• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Otoriter Dengan Intensi Turnover Karyawan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Otoriter Dengan Intensi Turnover Karyawan."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN

OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Naskah Publikasi

Disusun Oleh:

EVID MAFTUKHAH F 100 080 197

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

ii

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER

DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Naskah Publikasi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh : EVID MAFTUKHAH

F 100 080 197

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

(3)
(4)

i

(5)

v

ABSTRAKSI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Evid Maftukhah Mohammad Amir

biancaevid@gmail.com

Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Di era global saat ini, sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas sangat dibutuhkan, baik itu untuk perusahaan maupun instansi lain yang ingin meningkatkan kinerja dan hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada hal yang perlu diingat, bahwa tidak selamanya perusahaan akan berjalan dengan baik dengan kondisi karyawan yang serba terbatas, banyaknya faktor penghalang salah satunya yakni intensi turnover karyawan. Intensi turnover mengakibatkan perusahaan merugi karena banyaknya anggaran untuk rekruitmen serta memulai dari awal bagi pekerja baru, sehingga adaptasipun perlu waktu lama. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi

turnover karyawan; 2) mengetahui seberapa besar peranan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover karyawan; 3) mengetahui tingkat persepsi terhadap kepemimpinan otoriter; 4) mengetahui tingkat intensi turnover

karyawan. Hipotesis yang diajukan “Ada hubungan positif antara persepsi terhadap

kepemimpinan otoriter dengan intensi turnoverkaryawan”.

Subjek penelitian adalah 40 karyawan Toko Tekstil Mac Mohan yang memiliki pengalaman di atas 3 tahun. Alat pengumpulan data menggunakan skala persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dan skala intensi turnover karyawan. Metode analisis data menggunakan teknik korelasi product moment.

Hasil analisis korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover. Sumbangan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5%. Persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang. Intensi

turnover subjek penelitian tergolong rendah.

(6)

1

PENGANTAR

Tingkat turnover karyawan masih menjadi pembahasan yang paling intens dan penting saat ini bahkan dimasa yang akan datang, karena perusahaan tidak akan berkembang tanpa adanya karyawan, apalagi karyawan tersebut memiliki

trade recored yang baik. Karyawan sebagai tenaga ahli dalam bidang produksi perusahaan dan dapat menghasilkan produk yang perusahaan inginkan. Upaya mengatasi segala macam permasalahan yang menyangkut masalah ketenagakerjaan tersebut, harus dapat dicari suatu jalan yang terbaik bagi keduanya yaitu bagi perusahaan dan para karyawan, sebab apabila masalah ketenagakerjaan ini berlarut-larut, tidak adil dan tidak terselesaikan, maka akan menyebabkan karyawan tidak taat pada peraturan perusahaan, misalnya ogah-ogahan dalam bekerja, mangkir atau membolos kerja, tidak bertanggung jawab atas pekerjaannya, kurang bisa bekerjasama bahkan keluar dari pekerjaan tersebut. Terlebih jika kepindahan kerja karyawan terjadi dalam lini menengah, kerugian yang ditanggung perusahaan akan semakin membengkak. Apabila karyawan mulai berpikir untuk pindah kerja, maka mereka akan sibuk untuk mencari kesempatan kerja di luar dan secara aktif akan mencarinya, dan jika mereka memperoleh kesempatan yang lebih baik mereka akan pindah kerja. Namun jika kesempatan itu tidak tersedia atau yang tidak tersedia tidak lebih baik daripada yang sekarang/kurang menarik, maka secara emosional dan mental mereka akan

keluar dari perusahaan. Yaitu dengan datang terlambat, membolos, kurang antusias atau kurang memiliki keinginan untuk berusaha dengan baik. (Russ dan McNeily dalam Panggabean, 2004).

Pentingnya peran dari seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan menjadi fokus yang menarik untuk diteliti dan tingkat intensi turnover

sebagai bukti peran pimpinan yang dirasa kurang memihak terhadap karyawan. Banyak yang menyatakan kepemimpinan merupakan suatu unsur kunci dalam perjalanan perusahaan atau organisasi dan karyawan sebagai alat penunjang dari keberhasilan perusahaan. Sehingga perlu adanya pimpinan yang berjiwa pemimpin, dalam hal ini seorang pemimpin memiliki sifat-sifat standar dari pemimpin.

Di era global saat ini, sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas sangat dibutuhkan, baik itu untuk perusahaan maupun instansi lain yang ingin meningkatkan kinerja dan hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada hal yang perlu diingat, bahwa tidak selamanya perusahaan akan berjalan dengan baik dengan kondisi karyawan yang serba terbatas, banyaknya faktor penghalang salah satunya yakni intensi

turnover karyawan. Turnover menurut Novliadi (2007) adalah keluar atau berpindahnya karyawan dari perusahaan baik secara sukarela maupun terpaksa dan disertai pemberian imbalan. Intensi turnover

(7)

2 pembayaran yang diterima dan internal perusahaan itu sendiri.

Faktor penghalang kinerja perusahaan yang muncul dari tingkat intensi turnover karyawan, terjadi pada obyek penelitian saat ini. Adanya intensi turnover pada karyawan Mac Mohan menjadikan bahan evaluasi bagi manajemen dalam mengelola perusahaan untuk keluar dari permasalahan tersebut. Adanya intensi

turnover yang selama ini terjadi, mengakibatkan perusahaan merugi karena banyaknya anggaran untuk rekruitmen serta memulai dari awal bagi pekerja baru, sehingga adaptasipun perlu waktu lama. Adapun setiap harinya pelanggan banyak yang tidak terlayani, karena minimnya karyawan yang bekerja, hal tersebut mengakibatkan konsumen kurang merasa puas dengan pelayanan yang ada.

Kepemimpinan otoriter dari seorang pemimpin dapat berdampak positif bagi perusahaan atau bahkan dapat menjadi blunder dari apa yang telah diperbuat oleh pimpinan. Sehingga dari sikap dan gaya kepemimpinannya, pemimpin yang otoriter dapat merusak sistem kerja perusahaan. Setiap pimpinan akan melakukan suatu untuk mendapatkan mimpinya, akan tetapi tidak harus dengan gaya kepemimpinan otoriter. Sikap karyawan yang akan keluar dari tempat kerja merupakan bentuk kekecewaan terhadap manajemen atau pimpinan perusahaan. Sebaliknya dengan gaya kepemimpinan yang dapat merangkul seluruh karyawannya dan mengayomi dapat meningkatkan

kinerja karyawan serta merasa nyaman dalam kerjanya.

Menurut Ramadhyaz (2012) menyebutkan ada 10 alasan karyawan mengundurkan diri, yaitu: Merasa tak dihargai, kompensasi yang tak cukup, merasa waktu libur tak cukup, perubahan manajemen, mesin dan alat Kantor yang ketinggalan jaman, target yang tak realistis, kurang dukungan manajemen, mencari tantangan baru, suasana kerja yang tak nyaman, dan mencari jalan lain untuk sukses. Alasan merasa tak dihargai, target yang realistis, dukungan manajemen, dan kerja yang tak nyaman ialah bentuk-bentuk ketidak puasan karyawan akan kepemimpinan perusahaan.

Menurut Choi, Lee, Wan Ismail and Ahmad Jusoh (2012) dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan turnover karyawan, akan tetapi hal tersebut tidaklah signifikan. Artinya terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan turnover

karyawan, akan tetapi tidaklah kuat. Uraian di atas dapat diketahui bahwa persepsi terhadap kepemimpinan otoriter mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap intensi turnover karyawan. Adanya hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi

(8)

3 secara baik, supaya bawahan atau karyawan dan atasan dapat hidup berdampingan.Penelitian ini hipotesisnya adalah “Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi

turnover karyawan”. Artinya, adanya

peningkatan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter mengakibatkan semakin tingginya tingkat intensi

turnover pada karyawan. Sebaliknya jika terdapat kecenderungan penurunan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka akan diikuti penurunan tingkat intensi

turnover pada karyawan.

METODE PENELITIAN

Variabel - variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Intensi Turnover Karyawan sebagai variabel tergantung dan persepsi terhadap Kepemimpinan Otoriter sebagai variabel bebas. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah populasi dari karyawan Mac Mohan Beteng Trade Center(BTC) Surakarta, dimana data-data maupun identitas karyawan telah tercatat pada manajemen perusahaan. Pengambilan sampel menggunakan

purposive sample sebanyak 40

karyawan. Alat ukur yang digunakan yaitu skala persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dan skala intensi turnover. Metode analisa data menggunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan program SPSS for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi

r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi

turnover. Semakin tinggi persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka semakin tinggi pula intensi turnover, dan sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka semakin rendah intensi

(9)

4 keputusan tersebut menyangkut kepentingan bawahan,

Menurut Kartono (1998) tipe pemimpin otoriter ditandai dengan ciri-ciri sikap pemimpin yang kaku dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan maupun disiplin, bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan karyawan, agar bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh pemimpin. Berbagai sikap pemimpin menurut apa yang dinggap terbaik oleh mereka sendiri, diantaranya adalah dengan hukuman dan sikap acuh tak acuh, sikap ini dapat menimbulkan ketegangan dan ketidaknyamanan, sehingga memungkinkan kericuhan di dalam perusahaan dan menyebabkan karyawan tidak betah bekerja di perusahaan.

Nawawi (2003) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan otoriter adalah perilaku kepemimpinan atau gaya kepemimpinan dalam mengimplementasikan fungsi-fungsi kepemimpinan sangat besar pengaruhnya dan bersifat sangat menentukan dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Sehubungan dengan itu apabila perilaku kepemimpinan ditampilkan dalam bentuk tindakan tegas, keras, sepihak, tertutup pada kritik dan saran, mengancam setiap pelanggaran atau kesalahan anggota organisasi dangan sanksi/hukuman yang berat, tidak mengikutsertakan dan tidak

memperbolehkan bawahan

berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tidak mentoleransi terjadinya penyimpangan.

(10)

5 dibandingkan dengan bawahannya. Senada dengan pendapat di atas Terry (Kartono, 1998) mengemukakan tipe pemimpin otokratis pada intinya mendasarkan diri pada kekuasaan atau paksaan yang selalu harus dipatuhi, dirinya selalu mau berperan sebagai

“pemain tunggal” pada “one man

show” dan selalu merajai situasi.

Karyawan yang menilai kepemimpinan secara negatif maka akan merasa tertekan terus menerus atau stress yang berlarut-larut yang akan membawa kondisi karyawan menderita kelelahan baik fisik dan mental kondisi semacam ini jika ini tidak dapat diatasi maka karyawan merasa tidak betah lagi bekerja di perusahaan, sehingga terjadilah intensi

turnover.

Sumbangan efektif

menunjukkan seberapa besar peran atau kontribusi variabel bebas terhadap variabel tergantung. Sumbangan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5% (rsquare=0,305), sehingga masih terdapat 69,5% faktor lain yang mempengaruhi intensi turnover diluar variabel persepsi terhadap kepemimpinan otoriter : misalnya kondisi ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan supervisi.

Berdasarkan hasil perhitungan kategorisasi diketahui persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar 97,53 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 102,5 Dari 40 subjek penelitian terdapat 10 subjek (25%)

memiliki persepsi terhadap kepemimpinan otoriter tinggi, terdapat 15 subjek (37,5%) memiliki persepsi terhadap kepemimpinan otoriter sedang, dan terdapat 15 subjek (37,5%) memiliki persepsi terhadap kepemimpinan otoriter rendah.

Intensi turnover subjek penelitian tergolong rendah ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar 61,25 dan rerata hipotetik sebesar =70. Hasil analisis perhitungan kategorisasi diketahui dari 40 subjek penelitian terdapat 1 subjek (2,5%) memiliki intensi turnover tinggi, terdapat 23 subjek (57,5%) memiliki intensi turnover sedang, 14 subjek (35%) memiliki intensi turnover

rendah, dan terdapat 2 subjek (5%) memiliki intensi turnover sangat rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan positif sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi

turnover. Semakin tinggi persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka semakin tinggi pula intensi turnover, begitu pula sebaliknya .

2. Sumbangan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5%

3. Persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang.

(11)

6

1. Bagi Pimpinan Mac Mohan Surakarta

Berdasarkan hasil penelitian diketahui persepsi terhadap kepemimpinan otoriter tergolong sedang, dari hasil ini maka pimpinan diharapkan menurunkan kondisi tersebut dengan berusaha menerapkan model kepemimpinan yang mampu mendorong karyawan untuk berperan aktif dalam memberikan ide, gagasan atau pendapat, memberikan dukungan dan motivasi, memberi gaji insentif dan fasilitas kerja yang memadai, serta menciptakan suasana yang aman dan nyaman dalam bekerja, sehingga karyawan akan merasa betah bekerja di tempat tersebut. Secara operasional hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :

a. Mengajak atau melibatkan bawahan untuk ikut berdisuksi ketika akan mengambil atau memutuskan kebijakan-kebijakan perusahaan. b. Tidak memberikan sanksi atau

hukuman pada bawahan yang melakukan kesalahan sebelum benar-benar mengetahui alasannya.

c. Mengajak bawahan dan keluarganya piknik atau rekreasi untuk menjalani keakraban dan keharmonisan antara bawahan dengan pimpinan.

2. Bagi karyawan Mac Mohan Surakarta

Diharapkan mempertahankan intensi turnover yang sudah tergolong rendah dengan cara memiliki persepsi

yang positif terhadap model kepemimpinan yang diterapkan diperusahaan. Untuk menghindari munculnya intensi turnover maka karyawan perlu memiliki keinginan kuat untuk tetap mempertahankan keanggotaan dalam perusahaan dengan menyeimbangkan tugas dan tanggung jawab kerja dengan kemampuan yang dimiliki, berusaha disiplin dan selalu semangat dalam bekerja, menjalin hubungan yang harmonis dengan pimpinan dan rekan kerja serta berusaha memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Disiplin dan taat dengan peraturan yang ditetapkan perusahaan dan bekerja sesuai dengan SOP yang ada di perusahaan.

b. Tidak melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan pelayanan kepada pelanggan menjadi terganggu.

c. Bersedia menerima sanksi atau hukuman jika melakukan kesalahan secara sengaja.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan lebih meningkatkan kualitas penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover, misalnya membandingkan intensi turnover

(12)

7 ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan supervisi.

Daftar Pustaka

Agung, Anak KSA, dan Kusdewi Yanti. 2012. Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya Perusahaan Terhadap Turnover Karyawan Pada PT. Planet Selancar Mandiri, Badung Bali.

Jurnal Manajemen & Akuntansi STIE Triatma Mulya. Vol 18,No. 2 Edisi Desember 2012, page 154- 167.

Nawawi, H, 2003, Kepemimpinan yang Efektif, Yogyakarta, Gadjah Mada University.

Kartono, K. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Dale T, A. 2001. Kepemimpinan (Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis).

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Choi Sang Long, Lee Yean Thean, Wan Khairuzzaman Wan Ismail & Ahmad Jusoh. (2012).

“Leadership Styles and

Employees’ Turnover Intention: Exploratory Study of Academic Staff in a Malaysian College”.

World Applied Sciences Journal, 2012. 19 (4): 575-581.

Jewel, L.N, & Siegel Marc. (1998). Psikologi

Industri/Organisasi Modern. Penerjemah: A. Hadyana Pudjaatmaka dan Maetasari. Jakarta: Penerbit Archan.

Locke, A.E. 1997. Esensi Kepemimpinan, Empat Kunci Untuk Memimpin dengan Keberhasilan (Terjemahan : Aris Ananda). Jakarta: Mitra Utama.

Novliadi, Ferry. 2007. “Intensi Trunover Karyawan Ditinjau dari Budaya Perusahaan dan Kepuasan

Kerja”. Skripsi. Universitas

Sumatera Utara. Medan.

Ramadhyaz, Peppy. (2013). “10 Alasan Karyawan Mengundurkan Diri”.

Referensi

Dokumen terkait

Apabila pemenang lelang urutan pertama yang telah ditetapkan sebagai Penyedia mengundurkan diri dan atau tidak bersedia, maka yang akan ditetapkan sebagai Penyedia dapat

patan melakukan penetralan keasaman air hujan oleh tanah yang lebih baik karena waktu yang tersedia untuk penetralan cukup lama dibandingkan pada daerah yang

water resources in the national interest; to ensure the availability of water to all citizens for primary purposes and to meet the needs of aquatic and associated

Output yang dapatkan kan adalah meningkatnya kandungan antioksidan dalam karkas ayam, sehingga memperlama proses oksidasi yang terjadi pada daging dan dapat memperlama daya

Sebutan untuk perempuan Minagkabau dinyatakan dengan “Bundo Kanduang.” “Bundo Kanduang: punya peranan yang penting dalam keluarga yang bersifat komunal.. Peranan dan kedudukan

perbatasan antara kabupaten bantul dan kota Jogja membuat sebagian besar siswa yang berasal dari Jawa, bahasa daerah yaitu bahasa Jawa dan bahasa nasional bahasa

Furthermore, based on the cases above, the writer is going to conduct research with the title A Socio-Pragmatic Analysis on Directive Utterances of Orphan

478.346.000,- (Empat Ratus Tujuh Puluh Delapan Juta Tiga Ratus Empat Puluh Enam Ribu Rupiah) Peserta yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui