dirinya

dalam dua cara, yaitu sebagai “dominasi” dan “kepemimpinan moral dan intelektual”. Dominasi suatu kelompok sosial mendominasi kelompok sosial lainya dalam kehidupan bermasyarakat. Hegemoni didefinisikan

sebagai sesuatu yang kompleks, sekaligus bersifat ekonomik dan

etis-politis.

Bertolak dari cara pandang pendekatan yang telah diuraikan di

atas menunjukan bahwa fenomena sosial budaya yang tercermin dalam

peristiwa seni (sinetron) selama lima tahun terakhir ini tidak terlepas dari

peran etis-politis antara penentu kebijakan, penanam modal, dan

karakteristik masyarakat pengguna. Masing-masing aspek tersebut

memiliki peran yang penting dan saling berkaitan untuk memperlancar

jalannya proses hegemoni. Media televisi berperan penting sebagai instrumen transformasi proses peng-hegemonia-an dari kelompok-kelompok yang punya power dan practice kepada kaum yang dianggap lemah melalui karya-karya sinetronnya. Keberadaan sinetron-sinetron

indonesia yang ditayang lewat media tersebut patut dikaji secara

mendalam untuk mengungkapkan kembali kebermaknaan dan peran

fungsinya bagi pembangunan budaya bangsa secara keseluruhan.

(43)

dipertanyakan apabila produktivitas yang ada ternyata banyak tema yang

intinya sebatas daur ulang dan terkesan kejar tayang belaka.

(Sujarwa. 2010:14)

d. Kapitalisasi Sinetron

Ikon gaya hidup modern yang banyak diproduksi dan dipengaruhi

oleh mata acara di televisi telah mampu menghegemoni konsumen

indonesia menjadi bagian dari cara pandang hidupnya. Tema-tema

sinetron yang “wah” dan “liberal” mampu menghegemoni konsumen

untuk mengambil ikon gaya hidup modern dengan dalih kebebasan dan

lain sebagainya. Hal ini berarti bahwa program acara tayangan sinetron

telah mampu menjadi agen produksi untuk menghegemoni budaya massa.

Keberadaaan sinetron sebagai salah satu produk budaya mampu

menempatkan diri sebagai salah satu menu hiburan dalam teknologi

informasi yang semakin canggih. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa

melalui tayangan sinetron ini masyarakat indonesia telah menjadi

konsumen yang siap untuk dipengaruhi maupun dihegemoni melalui

bentuk pemikiran, pola hidup, gaya hidup, dan bahkan pandangan hidup.

Masyarakat mana yang belum menonton sinetron? Dengan beragam cerita

yang disajikan, cerita sinetron mampu menghipnotis penonton untuk

bermalas-malas mengikuti alur cerita yang tidak jelas ujung pangkalnya.

Tayangan sinetron sudah berorientasi pada kehidupan modern, namun

(44)

terhadap penonton sangat bertentangan dengan nilai-nilai kehidupan

bermasyarakat. (Sujarwa. 2010:26)

e. Dampak Hegemoni dan Kapitalisasi Sinetron

Menurut Kristanto, dalam bukunya (Sujarwa, 2010:27), kisah

film-film Indonesia boleh dikatakan 96 persen tidak logis, tidak memenuhi

hukum sebab-akibat. Hanya mencari efek-efek haru, lucu, romantis,

mistis, dan sebagainya. Pendapat ini dapat dijadikan pangkal tolak

bagaimana sesungguhnya terjadi dalam dunia sinetron, mengingat banyak

pula sinetron yang merupakan produk daur ulang dari film-film layar

lebar. Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan karena terbukti banyak pula

produksi sinetron yang banyak alur ceritanya janggal dan tidak rasional.

Banyak hal yang dipertontonkan sebatas membangkitkan emosi

penonton yang justru kontradiktif dengan peran edukasi, karena emosi

yang ditumbuhkan tidak untuk pendewasaan proses berpikir yang rasional

melainkan cendrung emosional dan irasional. Padahal, sebagian besar

masyarakat pemirsa layar kaca tingkat apresiasi seninya masih rendah

sebatas meniru yang terbaca dan yang terlihat, sehingga apa saja yang

tervisualisasi dalam layar kaca dipandang sebagai realitas kehidupan.

Pandangan ini sejalan dengan yang dilontarkan “Supradi”, bahwa sinetron

dapat memberikan peluang terjadinya peniruan perilaku, apakah positif

(45)

Menurut “Ngabalin”, perilaku dipaham sebagai manifestasi

proses psikologis yang merentang dari presepsi sampai sikap. Bertolak

dari pandangan tersebut maka sangatlah memprihatinkan jika produksi

sinetron masih bertumpu pada konsep kapitalis. Reting penonton masih

menjadi tujuan dari sebuah proses produksi yang hanya demi kepentingan

sepihak, yaitu kepada para kapitalis untuk mendapatkan keuntungan yang

berlipat. Munculnya budaya latahisme untuk beramai-ramai memproduksi

sinetron serupa menjadi pertanda adanya haru-biru paham kapitalis, yang

secara tidak langsung idiologi pasar telah menghegemoni produksi budaya

yang ditransformasikan melalui media televisi. Hegemoni idiologi pasar

yang dikondisikan dalam sinetron mencerminkan pola perilaku

glamouritas, hedonis, kekerasan, dan mistis.(Sujarwa. 2010:125-127) 2. Iklan

a. Pengertian iklan

1) Menurut Warrner (1999:153), iklan adalah pesan yang disponsori,

yang ditempatkan dalam media massa dengan bayaran tertentu.

2) Menurut Marcel Danesi (2010:222), istilah iklan (advertising) berasal

dari bahasa Latin yaitu mengarahkan perhatian kepada. Hal ini

menyatakan satu bentuk atau jenis pengumuman atau representasi

yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan komoditas atau

(46)

3) Menurut Dunn dan Barban (1978) sebagaimana dikutip oleh Rendra.

Iklan merupakan bentuk kegiatan komunikasi non personal yang

disampaikan lewat media dengan membayar ruang yang dipakainya

untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif)

kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non komersial, maupun

pribadi yang berkepentingan. (Rendra, 2005:15)

4) Menurut Kotler (1991) sebagaiman dikutip oleh Rendra. Iklan adalah

semua bentuk penyajian non personal, promosi ide-ide, promosi

barang produk atau jasa yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang

dibayar. (Rendra, 2005:16)

5) Menurut Rendra (2005:16), iklan adalah sebagaiman yang dikutip

oleh Rendra. Iklan adalah sebagai segala bentuk pesan tentang suatu

produk atau jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditunjukan

kepada sebagian atau seluruh masyarakat.

b. Fungsi iklan

Menurut Monle Lee & Carla Jhonson (1999:10). Iklan memiliki tiga

fungsi yaitu:

1) Periklanan menjalankan fungsi informasi

Iklan mengkomunikasikan informasi produk, ciri-ciri, dan lokasi

(47)

2) Periklanan menjalankan fungsi persuasif

Iklan membujuk konsumen untuk membeli merek-merek tertentu atau

mengubah sikap konsumen terhadap produk atau perusahaan tersebut.

3) Periklanan menjalankan fungsi pengingat

Iklan terus-menerus mengingatkan para konsumen tentang sebuah

produk sehingga mereka akan tetap membeli produk yang diiklankan

tanpa mempedulikan merek pesaing.

c. Manfaat Iklan Bagi Konsumen (Khasali, 1992:16)

1) Iklan memperluas alternatif bagi konsumen.

Dengan adanya iklan, konsumen mengetahui adanya berbagai produk,

yang pada akhirnya menimbulkan adanya pilihan.

2) Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi

konsumennya.

Sering dikatakan “tak kenal maka tak sayang”. Iklan-iklan secara

gagah tampil di depan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang

cantik menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan yang

membuatnya bonafid dan produknya bermutu.

3) Iklan membuat orang kenal, ingat dan percaya.

d. Aspek-aspek Daya Tarik Iklan

1) Merek

Merek adalah suatu lambang dan pembeda yang diharapkan

(48)

sekelompok penjual dan untuk membedakan barang atau jasa tersebut

dari pesaing. Mereka dapat menyampaikan suatu hal yang positif

maupun negatif tentang produk kepada konsumen. Sebuah merek

menjadi dasar keputusan konsumen untuk membeli produk. Promosi

merupakan salah satu cara untuk merebut konsumen dengan

menyajikan suatu bentuk iklan yang menarik. Salah satu media yang

menarik untuk mempromosikan produk adalah televisi. Media televisi

menjadi lahan bagi produsen untuk mengiklan produk dikarenakan

konsumen dapat dengan mudah mengetahui merek dan dan tertarik

untuk membelinya.

2) Isi iklan

Dalam menyajikan iklan yang baik dan terkesan bagus dan

banyak disukai konsumen maka isi iklan harus mudah diingat,

selogan, dan motto yang bagus dan didalamnya didukung oleh

artis-artis yang terkenal. Kata dan gambar yang digunakan dapat

menggambarkan sebuah merek dan dapat pula mengarahkan kita pada

aspek yang berbeda pada sesuatu yang sama. Para pemasang iklan

ingin agar kita berpikir dan menganggap kita lebih penting dengan

kata lain mereka ingin produknya lebih menonjol dari produk lain

dengan isi iklan yang mudah mempengaruhi konsumen untuk membeli

(49)

3) Bentuk iklan

Bentuk iklan adalah metode penyampain pesan yang

bertujuan untuk dapat membujuk konsumen sehingga mereka mau

melakukan pembelian. Ada beberapa bentuk penyampain pesan adalah

drama, humor, menyanyi, pendidikan dan kombinasi.

4) Informasi

Sebuah iklan akan mudah diterima oleh konsumen apabila

iklan tersebut memberikan informasi yang lengkap dan jelas. Iklan

yang bagus apabila penyampaian informasinya mudah dimengerti,

padat, jelas, dan singkat.

5) Daya Tarik

Apabila keempat aspek diatas terpenuhi, maka memudahkan

suatu produk mempengaruhi konsumen untuk membeli. Daya tarik

iklan tergantung dari merek, isi, bentuk dan informasi yang

disampaikan. Jika penyampain iklan bagus dan didukung oleh model

iklan yang ternama otomatis produk tersebut menjadi faforit dihati

konsumen dan laku dipasaran.

e. Perempuan dan Iklan

Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan banyak digunakan

dalam iklan. Keterlibatan tersebut didasar dua faktor utama, yaitu: pertama

bahwa perempuan adalah pasar yang sangat besar dalam industri.

(50)

kelamin perempuan dibandingkan dengan produk untuk laki-laki. Ribuan

kosmetik diciptakan untuk perempuan terutama untuk tampil cantik,

perempuan membutuhkan lipstik, bedak, masker, pemerah pipi, alis palsu,

bulu mata palsu, fashion dan lain-lain. Jelas semua produk itu tidak

dibutuhkan oleh laki-laki. Oleh karena itu, tidak heran bila pada giliranya,

perempuan selalu menjadi sasaran iklan.

Faktor kedua adalah bahwa perempuan luas dipercaya maupun

menguatkan pesan iklan. Perempuan merupakan elemen agar iklan

mempunyai unsur menjual. Karena mampu sebagai unsur penjual

sehingga menghasilkan keuntungan, maka penggunaan perempuan dalam

iklan tampaknya merupakan sesuatu yang sejalan dengan idiologi

kapitalisme. Bagi pria, kehadiran model perempuan dalam iklan

menambah daya tarik seksualitasnya.(Rendra, 2005:41)

C. Lingkungan Pergaulan

1. Pengertian Lingkungan Pergaulan

Dalam kontek perilaku konsumen, konsep lingkungan pergaulan atau

faktor sosial merupakan gagasan yang sangat penting dan berpengaruh besar.

Lingkungan pergaulan adalah setiap orang atau sekelompok orang yang

dianggap sebagai dasar perbandingan bagi seseorang dalam membentuk

(51)

yang berharga untuk memahami pengaruh orang lain terhadap kepercayaan,

nilai, dan perilaku konsumsi seseorang.

Lingkungan merupakan tempat berinteraksi mahluk hidup.

Sedangakan menurut “Peter dan Olson” yang dikutip oleh Sumarwan,

2011:323, mengartikan lingkungan sebagai “the enfironment refres to all the

physical and social caracteristich of a consumer’s external world, including

physical object (product and stores), spatial relationship (location of stores and products in store), and social behafior of other pople (who is around and

what they are doing)”. Berdasarkan definisi tersebut, lingkungan konsumen

terbagi menjadi:

a. Keluarga

Menurut, Sumarwan, (2011:277-283), Keluarga adalah

lingkungan mikro, yaitu lingkungan yang paling dekat dengan konsumen.

Keluarga adalah lingkungan dimana sebagian besar konsumen tinggal dan

berinteraksi dengan anggota-anggota keluarga lainnya. Keluarga menjadi

daya tarik bagi pemasar, karena keluarga memiliki pengaruh yang besar

bagi konsumen. Anggota keluarga akan saling mempengaruhi dalam

pengambilan keputusan pembelian produk dan jasa. Seorang anggota

keluarga mungkin memiliki lebih dari satu peran. Berikut ini diuraikan

beberapa peran anggota keluarga dalam pengambilan keputusan.

(52)

memberikan informasi kepada anggota keluarga lain untuk

dipertimbangkan dan untuk memudahkan mengambil keputusan.

2) Pemberi pengaruh (influencer), seorang anggota keluarga yang selalu diminta pendapatnya mengenai suatu produk atau merek yang akan

dibeli dan dikonsumsi. Ia diminta pendapatnya mengenai kriteria dan

atribut produk yang sebaiknya dibeli.

3) Penyaring informasi (gate keeper), seorang anggota keluarga yang menyaring semua informasi yang masuk ke dalam anggota keluarga

tersebut. Seorang ibu mungkin tidak menceritakan mainan-mainan

terbaru yang ada di toko kepada anak-anaknya, agar mereka tidak

menjadi konsumtif.

4) Pengambilan keputusan (decider), seorang anggota keluarga yang memiliki wewenang untuk memutuskan apakah membeli suatu produk

atau merek. Seorang ibu biasanya memiliki wewenang untuk

memutuskan mengenai makanan apa yang baik bagi keluarganya.

5) Pembeli (buyer), seorang anggota keluarga yang membeli suatu produk atau yang ditugaskan untuk melakukan membeli suatu produk.

Ibu menyuruh anaknya membeli beras yang suudah habis, atau

menyuruh pembantu rumah tangganya untuk berbelanja setiap hari.

(53)

b. Teman pergaulan

Menurut, Sumarwan (2011:308), Konsumen membutuhkan teman

atau sahabat sesamanya. Memiliki teman atau sahabat merupakan naluri

dari konsumen sebagai mahluk sosial. Teman dan sahabat bagi seorang

konsumen akan memenuhi beberapa kebutuhan konsumen: kebutuhan

akan kebersamaan, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan untuk

mendiskusikan berbagai masalah ketika konsumen enggan untuk

membicarakannya kepada orang tua atau saudara kandung. Konsumen

memiliki teman adalah tanda bahwa ia telah membina hubungan sosial

dengan dunia luar. Pendapat dan kesukaan teman sering kali

mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam membeli dan

memilih produk atau merek. Kelompok persahabatan adalah kelompok

informal dan mungkin bisa berbentuk kelompok primer maupun suknder.

Seorang konsumen sering membawa teman atau saudara ketika

berbelanja. Tujun membawa teman bisa bermacam-macam. Pertama

adalah tujuan sosial, yaitu untuk menikmati kebersamaan dengan teman

atau saudara. Yang kedua adalah untuk mengurangi resiko salah dalam

membeli produk. Konsumen akan membawa temannya atau saudaranya

yang telah mengetahui produk tersebut. Konsumen yang akan membeli

pakaian, akan membawa teman atau saudara yang memahami seluk beluk

pakaian. Teman atau saudara itulah yang akan memberikan saran dan

(54)

c. Tokoh idola

Tokoh idola adalah para artis film, sinetron, penyanyi, musisi,

pelawak, dan semua orang-orang yang terkenal yang bergerak dalam

dunia hiburan. Para idola bisa juga para pemain olahraga yang terkenal,

tokoh politik, para pejabat pemerintahan, para pakar pengamat ekonomi,

sosial, dan politik. Idola adalah tokoh yang disorot banyak orang karena

prestasinya yang prima. Seorang idola juga dijadikan teladan karena

kualitas positifnya yang menonjol. Banyak yang berlomba menjadi idola,

namun hanya segelintir yang memiliki formula sebagai idola sejati yang

nantinya akan tampil menjadi pemenang.

Seorang idola bisa menjadi inspirator bagi penggemarnya dalam

segala hal. Baik berpengaruh bagi perilaku atau gaya hidup seseorang.

Dalam hal ini penulis mengambil sampel mahasiswa. Mahasiswa

merupakan mayoritas utama dalam hal meniru gaya berpakaian ,

penampilan maupun gaya rambut. Hal tersebut terjadi karena secara

psikologis usia remaja memiliki karakteristik tertentu yang mereka sukai

atau mereka ingin miliki. Misalnya seorang perempuan remaja yang

mengidolakan Ariel Peterpan karena wajahnya yang tampan dan suara

seraknya yang khas. Atau mengidolakan Beyonce yang memiliki tubuh

yang seksi dan bermimpi menjadi dirinya.

(55)

materi dan menjadi frustasi apabila tidak kesampaian. Pengaruh idola

terhadap penggemarnya dapat bermacam-macam hal dan tidak selalu

positif yang ditiru remaja dari idolanya dari gaya berpakaian yang

urak-urakan sampai menggunakan obat-obatan terlarang pun kerap ditiru

penggemar dari sang idola. Parahnya lagi ada juga remaja yang

mengidolakan seseorang tetapi karena mereka tahu orang tuanya mungkin

tidak akan menyukainya, maka mereka akan melakukan pemberontakan

kepada orang tua mereka. Mungkin inilah yang menyebabkan banyak

remaja yang melakukan penberontakan kepada orang tua mereka.

Walaupun demikian, tidak berarti hadirnya sosok idola merupakan hal

negatif. Justru idola dapat menjadi hal positif, jika para remaja dapat

menempatkan dirinya dan sang idola dalam porsi yang sesuai. Idola dapat

menjadi motivator terutama untuk mencapai suatu prestasi tertentu.

D. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian sebelumnya mengenai “Hubungan Antara tayangan Televisi

dengan aya Hidup Anak Muda”. Penelitian ini dilaksanakan oleh “Suranto

(2011)” dengan hasil:

1. Ada hubungan positif dan signifikan antara tayangan iklan dengan gaya hidup

(56)

2. Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara tayangan sinetron dengan

gaya hidup anak muda ( dengan sig = 0,615 > 0,05).

3. Tidak ada hubungan positif dan signifikan antara tayangan infotainment

dengan gaya hidup anak muda ( dengan sig = 0,720 < 0,05).

4. Ada hubungan positif dan signifikan antara tayangan musik di televisi dengan

gaya hidup anak muda ( dengan sig = 0,000 < 0,05).

5. Ada hubungan positif dan signifikan antara tayangan iklan, sinetron, musik,

dan infotainment dengan gaya hidup anak muda ( dengan sig

= 0,001 < 0,05).

E. Kerangka Berpikir

Dalam teori ekonomi, konsumsi berarti tindakan memakai/menggunakan

barang dan jasa untuk memenuhi sutu kebutuhan. Kebutuhan merupakan sifat

dasar manusia yang harus dipenuhi, baik itu kebutuhan jasmaninya maupun

kebutuhan rohaninya. Maka dari itu, untuk memenuhi kebutuhanya seseorang

harus bekerja, untuk mendapatkan penghasilan, kemudian dari penghasilanya itu

baru membeli barang dan jasa yang ia butuhkan.

Tetapi dalam masyarakat modern, konsumsi memiliki makna tersendiri.

Konsumsi bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan seseorang melainkan memiliki

tujuan tersendiri yaitu pola tindakan yang membedakan seseorang dengan orang

(57)

pendek daripada menggunakan celana panjang. Tentu saja kejadian semacam ini

menimbulkan pertanyaan dalam diri kita, mengapa mereka melakukannya? Apa

yang mereka lakukan? Dan apa yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya

maupun orang lain? Singkatnya, seseorang tidak lagi mengkonsumsi barang dan

jasa guna memenuhi kebutuhanya, ini pasti. Akan tetapi seseorang

mengkonsumsi karena ada motivasi tersendiri yang terkandung di dalamnya. Hal

ini yang dinamakan konsumerisme atau gaya hidup.

Hal ini menjadi masalah ketika kemudian konsumerisme merasuk

kedalam dunia kampus. Tidak sedikit mahasiswa menganggap kampus sebagai

arena pembeda identitas seseorang. Lihat saja model pakaian dan cara berdandan

yang dikenakan mahasiswa, yang mungkin dapat membedakan mahasiswa yang

satu dengan mahasiswa yang laiannya serta kepuasan pribadinya dan supaya

dilihat oleh orang lain.

Fenomena gaya hidup dalam konteks mahasiswa sebagian besar

kemungkinan dipermudahkan oleh media massa (sinetron dan iklan) dan

lingkungan pergaulan. Kehadiran iklan dan sinetron di televisi serta lingkungan

pergaulan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap keputusan seseorang

dalam mengkonsumsi suatu produk.

1. Kontribusi Sinetron terhadap Gaya Hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD

Menonton sinetron yang serba cepat dan selintas membuat seseorang

(58)

membedakan mana yang penting dan mana yang tidak penting dan mana yang

dipikirkan dan yang tidak dipikirkan. Tayangan-tayangan dengan tokoh yang

cantik/ganteng, mobil mewah, glamour, dan lain-lain, membuat konsumen

lupa dengan dirinya. Dalam sinetron, semua disajikan serba instan yang

ditayangkan 24 jam, tidak ada proses perjuangan seperti yang ada di dunia

nyata. Inilah yang disebutkan oleh salah satu penganut teori kritis Herbert

Marcuse, sebagai “one dimensional man”, dia mengatakan “kebahagiaan dan

kebebasan itu tidak terwujud, karena ternyata ilmu pengetahuan dan teknologi

itu bukannya mengabdi manusia melainkan justru manusia yang dikendalikan

oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia yang gandrung dengan ilmu

dan teknologi tanpa disadarinya di telan oleh kekuasaan ilmu dan teknologi

sebagai sistem total yang merangkum berbagai bidang kehidupan”.

(Hardiman, 1993:xvii).

Hal yang menjadi masalah ketika seseorang meniru gaya hidup

mewah yang ditampilkan oleh artis-artis sinetron, sebab dalam dunia modern

seseorang selalu mengikuti trend dan mudah meniru. Tidak menutup

kemungkinan apabila kemudian seseorang menganggap gaya hidup mewah

yang dilakukan oleh artis sinetron menjadi penting, akan mengubah perilaku

seseorang dan ingin selalu seperti gaya hidup artis sinetron. Jadi, ada dugaan

bahwa ketika mahasiswi menonton sinetron di televisi akan berkontribusi

(59)

2. Kontribusi Iklan terhadap Gaya Hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD

Iklan dalam budaya pop sangat berperan besar dalam gaya hidup

seseorang. “Iklan menyembunyikan kondisi kehidupan sebenarnya, kebutuhan

sebenarnya, dan keinginan sosial. Iklan menggantikan semua hal-hal tersebut

dengan dunia fantasi yang gemerlap, dan mudah diakses. Iklan adalah produk

mimpi yang mempromosikan mimpi kaum kapitalis dengan mengorbankan

kaum miskin. Iklan menggunakan pelbagai hal dari dunia nyata, dari

masyarakat, dan sejarah lalu menatanya untuk karyanya sendiri. Ketika

melakukan hal tersebut, iklan membuat bingung dunia nyata dan mencabut

pemahaman apapun dari kita tentang dunia nyata. Kita diundang untuk

menjalani kehidupan yang tidak nyata melalui iklan” (Myers, 1986:99).

Gaya hidup yang ditawarkan lewat iklan beranekaragam jenisnya dan

itu bisa di nikmati oleh konsumen tanpa memandang kelas dalam masyarakat.

Iklan menjadi citra neteral yang mudah ditiru, dijiplak, dipakai sesuka hati

oleh setiap orang. Karena urusan gaya hidup bukan lagi menjadi milik orang

berduit tetapi menjadi milik umum seperti halnya orang miskin yang

mencomot atau memakai gaya hidup tertentu. Tayangan iklan terdapat

tayangan konsumsi ruang dan tempat, teknologi, mode (fashion), musik pop,

dan pola konsumsi makanan dan minuman menjadi bagian dari gaya hidup.

Jadi, ada dugaan bahwa ketika mahasiswi menonton iklan di televisi akan

(60)

3. Kontribusi Lingkungan Pergaulan terhadap Gaya Hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD.

Selain sinetron dan iklan, lingkungan pergaulan juga mempengaruhi

gaya hidup seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang berinteraksi

dengan lingkungan masyarakat. Sehingga dalam keputusan mengkonsumsi

barang dan jasa seseorang membutuhkan pertimbangan baik dari teman

maupun orang tua. Namun seseorang dalam keputusanya mengkonsumsi

suatu barang atau jasa tertentu yang paling besar peranya adalah teman

pergaulan dibandingkan dengan orang tuanya. Pendapat teman pergaulan

lebih bermakna dari pada orang tua dikarenakan teman pergaulan memiliki

kesamaan-kesamaan dengan seseorang dalam hal tertentu.

Kesamaan-kesamaan tersebut antara lain, memiliki hobi yang sama, menyukai merk

barang dan jasa yang sama, serta memiliki kesamaan dalam menyukai produk

gaya hidup tertentu.

Salah satu cara dari mahasiswa untuk bisa lebih dekat dengan

lingkunganya adalah pencitraan. Dengan pencitraan mahasiswa dapat dengan

mudah dalam bergaul, hal ini yang dinamakan gaya hidup. Dengan demikian

dapat dilihat cara bergaya antara mahasiswa yang satu dengan yang lain. Jadi,

ada dugaan bahwa lingkungan pergaulan berkontribusi terhadap gaya hidup

(61)

4. Kontribusi Sinetron, Iklan, dan Lingkungan Pergaulan secara bersama-sama mempengaruhi Gaya Hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD. Dari kerangka berpikir diatas dan teori yang relefan, pengaruh

sinetron, iklan dan lingkungan pergaulan secara bersama-sama dengan gaya

hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD adalah positif. Hal ini

dikarenakan sinetron, iklan dan lingkungan pergaulan memiliki kontribusi

terhadap gaya hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD.

F. Hipotesis

1. Ada kontribusi signifikan, antara sinetron dan gaya hidup Mahasiswi

Pendidikan Ekonomi USD.

2. Ada kontribusi signifikan, antara iklan dan gaya hidup Mahasiswi Pendidikan

Ekonomi USD

3. Ada kontribusi signifikan, antara lingkungan pergaulan dan gaya hidup

Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD

4. Ada kontribusi signifikan, antara sinetron, iklan, dan lingkungan pergaulan

secara bersama-sama dan gaya hidup Mahasiswi Pendidikan Ekonomi USD. X2

X3

Gambar

Tabel V.16     Regresi Berganda  ...............................................................
Tabel III.1
Tabel III.2
Tabel III.4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mereka menggunakan banyak pertimbangan agar dalam mengambil keputusan investasi tersebut tidak menghasilkan keputusan yang salah dan tidak sesuai dengan kehendak sang

Dalam kesempatan ini, kita akan mohon kepada Tuhan, bersama Bunda Maria dan Santa Elizabeth, juga Bapa Yoseph, Zakharia serta Santo Yohanes, bersama santo‐santa pelindung kita, agar

Jika cara baru tidak ditemukan, maka pada tiap langkah pekerjaan dapat menimbulkan pertanyaan “perubahan kondisi fisik (seperti perubahan peralatan, material,

Tingkah laku seseorang tadi mungkin merupakan perbuatan yang menurut hukum (dibolehkan undang-undang) atau mungkin pula merupakan perbuatan yang tidak dibolehkan

Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk kepada pemilik bangunan gedung

Anda dapat saja meng­enroll lebih dari satu setiap bulan, itu bagus sekali,       tetapi tugas Anda adalah untuk memastikan bahwa setidaknya SATU dari orang yang Anda      

PENINGKATAN DAYA SAING UKM KERAJINAN BATIK BAKARAN KECAMATAN JUWANA KABUPATEN PATI SEBAGAI SALAH SATU PRODUK INDUSTRI KREATIF UNGGULAN

Berdasarkan pada pengalaman kami dan informasi yang ada, diharapkan tidak ada efek yang membahayakan jika ditangani sesuai dengan rekomendasi dan tindakan pencegahan yang sesuai