• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI. 2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI. 2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LATAR BELAKANG BERDIRINYA SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI

2.1 Sejarah Singkat Pendidikan Luar Biasa di Indonesia

Pandangan Masyarakat terhadap peranan pendidikan untuk anak tunanetra mulai berubah sejak pertengahan abad ke 18, peningkatan pandangan dan sikap masyarakat terhadap orang tunanetra sampai pada taraf belas kasihan, masyarakat mulai ikut merasakan betapa penderitaan para tunanetra hidup tanpa penglihatan. Rasa belas kasihan masyarakat diwujudkan dalam bentuk usaha pemeliharaan saja, belum ada sikap dan usaha untuk memberikan pendidikan untuk hari depan anak tunanetra. Barulah pada tahun 1784 di Paris dibuka lembaga pendidikan untuk anak-anak tunanetra oleh Valentine hauy dengan bantuan dana dari filantropi Paris dan ini merupakan titik tolak sejarah perkembangan pendidikan anak-anak tunanetra.

Sejarah singkat pendidikan luar biasa di Indonesia dapat dilihat dari dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan dan setelah kemerdekaan. Berdirinya Blinden Institut tahun 1901 di Bandung yang diprakarsai dr.West Hooff merupakan awal pelayanan terhadap penyandang cacat di mana para tuna netra diberikan latihan dengan cara program shetered workshop (bengkel kerja). Program inilah yang merupakan cikal-bakal berdirinya sekolah khusus bagi tuna netra di Indonesia.Selanjutnya pada tahun 1927, juga di Bandung, dibuka sekolah khusus bagi anak tuna grahita yang didirikan oleh Bijzonder Onder Wijs yang di prakarsai oleh

(2)

seorang yang bernama Folker, sehingga sekolah ini disebut Folkerschool.Pada tahun 1930 sekolah khusus untuk tuna rungu juga di buka di Bandung oleh seorang Belanda yang bernama C.M.Roelsema.Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat makin terjamin dengan adanya UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.18Disamping itu UU Pendidikan NO.12 tahun 1945 memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajuan luar biasa.Mulai saat itulah sekolah bagai penyandang cacat disebut sekolah luar biasa (SLB). Penyelenggara SLB, sejak dulu hingga kini, sebagian besar adalah pihak swasta yang merupakan yayasan.19

Berikut data pertumbuhan dan perkembangan sekolah tunanetra sejak dimulainya pendidikan tunanetra di Indonesia, yakni pada tahun 1901-1975 memperlihatkan keadaan sebagai berikut:

Meskipun demikian penyelenggaran SLB dibina oleh pemerintah yang mula-mula oleh seksi pengajaran luar biasa merupakan bagian dari Balai Pendidikan Guru kemudian urusan Pendidikan Luar Biasa, bagian dari jawatan pengajaran, selanjutnya oleh urusan pendidikan luar biasa. Bagian dari Jawatan pendidikan umum. Sejak tahun 1980 SLB dibina oleh Subdirektorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (Subdit PSLB), di bawah Direktorat Pendidikan Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Selanjutnya Subdit PSLB ditingkatnya fungsinya menjadi Direktorat Pendidikan Luar Biasa (Dit PLB) dan terakhir.

18 Johnsen, Band Skjorten, Pendidikan Kebutuhan Khusus Sebuah Pengantar, Oslo : Uni

Pub, 2004, Hlm 5

(3)

TABEL 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKOLAH TUNANETRA TAHUN 1901-1975

NO PROVINSI JUMLAH SEKOLAH

1 JAKARTA RAYA 1 2 JAWA BARAT 8 3 JAWA TENGAH 13 4 YOGYAKARTA 13 5 JAWA TIMUR 3 6 BALI 1 7 JAKARTA SELATAN 1 8 SUMATERA UTARA 1 9 KALIMANTAN BARAT 1 10 KALIMANTAN SELATAN 1 11 SULAWESI SELATAN 1 12 SULAWESI TENGGARA 1

(4)

2.2 Awal terbentuknya Sekolah Luar Biasa Karya Murni

Di Indonesia perkembangan pendidikan luar biasa di Indonesia sebagian besar masih bersifat segregratif.20dari sini maka terbentuk sekolah luar biasa. Sekolah luar biasa terdiri dari jenjang pra sekolah yaitu TKLB, pendidikan dasar seperti SDLB dan SMPLB dan pendidikan menengah seperti SMALB.Model pendidikan segregratif bertujuan agar anak-anak memperoleh pendidikan yang sesuai dengan karakteristik ketunaan/kecacatannya sehingga dapat mengembangkan kemampuan secara optimal.21

Awal berdirinya SLB/A karya murni diinspirasikan oleh kisah kedatangan seorang gadis kecil yang tidak dapat melihat, bernama Ponikem. Gadis kecil berusia 13 tahun ini ditemukan oleh serdadu Belanda di sebuah jalan kota martapura kabupaten langkat. Oleh belas kasihan, serdadu ini membawa Ponikem ke susteran Santo Yoseph Jl. Hayamwuruk Medan, untuk diasuh dan dirawat.Kedatangan mereka diterima oleh suster yang baik, yaitu Suster Ildefonsa yang berhati emas.Ponikem kemudian tinggal dan diasuh oleh suster-suster Hayamwuruk.Ini terjadi pada tahun 1950. Lama kelamaan ada suatu pemikiran di benak suster Ildefonsa ini. Ponikem bisa diasuh dan tumbuh berkembang, namun apa jadinya kelak kalau harus di tuntun dan dipapah Tidak bisa membaca dan menulis. Suster Ildefonsa ingin agar Ponikem Tidak hanya di pulau Jawa sekolah ini berkembanga, di pulau Sumatera juga khususnya di Medan.Ada beberapa sekolah untuk anak penyandang tunanetra salah satunya adalah sekolah luar biasa Karya Murni, Medan Johor.

20Segregratif adalah memisahkan anak‐anak berkebutuhan khusus dari anak‐anak normaldan

menempatkan mereka di sekolah khusus.

21

Hidayat, Asep AS.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra. PT. Luxima Metro ‐25)

(5)

juga bisa berarti dan punya nilai, tidak tergantung seumur hidupnya pada orang lain. Dia harus mendapatkan pendidikan sebagai tunanetra.

Pada tahun 1950 Suster Ildefonsa mengambil cuti ke Nederland. Kesempatan itu ia pergunakan pergi ke Grave sebuah institut anak tunanetra de wijnbreg untuk mem-pelajari huruf braille dan metode pengajarannya. Ia pun berulang-ulang pergi kesana untuk belajar. Pada suatu hari ia bertemu dengan seorang gadis Tionghoa yang juga tunanetra. Ia berasal dari Bangka Indonesia yang telah enam belas tahun tinggal di institut tersebut Tress Kim Lan Bong ini adalah nama anak lengkap tionghoa tersebut. Suster Ildefonsa akhirnya mengutarakan niatnya pada kongregasi di Belanda dan pada Tress Kim Lan Bong ini untuk membuka sekolah luar biasa di Indonesia tepatnya di jalan Hayam Wuruk no.11 Medan. Kongregasi sangat menyetujui niat baik ini. Namun itu bukanlah masalah gampang karena perlu pemikiran yang matang dan dukungan dana. Tetapi akhirnya diputuskan SLB/A ini akan didirikan. Tress Bong yang telah lama ingin pulang dengan senang hati ikut suster Ildefonsa ke Indonesia untuk mengajar tulisan braille. Mereka tiba di pelabuhan Belawan pada 15 Agustus 1950, persis hari Santa perawan Maria diangkat kesurga.

Dapat dibayangkan seluruh penghuni di susteran Hayam huruk menyambut mereka dengan sangat gembira.Begitulah Tress Bong pada awalnya cukup sulit untuk beradaptasi dalam hal bahasa maupun budaya yang ada di komunitas ini, namun semua itu dapat diikutinya dengan perjuangan keras demi mengemban tugas yang mulia. Ia pun mulai mengajari gadis Ponikem tulisan braille. Orang buta mengajari orang buta.Unik, namun disitulah komunikasi dalam kontak batin terbangun.Tidak

(6)

beberapa lama datanglah dua orang anak, Agustina Wilhelmia Halatu (7 tahun) pada tahun 1950 dan Cicilia Pardede (21 tahun) pada tahun 1951.Begitulah pendidikan anak tunanetra itu mulai berjalan dan berkembang walaupun belum secara resmi.

Sosialisasi mengenai telah dibukanya pendidikan anak-anak tunanetra ini juga semakin digencarkan.Para Pastor maupun Suster yang sedang bertugas ke daerah-daerah selalu menyempatkan diri menyampaikan berita gembira ini, agar bila ada keluarga mereka yang buta dapat dididik dan di bina di sekolah baru ini.Hal ini memang bukan soal gampang.Sebab banyak keluarga-keluarga yang mempunyai anak tunanetra tidak rela anaknya dibawa tinggal di asrama. Ada semacam kekhawatiran bahwa mereka tidak akan berjumpa lagi kelak. Namun usaha tetap dijalankan meyakinkan mereka bahwa sekolah ini adalah yang terbaik untuk pembinaan anak mereka. Mereka harus dididik untuk bisa mendiri demi masa depan mereka sendiri.

Penyakit pokken atau yang dikenal dengan sebutan cacar memang suatu penyakit yang menakutkan Karena pada waktu itu belum ditemukan vaksinnya dan penyakit inilah ternyata salah satu penyebab kebutaan.Mayoritas anak-anak tunanetra yang masuk ke Karya Murni adalah sebagai akibat penyakit pokken dan juga sebagai akibat kekurangan gizi.Pada tahun 1953 datang pula Leo Siregar, kemudian Saulina oda Sijabat dan SamaunSu’ut.Rasanya sudah perlu didirikan suatu badan yang mengeloala pendidikan ini.Maka pada tanggal 26 Agustus 1953 dibentuklah Badan santa Oda Stichting.Murid-murid terus bertambah satu demi satu mereka berdatangan sehingga di tahun 1950 murid disekolah ini 13 orang.Pada tahun 1964 dibuka pula

(7)

sekolah untuk anak-anak tunarunggu atau bisu tuli.Dengan dibukanya sekolah ini, Santa Oda Stichting yang selama ini mengelola sekolah tunanetra kini diganti menjadi Yayasan Karya Murni dan sekaligus mengelola kedua sekolah ini. Lokasi Hayamwuruk dirasakan telah menjadi sangat sempit untuk menampung dua sekolah SLB/A dan SLB/B maka ditahun 1969 SLB/B ini, dipindahkan kejalan HM.Joni Pasar Merah sebuah lokasi pertapakan dua setengah hektar, sedangkan SLB/A tetap di Hayamwuruk. Sampai tahun 1969 sudah ada pertambahan murid sebanyak 14 orang, walaupun sudah ada pula yang keluar karena telah lulus sebanyak tujuh orang, sehingga murid sekolah ada 20 orang. Begitu dari waktu kewaktu sekolah ini semakin banyak peminantya sementara lokasi tetap tidak ada perkembangan.Disamping itu memang ada cita-cita luhur bahwa sekolah tunanetra ini harus bisa lebih mandiri dan berkembang lagi.Cita-cita itu hanya bisa dicapai apalagi ada saran dan prasarana yang cukup memadai.

Sebagai langkah awal dibelilah sebidang tanah seluas tiga setengah hetrar di daerah Medan Johor Jl.Karya Wisata. Sembari terus berjuang mencari dana, pembangunan gedungpun dimulai secara bertahap. Gedung yang dibangun pertama kali di kompleks Karya Wisata ini adalah sebuah rumah untuk suster-suster dan sebuah lagi untuk SLB/A. ini dilakukan pada tahun 1978, atas bantuan dari Lions Club Medan beserta donator yang lain. Selanjutnya ditahun 1979 dibangun pula sebuah asrama. Dengan selesainya asrama ini, Kompleks karya Wisata sudah bisa dihuni.Pada tahun 1980 dengan sukacita yang sangat besar, keluarga besar tunanetra Karya Murni pindah dari Hayamwuruk Ke Karya Wisata.

(8)

2.3 Tantangan berdirinya Sekolah Luar Biasa Karya Murni di Kecamatan Medan Johor 1980-1997

Sekolah Luar Biasa Karya Murni tidak terlepas dari tantangan dan permasalahan yang dihadapi selama berdirinya sekolah sampai saat ini, ini merupakan tuntutan akan perkembangan yang bersifat internal dan eksternal, mengingat semakin bertambahnya kebutuhan akan Pendidikan Luar Biasa di Medan, untuk itu Sekolah Luar Biasa diupayakan berbenah diri memenuhi semua itu. Tantangan dan permasalahan merupakan parameter keberhasilan sekolah sebab dari disinilah dapat dilihat sejauh mana sekolah mampu merespon dalam artian menyelesaikan tantangan dan permasalahan yang dihadapi sebagai acuan dan pedoman kedepan demi keberlangsungan sekolah Berikut dapat dijabarkan tantangan serta permasalahan yang dialami sekolah

Kekurangan biaya selalu menjadi persoalan terlebih dalam persoalan memperlengkapi bangunan, sebagaimana diketahui berdirinya sekolah ini tidak terlepas dari uluran tangan dari donatur yang dermawan dan juga dukungan masyarakat. Maka dari itu sumber dana nya sangat terbatas, akibat dampak dari kekurangan dana itu banyak hal yang tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Seperti pengadaan tenaga professional untuk mendidik tunanetra, kekurangan fasilitas penunjang pendidikan, belum lagi keinginan tunanetra untuk melanjutkan pendidikan nya ke jenjang yang lebih tinggi22

22

(9)

Permasyarakatan Pendidikan luar Biasa dimana sikap masyarakat yang belum sepenuhnya menerima anak tunanetra, Mahalnya biaya operasional Pendidikan tunanetra, Output lulusan yang belum tertangani secara serius serta kerja sama antar Intansi yang belum sepenuhnya terealisir.23

Keanekaragaman siswa Tunanetra yang diasuh di Sekolah Luar Biasa Karya Murni, latar belakang anak yang berbeda-beda serta karakteristik yang susah dimengerti juga menjadi tantangan sendiri bagi Sekolah Luar Biasa Karya Murni24

Sementara hambatan dari tunanetra itu sendiri adalah, akibat kekurangan penglihatan atau bahkan kehilangan alat indera menyebabkan anak tunanetra sulit mengalami perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan anak anak normal lain nya karena anak tunanetra merupakan orang yang gampang curiga dengan orang lain, mereka merasa takut, berhati hati dalam setiap melakukan aktifitas, baik itu dalam bekerja maupun berbicara kepada seseorang yang belum dikenal. Demikian juga ketika ada yang menegur yang belum dikenal oleh mereka , mereka akan mudah was-was dan curiga kecuali

perlu dilakukan upaya upaya khusus secara terpadu untuk mencegah agar jangan sampai permasalahan tersebut muncul, meluas, dan mendalam yang akhirnya dapat merugikan perkembangan sekolah dan tunanetra itu sendiri.

25

23Wawancara, Linus Manurung di SLB Karya Murni tanggal 04 April 2017. 24Wawancara, R tarigan, di SLB Karya Murni tanggal 04 April 2017

25Wawancara,Sabar Sitepu, Murid SLB di Karya Murni tanggal tanggal 03 April 2017

beragamnya hambatan yang ada di dalam diri anak tunanetra mengakibatkan tenaga pendidik merasa kewalahan dan ini membawa

(10)

pengaruh besar terhadap keduabelah pihak. Ditambah lagi soal kurangnya fasilitas yang disediakan sekolah tidak menunjang proses belajar mengajar mereka26

26

Gambar

TABEL 1 PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKOLAH TUNANETRA  TAHUN 1901-1975

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari keterangan diatas bahwa perkembangan sekolah di Sumatera Utara sangat cepat, ini bisa terjadi karena makin tingginya minat masyarakat untuk mendapat pendidikan,