• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1. Pengertian kepuasan pasien

Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.

Namun upaya untuk perbaikan atau kesempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi oleh perusahaan untuk dapat merebut pelanggan. Junaidi (2002) berpendapat bahwa kepuasan konsumen atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan konsumen atas poduk tersebut. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan konsumen maka konsumen akan mengalami kepuasan.

Hal yang hampir serupa dikemukakan oleh Indarjati (2001) yang menyebutkan adanya tiga macam kondisi kepuasan yang bisa dirasakan oleh konsumen berkaitan dengan perbandingan antara harapan dan kenyataan, yaitu jika harapan atau kebutuhan sama dengan layanan yang diberikan maka konsumen akan merasa puas. Jika layanan yang diberikan pada konsumen kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan atau harapan konsumen maka konsumen menjadi tidak puas. Kepuasan konsumen merupakan perbandingan antara harapan yang dimiliki oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima

(2)

oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen dengan kenyataan yang diterima oleh konsumen pada saat mengkonsumsi produk atau jasa. Konsumen yang mengalami kepuasan terhadap suatu produk atau jasa dapat dikategorikan ke dalam konsumen masyarakat, konsumen instansi dan konsumen individu. Dalam penelitian ini peneliti menitikberatkan pada kepuasan pasien. Pasien adalah orang yang karena kelemahan fisik atau mentalnya menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan (Prabowo, 1999). Sedangkan Aditama (2002) berpendapat bahwa pasien adalah mereka yang di obati dirumah sakit.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan atau keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien

Menurut pendapat Budiastuti (2002) mengemukakan bahwa pasien dalam mengevaluasi kepuasan terhadap jasa pelayanan yang diterima mengacu pada beberapa faktor, antara lain :

a. Kualitas produk atau jasa

Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas poduk atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas poduk atau jasa yang sesungguhnya dan komunikasi perusahaan terutama iklan dalam mempromosikan rumah sakitnya.

(3)

b. Kualitas pelayanan

Memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan.

c. Faktor emosional

Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

d. Harga

Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah, memberi nilai yang lebih tinggi pada pasien.

e. Biaya

Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan, cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut.

Tjiptono (1997) mengemukakan bahwa kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa faktor antara lain, yaitu

a. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan. Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat dalam

(4)

memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit.

b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feetures), merupakan karakteristik sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya : kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.

c. Keandalan (reliability), sejauhmana kemungkinan kecil akan mengalami ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah sakit.

d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesificetion), yaitu sejauh mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan pengobatan.

e. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam penggunaan peralatan rumah sakit, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.

f. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.

(5)

g. Estetika, merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh panca indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan rumah sakit yang lengkap dan modern, desain arsitektur rumah sakit, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk, dan sebagainya.

h. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi rumah sakit serta tanggung jawab rumah sakit. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap rumah sakit tersebut terhadap prestasi dan keunggulan rumah sakit daripada rumah sakit lainnya dan tangggung jawab rumah sakit selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit dalam keadaan sehat.

Sementara itu ahli lain Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen, yaitu :

a. Karakteristik produk, produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya.

b. Harga, yang termasuk didalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar.

c. Pelayanan, yaitu pelayanan keramahan petugas rumah sakit, kecepatan dalam pelayanan. Rumah sakit dianggap baik apabila dalam memberikan pelayanan lebih memperhatikan kebutuhan pasien

(6)

maupun orang lain yang berkunjung di rumah sakit. kepuasan muncul dari kesan pertama masuk pasien terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan. Misalnya : pelayanan yang cepat, tanggap dan keramahan dalam memberikan pelayanan keperawatan.

d. Lokasi, meliputi letak rumah sakit, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih rumah sakit. Umumnya semakin dekat rumah sakit dengan pusat perkotaan atau yang mudah dijangkau, mudahnya transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien yang membutuhkan rumah sakit tersebut.

e. Fasilitas, kelengkapan fasilitas rumah sakit turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun rumah sakit perlu memberikan perhatian pada fasilitas rumah sakit dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen.

f. Image, yaitu citra, reputasi dan kepedulian rumah sakit terhadap lingkungan. Image juga memegang peranan penting terhadap kepuasan pasien dimana pasien memandang rumah sakit mana yang akan dibutuhkan untuk proses penyembuhan. Pasien dalam menginterpretasikan rumah sakit berawal dari cara pandang melalui panca indera dari informasi-informasi yang didapatkan dan pengalaman baik dari orang lain maupun diri sendiri sehingga menghasilkan anggapan yang positif terhadap rumah sakit tersebut, meskipun dengan harga yang tinggi. Pasien akan tetap setia menggunakan jasa rumah sakit tersebut dengan harapan-harapan yang diinginkan pasien.

(7)

g. Desain visual, meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desain jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi rumah sakit ikut menentukan kenyamanan suatu rumah sakit, oleh karena itu desain dan visual harus diikutsertakan dalam penyusunan strategi terhadap kepuasan pasien atau konsumen.

h. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana rumah sakit yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung ke rumah sakit akan sangat senang dan memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung rumah sakit tersebut.

i. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan pemakai jasa rumah sakit seperti keluarga pasien maupun orang yang bekunjung di rumah sakit. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor kepuasan pasien adalah : kualitas jasa, harga, emosional, kinerja, estetika, karakteristik produk, pelayanan, lokasi, fasilitas, komunikasi, suasana, dan desain visual .

Menurut Griffith (1987) ada beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi perasaan puas pada seseorang yaitu :

a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pertama kali datang di rumah sakit.

(8)

b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah sakit.

c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit.

d. Waktu menunggu yaitu berkaitan dengan waktu yang diperbolehkan untuk berkunjung maupun untuk menjaga dari keluarga maupun orang lain dengan memperhatikan ruang tunggu yang memenuhi standar-standar rumah sakit antara lain : ruang tunggu yang nyaman, tenang, fasilitas yang memadai misalnya televisi, kursi, air minum dan sebagainya.

e. Fasilitas umum yang lain seperti kualitas pelayanan berupa makanan dan minuman, privasi dan kunjungan. Fasilitas ini berupa bagaimana pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan pasien seperti makanan dan minuman yang disediakan dan privasi ruang tunggu sebagai sarana bagi orang-orang yang berkunjung di rumah sakit.

f. Fasilitas ruang inap untuk pasien yang harus rawat. Fasilitas ruang inap ini disediakan berdasarkan permintaan pasien mengenai ruang rawat inap yang dikehendakinya.

Hasil treatment atau hasil perawatan yang diterima oleh pasien yaitu perawatan yang berkaitan dengan kesembuhan penyakit pasien baik berapa operasi, kunjungan dokter atau perawat. Tingkat kepuasan antar individu satu dengan individu lain berbeda. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh dari faktor jabatan, umur, kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pendidikan, jenis kelamin, sikap mental dan kepribadian (Sugiarto, 1999)

(9)

Kepuasan pasien atau konsumen berdasarkan teori-teori diatas tidak hanya dipengaruhi oleh jasa yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit semata, tetapi juga dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan oleh petugas rumah sakit baik dokter, perawat, dan karyawan-karyawan lainnya.

Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek yang mempengaruhi kepuasan pada pasien adalah sebagai berikut: a. Sikap pendekatan staf pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika

pertama kali datang di rumah sakit.

b. Kualitas perawatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, seberapa pelayanan perawatan yang berkaitan dengan proses kesembuhan penyakit yang diderita pasien dan kelangsungan perawatan pasien selama berada dirumah sakit.

c. Prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit selama perawatan berlangsung sampai keluar dari rumah sakit.

d. Fasilitas – fasilitas yang disediakan rumah sakit yaitu fasilitas ruang inap, kualitas makanan atau kios-kios penjual makanan yang terjamin kesehatannya, privasi dan waktu kunjungan pasien.

B. Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit

Rumah sakit adalah pelayanan kesehatan tingkat dua (Secondary Health Services) sehingga pelayanannya bersifat lanjutan (rujukan dari Puskesmas, dsb), dan diperlukan tenaga spesialis. Rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan perorangan. Pelayanan jamkesmas menempatkan pesertanya di ruang inap kelas III. Asumsi masyarakat adalah peserta jamkesmas dianaktirikan dalam pelayanan di rumah sakit. Hal tersebut di atas sebenarnya tidak benar karena sasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit

(10)

adalah setiap orang mendapat pelayanan medik yang bermutu. Setiap orang, tanpa memandang latar belakang, status sosial ekonomi.

Jika pada kenyataannya terjadi diskriminasi terhadap peserta jamkesmas, maka hal ini adalah penyimpangan. Pelayanan jamkesmas di rumah sakit bisa optimal jika semua tenaga kesehatan di rumah sakit memenuhi standar yang telah ditetapkan, termasuk aspek kepuasan pasien. Hal yang perlu diperhatikan dalam rangka merealisasikan hal ini adalah adanya perumusan kebijakan yang disusun dengan partisipasi peserta jamkesmas itu sendiri serta adanya mekanisme pengendalian dan pengawasan dan evaluasi serta follow up. Perumusan kebijakan dengan partisipasi pengguna jamkesmas misalnya terjadi masalah dengan pasien yang tidak bisa tidur di ruang kelas III karena alasan tertentu yang logis dan tidak dibuat-buat. Padahal hak jamkesmas adalah ruang kelas III. Maka kebijakan rumah sakit seyogyanya diputuskan tidak sepihak, mealinkan bersama pasien. Demikian juga administrasi jamkesmas, hendaknya mekanisme pengurusan pembayaran dengan jamkesmas dibicarakan dengan penggunanya. Maka di sini kita perlu perwakilan dari pengguna jamkesmas dalam penentuan kebijakan bersama rumah sakit. Perlu ada organisasi yang mengakomodasi suara pengguna jamkesmas. Pengendalian dan pengawasan pelayanan jamkesmas di rumah sakit berguna untuk mengetahui sejauh mana hak pengguna jamkesmas dipenuhi (terutama dari segi keramahtamahan petugas). Pengawasan juga bias berupa penulusuran apakah para pengguna jamkesmas yang telah pulang dari rumah sakit benar-benar kembali untuk kontrol sesuai surat kontrol entah itu di puskesmas atau kembali ke rumah sakit. Kemudian evaluasi harus diiringi dengan tindak lanjut dalam rangka merespon hasil evaluasi tersebut.

Rumah sakit sendiri sering kali terbentur pada keterbatasan seperti kekurangan sarana prasarana, kekurangan dokter spesialis. Oleh karena itu pelayanan jamkesmas di rumah sakit dipengaruhi pula oleh mutu rumah sakit

(11)

tersebut. Untuk itu, cakupan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bukan semata tercover dalam seratus persen cakupan penduduk miskin (jamkesmas) yang terlayani. Terlayaninya pasien dengan jamkesmas perlu dievaluasi dengan sejauh mana standar pelayanan diberikan oleh rumah sakit.

Tuntutan masyarakat adalah optimalnya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Demikian pula pelayanan yang diberikan kepada pengguna jamkesmas harus optimal dari segi mutu. Pada dasarnya pengguna jamkesmas bukannya gratis, akan tetapi mereka membayar melalui PT Askes Indonesia. Perlu sekali memanusiakan para pengguna jamkesmas jika masih ada petugas kesehatan yang menganggap rendah pengguna jamkesmas.

Rumah sakit juga harus memikirkan aspek efisiensi, standar, dan kualitas pelayanan kesehatan agar kenaikan biaya pelayanan kesehatan dapat dikendalikan sehingga premi tidak meningkat tahun demi tahun, yang akan memberatkan masyarakat Contoh penggunaan yang tidak efisien adalah pembelian cairan infus. Misalnya seorang pasien diresepi tiga flatboat infus dan ternyata yang terpakai hanya dua. Sisa satu yang tidak terpakai kadang terbengkalai begitu saja di kamar pasien kemudian dibuang oleh petugas kebersihan. Kasus serupa misalnya ketika perawat mengetahui kondisi pasien sudah membaik atau boleh pulang, cairan infuse yang habis tetap diteruskan sehingga kemudian ketika saatnya pulang infuse dihentikan/di lepas dalam keadaan baru terpakai sedikit (sisa yang dibuang sedemikian banyak/ hampir masih tiga perempat).

Rumah sakit sebagai penyedia layanan kesehatan meliputi dimensi peningkatan, pencegahan, pengobatan, dan pemeliharaan kesehatan.. Yang terjadi terhadap pengguna jamkesmas pada umumnya adalah belum optimalnya perawatan yang diterima dan minusnya aspek pencegahan dan peningkatan kesehatan. Diharapkan rumah sakit berperan dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan pasien. Misalnya dengan

(12)

konsultasi kesehatan bagi pasien pemegang jamkesmas atau tindakan yang memegang prinsip sterilitas agar mencegah timbulnya penyakit yang lebih parah.

Kepuasan pasien jamkesmas di rumah sakit akan turut meningkatkan mutu rumah sakit tersebut. Sebab kepuasan klien adalah keberhasilan pelayanan kesehatan. Optimalisasi pelayanan kesehatan para pasien jamkesmas akan mendorong kemajuan suatu rumah sakit. Peningkatan derajat kesehatan orang miskin secara tidak langsung memberi jalan untuk mempertinggi produktivitas mereka sehingga pada akhirnya tercapai kemandirian dalam pembiayaan dan kesadaran kesehatan. Dampaknya bagi rumah sakit adalah semakin tingginya kemampuan membayar masyarakat sehingga dapat mensejahterakan petugas kesehatan di rumah sakit. Dampak lainnya adalah citra positif yang akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat bahwa rumah sakit negeri bukan rumah sakit tidak bermutu. Dampak secara tidak langsung dari kesadaran untuk hidup sehat dari pasien jamkesmas adalah tingginya upaya kesehatan yang dilakukan masyarakat. Ini artinya keberhasilan rumah sakit dalam meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan perorangan.

Demikianlah pengoptimalan pelayanan kesehatan di rumah sakit bagi pasien jamkesmas akan meningkatkan mutu rumah sakit tersebut sekaligus mendorong kemandirian masyarakt untuk hidup sehat.

1. Definisi Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan adalah suatu pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh tenaga kesehatan secara professional dengan empati, respek serta tanggap akan kebutuhan pasien untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien sesuai dengan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan standar yang berlaku. Sedangkan

(13)

kepuasan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan terpenuhi. Dengan memberikan pelayanan yang bermutu dapat meningkatkan kepuasan pelanggan.

2. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan adalah salah satu unsur penting dalam organisasi jasa. Hal ini disebabkan oleh kualitas pelayanan merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengukur kinerja organisasi jasa (Hope dan Muhlemann, 1997). Oleh karena itu, kualitas pelayanan harus mendapat perhatian yang serius dari manajemen organisasi jasa. Untuk menetapkan kualitas pelayanan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi jasa, terlebih dahulu organisasi tersebut harus mempunyai tujuan yang jelas

Berbagai definisi diberikan para ahli terhadap kualitas pelayanan. Parasuraman et. al (1988) mengartikan kualitas sebagai suatu bentuk sikap, berhubungan namun tidak sama dengan kepuasan, yang merupakan hasil dari perbandingan antara harapan dengan kinerja aktual. Namun kualitas pelayanan dan kepuasan dibentuk dari hal yang berbeda. Selanjutnya disebutkan bahwa pengertian yang paling umum dari perbedaan kualitas pelayanan dan kepuasan adalah bahwa kualitas pelayanan merupakan satu bentuk sikap, penilaian dilakukan dalam waktu lama, sementara kepuasan merupakan ukuran dari transaksi yang spesifik. Perbedaan antara kualitas pelayanan dan kepuasan mengarah pada cara diskonfirmasi yang dioperasionalkan. Dalam mengukur kualitas pelayanan yang dibandingkan adalah apa yang seharusnya didapatkan, sementara dalam mengukur kepuasan yang diperbandingkan adalah apa yang pelanggan mungkin dapatkan (Parasuraman, et al., 1998).

Menurut Ovreveit (dalam Ester Saranga, 2000) kualitas dalam jasa kesehatan terdiri dari kualitas konsumen (yang berkaitan dengan apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dikehendaki pasien), kualitas

(14)

professional (yang berkaitan apakah pelayanan yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan yng didiagnosa oleh para professional), dan kualitas manajemen (yang berkaitan dengan apakah jasa yang diberikan dilakukan tanpa pemborosan dan kesalahan, pada harga yang terjangkau, dan memenuhi peraturan-peraturan resmi dan peraturan lainnya).

Dari berbagai pendapat tentang kualitas pelayanan di atas, dapat disimpulkan bahwa definisi kualitas pelayanan secara umum adalah bahwa kualitas harus memenuhi harapan-harapan pelanggan dan memuaskan kebutuhan mereka. Namun demikian meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak berarti bahwa dalam menentukan kualitas pelayanan penyedia jasa harus menuruti semua keinginan konsumen. Dengan kata lain, dalam menetapkan kualitas pelayanan, perusahaan harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapanharapan pelanggan, juga tersedianya sumberdaya dalam perusahaan.

3. Penilaian Kualitas Pelayanan

Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli dalam upaya untuk menemukan definisis penilaian kualitas. Parasuraman, at al.(1985;1988) mendefinisikan penilaian kualitas pelayanan sebagai pertimbangan global atau sikap yang berhubungan dengan keunggulan (superiority) dari suatu pelayanan (jasa). Dengan kata lain, penilaian kualitas pelayanan adalah sama dengan sikap individu secara umum terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya mereka menambahkan bahwa penilaian kualitas pelayanan adalah tingkat dan arah perbedaan antara persepsi dan harapan pelanggan. Penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada lima dimensi kualitas yaitu tangibility, reliability, responsiveness, assurance dan emphety. Tangibility, meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Reliability, yaitu kemampuan perusahan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu

(15)

dan memuaskan. Responsiveness, yaitu kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Assurance, mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Dan terakhir Emphety, mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Parasuraman, Berry, dan Zeithalm (1985), mendefinisikan kualitas pelayanan (perceived service quality) sebagai perbandingan antara harapan dan persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan. Definisi ini telah diterima dan digunakan secara luas dan umum. Menurut Parasuraman et. al (1988), ada lima gap yang memungkinkan kegagalan penyampaian jasa.

a. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Gap ini muncul apabila manajemen tidak merasakan atau mengetahui dengan tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya.

b. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Gap ini bisa terjadi apabila manajemen mungkin mampu merasakan atau mengetahui secara tepat apa yang dibutuhkan pelanggannya, tetapi tidak menyusun standar kerja yang harus dicapai.

c. Gap antara spesifikakasi kualitas penyampaian jasa. Hal ini bisa terjadi apabila standar standar yang ditetapkan manajemen saling bertentangan sehingga tidak dapat dicapai. Misalnya karyawan diminta untuk harus meluangkan waktu mendengarkan keluhan pelanggan dan melayani mereka dengan cepat.

d. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini bisa terjadi apabila apa yang dikomunikasikan (dipromosikan) perusahaan kepada pihak luar berbeda dengan kondisi nyata yang dijumpai pelanggan pada perusahaan tersebut.

(16)

e. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan salah dalam mempersepsikan kualitas jasa tersebut.

C. Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) 1. Pengertian Jamkesmas

Pengertian Jamkesmas adalah Program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.Program ini diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

Berdasarkan Pedoman Jamkesmas (2006), Jamkesmas adalah Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin yang dikelola melalui mekanisme asuransi sosial oleh PT Askes (Persero) dengan prinsip diselenggarakan secara nasional agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan jaminan pemeliharaan kesehatan yang menyeluruh bagi penduduk Indonesia.

Jamkesmas memiliki tujuan umum untuk meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyaarakat yang optimal secara efektif dan efisien.

2. Bentuk-bentuk Askes

Tergantung dari ciri-ciri khusus yang dimiliki, asuransi kesehatan dapat dibedakan menjadi bebrapa macam, diantaranya yaitu (Jati dan Syamsulhuda, 2009) :

a. Ditinjau dari pengelolaan, dibedakan menjadi :

1) Asuransi Kesehatan Pemerintah (Goverment Health Insurance), dimana pengelolaan dana dilakukan oleh pemerintah sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah ikut serta dalam pembiayaan kesehatan.

(17)

2) Asuransi Kesehatan Swasta (Privete Health Insurance) , dimana pengelolaan dana dilakukan oleh suatu badan swasta.

b. Ditinjau dari keikutsertaan anggotanya, dibedakan menjadi 2 macam yaitu : 1) Asuransi Kesehatan Wajib (Compulsary Health Insurance), dimana sifat keanggotaannya adalah wajib yang berlaku untuk setiap penduduk atau kelompok tertentu saja, misalnya suatu peusahaan. 2) Asuransi Kesehatan sukarela (Voluntary Health Insurance), dimana

keikutsertaan peserta tidak wajib, melainkan terserah pada kemauan masing-masing.

c. Ditinjau dari jenis pelayanan yang ditanggung, dibedakan atas :

1) Menanggung selur jenis pelayanan kesehatan (Comprehensive Plans), dimana jenis pelayanan kesehatan yang ditanggung tidak hanya bersifat kuratif, tetapi juga bersifat preventif dengan tujuannya adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan saja (partial plans). 2) Menanggung sebagian pelayanan kesehatan saja (partial plans). d. Ditinjau dari jumlah dana yang ditanggung, dibedakan menjadi :

1) Menanggung seluruh biaya kesehatan yang diperlukan (first dollar principle). Pada sistem ini seluruh biaya kesehatan ditanggung oleh asuransi kesehatan. Hal ini dapat mendorong pemanfaatan yang berlebihan sehingga menyulitkan badan asuransi dan atau penyedia pelayanan kesehatan.

2) Hanya menanggung pelayanan kesehatan dengan biaya yang tinggi saja (large loss principle). Untuk mengatasi penggunaan yang berlebihan dikenal bentuk lain dimana asuransi kesehatan hanya menanggung pelayanan kesehatan dengan biaya yang tinggi saja, apabila biaya tersebut masih di bawah standar yang ditetapkan, peserta harus membayar sendiri.

(18)

3. Sasaran

Sasaran jamkesmas adalah setiap orang miskin dan tidak mampu (selanjutnya disebut masyarakat miskin) yang terdaftar dan memiliki kartu dan berhak mendapatkan yankes. Berdasarkan hasil pendataan Kabupaten/kota Jumlah masyarakat miskin yang dijamin dalam program ini adalah 60.000.000 jiwa yang ditetapkan oleh Menkes RI.

4. Prasyarat

Prasyarat Jamkesmas yaitu masyarakat yang telah terdaftar sebagai peserta yang diberi kesempatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Lebih khusus Jamkesmas diberikan kepada keluarga miskin berdasarkan indikator sebagai berikut (Jati dan Syamsulhuda, 2009) :

a. Tidak sanggup makan 2 kali sehari.

b. Tidak mampu menyelesaikan pendidikan dasar karena alasan biaya. c. Tidak mengkonsumsi protein hewani minimal sekali dalam seminggu. d. Tidak dapat mencukupi konsumsi pangan sehari-hari dari mata pencaharian

utama.

e. Lantai rumah berupa tanah dengan luas kurang dari 7 m2/orang. f. Tidak mampu membayar biaya pengobatan di puskesmas.

5. Justifikasi

Berdasarkan Pedoman Jamkesmas (2006) manfaat yang diperoleh peserta Jamkesmas adalah:

a. UKP Strata I:

1) Rawat jalan tingkat Pertama di Puskesmas dan jaringannya 2) Rawat inap tingkat pertama di Puskesmas perawatan 3) Persalinan normal

(19)

5) Pelayanan gawat darurat (Emergency)

6) Pelayanan ambulansi atau transport pasien untuk rujukan gawat darurat dan non gawat darurat bila diperlukan

b. UKP Strata II dan III:

1) Rawat jalan tingkat lajutan pada poliklinik spesialis RS/BP4/BKMM Pemerintah

2) Rawat inap tingkat lanjutan pada ruang perawatan kelas III RS/BP4/BKMM Pemerintah

3) Pelayanan gawat darurat (Emergency)

4) Pelayanan ambulansi aatau transport pasien untuk rujjukan gawat darurat, non rujukan bila diperlukan, pemulangan pasien atau jenazah. Dana Jamkesmas, pada dasarnya terbatas untuk pembiayaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan operasional pelayanan terbatas tidak termasuk pembiayaan untuk obat, bahan medis habis pakai, vaksin dan logistik yang lain. Kebutuhan obat, bahan medis habis pakai, vaksin dan logistik lainnya untuk pelaksanaan Jamkesmas di Puskesmas dan jaringannya yang meliputi :

a. Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (Obat PKD) b. Alat dan Obat Kontrasepsi

c. Obat Program d. Vaksin

e. Reagen dan Logistik Penunjang

f. Bahan Habis Pakai Pelayanan Kesehatan g. Logistik Lainnya.

(20)

6. Cara Klaim

Bangsa Indonesia menyadari arti penting kesehatan sebagai modal dasar (asset) dalam melakukan segala sesuatu. Oleh karena itu Departemen Kesehatan terus menerus melakukan reformasi dalam rangka peningkatan derajat kesehatan bangsa. Salah satu upaya yang ditempuh adalah mencanangkan visi Indonesia sehat 2010. Dalam mewujudkannya, disusun strategi pembangunan kesehatan, yang pertama, pembangunan kesehatan berwawasan kesehatan. Kedua, profesionalisme; ketiga, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan masyarakat (JPKM); keempat, desentralisasi; dan kelima, pemberdayaan/kemitraan (Dewi, 2008).

Jaminan Pemeliharaan Kesehatan masyarakat (JPKM) saat ini diselenggarakan melalui kerja sama dengan PT askes Indonesia dan bernama Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPK MM). Program ini menginginkan meningkatknya akses dan mutu pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang membutuhkan pelayanan kesehatan agar tercapai derajat kesehatan masyarakat setinggi tingginya. Masyarakat miskin dan tidak mampu didata oleh petugas lapangan dan ditetapkan oleh kepala daerah sebagai sasaran dalam program ini mereka membayar sebesar lima ribu rupiah sebaagi jaminan kesehatan mereka. Dengan Premi yang dibayarkan pemerintah sebesar Rp 5000 masyarakat miskin akan mendapat pelayanan yang baik, bahkan saat ini ada peserta yang harus mendapat perawatan intensif seumur hidup, seperti contohnya mereka yang mengidap gagal ginjal sehingga harus menjalani cuci darah seumur hidup (Dewi, 2008).

Mekanisme pelayanan kesehatan pemegang jamkesmas adalah sebagai berikut. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang memerlukan pelayanan kesehatan berkunjung ke puskesmas dan jaringannya. Puskesmas dan jaringnya akan memberikan Pelayanan Kesehatan Dasar sesuai kebutuhan dan

(21)

standar Pelayanan. Pelayanan kesehatan rujukan diberikan atas dasar indikasi medis dengan disertai surat rujukan dari Puskesmas, bagi masyarakat miskin rujukan disertai kartu JPK MM Jamkesmas oleh PT Askes ( persero ). Rumah sakit wajib memberikan rujukan balik ke puskesmas apabila kasus tersebut sudah dapat dilanjutkan di puskesmas. Pelayanan Rawat inap di rumah sakit hanya diberikan di fasilitas kelas III. Dalam kondisi Gawat Darurat masyarakat dapat langsung ke Rumah Sakit melalui Unit Gawat Darurat, setelah mendapatkan pelayanan dilakukan verifikasi oleh petugas apabila terindikasi sebagai keluarga miskin maka dapat menggunakan SKTM (surat ketererangan tidak mampu) (Dewi, 2008).

Penyelenggaraan pelayanan jamkesmas di rumah sakit dapat kita tinjau melalui dua hal, yaitu pemegang kartu jamkesmas (pasien) dan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit (Dewi, 2008).

(22)

D. Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sumber : Moison, Walter dan White (dalam Haryanti, 2000) dan Budiastuti (2002) dikombinasikan dengan Wardhono (1998) dan Adri B S

Kepuasan Pasien Jamkesmas Predisposing factors • Pelayanan • Fasilitas • Komunikasi • Harga • Lokasi • Desain Visual Enabling factors • Image • Factor Emosional Reinforcing factors • Karakteristik Produk • Kualitas Produk dan Jasa

(23)

E. Kerangka Konsep

F. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Variabel bebas : Pelayanan Kesehatan

Variabel terikat : Kepuasan Pasien Jamkesmas

G. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis yang akan dimunculkan dalam penelitian adalah ada hubungan antara pelayanan kesehatan dengan kepuasan pasien Jamkesmas di RSUD. Dr. H. Soewondo Kendal.

Pelayanan Kesehatan

Kepuasan Pasien Jamkesmas

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. 2. Gap antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas

jasa.

3. Gap antara spesifikasi kualitas penyampaian jasa. 4. Gap antara penyampaian jasadan komunikasi eksternal. 5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menyelesaikan pertidaksamaan yang memuat bentuk akar, langkah- langkah secara umum adalah sbb :?. Berlakukan syarat tidak negatif untuk bentuk di bawah

Reica pada tanggal 1 Januari 2011, bergerak dalam bidang jual beli gula pasir merek “My Sugar”.. Mix&Mix atas penjualan barang dagang pada tanggal 12

Dalam perjanjian ijarah kedua belah pihak harus bersikap jujur dan adil, sehingga tidak ada pihak yang merasa teraniaya ataupun dirugikan.Penganiayaan terhadap

Penyakit yang terjadi karena virus HIV dan HPV berturut-turut ditunjukkan oleh nomor. Penyakit yang

3) !enjel !enjelaskan askan aspek aspekaspek aspek layan layanan d an dukun ukungan gan sistem.. &ayanan dukungan sistem merupakan k"mp"nen layanan dan

Berdasarkan evaluasi hasil ujian pada mata kuliah proses berpikir matematis yang peneliti ampu, nilai mata kuliah yang diperoleh mahasiswa untuk mata kuliah

Skripsi dengan judul “Urgensi Penerapan Pembiayaan Murabahah bil Wakalah dan Jasa Rahn dalam Meningkatkan Usaha Kecil Masyarakat Blitar (Studi di BMT UGT Sidogiri

Untuk mengetahui metode perkuatan lebih lanjut, sebagai pengembangan dalam hal penggunaan bahan-bahan alternatif terutama yang berhubungan dengan perkuatan kuat geser nya maka