BAB III
SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI DI KECAMATAN MEDAN
JOHOR (1980-1997)
3.1 Bangunan Fisik
Pada tahun 1980, keluarga besar tunanetra Karya Murni pindah dari
Hayamwuruk Ke Karya Wisata.Sesuai dengan rencana bahwa di tanah yang luas itu
pun mulai digarap dan diolah.Pertanian yang digalakkan, peternakan dan perikanan
dikembangkan dengan semangat dan tekat yang baru, untuk maju dan berkembang.
Untuk semua itu harus diakui secara jujur bahwa ibu A. H Nasution dan Mr. Van de
Swan yang merupakan Direktur Institut pendidikan tunanetra di Zeist Hollan juga
banyak memberikan dorongan dan bantuan nyata. Ibu Nasution sendiri mengundang
Karya Murni untuk melakukan studi banding Ke Wiyata Guna Bandung, sebuah
pusat pembinaan tunanetra dalam bidang pertanian yang cukup berhasil.Karya Murni
memenuhi undangan itu tahun 29 April 1978, dan banyak mendapat inspirasi untuk
dikembangkan di Karya murni.
Tahun 1980 jumlah murid bertambah menjadi 35 orang.Di tahun 1983,
gedung SLTP LB/A pun telah selesai pula.Suasana belajar semakin lancar dan
teratur.Tetapi jumlah siswa yang semakin tinggi serta gedung-gedung yang semakin
lengkap itu tidak membuat lekas merasa puas diri.Semangat pengabdian
memanusiakan orang-orang kecil dan menderita menjadi setara dengan kita, tetap
bergelora di hati Suster-suster Santo Yoseph ini.Pada tahun 1985 sayap telah
Flores.Disana ternyata banyak pula saudara yang membutuhkan pertolongan. Suster
Angelina Pane yang tlah bertugas disana lebih tujuh tahun bercerita, bahwa sama
seperti disini kebutaan yang mereka alami juga banyak disebabkan penyakit pokken
dan kekurangan gizi ini. Sangatlah wajar bila kita membuka diri menolong mereka.
Sosialisasi di sana cukup dikembangkan, baik melalui siaran-siaran radio sehingga
banyak tunanetra yang bisa dijaring. Tercatat ada 120 orang anak yang didik di sana.
Sementara itu perkembangan di Karya Murni Medan sendiri pada tahun 1990
jumlah murid sudah mencapai 63 orang.Penghuni asrama secara otomatis bertambah
juga.Usia mereka bervariasi dari 2 (dua) sampai 21 tahun. Melihat perkembangan
anak-anak yang diasuh disini terutama anak-anak dua sampai lima tahun yang
ternyata perkembangannya tidak sesuai dengan usianya. Hal ini mungkin karena
mereka bergaul dengan orang-orang yang usianya lebih tua.Dari itu timbullah
pemikiran untuk mengadakan pengelompokan-pengelompokan anak sesuai dengan
mengadakan pengelompokan-pengelompokan anak sesuai dengan tingkatan usianya
masing-masing.Disamping itu pengelompokan ini dimaksudkan pula agar anak-anak
itu nantinya, sungguh mengalami perkembangan yang wajar, sesuai perkembangan
usianya sekaligus mengalami kasih dimana anatara anak dengan anak serta anak
dengan pengasuhnya dapat tercipta suasana kekeluargaan dan persaudaraan yang
3.2 Guru
Guru merupakan tenaga pendidik yang tak kenal lelah untuk
mengajarkan kepada siswa-siswi tentang pendidikan. Sehingga mereka sering
sekali disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, guru hanya mengajarkan
pelajran-pelajaran kepada murid-murid tanpa mengharapkan imbalan yang lebih
kepada mereka.Mereka hanya berharap bahwa seorang anak yang didik dapat
memahami dan mengerti bahwa tentang pelajaran yang mereka berikan.Begitu
juga dengan guru yang mengajar di SLB-A Karya Murni.Peranan guru di SLB-A
Karya Murni memiliki tugas yang sangat berat bila dibandingkan dengan
guru-guru disekolah normal lainnya.Karena yang dihadapi bukanlah anak didik yang
normal melainkan anak didik yang mengalami kebutaan, yang dirasa sangat
memberatkan.Namun karena itu sudah menjadi tugas dan profesi mau tidak mau
harus dijalankan, dan tidak boleh mengeluh karena mencintai pekerjaan adalah
suatu keharusan dan merupakan amanah yang sangat berharga.27
Dua orang telah menyelesaikan studi jenjang S-1 dari perguruan tinggi,
Dua orang guru sedang mengikuti perkuliahan di perguruan tinggi untuk
menyelesaikan studi jenjang S-1, Satu orang guru telah mengikuti Studi Banding
“Sistem pelayanan pendidikan luar biasa” di Australia, tiga orang guru telah
menyelesaikan studi tingkat level 1 dan 2 “Cara penanganan belajar mengajar
anak luar biasa” di Jakarta dan Payakumbuh, Dua orang telah mengikuti pelatihan Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bidang
profesi telah dilakukan, antara lain:
27
“system Braille” terbagi bidang studi matematika, IPA, Bahasa Indonesia di
Jakarta dan Jogjakarta.
Dalam perkembangan nya peningkatan kesejahteraan guru dan pegawai
pun telah dilakukan antara lain, penyesuaian gaji berdasarkan peraturan
pemerintah, gaji yang diterima seorang guru ditahun 1980-1997 setelah dilakukan
pengangkatan sebesar Rp. 165.000 penyediaan tunjangan hari tua bagi guru/
pegawai tetap yayasan, anak guru/pegawai yang menempuh pendidikan di
lingkungan seri amal diberi keringanan 50% dari yang berlaku umum28
28Wawancara
TABEL 2 DATA GURU/ PEGAWAI SEKOLAH LUAR BIASA KARYA
3.3. Murid
3.3.1. Syarat Penerimaan Murid
Murid sebagai bagian dari objek pengajaran disekolah memerlukan
suatu kondisi yang nyaman bagi mereka di karena tingkat ketunanetraan para
murid berbeda-beda, untuk itu perlu dibuat suatu program khusus bagi mereka
(murid), inilah yang membedakan sekolah luar biasa dengan sekolah umum. Ada
beberapa klasifikasi ketunanetraan, yang secara garis besarnya dapat dibagi 2
yaitu: Pertama: waktu terjadinya kecacatan: yakni sejak kapan anak menderita
tunanetra. Sejak lahir, semasa usia sekolah, sesudah dewasa ataukah ketika usia
lanjut. Hal ini penting diketahui dalam rangka program pendidikan tunanetra.
Ditinjau dari waktu terjadinya kecacatan tersebut diatas, para penderita tunanetra
dapat digolongkan sebagai berikut.
a). Penderita tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka yang
sama sekali tidak memili pengalaman penglihatan
b). Penderita tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yang
memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual, tetapi belum kuat dan mudah
terlupakan
c). Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja
dimana mereka sudah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual, yang
meninggalkan pengaruh mendalam terhadap proses perkembangan pribadi
d). Penderita tunanetra pada usia dewasa, yang dengan segala
e). Penderita tunanetra dalam usia lanjut, yang sebagian besar sudah
sulit mengikuti latihan penyesuaian diri
Kedua: pembagian berdasarkan kemampuan daya lihat, yakni sebagai berikut:
a). Penderita tunanetra ringan ( defective vision/low vision), yakni
mereka yang mempunyai kelainan atau kekurangan daya penglihatan, seperti para
penderita rabun, juling, myopia ringan . Mereka ini masih dapat mengikuti
program pendidikan biasa di sekolah-sekolah umum atau masih mampu
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dengan baik
b). Penderita tunanetra setengah berat (partially sighted) yakni, mereka
yang kehilangan sebagian daya penglihatan. Hanya dengan menggunakan
kacamata pembesar mereka masih bisa mengikuti program pendidikan biasa atau
masih mampu membaca tulisan-tulisan yang berhuruf tebal.
c). Penderita tunanetra berat (totally blind) yakni, mereka yang sama
sekali tidak dapat melihat, atau oleh masyarakat disebut “buta”
Di samping kedua pembagian tersebut diatas, Slayton French
menggolongkan para tunanetra sebagai berikut:
a). Buta total, ialah mereka yang sama sekali tidak dapat membedakan
antara gelap dan terang. Indera penglihatannya demikian rusak atau kedua
matanya sama sekali telah dicabut
b). Penderita tunanetra yang masih sanggup membedakan antara terang
dan gelap, dalam wujud bayangan objek, melalui sinar langsung atau reflek
c). Penderita tunanetra yang masih bisa membedakan terang dan gelap
serta warna, sampai ke tingkat pengenalan bentuk dan gerak objek dan masih bisa
melihat judul tulisan biasa huruf-huruf besar
d). Penderita tunanetra yang kekurangan daya penglihatan (defective
vision) dimana mereka dengan pertolongan alat atau kacamata masih mampu
memperoleh pengalaman visual yang cukup
e). Buta warna, yakni mereka yang mengalami gangguan penglihatan
sehingga tidak dapat membedakan warna warna tertentu.29
B. Masih mungkin orientasi dan mobilitas umum
Gangguan penglihatan
ireversibel atau yang tidak dapat diperbaiki secara medis dapat memanfaatkan
rehabilitasi berdasarkan cacat penglihatan yang dinyatakan dengan tajam
penglihatan. Dikenal nilai cacat penglihatan sebagai berikut
1.Penglihatan Normal
A. Mata normal ( tidak cacat)
B. Penglihatan dengan ketajaman 6/6-6/7,5 atau 95-100%
C. Penglihatan mata normal dan sehat
2. Hampir Normal
A. Penglihatan 6/9-6/21 atau 75-90%
B. Tidak ada masalah gawat
C. Perlu diketahui penyebab yang mungkin dapat diperbaiki
3. Low Vision sedang
A. Penglihatan 6/60-6/120 atau 10-20%
29
C.Membaca perlu memakai lensa kuat dan membaca menjadi lambat
4.Low Vision nyata
A. Penglihatan 6/240 atau 5%
B. Gangguan masalah orientasi dan mobilitas
C. Perlu tongkat putih untuk berjalan
D. Umumnya memerlukan saran baca dengan Braille, radio dan pustaka kaset
5. Hampir Buta
A. Penglihatan menghitung jari dengan jarak kurang dari 1 meter
B. Penglihatan tidak bermanfaat bagi orientasi mobilitas
C. Harus memakai alat non visual
6. Buta total
A. Tidak mengenal adanya rangsangan sinar
B. Seluruhnya tergantung pada alat indra selain mata
Sedangkan faktor penyebab ketunanetraan yaitu faktor endogen dan
faktor eksogen.Faktor endogen ialah faktor yang sangat erat hubungannya dengan
masalah keturunanan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan.
Dari hasil penelitian para ahli, tidak sedikit anak tunanetra yang
dilahirkan dari hasil perkawinan keluarga dan perkawinan antar penderita
tunanetra sendiri.Ketunanetraan yang disebabkan faktor keturunan dapat dilihat
pada sifat sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus, silsilah
dan hubungan sedarah. Anak tunanetra yang lahir sebagai akibat faktor endogen
memperlihatkan cirri-ciri: bola mata yang normal tetapi tidak dapat menerima
pembawaan ialah juling, teleng dan myopia. Sedangkan faktor eksogen adalah
faktor luar misalnya yang disebabkan oleh penyakit seperti:
Xerophthalmia, yakni suatu penyakit karena kekurangan vitamin,
Trachoma dengan gejala bintil-bintil pada selaput putih kemudian perubahan
pada selaput bening, katarak, glaucoma dan penyakit lainnya yang dapat
menyebabkan kebutaan.
Akibat kekurangan penglihatan atau bahkan kehilangan sama sekali
indera penglihatan sebagai yang diderita oleh anak-anak tunanetra, menimbulkan
berbagai masalah yang menyebabkan terbatasnya kemampuan berkembang anak
tunanetra. Sehubungan dengan hal-hal tersebut masalah yang timbul adalah
tumbuhnya rasa curiga terhadap orang lain. Karena keterbatasan rangsangan
visual menyebabkan anak tunanetra kurang mampu untuk berorientasi kepada
lingkungannya.Sehingga kemampuan mobilitasnya pun terganggu.
Tanpa usaha-usaha khusus baik atas bantuan orang lain ataupun atas
usaha sendiri seorang tunanetra tidak akan sekaligus tahu bahwa dihadapannya
terletak sebuah benda, pengalaman sehari-hari menunjukkan kepadanya bahwa
tidak mudah baginya untuk menemukan sesuatu benda yang sedang dicarinya.
Perasaan-perasaan kecewa tersebut mengakibatkan tunanetra selalu berhati-hati
baik terhadap keadaan ataupun suasana tempat. Sikap berhati hati yang
berlebihan akan dapat berkembang menjadi sifat curiga kepada orang lain.
Perasaan mudah tersinggung pun menjadi salah satu karakteristik
ketunanetraan, perasaan ini muncul karena terbatasnya rangsangan visual yang
sehari-hari yang selalu menumbuhkan perasaan kecewa menjadikannya seorang
seorang yang emosional.
Karakteristik lain dari tunanetra adalah ketergantungan yang
berlebihan dimana tunanetra cenderung untuk mengharapkan pertolongan orang
lain. Pada anak tunanetra rasa ketergantungan yang berlebihan tumbuh
disebabkan oleh beberapa hal. Antara lain karena tunanetra belum berusaha
sepenuhnya dalam mengatasi persoalan-persoalan dirinya dan mengharapkan
pertolongan, atau disebabkan rasa kasih saying yang berlebihan dari orang lain,
memberikan pertolongan kepada anak tunanetra memang tidak salah namun
jangan dilakukan terus menerus karena dapat menjerumuskan anak tunanetra
dalam kesengsaraan
SLB-A Karya Murni telah dikenal dapat membangun tunanetra yang
mandiri dalam bidang yang diminati nya. Seorang anak tunanetra jika ingin
masuk mendaftar di Sekolah Luar Biasa Karya Murni harus memiliki beberapa
persyaratan.Ada beberapa persyaratan secara :
A. Umum
1) Disabilitas Tunanetra/ low vision
2) Membawa surat keterangan dari Dokter mata atau tim Assemen
B. Khusus
1) Unit pendidikan TKLB
1.1 Membawa fotocopy akte kelahiran
1.3 Fotocopy kartu keluarga
1.4 Mengisi formulir yang disediakan dari sekolah
2) Unit pendidikan SDLB
2.1 Fotocopy akte kelahiran
2.2 Membawa fotocopy surat permandian (bagi agama Kristen dan katolik)
2.3 Fotocopy kartu keluarga
2.4 Mengikuti assesmen akademik
2.5 Untuk peserta didik pindahan, melampirkan fotocopy raport, fotocopy kartu
NISN, dan surat keterangan dari sekolah sebelumnya
2.6 Mengisi formulir yang disediakan dari sekolah
3) Unit pendidikan SMPLB
3.1 Fotocopy ijazah SD dilegalisir
3.2 Pas photo 3 x 4 sebanyak 3 lembar
3.3 Fotocopy kartu NISN Dan sekolah asal
3.4 Fotocopy surat permandian (bagi agama Kristen dan katolik)
3.5 Fotocopy kartu keluarga
3.6 Untuk peserta didik pindahan, melampirkan fotocopy raport, fotocopy kartu
NISN, dan surat keterangan dari sekolah sebelumnya
3.7 Mengisi formulir yang disediakan sebelumnya.
Untuk besaran uang sekolah yang harus dibayarkan murid pada tahun
karya murni adalah sebesar Rp.500.00030
TAHUN
. Berikut jumlah murid yang pernah
terdaftar tahun 1980-1997
TABEL 3 JUMLAH MURID DI SLB-A KARYA MURNI 1980-1997 TINGKAT
SD
Sumber data : Ruang Kepala Sekolah SLB Karya Murni Medan, 1997
30
TABEL 4 JUMLAH MURID DI SLB-A KARYA MURNI TAHUN 1980-1997
Sumber data : Ruang Kepala Sekolah SLB Karya Murni Medan, 1997
3.3.2 Prestasi yang pernah dicapai Murid
Murid-murid Sekolah Luar Biasa Karya Murni dari awal pindahnya dari awal
kepindahannya ke jalan Karya wisata terus mengalami perkembangan tidak hanya
sekolah, tetapi prestasi pun dapat diraih murid. Sekolah sangat mendukung dan
menfasilitasi para murid yang berbakat untuk dapat meraih prestasi Dikurun waktu
tahun ajaran 1991-1992 ada beberapa murid yang meraih prestasi berupa prestasi
akademik maupun prestasi keterampilan . Untuk dapat lebih jelasnya dapat dilihat
data berikut :
TABEL 5 PRESTASI YANG PERNAH DICAPAI MURID
NO NAMA TAHUN AJARAN PRESTASI
1 ARIPIN MANURUNG 1991/1992 Juara I lomba mengarang
Tingkat nasional
2 RAYMOND 1991/1992 Juara II lomba mengarang
Tingkat nasional
3 LENNY SAGALA 1992/1993 Juara I lomba mengarang
Tingkat nasional
4 GLORIUS SIMANJUNTAK 1995/1996 Juara I lomba mengarang
Tingkat nasional
5 DAMERIA ZEGA 1997/1998 Juara lomba mengarang
Tingkat nasional
TABEL 6 PRESTASI YANG PERNAH DICAPAI DALAM BIDANG
PEMBINAAN MENTAL DAN OLAHRAGA
NO NAMA TAHUN AJARAN PRESTASI
1 20 orang siswa/i 1992/1993 Mengikuti Jambore
Nasional di Cibubur
2 LINUS MANURUNG 1990/1991 Juara I lomba catur tingkat
Provinsi Sumut
3 LINUS MANURUNG 1991/1992 Juara I lomba catur tingkat
Provinsi Sumut
Sumber data : Ruang Kepala Sekolah SLB Karya Murni Medan,1996
3.4Fasilitas
3.4.1 Sarana
Sebagai kelengkapan untuk dapat berjalannya suatu program dengan baik
tidak terlepas dari ketersediaan sarana dan prasarana, tentunya dengansegala
kriterianya sesuai dengan kebutuhan.Sekolah merupakan suatu wahana yang
memerlukan fasilitas penunjang yang mendukung kemajuan pendidikan anak
tunanetra. Misalnya saja seorang tunanetra di SLB karya murni sudah mampu
merancang atribut mereka sendiri tanpa harus memesan kepada tempat lain31
31
Wawancara, Lisbet Manurung, di SLB-A Karya Murni Tanggal 29 April 2017
Jadi,
apabila sekolah inginberkembangan secara optimal dengan harapan dan kebutuhan
mutlakdiperlukan. Hal tersebut sesuai dengan PP 19 pasal 42 tahun 2005.32
Sudah menjadi rahasia umum, kacamata hitam identik dengan tunanetra. Setiap orang
yang memakai kacamata hitam akan mudah kita ketahui apakah dia awas atau tidak,
apalagi kalau disertai dengan tongkat. Walaupun tidak dapat melihat dengan mata
normal, mereka masih dapat mengenal orang-orang yang menjadi Yang
menegaskan sebagai berikut :
1. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi, perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai,
serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
2. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang
kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendididkan, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang
kantin, instalasi daya dan juga, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat
bermain, tempat berkreasi dan ruang, tempat lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Berikut sarana dan prasarana yang tersedia di SLB-A Karya Murni guna
mendukung proses belajar mengajar
1.Kacamata
32
sesamanya.Pendengarannya yang peka, adalah alat yang pertama-tama yang mereka
gunakan untuk mengenali orang yang bicara dengannya.Ingatannya terhadap vocal
suara kita sangat kuat. Apabila mereka masih ragu untuk mengenali suara dan untuk
meyakinkan lagi, mereka akan memegangi dan meraba tangan, badan bahkan sampai
kewajah dan rambut kita. Naluri yang tinggi serta ingatannya yang tajam benar- benar
luar biasa, lebih dari anak awas.Engan itu mereka dapat mengenali siapa saja yang
pernah mereka temui walau itu mungkin sudah berlangsung lama.
2. Tongkat
Tongkat sebagaimana kacamata hitam, identik dengan orang buta.Setiap
orang buta memang selalu mempergunakan tongkat terutama jika mereka
berjalan.Tongkat, semacam radar bagi mereka untuk menapak dan mengetahui arah
yang mereka tempuh.Tongkat ini terbuat dari batang aluminium karena aluminium
sangat peka terhadap getaran.Memainkan tongkat ini bukan sembarangan, ada
aturannya.Setiap kaki kanan dilangkahkan kedepan maka tongkat diayunkan
kekiri.Setiap kaki kanan dilangkahkan kedepan maka tongkat diayunkan kekanan.
Hail itu adalah untuk menjaga keseimbangan. Untuk berjalan pindah kesuatu tempat
mereka sudah tidak diperlu dituntun lagi.Mereka umumnya telah hafal dengan rute
perjalanan yang dilalui sehari-hari.Begitupun di jalan raya, bahkan untuk
menyebrang, mereka dengan kepekaan pendengarannya mereka dapat merasakan saat
yang tepat untuk melakukannya.Untuk menyetop angkot mereka juga bisa,
membantu mereka menentukan pilihan menyetop angkutan mana yang mereka
duduki.
3. Huruf Braille
Braille adalah huruf timbul yang terdiri dari enam titik yang dapat dibaca oleh
tunanetra melalui perabaan. Alat tulis Braille ini Reglet dan Pen.Tulisan Braille
adalah daar dari semua mata pelajaran sekolah tunetra. Melalui tulisan, mereka bisa
membaca, menuis surat dan mengetahui banyak hal tentang apa saja yang mereka
ketahui selama ini. Melalui tulisan ini mereka tidak lagi merasa tersaing dan tersolasi,
tidak lagi merasa tak berharga.Tapi setara dan sejajar dengan saudara-saudara yang
normal.
4. Mesin Tik Braille
Mesin Tik Braille prinsipnya sama dengan mesin tik biasa. Hanya
huruf-hurufnya yang berupa titik-titik timbul. Di SLB-A ini, anak- anak tunanetra juga
dibekali dengan pengetahuan mengetik tulisan Braille ini, yang oleh mereka akrab
disebut dengn mengetik awas.
5. Mesin Tik Biasa
Mesin tik biasa sama dengan yang kita kenal dengan sehari- hari. Tulisan serta
huruf-huruf juga biasa huruf latin, bukan timbul sebagaimana tulisan Braille. Tapi
ketika diperagakan, meraka cukup mahir mengoperasikannya.Mereka hafal dimana
karena mahir dalam mengetik biasa, menjadi syarat utama bagi mereka untuk bisa
mempelajari komputer.
6. Komputer
Salah satu keunggulan SLB-A ini adalah mereka dilengkapi dengan sarana
komputer. Pelajaran komputer diberikan kepada anak-anak SLTP LB-A.Pada
umumnya mereka tidak terlalu sulit beradaptasi, karena sebelumnya mereka juga
telah diperkenalkan dengan mahir mengoperasikan mesin tik. Komputer ini
dilengkapi dengan display Braille. Setiap tampilan dilayar yang dihasilkan dari
pengoperasian tust-tust keyboard akan mereka ketahui secara pasti dari display braille
yang muncul atau menonjol secara otomatis. Display Braille dapat mereka raba dan
segera tahu tampilan apa yang ada di layar. Yang penting bagi mereka adalah bisa
menguasai perintah perintah serta cara pengoperasian komputer itu sendiri.
7. Printer Braille
Sebagaimana komputer biasa yang mempunyai mesin printer, komputer ini
juga mempuyai printer Braille yang bisa memproduksi tulisan- tulisan Braille. Alat
canggih ini tentu membantu SLB-A ini dalam pengadaaan buku-buku pegangan
siswa. Maka tak heran bila mereka telah mempunyai sebuah perpustakaan sendiri
yang menyediakan berbagai jenis buku-buku pelajaran sesuai kebutuhan mereka.
Naskah-naskah yang telah dicetak masih dalam bentuk lembaran-lembaran
kertas yang panjang dan lepas.Maka untuk menjadikannya menjadi sebuah buku,
lembar-lembar printer ini tadi harus dijilid.Untuk itu disini tersedia sebuah mesin jilid
yaitu sebuah alat yang berfungsi menyatukan lembaran-lembaran printer tersebut
sesuai dengan keinginan kita.
9. Mesin Potong
Buku yang dijilid harus dirapikan dan diratakan
pinggiran-pinggirannya.Untuk ini pun juga telah tersedia sebuah mesin potong sesuai
ukuran-ukuran kertas yang kita kehendaki.Dan semua ini diajarkan kepada mereka supaya
mereka sendiri (anak-anak tunanetra) dapat melakukannya.
10. Tape Recorder
Tape recorder mempunyai fungsi yang sangat vital bagi membangun
kecerdasan anak tunanetra ini, melaui suara yang didengarkan dari tape recorder ini,
mereka dilatih dan daya tangkapnya, daya pendengarannya, serta daya ingatnya.
Kemampuan mereka menangkp isi dari cerita yang mereka dengar diuji melalui apa
yang mereka tuliskan dalam huruf Braille. Mereka juga harus dapat menceritakan
kembali atau menjawab pertanyaan dari guru pembingbing mereka seputar apa yang
mereka dengar tadi. Tentunya dibantu dengan apa yang telah mereka tuliskanketika
tape recorder tadi diperdengarkan sesui dengan sistem belajar pakem yang diterapkan
cara inilah mereka dilatih untuk mampu mempelajari dan memahami banyak bidang
studi yang diajarkan pada mereka.
3.4.2 Prasarana
1. Ruang belajar yang cukup baik TKLB/A, SDLB/A, SMPLB/A.
2. Ada ruangan khusus untuk belajar mengajar dengan menggunakan media Tape
Recorder.
3. Ada ruangan kusus untuk keterampilan.
4. Ada ruang khusus untuk computer.
5. Ada ruang khusus musik.
6. Ada ruangan khusus untuk mengetik Braille dan Awas.
3.5 Kurikulum
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunkan sebagai pedoman penyelenggaran kegiatan
belajar mengajar33
33
BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta: BSNP, 2006, Hal. 2.
Kurikulum Pendidikan Dasar 9 tahun disusun untuk mewujudkan
tujuan pendidikan dasar 9 tahun, dengan memperhatikan tahap perkembangan dasar
dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembanguna nasional,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenjang
untuk pendidikan luar biasa. Terdiri atas (a) landasan, program dan pengembangan
kurikulum pendidikan dasar 9 tahun; (b) garis-garis besar program pengajaran
(GBPP), (c) pedoman pelaksanaan kurikulum yang meliputi : pedoman kegiatan
bimbingan belajar, pedoman pengelolaan/administrasi dan pedoman pembinaan
guru34
34
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), Jakarta : Departemen P & K,1992. Hal. 2.
GBPP setiap mata pelajaran, untuk sekolah luar biasa berisi: pengertian,
fungsi, tujuan, ruang lingkup mata pelajaran, pokok bahasan/ bahan pelajaran/bahan
kajian, dan perkiraan penjatahan waktu untuk setiap caturwulan, serta rambu-rambu
pelaksanaan program pengajaran.
Kurikulum di SLB-A Karya Murni mengacu pada garis besar program
pengajaran (GBPP), yang memuat tidak hanya mata pelajaran umum seperti:
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajinan Tangan
dan Kesenian, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan dan Bahasa Inggris, tetapi memuat
program khusus, program muatan lokal dan program pilihan keterampilan berupa:
rekayasa, pertanian, usaha dan perkantoran, kerumahtanggaan, kesenian. disesuaikan
dengan sarana prasarana, serta minat atau bakat para murid yang bersekolah di
SLB-A Karya Murni. Kurikulum ini menitik beratkan agar para murid dapat menguasai
bidang studi yang di programkan dan bidang keterampilan dapat menguasai minat
TABEL 9 SUSUNAN PROGRAM PENGAJARAN KURIKULUM PENDIDIKAN
LUAR BIASA BAGI SISWA TUNA NETRA 1984
NO BIDANG PENGAJARAN KELAS
1 2 3 4 5 6
1 Pendidikan Agama 2 2 2 2 2 2
2 Pendidikan Moral Pancasila 2 2 2 2 2 2
3 Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa
1 1 1 1 1 1
4 Bahasa Indonesia 10 10 8 8 8 8
5 Ilmu Pengetahuan Sosial - - 3 3 3 3
6 Matematika 6 6 6 6 6 6
7 IPA 2 2 4 4 4 4
8 Olahraga dan kesehatan 2 2 3 3 3 3
9 Pendidikan dan kesenian 2 2 4 4 4 4
10 Pendidikan dan keterampilan 2 2 4 4 4 4
11 Orientasi dan mobilitas 2 2 2 2 2 2
Sumber: Kurikulum Pendidikan Luar Biasa Departemen Pendidikan & Kebudayaan
BAB IV
PERANAN SEKOLAH LUAR BIASA KARYA MURNI DI KECAMATAN
MEDAN JOHOR
4.1 Terhadap Anak Tunanetra
Masalah penyesuaian sosial bagi anak berkelainan bukan sesuatu yang selalu
otomatis mudah dilakukan,hal ini mengingat ketunaan yang dialami anak berkelainan
tentu tidak lepas dari berbagai kesulitan yang mengikutinya, untuk itulah dibutuhkan
peran sekolah dalam menanganinya. Berkaitan dengan proses penyesuaian sosial
anak berkelainan ini; menyusun berpendapat: pertama, kelainan dari segi fisik saja
tidak dapat dipandang sebagai suatu masalah sosial psikologis anak berkelainan.
Kedua, kelainan dapat dipandang sebagai suatu ketunaan yang hanya merupakan
variasi fisik yang kurang menguntungkan, baik penilaian yang diberikan oleh
masyarakat maupun yang diberikan oleh penderita itu sendiri atas kecatatannya.35
1. Pada umumnya orang awas tidak tahu banyak tentang “orang buta” dan
kemudian akan terheran heran ketika orang tunanetra menunjukkan
kemampuannya dalam beberapa hal.
Sebaliknya, para penyandang tunanetra sendiri beranggapan bahwa orang
awas pada umumnya memiliki sikap sebagai berikut:
35
2. Orang awas cenderung kasihan pada tunanetra dan pada saat yang sama
mereka berpikir bahwa mereka lebih berani dibandingkan dengan awas lain
nya.
Sedangkan bagaimana sikap orang tunanetra terhadap kebutaannya, bahwa
keberhasilan dalam penyesuaian sosial dan ekonomi pada penyandang tunanetra
berkaitan erat dengan sikap-sikap diri dan keluarganya terhadap penerimaan secara
emosional yang realistik terhadap kebutaan nya serta pemilikan kemampuan
intelektual dan stabilitas psikologis, dan sebagainya36 dibutuhkan motivasi bagi
mereka yang menyandang keterbatasan fisik seperti halnya dengan tunanetra
diharapkan dukungan maksimal agar mereka tidak merasa terabaikan dan mendapat
jati dirinya. Dalam keluarga, orangtua dan anggota keluarga yang lain sudah
seharusnya memberikan dukungan dan motivasi kepada penyandang tunanetra.
Demikian juga lingkungan sekolah tempat mereka diberdayakan. Pendidikan yang
diterapkan di Sekolah luar biasa karya Murni mampu membimbing anak untuk
merubah hidupnya menjadi lebih baik misalnya saja dengan memberi keterampilan
menjahit, olah vokal, latihan musik dan panti pijat. Yang dimana keterampilan ini
akan berguna kelak , apabila anak tunanetra tidak dapat melanjutkan pendidikan nya
ke jenjang yang lebih tinggi.37
36
Somantri Sutjihati, Op.cit, hlm.89
37
Wawancara, Sr.Remensiana, Di SLB-A Karya Murni tanggal 22 Juli 2017
Sehingga anggapan bahwa anak tunanetra adalah
manusia yang tidak berguna tidak berlaku lagi bagi lulusan SLB-A karya Murni
Sekolah sebagai wahana dimana anak didik akan memperoleh pengalaman da
pengetahuan yang memungkinkan seorang individu tumbuh dan berkembang sebagai
manusia. Sekolah merupakan lembaga pendidikan untuk mengembangkan potensi
manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas tugas kehidupan
sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat.38
Didalam unsur masyarakat, sekolah harus dapat membentuk dan mengembangkan
budaya sadar akan pentingnya pendidikan.Dalam hal ini, orang tua dan keluarga dari
murid merupakan salah satu unsur dari masyarakat itu, jadi dapat dikatakan sekolah
berperan strategis untuk menciptakan anak-anak yang cerdas dengan menjadi
manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri didalam kebudayaan dan masyarakat
sekitarnya. Peran strategis itu salah satunya adalah menjalin komunikasi yang baik
terhadap keluarga murid. Guru yang merupakan bagian dari perangkat sekolah
mengemban tugas itu, agar tercipta suatu kondisi yang efektif didalam proses tumbuh
berkembangnya anak-anak murid disekolah. Sehingga tidak akan banyak lagi orang
tua atau keluarga yang mengeluh atau mengganggap kebutaan yang terjadi pada
anaknya merupakan suatu kesialan atau karma yang terjadi karena hukuman atas dosa
dosa orangtuanya, namun kalangan yang lebih professional memandang bahwa hal
tersebut disebabkan oleh faktor keturunan atau terjadinya infeksi39
Guru dan orang tua menjadi satuan yang strategis terhadap murid
dikarenakan peranan mereka sangat dibutuhkan terhadap murid, sekolah dalam artian
38
Hari, Sudrajat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Bandung : Cipta Cekasa Grafika, 2005, hal : 5.
39
ini menjadi media atau wadah bagi terciptanya suatu kondisi yang memungkinkan
murid merasa nyaman dan rindu untuk datang kesekolah, kondisi psikologis inilah
salah satu kunci keberhasilan peranan sekolah. Sehingga banyak orang yang
menaruhkan harapan kepada Sekolah luar biasa Karya Murni yang menjadikan anak
tunanetra menjadi pribadi yang mandiri yang membuat pandangan orangtua dan
keluarga tunanetra berubah, Sekolah ini dapat menjadikan anaknya sebagai manusia
yang sesungguhnya.40
Bagi anak tunanetra penguasaan seperangkat kemampuan bertingkah laku
tersebut tidaklah mudah dibandingkan dengan anak anak awas, anak tunanetra lebih
banyak mengalami masalah dalam hal penyesuaian sosial. 4.2.1 Penyesuaian sosial anak tunanetra
41
40
Wawancara , Ibu Maria, di SLB-A Karya Murni tanggal 28 April 2017
41
Somantri Sutjihati, Op.cit, hlm 83
hambatan-hambatan
tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari
ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial
yang lebih luas atau baru, perasaan perasaan rendah diri, malu merupakan
kecenderungan tunanetra yang dapat mengakibatkan perkembangan sosialnya
menjadi terhambat. Kesulitan lain dalam melaksanakan tugas penyesuaian sosial ini
adalah keterbatasan anak tunanetra untuk dapat belajar sosial melalui proses
identifikasi dan imitasi. Anak tunanetra juga memiliki keterbatasan untuk mengikuti
bentuk bentuk permainan sebagai wahana penyerapan norma norma atau
Pengalaman sosial anak tunanetra pada usia dini yang tidak menyenangkan
sebagai akibat dari sikap dan perlakuan negatif orangtua dan keluarganya akan sangat
merugikan penyesuaian anak tunanetra. Hal ini karena usia tersebut merupakan
masa-masa kritis dimana pengalaman dasar sosial yang terbentuk pada masa-masa itu akan sulit
diubah dan terbawa sampai ia dewasa. Anak tunanetra yang mengalami pengalaman
sosial yang menyakitkan pada usia dini cenderung akan menunjukkan perilaku
perilaku untuk menghindar atau menolak partisipasi sosial atau pemilihan sikap sosial
yang negatif pada tahapan perkembangan berikutnya. Untuk menghindari
kemungkinan terjadinya penyimpangan penyimpangan dalam perkembangan dan
penyesuaian sosial anak tunanetra, sikap dan perlakuan orangtua dan keluarga
tunanetra nampaknya harus menjadi perhatian utama pada usia dini42
42
Somantri Sutjihati, Op.cit, hlm 84
Masa sosialisasi yang sesungguhnya akan terjadi pada saat anak memasuki
lingkungan pendidikan kedua, yaitu sekolah.
Pada masa ini anak akan dihadapkan pada berbagai aturan dan disiplin serta
penghargaan terhadap oranglain. Masa transisi dari orientasi lingkungan keluarga ke
sekolah seringkali menimbulkan masalah-masalah pada anak, termasuk anak
tunanetra. Bagi anak tunanetra, memasuki sekolah atau lingkungan yang baru adalah
saat-saat kritis, apalagi ia sudah merasakan dirinya berbeda dengan oranglain yang
tentunya akan mengundang berbagai reaksi tertentu yang mungkin menyenangkan
Ketidaksiapan mental anak tunanetra dalam memasuki sekolah atau
lingkungan baru atau kelompok lain yang berbeda atau lebih luas seringkali
mengakibatkan anak tunanetra gagal dalam mengembangkan kemampuan sosialnya.
Apabila kegagalan tersebut dihadapi sebagai suatu kenyataan dan tantangan, maka
biasanya akan menjadi modalitas utama dalam memasuki lingkungan yang baru.
Namun bila kegagalan dihadapi sebagai suatu ketidakmampuan, maka sikap sikap
ketidakberdayaan yang akan muncul menumpuk menjadi sebuah rasa putus asayang
mendalam dan akhirnya anak menghindari kontak sosial, menarik diri dan apatis.43
1. Memberikan kesempatan bagi anak yang berkelainan untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan sosial dimasyarakat,
Formula lain yang cukup positif dalam mendukung terciptanya proses
pemyesuaian sosial yang efektif bagi anak berkelainan (murid) antara lain sebagai
berikut:
2. Memberikan kesempatan kepada anak yang berkelainan untuk melakukan
aktivitas yang bersifat rekreatif dan edukatif,
3. Membimbing anak berkelainan untuk dapat menyadari dan menerima
ketunaanya secara realistis, tanpa harus merasa sebagai bagian yang terpisah
dari masyarakat lainnya,
4. Membantu membimbing dan mengarahkan anak berkelainan dalam meniti
kehidupan masa depannya yang lebih baik.
43
5. Menanamkan perasaan percaya diri (self confidence) yang mantap kepada
anak berkelainan, agar kelak tidak tergantung kepada orang lain44
4.2.2 Prinsip Pendidikan anak Tunanetra
Salah satu kebutuhan penting manusia selain sandang, pangan, papan,
kesehatan adalah kebutuhan akan pendidikan. Kebutuhan akan pendidikan ini sangat
penting bagi setiap manusia. Pendidikan adalah usaha sadar dan teratur serta
sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab untuk
mempengaruhi anaknya agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita
pendidikan. Dengan kata lain, dapat disebut bahwa pendidikan adalah bantuan yang
diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani
untuk mencapai tingkat dewasa.
Pendidikan memegang peranan penting dalam mewujudkan cita-cita bangsa
yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Cita-cita
bangsa ini tidak akan dapat diwujudkan oleh manusia-manusia yang bodoh, hidup
terbelakang yang tidak mampu berpikir kreatif. Oleh karena itu, pendidikan ditujukan
untuk semua masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.Hal ini telah disebutkan dalam
pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran. Rumusan pada pasal 31 ayat 1 UUD 1945 tersebut
membawa konsekuensi bahwa di antara warga Indonesia tidak seorang pun yang
tidak berhak memperoleh pengajaran termasuk di dalamnya mereka yang tergolong
anak-anak cacat. Dalam pasal 5 UU RI No.4 Tahun 1997 disebutkan bahwa setiap
44
penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan.
Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental maupun karakteristik perilaku
sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu
pendekatan yang khusus juga melakukan strategi yang khusus. Hal ini semata-mata
karena bersandar pada kondisi yang dialami anak berkelainan. Oleh karena itu
sekolah mengambil peran melalui pendekatan dan strategi khusus dalam mendidik
anak berkelainan, diharapkan anak berkelainan dapat menerima kondisinya, dapat
melakukan sosialisasi dengan baik, mampu berjuang sesuai dengan kemampuannya,
memiliki keterampilan yang sangat dibutuhkan dan menyadari sebagai warga negara
dan anggota masyarakat.45
45
AS, Makmun :Psikologi Pendidikan, Bandung : Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.1998, Hal 32-34.
Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan khusus yang
diberikan sekolah dalam upaya mendidik anak berkelainan, antara lain sebagai
berikut :
1. Prinsip Kasih Sayang
Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima mereka sebagai mana
adanya, dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani hidup dan kehidupan
dengan wajar, seperti layaknya anak normal lainnya. Oleh karena itu, upaya yang
perlu dilakukan mereka adalah : tidak bersikap memanjakan, tidak bersikap acuh tak
acuh terhadap kebutuhan dan memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan
2. Prinsip layanan individual
Pelayanan individual dalam rangka mendidik anak berkelainan perlu mendapatkan
porsi yang lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang
sama seringkali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan untuk mereka selama menjalani
pendidikan disekolah, antara lain : Jumlah siswa yang dilayani guru tidak dari 4 - 6
orang dalam setiap kelasnya, pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran dapat
bersifat fleksibel, penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru
dapat menjangkau semua siswanya dengan mudah dan modifikasi alat bantu
pengajaran.
3. Prinsip Persiapan
Untuk menerima suatu pelajaran tentu diperlukan kesiapan. Khususnya
kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan diajarkan, terutama
pengetahuan prasyarat, baik prasyarat pengetahuan, mental, dan fisik yang diperlukan
untuk menunjang pelajaran berikutnya. Contoh, Anak Tuna grahita sebelum diajarkan
pelajaran menjahit perlu terlebih dahulu diajarkan bagaimana cara menusukkan
jarum. contoh lain anak berkelainan secara umum mempunyai kecenderungan cepat
bosan dan cepat lelah apabila menerima pelajaran. Maka, guru dalam kondisi ini tidak
perlu memberi pelajaran baru, melainkan mereka diberikan kegiatan yang
menyenangkan dan rileks, setelah segar kembali guru baru dapat melanjutkan
4. Prinsip Keperagaan
Kerlancaran pembelajaran pada anak berkelainan sangat didukung oleh
penggunaan alat peraga selain medianya, selain mempermudah guru dalam mengajar,
fungsi lain dari penggunaan alat peraga sebagai media pembelajaran pada anak
berkelainan, yakni mempermudah pemahaman siswa terhadap materi yang disajikan
guru. Alat peraga yang digunakan untuk media sebaiknya diupayakan menggunakan
benda atau situsi aslinya, namun apabila hal itu sulit dilakukan, dapat menggunakan
benda tiruan atau minimal gambarnya. Misalnya, mengenalkan macam binatang pada
anak tuna Rungu dengan cara anak disuruh menempelkan gambarnya di papan franel
lebih baik daripada guru hanya bercerita didepan kelas. Anak Tuna Netra yang di
perkenalkan sosok buah belimbing, maka akan lebih baik jika dibawakan benda
aslinya daripada tiruanya, sebab selain anak dapat mengenal bentuk dan ukuran, juga
dapat mengenal rasanya.
5. Prinsip Motivasi
Prinsip Motivasi ini lebih menitik beratkan pada cara mengajar dan pemberian
evaluasi yang disesuaikan dengan kondisi anak berkelainan contoh, Bagi anak tuna
netra, mempelajari orientasi dan mobilitas yang ditekankan pada pengenalan suara
binatang akan lebih menarik dan mengesankan jika mereka diajak kekebun binatang.
Bagi anak Tuna Grahita, untuk menerangkan makanan empat sehat lima sempurna,
barangkali akan lebih menarik jika diperagakan bahan aslinya kemudian diberikan
6. Prinsip Belajar dan Bekerja Kelompok
Arah penekanan prinsip belajar dan bekerja kelompok sebagai salah satu dasar
mendidik anak berkelaianan, agar mereka sebagai anggota masyarakat dapat bergaul
dengan masyarakat lingkungan, tanpa harus merasa rendah diri atau minder dengan
orang normal. Oleh karena itu Sifat seperti ego sentris atau egoistis pada anak tuna
rungu karena tidak menghayati perasaan, agresif, dan destruktif pada anak tuna laras
perlu diminimalkan atau hilangkan melalui belajar dan bekerja kelompok. Melalui
kegiatan tersebut diharapkan tersebut diharapkan mereka dapat memahami bagai
mana cara bergaul dengan dengan orang lain secara baik dan wajar.
7. Prinsip Keterampilan
Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak berkelainan, selain
berfungsi : Selektif, Edukatif, Rekeatif dan terapi, juga dapat dijadikan sebagai bakal
dalam kehidupannya kelak. Selektif berarti untuk mengarahkan minat, bakat,
keterampilan dan perasaan anak berkelainan untuk berpikir logis, berperasaan halus
dan kemampuan untuk bekerja.Rekreatif berarti unsur kegiatan yang diperagakan
sangat menyenangkan bagi anak berkelainan.Terapi berarti aktivitas keterampilan
yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana habilitas akibat kelainan atau
keturunan yang di sandangnya.
8. Prinsip Penamaan dan Penyempurnaan Sikap
Secara fisik dan psikis sikap anak berkelainan memang kurang baik sehingga
perlu diupayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik sehingga perlu di
upayakan agar mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi
menggoyang-goyangkan kepala ke kiri dan kekanan, atau menggoyang-goyangkan
badan yang dilakukan secara tidak secara tidak sadar atau anak Tuna Rungu memiliki
kecenderungan rasa curiga pada orang lain akibat ketidakmampuannya merangkap
percakapan orang lain.46
Dalam hal ini Sekolah Luar Biasa Karya Murni, tidak terlepas, berperan aktif
didalamnya. Peranan sekolah terhadap masyarakat yakni memberikan informasi
berupa pengetahuan akan anak-anak berkelainan kepada masyarakat, agar masyarakat
dapat menerima dan sadar serta peduli akan pentingnya pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus. Sekolah sejauh ini telah bekerjasama dengan departemen 4.3 Terhadap Masyarakat
Pada umumnya masyarakat menganggap bahwa kelompok penyandang
tunanetra merupakan suatu kelompok minoritas, seperti halnya kelompok orang negro
dengan kulit putih. Pada kalangan penyandang tunanetra yang baru ditemukan,
mereka cenderung menunjukkan perilaku perilaku yang tidak sesuai atau selaras
dalam menghadapi berbagai situasi dan seringkali menunjukkan reaksi-reaksi yang
tidak masuk akal.Mereka yang memiliki penglihatan tak sempurna cenderung patuh
atau tunduk dalam hubungan interpersonal dengan orang awas.
Namun demikian pandangan orang awas, orang tunanetra juga memiliki kelebihan
yang sifatnya positif seperti, kepekaan terhadap suara, peradaban, ingatan,
keterampilan dalam memainkan alat musik, serta ketertarikan yang tinggi terhadap
nilai-nilai moral dan agama.
46
sosial, organisasi anak-anak cacat, yayasan swasta yang bergerut di bidang
pendidikan khusus dan lembaga pendidikan umum lainnya.47
47Wawancara
, Sr. Leony, di SLB-A Karya Murni tanggal 7 April 2017
Adanya stigma buruk masyarakat akan anak-anak cacat menjadi tantangan
dan juga tugas yang harus di emban sekolah untuk memberikan akses bagi anak
murid untuk dapat diterima dimasyarakat, sebagai bagian dari Bangsa dan warga
negara. Untuk itu sekolah mempunyai peran strategis untuk menjembatani hubungan
yang sinergis antara anak-anak berkelaianan dengan masyarakat.Peran Serta
Masyarakat yang terdiri dari orang tua, anggota keluarga, tokohmasyarakat, para
pengusaha, profesional pendidikan, profesional medis, dan
stakeholderperludigalakkan dan ditumbuhkembangkan secara optimal agar
implementasi pendidikan kebutuhankhusus/pendidikan inklusif dapat berlangsung
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
Untuk mengembangkan potensi tunanetra, diperlukan suatu wadah yang dapat
membimbing mereka seperti lembaga-lembaga sosial dan sekolah luar
biasa.Tunanetra memerlukan sistem pendidikan yang dapat mengembalikan
keberfungsian sosial mereka sehingga tunanetra dapat bertahan hidup di dalam
masyarakat. Siring perkembangannya pun, masyarakat juga sudah mulai dapat
menerima kehadiran anak anak tunanetra, sebelumnya sudah diketahui pada abad 18,
apabila anak yang lahir hidup dalam keadaan buta , maka ia akan dibunuh.
Sekolah Luar biasa untuk tunanetra merupakan salah satu lembaga sosial yang
memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anak tunanetra . Sekolah Luar Biasa
Karya Murni adalah sebuah lembaga pendidikan formal swasta yang mengemban
tugas untuk mengembangkan dan merealisasikan potensi yang ada pada tunanetra
sehingga mereka dapat diberdayakan dalam masyarakat. Ketersediaan sarana dan
fasilitas yang ada di sekolah luar biasa tersebut menunjang proses pendidikan yang
dilakukan di sekolah tersebut. Sehingga dengan adanya Sekolah Luar biasa karya
murni ini, tunanetra dapat memaknai hidupnya lebih berharga lagi.
Fasilitas sekolah berperan penting terhadap pelayanan anak-anak cacat yang bersekolah
di SLB-A Karya Murni, ini diperlukan guna menunjang tumbuh kembang anak tunanetra.
Selain itu, Kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pendidikan khusus dan anak-anak
Peran pemerintah sejauh ini sangat membantu terselenggaranya pendidikan khusus untuk
anak-anak cacat.Sekolah mengalami perkembangan dari segi mutu pendidikan, ini
ditandai dengan bertambahnya jumlah murid yang bersekolah serta prestasi yang diraih
murid.Sekolah SLB-A Karya Murni dalam pelaksanaanya telah memenuhi dukungan
yang dibutuhkan tunanetra dibuktikan dengan, apabila anak tunanetra ingin sekolah di
sekolah regular maka SLB-A karya murni akan mendukung anak tersebut bila
memungkinkan. Karya Murni juga telah menggunakan metode pembelajaran yang
kreatif, memenuhi berbagai sarana dan prasarana pendukung sesuai UU No.19 tahun
2011 tentang konvensi hak-hak penyandang disabilitas .sehingga dapat dikatakan
bahwa amanat dalam UU telah dilaksanakan
5.2Saran
Untuk meningkatkan keberhasilan proses pelajaran adaftip disekolah. Maka
diperlukan sebagai berikut :
A. Kepada Pemko Medan
1.Pemerintah kota Medan diharapkan mampu memberikan perhatian dan bantuan
bagi anak penyandang tunanetra dengan pemenuhan fasilitas sehingga
memungkinkan anak tunanetra mengembangkan dirinya sebaik mungkin
2.Menyediakan perlengkapan untuk pelajaran olahraga yang telah dimodifikasi.
3.Menyediakan alat dan sumber belajar yang cukup.
4.Menyelenggarakan atau mengirimkan guru dalam pelatihan secara berkala sehingga
B .Kepada orang tua
1. Orang tua harus mencari wawasan untuk anak tunanetra dan cara penanganannya,
agar dapat melayani di rumah.
2. Orang tua harus memberi dukungan pada sekolah agar terlaksana proses
pembelajaran yang di harapkan agar siswa dapat memiliki semangat dalam
menjalankan pendidikannya walaupun dengan keterbatasan yang dimilikinya
sehingga dapat menjadi genereasi penerus bangsa.
C. Kepada anak tunanetra
1.Anak tunanetra seharusnya lebih rajin dan giat belajar demi tercapai segala
cita-citanya.
2.Anak tunanetra hendaknya patuh dan taat terhadap guru dan orang tuanya agar
DAFTAR SARANA DAN PRASARANA DI SEKOLAH LUAR BIASA KARYA
MURNI
TABEL 7 SARANA DI SLB A KARYA MURNI
NO URAIAN JUMLAH
komputer music 1
Meja kerja 2
D RUANG KOMPUTER
Komputer Braille 10
Tv 1
Printer 3
Printer Braille 3
Mesin jilid: buku 1
Pemotong kertas 1
Filling cabinet 1
Rak buku 1
Tape rekorder 1
Meja kerja 2
E RUANG MENGETIK
Mesi tik awas 12
Mesin tik Braille 4
Meja 12
Kursi 12
Sumber: Kantor Administrasi Sekolah Yayasan SLB-A Karya Murni, 1997