• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Tikus Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Tikus Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI

ALPUKAT (

Persea americana

Mill.) TERHADAP TIKUS

GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI ALOKSAN

MAKALAH

Oleh:

YUNITA EBRILIANTI OKTARIA

K100090151

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

(2)
(3)

1

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS GALUR WISTAR YANG

DIINDUKSI ALOKSAN

ANTIDIABETIC ACTIVITY OF ETHANOL EXTRACT OF AVOCADO SEEDS (Persea americana Mill.) ON RATS WISTAR STRAIN INDUCED

BY ALLOXAN

Yunita Ebrilianti Oktaria *, EM Sutrisna, Tanti Azizah

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57102

*Email: yun_e_oktaria@yahoo.com

ABSTRAK

Biji alpukat mengandung flavonoid yang diduga memiliki potensi sebagai antidiabetes. Beberapa mekanisme flavonoid dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah mengurangi penyerapan glukosa dan meningkatkan sekresi insulin. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antidiabetes ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill) terhadap tikus galur wistar yang diinduksi aloksan. Metode penelitian ini adalah pre and post control group design. Dua puluh lima ekor tikus dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi aquadest, kelompok II (kontrol positif) diberi Glibenklamid 0,45 mg/kg BB, kelompok III, IV dan V diberi ekstrak etanol biji alpukat, dengan dosis 300, 600 dan 1200 mg/kg BB. Sebelumnya tikus diberi diinduksi aloksan 150 mg/kg BB secara intraperitoneal, 3 hari kemudian tikus yang kadar glukosa darahnya ±200 mg/dL digunakan untuk penelitian. Perlakuan terhadap tikus dilakuakn selama 7 hari dengan 3 kali pengambilan darah yaitu hari ke-0,3 dan 10. Ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill) dosis 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, dan 1200 mg /kg BB mempunyai aktivitas antidiabetes terhadap tikus galur wistar yang diinduksi aloksan dengan dosis optimal 1200 mg/kg BB yaitu menurunkan sampai kadar rata-rata 134,8±27,2 mg/dL.

Kata Kunci : Antidiabetes, Persea americana Mill., Glukosa Darah, Aloksan

ABSTRACT

(4)

2

300, 600 and 1200 mg/kg BW. Before, rats induced by alloxan 150 mg/kg BW intraperioneally, three days later, the rats blood glucose levels ± 200 mg / dL is used for research. Treatment of rats conducted for 7 days with 3 time the blood sampling at 3,7, 10 day. The ethanol extract of avocado seeds (Persea americana Mill) dose of 300 mg/kg BW, 600 mg/kg BW, and 1200 mg/kg BW have antidiabetic activity on rats wistar strain induced by alloxan with optimal dose 1200 mg/kg BW could decrease blood glucose until 134,8±27,2 mg/dL.

Key word: Antidiabetic, Persea americana Mill., Blood Glucose, Alloxan

PENDAHULUAN

Diabetes melitus merupakan sindrom metabolik paling umun di seluruh

dunia dengan angka kejadian 1-8%. Penyakit ini muncul ketika insulin tidak

cukup di produksi atau insulin tidak dapat berfungsi dengan baik. Diabetes

ditandai dengan hiperglikemi (elevasi kadar glukosa darah) yang menyebabkan

berbagai gangguan metabolik jangka pendek dalam metabolisme lemak dan

protein dan jangka panjang menyebabkan perubahan aliran kadar yang

irreversibel. Manifestasi jangka panjang dari diabetes adalah dapat menyebabkan

beberapa komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler (Brahmachari, 2011).

Ada empat jenis diabetes melitus, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus

tipe 2, diabetes gestasional dan diabetes tipe spesifik lainnya (Ramachandran dan

Snehalatha, 2009). Gejala-gejala karakteristik diabetes melitus meliputi, kehausan

berlebihan, polyphagia, polyurea, kehilangan berat badan, sering terjadinya bisul,

gatal di anggota badan, dan impotensi (WHO, 2003).

Beberapa tahun terakhir, metabolit sekunder tanaman telah banyak

diteliti sebagai sumber agen obat (Khrisnaraju dan Sundraju, 2005). Pengobatan

diabetes melitus dapat dilakukan secara medis dengan obat-obatan modern dan

suntikan tetapi karena tingginya biaya pengobatancara medis ini terkadang sulit

dilakukan. Diabetes melitus juga dapat diatasi dengan pengobatan alami dengan

memanfaatkan tanaman berkhasiat obat. Tanaman berkhasiat obat dapat diperoleh

dengan mudah, dapat dipetik langsung untuk pemakaian segar atau dapat

dikeringkan. Oleh karena itu, pengobatan tradisional dengan tanaman obat

(5)

3

americana Mill (lauraceae) adalah salah satu dari 150 varietas alpukat pir. Pohon

ini banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis (Lu et al, 2005). Daun

alpukat mengandung flavonoid, saponin, katekat, tanin, dan triterpenoid (Maryati,

2007). Menurut hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun (2007)

terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji alpukat bentuk bulat menunjukkan

adanya senyawa golongan polifenol, tanin, flavonoid, triterpenoid, kuinon,

monoterpenoid, dan seskuiterpenoid, sedangkan saponin hanya terdeteksi dalam

ekstrak. Flavonoid inilah yang diduga sebagai agen antidiabetes. Flavonoid adalah

senyawa organik alami yang ada pada tumbuhan secara umum. Flavonoid alami

banyak memainkan peran penting dalam pencegahan diabetes dan komplikasinya

(Jack, 2012). Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai gugus

hidroksil atau gula , sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol,

metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dan air (Markham, 1988). Sejumlah

studi telah dilakukan untuk menunjukkan efek hipoglikemik dari flavonoid

dengan menggunakan model eksperimen yang berbeda, hasilnya tanaman yang

mengandung flavonoid telah terbukti memberi efek menguntungkan dalam

melawan penyakit diabetes melitus, baik melalui kemampuan mengurangi

penyerapan glukosa maupun dengan cara meningkatkan toleransi glukosa

(Brahmachari, 2011). Selain itu biji alpukat juga mengandung asam tannik,

gallotannin, atau coritagin yang mempunyai kemampuan sebagai adstringen

(Imroatossalihah, 2002), yaitu dapat mempresipitasikan protein selaput lendir usus

dan membentuk suatu lapisan yang melindungi usus, sehingga menghambat

penyerapan glukosa sehingga laju peningkatan glukosa darah tidak terlalu tinggi

(Suryawinoto, 2005). Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Monica (2006)

terhadap air seduhan biji alpukat untuk mengetahui kemampuan bji alpukat dalam

menurunkan kadar glukosa darah. Selain itu, Zohrotun (2007) telah melalukan

pengujian antidiabetes terhadap ekstrak etanol biji alpukat bentuk bulat pada tikus

dengan metode toleransi glukosa menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat

dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus. Berdasarkan penelitian tersebut,

penelitian tentang biji alpukat sebagai antidiabetes menarik untuk dilakukan

(6)

4

namun juga membuat tikus tersebut diabetes dengan diinduksi aloksan sehingga

tingginya kadar glukosa darah dapat bertahan lebih lama. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat ekstrak etanol biji

alpukat (Persea americana Mill) sebagai obat antidiabetes.

METODE PENELITIAN

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis

(Stardust/vitalab), kuvet, timbangan hewan, neraca analitik (precisa), minispin

ependorf (hamburg), rotary evaporator (stuart), corong Buchner, waterbath

(memmert), mikropipet (socorex), tabung ependorf, vortex, spuit injeksi, sonde

lambung, holder dan alat-alat gelas.

Bahan

Bahan- bahan yang digunakan aloksan monohidrat dosis 150 mg/kg BB,

aquabidest steril for injecion, CMC-Na, ekstrak etanol biji alpukat, tikus putih

jantan galur wistar sehat, umur 2-3 bulan, berat 150-300 gram, reagen kit

GOD-PAP (Glucose Oksidase Phenol 4-Aminoantipirin) dari Diagnostic Systems

Internasional (Diasys), etanol 96%

Identifikasi Biji Alpukat

Identifikasi tanaman alpukat dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta, yaitu dengan

mencocokkan ciri-ciri morfologinya dengan pustaka.

Penyiapan Bahan

Alpukat diambil dari salah satu pohon alpukat di desa Tumbukan

Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu, bijinya diambil kemudian dicuci dengan

air sampai bersih, dirajang kecil-kecil, dikeringkan, kemudian diserbuk dengan

(7)

5

Ekstraksi Biji Alpukat

Ekstrak etanol biji alpukat dibuat dengan metode maserasi. Enam ratus

(600) gram serbuk biji alpukat direndam dengan 6 L etanol 96% dalam bejana

maserasi. Simplisia dimaserasi selama 3 hari dan terlindung dari cahaya matahari.

Kemudian maserat yang telah jadi disaring menggunakan corong Buchner

kemudian dievaporasi dan selanjutnya diuapkan diatas waterbath. Ampas dari

maserasi pertama, kemudian diremaserasi kembali sebanyak dua kali.

Pembuatan Diabetes pada tikus

Pembuatan diabetes pada tikus dilakukan dengan menginjeksikan aloksan

monohidrat 150 mg/kg BB secara intraperitoneal pada tikus (Sujono dan

Munawaroh, 2009). Larutan aloksan dibuat dengan cara melarutkan aloksan

monohidrat dengan aquabidest steril for injection.

Hari pertama kadar glukosa darah tikus diukur sebagai kadar glukosa

awal, kemudian tikus diinjeksi aloksan secara intraperitoneal, lalu tiga hari setelah

diinjeksi aloksan, kadar glukosa darah tikus diukur lagi untuk dibandingkan

dengan kadar glukosa darah pada hari pertama, yaitu sebelum diinjeksi aloksan.

Apabila terjadi kenaikan kadar glukosa darah tikus yaitu menjadi ±200 mg/dL,

maka tikus dianggap sudah diabetes.

Dosis Ekstrak Etanol Biji Alpukat

Dosis ekstrak etanol biji alpukat berturut-turut adalah 300 mg/kg BB

tikus; 600 mg/kg BB tikus dan 1200 mg/kg BB tikus yang diberikan satu kali

sehari secara peroral.

Uji aktivitas antidiabetes

Hewan uji yang digunakan adalah sebanyak 25 ekor tikus. Cara

pengambilan sampel didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyadin

(2012). Langkah pertama yang dilakukan adalah mengukur kadar glukosa darah

tikus pada hari ke-0 (glukosa darah pre aloksan) yang sebelumnya tikus

(8)

6

lateralis yang terdapat di ekor tikus dan kemudian di sentrifuge selama 15 menit

dengan kecepatan 12.000 rpm untuk mendapatkan serumnya. Supernatannya

diambil, dimasukkan ke dalam kuvet lalu ditambah 1000,0 µl campuran pereaksi

DiaSys dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu ruang. Kemudian blanko,

standar dan sampel dibaca serapannya menggunakan stardust.

Selanjutnya 25 ekor tikus ini diberi perlakuan aloksan monohidrat

dengan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitoneal. Setelah 3 hari, diukur lagi

kadar glukosa darahnya (glukosa darah post aloksan), lalu dibandingkan dengan

kadar glukosa darah pada hari pertama sebelum diberi aloksan. Apabila terjadi

kenaikan kadar glukosa darah tikus yaitu menjadi ±200 mg/dL maka tikus

dianggap sudah diabetes. Selanjutnya 25 ekor tikus ini dibagi dalam 5 kelompok

perlakuan sebagai berikut:

a. Kelompok I : sebagai kontrol negatif, hanya diberi aquadest selama 7 hari.

b. Kelompok II : sebagai kontrol positif, diberi Glibenklamid dosis 0,45

mg/kg BB selama 7 hari.

c. Kelompok III : diberi ekstrak etanol biji alpukat dosis 300 mg/kg BB

selama 7 hari.

d. Kelompok IV : diberi ekstrak etanol biji alpukat dosis 600 mg/kg BB

selama 7 hari.

e. Kelompok V : diberi ekstrak etanol biji alpukat dosis 1200 mg/kg BB

selama 7 hari.

Selanjutnya setelah tujuh hari diberi perlakuan, kadar glukosa darah tikus

diukur kembali untuk dibandingkan dengan kadar glukosa darah setelah diberi

aloksan pada hari ketiga. Setelah semua data didapatkan, data diuji statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang

diteliti sesuai dengan pustaka tanaman alpukat dilihat dari morfologinya yaitu biji

bulat dengan diameter 2-5 cm dan keping biji putih kemerahan (Backer dan van

den Brink, 1965). Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi yang telah dilakukan

(9)

7

Ekstraksi dengan metode maserasi dilakukan menggunakan pelarut

etanol 96%, karena flavonoid yang terkandung dalam biji alpukat bersifat polar,

sehingga diperlukan pelarut yang bersifat polar juga. Hal ini sesuai dengan hukum

like disolve like (Markham, 1988). Hasil rendemen dari biji alpukat adalah 0,205

yaitu berat simplisia kering 600 gram dan berat ekstrak kental adalah 123,42, ini

artinya 1 gram simplisia kering setara dengan 0,205 gram ekstrak kental biji

alpukat.

Penelitian ini dilakukan pada 25 ekor tikus putih galur wistar yang dibagi

dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol

negatif di mana tikus diinduksi aloksan dan kemudian hanya diberi aquadest.

Kelompok kedua merupakan kontrol positif yaitu tikus diberi obat antidiabetes

golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid. Kelompok ketiga, keempat dan kelima

merupakan kelompok perlakuan dosis, yaitu berturut turut 300 mg/kg BB, 600

mg/kg BB dan 1200 mg/kg BB. Pengukuran kadar glukosa darah awal tikus

dilakukan pada hari ke nol (GD1).

Pengujian antidiabetes ekstrak etanol biji alpukat ini menggunakan

induksi aloksan dengan dosis 150 mg/kg BB. Menurut Szkudelski (2001), aloksan

dan streptozotocin merupakan agen diabetogenik yang cukup memadai untuk

digunakan sebagai penginduksi diabetes pada hewan percobaan. Aloksan

mempunyai kemampuan merusak sel beta pankreas (Yuriska, 2009). Aloksan

diinjeksikan secara intra peritoneal pada tikus yang kemudian di cek peningkatan

glukosa darahnya tiga hari kemudian (GD2). Pengukuran kadar glukosa darah

setelah 3 hari diinduksi aloksan dilakukan untuk melihat kadar glukosa darah

tikus yang sudah hiperglikemik karena secara teori, aloksan mampu meningkatkan

kadar glukosa darah tikus secara signifikan.

Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran kadar glukosa darah pada 5

kelompok perlakuan. Terlihat variasi kenaikan dan penurunan kadar glukosa

darah pada hari ke-0, hari ke-3 dan hari ke-10, hal ini dikarenakan perbedaan

respon yang dihasilkan dari masing-masing individu hewan percobaan terhadap

kerusakan sel beta pankreas yang disebabkan oleh zat penginduksi diabetes, yang

(10)

8

kelompok kontrol negatif, tidak terjadi penurunan kadar glukosa darah karena

aquadest bersifat netral, tidak mengandung zat apapun sehingga tidak memiki

efek menurunkan kadar glukosa darah. Sebaliknya pada kelompok kontrol positif

yang diberi glibenklamid, terjadi penurunan kadar glukosa darah yang sangat

signifikan karena efek glibenklamid sebagai salah satu obat golongan sulfonilurea

adalah meningkatkan sensitifitas insulin dan meningkatkan sekresi insulin oleh sel

beta pankreas.

Tabel 1. Kadar glukosa darah tikus pada berbagai kelompok perlakuan

(11)

9 Gambar 1. Grafik penurunan kadar glukosa darah tikus tiap kelompok perlakuan

Gambar 1 menunjukkan grafik penurunan kadar glukosa darah tikus dari

lima perlakuan yaitu kontrol negatif (aquadest), kontrol positif (glibenklamid

dosis 0,45 mg/kg BB, dosis I (ekstrak etanol biji alpukat dosis 300 mg/kg BB),

dosis II (ekstrak biji alpukat dosis 600 mg/kg BB) dan dosis III (ekstrak etanol biji

alpukat dosis 1200 mg/kg BB) pada hari ke-0, ke-3 dan ke-10. Hasilnya pada

kelompok perlakuan kontrol negatif menunjukan peningkatan kadar glukosa darah

dari hari ke hari dikarenakan aquadest tidak memiliki efek menurunkan kadar

glukosa darah.

Penurunan glukosa darah secara signifikan terjadi pada kelompok

perlakuan kontrol positif. Hal ini dapat disebabkan sifat farmakodinamik

glibenklamid yang dapat merangsang sel beta pankreas untuk mensekresi insulin

walaupun sel beta pankreas telah dirusak oleh aloksan namun kerusakan ini

bersifat parsial dan sementara, sehingga sel beta pankreas masih mampu

memproduksi insulin (Suherman, 2007). Kelompok perlakuan dosis I, II dan III

menunjukkan penurunan kadar glukosa darah tikus setelah diberi ekstrak biji

alpukat, namun penurunan yang terjadi tidak sebesar pada kelompok yang diberi

glibenklamid.

Analisis statistik yang pertama yang dilakukan adalah Shapiro- Wilk.

(12)

10

dianalisis hanya 25 data. Uji distribusi Shapiro-Wilk digunakan pada data

kelompok populasi kecil yaitu kurang dari 50 sampel data. Hasil uji Shapiro- Wilk

pada kadar glukosa darah awal adalah p = 0,961, pada kadar glukosa post aloksan

adalah p = 0,872 dan pada kadar glukosa akhir didapatkan p = 0,012. Apabila

p 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal, sehingga pada

kadar glukosa awal distribusi datanya normal, begitu juga pada kadar glukosa post

aloksan, namun pada kadar glukosa akhir datanya tidak terdistribusi normal.

Uji statistik data yang kedua adalah Test of Homogeneity of Variances.

Uji ini menggunakan Levene test pada kelima kelompok perlakuan, hasilnya pada

pengukuran kadar glukosa darah hari ke-0 yaitu glukosa awal adalah 0,855, pada

pengukuran kadar glukosa hari ke-3 yaitu post aloksan adalah 0,233 dan pada hari

ke-10 atau glukosa akhir adalah 0,006. Pada analisis menggunakan Levene test ini,

data dikatakan homogen jika menunjukkan nilai p 0,05. Dari ketiga data diatas, data yang tidak homogen adalah data glukosa akhir, yaitu p = 0,006 (p 0,05).

Uji statistik selanjutnya adalah Kruskal- Wallis. Kadar glukosa darah

yang dihitung adalah kadar glukosa darah pada hari ke-10. Pada kadar glukosa

darah hari ke-10 (glukosa akhir), nilai p = 0,003 (p 0,05) artinya terdapat

perbedaan kadar glukosa darah dari lima kelompok perlakuan.

Uji yang terakhir adalah uji Mann- Whitney antar kelompok perlakuan

kontrol negatif, kontrol positif, dosis I, dosis II dan dosis III. Uji Mann- Whitney

yang dilakukan pada tiap dua kelompok perlakuan untuk membandingkan

perbedaan rata-rata antar kelompok perlakuan. Pada uji Mann- Whitney, apabila

nilai p 0,05 maka tidak terdapat perbedaan efek penurunan kadar glukosa darah

tikus atau efeknya setara. Pada uji statistik Mann- Whitney didapat dua macam

pengertian yaitu berbeda signifikan dan berbeda tidak signifikan. Berbeda

signifikan artinya terdapat perbedaan efek antara dua kelompok perlakuan

sedangkan berbeda tidak signifikan artinya tidak terdapat perbedaan efek antara

dua kelompok perlakuan maka dapat dikatakan bahwa efek antar perlakuan

(13)

11 Tabel 2. Hasil uji statistik Mann-Whitney pada pengukuran kadar glukosa darah akhir

semua kelompok perlakuan

No. Perlakuan Nilai p Arti

1 Aquadest vs Glibenklamid 0,009 Berbeda signifikan

2 Aquadest vs Dosis I 0,009 Berbeda signifikan

3 Aquadest vs Dosis II 0,028 Berbeda signifikan 4 Aquadest vs Dosis III 0,009 Berbeda signifikan 5 Glibenklamid vs Dosis I 0,009 Berbeda signifikan 6 Glibenklamid vs Dosis II 0,173 Berbeda tidak signifikan 7 Glibenklamid vs dosis III 0,009 Berbeda signifikan 8 Dosis I vs Dosis II 0,600 Berbeda tidak signifikan 9 Dosis I vs Dosis III 0,173 Berbeda tidak signifikan 10 Dosis II vs Dosis III 0,754 Berbeda tidak signifikan

Dilihat dari tabel 4, hasil uji statistik Mann-Whitney pada hari kesepuluh,

kontrol positif, Dosis I, II dan III hasilnya adalah berbeda signifikan (p 0,05)

dengan kontrol negatif artinya bahwa kontrol positif, dosis I, II, dan III mampu

menurunkan kadar glukosa darah tikus. Jika dibandingkan dengan kontrol positif,

dosis I dan III berbeda signifikan (p 0,05) sedangkan dosis II hasilnya berbeda tidak signifikan (p 0,05). Jika hanya melihat dari hasil dari uji statistik, maka

dapat dihasilkan pengertian bahwa dosis I dan III mempunyai efek penurunan

glukosa lebih kecil dibandingkan dengan glibenklamid, sedangkan dosis II

mempunyai efek yang setara dengan glibenklamid. Namun sebenarnya, pada dosis

II hasilnya adalah berbeda signifikan, hal ini disebabkan nilai standar deviasi dari

dosis II yang sangat besar yaitu 64,93. Hal inilah yang menyebabkan kekeliruan

pada uji statistik. Pembuktiannya dapat dilihat dari perbandingan dosis I, II dan

III, yaitu hasilnya berbeda tidak signifikan artinya dosis I, II, dan III mempunyai

efek penurunan glukosa yang setara, sehingga didapatkan suatu kesimpulan yaitu,

berdasarkan uji statistik, ketiga seri dosis ini memiliki efek yang sama walaupun

dosis nya berbeda sehingga lebih baik menggunakan dosis I karena dengan dosis

yang rendah, sudah mampu memberikan efek yang sama dengan dosis tertinggi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zohrotun (2007), ekstrak

etanol biji alpukat bentuk bulat mempunyai aktivitas antidiabetes pada tikus

dengan metode toleransi glukosa, hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji

(14)

12

menurunkan kadar glukosa darah karena mengandung flavonoid, yaitu zat yang

mampu meregenerasi sel beta pankreas dan membantu merangsang sekresi insulin

(Dheer dan Bhatnagar, 2010). Mekanisme lain dari flavonoid yang menunjukkan

efek hipoglikemik yaitu mengurangi penyerapan glukosa dan mengatur aktivitas

ekspresi enzim yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat (Brahmachari, 2011).

Ada beberapa mekanisme kerja obat hipoglikemik oral, yaitu meningkatkan

sekresi insulin ( golongan sulfonilurea), meningkatkan kepekaan reseptor insulin

sehingga absorpsi glukosa di jaringan perifer meningkat, meningkatkan kepekaan

insulin jaringan otot, jaringan lemak dan hati, serta menghambat penguraian

polisakarida menjadi monosakarida, (Tjay dan Rahadja, 2003) dan disini

flavonoid mempunyai mekanisme sama dengan obat hipoglikemik oral golongan

sulfonilurea dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus dengan cara

meningkatkan sekresi insulin pada organ pankreas.

Jika dilihat dari uji statistik, ekstrak etanol biji alpukat kurang poten

dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus dikarenakan hasilnya yang berbeda

signifikan dibandingkan dengan glibenklamid. Ekstrak etanol biji alpukat dapat

dikatakan poten apabila hasilnya berbeda tidak signifikan dengan glibenklamid.

Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari penelitian ini. Selain itu, belum

ditemukannya jenis flavonoid apa yang terkandung dalam ekstrak etanol biji

alpukat ini, yang diketahui hanya alpukat mengandung flavonoid yang memiliki

efek dapat menurunkan kadar glukosa darah sehingga perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut.

KESIMPULAN

Ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill) dosis 300 mg/kg BB,

600 mg/kg BB, dan 1200 mg /kg BB mempunyai aktivitas antidiabetes terhadap

(15)

13

SARAN

Perlu dilakukan identifikasi terhadap jenis flavonoid yang terkandung

dalam ekstrak etanol biji alpukat (Persea americana Mill.) yang memiliki

kemampuan sebagai agen antidiabetes.

DAFTAR PUSTAKA

Brahmachari, G., 2011, Bio- Flavonoids With Promising Antidiabetic Potentials: A Critical Survey, Research Signpost, 187-212

Backer, C.A., & Van Den Brick, R.C.B., 1965, Flora of Java: Spermatophytes Only, volume 1, N.V.P. Noordhhhoff-Groningen-The Nedherland, hal 122

Dheer R. & Bhatnagar P., 2010, A study of the Antidiabetic Activity of Barleria prionitis Linn, Indian Journal of Pharmacology, Vol 42 (2): 70-73

Imroatossalihah, 2002, Daging Buah, Daun dan Biji Alpukat sebagai Bahan Obat Ditinjau dari Segi kedokteran, Skripsi, Program Sarjana Fakultas Kedokteran, Universitas Yarsi Jakarta

Jack, 2012, Synthesis of Antidiabetic Flavonoids and Their Derivative. Medical Research page 180

Krishnaraju, A.V., Rao ., & Sundraraju, A., 2005, Assesment of Bioactivity of Indian Medicinal Plants Using Brine Shrimp (Altenaria salania) Lethality Assay, International Journal Applied Science and Engineering,2, 125-134

Lu, Q.Y., Arteaga, J.R., Zhang, Q., Huerta, S., Go, V.L., & Heber, D., 2005, Inhibition of Prostate Cancer Cell Growth by an Avocado Extract: Role of Lipid-Soluble Bioactive Substances, J.Nutr. Biochem.16, 23-30

Markham, K.R., 1988, Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Diterjemahkan oleh Padmawinata, Bandung, Penerbit ITB, hal 15

Monica, F., 2006, Pengaruh Pemberian Air Seduhan Serbuk Biji Alpukat (Persea

americana Mill.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang

Dibebani Aloksan, Karya Tulis Ilmiah : Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro Semarang

Ramachandran, Ambady & Snehalata,C., 2009, Diabetes Melitus; In: Gibney, B.J., Margetts, B.M., Kearney, J.M., & Arab,L., Gizi Kesehatan

(16)

14

Sujono T. A. & Munawaroh, R., 2009, Interaksi Quercetin Dengan Tolbutamid: Kajian Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Jantan Yang Dinduksi Aloksan, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi. Vol 10:2, 121-129

Suherman S.K., 2007, Insulin dan Antidiabetik Oral, dalam: Gunawan S,

Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hal 485,

489-493

Suryawinoto. S.,2005, Mengenal Beberapa Tanaman yang Digunakan Masyarakat Sebagai Antidiabetik untuk Menurunkan Kadar Gula dalam

Darah, Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

http://www.pom.go.id/default.asp

Szkudelski,T., 2001, The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in β

Cells of the Rat Pancreas, Phystol.Res. 50, 536-546

WHO, 2003, Diet, Nutrition and The Prevention of Chronic Diseases, Geneva, World Health Organization

Wijayakusuma H., 2004, Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing, Jakarta: Puspa Swara

Yuriska, A., 2009, Efek Aloksan Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar,

Karya Tulis Ilmiah: Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro

Semarang

Gambar

Tabel 1. Kadar glukosa darah tikus pada berbagai kelompok perlakuan
Gambar 1. Grafik penurunan kadar glukosa darah tikus tiap kelompok perlakuan
Tabel 2. Hasil uji statistik Mann-Whitney pada pengukuran kadar glukosa darah akhir

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan ekstrak etanol kulit manggis menurunkan parasitemia dan ekstrak etanol kulit manggis (dosis 2,5 mg) sebanding dengan terapi tunggal artemisinin

Sebelum dikenakan tindakan, siswa diberikan tes awal dengan memberikan soal pilihan ganda sebanyak 20 butir.Tes awal tersebut untuk mengetahui pen- guasaan siswa

Berdasarkan hasil dari pengolahan data menggunakan inversi Res2divn2D diperoleh nilai resistivitas tanah yang diindikasi sebagai bidang gelincir dengan rentang 1068

fAKTOB FtrN'NTO DAN ELASIISITAS Pf,RMINTAAN DACING S{PT KONSUMEN RUMATTANCCi. FAXULTASFtrTERNAXAN UNIVf,RSITAS

Dari aspek irigasi, cara konvensional lahan sawah yang siap tanam mempunyai ketebalan air (genangan) sekitar 1-10 cm. Sedangkan sistem SRI lahan siap tanam

Invited Adjudicators adalah adjudicator yang dipilih langsung oleh Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan atas dasar kompetensi debat atau pengalaman menjadi

Berdasarkan Peraturan MENP AN-RB Nomor 21 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 143

[r]