PENGARUH CELEBRITY ENDORSER DAN TYPICAL PERSON
ENDORSER TERHADAP BRAND IMAGE PADA IKLAN
SABUN MANDI LUX DI SURABAYA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Oleh : KRISTIANA 0712010208/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SKRIPSI
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER DAN TYPICAL PERSON
ENDORSER TERHADAP BRAND IMAGE PADA IKLAN
SABUN MANDI LUX DI SURABAYA
Yang diajukan
KRISTIANA 0712010208/FE/EM
Disetujui untuk ujian skripsi oleh :
Pembimbing Utama
Dra. Ec Tri Kartika Pertiwi, MSi. Tanggal : ...
Mengetahui
Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”
Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan terima kasih kepada junjungan tertinggi, Tuhan Yesus Kristus atas kemampuan dan kasih karunia-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: “PENGARUH
CELEBRITY ENDORSER DAN TYPICAL PERSON ENDORSER
TERHADAP BRAND IMAGE PADA IKLAN SABUN MANDI LUX DI SURABAYA TIMUR”.
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran “ Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Progdi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Segenap Staff Dosen Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa timur yang telah memberikan banyak pengetahuan selama masa perkuliahan.
6. Untuk kedua orang tuaku, terima kasih atas segala doa yang dipanjatkan siang dan malam kepada Tuhan Yang Maha Esa, terima kasih atas dukungan materiil, pengertian, dan kasih sayang yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian yang tersusun dalam skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran tetap peneliti butuhkan untuk penyempurnaan skripsi ini.
Harapan penulis, kiranya skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Surabaya, Februari 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAKSI ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 10
2.2. Landasan Teori ... 11
2.2.1. Pengertian Pemasaran ... 11
2.2.2. Pengertian Manajemen Pemasaran ... 12
2.2.3. Perilaku Konsumen ... 13
2.2.4. Komunikasi Pemasaran... 14
2.2.5.1. Definisi Periklanan... 15
2.2.5.2. Fungsi Periklanan... 16
2.2.5.3. Tujuan Iklan ... 17
2.2.5.4. Elemen Periklanan ... 18
2.2.5.5. Teknik Kreativitas Periklanan... 20
2.2.5.6. Keuntungan Media Periklanan Televisi ... 21
2.2.5.7. Efek Periklanan ... 23
2.2.6. Celebrity Endorser ... 23
2.2.6.1. Definisi Celebrity Endorser ... 23
2.2.6.2. Keunggulan Penggunaan Celebrity Endorser 25 2.2.7. Typical Person ... 27
2.2.8. Brand Image... 28
2.2.8.1. Definisi Brand (Merek)... 28
2.2.8.2. Definisi Image (Citra) ... 29
2.2.8.3. Definisi Brand Image (Citra Merek)... 30
2.2.9. Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Brand Image 32 2.2.10.Pengaruh Typical Person Endorser Terhadap Brand Image... 33
2.3. Kerangka Konseptual ... 34
2.4. Hipotesis... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 36
3.1.2. Pengukuran Variabel... 41
3.2. Teknik Penentuan Sampel ... 42
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 43
3.3.1. Jenis Data ... 43
3.3.2. Sumber Data... 43
3.3.3. Pengumpulan Data ... 43
3.4. Teknik Analisis SEM dan Pengujian Hipotesis ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Responden... 49
4.2. Deskripsi Hasil Jawaban Responden ... 51
4.2.1. Deskripsi Variabel Celebrity Endorser (X1) ... 51
4.2.2. Deskripsi Variabel Typical Person Endorser (X2)... 56
4.2.3. Deskripsi Variabel Brand Image (Y) ... 59
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian ... 60
4.3.1. Uji Outlier Multivariate ... 60
4.3.2. Uji Reliabilitas ... 62
4.3.3. Uji Validitas ... 63
4.3.4. Uji Construct Reliability dan Variance Ectracted ... 64
4.3.5. Uji Normalitas... 65
4.3.6. Evaluasi Model One Step Approach to SEM ... 67
4.3.7. Analisis Unidimensi First Order... 69
4.3.9. Uji Kausalitas ... 70 4.4. Pembahasan... 71 4.4.1. Celebrity Endorser Berpengaruh Signifikan Positif
Terhadap Brand Image ... 71 4.4.2. Typical Person Endorser Berpengaruh Signifikan Positif
Terhadap Brand Image ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 74 5.2. Saran ... 74
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Kerangka Konseptual ... 34 Gambar 4.1. Model Pengukuran dan Struktural One Step Approach Base
Model ... 67
Gambar 4.2. Model Pengukuran dan Struktural One Step Approach –
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Brand Value Produk Sabun Mandi Padat Tahun 2007-2009 (%) .. 5
Tabel 1.2. Top of Mind Advertising Produk Sabun Mandi Padat Tahun 2007-2009 (%) ... 6
Tabel 1.3. Market Share Sabun Mandi Padat Tahun 2009 (%) ... 6
Tabel 3.1. Goodness of Fit Indices... 48
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 49
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 50
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 50
Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 51
Tabel 4.5. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Credibility (X11) ... 52
Tabel 4.6. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Likeability (X12) ... 53
Tabel 4.7. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Attractiveness (X13) 54 Tabel 4.8. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Meaningfulness (X14) 55 Tabel 4.9. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Credibility (X21) ... 57
Tabel 4.10. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Attractiveness (X22) 58 Tabel 4.11. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Power (X23) ... 58
Tabel 4.12. Frekuensi Hasil Jawaban Responden Untuk Brand Image (Y) ... 59
Tabel 4.13. Hasil Uji Outlier Multivariate... 61
Tabel 4.14. Reliabilitas Data ... 62
Tabel 4.15. Validitas Data ... 63
Tabel 4.17. Normalitas Data ... 66
Tabel 4.18. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Base Model ... 68
Tabel 4.19. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices Eliminasi ... 69
Tabel 4.20. Unidimensi First Order... 69
Tabel 4.21. Unidimensi Second Order Celebrity Endorser ... 70
Tabel 4.22. Unidimensi Second Order Typical Person Endorser... 70
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner
Lampiran 2. Hasil Penyebaran Kuesioner Lampiran 3. Hasil Olahan Data
PENGARUH CELEBRITY ENDORSER DAN TYPICAL PERSON
ENDORSER TERHADAP BRAND IMAGE PADA IKLAN
SABUN MANDI LUX DI SURABAYA TIMUR
Oleh :
KRISTIANA
ABSTRAK
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik mendorong timbulnya laju persaingan di dalam dunia usaha. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya perusahaan yang menghasilkan barang maupun jasa, yang menyebabkan persaingan dalam dunia usaha semakin ketat. Iklan merupakan salah satu alat bauran promosi yang digunakan sebagai alat pengantar pesan untuk membentuk sikap konsumen. Agar penyampaian pesan dapat diterima oleh konsumen dengan baik maka dibutuhkan media yang tepat. Sosok endorser dapat berasal dari kalangan selebriti dan orang biasa/non-selebriti. Endorser sebagai
opinion leader yang menyampaikan pesan hingga sampai ke konsumen mengenai
merek produk. Lux merupakan salah satu merek produk sabun mandi dari PT. Unilever Indonesia Tbk. yang diasosiasikan sebagai sabun kecantikan yang menunjukkan gaya hidup modern. Lux mengalami masalah penurunan brand
value dari tahun 2007-2009. Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh celebrity endorser terhadap
brand image dan pengaruh typical person endorser terhadap brand image pada
iklan produk sabun mandi padat Lux di Surabaya.
Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu yaitu Konsumen yang menggunakan produk sabun mandi padat dan pernah melihat iklan sabun mandi padat Lux yang menampilkan selebriti dan non selebriti sebagai bintangnya di Surabaya. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 114 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada responden. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : celebrity endorser berpengaruh signifikan positif terhadap brand image dan typical person endorser berpengaruh signifikan positif terhadap brand image.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik mendorong timbulnya laju persaingan di dalam dunia usaha. Hal ini dapat kita lihat dengan semakin banyaknya perusahaan yang menghasilkan barang maupun jasa, yang menyebabkan persaingan dalam dunia usaha semakin ketat. Di dalam kondisi persaingan usaha yang semakin ketat ini, perusahaan dituntut untuk lebih kreatif dalam menetapkan strategi yang tepat bagi perusahaan sehingga dapat menarik perhatian konsumen dan mempengaruhi konsumen untuk mengkonsumsi produk mereka.
2
dengan melakukan bauran promosi yang mampu memberikan informasi kepada konsumen yaitu iklan.
Iklan merupakan salah satu alat bauran promosi yang digunakan sebagai alat pengantar pesan untuk membentuk sikap konsumen. Agar penyampaian pesan dapat diterima oleh konsumen dengan baik maka dibutuhkan media yang tepat. Berkembangnya media informasi di Indonesia menyebabkan banyaknya iklan yang membanjiri media. Media yang digunakan adalah televisi, radio, majalah atau surat kabar, dan lain lain. Pengiklanan di media televisi hingga kini masih dianggap cara paling efektif dalam mempromosikan produk terutama di Indonesia yang masyarakatnya masih brand minded dimana merek yang pernah muncul di iklan ditelevisi lebih digemari daripada yang tidak diiklankan di televisi. Perusahaan harus memiliki cara kreatif dalam beriklan agar dapat menarik perhatian konsumen dan menciptakan preferensi terhadap merek. Salah satu cara kreatif dalam beriklan adalah dengan menggunakan endorser.
Sosok endorser dapat berasal dari kalangan selebriti dan orang biasa/non-selebriti. Endorser sebagai opinion leader yang menyampaikan pesan hingga sampai ke konsumen mengenai merek produk. Opinion
Leader berperan dalam memberikan informasi pada orang lain, pelaku
persuasi, dan pemberi informasi. Perusahaan harus memilih endorser yang cocok dan untuk menyampaikan pesan iklan yang diinginkan kepada
target audience, sehingga pesan tersebut sampai kepada konsumen yang
3
sesuai persepsi masing-masing, dengan demikian diharapkan akan bertambahnya kesadaran terhadap produk.
Penggunaan endorser diharapkan dapat memberikan asosiasi
positif antara produk dengan endorser. Asosiasi tersebut secara sederhana
dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan
pada suatu merek. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila
dilandasi pada banyak pengalaman untuk mengkomunikasikannya.
Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga
membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Citra yang baik
merupakan salah satu cara yang efektif di dalam menjaring konsumen,
karena konsumen dengan sadar atau tidak sadar akan memilih suatu
produk yang memiliki brand image yang positif, sehingga tercipta persepsi
yang baik di mata konsumen, dan akan mempengaruhi konsumen dalam
proses keputusan pembelian yang pada akhirnya dapat menciptakan
loyalitas terhadap suatu merek produk tertentu.
Periklanan merupakan salah satu bentuk promosi yang paling
dikenal, karena daya jangkaunya yang luas. Iklan yang disenangi
konsumen terlihat menciptakan sikap merek yang positif dan keinginan
untuk membeli yang lebih ketimbang iklan yang tidak mereka sukai.
4
Penggunaan nara sumber (source) sebagai figur penarik perhatian
dalam iklan merupakan salah satu cara kreatif untuk menyampaikan pesan
(Kotler dan Keller, 2006:506) dalam Hapsari (2008:3). Pesan yang
disampaikan oleh nara sumber yang menarik akan lebih mudah dan
menarik perhatian konsumen. Shimp (2003: 460) dalam Hapsari (2008:3)
membagi endorser ke dalam dua tipe, yaitu celebrity endorser dan
typical-person endorser.
Pemasar rela membayar tinggi selebriti yang banyak disukai oleh
masyarakat. Selebriti digunakan untuk menarik perhatian khalayak dan
meningkatkan awareness produk. Pemasar mengharapkan persepsi
konsumen terhadap produk tersebut akan berubah. Penggunaan selebriti
menimbulkan kesan bahwa konsumen selektif dalam memilih dan
meningkatkan status dengan memiliki apa yang digunakan oleh selebriti. ).
Sedangkan pemasar memilih typical-person endorser untuk mendukung
iklan, dengan alasan: Typical-person endorser biasanya digunakan sebagai
bentuk promosi testimonial untuk meraih kepercayaan konsumen.
Typical-person endorser dapat lebih diakrabi oleh konsumen karena mereka
merasa memiliki kesamaan konsep diri yang aktual (actual-self concept),
nilai-nilai yang dianut, kepribadian, gaya hidup (life styles), karakter
5
Lux merupakan salah satu merek produk sabun mandi dari PT. Unilever Indonesia Tbk. yang diasosiasikan sebagai sabun kecantikan yang menunjukkan gaya hidup modern. Brand Lux mengklaim bahwa segalanya mengenai Lux dipersembahkan bagi feminitas, mulai dari tampilan hingga sensasi yang didapatkan dari produk, baik kemasan maupun wewangian yang ditawarkan. Berikut ini merupakan data beberapa merek produk sabun mandi padat yang beredar di Indonesia dalam kurun waktu 2007-2009 :
Tabel 1.1. Brand Value Produk Sabun Mandi Padat Tahun 2007-2009 (%)
Merek 2007 2008 2009
Lifebuoy 44,5 39,1 47,5
Lux 26,0 24,4 19,7
Nuvo 8,4 9,4 6,8
Giv 7,7 8,1 7,5
Shinzui 3,0 4,3 -
Sumber : www.SWA.co.id (2009)
6
Tabel 1.2. Top of Mind Advertising Produk Sabun Mandi Padat Tahun 2007-2009 (%)
Merek 2007 2008 2009
Lifebuoy 44,9 39,9 48,0
Lux 33,0 32,7 24,7
Nuvo 6,1 7,4 5,3
Giv 5,6 6,0 5,0
Shinzui 2,4 2,8 -
Sumber : www.SWA.co.id (2009)
Fenomena penurunan brand value dan top of mind advertising dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 menunjukkan bahwa brand image sabun mandi Lux turun yang diindikasikan oleh iklan Lux saat ini jarang ditayangkan di televisi, iklan Lux yang mempunyai durasi tayangan sebentar, efektifitas dan daya tarik iklan lux mulai mengalami penurunan. Kredibilitas iklan Lux semakin memudar karena konsumen semakin sadar bahwa iklan cenderung lebih banyak menyampaikan klaim pemilik daripada menawarkan nilai produk sesungguhnya. Sehingga, walaupun Lux telah melakukan berbagai kegiatan advertising, advertising Lux cenderung menurun dari tahun ke tahun. Untuk maket share sabun mandi padat tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.3. Market Share Sabun Mandi Padat Tahun 2009 (%)
Brand Total Jakarta Bandung Semarang Surabaya Medan
Lux 39,66 40,25 35,08 51,17 33,96 54,45
Lifebouy 31,57 33,61 26,42 17,03 35,88 25,36
Biore 10,23 6,72 20,35 20,63 11,13 5,02
Dove 2,88 3,14 5,59 0 0 2,6
Gatsby 2,86 2,82 5 4,45 1,38 0
Nuvo 2,44 1,3 3,61 0 5,45 3,56
Cussons 1,83 1,68 2,84 0 2,42 0
7
Dapat diketahui dari tabel market share tersebut untuk wilayah Surabaya posisi sabun mandi padat Lux berada di posisi kedua dengan prosentase nilai sebesar 33,96 % setelah Lifebouy yang menduduki posisi pertama dengan prosentase nilai sebesar 35,88 %.
Keberhasilan upaya membangun brand image salah satunya ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap selebriti yang menjadi ikon produk tersebut. Dengan dipersepsikannya seorang selebriti endorser secara positif oleh masyarakat, diharapkan positif pula brand image yang terbentuk di benak konsumen. Boyd, Walker, Orville dan Larreche, Claude (2000:65) dalam Wiryawan dan Pratiwi (2009:237) mengatakan bahwa perusahaan mengembangkan program pemasarannya melalui penggunaan iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat yang dimana semuanya merupakan komponen komponen bauran promosi.
Apabila selebriti memiliki nilai lebih dari keempat karateristik (celebrity endorser) itu, maka akan menimbulkan rumor positif tentang produk sehingga terbentuk brand image yang positif juga (Wiryawan dan Pratiwi, 2009:241). Dengan menampilkan pendukung non selebriti atau ”orang biasa” dapat membuat konsumen merasa lebih dekat dan merasa familiar, akan menghasilkan keterlibatan pesan yang cukup tinggi, dan akhirnya akan mempengaruhi persepsi konsumen, sehingga tercipta persepsi yang positif terhadap produk yang diiklankan.
8
sikap positif dalam diri konsumen, sehingga iklan dapat menciptakan citra yang baik pula di mata konsumen. Iklan merupakan elemen yang penting dan saling berpengaruh dalam menanamkan kepada konsumen, seiring dengan ciri fisik dan kualitas produk yang mengikuti suatu brand tertentu (Temporal & Lee, 2001:39) dalam Hapsari (2008:5).
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan tersebut di atas celebrity
endorser dan typical endorser merupakan alat strategis untuk membangun
brand image. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul : “PENGARUH CELEBRITY ENDORSER DAN TYPICAL
PERSON ENDORSER TERHADAP BRAND IMAGE PADA IKLAN
SABUN MANDI LUX DI SURABAYA TIMUR”.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh celebrity endorser terhadap brand image pada iklan sabun mandi Lux di Surabaya Timur?
2. Apakah terdapat pengaruh typical person endorser terhadap brand
image pada iklan sabun mandi Lux di Surabaya Timur?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
9
2. Untuk menganalisis pengaruh typical person endorser terhadap brand
image pada iklan sabun mandi Lux di Surabaya Timur.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak manajemen tentang celebrity endorser dan typical person
endorser yang diharapkan konsumen sehingga brand image terhadap
perusahaan tercapai.
b. Bermanfaat bagi peneliti dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diterima dengan kenyataan yang terjadi di perusahaan.
10 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan celebrity endorser,
typical person endorser dan brand image sebagai berikut :
1. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Hapsari (2008) yang berjudul “Analisis Perbandingan Penggunaan Celebrity Endorser Dan
Typical-Person Endorser Iklan Televisi Dan Hubungannya Dengan Brand
Image Produk”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tanggapan
konsumen atas penggunaan celebrity endorser dan typical-person
endorser pada iklan Pond’s Age Miracle di televisi, dan untuk mengetahui
perbedaan penggunaan celebrity endorser dan typical-person endorser pada iklan Pond’s Age Miracle di televisi, serta untuk mengetahui besarnya hubungan penggunaan celebrity endorser dan typical-person
endorser pada iklan Pond’s Age Miracle di televisi terhadap brand image.
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini convenience
sampling, menggunakan data primer di mana kuesioner sebagai alat utama
dalam pengumpulan data dengan menyebarkan kepada 99 sampel wanita di Kebayoran Lama utara. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
descriptive, comparative, and verificative. Hasil penelitian ini
11
terhadap brand image, typical person endorser mempunyai hubungan yang positif terhadap brand image.
2. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wiryawan dan Pratiwi (2009) yang berjudul “Analisis Pengaruh Selebriti Endorser Terhadap
Brand Image Pada Iklan Produk Kartu Prabayar XL Bebas Di Bandar
Lampung”. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui hubungan selebriti endorser pada iklan XL bebas terhadap brand image.
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
purposive sampling, di mana kuesioner sebagai alat utama dalam
pengumpulan data dengan menyebarkan kepada 100 responden di Bandar Lampung. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriminant. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel selebriti endorser mempunyai pengaruh yang positif di dalam terbentuknya brand image.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Pemasaran
12
Menurut Kotler (2005:10), pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan menurut Stanton (1984:7), pemasaran adalah sistem dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, memproduksi, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memenuhi keinginan baik konsumen saat ini maupun konsumen potensial.
Dari kedua pengertian tersebut dapat diartikan bahwa pemasaran adalah kegiatan manusia yang ditujukan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Jadi pemasaran sebenarnya mempunyai arti menggabungkan beberapa kegiatan yang dirancang untuk memberi pelayanan, memuaskan konsumen sambil mencapai tujuan organisasi. Kegiatan pemasaran timbul apabila manusia memutuskan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya dengan cara tertentu yang disebut pertukaran. Jadi pemasaran merupakan suatu interaksi yang bertujuan untuk memberikan kepuasan baik kepada penjual maupun pembeli.
2.2.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
13
Agar tujuan organisasi tercapai maka tergantung penawaran organisasi dalam memenuhi kebutuhan pasar dengan menentukan harga, mengadakan komunikasi dan distribusi yang efektif untuk memberi tahu, mendorong serta melayani pasar. Jadi manajemen pemasaran dirumuskan sebagai suatu proses manajemen yang meliputi penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan.
Kegiatan ini bertujuan menimbulkan pertukaran yang diinginkan, baik yang menyangkut barang maupun jasa. Proses pertukaran baik yang ditimbulkan oleh penjual maupun pembeli akan menguntungkan kedua belah pihak, maka penentuan produk, harga, promosi dan tempat disesuaikan dengan sikap dan perilaku konsumen. Sebaliknya sikap dan perilaku konsumen dipengaruhi sehingga menjadi sesuai dengan produk-produk perusahaan.
2.2.3. Perilaku Konsumen
Menurut Mowen dan Minor (2002:6), perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, dan pembuangan barang, jasa, pengalaman, serta ide-ide.
14
barang dan jasa (evaluasi, memperoleh, menggunakan atau menentukan barang atau jasa).
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dengan mempelajari Perilaku Konsumen maka pemasar dapat mengetahui secara jelas proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen dan kegiatan fisik yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa serta pengaruh-pengaruh yang dihadapi dalam usaha memperoleh barang dan jasa tersebut.
2.2.4 Komunikasi Pemasaran
Komunikasi pemasaran adalah proses menginformasikan, mempengaruhi, mengingatkan, dan menjelaskan suatu produk atau jasa,dan dimana komunikasi pemasaran mengandung elemen yaitu :
advertising, sales promotion, public relation, personal selling (Fill,
1995:4). Komunikasi pemasaran dapat memberikan kontribusi pada ekuitas merek dengan cara membangun merek dalam memori/ingatan dan membentuk brand image/citra merek (Kotler dan Keller, 2006) dalam Kurniawati (2005:11).
15
(Kotler dan Keller, 2006) dalam Kurniawati (2005:11). Fungsi komunikasi pemasaran lebih kepada merangsang pembelian dan kepuasan konsumen serta memberikan informasi yang dapat di percaya melalui citra.
Jadi penekanan kegiatan komunikasi pemasaran di sini bukan pada penjualan tetapi pada pemberian informasi pendidikan, dan upaya peningkatan pengertian melalui pengetahuan mengenai suatu produk atau jasa dari suatu perusahaan agar lebih lama diingat oleh konsumennya (Harris, 1991:12).
2.2.5 Periklanan (Advertising) 2.2.5.1.Definisi Periklanan
Menurut Guinn, Allen, dan Semenik (2003:13) dalam buku yang berjudul “Advertising dan Integrated Brand Promotion” mengemukakan bahwa periklanan merupakan sebuah proses komunikasi. Ketiga tokoh tersebut menyatakan bahwa “Communication is a fundamental aspect of
human existence, and advertising is communication”. Pertanyaan tersebut
mengandung arti bahwa komunikasi adalah aspek fundamental mengenai eksistensi manusia, dan periklanan adalah komunikasi. Periklanan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang menjembatani kepentingan industri dan konsumen. Sebagai proses komunkasi, periklanan menekankan pada pengolahan pesan (Putranto, 2003:27).
16
dilakukan oleh satu lembaga atau perusahaan dengan maksud untuk mempengaruhi dan meningkatkan penjualan, meningkatkan pemakaian atau untuk memperoleh suara, dukungan atau pendapat (Soehardi, 1992:55).
Menurut Wells dan Prensky (1996:437), “ Advertising is defined as
paid marketing communication delivered through mass media from
marketers to consumers”. Artinya, periklanan didefinisikan sebagai
komunikasi pemasarn yang di sampaikan melalui media massa dari pemasar kepada konsumen (terdapat proses pembayaran). Definisi lain dari periklanan adalah segala bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara non personal yang dilakukan oleh suatu perusahaan sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran (Kotler, 2003:658).
2.2.5.2.Fungsi Periklanan
Menurut Wells, Moriarty, & Burnett, (2006:10) terdapat 7 fungsi dasar periklanan yaitu :
a. Membangun awareness atas produk dan merek b. Membentuk image atas produk dan merek c. Menyediakan informasi atas produk dan merek d. Membujuk audiens
17
2.2.5.3.Tujuan Iklan
Iklan bertujuan untuk mengenalkan produk, menari perhatian konsumen tentang keberadaan produk dan agar konsumen mau membelinya. Menurut Kotler (1997:114-115), tujuan pembuatan iklan adalah sebagai berikut :
1. Informative Advertising : iklan dibuat untuk memperkenalkan produk
baru, menginformasikan cara pemakaiannya, menciptakan citra baik dari merek sehingga masyarakat tahu keberadaannya. Informasi yang cukup dan mengena dapat menimbulkan pembentukan sikap dan menjadi salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk memilih produk.
2. Persuasive Advertising : setelah konsumen mengetahui keberadaan
produk tersebut, iklan dibuat sedemikian rupa agar menarik perhatian masyarakat untuk membeli, dengan harapan dapat memberi kesan yang baik terhadap produk sehingga berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen.
3. Comparison Advertising : iklan yang membandingkan antara merek
produk milik perusahaan dengan merek lain. Iklan semacam ini secara tidak langsung akan menimbulkan superioritas merek terhadap merek lain.
4. Reminder Advertising : iklan ini biasanya digunakan oleh produk yang
18
5. Reinforcement Advertising : iklan ini mempunyai tujuan agar
konsumen merasa yakin sudah memilih produk dengan tepat dan mendorongnya menjadi konsumen setia.
Untuk mencapai kelima tujuan di atas disusun menurut suatu struktur tertentu. Struktur iklan mempunyai beberapa unsur pokok dengan fungsi masing-masing, yaitu :
1. Illustration : biasanya berupa gambar model atau pemandangan.
2. Headline : berupa kata-kata yang mencoba menyampaikan inti pesan
terpenting kepada masyarakat.
3. Body copy : dalam body copy ini biasanya terdapat informasi tentang
ciri-ciri dan kegunaan produk yang diiklankan.
4. Signature line : menerangkan nama/merek paten produk yang
diiklankan.
5. Slogan : mengetengahkan kasiat/kegunaan unik dan khas dari produk
yang diiklankan.
2.2.5.4.Elemen Periklanan
Menururt Wells, Burnet, dan Moriarti (1997) dalam Kurniawati (2005:13), sebuah iklan televisi memiliki beberapa elemen yaitu :
1. Video
Video merupakan rangakaian adegan yang menceritakan sesuatu.
19
2. Audio
Dalam audio, terdapat 3 elemen yang digunakan yaitu :
a. Musik lantunan lagu yang menjadi background dari sebuah iklan. Biasanya musik digunakan untuk mendukung adegan tahu jalan cerita yang ada.
b. Suara, tidak hanya berupa percakapan atau dialog para model saja namun juga ada suara dari narator yang disebut voice over. Ada iklan yang menggunakan dialog dari model namun ada yang menggunakan voice over.
c. Sound effect, efek-efek suara tambahan yang digunakan untuk
mendukung sebuah adegan yang menbutuh kan penekanan atau efek khusus.
3. Talent
Dalam sebuah iklan, salah satu elemen yang penting adalah model atau bintang iklan ada beberapa iklan yang hanya menggunakan atau menampilkan bagian tubuh dari modelnya, misalnya kaki ataupun tangan.
4. Props
20
5. Setting
Setting merupakan tempat dimana adegan-adegan dalam iklan diambil.
Tempat pengambilan iklan dapat didalam ruangan (studio atau tempat tertutup) ataupun di luar ruangan.
6. Lighting
Pencahayaan dalm iklan harus lah tepat untuk membuat iklan dapat menarik untuk dilihat. Terkadang efek dari pencahayaan digunakan untuk memberikan penekanaan pada adegan atau barang tertentu yang dianggap penting.
7. Graphics
Graphics dibuat dengan menggunakan teknologi komputer.
penggunaan graphics dapat membuat pantulan sebuah iklan menjadi lebih baik lagi.
8. Pacing
Pacing merupakan cepat lambat tanyangan adegan-adegan yang ada
dalam iklan.
2.2.5.5.Teknik Kreativitas Periklanan
Dalam buku advertising as communication (Dyer, 1996) dalam Kurniawati (2005:14), cara beriklan untuk membuat yang sukses biasaanya perusahaan memberikan lima cara yaitu :
21
2. Menggunakan tampilan hiburan yang biasanya dikemas dalam bentuk komedi, menggunakan tarian dan musik.
3. Menggunakan artis sebagai endorser untuk produk yang diiklankan. Biasanya artis yang digunakan merupakan orang yang di anggap sesuai atau mewakili produk yang diiklankan.
4. Menggunakan karakter kartun yang sedang digemari atau yang popular. Misalnya menggunakan karakter kartun dari film walt Disney. 5. Gambaran kehidupan masyarakat sehari-hari.
2.2.5.6.Keuntungan Media Periklanan Televisi
Televisi merupakan media yang menguntungkan sebab televisi melakukan komunikasi secara audio visual. Dari segi komunikasi, dalam arti pengaruhnya, televisi memiliki keuntungan atas pesan yang disampaikannya karena bisa dilihat serta di dengar dalam waktu yang bersamaan (Suhandang, 2005:88-89).
Sedangkan menurut pendapat Wells, Moriarty, dan Burnett (2006:225), dalam bukunya berjudul “Advertising: Principles and
Practice”. Televisi digunakan untuk media periklanan karena televisi
22
personality pada sebuah merek. Menurut Rhenald Kasali (1993) dalam
Kurniawati (2005:15), televisi mempunyai 3 kekuatan sebagai berikut : a. Efisiensi Biaya.
Telivisi merupakan media paling efektif untuk menyampaikan pesan, informasi dan sebagainya. Salah satu keunggulannya adalah kemampuan menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Televisi mampu menjangkau halayak yang tidak terjangkau oleh media cetak, oleh karena itu jangkauan massal televisi menimbulkan effisensi biaya untuk menjangkau tiap kepala.
b. Dampak Yang Kuat
Televisi mampu menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan pada dua indra sekaligus yaitu pengelihatan dan pendengaran. Televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja-pekerjaan kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, drama, dan humor.
c. Pengaruh Yang Kuat
23
2.2.5.7.Efek Periklanan
Periklanan dapat memberikan efek pada khalayaknya. Pelsmacker, Geuens & Bergh, (2004) dalam Kurniawati (2005:16) konsumen akan melewati 3 tahapan di dalam menanggapi periklanan yaitu :
a. Cognitive Stage (Tahap Kognitif)
Pada tahap kognitif, konsumen melakukan proses berpikir yang dapat menimbulkan kesadaran dan pengetahuan atas merek yang diiklankan. b. Affective Stage (Tahap Afektif)
Pada tahap afektif, terjadi respon perasaan dan emosional atas merek yang diiklankan dan juga terjadi sikap atas konsumen atas suatu merek. c. Conative Stage (Tahap Konatif)
Pada tahap konatif/behavioural, konsumen mengambil tindakan atas suatu merek yang diiklankan seperti melakukan pembelian
2.2.6. Celebrity Endorser
2.2.6.1.Definisi Celebrity Endorser
Endorser adalah orang yang terlibat dalam komunikasi penyampaian pesan pemasaran sebuah produk, dapat secara langsung maupun secara tidak langsung. Friedman & Friedman (1979) dalam Shimp (1997:282) mendefinisikan selebriti yaitu “A celebrity is personality
(actor, entertainer, or athlete) whos is known to the public for his or her
accomplishments in areas other than product class endorsed”. Artinya
24
yang dikenal di masyarakat luas atas prestasi atau kepandaiannya pada bidangnya melebihi kelas produk yang mereka dukung.
Menurut Belch dan Belch (2004:168), definisi endorser adalah seorang pendukung yang mengantarkan sebuah pesan dan atau memperagakan sebuah produk atau jasa. Jadi, definisi celebrity endorser dapat disimpulkan sebagai seorang actor/entertainer/atlet yang terkenal dimata masyarakat yang dilibatkan dalam komunikasi penyampaian pesan pemasaran sebuah produk atau jasa. Celebrity Endorser adalah orang-orang terkenal yang dapat mempengaruhi karena prestasinya. Menurut Shimp (2002:455) celebrity endorser adalah memanfaatkan seorang artis,
entertainer, dan public figur yang man dapat diketahui oleh orang banyak
untuk keberhasilan di bidangna masing-masing dari bidang yang di dukung.
25
2.2.6.2.Keunggulan Penggunaan Celebrity Endorser
Sebuah penelitian membuktikan bahwa konsumen lebih menyukai memilih barang atau jasa yang di iklankan oleh selebritis dari pada tanpa menggunakan selebritis (Rhasid, Nallamuthu, & Sidin, 2002:536). Menurut Jewler & Drewniany (2005:10) terdapat beberapa keuntungan dalam menggunakan selebritis sebagai endorser :
a. Celebrity Endorser mempunyai kekuatan “menghentikan”.
Selebritis sebagai endorser dapat digunakan untuk menarik perhatian dan membantu memecahkan/ kekacauan yang dibuat iklan-iklan lainnya
b. Celebrity Endorser merupakan figur yang disukai dan dipuja.
Perusahaan-perusahaan mengharapkan kebanggan/kekaguman audiens terhadap selebritis sebagai endorser akan berpengaruh pula pada produk atau perusahaan merek sendiri. Sebelum memutuskan memilih seorang selebritis sebagai endorser, perusahaan diharuskan memeriksa dan mengukur popularitas dan daya tarik selebritis tersebut sebagai orang terkenal.
c. Celebrity Endorser mempunyai keunikan karakteristik yang dapat
26
d. Celebrity Endorser dianggap sebagai ahli yang berpengalaman
dibidangnya. Maksudnya adalah untuk mengadakan sebuah hubungan yang bersifat relefan antara keahlian yang dimiliki selebritis dengan merek yang diiklankan.
Dimensi dari Celebrity Endorser menurut Wiryawan dan Pratiwi (2009:246) antara lain yang diambil adalah :
1. Dimensi Credibility
Segala hal yang berkaitan dengan kredibilitas selebriti untuk meyakinkan khalayak sasaran atas pesan iklan yang disampaikan. Indikatornya meliputi keahlian, berpengetahuan, keterampilan.
2. Dimensi Likeability
Tingkat disukainya selebriti oleh khalayak sasaran dalam mengiklankan produk. Indikatornya meliputi humoris, berjiwa muda, banyak dikenal.
3. Dimensi Attractiveness
Daya tarik yang dimiliki selebriti dalam menjalankan perannya sebagai
endorser. Indikatornya meliputi tampan/cantik, elegan, moderen.
4. Dimensi Meaningfulness
27
2.2.7 Typical Person Endorser
Typical Person Endorser adalah orang-orang biasa yang dapat
mempengaruhi orang lain dari iklan produk yang ditampilkan. Tampilan fisik dan karakter non fisik selebriti membuat sebuah iklan lebih menarik dan disukai oleh konsumen. Performa, citra, dan kepopuleran selebriti dapat lebih menarik perhatian target audience untuk menyaksikan iklan yang dapat mempengaruhi persepsi mereka untuk membuat keputusan dalam melakukan pembelian. Sedangkan, dengan menampilkan pendukung non selebriti atau ”orang biasa” dapat membuat konsumen merasa lebih dekat dan merasa familiar, akan menghasilkan keterlibatan pesan yang cukup tinggi, dan akhirnya akan mempengaruhi persepsi konsumen, sehingga tercipta persepsi yang positif terhadap produk yang diiklankan.
Dimensi dari Typical Person Endorser dalam Hapsari (2008:8) antara lain yang diambil adalah :
1. Dimensi Credibility
28
2. Dimensi Attractiveness
Endorser dengan tampilan fisik yang baik dan/atau karakter non-fisik yang menarik dapat menunjang iklan dan dapat menimbulkan minat audiens untuk menyimak iklan. daya tarik endorser mencakup Indikatornya meliputi similarity (tingkat kesamaan gaya hidup konsumen dengan endorser), familiarity (tingkat keseringan endorser tampil di mata konsumen)
3. Dimensi Power
Karisma yang dipancarkan oleh narasumber sehingga dapat mempengaruhi pemikiran, sikap, atau tingkah laku konsumen karena pernyataan atau pesan endorser tersebut. Indikatornya Autorative
Occupation or Power (tingkat keterpengaruhan konsumen akan
endorser)
2.2.8. Brand Image
2.2.8.1.Definisi Brand (Merek)
Menurut American Marketing Assotition, definisi brand adalah : nama, istilah, tanda, simbol, rangsangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Dan tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda adri produk atau jasa yang dihasilkan oleh pesaing (Rangkuti, 2004:2).
29
maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Dengan demikian suatu merek membedakannya dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh competitor. Dengan adanya merek tersebut perushaan mengharapkan agar konsumen mempunyai pesan positif pada barang atau jasa yang dihasilkan (Rangkuti, 2004:36).
2.2.8.2.Definisi Image (Citra)
Menurut Kotler (1987:242), citra adalah serangkaian anggapan, ide-ide, dan kesan seseorang terhadap suatu obyek. Sedangkan menurut Sukantendel (1990) dalam Soemirat dan Ardianto (2004:111-112) mengatakan bahwa citra adalah “image : the impression, the feeling, the
conception which the public has of a company : a councioussly created
impression of an object, person or organization”. Citra adalah kesan,
perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi).
30
2.2.8.3.Definisi Brand Image (Citra Merek)
Dolak (2004) dalam Hapsari (2008:5) mengatakan “a brand is an
identifiable entity that makes specific promises of value”. Merek
merupakan hal yang sangat penting bagi produsen maupun konsumen. Merek bukan hanya simbol yang dipakai untuk mengidentifikasi produk atau perusahaan. Saat ini peranan atau fungsi dari suatu merek (brand) bukan hanya sebagai pembeda dari produk yang dihasilkan oleh produsen yang satu dengan produsen yang lainnya, namun merek merupakan penentu dalam menghasilkan suatu competitive advantages. Konsumen saat ini memandang merek atau brand sebagai salah satu hal yang sangat penting dalam melakukan keputusan pembelian, merek merupakan suatu nilai tambah (value) bagi suatu produk.
Merek mengidentifikasi dan merepresentasikan produk, merek bukan hanya sekedar nama. Merek merupakan persepsi yang direfleksikan di dalam benak konsumen ketika mereka berpikir mengenai suatu produk. Persepsi yang positif dari kepercayaan konsumen terhadap merek akan menciptakan citra merek yang baik pula. Definisi Brand image menurut beberapa ahli pemasaran, seperti Kotler dan Keller (2006:268) dalam Hapsari (2008:5), yaitu ” Perceptions and beliefs held by consumer. As
reflected in the associations held in consumer memory”. Dolak (2004)
dalam Hapsari (2008:5), yaitu “Brand image is defined as consumer’s
perception as reflected by the association they hold in their minds when
31
Hapsari (2008:5), yaitu ” A brand image is a mental image that reflects the
way consumers perceive the brand, including all the identification
elements, the product personality, and the emotions and associations
evoked in the mind consumers”. Aaker (1996:69) dalam Hapsari (2008:5),
yaitu “Brand image is how customers and others perceive the brand”.
Brand image adalah segala sesuatu yang ada di benak seseorang,
yang secara total meliputi keseluruhan dari informasi yang mereka terima mengenai merek produk tersebut baik itu dari pengalaman, percakapan orang-orang (word of mouth), iklan (advertising), kemasan (packaging), pelayanan (service), dan lain sebagainya. Informasi-informasi tersebut kemudian diolah dan dimodifikasi berdasarkan pendapat atau persepsi selektif, kepercayaan-kepercayaan yang dianut, norma-norma sosial, dan lain-lain (Randall, 2001:7).
Citra merek didefinisikan oleh Keller (2000) dalam Kurniawati (2005:22), sebagai persepsi atau kesan tentang suatu merek yang direfleksikan oleh sekumpulan asosiasi yang menghubungkan seseorang dengan merek dalam ingatannya. Kapferer (2001) dalam Kurniawati (2005:22) menyatakan bahwa seseorang membentuk citra melalui sintesis dari semua sinyal atau asosiasi yang dihasilkan merek.
32
2003:84) dalam Kurniawati (2005:22). Citra merek (brand image) juga akan menentukan segmen pasar. Identifikasi audiens sasaran dengan segmen yang sempit berdasarkan salah satu faktor demografis yaitu usia target sasaran (Roman, Mass & Nisenholtz, 2005) dalam Kurniawati (2005:22)
Indikator Brand Image menurut Wiryawan dan Pratiwi (2009:246) antara lain :
1. Corporate image (Citra Perusahaan)
2. User image (Citra pemakai)
3. Product image (Citra Produk)
2.2.9 Pengaruh Celebrity Endorser Terhadap Brand Image
Menurut Wiryawan dan Pratiwi (2009:241) mengatakan apabila selebriti memiliki nilai lebih dari keempat karateristik (celebrity endorser) itu, maka akan menimbulkan rumor positif tentang produk sehingga terbentuk brand image yang positif juga. Hasil penelitian Wiryawan dan Pratiwi (2009) menunjukkan bahwa selebriti endorser mempunyai pengaruh positif terhadap brand image pada iklan produk XL bebas. Dan juga hasil penelitian Hapsari (2008) menunjukkan bahwa celebrity endorser mempunyai pengaruh positif terhadap brand image pada iklan produk Pond’s Age Miracle.
Dari uraian teori di atas dapat dismpulkan bahwa celebrity
33
pada produk yang diiklankan. Sehingga celebrity endorser berpengaruh positif terhadap brand image.
2.2.10 Pengaruh Typical Person Endorser Terhadap Brand Image
Dengan menampilkan pendukung non selebriti atau ”orang biasa” dapat membuat konsumen merasa lebih dekat dan merasa familiar, akan menghasilkan keterlibatan pesan yang cukup tinggi, dan akhirnya akan mempengaruhi persepsi konsumen, sehingga tercipta persepsi yang positif terhadap produk yang diiklankan (Hapsari, 2008:5).
Tugas utama para endorser ini adalah untuk menciptakan asosiasi yang baik antara endorser dengan produk yang diiklankan sehingga timbul sikap positif dalam diri konsumen, sehingga iklan dapat menciptakan citra yang baik pula di mata konsumen. Iklan merupakan elemen yang penting dan saling berpengaruh dalam menanamkan brand image kepada konsumen, seiring dengan ciri fisik dan kualitas produk yang mengikuti suatu brand tertentu (Temporal & Lee, 2001:39) dalam Hapsari (2008:5).
Hasil penelitian Hapsari (2008:13) menunjukkan bahwa typical
person endorser mempunyai pengaruh yang positif terhadap brand image.
Dari uraian teori tersebut dapat disimpulkan bahwa typical person
endorser yang ditampilkan maka dapat meningkatkan brand image pada
34
2.3 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
35
2.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah, landasan teori dan model kerangka konseptual dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Diduga ada pengaruh positif celebrity endorser terhadap brand image pada iklan sabun mandi Lux di Surabaya Timur.
2. Diduga ada pengaruh positif typical person endorser terhadap brand
image pada iklan sabun mandi Lux di Surabaya Timur.
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1 Definisi Operasional
Agar variabel yang digunakan dapat diukur serta-menghilangkan
dan menghindari penafsiran makna, maka perlu adanya definisi yang jelas
mengenai variabel yang akan diteliti, variabel tersebut sebagai berikut :
1. Celebrity Endorser (X1)
Celebrity endorser adalah seorang actor/entertainer/atlet yang
terkenal dimata masyarakat yang dilibatkan dalam komunikasi
penyampaian pesan pemasaran sebuah produk atau jasa. Menurut
Wiryawan dan Pratiwi (2009:246), mengemukakan bahwa Celebrity
endorser diidentifikasikan oleh beberapa dimensi dan indikator antara
lain :
a. Credibility (X1.1)
Segala hal yang berkaitan dengan kredibilitas selebriti untuk
meyakinkan khalayak sasaran atas pesan iklan yang disampaikan.
Indikator dalam penelitian ini adalah :
1. Keahlian (X1.1.1)
Merupakan keahlian yang dimiliki oleh selebritis iklan produk
37
2. Keterampilan (X1.1.3)
Merupakan keterampilan yang dimiliki oleh selebritis iklan produk
sabun mandi padat Lux.
b. Likeability (X1.2)
Tingkat disukainya selebriti oleh konsumen dalam mengiklankan
produk. Indikator dalam penelitian ini adalah :
1. Humoris (X1.2.1)
Merupakan selera humor yang diberikan selebritis pada iklan
produk sabun mandi padat Lux.
2. Berjiwa Muda (X1.2.2)
Merupakan ekspresi yang ditampilkan selebritis pada iklan sabun
mandi padat Lux.
3. Banyak Dikenal (X1.2.3)
Merupakan popularitas yang dimiliki selebritis pada iklan produk
sabun mandi padat Lux.
c. Attractiveness (X1.3)
Daya tarik yang dimiliki selebritis dalam menjalankan perannya
sebagai endorser. Indikator dalam penelitian ini adalah :
1. Cantik (X1.3.1)
Merupakan paras wajah yang dimiliki selebritis pada iklan produk
38
2. Elegan (X1.3.2)
Merupakan ke eleganan tampilan selebritis pada iklan produk
sabun mandi padat Lux.
3. Moderen (X1.3.3)
Merupakan tampilan pakaian yang dikenakan selebritis pada iklan
produk sabun mandi padat Lux.
d. Meaningfulness (X1.4)
Seberapa kuat pengaruh selebriti dalam mempengaruhi khalayak
sasaran agar membeli produk. Indikator dalam penelitian ini adalah :
1. Menjadi Inspirasi Konsumen Yang Membeli Produk (X1.4.1)
Merupakan inspirasi yang diberikan oleh selebritis pada iklan
produk sabun mandi padat Lux kepada konsumen.
2. Disukai Konsumen Saat Menonton Iklan (X1.4.2)
Merupakan ketertarikan konsumen untuk menonton iklan produk
sabun mandi padat Lux yang menampilkan selebritis sebagai
bintangnya.
3. Sukses Dan Sedang Naik Daun (X1.4.3)
Merupakan kesuksesan selebritis yang membintangi iklan produk
39
2. Typical Person Endorser (X2)
Typical Person Endorser adalah orang-orang biasa yang dapat
mempengaruhi orang lain dari iklan produk yang ditampilkan.
Menurut Hapsari (2008:8), dimensi dan indikator dari Typical Person
Endorser adalah sebagai berikut :
a. Credibility (X2.1)
Menggambarkan persepsi konsumen terhadap keahlian, pengetahuan.
dan pengalaman yang relevan yang dimiliki endorser mengenai merek
produk yang diiklankan serta kepercayaan konsumen terhadap
endorser untuk memberikan informasi yang tidak biasa dan objektif.
Indikator dalam penelitian ini adalah :
1. Expertise (X2.1.1)
Merupakan tingkat intelektualitas yang dimiliki oleh endorser non
selebritis pada iklan produk sabun mandi padat Lux.
2. Trustworthines (X2.1.2)
Merupakan tingkat kepercayaan konsumen terhadap endorser non
selebritis pada iklan produk sabun mandi padat Lux.
b. Attractiveness (X2.2)
Tampilan fisik yang baik dan karakter non-fisik yang menarik dapat
menunjang iklan dan dapat menimbulkan minat audiens untuk
menyimak iklan. Indikator dalam penelitian ini adalah :
40
Merupakan tingkat kesamaan gaya hidup konsumen dengan
endorser non selebritis pada iklan produk sabun mandi padat Lux.
2. Familiarity (X2.2.2)
Merupakan tingkat keseringan endorser non selebritis tampil di
mata konsumen pada iklan sabun mandi padat Lux.
c. Power (X2.3)
Karisma yang dipancarkan oleh narasumber sehingga dapat
mempengaruhi pemikiran, sikap, atau tingkah laku konsumen karena
pernyataan atau pesan endorser tersebut. Indikator dalam penelitian ini
adalah :
1. Autorative Occupation or Power (X2.3.1)
Merupakan tingkat keterpengaruhan konsumen akan endorser non
selebritis pada iklan produk sabun mandi padat Lux.
3. Brand Image (Y)
Brand image adalah persepsi atau kesan tentang suatu merek yang
direfleksikan oleh sekumpulan asosiasi yang menghubungkan
seseorang dengan merek dalam ingatannya. Menurut Wiryawan dan
Pratiwi (2009:246), indikator dari Brand image adalah :
1. Corporate image (Y1)
Merupakan citra perusahaan PT. Unilever Indonesia, Tbk sebagai
41
2. User image (Y2)
Merupakan persepsi konsumen terhadap citra dari pemakai produk
sabun mandi padat Lux.
3. Product image (Y3)
Merupakan citra produk sabun mandi padat Lux di mata
konsumen.
3.1.2. Pengukuran Variabel
Skala pengukuran variabel menggunakan skala interval yaitu skala
yang mengurutkan obyek berdasarkan suatu atribut (Umar, 2000:134).
Adapun teknik pengukuran sikap menggunakan skala Likert yaitu metode
pengukuran sikap dengan menggunakan skala penilaian tujuh butir yang
berada dalam rentang dua sisi (Umar, 2000:137). Digunakan jenjang 1-7
dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut, misalnya:
1 7
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Skala tersebut disusun dalam suatu garis kontinu dengan jawaban
sangat positifnya terletak di sebelah kanan, jawaban sangat negatifnya
terletak di sebelah kiri, atau sebaliknya.
42
3.2. Teknik Penentuan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. (Sugiyono, 1999:72). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh konsumen yang menggunakan dan pernah melihat iklan
produk sabun mandi padat Lux di Surabaya Timur.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 1999:73). Dalam penelitian ini
teknik pengambilan sampel menggunakan cara accidental sampling
(non probabililty sampling), yaitu teknik pengambilan sampel
ditujukan kepada konsumen yang menggunakan produk sabun mandi
padat dan pernah melihat iklan sabun mandi padat Lux di televisi yang
menampilkan selebriti dan non selebriti sebagai bintangnya di
Surabaya Timur serta secara kebetulan bertemu peneliti yang
kemudian dapat digunakan sampel serta cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 1999:77).
Jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan
pedoman pengukuran sampel menurut Ferdinand (2002:48) Structural
Equation Modeling (SEM), adalah sebagai berikut:
43
b. Tergantung pada jumlah parameter yang estimasi pedomannya adalah
5 – 10 kali jumlah parameter yang diestimasi
c. Tergantung pada jumlah indikator dikali 5 – 10. Bila terdapat 19
indikator, maka besarnya sampel adalah 95-190 yaitu 6 parameter yang
diestimasi x 19 indikator = 114 responden.
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis Data
Data Primer : Data yang diperoleh dari jawaban kuesioner yang disebarkan kepada konsumen yang menggunakan produk sabun mandi padat dan
pernah melihat iklan sabun mandi padat Lux di televisi yang menampilkan
selebriti dan non selebriti sebagai bintangnya di Surabaya Timur.
3.3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari :
Jawaban responden melalui kuesioner
3.3.3 Pengumpulan Data
1. Wawancara : Yaitu melakukan wawancara atau tanya jawab dengan
pelanggan kepada konsumen yang menggunakan produk sabun mandi
padat dan pernah melihat iklan sabun mandi padat Lux di televisi yang
menampilkan selebriti dan non selebriti sebagai bintangnya di
44
2. Kuesioner : Merupakan teknik pengambilan data dengan cara
menyebarkan daftar pertanyaan kepada konsumen yang menggunakan
produk sabun mandi padat dan pernah melihat iklan sabun mandi
padat Lux di televisi yang menampilkan selebriti dan non selebriti
sebagai bintangnya di Surabaya Timur.
3.4 Teknik Analisis SEM dan Pengujian Hipotesis
Structural Equation Modeling (SEM) adalah sekumpulan teknik – teknik
statistical yang memungkinkan pengukuran sebuah rangkaian hubungan
yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan yang rumit tersebut
dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau
beberapa variabel independen. Metode ini bukan untuk menghasilkan teori
melainkan “mengkonfirmasi” teori.
1. Asumsi Model [Structural Equation Modeling]
a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
1) Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data
atau dapat diuji dengan metode-metode statistik.
2) Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi
koefisien sampel dengan standard errornya dan skewness value
yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai
statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value.
45
kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tindak
normal.
3) Normal Probability plot
4) Linieritas denagn mengamati scatterplots dari data yaitu
dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya
untuk menduga ada tidaknya Linieritas.
b. Evaluasi atas Outlier
1) Mengamati Z-score : ketentuannya diantara ± 3,0 non outlier.
2) Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis
pada tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square [χ] pada
df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila
Mahalanobis > dari nilai χ adalah multivariate outlier.
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik
unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi- observasi
lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah
variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair et. al., 1998)
dalam Ferdinand (2002).
c. Deteksi Multicollinierity dan Singularity
Dengan mengamati Determinant Matriks Covarians. Dengan
ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0
[kecil], maka terjadi multikolinieritas dan singularitas (Tabachnick
& Fidell, 1998) dalam Ferdinand (2002).
46
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah
indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas
apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran
mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah
konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing
indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.
Karena indikator multidimensi, maka uji validitas dari setiap latent
variable construct akan diuji dengan melihat loading factor dari
hubungan antara setiap observed variable dan latent variable.
Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan
variance-extracted. Construct reliability dan variance-extracted
dihitung dengan rumus berikut:
Construct Reliability = [ ∑Standardize Loading ]²
[ ∑Standartdize Loading ]² + ∑Єj ]
Variance Extracted = ∑ [ Standartdize Loading² ]
∑ [ Standartdize Loading²]+∑Єj
Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj=1 – [Standardize
Loading]. Secara umum, nilai construct reliability yang dapat
diterima adalah ≥ 0.7 dan Variance Extracted ≥ 0.5 (Hair et.al,
1998) dalam Ferdinand (2002). Standardize Loading dapat
diperoleh dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi
setiap Construct Standardize Regression weighty terhadap setiap
47
2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi
terstandar dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR/Critical
Ratio/ p (probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung
lebih besar daripada t tabel berarti signifikan.
3. Evaluasi Model
Hair et.al., 1998 dalam Ferdinand (2002) menjelaskan bahwa pola
“confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk
mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara
model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan
“good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai model yang
diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori
tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos dapat menguji
apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi, “good fit” model yang
diuji sangat penting dalam penggunaan structural equation modeling.
Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai
kriteria Goodness of Fit yakni Chi-square, Probability, RMSEA, GFI,
TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan
data maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach
48
Tabel 3.1 Goodness of Fit Indices
GOODNESS OF FIT INDEX
KETERANGAN CUT-OFF
VALUE
X2 – Chi-square
Menguji apakah covariance populasi yang destimasi sama dengan covariance sample [apakah model sesuai dengan data].
Diharapakan
Kecil, 1 s.d 5, atau paling baik diantara 1 dan 2. Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan
matriks covariance data dan matriks covariance yang diestimasi.
Minimum 0,1 atau 0,2, atau ≥ 0,05
RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada Sampel.
≤ 0,08
GFI Menghitung proporsi tertimbang varians dalam matriks sample yang dijelasakan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi [analog dengan R2 dalam regresi berganda]
≥ 0,90
AGFI GFI yang disesuaikan dalam DF. ≥ 0,90 CMIND/DF Kesesuaian antara data dan model. ≤ 2,00 TLI Pembandingan antara model yang diuji
terhadap baseline model.
≥ 0.95
CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitif tehadap besarnya sample dan kerumitan model
≥ 0,94
Sumber : Hair. et. al. (1998)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Karakteristik Responden
Data mengenai keadaan responden dapat diketahui melalui jawaban
responden dari pernyataan-pernyataan yang diajukan di dalam kuesioner
yang telah diberikan kepada konsumen yang menggunakan produk sabun
mandi padat dan pernah melihat iklan sabun mandi padat Lux di televisi
yang menampilkan selebriti dan non selebriti sebagai bintangnya yang
berjumlah 114 orang di wilayah Surabaya Timur. Dari jawaban-jawaban
tersebut diketahui hal-hal seperti di bawah ini.
a. Umur : dari 114 responden yang menjawab kuesioner yang telah
diberikan dapat diketahui umur dari para responden yakni :
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
No Umur Jumlah Prosentase (%)
1 17-25 tahun 55 48,3
2 26-35 tahun 38 33,3
3 > 35 tahun 21 18,4
Total 114 100
Sumber: Hasil Penyebaran Kuisoner
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar
responden dalam penelitian ini adalah mereka yang berumur antara 17
sampai 25 tahun yaitu sebanyak 55 orang atau 48,3 %, responden
berumur antara 26 sampai 35 tahun sebanyak 38 orang atau 33,3 % dan
sisa responden berumur lebih dari 35 tahun sebanyak 21 orang atau
50
b. Jenis Kelamin : dari 114 responden yang menjawab kuesioner yang
telah diberikan dapat diketahui jenis kelamin dari responden yakni :
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)
1 Laki-laki 22 19,3
2 Perempuan 92 80,7
Total 114 100
Sumber: Hasil Penyebaran Kuisoner
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden dalam penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan
sebanyak 92 orang atau 80,7 %, sedangkan yang berjenis kelamin
laki-laki yaitu sebanyak 22 orang atau 19,3 %.
c. Pendidikan Terakhir : dari 114 responden yang menjawab kuesioner
yang telah diberikan dapat diketahui pendidikan terakhir dari para
responden yakni :
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Jumlah Prosentase (%)
1 SLTA 75 65,8
2 D3 17 14,9
3 S1 13 11,4
4 Lainnya 9 7,9
Total 114 100,00
Sumber : Hasil Penyebaran Kuisoner
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden dalam penelitian ini berpendidikan akhir SLTA yaitu
sebanyak 75 orang atau 65,8 %, sedangkan yang berpendidikan akhir
D3 sebanyak 17 orang atau sebanyak 14,9 %, responden yang
berpendidikan akhir S1 sebanyak 13 orang atau 11,4 %, dan sisanya