• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEREMPUAN DI DAERAH PESISIR (Dusun Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten) NANDA KARLITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEREMPUAN DI DAERAH PESISIR (Dusun Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten) NANDA KARLITA"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

(Dusun Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten)

NANDA KARLITA

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Daerah Pesisir (Dusun Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepadan Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

Nanda Karlita

(3)

NANDA KARLITA. Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Daerah Pesisir (Dusun Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten). Dibimbing oleh NURMALA K. PANDJAITAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemiskinan yang terjadi pada perempuan dalam komunitas nelayan di Dusun Muara, Kabupaten Tangerang serta strategi bertahan hidup yang dipengaruhi oleh karakteristik perempuan tersebut. Selain itu, dilihat juga hubungannya dengan tingkat kesejahteraan. Strategi bertahan hidup perempuan di Dusun Muara terbagi menjadi dua yaitu strategi sosial dan ekonomi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner yang didukung oleh data kualitatif dari wawancara kepada aparatur desa dan warga sekitar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada lima indikator dari karakteristik individu yang dapat mempengaruhi strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh perempuan yaitu umur, status perkawinan, besar tanggungan, jenis ketrampilan, dan pengalaman kerja.

Kata kunci: strategi bertahan hidup, perempuan, komunitas nelayan, kemiskinan

ABSTRACT

NANDA KARLITA. Life Survival Strategy of Women in Coastal Area (Dusun

Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten). Supervised by NURMALA

K. PANDJAITAN

This research aimed to analyze the poverty that happens to women in fishing community in Dusun Muara, Tangerang and life survival strategy which is influenced by the charahteristics of the women. Furthermore, seen also to do with the level of welfare. Women’s survival strategy in the estuary is divided into two social and economic strategy. The research used a quantitative approach by using the questionnaire supported by qualitative approach from interview government apparatus and local people. The result of this research suggest there are three indicators of individual characteristics that may affect women’s survival strategies is age, martial status, number of family member, and working experience .

(4)

(Dusun Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten)

NANDA KARLITA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN

SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015

(5)
(6)

melimpahkan rahmah, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi berjudul ”Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Daerah Pesisir (Dusun Muara, Desa Muara, Kabupaten Tangerang, Banten)” ini dengan baik tanpa hambatan dan masalah yang berarti. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini mengangkat tema kemiskinan perempuan dengan lokasi di Dusun Muara, Desa Muara, kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Nurmala K. Pandjaitan, MS, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam proses penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan hormat kepada, Ibunda tercinta Rosita yang telah mencurahkan kasih sayang dan perhatian bagi penulis. Ibu Rochayati, Bapak Rusmadi Alm, dan keluarga lainnya yang telah membantu dalam dukungan moral maupun finansial selama penulis menempuh perkuliahan di IPB. Serta terima kasih saya juga sampaikan kepada ayahanda Kasiyo. Teristimewa untuk sahabat luar biasa, Yunita Nurrohmani, Fitri Rabbani, Siska Erma Lia, Dwi Setyaningsih, Nerissa Arviana, Radha Santunnia, Riski Bayuni Sagala, dan Fatimah Azzahra yang telah memberikan semangat dan memberikan hiburan saat sedang dalam kesulitan. Tidak lupa untuk keceriaan teman-teman SKPM 48, kebahagiaan dari kawan-kawan Jejak Sepatu, dan pelajaran yang berharga dari teman-teman Koran Kampus IPB serta teman-teman INDEX 2013 dan 2014.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2015

(7)

DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Kemiskinan Nelayan

Perempuan dalam Komunitas Nelayan Perempuan Nelayan

Kemiskinan Perempuan dalam Komunitas Nelayan Strategi Bertahan Hidup

Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional xiv xiv 1 2 2 3 5 7 7 7 9 12 12 12 PENDEKATAN LAPANG

Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Penentuan Informan

Teknik Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografi Desa Muara Kondisi Demografi Desa Muara Kondisi Dusun Muara

KEMISKINAN YANG TERJADI DUSUN MUARA KARAKTERISTIK INDIVIDU Tingkat Pendidikan Umur Status Perkawinan Besar Tanggungan Jumlah Ketrampilan Pengalaman Kerja Ikhtisar

STRATEGI BERTAHAN HIDUP PEREMPUAN DI DUSUN MUARA Strategi Ekonomi

Mengikuti Simpan Pinjam Paket Hari Raya

Berinvestasi

Melakukan Berbagai Pekerjaan Berbagi Bahan Makanan Berbagi Aliran Listrik Strategi Sosial Arisan Meminjam 17 17 17 18 19 19 20 23 27 27 28 29 30 31 31 33 33 35 35 36 41 42 43 43 44

(8)

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Dusun Muara

Hubungan Umur dengan Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Dusun Muara

Hubungan Status Perkawinan dengan Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Dusun Muara

Hubungan Besar Tanggungan dengan Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Dusun Muara

Hubungan Jenis Keterampilan dengan Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Dusun Muara

Hubungan Pengalaman Kerja dengan Strategi Bertahan Hidup Perempuan di Dusun Muara

Hubungan Karakterisik Individu dengan Staretgi Bertahan Hidup Perempuan di Dusun Muara

Ikhtisar

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP 47 48 49 51 52 53 54 55 57 58 59 81

(9)

2 Alokasi penggunaan lahan di Desa Muara 19 3 Jumlah dan persentase rumah tangga Desa Muara menurut mata

pencaharian sebagai nelayan 20

4 Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian (orang) 20 5 Jumlah dan persentase warga berdasarkan kepemilikan perahu 24 6 Jumlah dan persentase berdasarkan tingkat pendidikan formal responden 27

7 Jumlah dan persentase berdasarkan umur responden 27

8 Jumlah dan persentase berdasarkan status perkawinan responden 28 9 Jumlah dan persentase berdasarkan besar tanggungan responden 29 10 Jenis ketrampilan yang dimiliki oleh responden di Desa Muara 30 11 Jumlah dan persentase berdasarkan pengalaman kerja responden 31 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan keikutsertaannya dalam

simpan pinjam di Yayasan Amanah Bakti 33

13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan keikutsertaannya dalam paket hari raya

35 14 Berbagai macam barang yang dijadikan investasi oleh responden 36 15 Jenis pekerjaan yang dilakukan responden di Dusun Muara 36 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan banyaknya pekerjaan

yang dilakukan 40

17 Jumlah dan persentase responden yang meminta dan tidak meminta

bahan makanan 42

18 Jumlah dan persentase responden yang meminta dan tidak meminta

aliran listrik 42

19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan keikutsertaannya dalam

arisan 43

20 Jumlah dan persentase responden yang meminjam 44

21 Jumlah dan persentase berdasarkan tingkat pendidikan dan strategi

bertahan hidup (orang) 47

22 Jumlah dan persentase berdasarkan umur dan strategi bertahan hidup

(orang) 49

23 Jumlah dan persentase berdasarkan status perkwinan dan strategi

bertahan hidup (orang) 50

24 Jumlah dan persentase berdasarkan besar tanggungan dan strategi

bertahan hidup (orang) 51

25 Jumlah dan persentase berdasarkan jenis ketrampilan dan strategi

bertahan hidup (orang) 52

26 Jumlah dan persentase berdasarkan pengalaman kerja dan strategi

bertahan hidup (orang) 53

27 Hubungan antara karakteristik individu dengan strategi bertahan hidup

(10)

1 Kerangka pemikiran 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi penelitian 62

2 Daftar nama responden 63

3 Jadwal penelitian tahun 2014-2015 64

4 Kuesioner penelitian 65

5 Dokumentasi penelitian 74

6 Hasil uji statistika 75

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah perairan tiga kali luas wilayah daratan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia berpotensi menghasilkan hasil laut yang cukup tinggi. Menurut data KKP (2012), hasil tangkapan ikan yang berasal dari perikanan tangkap sebanyak 12.385.850 ton. Hasil laut yang cukup melimpah itu, banyak didominasi oleh industri-industri perikanan yang sudah sangat besar. Di Indonesia banyak juga para nelayan kecil yang masih menggunakan alat-alat dan cara yang sangat tradisional dalam memperoleh hasil lautnya. Hasil tangkapan yang cukup rendah tersebut menyebabkan nelayan memiliki pendapatan yang cukup rendah.

Menurut Direktorat PMP yang dikutip oleh Muflikhati et al. (2010), sebanyak 32,14% dari 16,42 juta jiwa masyarakat pesisir masih hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Fauzi (2005), hampir sebagian besar nelayan kita berpendapatan kurang dari US$ 10 per kapita per bulan. Jika dilihat dalam konteks Millenium Development Goal, pendapatan sebesar itu sudah termasuk dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1 per hari. Faktor rendahnya pendidikan, ketrampilan, ketiadaan modal serta rendahnya aksesibilitas menyebabkan nelayan menjadi kelompok yang termarjinalkan (Zid 2011). Tidak hanya lak-laki yang memiliki penghasilan yang cukup rendah, namun menurut Suhartini (2009), terdapat suatu kenyataan secara umum bahwa posisi wanita di pedesaan termasuk desa–desa nelayan di Indonesia khususnya dan negara sedang berkembang pada umumnya, posisi mereka termarginalisasi. Hal tersebut yang menyebabkan kemiskinan tidak lepas dari kaum perempuan. Menurut ILO (2004), feminisasi kemiskinan dengan jelas menggambarkan ketidakadilan dalam soal keterwakilan wanita diantara orang miskin dibandingkan laki-laki.

Kemiskinan yang dialami oleh perempuan akan bertambah buruk jika ia berstatus sebagai kepala keluarga. Saat ini diperkirakan ada sekitar 7 juta perempuan di Indonesia yang berperan sebagai kepala keluarga. Jumlah tersebut mewakili 14% dari total jumlah rumah tangga di Indonesia. Pasalnya, sebagai orang tua tunggal mereka menanggung beban lebih berat. Satu sisi mereka harus mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Mayoritas dari perempuan kepala keluarga ini hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan di bawah US$ 1 dollar. Mereka berjuang sendiri menafkahi keluarga di tengah keterbatasan akses permodalan dan pendidikan1. Seorang perempuan yang ikut mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, atau yang menjadi kepala keluarga dari kelompok miskin, lebih miskin dari kategori yang sama (Cahyono 2005). Selain berada di bawah garis kemiskinan, posisi perempuan yang menjadi kepala rumah

1Artikel yang dipublikasikan oleh Radio Australia pada tanggal 17 Mei 2012 yang ditulis oleh IN. Afifah berjudul “Jutaan perempuan kepala keluarga Indonesia, hidup miskin” dikutip pada tanggal 15 Desember 2014 pada http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/jutaan-perempuan-kepala-keluarga-indonesia-hidup-miskin/945252

(12)

tangga sejauh ini terbilang rawan, terutama dari ancaman tindak kejahatan, baik kekerasan fisik maupun perdagangan manusia2.

Tidak jauh berbeda halnya dengan kondisi di sektor perikanan. Sedikitnya 56 juta orang terlibat dalam aktivitas perikanan, mulai dari penangkapan, pengolahan, sampai dengan pemasaran hasil tangkapan. Dari jumlah itu, 70 persen atau sekitar 39 juta orang adalah perempuan nelayan3. Dalam rumah tangga nelayan untuk menambah pendapatan keluarga biasanya para perempuan tersebut melakukan kegiatan lain yang dapat mendatangkan penghasilan tambahan (Nugraheni 2012). Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perempuan nelayan untuk menambah pendapatan keluarga, misalnya dengan mengolah hasil tangkapan ikan suaminya agar nilai jual dapat lebih tinggi. Olahan laut masih sangat minim dilakukan oleh para istri nelayan, kebanyakan dari hasil laut tersebut langsung dijual kepada industri untuk diolah agar nilai jual lebih tinggi, sementara bagi para nelayan tetap memperoleh hasil yang rendah dari penjualan hasil laut secara langsung (Nugraheni 2012). Strategi yang dilakukan tidak membuat perempuan keluar dari kemiskinannya tetapi hanya membuat mereka bertahan hidup saja. Dengan demikian walaupun perempuan telah berperan dalam meningkatkan penghasilan rumah tangga, tetap saja perempuan masih berada di bawah garis kemiskinan.

Masalah Penelitian Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

(1) Bagaimana kemiskinan perempuan yang terjadi pada komunitas nelayan? (2) Bagaimana bentuk strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh perempuan

dalam komunitas nelayan?

(3) Bagaimana hubungan karakteristik individu dengan strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh perempuan dalam komunitas nelayan?

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

(1) Mengidentifikasi kemiskinan perempuan yang terjadi pada komunitas nelayan (2) Menganalisis bentuk strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh perempuan

dalam komunitas nelayan

(3) Menganalisis hubungan karateristik individu dengan strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh perempuan dalam komunitas nelayan

2

Artikel yang dipublikasikan oleh Antara News pada tanggal 30 April 2013 yang ditulis oleh W. Puspitasari berjudul “Banyaknya perempuan jadi kepala keluarga” dikutip pada tanggal 16 Desember 2014 pada http://www.antaranews.com/berita/372253/banyak-perempuan-jadi-kepala-keluarga

3

Artikel ini dipublikasikan oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada tanggal 15 Desember 2015 yang dikutip dari harian Kompas Senin 26 Mei 2014 berjudul “Nasib Perempua Nelayan” tersedia pada http://www.kiara.or.id/nasib-perempuan-nelayan/

(13)

Kegunaan Penulisan Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: (1) Bagi akademisi

Penelitian ini diharapkan menjadi informasi untuk penelitian–penelitian selanjutnya yang sejenis. Peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat memperbaiki kelemahan–kelemahan dalam penelitian ini.

(2) Bagi pemerintah

Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran mengenai kemiskinan yang terjadi pada perempuan sehingga penelitian ini dapat menjadi acuan untuk membuat program pengentasan kemiskinan yang dialami pada perempuan. (3) Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai cara-cara bertahan hidup yang efektif yang dapat dilakukan oleh perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan.

(14)
(15)

PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka

Menurut Dharmawan (2007), dua mazhab sosiologi nafkah yang dikemukakan oleh Sajogyo dan para ilmuwan sosial dari IPB serta mazhab dari barat-Sussex (Chambers and Conway, de Haan, Bebbington and Butterbury, Scoones, Ellis) terdapat dua pandangan yang berbeda dalam melihat penyebab kemiskinan dan faktor yang memengaruhi strategi nafkah yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang (rumah tangga). Menurut Sajogyo, kemiskinan dilihat dari dimensi ketimpangan dan ketidakberdayaan penguasaan akses pada sumber-sumber nafkah seperti tanah dan sumberdaya alam lainnya. Kemiskinan juga dilihat sebagai akibat dari proses modernisasi-kapital. Modernisasi pedesaan memicu perubahan sosial agraria. Berbeda halnya dengan kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo, Sussex menganggap kemiskinan yang terjadi sebagai akibat bekerjanya kekuatan politik-kapital global yang menghancurkan sumberdaya alam (ecological fragility). Akibat langsung dari perubahan tata-ekosistem kawasan tersebut.

Menurut Sajogyo yang dikutip oleh Dharmawan (2007), basis nafkah rumah tangga petani adalah segala aktivitas ekonomi pertanian dan ekonomi non-pertanian. Karakteristik penghidupan dan nafkah yang dicirikan oleh bekerjanya dua sektor ekonomi, juga sangat ditentukan oleh sistem sosial-budaya setempat. Terdapat tiga elemen sistem sosial terpenting yang sangat menentukan strategi nafkah yang dibangun oleh petani kecil dan rumah tangganya. Ketiga elemen tersebut adalah: (1) infrastruktur sosial (kelembagaan dan tatanan norma sosial yang berlaku), (2) struktur sosial (lapisan sosial, struktur agraria, struktur demografi, pola hubungan pemanfaatan ekosistem lokal, pengetahuan lokal), (3) supra-struktur sosial (ideologi, etika-moral ekonomi, sistem nilai yang berlaku).

Mazhab Barat yang dikemukakan oleh Dharmawan (2007) memandang sistem penghidupan dan nafkah pedesaan dalam dinamika sosio-ekologis suatu ekosistem. Bentuk-bentuk strategi nafkah yang terbangun akan sangat ditentukan bagaimana petani dan rumah tangganya melakukan kombinasi-kombinasi sumberdaya nafkah yang tersedia. Terdapat lima jenis livelihood resources yang bisa dimanfaatkan untuk bertahan hidup atau sekedar untuk menghadapi krisis ekonomi serta mengembangkan derajat kesejahteraan rumah tangga petani4, yaitu: (1) financial capital, (2) physical capital, (3) natural capital, (4) human capital, (5) sosial capital. Pemilihan strategi nafkah akan sangat ditentukan oleh rasionalisme yang dianut oleh aktor-nafkah dalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia di hadapannya.

Kemiskinan Nelayan

Menurut Retnowati (2011), secara umum nelayan dapat diartikan sebagai orang yang mata pencahariannya menangkap ikan, penangkap ikan di laut. Menurut UU No 6 Tahun 1964 tentang bagi hasil perikanan, pengertian nelayan dibedakan menjadi dua, yaitu nelayan pemilik dan nelayan penggarap.

4Pendapat ini dikemukakan oleh de Haan (2000) dan Ellis (2000) yang ditulis dalam penelitian Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mazhab Barat dan Mazhab Bogor yang ditulis oleh Arya Hadi Dharmawan (2007).

(16)

Nelayan pemilik ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas sesuatu kapal atau perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan. Nelayan penggarap ialah semua orang yang sebagai kesatuan dengan menyediakan tangannya turut serta dalam usaha penangkapan ikan di laut.

Lebih lanjut Retnowati (2011) mengemukakan bahwa nelayan dapat dibedakan sebagai berikut:

(1) Nelayan pemilik adalah orang atau perseorangan yang melakukan usaha penangkapan ikan, dengan hak atau berkuasa atas kapal/perahu dan/atau alat tangkap ikan yang dipergunakan untuk menangkap ikan.

(2) Nelayan penggarap adalah seseorang yang menyediakan tenaganya atau bekerja untuk melakukan penangkapan ikan yang pada umumnya membentuk satu kesatuan dengan yang lainnya dengan mendapatkan upah berdasarkan bagi hasil penjualan ikan hasil tangkapan.

(3) Nelayan tradisional adalah orang perorangan yang pekerjaannya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan perahu dan alat tangkap yang sederhana.

(4) Nelayan kecil pada dasarnya berasal dari nelayan tradisional hanya saja dengan adanya modernisasi/motorisasi perahu dan alat tangkap mereka tidak lagi semata-mata mengandalkan perahu tradisional melainkan menggunakan diesel atau motor.

(5) Nelayan gendong adalah nelayan yang dalam keadaan senyatanya dia tidak melakukan penangkapan ikan karena kapal tidak dilengkapi dengan alat tangkap melainkan berangkat dengan membawa modal dari juragan yang akan digunakan untuk membeli ikan di tengah laut kemudian akan dijual kembali.

Menurut Retnowati (2011), kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Namun, menurut ILO (1977) dalam penelitian Agunggunanto (2011), kebutuhan dasar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama, kebutuhan dasar yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya, yaitu tercukupinya makanan, perumahan dan pakaian, seperti peralatan dan perlengkapan rumah tangga. Kedua, kebutuhan lainnya termasuk penyediaan pelayanan utama yang diberikan untuk masyarakat seperti air minum, sanitasi, pengangkutan umum dan kesehatan, fasilitas pendidikan dan budaya. Berdasarkan pemaparan penyebab kemiskinan yang dikemukakan oleh Retnowati (2011), kemiskinan nelayan sesuai dengan kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo yaitu kemiskinan akibat adanya eksploitasi dari adanya hubungan patron-client.

Sementara menurut Fauzi (2005), hampir sebagian besar nelayan kita berpendapatan kurang dari US$ 10 per kapita per bulan. Jika dilihat dalam konteks Millenium Development Goal, pendapatan sebesar itu sudah termasuk dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1 per hari. Terbukti bahwa penghasilan keluarga nelayan yang diperoleh oleh suami mereka yang berasal dari kegiatan melaut hanya sekitar Rp 250.000-Rp 500.000 per bulan (Zid 2011). Kondisi kemiskinan nelayan merupakan masalah yang kompleks sebagai akibat dari ketidakberdayaan nelayan terhadap akses sumberdaya alam yang tersedia.

(17)

Menurut Widodo (2011), umumnya mereka menggantungkan hidupnya dari pemanfaatan sumberdaya laut dan pantai yang membutuhkan investasi besar dan sangat bergantung pada musim. Sebagian besar dari mereka bekerja sebagai nelayan kecil, buruh nelayan, pengolah ikan skala kecil dan pedagang kecil karena memiliki kemampuan investasi terbatas. Nelayan kecil hanya mampu memanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir dengan hasil tangkapan yang cenderung terus menurun akibat persaingan dengan kapal besar.

Perempuan dalam Komunitas Nelayan a) Perempuan Nelayan

Perempuan nelayan adalah istri seorang kepala rumah tangga nelayan yang berperan sebagai sekertaris merangkap bendahara, menjual hasil tangkapan dan mengolah ikan pasca panen, serta menyiapkan bahan baku usaha keluarga. Perempuan dalam keluarga berpenghasilan rendah memiliki potensial yang terbatas untuk meningkatkan derajat kesehatan diri dan keluarga, disebabkan kemiskinan dan sering menyita waktunya untuk mencari penghasilan tambahan yang mengalami kesulitan karena pendidikan terbatas, dan situasi akan semakin buruk bila perempuan itu kepala rumah tangga (Anwar 2007 dikutip oleh Arkatut 2013).

Sementara menurut Harliningtyas et al (2013), perempuan nelayan adalah suatu istilah untuk wanita yang hidup di lingkungan nelayan. Pada umumnya terlibat dalam aktivitas mencari nafkah untuk keluarganya. Namun, pengertian lain mengenai perempuan nelayan adalah suatu istilah untuk perempuan yang hidup di lingkungan keluarga nelayan, baik sebagai istri maupun anak dari nelayan pria5. Menurut BPS, perempuan yang dikatakan bekerja jika kegiatan ekonomi yang dilakukan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi.

Biasanya pada masyarakat nelayan, istri juga memiliki tingkatan sosial yang mengikuti tingkatan suaminya, misalnya ada istri nelayan buruh dan ada istri nelayan kaya (juragan). Status sosial inilah yang akan membedakan strategi bertahan hidup yang dilakukan dalam meningkatkan pendapatan keluarga (Zid 2011). Selain istri, kegiatan ekonomi dalam meningkatkan pendapatan keluarga nelayan seringkali melibatkan anak perempuan, seperti menunggu dagangan hasil olahan ikan di pasar, menjadi buruh membersihkan ikan. Biasanya anak perempuan ini bekerja setelah mereka pulang dari sekolah. Pada perempuan yang menginjak remaja, tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua menjadi semakin besar, mereka harus membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, mencuci pakaian, hingga mengasuh adik (Widodo 2012).

b) Kemiskinan Perempuan dalam Komunitas Nelayan

Menurut World Bank (2003) yang dikutip dalam jurnal yang ditulis oleh Indraswari (2009) mengidentifikasi empat dimensi kemiskinan, yaitu:

(1) Women's lack of empowerment (Terbatasnya pemberdayaan perempuan)

5Artikel yang dikutip dari coremap.or.id yang berjudul “Potret Wanita Nelayan Desa COREMAP II Kabupaten Buton” pada 19 Januari 2015 pukul 15.26 di http://regional.coremap.or.id/print/article.php?id=1127

(18)

Masalah pemberdayaan perempuan meliputi dua hal. Pertama, pemberdayaan ekonomi yang terkait dengan minim/lemahnya akses perempuan terhadap institusi keuangan formal. Kedua, masalah pemberdayaan juga terkait dengan minim/lemah-nya suara perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat nasional dan regional.

(2) Women's lack of oppurtunity (Terbatasnya kesempatan perempuan)

Ada ketidaksamaan posisi laki-laki dan perempuan dalam partisipasi angkatan kerja dan status pekerjaan. Pada masyarakat nelayan, perempuan nelayan hampir sering menjadi buruh yang memiliki upah yang cukup minim. (3) Women's lack of capacity (Terbatasnya kapasitas perempuan)

Kapasitas perempuan antara lain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan derajat kesehatan mereka. Menurut data BPS tahun 2004, perempuan yang buta huruf lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu sebesar 11,71%. Data tersebut mengisyaratkan bahwa pendidikan bagi perempuan masih dianggap tidak sepenting pendidikan bagi laki-laki.

(4) Women's lack of security (Terbatasnya keamanan bagi perempuan)

Kekerasan terhadap perempuan tidak selalu ada korelasi antara kemiskinan dan kekerasan, namun disinyalir kemiskinan bisa menjadi salah satu faktor pencetus kekerasan dalam rumah tangga dengan korban utama perempuan dan anak.

Menurut Cahyono (2005) ada dua faktor yang menyebabkan kemiskinan yang dialami oleh perempuan pertama, kemiskinan yang dialami oleh perempuan karena kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap sumberdaya ekonomi. Hal tersebut sesuai dengan kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo. Kedua, kemiskinan perempuan karena adanya kerentanan hidup, kesempatan dan suara, serta didukung pemerintah yang sangat bias gender. Hal tersebut sesuai dengan kemiskinan yang dikemukakan oleh Sussex.

Menurut Tain (2013), kemiskinan pada rumah tangga nelayan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi tiga bentuk kemiskinan berdasarkan faktor pembentuknya. Pertama, kemiskinan struktural disebabkan oleh kondisi struktur sosial yang ada menjadikan mereka tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia, juga akibat tatanan kebijakan yang lebih menguntungkan golongan pemilik modal (nelayan besar). Kedua, kemiskinan kultural melihat kemiskinan berasal dari faktor budaya seperti tatanan sosial yang mengharuskan perempuan bekerja di rumah untuk mengurusi pekerjaan rumah tangga. Ketiga, kemiskinan alamiah terjadi di mana kondisi alam yang tidak mendukung mereka melakukan kegiatan ekonomi produktif ataupun perilaku produksi yang tidak produktif akibat sifat sumberdaya yang bersangkutan.

Menanggapi pengelompokkan kemiskinan berdasarkan faktor pembentukannya yang telah dikemukakan sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2006) menjelaskan bahwa secara kultural sebagian masyarakat Indonesia masih dipengaruhi secara kuat oleh budaya tradisional yang berideologi patriarki sehingga kemiskinan kultural yang terjadi pada perempuan adalah tatanan sosial yang mengharuskan mereka bekerja di rumah. Kemiskinan struktural berupa keterbatasan kaum perempuan untuk memperoleh akses ekonomi (misalnya bekerja untuk memperoleh penghasilan, bukan sekedar menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga), berorganisasi dan

(19)

sebagianya masih berlaku. Sementara itu, kemiskinan alamiah menjelaskan adanya sebagian kaum perempuan yang bersikap pasrah terhadap posisi dirinya dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat, karena secara sadar mereka menganggap demikianlah kodrat sebagai seorang perempuan.

Kemiskinan yang terjadi pada perempuan berawal dari adanya nilai-nilai sosial yang membuat wanita banyak mengerjakan hal-hal dalam rumah tangga yang tidak menghasilkan upah seperti melakukan pekerjaan rumah tangga atau sekedar mengasuh anak (ILO 2004). Kondisi demikian telah dianggap sebagai hal yang lumrah karena dalam budaya Jawa, perempuan telah lama dikonstruksikan secara sosial maupun budaya untuk menjadi “kanca wingking”6

(Nugraheni 2012). Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini akan menggunakan teori yang ditulis oleh World Bank mengenai empat dimensi kemiskinan yang dialami oleh perempuan.

Strategi Bertahan Hidup

Livelihoods are the ways in which people satisfy their needs, or gain a living (Chambers and Conway 1992 dikutip dalam Ahmed and Lipton 1997).

Lebih lanjut Ahmed and Lipton (1997) menyatakan bahwa:

“…a ‘livelihood’ is a set of flows of income, from hired

employment, self-employment, remittances or (usually in developing rural areas) from a seasonally and annually variable combination of all these. A livelihood should be sufficient to avoid poverty, and preferably, increase well-being for a typical worker plus dependents…”

Menurut Scones (1998), kemampuan untuk mengejar strategi penghidupan yang berbeda tergantung pada bahan dasar material dan sosial, aset yang nyata dan tidak berwujud yang orang miliki. Selanjutnya Scoones membagi ke dalam empat tipe livelihood strategies, yaitu

(1) Modal alam-sumberdaya alam (tanah, air, udara, sumberdaya genetic, dll) dan jasa lingkungan (siklus hidrologi, kadar polusi, dll) yang berasal dari arus dan layanan sumber daya yang berguna bagi penghidupan.

(2) Modal ekonomi atau keuangan-modal dasar (tunai, simpanan/hutang, dan asset ekonomi lainnya termasuk infrastruktur dan produksi peralatan dasar dan teknologi).

(3) Modal manusia-ketrampilan, pengetahuan, kemampuan kerja dan kesehatan yang baik dan kemampuan fisik.

(4) Modal sosial-sumberdaya sosial (jaringan, klaim social, hubungan social, afiliasi, asosiasi).

Munculnya perilaku strategis dalam menghadapi krisis pada rumah tangga dilatarbelakangi oleh kemiskinan yang memaksa mereka untuk keluar dari keadaan tersebut. Faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan dan karakteristik sosial ekonomi rumah tangga merupakan hal-hal yang mendorong suatu rumah tangga melakukan survival strategies. Keluarga miskin di pesisir hampir selalu melibatkan seluruh anggota keluarganya dalam mencari nafkah sebagi upaya

6

Perempuan dikonstruksikan hanya berkutat pada berbagai urusan rumah tangga dan geraknya pun dibatasi dalam lingkup rumah tangga.

(20)

untuk bertahan hidup dan sebagai respon dari kondisi keluarga yang serba kekurangan. Anak-anak pada keluarga miskin memasuki dunia kerja lebih awal jika anak-anak pada keluarga berkecukupan. Di samping tenaga kerja anak, tenaga kerja istri juga merupakan asset yang sangat membantu ekonomi keluarga begitu pula apa istri keluarga buruh nelayan (Zid 2011).

Beberapa studi mengenai strategi bertahan hidup nelayan di Indonesia dirangkum pada Tabel 1. Menurut Zid (2011), istri nelayan terbagi menjadi dua yaitu, istri nelayan kaya (juragan) dan istri nelayan buruh. Istri nelayan buruh juga digolongkan menjadi dua, yaitu istri nelayan buruh yang memiliki simpanan uang dan yang tidak memiliki simpanan uang. Cara yang ditempuh pun berbeda–beda. Strategi bertahan hidup yang dilakukan istri nelayan kaya sebagian bekerja dengan cara berjualan barang kebutuhan sehari–hari, sementara istri buruh nelayan terlihat dalam hal pengaturan belanja pangan, sandang, perlengkapan rumah tangga, dan pengaturan simpanan atau tabungan.

Pada Tabel 1 Widodo (2011) menyatakan bahwa strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh istri nelayan dalam membantu meningkatkan penghasilan keluarga terbagi menjadi dua tipe, yaitu strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi bertahan hidup melalui sektor ekonomi adalah membantu menjual hasil tangkapan ikan, memanfaatkan seluruh anggota rumah tangga, diversifikasi pekerjaan, menekan pengeluaran. Berbeda halnya dengan sektor sosial adalah mengikuti arisan dan meminjam uang kepada pedagang pengumpul ikan yang nantinya dibayar dengan hasil tangkapan ikan.

Sementara menurut Nugraheni (2012) yang diperkuat dengan penelitian Arkatut (2013), strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh istri nelayan, adalah mengolah hasil tangkapan ikan dan menjadi buruh pengupas udang. Kedua pekerjaan ini dipilih oleh istri nelayan karena tidak membutuhkan ketrampilan khusus dan tidak menghabiskan banyak waktu dalam mengerjakannya karena mereka tidak ingin meninggalkan pekerjaan rumah mereka. Adapula yang mengkategorikannya menjadi strategi bertahan hidup di sektor perikanan dan di sektor non perikanan. Strategi bertahan hidup yang termasuk ke dalam sektor perikanan adalah pengolahan ikan asin/teri kering, berdagang ikan asin/teri kering, pengumpul kerang, berdagang ikan segar, dan buruh usaha perikanan. Pada strategi bertahan hidup yang termasuk ke dalam sektor non perikanan adalah penjahit, membuka usaha warung/kios, membuat usaha kue, dan menjadi buruh cuci.

Lain halnya dengan Septiadi (2013), menurutnya strategi bertahan hidup pada rumah tangga miskin dapat dikategorikan sebagai berikut:

(1) Modal sosial yang meliputi pembentukan jaringan sosial informal (meminjam uang kepada tetangga, berhutang ke warung);

(2) Alokasi sumber daya manusia yang meliputi pemberdayaan tenaga kerja rumah tangga (anggota rumah tangga ikut bekerja, penambahan jam kerja);

(3) Basis produksi yang meliputi usaha diversifikasi sumber pendapatan (ekstensifikasi dan intensifikasi usaha pertanian pada masyarakat petani); (4) Spasial yang meliputi migrasi temporer (usaha non-pertanian); dan

(5) Finansial yang meliputi penghematan (pengurangan kuantitas maupun kualitas bahan makanan, menjual barang dan tabungan).

(21)

Namun Kristianti et al (2014) berpendapat bahwa penggolongan strategi bertahan hidup dalam dua sektor, yaitu: strategi ekonomi serta sosial. Pada masyarakat nelayan strategi ekonomi dilakukan dengan cara: 1) memberdayakan seluruh anggota keluarga untuk menjaga kelangsungan perekonomian rumah tangga, 2) diversifikasi pekerjaan dengan tidak hanya memiliki satu tumpuan mata pencaharian, 3) menekan pengeluaran makan, dan non makan dengan cara mengurangi porsi makan atau mengurangi frekuensi makan, 4) hutang piutang, dengan meminjam uang tetangga atau saudara ketika kesulitan karena tidak ada bunga. Sedangkan strategi sosial ditempuh dengan beberapa cara seperti:1) hubungan patron-klien antara pemasok ikan dan nelayan, 2) arisan untuk menghimpun dana tak terduga untuk menjadi simpanan dan bantuan ketika membutuhkan dana.

Wisdaningtyas (2011), mengemukakan ada dua indikator untuk mengukur strategi sosial, yaitu intensitas meminjam kepada patron dan intensitas meminjam kepada tetangga. Menurut Zid (2011), strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh perempuan dapata dibedakan menurut umur, tingkat pendidikan, dan status perkawinan.

Beban istri dalam menopang kebutuhan keluarga akan semakin besar karena pendapatan suami yang rendah. Semakin kecil pendapatan rumah tangga yang dihasilkan oleh suami, menuntut semakin besarnya peranan (porsi) istri dalam menyumbangkan pendapatan guna mencukupi kebutuhan rumah tangga (Zein 2000 dalam Nugraheni 2012). Anggota keluarga yang semakin besar maka peran perempuan (istri nelayan) akan semakin besar untuk menutupi kebutuhan ekonomi yang semakin besar dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan maka peran perempuan akan semakin besar dalam berperan serta membantu ekonomi keluarga (Nugraheni 2012).

(22)

Tabel 1 Strategi bertahan hidup

Sumber Strategi Bertahan Hidup

Ekonomi Sosial Spasial

Zid (2011)  Membuka usaha dengan berjualan barang kebutuhan sehar-hari  Melakukan pengaturan belanja  Membuat simpanan Widodo (2011)

 Membantu menjual hasil tangkapan ikan  Memanfaatkan seluruuh anggota keluarga  Diversifikasi pekerjaan  Menekan pengeluaran  Mengikuti arisan  Meminjam uang kepada pedagang pengumpul ikan Nugraheni (2012)

 Mengolah hasil tangkapan ikan

 Menjadi buruh pengupas udang

Arkatut (2013)

Bekerja di sektor perikanan, seperti:

 Mengolah hasil tangkapan ikan

 Menjual hasil tangkapan ikan

Bekerja di sektor non perikanan, seperti:

 Membuka toko Septiadi

(2013)

 Alokasi sumber daya manusia

 Diversifikasi sumber pendapatan

 Penghematan

 Modal sosial yang meliputi pembentukan jejaring sosial informal  Migrasi Kristianti et al (2014)  Memberdayakan seluruh anggota keluarga  Diversifikasi pekerjaan  Menekan pengeluaran  Berhutang  Membangun hubungan antara patron-client  Mengikuti arisan Kerangka Pemikiran

Berawal dari kemiskinan yang dialami oleh perempuan, perempuan berusaha untuk bertahan hidup dengan melakukan strategi bertahan hidup. Kemiskinan ini bisa disebabkan akibat kebijakan pemerintah, budaya yang berkembang di masyarakat tersebut, atau memang karena tidak tersedianya sumber daya di lingkungan rumahnya tersebut. Kemiskinan inilah yang menyebabkan perempuan melakukan strategi bertahan hidup. Strategi bertahan

(23)

hidup dibedakan menjadi dua, yaitu strategi sosial yang lebih mementingkan jaringan sosial yang dimiliki oleh perempuan tersebut dan strategi ekonomi yang lebih melihat pada pekerjaan yang menghasilkan uang. Strategi bertahan hidup yang dilakukan tersebut tidak lepas dari hubungannya dengan karateristik perempuan itu sendiri seperti tingakt pendidikan, umur, status perkawinan, besar tanggungan, jenis ketrampilan, dan pengalaman kerja.

Gambar 1 Kerangka pemikiran Keterangan

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan strategi bertahan hidup.

Definisi Operasional

Rumusan definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik individu

a. Umur adalah umur responden tahun ini. Dalam menentukan rentang umur disesuaikan dengan yang di lapang.

1. Umur responden < 25 tahun, diberi skor 1 2. Umur responden 25-35 tahun, diberi skor 2 3. Umur responden > 35 tahun, diberi skor 3

: Berhubungan : Dijelaskan secara

deskriptif

: Menyebabkan Strategi Bertahan Hidup

Sosial  Luas jaringan  Frekuensi meminta bantuan Ekonomi  Tingkat keragaman usaha  Jumlah pekerjaan  Jumlah investasi Kemiskinan Karakteristik Individu  Tingkat pendidikan formal  Umur  Status perkawinan  Besarnya tanggungan  Jumlah ketrampilan  Pengalaman kerja

(24)

b. Tingkat pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh responden.

a. Pendidikan responden tidak bersekolah hingga tidak tamat SD, diberi skor 1

b. Pendidikan responden tamat SD hingga tamat SMP, diberi skor 2 c. Pendidikan responden hingga tamatan SMA, diberi skor 3

c. Status perkawinan merupakan perjodohan antara laki-laki dan perempuan menjadi suami istri.

a. Janda

b. Tidak Menikah c. Belum menikah d. Menikah

d. Besarnya tanggungan keluarga adalah jumlah orang yang menjadi tanggungan bagi kepala keluarga.

1. Anggota keluarga berjumlah 4 orang, diberi skor 1

2. Anggota keluarga berjumlah antara 5-7 orang, diberi skor 2 3. Anggota keluarga berjumlah > 7 orang, diberi skor 3

e. Jumlah ketrampilan adalah banyaknya ketrampilan yang dimiliki oleh responden.

1. Responden hanya satu memiliki ketrampilan lain, diberi skor 1 2. Responden memiliki 2-3 ketrampilan saja, diberi skor 2

3. Responden memiliki lebih dari 3 ketrampilan, diberikan skor 3 f. Pengalaman kerja adalah banyaknya pengalaman kerja yang dimiliki

oleh responden sebelum melakukan strategi bertahan hidup.

1. Responden hanya memiliki satu pengalaman kerja, diberi skor 1 2. Responden memiliki 2-3 pengalaman kerja, diberi skor 2

3. Responden memiliki lebih dari 3 pengalaman kerja, diberi skor 3 2. Strategi bertahan hidup perempuan dalam komunitas nelayan adalah suatu

upaya yang dilakukan untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. a. Strategi sosial adalah strategi yang mengutamakan hubungan

kekerabatan dengan tetangga, saudara, atau teman.

a.1 Luas jaringan merupakan mengikuti berbagai macam kegiatan sosial yang berujung pada pengumpulan uang, seperti mengikuti arisan.

1. Jika responden tidak mengikuti arisan, diberi skor 0 2. Jika responden mengikuti arisan, diberi skor 1

a.2 Frekuensi meminta bantuan adalah banyaknya bantuan yang mereka lakukan kepada tetangga atau saudara mereka, seperti meminjam uang.

1. Jika responden tidak melakukan pinjaman, diberi skor 0 2. Jika responden melakukan pinjaman, diberi skor 1

b. Strategi ekonomi adalah strategi yang menghasilkan uang untuk menambah perekonomian keluarga.

b.1 Tingkat keragaman usaha adalah berbagai macam usaha yang dilakukan oleh responden, seperti membuka warung atau berjualan keliling.

(25)

1. Jika responden tidak memiliki usaha, diberi skor 0 2. Jika responden memiliki usaha, diberikan skor 1

b.2 Jumlah pekerjaan adalah banyaknya pekerjaan yang dilakukan oleh responden dalam satu hari untuk memperoleh uang.

1. Jika responden memiliki pekerjaan 0-1 jenis pekerjaan diberi skor 1

2. Jika responden memiliki pekerjaan sebanyak 2-4, diberi skor 2 3. Jika reposnden memiliki pekerjaan sebanyak 5, diberi skor 3 b.3 Jumlah investasi adalah banyaknya tabungan yang dimiliki oleh

responden, baik dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang. 1. Jika responden tidak memiliki investasi dalam bentuk apapun,

diberi skor 0

2. Jika responden memiliki investasi dalam bentuk apapun, diberi skor 1

Berdasarkan skor yang telah diberikan pada strategi bertahan hidup, berikut akumulasi skor di atas:

1. Strategi bertahan hidup sederhana yang memiliki strategi bertahan hidup sebanyak 2-4, diberi skor 1

2. Strategi bertahan hidup kompleks yang memiliki strategi bertahan hidup sebanyak lebih dari 4, diberi skor 2

(26)
(27)

PENDEKATAN LAPANGAN Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Desa Muara, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara sengaja (purposive) dengan pertimbangan, sebagai berikut:

1. Desa Muara merupakan salah satu desa yang memiliki penduduk miskin yang cukup banyak.

2. Desa Muara juga terdapat banyak perempuan yang bekerja dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Kegiatan dalam penelitian ini berawal dari bulan Maret 2015 hingga bulan April 2015. Selama satu bulan tersebut melakukan kegiatan pengambilan data lapang hingga memasukkan data yang telah diperoleh dari responden.

Teknik Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif sebagai fokus utama dan data kualitatif sebagai data pendukung. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang diisi dengan mewawancarai responden. Sementara data kualitatif diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak aparatur desa setempat dan warga sekitar.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui kuesioner yang ditujukan kepada responden. Pengumpulan data penelitian ini juga menggunakan wawancara kepada warga seperti ketua RT, ketua RW, dan warga sekitar yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen mengenai gambaran umum tempat penelitian yaitu Dusun Muara seperti kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Dusun Muara serta didukung pula dengan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, skripsi, dan artikel. Data yang telah dikumpulkan diolah dan disimpulkan. Kesimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.

Teknik Penentuan Responden dan Informan

Responden penelitian ini adalah perempuan yang tinggal di Dusun Muara. Populasi sampel dalam penelitian ini adalah rumah tangga miskin yang di dalamnya terdapat perempuan yang bekerja. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah perempuan yang bekerja dalam keluarga tersebut yang bertugas memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Jumlah responden dari penelitian ini adalah 36 orang. Informan dalam penelitian ini adalah berbagai pihak yang dapat memberikan informasi yang dapat menyempurnakan dalam penulisan skripsi.

Proses penentuan responden dengan mencarai informasi mengenai status sosial mereka dengan menanyakan kepemilikan moda produksi yang biasa mereka gunakan untuk bekerja. Dengan mengetahui kepemilikan alat trasportasi yang biasa mereka gunakan untuk mencari nafkah. Hal ini yang dapat melihat mana

(28)

keluarga yang termasuk ke dalam keluarga yang miskin atau tidak miskin. Setelah mengetahui rumah tangga yang miskin, barulah di wawancarai perempuan yang bekerja. Metode pengambilan sample adalah simple random sampling, merupakan salah satu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak. Beberapa alasan pemilihan metode ini, yaitu populasi dalam penelitian ini merupakan populasi homogen yaitu perempuan di Dusun Muara yang bekerja untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data kuesioner yang di peroleh dianalisis secara kuantitatif. Setelah seluruh data terkumpul adalah melakukan pengkodean data. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Setelah pengkodean, tahap selanjutnya adalah perhitungan persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang. Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah secara statistik deskriptif dengan mengunakan software SPSS (Statistical Program for Sosial

Sciences) for Windows versi 16.0 dan Microsoft Exel 2007. Analisis data dalam

penelitian ini menggunakan uji korelasi dengan uji Rank Spearman untuk data oradinal dan untuk menghubungkan data ordinal dengan data nominal yaitu dengan uji Chi-square yang akan disajikan dalam bentuk tabel dengan pemaparan strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh perempuan dalam komunitas nelayan. Sedangkan data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara digunakan sebagai data pendukung hasil penelitian kuantitatif dan dituliskan untuk memperlihatkan kutipan dari para responden.

(29)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi Desa Muara

Desa Muara terletak di Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten. Desa Muara merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 40 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Desa Muara sebesar 505 Ha. Jarak antara Pemerintahan desa ke ibu kota kabupaten berjarak 54,5 Km. Desa Muara terdiri dari 8 Dusun, 8 Rukun Warga (RW), dan 22 Rukun Tetangga (RT). Batas wilayah Desa Muara meliputi:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

2. Sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa dan Desa Lemo 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Lemo

4. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Tanjung Pasir

Luas wilayah adminitratif Desa Muara sekitar 505 Ha. Berikut alokasi penggunaan lahan di Desa Muara.

Tabel 2 Alokasi penggunaan lahan di Desa Muara

Penggunaan lahan Luas (Ha)

n % Pemukiman Wisata Empang Gedung fasilitas Perkebunan Pabrik Lain-lain 117 093 177 005 004 023 086 23 18 35 02 01 04 17 Jumlah 505 1000

Alokasi penggunaan lahan paling banyak adalah untuk mendirikan empang yaitu sebesar 35 persen. Empang yang berada di Dusun Muara bukan merupakan milik warga Dusun Muara saja melainkan milik para pebisnis dari luar desa hingga luar provinsi. Empang tersebut digunakan untuk membudidayakan ikan guna orang yang hobi memancing dapat memperoleh ikan dari empang tersebut. Namun, ada juga yang memanfaatkan empang untuk memelihara ikan dan akan dipanen jika waktunya sudah tiba.

Kondisi Demografi Desa Muara

Penduduk di Desa Muara berdasarkan pendataan hingga bulan September 2010 berjumlah sekitar 3.494 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1.796 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.698 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga di Desa Muara sebanyak 979 Kepala Keluarga dan sebesar 34 persen yang merupakan rumah tangga nelayan atau sekitar 333 Kepala Keluarga. Alokasi pembagian rumah tangga nelayan dapat dilihat pada Tabel 3.

(30)

Tabel 3 Jumlah dan Persentase rumah tangga Desa Muara menurut mata pencaharian sebagai nelayan

Desa n % Babakan Asem Tanjung Burung Muara Tanjung Pasir 165 189 333 239 018 020 036 026 Jumlah 926 100

Berdasarkan Tabel 3, dapat terlihat bahwa di Desa Muara yang memiliki rumah tangga nelayan yang paling banyak dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Teluk Naga yaitu sebesar 36 persen. Hal tersebut disebabkan oleh daerah Desa Muara yang berbatasan langsung dengan Laut jawa. Selain itu, Desa Muara juga memiliki akses yang sangat mudah untuk menuju Laut jawa, karena di salah satu dusun dilalui oleh Sungai Kurus yang langsung bermuara di Laut jawa.

Tabel 4 yang memperlihatkan berbagai macam mata pencaharian yang dilakukan oleh penduduk di Desa Muara.

Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian (orang)

Jenis Mata Pencaharian n %

On Farm Non Farm 1438 0604 41,11 21,03 Jumlah 2042 100,000

Berdasarkan Tabel 4, mata pencaharian warga Desa Muara memiliki dua kategori, yaitu on farm dan non farm. Pada kategori on farm merupakan kegiatan pekerjaan yang berhubungan langsung dengan pertanian seperti nelayan, peternak dan petani. Sementara pada kategori non farm merupakan pekerjaan yang tidak termasuk pada kategori pertanian, seperti buruh, berdagang, atau sebagai pekerja swasta maupun pegawai negeri sipil (PNS). Dapat terlihat pada Tabel 4, bahwa penduduk di Desa Muara lebih banyak pada pekerjaan on farm.

Kondisi Dusun Muara

Dusun Muara yang berada di Desa Muara merupakan dusun yang paling jauh dari Kantor Desa Muara. Dusun Muara secara administratif merupakan dusun yang paling terakhir. Dusun ini memiliki 3 Rukun Tetangga dengan 507 jiwa penduduk. Lokasi Dusun Muara yang memiliki akses yang cukup mudah untuk menuju Laut Jawa menyebabkan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Dusun Muara merupakan dusun yang dilalui oleh Sungai Kurus yang merupakan akses termudah untuk menuju Laut Jawa.

Dusun Muara ini memiliki 136 Kepala Keluarga dan terdapat 81 kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan. Nelayan di Dusun Muara tidak semuanya nelayan laut, melainkan ada juga yang nelayan empang, namun hasil yang diperoleh sama dengan warga yang berprofesi sebagai nelayan laut. Perbedaan antara nelayan laut dengan nelayan empang adalah ukuran perahu yang mereka miliki. Jika memiliki ukuran perahu anatar 3-4 meter mereka hanya memilih untuk menjadi nelayan empang sedangkan jika mereka memiliki perahu

(31)

yang berukuran lebih dari 4 meter, mereka lebih banyak yang menjadi nelayan laut. Para nelayan di Dusun Muara ini memperoleh hasil tangkapan laut berupa ikan, udang, kerang, dan juga rumput laut (masyarakat Dusun Muara sering menyebutnya agar-agar).

Hasil tangkapan ikan dan udang sangat ditentukan oleh musim. Pada bulan Januari hingga Februari biasanya menjadi bulan paceklik karena hasil tangkapan ikan dan hasil tangkapan udang akan semakin berkurang. Namun pada tahun 2015 ini, bulan paceklik berlangsung lebih lama dibandingkan biasanya karena sudah berlangsung dari bulan November hingga bulan Maret. Ikan yang sering diperoleh dari hasil tangkapan laut maupun empang diantaranya ikan bandeng, mujair, cumi, kepiting, teri, dan lain-lain. Ikan yang diperoleh lebih sering dijual ketimbang dikonsumsi pribadi. Ikan yang diperoleh biasanya dijual ke tempat pelelngan ikan di Muara Kamal, Jakarta. Jika yang diperoleh adalah udang biasanya mereka menjualnya atau lebih sering mengkonsumsinya menjadi makanan sehari-hari. Udang tersebut dijual dengan cara berkeliling kampung. Ada juga yang mencari kerang di pinggir laut. Hasil laut berupa kerang, biasanya dijual ke pada orang-orang yang memiliki empang untuk dijadikan umpan bagi para pemancing ikan di empang. Biasanya dalam mencari kerang disesuaikan dengan pesanan yang diperoleh dari para pengelola kolam pemancingan. Kerang yang diperoleh mirip seperti kerang dara dan jenis kerang lainnya yaitu kerang yang memiliki ekor cukup panjang dan memiliki badan yang pipih dan warga sering menyebutnya “kaco”.

Hasil tangkapan lain yang biasa diperoleh oleh nelayan di Desa Muara adalah rumput laut. Rumput laut d isini bebeda dengan jenis rumput laut yang sering dicampurkan untuk makanan melainkan digunakan untuk bahan campuran kosmetik. Rumput laut yang sering menjadi komoditas di Dusun Muara ini memiliki nama latin Gracilaria sp. Rumput laut yang diperoleh dari laut atau empang harus dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijual. Rumput laut yang dibawa dari laut atau empang dikeringkan oleh para istri dari nelayan tersebut. Namun tidak semua istri-istri nelayan ikut mengeringkan rumput laut yang telah dibawa dari laut atau empang. Jika para istri tidak ikut mengeringkan rumput laut tersebut, para nelayan akan mengeringkannya sendiri atau mencari buruh untuk membantu mengeringkan rumput laut tersebut. Buruh ini memperoleh upah minimal 3 hari setelah selesai mengeringkan dan yang empunya rumput laut telah menjual kepada pedagang pengumpul. Namun tidak jarang para buruh penjemur rumput laut ini memperoleh upahnya dalam seminggu atau bahkan 10 hari tergantung pada pedagang pengumpul yang membeli rumput laut tersebut. Biasanya para buruh penjemur rumput laut ini memperoleh upah sebesar Rp 20.000,- per perahu. Kadang sehari mereka hanya mampu mengeringkan rumput laut dari satu perahu saja karena muatan rumput laut dalam satu perahu dapat mencapai 1 ton lebih.

(32)
(33)

KEMISKINAN PEREMPUAN DI DUSUN MUARA

Dusun Muara merupakan satu-satunya dusun di Desa Muara yang memiliki penduduk yang berprofesi nelayan paling banyak. Menurut penjabaran di atas, keluarga nelayan ummunya masih berada pada kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi di Dusun Muara terlihat dari rumah yang mereka diami. Masih banyak dari mereka yang belum memiliki tempat tinggal sendiri dan masih tinggal bersama orang tua mereka. Kondisi tempat tinggal warga Dusun Muara sebagian besar masih kurang layak untuk ditempati. Tempat tinggal yang mereka diami masih banyak yang beralaskan tanah. Ada juga tempat tinggal yang bergabung dengan kandang hewan peliharaan mereka. Lebih memprihatinkan lagi, sebagian besar rumah tidak memiliki kamar mandi yang dapat mereka gunakan untuk melakukan kegiatan mandi, cuci, dan kakus. Ada warga yang memilih untuk mandi di WC Umum yang dibuat oleh warga setempat namun ada juga yang memilih di pinggiran sungai.

Kebutuhan air yang mereka gunakan sehari-hari, mereka beli dari tetangga yang memiliki sumur bor atau yang membeli langsung dari truk pengangkut air. Mereka biasanya membeli air untuk kebutuhan mandi dan mencuci dari warga yang memiliki sumur bor. Di Dusun Muara terdapat dua keluarga yang memiliki sumur bor, yaitu Bapak NN dan Bapak NM. Kedua warga ini yang sering menjual air kepada warga untuk kebutuhan sehari-hari. Satu gerobak yang berisi 5 girigen (tempat untuk menampung air) diberi harga Rp 3.000,-. Sementara untuk kebutuhan memasak dan minum mereka membeli kepada Pak Ustadz yang membeli air langsung dari truk pengangkut air. Harga satu gerobak yang berisi 5 girigen dihargai Rp 10.000,-.

Penduduk di Dusun Muara banyak yang masih mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diinisiasi dari pemerintah. Hampir 20 persen dari total Kepala Keluarga di Dusun Muara masih tergolong ke dalam penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Tak hanya BLT, di Dusun Muara juga masih sangat rutin dalam penerimaan beras untuk keluarga miskin atau yang biasa disebut dengan “Raskin”. Adanya bantuan seperti BLT atau Raskin, dirasakan sangat membantu bagi warga yang memang tergolong keluarga pra sejahtera. Hal ini seperti diungkapkan oleh salah satu responden sebagai berikut:

“Lumayan aja, Neng kalo ada raskin dari pemerintah jadi bisa ngurangin biaya buat makan. Apalagi sekarang harga beras makin mahal. Sekarang udah ga ada beras yang harganya masih tiga ribu. Udah harga beras mahal, harga temen nasinya juga makin mahal. Udah bingung lah saya mah, Neng.” Ujar Bapak ON, berumur 54 tahun, salah satu kepala keluarga yang menerima bantuan BLT dan Raskin dari pemerintah.

Kondisi keluarga seperti ini diperburuk dengan jumlah penghasilan yang diperoleh oleh kepala keluarga mereka yang tidak menentu. Bagi mereka yang berprofesi sebagai nelayan, bulan Januari hingga bulan April tahun 2015 merupakan masa paceklik yang sangat panjang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini yang membuat sebagian besar nelayan di sana beralih profesi sebagai pencari rumput laut. Penghasilan yang diperoleh dari mengeringkan rumput laut dirasakan sangat kurang. Bagi mereka yang memiliki istri yang mau

(34)

ikut mengeringkan rumput laut dirasakan sangat beruntung karena mereka tidak usah lagi mengeluarkan biaya untuk membayar orang yang membantu mengeringkan rumput laut mereka.

Penghasilan yang diperoleh tersebut merupakan penghasilan yang dimiliki oleh istri-istri nelayan juga. Setiap bulan, jika diakumulasi, penghasilan yang mereka peroleh hanya berjumlah Rp 300.000,- hingga Rp 400.000,-. Hal ini tergolong pada penghasilan yang cukup rendah jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional (UMR) di Kabupaten Tangerang, yaitu RP 2.100.000,-. Apalagi jika perempuan tersebut berstatus janda, mereka hampir memiliki peluang yang kecil untuk memperoleh penghasilan yang layak. Perempuan yang berstatus janda hanya mampu menjadi kuli penjemur rumput laut karena mereka tidak ada yang mampu mencari rumput laut di laut maupun di empang.

Lapisan sosial di Dusun Muara memang tidak begitu terlihat. Ada yang mengatakan bahwa lapisan sosial di sini memang ditandai dengan besar kecilnya perahu yang mereka miliki. Hal ini seperti diungkap oleh salah satu responden sebagai berikut:

“Memang ga begitu keliatan soal perbedaan mana orang kaya, mana orang miskin. Tapi biasanya kalo di sini diliat dari dia punya perahu besar atau engga. Banyak juga ko, Neng di sini yang ga punya perahu.” Menurut Bapak AA merupakan RT 22 di Dusun Muara.

Terdapat 136 kepala keluarga di Dusun Muara dan ada 81 kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan. Dari jumlah tersebut hanya 24 orang memiliki perahu untuk moda transportasi mereka. Perahu tersebut digunakan untuk mencari ikan, rumput laut, kerang atau hasil tangkapan laut lainnya. Bagi nelayan yang tidak memiliki perahu, biasanya mereka memilih untuk menjadi nelayan empang atau dia tetap berjalan hingga pinngir laut. Berikut Tabel jumlah warga Dusun Muara berdasarkan kepemilikan alat tangkap.

Tabel 5 Jumlah dan persentase warga Dusun Muara berdasarkan kepemilikan perahu Kepemilikan Perahu n % Perahu kecil Perahu sedang Perahu besar 10 09 05 042 037 021 Jumlah 24 100

Bagi mereka yang memiliki perahu kecil biasanya hasil tangkapan yang diperoleh akan lebih sedikit dibandingkan mereka yang memiliki perahu yang lebih besar. Nelayan yang memiliki perahu kecil, biasanya hasil tangkapannya berupa ikan-ikan kecil seperti teri. Bagi nelayan yang memiliki perahu yang lebih besar, dari awal tahun perahunya tidak bisa melaut karena permukaan sungai yang surut sehingga mereka memilih untuk mencari udang dengan menggunakan alat tangkap yang disebut “bubu” dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Menurut World Bank (2003) yang dikutip dalam jurnal Indraswari (2009), ada empat dimensi kemiskinan perempuan yaitu Women's lack of empowerment (Terbatasnya pemberdayaan perempuan), Women's lack of oppurtunity

(35)

(Terbatasnya kesempatan perempuan), Women's lack of capacity (Terbatasnya kapasitas perempuan), dan Women's lack of security (Terbatasnya keamanan bagi perempuan). Pada dimensi terbatasnya pemberdayaan perempuan di Dusun Muara adalah tidak adanya program untuk belajar ketrampilan bagi para perempuan. Perempuan di Dusun Muara menganggap bahwa ketrampilan yang diajarkan akan menambah pengetahuan yang belum mereka miliki. Ketrampilan yang telah diajarkan akan mereka gunakan untuk membuka usaha guna menambah ketrampilan.

Terbatasnya kesempatan perempuan juga tergambarkan pada perempuan di Dusun Muara seperti tidak ada waktu yang cukup untuk mengembangkan ketrampilan yang dimiliki. Bagi perempuan yang memiliki ketrampilan, mereka tidak mampu untuk mengembangkan ketrampilannya dengan membuka usaha. Selain waktu yang dimiliki kurang, kepemilikian modal usaha yang kurang juga mengakibatkan terbatasnya kesempatan bagi perempuan. Pada dimensi terbatasnya kapasitas bagi perempuan di Dusun Muara terlihat bahwa perempuan tidak memiliki lapangan pekerjaan karena ketidakmampuan mereka dalam membaca dan menulis. Ketidakmampuan membaca dan menulis membuat kesempatan perempuan tersebut untuk mengakses kegiatan ekonomi akan semakin sulit. Tidak berbeda jauh dengan keadaan perempuan di Dusun Muara. Di sana masih kurang kegiatan pemberdayaan bagi perempuan. Pemerintah kota maupun pemerintah desa hampir tidak ada program pemberdayaan bagi perempuan di Dusun Muara. Pada dimensi terbatasnya keamanan, perempuan di Dusun Muara hanya sebagain sedikit yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Mereka yang memiliki jaminan kesehatan adalah mereka yang mau untuk mengurusi semua berkas untuk melengkapi persyaratan untuk memiliki jamkesmas.

Menurut World Bank, ada dua masalah pemberdayaan perempuan yaitu kurangnya pemberdayaan dalam bidang ekonomi dan kurangnya suara perempuan dalam pengambilan keputusan. Kurangnya pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi seperti tidak adanya program dari pemerintah mengenai bagaimana cara membuka usaha atau mengadakan pinjaman modal dengan bunga yang rendah. Terbatasnya suara perempuan dalam pengambilan keputusan misalnya pada penentuan istri untuk bekerja. Biasanya yang menentukan istri boleh bekerja atau tidak masih ditentukan sepenuhnya oleh suami mereka. Jika suami mereka melarang mereka untuk bekerja, maka mereka tidak akan bekerja.

Perempuan di Dusun Muara ada juga yang berstatus janda. Kebanyakan dari mereka bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perempuan yang berstatus janda ini memiliki beban tanggungan yang cukup besar. Pada kasus di Dusun Muara, ada kepala rumah tangga yang berstatus janda dengan satu orang anak. Perempuan tersebut tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan cita-cita untuk menyekolahkan anaknya hingga bangku kuliah. Ibu JA bekerja sebagai karyawan dengan satu orang anak perempuan yang sedang mengenyam pendidikan di bangku SMA. Ibu JA memiliki kesempatan untuk bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik dengan pendidiakn terakhir di bangku SMP. Pekerjaan ini membantunya dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Anak semata wayangnya akan terus ia sekolahkan hingga bangku kuliah. Agar nasib anak perempuannya akan lebih baik dibandingkan dirinya.

(36)

Perempuan di Dusun Muara yang berstatus janda juga ada yang hanya bekerja sebagai buruh. Pekerjaan sebagai buruh dianggap sangat berat karena statusnya sebagai janda. Hal ini seperti diungkap oleh salah satu responden sebagai berikut:

“Memang sih, Neng, kalo janda kan susah buat hidup. Apalagi kalo di sini kan namanya juga semuanya kerja jadi nelayan, kalo ga kerja jadi nelayan bingung mau kerja apa. Apalagi saya kan ga sekolah jadi susah mau cari kerja aja. Ga bisa bikin kue apalagi buat dipanggil pas orang di sini hajatan. Kalo saya kerjanya gitu aja, Neng, Jemur agar atau kalo ada yang minta buat bersih-bersih rumah saya juga mau. Kalo saya ga kerja, bingung nanti anak saya mau makan apa. Anak saya juga masih pada kecil, dua duanya masih SD jadi masih banyak pengeluaran.” Ujar Ibu MH berumur 45 tahun.

(37)

KARAKTERISTIK INDIVIDU

Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan formal adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh responden. Sebagian besar perempuan di Dusun Muara memiliki pendidikan yang cukup rendah. Sebanyak 64 persen perempuan di Dusun Muara tidak mampu menuntaskan program Wajib Belajar (WAJAR) 9 tahun sehingga pendidikan responden cenderung cukup rendah. Masih banyak dari responden yang tidak mampu membaca maupun menulis. Responden tidak ada yang mampu menamatkan pendidikan hingga sekolah menengah atas. Terlihat pada Tabel 6 bahwa hanya 36 persen yang mampu menamatkan pendidikan. Banyak faktor yang menyebabkan responden tidak menamatkan pendidikan mereka, antara lain letak sekolah formal yang cukup jauh dari Desa Muara. Namun, saat ini sekolah sudah berada di Desa Muara. Selain itu, ada juga yang tidak disekolahkan oleh orang tuanya saat dia menginjak bangku sekolah. Selain itu, ada juga yang dilarang untuk bersekolah karena biaya pendidikan yang cukup mahal. Biaya sekolah yang cukup mahal dan perekonomian keluarga yang rendah mengakibatkan anak-anak perempan yang dikorbankan untuk tidak disekolahkan serta menganggap pendidikan untuk perempuan itu tidak begitu penting. Hal ini seperti diungkap oleh salah satu responden sebagai berikut:

“Dulu waktu saya kecil, ga dibolehin sekolah sama bapak saya, soalnya biaya pendidikan kan mahal terus dulu orang tua saya ga punya uang, Neng. Apalagi saya perempuan, kalo sekolah ga penting-penting banget. Kan kalo sekarang ada yang gratis ya.” Ujar Ibu SR, seorang janda berumur 63 tahun.

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan formal

Tingkat Pendidikan Formal n %

Tidak bersekolah-tidak tamat SD Tamat SD 23 13 64 36 Jumlah 36 1000 Umur

Umur responden berada pada rentang 21 tahun hingga 68 tahun dengan rata-rata umur responden 42 tahun. Sebagian besar umur responden masih berada pada rentang umur produktif tetapi hanya sedikit yang berumur diatas 64 tahun, walaupun umur mereka sudah tidak termasuk umur produktif lagi, mereka masih tetap bekerja. Pada Tabel 7 menyajikan jumlah dan presentase responden berdasarkan umur.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur

Umur N % ≤ 30 tahun > 30 tahun 06 30 17 83 Jumlah 36 1000

Gambar

Tabel 1 Strategi bertahan hidup
Gambar 1 Kerangka pemikiran  Keterangan
Tabel 2 Alokasi penggunaan lahan di Desa Muara
Tabel  3  Jumlah  dan  Persentase  rumah  tangga  Desa  Muara  menurut  mata           pencaharian sebagai nelayan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses penentuan konsentrasi larutan dengan cara ini disebut titrasi. Dan jika pasangan larutan yang digunakan dalam proses ini adalah larutan asam dan basa,

Laporan ini menjelaskan tentang lingkup materi, Pembentukan ruang dan proses renovasi pembaharuan display alat peraga serta kunjungan Rumah Pintar Pemilu, bentuk-bentuk pelayanan

Kegiatan sosialisasi strategi pemasaran digital serta pelatihan pembuatan foto produk dan penggunaan aplikasi marketplace telah dilakukan sesuai dengan target yang

menunjukkan, bahwa rataan denyut nadi domba yang diberi ransum K1 memiliki hasil pengukuran yang lebih tinggi dari K2, serta pemberian pakan dua kali memiliki pengukuran denyut

Adapun saran yang dapat disampaikan yaitu bahwa hasil pemetaan kondisi aliran kas bebas, nilai pemegang saham, leverage dan set kesempatan investasi pada perusahaan-perusahaan

Atas dasar tersebut, melalui pembelajaran kooperatif ini diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan vokasional anak tunarungu kelas XII SMALB Karya Mulia Surabaya

dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin yang digunakan dalam pembuatan bubuk pewarna alami dari daun suji maka akan semakin tinggi

atau terdapat Hubungan yang sangat kuat antara modal sosial dengan prilaku kewirausahaan pada objek yang diteliti pada pelaku usaha mikro kecil menengah yang ada di