• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN BURUNG AIR. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN BURUNG AIR. Abstrak"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

III KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS, SEBAGAI MAKANAN BURUNG AIR

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis struktur komunitas makrozoobentos di Percut Sei Tuan terkait dengan kekayaan spesies, keanekaragaman spesies, kesamaan spesies, dan biomassa. Penelitian dilakukan di 10 plot yaitu Bagan Percut (3 plot), Pematang Lalang (1 plot), Tanjung Rejo (5 plot) dan Pantai Labu (1 plot). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2010 dan identifikasi dilakukan pada bulan Nopember 2010 sampai Mei 2011. Pengambilan sampel menggunakan sweep-netdan pipa paralon. Waktu pengamatan dilakukan saat air laut surut, pada lokasi mencari makan burung air. Komunitas makrozoobentos dikalkulasi menggunakan Shannon, eveness dan similaritas indeks. Kesamaan antar komunitas ditunjukkan dengan dendrogram. Hasil penelitian menunjukkan di Percut Sei Tuan ditemukan 26 spesies makrozoobentos, yang termasuk dalam 20 famili dan empat klas. Komunitas makrozoobentos di Percut Sei Tuan mempunyai tingkat keanekaragaman sebesar 2,68 dan tingkat keanekaragaman tiap lokasi berkisar antara 0,00 – 2,26. Berdasarkan jumlah spesies (10 spesies) dan jumlah individu, bivalvia merupakan klas yang paling banyak ditemukan. Sinonovacula virens merupakan spesies yang mendominasi dan hanya ditemukan di Bagan Percut. Hasil analisis terhadap faktor fisik dan kimia perairan meliputi (kedalaman sedimen, salinitas, pH, ketinggian air, kecerahan dan BOD) menunjukkan pengaruh yang signifikan 85% terhadap kehadiran spesies makrozoobentos di lokasi penelitian. Hasil analisis indeks kesamaan spesies yang ditunjukkan dendrogram menghasilkan enam kelompok komunitas makrozoobentos. Percut Sei Tuan ditemukan sebanyak 15 spesies, 18 spesies di Pematang Lalang, 23 spesies di Tanjung Rejo, dan 13 spesies di Pantai Labu. Biomassa tertinggi ditemukan di Tanjung Rejo.

(2)

III MACROZOOBENTHOS COMMUNITY AS FOOD OF WATERBIRDS

Abstract

The objective of the research was to analyze the structure of macrozoobenthos community in Percut Sei Tuan regarding its species richness, species diversity, evenness and biomass. Ten plots, namely Bagan Percut (3 plots), Pematang Lalang (1 plot), Tanjung Rejo (5 plots), and Pantai Labu (1 plot) were selected as samples. The research was conducted in October 2010 until May 2011. The data on macrozoobenthos from each plot were collected using sweep-net method and core samples. Macrozoobenthic observation were conducted from feeding ground of waterbirds depend on tide cycle. Macrozoobenthic community was calculated with Shannon, evenness and similarity indences. Similarity among communities were presented by a dendrogram. Sediment depth was showed by sediment profiles. Physical and chemical factor were analyzed with a stepwise regression. The research revealed that there were 26 species of macrozoobenthos in Percut Sei Tuan belonging to 20 families and four classes. The diversity index of the macrozoobenthic community in Percut Sei Tuan were 2.68 and the diversity indices in each plot as the research site ranged 0 – 2.26. Based on the species and number of individuals, bivalves were the highest in the community. Sinonovacula virens was dominant and only found in Bagan Percut. Sediment profile between plots ranged 20-155 cm. The analysis to physical and chemistry factor (i.e. sediment, water depth, pH, BOD, salinity and turbidities) showed significant effect up to 85% for species macrozoobenthos presence. Dendrograms analysis showed that there were six major macrozoobenthic communities. The highest spesies number was found in Tanjung Rejo (23 spesies) followed by Pematang Lalang (18 species), Pantai Labu (13 species) danBagan Percut(15 species). The highest biomass was found in Tanjung Rejo.

(3)

PENDAHULUAN

Makanan merupakan faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup makhluk hidup termasuk burung air. Burung merupakan konsumer penting pada komunitas intertidal, burung membutuhkan energi yang tinggi dan efisiensi dalam memperoleh makanan (Botto et al. 1998). Burung air membutuhkan makanan sebagai sumber energi untuk melakukan berbagai proses fisiologi dalam kelangsungan hidupnya diantara untuk bergerak, berbiak, dan interaksi dengan burung air lainnya. Makanan merupakan sumber daya yang sangat penting dalam banyak aspek bagi ekologi burung (Wiens 1989).

Meskipun banyak jenis makrozoobentos yang hidup di wilayah pasang surut, hanya sebagian yang dapat dijadikan sebagai makanan yang menguntungkan bagi burung air. Makrozoobentos merupakan hewan invertebrata yang hidup didasar substrat (sedimen) yang umum ditemukan di perairan (Fredrickson-Knapp 2001). Makrozoobentos adalah organisme tidak bertulang belakang yang hidup di dasar perairan dengan ukuran > 1 mm (van der Graaf et al. 2009). Komunitas makrozoobentos merupakan hewan dasar yang hidup di sedimen dasar perairan, baik yang merayap, menggali lubang atau melekatkan diri pada substrat (sessile) (Odum, 1993).

Peranan makrozoobentos dalam jaring-jaring makanan adalah sebagai organisme pengurai dan penyaring. Keberadaan makrozoobentos erat kaitannya dengan kondisi substrat sebagai tempat hidupnya. Perubahan kondisi fisik dan kimia yang terjadi pada perairan akan berpengaruh pada sedimen dan selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan zoobentos.

Makrozoobentos merupakan sumber makanan primer bagi burung air, baik migran maupun burung penetap. Bagi burung migran kelimpahan dan ketersediaan makrozoobentos merupakan makanan yang penting sebagai sumber energinya (Fredrickson-Knapp 2001). Untuk wilayah Asia terdapat 5 kelompok mangsa sebagai sumber makanan yang penting bagi burung pantai, yaitu Bivalvia, Gastropoda, Crustacea, Polychaeta, dan Pisces (ikan) (Howes et al. 2003).

Bagi burung migran faktor yang mendorong terjadinya migrasi adalah makanan dari kelompok makrozoobentos. Burung air memiliki strategi dalam

(4)

mencari makan disesuaikan dengan morfologi dari masing-masing spesies, hal ini untuk mengurangi kompetisi dan kekurangan sumber makanan pada suatu area mencari makan yang dipenuhi beranekaragam jenis burung air (Lee 2007; Botto et al. 1998).

Burung air (Anseriformes, Charadriiformes, Ciconiiformes, Pelecaniformes dan Procellariformes) memiliki variasi morfologi untuk mengeksploitasi lahan basah, seperti bentuk paruh yang bervariasi, leher panjang, kaki panjang dan ukuran tubuh yang disesuaikan dengan kemampuan mencari makan spesies pada ketinggian air dan makanan yang berbeda (Baker 1979).

Kebutuhan makan burung air tergantung pada beberapa faktor antara lain: kepadatan mangsa, ukuran mangsa, kandungan kalori, kemampuan mencerna, aktivitas, dan kemampuan memperoleh makan dari makanan yang tersedia (Zwarts & Blomert, 1992; Zwarts et al. 1990b). Kepadatan makrozoobentos merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung pantai. Kepadatan burung air sangat dipengaruhi oleh kelimpahan dan biomassa makrozoobentos, substrat, kemampuan burung mendeteksi mangsa, predator, lama waktu pasang dan kehadiran manusia (De Boer 2002).

Kelimpahan dan ketersediaan makrozoobentos merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan kualitas habitat bagi burung air dan burung pantai, karena burung-burung ini mengkonsumsi makrozoobentos sebagai sumber makanan dalam jumlah besar (Lee 2007). Ketersediaan makrozoobentos ini dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik diantaranya, pasang surut, karakteristik sedimen, morfologi lumpur, luas hamparan lumpur, kepadatan spesies burung pantai dan predator.

Kondisi fisik sedimen yang terbentuk akibat pasang surut akan mempengaruhi ketersediaan mangsa dan secara langsung akan mempengaruhi perilaku dan distribusi burung air. Sedimen yang lembut dan lembab akan mempengaruhi keberhasilan burung air memperoleh mangsa dalam sedimen dan mempermudah pergerakan burung air selama aktivitas mencari makan berlangsung (Velasquez & Navarro 1993). Sedimen yang lunak akan memudahkan penetrasi paruh burung air untuk mendeteksi keberadaan mangsa dan memperolehnya secara cepat (Zwarts et al. 1990b).

(5)

Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Penyebaran makrobenthos berkorelasi dengan tipe substrat. Odum (1993) menyatakan substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos.

Pola kehidupan organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu dapat menyebabkan kenaikan metabolisme organisme perairan, sehingga kebutuhan oksigen terlarut menjadi meningkat (Nybakken 1988). Penyebaran organisme bentos secara horizontal dan vertikal sangat dipengaruhi oleh salinitas. Salinitas secara tidak langsung mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi organisme dalam suatu ekosistem (Odum 1993).

Konversi mangrove menjadi lahan perkebunan dan pembangunan darmaga serta tempat pelelangan ikan di Percut Sei Tuan akan mempengaruhi luas area mencari makan burung air dan mempengaruhi kualitas lingkungan tempat burung air mencari makan akibat aktivitas perdagangan, perkebunan, pertambakan dan aktivitas lainnya. Keadaan ini secara langsung akan mempengaruhi kehadiran, distribusi dan komposisi makrozoobentos sebagai sumber makanan burung air.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis jenis makanan burung air pada beberapa tipe habitat meliputi: keanekaragaman, kekayaan dan komposisi makrozoobentos

Bahan dan Metode Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Nopember 2010 sampai April 2011 di hamparan lumpur yang dipergunakan oleh burung air untuk mencari makan dan tempat beristirahat secara bersama-sama. Untuk mengetahui potensi sumber makanan yang terdapat di wilayah penelitian dilakukan pengambilan contoh pada 10 plot dengan 10 ulangan/titik masing-masing dilakukan hanya sekali, hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa selama penelitian berlangsung

(6)

dianggap tidak terdapat perubahan yang terlalu berarti (Gambar 18). Pemilihan plot didasari oleh luas lahan (hamparan lumpur) dan pentingnya satu lokasi bagi burung air.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, GPS, pipa paralon, ayakan 1 mm, termometer, refraktrometer, pH meter, tali, gunting, jangka sorong, mistar kayu (200 cm), tanur 1000oC, oven, alkohol 70 aquades, botol terang dan gelap, bahan-bahan kimia lain untuk mengukur DO dan BOD, kantung plastik untuk menyimpan sampel tanah/lumpur, botol koleksi.

Gambar 18 Peta pengambilan sampel makrozoobentos.

Profil Sedimen

Pengukuran kedalaman substrat dilakukan pada hamparan lumpur (saat air laut surut), sawah dan tambak yang digunakan burung air untuk mencari makan menggunakan mistar kayu. Pengukuran profil sedimen pada hamparan lumpur dilakukan pada arah Utara dan Timur sampai mistar benar-benar menyentuh dasar sedimen dan tidak dapat bergerak lagi dengan membuat transek sepanjang 150 m

(7)

arah utara dan 100 m arah timur kompas (disesuaikan dengan luas hamparan lumpur).

Pengukuran profil sedimen sawah dilakukan pada sawah dan tidak aktif karena terkena banjir akibat air pasang yang digunakan oleh burung air untuk mencari makan. Pengukuran dilakukan secara silang, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan panjang transek yang maksimal, karena luas sawah dan tambak berbeda dengan hamparan lumpur (Gambar 19 dan 20).

Gambar 19 Skema pengukuran kedalaman sedimen di hamparan lumpur.

Gambar 20 Skema pengukuran kedalaman sedimen di sawah dan tambak.

Pengukuran Parameter Fisika Kimia

Pengukuran kimia sedimen (bahan organik dan tekstur sedimen) dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengukuran DO dan BOD dilakukan di laboratorium Ekologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Pengukuran suhu, kecerahan, salinitas dan pH dilakukan di lokasi penelitian, alat dan metode yang digunakan pada penelitian terdapat pada Tabel 16.

(8)

Tabel 16 Pengukuran faktor fisik, kimia dan biologi, alat dan metode No Variabel Satuan Alat/metode

A. Faktor Fisik

1. Suhu 0C Termometer

2. Kecerahan Cm Secchi disk B. Faktor Kimia

3. Salinitas 0/00 Refraktometer

4. pH - pH meter

5. Oksigen terlarut (DO) Mg/l Titrasi Winkler

6. BOD5 Mg/l Titrasi Winkler

C. Kimia sedimen

7. Bahan organik % Pembakaran sedimen D. Tekstur Sedimen

8. Analisis ukuran butir Analisis saringan (sieve Analysis) 9. Tekstur sedimen Segitiga tekstur tanah (USDA 2009) E. Biologi

10. Makrozoobentos Ind/m2 Pipa paralon/sweepnet

Tekstur Sedimen

Tekstur sedimen dikelompokkan menjadi beberapa kelas berdasarkan komposisi pasir, debu dan liat. Selanjutnya sedimen tersebut dianalisis menggunakan software segitiga tekstur tanah dengan macromedia flash player 7 (http://abuzadan.staff.uns.ac.id) (Gambar 21).

Gambar 21 Segitiga untuk mengetahui tekstur sedimen (http://abuzadan.staff.uns.ac.id).

(9)

Pengambilan Contoh Makrozoobentos

Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada 10 plot (tiga plot Bagan Percut, satu plot Pematang Lalang dan Pantai Labu, lima plot Tanjung Rejo). Untuk mengetahui jenis makanan yang dimakan oleh burung air digunakan dua metode, yaitu:

a. Pengambilan contoh pakan menggunakan pipa paralon (Swennen & Marteijn 1985 dalam Howes et al. 2003). Metode ini melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada areal burung air mencari makan sebanyak 10 pipa paralon pada masing-masing lokasi sampai kedalaman 40 cm, hal ini dimaksudkan untuk dapat mengambil mangsa yang bergerak cepat secara vertikal, serta mangsa yang hanya dapat diambil oleh burung berparuh panjang.

2. Sedimen yang diperoleh dari masing-masing pipa paralon pada tiap lokasi selanjutnya dimasukkan kedalam ember dan dicampur dengan air.

3. Sedimen yang telah dicampur air selanjutnya diayak, sehingga partikel atau organisme yang ukurannya lebih besar dari 1 mm dapat disaring dan tertinggal dalam ayakan.

b Pengambilan contoh pakan menggunakan sweep net. Pengambilan sampel hanya dilakukan pada plot yang berairan (tambak, dua plot hamparan lumpur (Bagan Percut 2 dan Tanjung Rejo 4), tempat burung merandai mencari makan. Sampel diambil dengan cara mencelupkan sweep net dengan hati-hati dan menariknya sejauh 1 m (dengan demikian volume air yang disampel adalah 0,1 m3).

Selanjutnya makrozoobentos yang tersaring dipisahkan berdasarkan lokasi pengambilan sampel dan disimpan didalam plastik yang telah diberi alkohol 70% untuk selanjutnya sampel hewan tanah ini diidentifikasi di laboratorium sampai tingkat spesies dengan menggunakan buku identifikasi oleh Dharma (2005), Pratt (1951), Henry dan Pratt (1935) dan selanjutnya dihitung biomassanya.

(10)

Pengukuran Biomassa

1. Pengukuran biomassa dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: Makrozoobentos yang telah diidentifikasi dikelompokkan dan dihitung jumlah kemudian disimpan dalam cawan petri yang telah diberi label.

2. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100C selama 2 hari untuk mendapatkan berat kering yang konstan dan selanjutnya ditimbang beratnya. 3. Sample dikering abukan dalam oven dengan suhu 600C selama 4 jam.

Selanjutnya dihitung berat bersih dengan demikian akan diketahui secara pasti kalkulasi kerapatan rata-rata, penyebaran dan kepentingan jenis makanan burung air.

Pada penelitian ini polychaeta tidak dihitung biomassanya karena telah luruh selama proses pengambilan sampel berlangsung.

Analisis Data Indeks Keanekaragaman Jenis

Untuk menentukan indeks keanekaragaman makrozoobentos digunakan Indeks Shannon (Magurran 1988) yaitu:

    s pi ln pi ' H 1 i Indeks Shannon     ntos makrozoobe total i ke spesies ntos makrozoobe pi dengan

Indeks Kemerataan Jenis (E)

Untuk menentukan indeks kemerataan jenis makrozoobentos digunakan Indeks Shannon (Magurran 2004) yaitu:

S ln / ' H ' J 

(11)

Indeks Kesamaan Spesies

Untuk mengetahui kesamaan atau perbedaan komposisi spesies makrozoobentos pada 10 plot digunakan indeks kesamaan Jaccard (Magurran 1988; 2004): c b a a CJ   

Dengan Cj = indeks kesamaan Jaccard

a = jumlah spesies yang dijumpai pada kedua lokasi b = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 1 c = jumlah spesies yang hanya dijumpai pada lokasi 2

Biomassa Makrozoobentos

Berat kering bebas abu dihitung menggunakan rumus: ADW (gr) = Berat X – Berat Y

Dimana : X = berat awal spesies 1, 2,...dst

Y = berat akhir spesies 1, 1,.. dst setelah jadi abu ∑

Dimana: Bj = biomassa semua spesies LA = luas area (πr2 X n) n = jumlah pipa paralon

(12)

HASIL

Faktor Fisik Kimia Perairan Percut Sei Tuan

Tekstur sedimen dilokasi penelitian dibagi menjadi empat klas yaitu: lempung (L), lempung berliat (Lb) 3), lempung berdebu (Ld) dan lempung berpasir (Lp) (Tabel 17). Lempung berdebu dan lempung berpasir memiliki nilai fisik dan kimia yang bervariasi dibandingkan lempung dan lempung berliat. Perbedaan faktor fisik dan kimia ini diduga yang mempengaruhi kehidupan dan kehadiran makrozoobentos sebagai sumber makanan burung air.

Tabel 17 Faktor fisik kimia di lokasi penelitian (L= lempung, Lb= lempung berliat, Ld= lempung berdebu dan Lp= lempung berpasir)

Lokasi Plot pH Suhu

0 C Salinitas 00 0 Kecerahan cm DO Mg/l BOD Mg/l B. Organik % B.Percut1 L 6,1 26 24 8 4,5 1,2 1,98 T.Rejo1 * Lb1 6 24 - - - - 7,79 T.Rejo2 * Lb2 6,4 23,5 - - - - 7,72 T.Rejo3 ** Lb3 6,5 25 - - - - 3,32 T.Rejo4 Ld1 6,9 24,5 28 30 3,7 2,9 2,77 B.Percut2 Ld2 6,8 26,5 25 8 4,5 1,3 3,70 T.Rejo5 Ld3 6,7 25 28 30 3,6 1,1 3,15 B.Percut3 Ld4 6,7 25 28 29 4,1 2,1 3,22 P.Lalang Lp1 6,8 24 21 25 3,9 1,3 1,44 P.Labu Lp2 6,8 24 21 25 3,8 1,4 2,71 Baku Mutu+ 7-8,5 Alami  34 - > 5 20

Keterangan: * = sawah tidak aktif ** = tambak tidak aktif

+

=KepMenLH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut. Lamp. 3. Untuk Biota Laut - = tidak dilakukan pengukuran karena dalam keadaan kering/tidak dapat diukur.

Faktor-faktor yang diduga sangat mempengaruhi kehidupan makrozoobentos dan secara tidak langsung juga burung air yaitu: salinitas, pH, bahan organik, kecerahan, BOD, DO, suhu, kecerahan dan profil sedimen. Analisis regresi stepwise yang dilakukan untuk mengetahui kadar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap jumlah individu makrozoobentos sebesar 59%, nilai korelasi 0,768 (R2 = 0,590), hasil uji F hitung 11.517 menunjukkan faktor fisik dan kimia perairan ini berpengaruh signifikan terhadap jumlah individu makrozoobentos dengan persamaan sebagai berikut;

(13)

Y = -48501,704 + 7817,535pH+ 0,015Hsedimen + 0,015HAir + 0,103Suhu + 0,306Salinitas

+ 0,217Kecerahan + 0,148DO + 0,030BOD + 0,0368BahanOrganik

Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan ini bersifat positif. Uji normalitas menunjukkan data memiliki distribusi normal, dengan Nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (0,194;-1,250).

Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan jumlah spesies makrozoobentos sebesar 85%, nilai korelasi 0,923 (R2 = 0,852), uji F hitung 46,138 menunjukkan bahwa faktor fisik dan kimia perairan ini berpengaruh signifikan terhadap jumlah spesies makrozoobentos. Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan ini bersifat positif dan negatif. Uji normalisasi menunjukkan bahwa hasil regresi baik untuk digunakan dalam memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran makrozoobentos dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (0,310; -1,395) atau distribusi normal (Gambar 22) dengan persamaan sebagai berikut:

Y = 2,565 + 0,428kecerahan -0,133sedimen + 0,096pH – 0,133Hair – 0,157suhu – 0,442 Salinitas –0,374DO – 0,239BOD + 0,136 Bahan Organik

A B

Gambar 22 Uji normalitas pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan individu makrozoobentos dan spesies makrozoobentos.

(14)

Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan jumlah spesies burung air sebesar 88%, nilai korelasi 0,940 (R2 = 0,884), uji F hitung 61,194 menunjukkan faktor fisik dan kimia perairan berpengaruh signifikan terhadap kehadiran spesies burung air. Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan bersifat positif dan negatif. Uji normalisasi menunjukkan hasil regresi baik digunakan dalam memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran spesies burung air dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (-0,425; -1,516) yang terdistribusi secara normal dengan persamaan sebagai berikut:

Y = 3,908 + 0,005NMakrozoobentos+ 0,276HSedimen+ 0,135pH + 0,276X4HAir– 0,171Suhu

+ 0,143Salinitas + 0,356Kecerahan + 0,062DO + 0,0187BOD– 0,044Bahan Organik

+ 0,375SpMakrozoobentos + 0,419Biomassa

Pengaruh faktor fisik dan kimia perairan terhadap jumlah individu burung air sebesar 74% dengan nilai korelasi 0,860 (R2 = 0,740), uji F hitung 22,816 menunjukkan faktor fisik dan kimia perairan berpengaruh signifikan terhadap kehadiran individu burung air. Hasil regresi menunjukkan pengaruh faktor fisik dan kimia perairan bersifat positif dan negatif. Uji normalisasi menunjukkan hasil regresi baik digunakan dalam memprediksi faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran individu burung air dengan nilai rasio skewness dan kurtosis berada pada -2 dan 2 (1,642; -0,104) yang terdistribusi secara normal (Gambar 23), dengan persamaan sebagai berikut:

Y = -975,417 + 1,297NMakrozoobentos– 0,199Sedimen– 0,323pH– 0,199HAir + 0,221suhu–

0,170salinitas– 0,416Kecerahan– 0,081DO– 0,347BOD + 0,190BahanOrganik–

(15)

A B

Gambar 23 Uji normalitas pengaruh faktor fisik dan kimia perairan dengan individu burung air dan spesies burung air.

Profil Sedimen

Profil sedimen di lokasi penelitian berkisar antara 20 – 155 cm. Secara umum profil sedimen pada lokasi penelitian untuk hamparan lumpur memiliki pola yang hampir sama (Gambar 24 dan 25).

Profile sedimen pada stasiun Ld1 (T. Rejo 4) sampai Ld 4 (B. Percut 3) memperlihatkan pola yang bervariasi antara profil utara dan timur, umumnya kedalaman meningkat semakin jauh dari bibir pantai. Profil sedimen pada stasiun Ld1 (T. Rejo 4) sampai Ld4 (B. Percut 3) memperlihatkan pola berbeda bila dibandingkan dengan profil sedimen pada stasiun Lp1 (P. Lalang) dan Lp2 (P. Labu) yang memiliki pola yang sama antara Utara dan Timur. Pola sedimen sawah dan tambak berbeda dengan profil sedimen pada hamparan lumpur. Profil kedalaman sedimen pada sawah (Lb1 = T. Rejo 1) dan tambak memiliki pola yang sama Utara dan Timur. Pola yang sedikit berbeda terlihat pada stasiun Lb2 (T. Rejo 2).

(16)
(17)
(18)

Jenis-jenis Makrozoobentos di Percut Sei Tuan

Makrozoobenthos yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri atas empat kelas yaitu: Bivalvia, Crustacea, Gastropoda dan Polychaeta. Bivalvia merupakan kelompok kerang-kerangan, memiliki sepasang cangkang (bivalvia berarti dua cangkang) yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian (10 spesies, 6 famili). Kelompok ini didominasi oleh Sinonovacula virens dan Donax faba.

Gastropoda merupakan kelompok siput ditemukan lima spesies dan lima famili. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Cerithidea cingulata dan Clanculus microdon. Crustacea merupakan hewan air yang dikenal sebagai udang, kepiting, lobster. Ditemukan 9 spesies dan 7 famili, spesies yang paling banyak ditemukan di lokasi penelitian adalah Balanus spp. dan Palaemon elegans. Polychaeta merupakan kelompok cacing yang hidup pada sedimen yang lembut, ditemukan dua famili dan dua spesies, yaitu Nereis sp. dan Arenicolides ecaudata (Gambar 26).

Gambar 26 Makrozoobentos yang umum ditemukan di lokasi penelitian (sumber:http://www.treasures of thesea.org) [24 September 2011].

Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Makrozoobentos

Sebanyak 31.722 individu makrozoobentos yang ditemukan (26 spesies 4 klas) selama penelitan, terdiri atas: Bivalvia (10 spesies), Crustacea (9 spesies),

(19)

Gastropoda (5 spesies) dan Polychaeta (2 spesies). Jumlah individu yang ditemukan pada tiap plot pengamatan bervariasi antara 266 sampai 7.142 individu, individu tertinggi ditemukan pada Ld2 (B. Percut 2) dan terendah pada plot Lb1 (T. Rejo1) (Tabel 18).

Lempung berliat memiliki spesies dan jumlah individu yang rendah dibandingkan lempung berdebu dan lempung berpasir. Pada penelitian ini ditemukan plot yang tidak mengandung makrozoobentos yaitu lempung (L = B. Percut 1). Arenicolides ecaudata mendominasi di lempung berliat, Donax faba mendominasi di lempung berdebu, Corbula tunicata dan Matra turgida mendominasi di lempung berpasir dan Sinonovacula virens merupakan spesies yang eksklusif hanya ditemukan di Ld2 (B. Percut 2). Bivalvia umum ditemukan pada semua plot (hamparan lumpur) dan tidak ditemukan di lempung berliat dan lempung.

Tekstur sedimen mempengaruhi kehadiran dan kelimpahan spesies makrozoobentos yang ditemukan di lokasi penelitian (Tabel 20). Spesies yang khusus ditemukan pada tekstur khusus, Sinonovacula virens (Ld2), Nereis sp. (Ld), Pleuroploca filamentosa (Lp1 = P. Lalang) dan, Arenicolides ecaudata (Lb = T. Rejo) (Tabel 19).

Indeks keanekaragaman total di Percut Sei Tuan adalah 2,68 dengan indeks keanekaragaman di masing-masing stasiun bervariasi antara 0 hingga 2,26 (Tabel 19). Indeks keanekaragaman tertinggi ditemukan di Ld3 (T. Rejo 5) (2,26) dan terendah ditemukan Ld2 (B. Percut 2) (0,71). Tingkat kemerataan spesies secara total di Percut Sei Tuan ditunjukkan dengan nilai kemerataan jenis (evenness) 0,82.

Secara umum tekstur lempung berliat memiliki nilai keanekaragaman spesies yang rendah, sedangkan lempung tidak ditemukan adanya makrozoobentos. Tekstur lempung berdebu memiliki nilai keanekaragaman lebih bervariasi dibandingkan dengan lempung berpasir. Jumlah individu yang melimpah di Ld2 (B. Percut 2) tidak diikuti dengan nilai keanekaragaman yang tinggi tetapi sebaliknya nilai keanekaragaman rendah.

(20)

Tabel 18 Komposisi makrozoobentos di lokasi penelitian

L o k a s i

BP TJ TJ TJ TJ BP Tj BP PL PLa

No Klas Genus Spesies L *Lb1 *Lb2 **Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 LP2

1 Bivalvia Anadara Anadara gubernaculum - - - - 380 304 - 114 114 152

2 Bivalvia Corbula Corbula crassa - - - - 228 - 190 798 228 342

3 Bivalvia Corbula tunicata - - - - 38 - 190 114 1368 456

4 Bivalvia Donax Donax faba - - - - 2089 - 760 1026 114 418

5 Bivalvia Mactra Mactra turgida - - - - 684 - 722 608 1292 1026

6 Bivalvia Mactrellona Mactrellona alata - - - - 76 - 190 342 1216 266

7 Bivalvia Gari Gari crassula - - - - 228 - - 190 - -

8 Bivalvia Gari elongata - - - - 38 - - - -

9 Bivalvia Sinonovacula Sinonovacula virens - - - 5926 - - -

10 Bivalvia Tellina Tellina perplexa - - - 38 114 304 152

11 Crustacea Balanus Balanus crenatus - - - 76 76 - 114 114

12 Crustacea Balanus improvisus - - - - 100 - 76 - 950 760

13 Crustacea Balanus perforatus - - - 76 - 76 38

14 Crustacea Corophium Corophium volutator - - 76 266 - - - - -

15 Crustacea Goneplax Goneplax rhomboides - - - - 38 - 38 76 190 190

16 Crustacea Palaemon Palaemon elegans - - - - 304 - - 190 76 -

17 Crustacea Penaeus Penaeus sp. - - - 114 - 190 114 114 114 -

18 Crustacea Liocarnicus Liocarnicus depurator - - - 152 76

19 Crustacea Megatrema Megatrema anglicum - - - 38 - -

20 Gastropoda Cantharus Cantharus cecillei - - 38 38 - - - - 38 -

21 Gastropoda Cerithidea Cerithidea cingulata - 76 38 38 38 266 114 342 38 -

22 Gastropoda Clanculus Clanculus microdon - - - 38 684 - - - - -

23 Gastropoda Coralliophila Coralliophila clathrata - - - - 38 - 38 38 114 114

24 Gastropoda Pleuroploca Pleuroploca filamentosa - - - 38

25 Polychaeta Nereis Nereis sp. - - - - 342 380 342 152 - -

26 Polychaeta Arenicolides Arenicolides ecaudata - 190 228 114 76 - - - -

N Total - 266 380 608 5471 7142 3001 4217 6534 4103

Keterangan:L=lempung, Lb=lempung berliat, Ld=lembung berdebu, Lp=lempung berpasir, *=sawah, **=tambak, BP = Bagan Percut, TJ = Tanjung Rejo, PL = Pematang Lalang, PLa = Pantai Labu

(21)

Tabel 19 Jumlah spesies (S), individu rata-rata (N), indeks keanekaragaman (H’) dan indeks kemerataan (E) makrozoobentos di Percut Sei Tuan

Lokasi Plot N Total Ind/m2 Sdev F S H' E B.Percut *L 0 0 0 0 0 0 T.Rejo **Lb1 266 39,56 2 2 0,60 0,86 T.Rejo **Lb2 380 46,93 4 4 1,09 0,79 T.Rejo ***Lb3 608 58,93 6 6 1,51 0,84 +T.Rejo *Ld1 5471 431,85 13 16 2,08 0,75 +B.Percut *Ld2 7142 1157,76 6 6 0,71 0,40 T.Rejo *Ld3 3001 205,37 11 15 2,09 0,77 B.Percut *Ld4 4217 289,67 12 14 2,26 0,86 +P.Lalang *Lp1 6534 427,12 14 16 2,24 0,81 + P.Labu *Lp2 4103 261,53 9 13 2,18 0,85 Total 31722 2919 20 26 2,68 0,82

Ket: * = hamparan lumpur, ** = sawah, *** = Tambak +

= titik konsentrasi pengamatan burung

Komposisi dan Keanekaragaman Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman

Nilai total keanekaragaman jenis masing-masing plot pada kedalaman 10 sampai 40 cm bervariasi (2,35 sampai 2,72) dan nilai kemerataan jenis 0,66 sampai 0,85 (Tabel 21). Nilai keanekaragaman spesies dan kelimpahan individu makrozoobentos berkurang seiring bertambahnya kedalaman sedimen. Lempung berpasir (Lp) memiliki nilai keanekaragaman lebih tinggi dibandingkan lempung berdebu (Ld) dan lempung berliat (Lb).

Kedalaman sedimen dan tekstur sedimen mempengaruhi kelimpahan jenis dan kekayaan spesies makrozoobentos yang ditemukan di lokasi penelitian, seiring bertambahnya kedalaman maka jumlah makrozoobentos semakin berkurang untuk semua klas (Tabel 20). Bivalvia tersebar pada kedalaman 0 – 40 cm (52,84% sampai 84,10%) dan jumlahnya makin bertambah seiring bertambahnya kedalaman sedimen, sebaliknya polychaeta hanya ditemukan pada kedalaman 0 sampai 10 cm dan tidak ditemukan pada kedalam diatas 10 cm (Gambar 27).

(22)
(23)

Tabel 20 Jumlah individu (N), Spesies (S), Keanekaragaman (H’), dan kemerataan jenis (E) makrozoobentos berdasarkan kedalaman Kedalaman (cm) L Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2 Total 10 S - 2 2 4 7 6 6 8 11 7 21 N 0 266 266 342 1634 2507 646 1178 1558 950 9346 Sdev 0 43,87 50,02 37,17 157,32 314,49 77,50 90,40 130,21 71,70 972,66 H' - 0,60 0,41 1,31 1,64 1,34 1,39 1,93 1,97 1,88 2,72 E - 0,86 0,59 0,95 0,85 0,57 0,78 0,93 0,74 0,83 0,89 20 S - - 1 3 6 2 4 7 11 9 17 N - - 38 152 950 1672 266 1064 1900 1634 7674 Sdev - - 9,21 21,36 164,57 377,05 33,06 109,07 166,39 110,04 990,76 H' - - 0,00 1,04 1,01 0,25 1,28 1,64 1,97 2,11 2,49 E - - 0,00 0,95 0,56 0,36 0,92 0,84 0,82 0,96 0,88 30 S 2 2 9 1 4 5 11 5 17 N - - 76 114 1900 1520 836 760 1444 760 7408 Sdev - - 19,00 28,49 207,09 368,56 125,83 83,05 127,52 80,85 1040,39 H' - - 0,00 0,00 1,69 0,00 0,99 1,47 1,98 1,49 2,19 E - - 0,00 0,00 0,77 0,00 0,72 0,91 0,82 0,93 0,77 40 S - - - - 6 1 12 7 12 5 17 N - - - - 988 1444 1254 1216 1634 760 7294 Sdev - - - - 173,63 360,91 76,54 117,00 117,95 95,20 941,23 H' - - - - 0,98 0,00 2,29 1,70 2,15 1,33 2,31 E - - - - 0,55 0,00 0,92 0,87 0,87 0,83 0,82

(24)

Tabel 21 Komposisi klas makrozoobentos berdasarkan kedalaman Kedalaman (cm) klas L Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2 Total % 10 Bivalvia - - - - 874 1710 199 684 1026 456 4939 52,84 Crustacea - 190 - - 342 266 114 342 456 380 2089 22,36 Gastropoda - 38 76 38 - 152 - - 76 114 494 5,28 Polychaeta - 114 190 228 418 380 342 152 - - 1824 19,51 20 Bivalvia - - - 266 1558 228 608 1254 1140 5053 65,84 Crustacea - - 76 - - - 114 608 494 1292 16,83 Gastropoda - 38 76 684 114 38 342 38 - 1330 17,33 30 Bivalvia - - - - 1672 1529 798 722 988 532 6239 84,10 Crustacea - - 76 114 190 - 38 38 418 228 1102 14,87 Gastropoda - - - - 38 - - - 38 - 76 1,03 40 Bivalvia - 950 1444 874 1178 1064 532 6040 82,81 Crustacea - - - 266 - 494 228 988 13,54 Gastropoda - 38 - 114 38 76 - 266 3,65 Total - 342 380 532 5471 7142 3001 4217 6534 4103 31722 Sdev - 59 56 68 502 711 290 371 452 327 2263

(25)

Indeks Kesamaan Spesies Makrozoobentos di Percut Sei Tuan

Tingkat kesamaan komunitas makrozoobentos pada masing-masing plot secara umum sangat rendah. Tingkat kesamaan spesies penyusun pada masing-masing plot dibawah 50% (Tabel 22). Tingkat kesamaan ini terlihat dari nilai indeks kesamaan yang berkisar antara 0,00 sampai 0,72 dan analisis dendrogram (Gambar 28). Plot yang memiliki tingkat kesamaan diatas 0,50 hanya ditemukan pada Lp2 (0,722), Ld3-Lp2 (0,65), Ld3 (0,65), Ld1-Ld4 (0,63), Lp1-Ld4, Ld3-Ld4 masing-masing 0,61. Hasil analisis dendrogram memperlihatkan bahwa terdapat dua kelompok besar yang sangat berbeda yaitu L, Lb1-Lb3 dengan kelompok LP dan Ld.

Tabel 22 Indeks kesamaan makrozoobentos di lokasi penelitian

Lokasi Plot Lb1 Lb2 Lb3 Ld1 Ld2 Ld3 Ld4 Lp1 Lp2 T.Rejo1 Lb1 - - - - T.Rejo2 Lb2 0,667 - - - - T.Rejo3 Lb3 0,333 0,667 - - - - T.Rejo4 Ld1 0,125 0,111 0,158 - - - - B.Percut2 Ld2 0,143 0,111 0,222 0,158 - - - - - T.Rejo5 Ld3 0,063 0,05 0,105 0,50 0,667 - - - - B.Percut3 Ld4 0,067 0,059 0,111 0,667 0,286 0,611 - - - P.Lalang Lp1 0,053 0,100 0,143 0,478 0,222 0,684 0,600 - - P.Labu Lp2 0,000 0,000 0,000 0,450 0,154 0,647 0,500 0,722 -

Gambar 28 Dendrogram tingkat kesamaan komunitas makrozoobentos antar plot penelitian

(26)

Biomassa

Biomassa terbesar ditemukan pada plot Ld3 (T. Rejo 5) (14,53 gr.m2) dan terendah pada plot Lb1 (T. Rejo 1) (0,22 gr.m2). Individu makrozoobentos terbanyak ditemukan pada plot Ld2 (B. Percut 2) (7.142 individu) dan terendah ditemukan pada plot Lb1 (T. Rejo 1) (266 individu), sedangkan burung air terbanyak ditemukan pada plot Ld2 (B. Percut 2) (11.123 individu) dan terendah ditemukan pada plot Lb3 (T. Rejo 3) (24 individu). Biomassa yang tinggi mengambarkan bahwa wilayah tersebut memiliki potensi sumber makanan yang banyak bagi burung air (Tabel 23).

Tabel 23 Biomassa, jumlah makrozoobentos (N), jumlah burung air (N)

Lokasi Plot Biomassa

(gram.m2) NMakro bentos N Burung S Makro bentos S Burung + T.Rejo *Ld 1 8,32 5.471 3.343 16 36 +B.Percut *Ld 2 6,59 7.142 11.123 6 32 +P.Lalang *Lp 1 13,20 6.534 8.697 16 38 T.Rejo *Ld 3 14,53 3.001 1.226 15 28 B.Percut *Ld 4 9,46 4.217 698 14 24 +P.Labu *Lp 2 9,71 4.103 6.212 13 34 T.Rejo **Lb 1 0,22 266 31 2 5 T.Rejo **Lb 2 0,50 380 26 4 4 T.Rejo ***Lb 3 0,48 608 24 6 5

Ket: * = hamparan lumpur, ** = sawah, *** = Tambak +

(27)

PEMBAHASAN Profil Sedimen

Secara umum profil sedimen tempat burung air mencari makan relatif sama atau tidak memperlihatkan pola yang berbeda secara ekstrim. Profil yang dangkal mengandung lebih banyak jumlah individu makrozoobentos dibandingkan profil yang dalam. Sedimen berupa lempung berpasir, lempung berdebu dan lempung berliat merupakan habitat yang sesuai bagi kehidupan dan keberadaan makroozoobentos terbukti dari jumlah individu dan jenis makrozoobentos yang ditemukan. Tekstur sedimen yang lunak dan berlumpur pada plot sampel sangat cocok bagi kehidupan makrozoobentos. Ukuran, tekstur dan komposisi sedimen akan mempengaruhi kepadatan makrozoobentos dan secara tidak langsung kepadatan burung air (Goss-Custrad et al. 1991).

Bivalvia banyak ditemukan pada Ld1 (T. Rejo 4) sampai Lp2 (P. Labu) menunjukkan substrat di Ld1 (T. Rejo 4) sampai Lp2 (P. Labu) merupakan tempat yang sesuai untuk mendukung hidupnya, karena memiliki sedimen yang lunak. Ini mendukung dengan pendapat Nybakken (1988) substrat dasar merupakan faktor ekologis yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos. Penyebaran makrozoobentos berkorelasi dengan tipe substrat. Makrozoobentos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari makrozoobentos (Odum 1993).

Penyebaran makrozoobentos sampai kedalaman 40 cm mengambarkan burung yang memiliki kaki dan paruh yang panjang mempunyai pilihan dan kesempatan mendapatkan makanan lebih banyak dan lebih beragam dibandingkan spesies burung air yang memiliki kaki dan paruh yang pendek. Burung yang memilik kaki panjang dapat memperoleh makanannya pada area yang tergenang air. Kecepatan gerakan burung air dalam mengejar dan menangkap mangsa menjadi faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan memperoleh makan. Burung air yang berukuran kecil dan berparuh pendek mengandalkan kecepatan

(28)

gerak dalam memperoleh makan dibandingkan burung yang berukuran besar. Burung yang mencari makan di hamparan lumpur didominasi oleh jenis burung pantai yang mencari makan pada sedimen bertekstur lunak sampai kedalaman 40 cm.

Komposisi dan Keanekaragaman Spesies Makrozoobentos

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan makrozoobentos (komposisi, penyebaran, kelimpahan dan keanekaragaman) berdasarkan analisis regresi dapat dibagi pada dua kategori: secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh langsung dapat menyebabkan penurunan atau hilangnya makrozoobentos pada suatu perairan terutama bagi jenis-jenis yang memiliki tingkat spesifikasi terhadap faktor-faktor tersebut. Pengaruh tidak langsung adalah bila faktor tersebut berdiri sendiri tidak akan memberikan dampak negatif bagi makrozoobentos tetapi bila berkorelasi dengan faktor lain akan berakibat negatif bagi kehidupan makrozoobentos.

Kelimpahan makrozoobentos seperti udang, moluska, kerang dan cacing pada suatu wilayah sangat menentukan kehadiran dan kelimpahan burung air. Keanekaragaman dan kekayaan burung air yang pada suatu area dapat mengindikasikan bahwa wilayah tersebut menyediakan makanan yang berlimpah. Ada hubungan positif antara kepadatan mangsa dengan kepadatan burung air. Makin banyak mangsa maka burung air yang ditemukan makin banyak. Makrozoobentos merupakan sumber makanan yang penting bagi burung air dan burung pantai (Fredrickson-Knapp 2001). Kelimpahan dan kehadiran sumber makanan (makrofauna) terutama ikan, moluska dan udang pada suatu wilayah akan mempengaruhi kelimpahan burung air (van Eerden & Voslamber 1995, Clarket al. 1993). Kepadatan burung air pada lahan basah dipengaruhi oleh kepadatan mangsa (Goss-Custard et al. 1991).

Distribusi dan kelimpahan makrozoobentos pada wilayah lahan basah sangat dipengaruhi oleh salinitas dan sedimen (ukuran sedimen dan bahan organik) (Warwick et al. 1991). Penyebaran makrozoobentos secara horizontal dan vertikal pada suatu habitat dipengaruhi oleh salinitas (Odum 1993). Salinitas diprediksi menentukan distribusi dan komposisi burung air pada suatu ekosistem.

(29)

Ini sesuai dengan hasil penelitian Grubh dan Mitsch (2003) dan Nagarajan dan Thiyagesan (1996) secara tidak langsung salinitas mempengaruhi distribusi burung air pada suatu area sesuai dengan kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos. Salinitas yang tinggi akan mempengaruhi proses termoregulasi burung air yang secara langsung atau tidak langsung (dari makrozoobentos) meminum air laut dengan salinitas yang tinggi (Begon et al. 2004).

Distribusi dan komposisi makrozoobentos pada suatu area sangat ditentukan oleh faktor abiotik dan biotik diantaranya pH, suhu, kekeruhan dan oksigen (Grubh & Mitsch 2003). Perubahan suhuber pengaruh pada perilaku mencari makan burung air. Suhu sangat mempengaruhi proses fisiologi (pertumbuhan dan termoregulasi) dan distribusi hewan pada suatu area (Begon et al. 2004).

Distribusi dan struktur komunitas makrozoobentos sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya kedalaman sedimen, temperatur, salinitas, DO dan bahan organik (Perus & Bansdorff 2004). Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang mempengaruhi struktur komunitas dan penyebaran dari makrozoobentos (Sanchez et al. 2006; Paracuellos & Tellería 2004). pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan hidup dan sebaran organisme yang hidup didalamnya (Odum 1993). Effendi (2003) menambahkan bahwa sebagian besar biota akuatik sangat sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH sekitar 7 – 8,5.

Oksigen terlarut (DO) merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas (Nybakken 1988). Jumlah individu makrozoobentos yang ditemukan 31.722 lebih banyak dibandingkan yang diperoleh Amrul (2007) di Percut Sei Tuan pada Maret sampai Mei (1.210 sampai 3.683), Jumilawaty dan Aththorick (2007) 17.855 dan Jumilawaty et al. (2008) 13.600. Jumlah spesies yang ditemukan pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan penelitian Jumilawaty dan Aththorick (2007) 15 spesies, Jumilawaty et al. (2008) 10 spesies, dan lebih banyak dari penelitian

(30)

Amrul (2007) 29 spesies. Perbedaan ini dapat terjadi karena perbedaan bulan pengamatan, jumlah sampel, lokasi pengambilan sampel dan alat yang digunakan. Pada penelitian ini pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan pada lokasi makan burung air dengan menggunakan pipa paralon, sedangkan Amrul (2007) pengambilan sampel berdasarkan aktivitas masyarakat menggunakan alat Peterson Grab. Perbedaan dengan penelitian Jumilawaty et al. (2008) adalah lokasi pengambilan sampel hanya 20% sampai 30% dari sampel yang dicuplik pada penelitian ini. Terjadi penambahan dan penurunan jenis makrozoobentos yang ditemukan pada penelitian ini disebabkan lokasi penelitian telah mengalami perubahan terutama penimbunan dan pengerukkan hamparan lumpur pada tempat mencari makan burung air.

Indeks keanekaragaman pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian sebelumnya di Percut Sei Tuan. Indeks keanekaragaman jenis 2,68 lebih tinggi dibandingkan penelitian Taqwa (2010) 2,61 di Kalimantan, dan lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Al Hakim (1994) di Teluk Jakarta 3,53.

Lingkungan dan perubahan spesies secara musiman merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan makrozoobentos. Amrul (2007) menemukan kelimpahan makrozoobentos mengalami penurunan untuk semua plot pengamatan pada bulan Mei (1.210 individu). Pergantian spesies penyusun dapat mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan makrozoobentos. Hasil penelitian Jumilawaty et al. (2008) menemukan sekitar 7 spesies yang tidak ditemukan sebelumnya dan hilangnya 9 spesies yang ditemukan pada penelitian sebelumnya (Jumilawaty & Aththorick 2007).

Faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi keberadaan makrozoobentos diantaranya pengerukan dan penimbunan hamparan lumpur dan jenis sedimen yang terbentuk akibat pasang surut. Diduga hal ini berkaitan dengan plot L (B.Percut 1) yang terletak berdekatan dengan plot Ld2 (B.Percut 2) (bibir pantai) yang mengalami penimbunan sehingga pada saat pasang surut sedimen yang terbawa dari lautan menumpuk di plot ini dan tidak sampai ke plot L yang terletak kearah hutan mangrove. Penimbunan dan pengerukan pada plot Ld2 diduga berhubungan erat dengan ditemukan Sinonovacula virens yang mendominasi dan hanya ditemukan di lokasi ini.

(31)

Komposisi dan Keanekaragaman Makrozoobentos Berdasarkan Kedalaman

Pengambilan sampel sampai kedalaman 40 cm bertujuan untuk memperoleh data penyebaran mangsa burung air sesuai dengan kemampuan beberapa spesies burung air (burung pantai) yang memiliki kemampuan memperoleh mangsa sampai kedalaman 40 cm sesuai panjang paruh dan berdasarkan guild.

Pengambilan makrozoobentos berdasarkan kedalaman disebabkan beberapa spesies burung air mengambil makanannya sampai kedalaman 40 cm menggunakan paruhnya. Zwarts et al. (1996) menemukan kebutuhan makan burung pantai dan burung air dipengaruhi oleh kepadatan mangsa, ukuran mangsa, kandungan kalori, kemampuan mencerna, aktivitas, dan kemampuan memperoleh makan oleh burung air.

Berkurangnya dan bervariasi jumlah individu, keanekaragaman jenis makrozoobentos dipengaruhi oleh sedimen dan bahan organik yang terbentuk dan terbawa saat pasang surut. Analisis regresi memperlihatkan keterkaitan makrozoobentos pada bahan organik hanya 32% artinya bahan organik kurang berpengaruh bagi komposisi makrozoobentos di lokasi penelitian. Tekstur tanah berupa lempung sampai lempung berpasir menandakan bahwa di lokasi penelitian kandungan organik tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu rendah.

Endapan yang dibawa air tawar dan air laut akan membentuk sedimen dan kaya akan bahan organik yang menjadi cadangan makanan bagi organisme estuari (Dahuri 2005). Kelimpahan, keanekaragamanan, distribusi dan kehadiran makrozoobentos pada suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh bahan organik (Poulton 2004; Chapman et al. 2004). Makrozoobentos merupakan makanan primer bagi burung air, distribusinya dipengaruhi oleh kedalaman air dan kimia air. Distribusi makrozoobentos akan mempengaruhi distribusi dan perilaku makan burung air (Colwell & Landrum 1993).

Indeks Kesamaan Spesies Makrozoobentos di Percut Sei Tuan

Bervariasinya nilai indeks kesamaan (0,00 sampai 0,72) menunjukkan bahwa wilayah ini kaya akan makrozoobentos. Keadaan ini sangat

(32)

menguntungkan burung air yang mencari makan karena sumber makanannya berlimpah dan bervariasi baik dari jenis maupun jumlah. Grubh dan Mitsch (2003) mengemukankan berlimpahnya jumlah makrozoobentos menandakan bahwa wilayah tersebut kaya akan sumber makanan bagi burung air.

Kekayaan makrozoobentos sangat menguntungkan burung air memilih makanan yang disukai dari satu area ke area lainnya untuk memenuhi kebutuhan energi dan kelanjutan hidupnya. Burung air akan merespon perubahan ketersediaan ruang untuk mencari makan dan ketersediaan serta diversitas mangsa dengan berpindah dari satu area ke area lain untuk memanfaatkan sumber makanan yang bervariasi (Burger et al. 1977).

Hasil analisis dendrogram menunjukan bahwa Tanjung Rejo, Bagan Percut dan Pematang Lalang memiliki tingkat kemiripan spesies diatas 61%, sedangkan Pantai Labu hanya memiliki kesamaan spesies dengan Pematang Lalang tetapi berbeda dengan Bagan Percut dan Tanjung Rejo.

Biomassa Makrozoobentos

Penghitungan biomassa dimaksudkan untuk mengetahui potensi energi (sumber makan) yang tersedia dan jenis yang paling penting sebagai mangsa burung air pada suatu wilayah. Howes et al. (2003) mengatakan bahwa pengukuran biomassa memiliki tujuan untuk mengkalkulasi kerapatan dan penyebaran dari jenis mangsa burung air dan potensi energi yang tersedia pada suatu wilayah. Menurut Krebs (1978) dan Newton (1998) Suplai makanan dan kelimpahan makanan merupakan faktor yang mempengaruhi distribusi dan kelimpahan populasi hewan.

Plot Ld2 (B. Percut) memiliki jumlah individu makrozoobentos paling tinggi (7.142) dan jumlah burung air terbanyak 11.123 individu. Meskipun mengalami penimbunan, pengerukan dan gangguan yang tinggi (aktivitas nelayan), burung air tetap memilih Bagan Percut sebagai tempat mencari makan.

Makanan merupakan sumber energi yang sangat penting bagi burung migran sebagai cadangan energi berupa lemak untuk melanjutkan perjalanan ke wilayah berbiaknya. Fredrickson-Knapp (2001) menemukan bagi burung migran

(33)

kelimpahan dan ketersediaan makrozoobentos merupakan sumber makanan yang penting sebagai sumber energinya. Kelimpahan makrozoobentos pada suatu wilayah sangat menentukan keberadaan burung air, walaupun masih ada faktor keamanan yang menjadi salah satu pertimbangan bagi burung air dalam memilih lokasi makannya. Kualitas habitat bagi burung air dan burung pantai ditentukan oleh jumlah makrozoobentos sebagai sumber makanan (Lee 2007). Laju konsumsi mangsa oleh burung air ditentukan oleh ukuran dan kepadatan mangsa dan faktor lingkungan seperti tipe substrat, iklim (temperatur, angin dan hujan) (Botto et al. 1998).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Percut Sei Tuan memiliki potensi makanan yang kaya dengan ditemukannya 26 spesies makrozoobentos dan tingkat keanekaragaman (H’) sebesar 2,68, tingkat keanekaragaman pada empat lokasi penelitian berkisar antara 0– 2,26 dan tingkat keanekaragaman berdasarkan kedalaman berkisar antara 2,19– 2,72. Hasil analisis keanekaragaman dan pengukuran biomassa menunjukkan bahwa bivalvia merupakan sumber makanan yang penting bagi burung air terutama burung pantai.

Analisis regresi menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah makrozoobentos (58%) dan jumlah spesies makrozoobentos (85%) dengan faktor fisik dan kimia perairan (kedalaman sedimen, ketinggian air, suhu, salinitas, kecerahan, DO dan BOD) hubungan ini memperlihatkan pengaruh positif dan negatif. Hasil analisis menunjukkan terdapat spesies yang mendominasi pada tekstur sedimen tanah berdebu yaitu (Sinonovacula virens). Analisis indeks kesamaan spesies yang ditunjukkan oleh dendrogram menunjukkan pola bahwa Pematang Lalang dengan Pantai Labu memiliki komposisi spesies yang sama dibandingkan dengan Bagan Percut dan Tanjung Rejo.

Gambar

Gambar 18 Peta pengambilan sampel makrozoobentos.
Tabel 16 Pengukuran faktor fisik, kimia dan biologi, alat dan metode  No   Variabel   Satuan  Alat/metode
Tabel  17  Faktor  fisik  kimia  di  lokasi  penelitian  (L=  lempung,  Lb=  lempung    berliat, Ld= lempung berdebu dan Lp= lempung berpasir)
Gambar 23 Uji  normalitas  pengaruh  faktor  fisik  dan  kimia  perairan  dengan                       individu burung air dan spesies burung air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumah sakit juga harus memikirkan aspek efisiensi, standar, dan kualitas pelayanan kesehatan agar kenaikan biaya pelayanan kesehatan dapat dikendalikan sehingga premi

Dalam unit ini peserta diajak untuk mendiskusikan bagaimana pengelola sekolah, yaitu kepala sekolah, guru dan komite sekolah serta orangtua siswa, dengan dukungan dari

Dapat dilihat peningkatan temperatur bola kering udara lebih besar terjadi pada pad ketebalan 17 mm dibandingkan dengan Pad ketebalan 7mm, dikarenakan ukuran

e. Masalah tingkah laku yang menetap$nak kesulitan belajar umumnya mempunyai masalahperilaku. Masalah perilaku ini, seperti &epat mengambek dan marah.$nak yang mengalami

Kepemimpinan kepala sekolah setelah dijadikan salah satu sekolah negeri dijabat oleh beberapa orang yang memiliki dedikasi dan cinta yang besar terhadap pendidikan, serta memiliki

Tindak tutur mengucapkan selamat yang disampikan oleh kalimbubu ditujukan kepada anak beru pada umumnya berisikan bahwa pihak kalimbubu juga ikut merasakan

Peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung ketersediaan angkatan kerja berketrampilan dan berpendidikan tinggi. Meningkatkan efektifitas dan sinergi program

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan