• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA KELAS HETEROGEN GENDER DENGAN KELAS HOMOGEN GENDER MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI MTS KOTA LANGSA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA KELAS HETEROGEN GENDER DENGAN KELAS HOMOGEN GENDER MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI MTS KOTA LANGSA."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA

SISWA KELAS HETEROGEN GENDER DENGAN KELAS HOMOGEN GENDER MELALUI

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI MTs KOTA LANGSA

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Wahyuni

8116171022

PROGRAM PASCASARJANA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)

(2)

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA

SISWA KELAS HETEROGEN GENDER DENGAN KELAS HOMOGEN GENDER MELALUI

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DI MTs KOTA LANGSA

Tesis

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Wahyuni

8116171022

PROGRAM PASCASARJANA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED)

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

WAHYUNI. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Antara Siswa Kelas Heterogen Gender dengan Kelas Homogen Gender Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Di MTs Kota Langsa. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2013

Kata Kunci : Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM), Kemampuan Pemecahan Masalah, Kemampuan Komunikasi, Heterogen Gender dan Homogen Gender.

(7)

ABSTRACT

WAHYUNI. The Difference of Increasing Problem Solving and Communication Ability Between Students’ Gender Heterogeneous Class and Gender Homogeneous Class Through Problem Based Learning (PBL) In MTs Langsa. Thesis. Study of Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan. 2013

Keyword: Problem Based Learning, Problem Solving Ability, Communication Ability, Heterogeneous gender, and Homogeneous gender.

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Perbedaan

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Antara Siswa

Kelas Heterogen Gender dengan Kelas Homogen Gender Melalui Model

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) Di MTs Kota Langsa”. Shalawat dan

salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah ummat.

(10)

1. Ayahanda Kamaruddin Syam Ba, Ibunda Drs Rusmawati, adik-adikku Iqbal Kamar dan Nuril Husna yang telah memberikan rasa kasih sayang, perhatian, doa dan dukungan moril maupun materi sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini

2. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si selaku Staf Program Studi Pendidikan Matematika.

3. Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd selaku Pembimbing I dan Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta motivasi yang kuat dalam penyusunan tesis ini.

4. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd., dan Bapak Dr. KMS M.Amin Fauzi, M.Pd selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 5. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED

yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.

6. Kepala Sekolah MTsS Terpadu Langsa dan MTsS Ulumul Quran yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian lapangan.

(11)

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanan penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.

Medan, Mei 2013

(12)

DAFTAR ISI

2.5. Hasil Belajar Matematika ... 2.6. Kelas Heterogen Gender dan Kelas Homogen gender... 2.7. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM)... 2.8. Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Berbasis

(13)

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ... 4.1.1 Deskripsi Kemampuan Pemecahan masalah Matematis

Siswa ... 4.1.2 Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 4.1.3 Analisis Hasil Belajar Matematika Siswa ... 4.1.4 Uji Hipotesis ... 4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...

4.2.1 Deskripsi Kinerja Siswa dalam Proses Pembelajaran... 4.2.2 Faktor Pembelajaran ... 4.2.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 4.2.4 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 4.2.4 Keterbatasan Penelitian ...

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Tahap-tahap pengembangan Pembelajaran Berbasis Masalah ...46

3.1 Daftar Peringkat Akreditas MTs Se-Kota Langsa dari Tahun 2007-2011 ...67

3.2. Rancangan Penelitian ...71

3.3. Tabel Weiner ...72

3.4. Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ...75

3.5. Penyekoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis...76

3.6. Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ...77

3.7. Tabel Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematis ...78

3.8. Hasil validasi Perangkat Pembelajaran... 85

3.9. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan pemecahan Masalah Siswa... 86

3.10. Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa... 86

3.11. Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan... 89

3.12. Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ...90

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1.1 Hasil Jawaban Kemampuan Pemecahan Masalah matematis siswa

pada tes pendahuluan... ... 5

1.2 Hasil Jawaban Kemampuan komunikasi matematis siswa pada tes Pendahuluan... ... 8

3.1 Prosedur Pengambilan Sampel Modeifikasi Fauzi A (2011)... ... 69

3.2 Tahapan Alur Kerja Penelitian ... 95

4.1. Diagram Rerata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 100

4.2. Diagram Rerata Gain Kemampuan Memahami Masalah ... 104

4.3. Diagram Rerata Gain Kemampuan Merencanakan Pemecahan Masalah ... 108

4.4. Diagram Rerata Gain Kemampuan Melakukan Perhitungan ... 112

4.5. Diagram Rerata Gain Kemampuan Memeriksa Kembali ... 116

4.6. Diagram Rerata Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 121

4.7. Diagram Rerata Gain Kemampuan Menyatakan Ide-Ide Matematika Dalam Bentuk Gambar ... 125

4.8. Diagram Rerata Gain Kemampuan Menginterprestasikan Gambar Ke Dalam Model Matematika ... 129

4.9. Diagram Rerata Gain Kemampuan Menjelaskan Prosedur Penyelesaian ... 134

4.10 Proses Penyelesaian Masalah pada LAS 2 Kelas Eksperimen I ... 160

4.11 Proses Penyelesaian Masalah pada LAS 2 Kelas Eksperimen II ... 161

4.12 Proses Memeriksa Kembali Masalah pada LAS 4 Kelas Eksperimen I ... 162

4.13 Proses Memeriksa Kembali Masalah pada LAS 4 Kelas EksperimenII ... 163

4.14 Proses Merencanakan Pemecahan Masalah dan Melakukan Perhitungan pada LAS 3 Kelas Eksperimen I ... 164

(16)

Daftar Lampiran A. Lampiran A :

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 1... ... 198

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 2 ... 204

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 3 ... 214

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 4 ... 221

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 5 ... 228

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 6 ... 235

7. Lembar Aktivitas Siswa 1... 242

8. Lembar Aktivitas Siswa 2... 261

9. Lembar Aktivitas Siswa 3... 278

10.Lembar Aktivitas Siswa 4... 292

11.Lembar Aktivitas Siswa 5... 304

12.Lembar Aktivitas Siswa 6... 319

B. Lampiran B : 1. Kisi-sisi instrument Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 332

2. Butir soal pretes dan postes kemampuan pemecahan masalah ... 333

3. Kunci jawaban soal pretes dan postes kemampuan pemecahan Masalah ... 336

4. Kisi-sisi instrument tes kemampuan komunikasi ... 340

5. Butir soal pretes dan posstes kemampuan komunikasi ... 341

6. Kunci jawaban soal pretes dan postes kemampuan komunikasi .... 343

7. Butir Soal Tes Hasil Belajar ... 346

8. Kunci Jawaban Soal Tes Hasil Belajar... 347

C. Lampiran C: 1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Tes ... 351

D. Hasil Penelitian D: 1. Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 339

2. Nilai Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 416

(17)

186

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya diperoleh beberapa simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan pemecahan masalah matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan hasil belajar matematika siswa. Simpulan tersebut sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender yang diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) di MTs. Dan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas homogen gender lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas heterogen gender. 2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara

siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender yang

diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) di MTs. Dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas homogen gender lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas heterogen gender.

(18)

187

5.2 Implikasi

Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa melalui model pembelajaran matematika model pembelajaran berbasis masalah (PBM). Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender melalui model pemelajaran berbasis masalah secara signifikan. Terdapat perbedaan perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender melalui model pemelajaran berbasis masalah secara signifikan. Ditinjau dari pengaruh antara kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematik siswa ternyata terdapat pengaruh antara kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematik siswa baik pada siswa kelas heterogen gender maupun pada siswa kelas homogen gender.

Implikasi yang perlu diperhatikan bagi guru sebagai akibat dari pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah

(PBM) antara lain :

(19)

188

mengkontruksi pengetahuan sendiri, mempunyai pengalaman secara matematis dan mampu melatih komunikasi matematika.

2. Dengan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa maka hasil belajar matematika siswa juga dapat ditingkatkan.

5.3 Rekomendasi

Berdasarkan implikasi dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini. Rekomendasi tersebut sebagai berikut:

1. Untuk Guru

(20)

189

b. Dalam menerapkan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) guru harus berperan sebagai fasilitator, pemandu diskusi di kelas, menyimpulkan hasil pembelajaran, melatih tanggung jawab dan kerja sama antar siswa. Dengan membangun suasana diskusi dan tanya jawab dalam kelas, suasana kelas yang demikian dapat membantu membiasakan siswa untuk ikut terlibat aktif dalam kelas serta dapat menumbuhkan keberanian siswa untuk memberikan pendapatnya.

c. Penggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBM) memerlukan waktu yang banyak, maka dalam pelaksanaanya guru diharapkan dapat mengefektifkan waktu dengan sebaik-baiknya 2. Kepada Lembaga terkait

a. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan menekankan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa masih asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa. b. Model pembelajaran berbasis masalah (PBM) dapat dijadikan

(21)

190

model pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

c. Terdapatnya perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender dimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis di kelas homgen gender lebih baik dari pada kelas heterogen gender. Sehingga dapat dijadikan masukkan untuk sekolah membentuk kelas homogen gender.

3. Kepada peneliti Lanjutan

a. Penelitian ini hanya pada satu pokok bahasan yaitu segi empat SMP/MTs kelas VIII dan terbatas pada kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa, oleh karena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada pokok bahasan dan kemampuan matematis yang lain dengan menggunakan pembelajaran model pembelajaran berbasis masalah.

b. Penelitian ini hanya melihat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa heterogen gender dengan homogen gender pada siswa perempuan, oleh kerena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan penelitian pada siswa laki-laki.

(22)

191

dengan homogen gender melalui model pembelajaran berbasis masalah (PBM), oleh kerena itu disarankan kepada peneliti lain dapat melanjutkan dengan menerapkan model pembelajaran yang lainnya.

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara UUSPN No.20 Tahun 2003. Pembelajaran matematika sendiri memiliki fungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, logis, kreatif, dan bekerja sama yang diperlukan bagi manusia sebagai mahluk sosial. Seperti yang diharapkan Kurikulum 2004 yaitu melalui pembelajaran matematika siswa dapat mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba- coba. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang tertera dalam National Council of

Teacher of mathematics (2000) yaitu: (1) komunikasi matematika

(mathematical communication); (2) penalaran matematika (mathematical

reasoning); (3) pemecahan masalah matematika (mathematical problem

solving); (4) koneksi matematika (mathematical connections); (5) representasi

(24)

2

Keterampilan matematika yang dituntut harus dimiliki oleh siswa saat ini baik pada jenjang rendah ataupun pada jenjang tinggi belum benar-benar dimiliki oleh siswa. Ini dikarenakan matematika masih dianggap sulit dan menjadi momok yang harus dihindari bukan untuk dipelajari. Siswa tidak mau berusaha menyelesaikan setiap masalah yang ada dalam pembelajaran, dan siswa cenderung ketakutan sebelum memulai pembelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh Russefendi (1991) matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar dan ruwet . Akibatnya hasil belajar matematika siswa menjadi rendah.

(25)

3

Rendahnya hasil belajar siswa ini disebabkan siswa masih beranggapan matematika sulit untuk dipelajari.

Ada berbagai faktor yang menyebabkan siswa beranggapan matematika sulit untuk dipelajari dua diantaranya adalah kurangnya kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan komunikasi dalam matematika. Harusnya siswa memiliki seperangkat kompeten yang diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika mulai dari SD, SMP, sampai SMA atau MA (Depdiknas, 2003: 6) yaitu:

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan keterkaitan antar konsep secara luwes, akuarat, efisiean dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik atau diagram untuk memperjelas masalah.

3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan) menafsirkan, menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah.

(26)

4

perkembangan masyarakat (Sumarmo, 1994). Kemampuan pemecahan masalah matematis penting dimiliki oleh siswa, sesuai dengan yang dikemukakan Branca (dalam Sumarmo, 1994:8–9) sebagai berikut: (1) Kemampuan menyelesaikan merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika, (2) Penyelesaian masalah meliputi metode, prosedur dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3) Penyelesaian matematika merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Kemampuan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan satu diantara hasil belajar yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah manapun (Sumarmo, 1994: ii). Oleh karena itu pembelajaran matematika harus tertuju pada kemampuan pemecahan masalah, agar kemampuan bermatematika siswa dicapai secara optimal. Sehingga pembelajaran matematika itu tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan kepada siswa, tetapi juga membantu siswa untuk membentuk pengetahuan mereka sendiri serta memberdayakan siswa untuk mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

(27)

5

sebuah tes pada materi segi empat kepada siswa kelas VIII MTsS Ulumul

Qur’an kota Langsa sebagai berikut.

“ Arya memiliki kebun rambutan yang berbentuk persegipanjang dengan keliling 100 m. Bila perbandingan panjang dan lebar kebun rambutan Arya adalah 3:2, berapakah luas kebun rambutan Arya?”

a. Apakah data di atas cukup untuk mencari apa yang ditanyakan?Tuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan pada masalah di atas!

b. Bagaimana cara menentukan luas kebun rambutan Arya? c. Hitunglah berapakah luas kebun rambutan Arya?

d. Menurut Rayan luas kebun rambutan Arya 6 . Apakah menurut kamu jawaban Rayan benar? Jelaskan alasamu!

Gambar 1.1. Hasil jawaban kemampuan pemecahan matematis siswa pada tes pendahuluan

Soal tersebut diujikan kepada 40 orang siswa, 30 % siswa menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan, 25 % siswa sudah bisa merencanakan masalah, 6 % siswa sudah melakukan perhitungan dengan benar, 2 % siswa yang memeriksa kembali jawaban yang ada. Ini menunjukkan banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui dari soal tersebut,

Tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan.

Sudah bisa merencanakan masalah tetapi masih kurang memahami soal

Perhitungan yang dilakukan masih salah

(28)

6

merencanakan penyelesaian masalah sehingga siswa menjadi tidak terarah atau strategi penyelesaian dari jawaban yang dibuat siswa tidak benar atau siswa tidak memeriksa kembali jawabannya.

Penelitian lain yang dilakukan Atun (2006) mengatakan perolehan nilai untuk kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas kontrol mencapai rata-rata 25,84 atau 33,56% dari skor ideal, begitu juga hasil penelitian Agustina (2011) mengungkapkan bahwa perolehan nilai untuk kemampuan pemecahan belajar dari 32 siswa hanya 18 siswa saja yang tuntas belajar atau 56,25% dari jumlah siswa. Karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu dilatih dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

(29)

7

Hal senada juga dijelaskan Dewi (2008:40) bahwa ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Pertama, matematika sebagai bahasa berarti matematika dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Kedua, Matematika sebagai aktivitas sosial, berarti matematika dapat digunakan sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran, seperti interaksi antara siswa dengan siswa. Selanjutnya Saragih (2007) yang menyatakan bahwa kemampuan komunikasi dalam matematika perlu diperhatikan karena komunikasi dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa, baik secara lisan maupun tulisan. Apabila siswa memiliki kemampuan komunikasi yang baik, maka siswa akan memiliki pemahaman matematika yang mendalam tentang konsep matematika yang dipelajarinya.

Pugalee (2001) menyebutkan bahwa jika siswa diberi kesempatan berkomunikasi tentang matematika, maka siswa akan berupaya meningkatkan keterampilan dan proses fikirnya yang krusial dalam perkembangan kemahiran menulis dan membaca matematika atau melek matematika. Untuk menjadikan matematika sebagai alat komunikasi, NCTM (1989:27) telah menggariskan secara rinci komunikasi matematis yang dapat dilakukan di dalam kelas dan harus dipandang sebagai bahan integral dari kurikulum matematika.

(30)

8

komunikasi matematis sehingga kemampuan komunikasi siswa dalam

matematika sangat terbatas hanya pada jawaban yang pendek untuk semua masalah yang diajukan oleh guru. Berdasarkan survei di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi siswa masih rendah. Sebagai contoh peneliti memberikan tes kepada siswa kelas VIII MTsS Ulumul Qur’an kota Langsa sebagai berikut.

Perhatikan gambar sketsa taman berikut!

Gambar 1.2. Hasil jawaban kemampuan komunikasi matematis siswa pada tes pendahuluan

Dari masalah di atas diharapkan siswa terlebih dahulu mengevaluasi ide, simbol dan informasi sesuai dengan situasi yang ada ke model

Tidak dapat

menginterprestasikan gambar ke dalam model matematika

(31)

9

matematika. Tetapi dari jawaban siswa pada Gambar 1.2 terlihat bahwa siswa tidak memulai pekerjaannya dari gambar ke model matematika sehingga siswa tidak mampu memberikan solusi yang tepat dan melakukan prosedur penyelesaian dengan benar yaitu menghitung luas trapesium dan luas persegi panjang yang ada dalam trapesium kemudian menghitung selisih antara luas trapesium dengan luas persegi panjang. Terdapat 80 % siswa yang tidak dapat menginterprestasikan gambar ke dalam model matematika.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah yaitu hasil penelitian dari Ansari (2009) observasi dilapangan yang dilakukan terhadap siswa kelas X dibeberapa SMA Negeri NAD juga menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan dan menanggapi pendapat orang lain. Siswa cenderung bersifat pasif atau pendiam ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa dan siswa juga masih terlihat malu-malu atau segan untuk bertanya ketika guru menyediakan waktu untuk bertanya. Hal ini juga diperkuat oleh hasil laporan TMSS yang menyebutkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh tertinggal dengan negara-negara lain, yaitu untuk permasalahan matematika yang menyangkut komunikasi matematis, siswa Indonesia berhasil menjawab benar hanya 5% dan jauh tertinggal dari negara seperti Singapura, Korea, dan Taiwan yang mancapai lebih dari 50%.

(32)

10

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa yang dapat membantu siswa dalam melatih keterampilan, mengolah informasi yang mereka dapatkan untuk bertahan pada kondisi yang selalu berubah. Piaget (Arend, 2008 :47) mengatakan pembelajaran yang baik dimana guru memberikan berbagai situasi (masalah) sehingga anak dapat bereksperimen, mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi, memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan dan membandingkannya dengan temuan siswa yang lain. Sementara fakta dilapangan dalam proses belajar mengajar masih menggunakan metode menghafal, sehingga siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi. Seperti yang dikatakan oleh Armanto (2001) pembelajaran selama ini menghasilkan siswa yang kurang mandiri, tidak berani punya pendapat sendiri, selalu mohon petunjuk dan kurang gigih dalam melakukan uji coba. Model pembelajaran yang sesuai dengan masalah tersebut adalah model pembelajaran berbasis masalah. Oleh karenanya penelita mencoba menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menutut siswa aktif untuk mengkontruksi konsep-konsep matematika serta memecahkan masalah yang diberikan, siswa dapat mengkomunikasikan dalam bahasa matematik dengan baik

(33)

11

dan meningkatkan kemampuan siswa baik kemampuan pemecahan masalah juga

kemampuan komunikasi siswa. Seperti yang dikemukakan Sinaga (2007) yang mengatakan bahwa salah satu model pembelajaran kontruktivis yang mengaktifkan siswa dalam berkolaborasi dalam memecahkan masalah adalah model pembelajaran berbasis masalah.

Model pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, memecahkan masalah, belajar berperan sebagai orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata dan simulasi menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri Trianto, (2009). Selain itu, model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang sesuai dengan paradikma baru yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Ini sesuai dengan pendapat Wilkerson dan Gijselaers (dalam Napitulu 2008) yang menjelaskan PBM bercirikan berpusat pada siswa, guru lebih sebagai fasilitator, masalah iil- structured sebagai pemicu awal dan kerangka kerja bagi strategi, penyelidikan, menuntun eksplorasi, dan membantu siswa mengklarifikasi dan menulusuri jawaban atas pertanyaan penyilidikannya.

(34)

12

mengenai mekanik. Sedangkan menurut Wardani (2009) menunjukkan bahwa kemampuan berkomunikasi perempuan lebih unggul dibandingkan dengan siswa laki-laki. Dengan menggabungkan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan dalam satu kelas, mereka akan belajar berinteraksi, saling belajar untuk memahami dan menghargai perbedaan, serta siswa laki-laki dapat belajar berkomunikasi dengan siswa perempuan begitu juga siswa perempuan dapat mempelajari kemampuan pemecahan masalah matematis dari siswa laki-laki. Sehingga siswa laki-laki dan perempuan dapat memperluas diri mereka sendiri secara akademis dan emosional dengan berbagi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan. Dengan demikian kita dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis.

Saat ini, beberapa sekolah di Aceh sudah melakukan pemisahan kelas berdasarkan gender, dengan tujuan mengontrol pergaulan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan. Gill (1992) melaporkan bahwa siswa laki-laki-laki-laki bertanya hal sepele untuk mendapatkan perhatian guru, sedangkan siswa perempuan bertanya untuk mencari klarifikasi masalah yang sedang mereka hadapi. Sehingga pemisaha kelas berdasarkan gender ini juga dilakukan dengan harapan dapat memudahkan guru mengadakan kegiatan pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa laki-laki dan siswa perempuan (kelas homogen gender). Penelitian pun dilakukan di University Of Michigan dimana membandingkan siswa di kelas heterogen gender dan

(35)

13

(baik kelas laki-laki dan perempuan) bukan hanya unggul di bidang akademik, namun juga memiliki cita-cita edukasi yang lebih tinggi, lebih percaya diri pada kemampuannya, serta sikap yang lebih positif terhadap hal-hal akademik jika dibandingkan dengan siswa dari kelas heterogen (Lee dan Bryk, 1986).

Rowe (1988; p.80) berpendapat bahwa dengan menempatkan siswa perempuan dalam satu kelas yang sama tanpa digabung dengan siswa laki-laki akan meningkatkan kemampuan matematika mereka dan rasa kepercayaan diri siswa perempuan akan lebih besar. Hal ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan atas nama the Good Schools Guide didapati, rata-rata semua dari 71.286 perempuan yang mengikuti program sekolah menengah (the General Certificate Secondary Education/GCSE) di sekolah sesama perempuan antara tahun 2005 dan 2007 lebih baik hasilnya. Sementara itu, lebih dari 647.942 perempuan yang ikut ujian di sekolah campuran (pria/wanita) 20% lebih buruk kemampuan matematikanya daripada yang diharapkan (Qodar, 2008).

(36)

14

Dari uraian penjelasan tersebut, peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengungkapkan apakah model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa kelas heterogen gender dan siswa kelas homogen gender yang pada akhirnya akan memperbaiki hasil belajar matematika siswa. Oleh karena itu penelitian ini berjudul perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis antara siswa kelas heterogen gender dengan siswa kelas homogen gender melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) di MTs Kota Langsa.

1.2.Identifikasi Masalah

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah yaitu:

1. Hasil belajar matematika siswa masih rendah

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah 3. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah

4. Kegiatan pembelajaran di sekolah biasanya hanya di dominasi oleh guru sehingga belum mampu mengaktifkan dan memacu siswa untuk belajar serta belum mampu membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah.

5. Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses pembelajaran

(37)

15

7. Terdapat dua jenis sekolah yaitu sekolah heterogen gender dan sekolah homogen gender

1.3.Batasan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, penelitian ini dibatasi agar lebih fokus dan mencapai tujuan yang

diharapkan maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Penerapan model pembelajaran barbasis masalah (PBM) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

2. Melihat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa antara siswa kelas heterogen gender dengan siswa kelas homogen gender pada pokok bahasan segiempat

3. Melihat pengaruh antara kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematik siswa

1.4.Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender yang diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis

(38)

16

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender yang diajarkan melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) di MTs Kota Langsa?

3. Apakah terdapat pengaruh antara kemampuan pemecahan masalah, komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematik siswa? 1.5.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender yang diajarkan melalui model pembelajaran berbasis masalah (PBM) di MTs Kota Langsa

2. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa kelas heterogen gender dengan kelas homogen gender yang diajarkan melalui model pembelajaran berbasis masalah (PBM) di MTs Kota Langsa

(39)

17

1.6.Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah :

1. Bagi siswa

Diharapkan dengan adanya model pembelajaran berbasis masalah (PBM) bisa mengembangkan kemampuan siswa terhadap pembelajaran matematika, hal ini karena dalam model pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih menekankan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga siswa menggunakan pola pikir tingkat tinggi.

2. Bagi Guru matematika di sekolah

Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan komunikasi matematis matematis siswa juga sebagai bahan masukan atau pertimbangan dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

3. Bagi peneliti

Mendapat pengalaman dan pengetahuan dalam melakukan penelitian dan melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan.

1.7.Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

(40)

18

menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah: (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian/memilih strategi penyelesaian yang sesuai, (3) melaksanakan penyelesain menggunakan strategi yang direncanakan, (4) memeriksa kembali kebenaran jawaban yang diperoleh.

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa adalah keahlian siswa secara tertulis dalam menjawab masalah komunikasi matematis yang akan diukur melalui kemampuan siswa dalam: (1) Menyatakan ide-ide matematika dalam bentuk gambar, (2) menginterpresikan gambar ke dalam model matematika, (3) Menjelaskan prosedur penyelesaian.

3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pola pembelajaran dengan mengajukan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari mengacu kepada lima langkah pokok, yaitu (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisir siswa untuk belajar (3) membimbing penyelidikan individual ataupun kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

4. Hasil belajar matematik siswa diambil dari hasil tes yang dilakukan guru di sekolah setelah pelaksanaan penelitian ini dilakukan.

(41)

192

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2001). Komunikasi Pembalajaran: Pendekatan Konvergensi dalam

Peningkatan Kualitas dan Efektifitas Pembelajaran. Disampaikan pada

Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Ansari, B.I. 2009. Komunikasi Matematik (Konsep dan Aplikasi). Banda Aceh. Yayasan Pena.

Arends, R.I. (2008). Learning To Teach (Belajar Untuk Mengajar) Buku 2. Edisi ketujuh. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Armanto, Dian. (2001).Aspek Perubahan Pendidikan Dasar Matematika

Melalui Pendidikan Matematika Realistik (PMR). Medan.

Arikunto, S. (2006). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara : Jakarta. Aryan, B. (2007). Kemampuan Membaca dalam Pembelajaran Matematika.

(online), tersedia http://rbyans.wordpress.com/2007/04/25/kemampuan-membaca-dalam-pembelajaran-matematika/ Posted by rbaryans in

pendidikan. Tracback (diakses 28 Agustus 2011)

Agustina, L (2011 ) Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan koneksi

matematika siswa SMP dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Atun, I. (2006). Pembelajaran Matematika dengan Strategi Kooperatif Tipe

Stundent Teams Achievement Divisions Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi siswa. Tesis tidak

diterbitkan. Bandung: Program PascasarjanaUPI Bandung.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating. K-8:

Helping Children Think Mathematically. New York: Mac Millan

Publishing Company.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Standar Isi Kurikulum

Berbasis Kompetensi (KTSP) Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta BSNP.

Dale, R.R. (1974). Mixed or Single-sex School? Vol. 3. Attaintment attitude and Overview. London: Routledge & Kegan Paul.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002a). Manajemen Peningkatan Mutu

Berbasis Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan

(42)

193

Departemen Pendidikan Nasional. (2002b). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Direktorat Jenderal pendidikan Dasar dan menengah.

Departemen Pendidikan Nasional. (2002a). Kurikulum dan Hasil Belajar Rumpun

Pelajaran Matematika. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas.

Dewi, I. (2008) Membaca Pikiran dalam Pembelajaran Matematika. Vol. 1. Edisi Juni 2008.

Dokter, C.H., Smith, R.O. dan Dirkx, J.M. (2002). A Case of Problem-Based,

Online learning, 9th Annual International Distance Education Conference. Amerika: University of Michigan.

Fakhruddin. (2011). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui

Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pembelajaran Konvensional.

Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Fauzi. A. (2011). Peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian

belajar siswa dengan pendekatan pembelajaran metakognitif di sekolah menengah pertama. Bandung: Disertasi UPI. Tidak diterbitkan

Firdaus. (2004) Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SLTP melalui

Pembelajaran menggunakan Tugas Bentuk Superitem, Thesis. UPI

Bandung: Tidak diterbitkan.

Fogarty, R. (1997). Problem-based learning and other curriculum models for the

multiple intelligences classroom. Arlington Heights, Illionis: Sky Light.

Gill, J. (1992). Is Single-sex Schooling the Answer To The Equity Equation? Perspectives. March

Gurian, Michael (2010). Boys and Girls Learn Differently. Wiley __________ (2001). A Guide for Teacher and Parents. Wiley

Hasanah, A (2004) Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran

Matematika Siswa Sekolah Menegah Pertama Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik.

Tesis tidak diterbitkan. Bandung : PPs UPI Bandung.

Herdian. (2010). Kemampuan Penalaran Matematika. Tersedia : http://herdy 07.wordpress.com. Diakses tanggal 11 Agustus 2010

Hildayani, R. (2007). Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.

Hudojo, H. (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI, Edisi Khusus.

(43)

194

Lee, V. dan Bryk, A. (1986). Effects of single-sex secondary schools on student

achievement and attitudes. Jurnal of Educational Psychology. 78, (5),

381-395.

Lindquist, M.M. dan Elliot, P.C. (1996). Communication – an Imperative for

Change: A Conversation with Mary Lindquist. Dalam P.C Elliot dan M.J

Kenney (Eds). Yearbook Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Reston, VA: The National Council of Teachers of Mathematics. Matlin, M.W. (1994). Cognition. Third Edition. Amerika: Harcourt Brace

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation

Standards for School Mathematics. Reston VA: The National Council of

Teachers of Mathematics Inc.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principle and Standarts

for Mathematics. Reston VA: The National Council of Teachers of

Mathematics Inc.

Nuraina. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Teams-Games-Tournament.Tesis. Medan : PPs Unimed. (Tidak dipublikasi)

Nurhadi. (2004). Pembelajaran Konstektual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : UNM.

Panjaitan, A. (2008). Evaluasi Pembelajaran. Medan: Pascasarjana UNIMED. Polya, G (1985). How to Solve it. A New Aspect of Mathematical Method. New

Jersey : Princeton University Press

________(1985) Mathematical Discovery on Understanding, Learning an

Teaching Problem Solving. New york: John Wiley & Sons.

_______( 1988) How Solve It, New Jersey: Princeton University Perss.

Pugalee, D.A. (2001). Using Communication to Develop Student’s Mathematical Literacy. Dalam Journal Research of Mathematics Education 6 (5).

296-299. [Online]. Tersedia: http//

(44)

195

Qodar, I. (2009). Sekolah Gender Tunggal di Amerika Mengadopsi Sistem Pendidikan di Pesantren. Majalah Forum Tenaga Kependidikan Direktorat PMPTK DEPDIKNAS, (http://edubenchmark.com/, diakses 1 februari 2013).

Ramelan,R. (2008). Bahasa dan kognisi. Wacana Jurnal Ilmu pengetahuan Budaya, (online), vol. 10. No. 1, (http://book.google.co.id/, diakses 7 Juli 2011).

Rowe, K.J. (1988). Single-sex and mixed-sex classes: The effects of class type

on student achievement, confidence and participation in mathematics.

Australia Journal of Education.

Ruseffendi, E.T. (1991a). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

______________ (1993). Statistika Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Bandung.

Rusman,(2009) Moodel-model Pembelajaran. Surabaya : PT. Raja Grafindo Persada.

Sa’dijah, C. (2002). Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Beracuan

Konstruktivis Topik Persamaan dan Pertidaksamaan Satu Peubah untuk Siswa Kelas I SLTP. Prosiding Konferensi Nasional Matematika XI, Edisi

Khusus.

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi

Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program

Pascasarjana UPI Bandung.

Sinaga. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Berdasarkan

Masalah Berbasis Budaya Batak (PBM-B3). Laporan Hasil Penelitian

(Hibah Bersaing). Medan: UNIMED, Agustus 2008.

Spelke, E. (2005). “Sex Differences in Intrinsic Aptitude for Mathematics and

Science”. American Psychologist.

Sudjana, N,. 2003. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya

Sudjana. 1992. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Suhendra. (2005).Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Kelompok Belajar

(45)

196

Sumarmo, U. (1993) Peran Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajar terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siswa SMA di Kodya Bandung.

Laporan Penelitian. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung ( tidak dipublikasikan).

_________(1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan

Penelitian IKIP Bandung. Tidak Dipublikasikan.

_________ (2000). Kecenderungan Pembelajaran Matematika pada Abad 21: Bandung: Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika FP MIPA Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas

Indonesia.

Suparno, P. (2000). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.

Suprijono, A. 2009. Teori dan Aplikasi. Tersedia http:history22education.wordpress.com-blog history education (diakses 23 maret 2010)

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta

Pendekatan Gabugan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP.

Bandung: Disertasi Universitas Pendidikan Bandung.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA – Universitas Pendidikan Indonesia.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Pranada Media Group.

Univerrsity of Southrn California. (2001). Problem Based learning. Tersedia:http://www.usc.edu/dept/education/scienceedu/glosarryP.html#PB L

Wardani, S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui

Gambar

Tabel         2.1   Tahap-tahap  pengembangan  Pembelajaran  Berbasis  Masalah .....................46
Gambar         1.1 Hasil  Jawaban  Kemampuan  Pemecahan Masalah matematis siswa
Gambar  1.1. Hasil  jawaban  kemampuan  pemecahan  matematis  siswa pada    tes pendahuluan
gambar  ke  dalam  model matematika

Referensi

Dokumen terkait

L’utilisation De La Technique Asosiasi Dans L’apprentissage De La Production Écrite Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

[r]

Adapun permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum daftar piutang sebagai jaminan fidusia, perlindungan hukum terhadap kreditur penerima

Penelitian dalam menulis puisi bebas cukup umum, untuk menghindari penafsiran dan pertanyaan yang terlalu meluas, maka peneliti membatasi masalah ini mengenai pemanfaatan

Radiografi bitewing adalah radiografi yang digunakan untuk melihat permukaan gigi yang meliputi mahkota gigi, interproksimal dan puncak alveolar pada maksila dan mandibula

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh. gelar Sarjana pada Fakultas

Sahabat MQ/ operasi pasar yang diadakan Bulog yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Yogyakarta dan Kecamatan/ mengecewakan mayarakat kecamatan Danurejan// Hal