J T M
JURNAL TEKNIK MESIN
ISSN 2089 - 7235
J T M
JURNAL TEKNIK MESIN
Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Volume 03, Nomor 3, Oktober 2014
1 ANALISA PENGARUH KECEPATAN FEEDING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN
DRAW BAR MESIN MILLING ACIERA DENGAN PROSES CNC TURNING Isya Prakoso
2 PERANCANGAN MODEL AIR ALIRAN SILANG (CROSS FLOW TURBINE) DENGAN
HEAD 2 m DAN DEBIT 0,03 m3/s
Ridwan
3 KONSEP DESAIN MEKANISME TELESKOPIS AS/RS (AUTOMATED STORAGE AND
RETRIEVAL SYSTEM) DAN ANALISIS BEBAN PADA GUIDE RAIL Febriansyah, Dadang S. Permana
4 ANALISA COVER SUB ASSY BATTERY UNTUK KENDARAAN BERMOTOR RODA
EMPAT
Rizky Satrio Putra
5 ANALISIS PENGGUNAAN ELEKTROLISER TERHADAP EMISI GAS BUANG CO DAN
HC PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH MERK SUZUKI SHOGUN 125 CC TAHUN PEMBUATAN 2010
Sigit Mahendro
6 ANALISA SISTEM BAHAN BAKAR INJEKSI PADA MESIN BENSIN MENGGUNAKAN
SCAN TOOLS DAN GAS ANALYZER Septa Pamungkas
KATA PENGANTAR
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena dengan karunia dan hidayah-Nya,
Redaksi mampu menerbitkan jurnal JTM, Volume 03, Nomor 3 Tahun 2014.
Edisi jurnal kali ini menyajikan enam makalah hasil kerja Tugas Akhir mahasiswa Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana. Dalam makalahnya, beberapa mahasiwa
mempresentasikan judul yang erat kaitannya dengan desain dan analisis proses. Antara judul
yang disajikan adalah analisis pengaruh kecepatan feeding proses pemesinan terhadap
kekasaran bahan menggunakan mesin CNC, analisis penggunaan elektroliser terhadap emisi
gas buang CO dan HC dan perancangan model aliran silang pada turbin.
Kami mengucapkan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota
Dewan Redaksi, Redaktur Pelaksana serta semua pihak yang telah memberikan kontribusinya
selama proses penyiapan, penyusunan sampai penerbitan. Semoga keberadaan Jurnal
Teknik Mesin ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh civitas akademika secara umum dan
semua kolega di Universitas Mercu Buana secara khususnya.
Jakarta, Oktober 2014
Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang
Pemimpin Redaksi
ISSN 2089 - 7235
J T M
JURNAL TEKNIK MESIN
Jurnal Penelitian, Karsa Cipta, Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Pemimpin Redaksi
: Prof. (Em.) Dr.-Ing. Ir. Darwin Sebayang (UMB)
Dewan Redaksi
: Prof. Dr. Ir. Chandrasa Soekardi (UMB)
: Dr. Kontan Tarigan (UMB)
: Dr. Nurdin Ali (UMB)
: Dr. Poempida Hidayatullah (UMB)
: Prof. Dr. Bambang Suharno (Universitas Indonesia)
: Dr. Nasrudin (Universitas Indonesia)
: Dr. Ing.Puji Untoro (Universitas Surya)
: Dr. Ing Kusnanto (Universitas Gajah Mada)
: Dr. Sagir Alva (UMB)
: Ir. Yuriadi Kusuma (UMB)
: Dr. Sulistyo (Universitas Diponegoro)
: Dr. Abdul Hamid (UMB)
Redaktur Pelaksana
: Haris Wahyudi (UMB)
: Nurato (UMB)
: Edijon Nopian (UMB)
Alamat Redaksi
: Fakultas Teknik, Kampus Menara Bhakti, Universitas Mercu
Buana
Jl. Meruya Selatan No. 01, Kembangan, Jakarta Barat 11650,
Indonesia
Email: [email protected]
Telp/Fax: +62 21 5871335
Jurnal ilmiah JTM diterbitkan 3 (tiga) kali dalam setahun pada bulan Februari, Juni dan
Oktober. Redaksi menerima tulisan ilmiah tentang hasil penelitian, karsa cipta, penerapan dan
kebijakan teknologi yang berkaitan dengan Teknik Mesin.
ISSN 2089 - 7235
J T M
JURNAL TEKNIK MESIN
Jurnal Penelitian, Karsa Cipta,
Penerapan dan Kebijakan Teknologi
Volume 03, Nomor 3, Oktober 2014
DAFTAR ISI
1 ANALISA PENGARUH KECEPATAN FEEDING TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN DRAW BAR MESIN MILLING ACIERA DENGAN PROSES CNC TURNING
1-6
Isya Prakoso
2 PERANCANGAN MODEL AIR ALIRAN SILANG (CROSS FLOW TURBINE)
DENGAN HEAD 2 m DAN DEBIT 0,03 m3/s
7-12 Ridwan
3 KONSEP DESAIN MEKANISME TELESKOPIS AS/RS (AUTOMATED STORAGE
AND RETRIEVAL SYSTEM) DAN ANALISIS BEBAN PADA GUIDE RAIL
13-18 Febriansyah, Dadang S. Permana
4 ANALISA COVER SUB ASSY BATTERY UNTUK KENDARAAN BERMOTOR RODA
EMPAT
19-26 Rizky Satrio Putra
5 ANALISIS PENGGUNAAN ELEKTROLISER TERHADAP EMISI GAS BUANG CO
DAN HC PADA SEPEDA MOTOR 4 LANGKAH MERK SUZUKI SHOGUN 125 CC TAHUN PEMBUATAN 2010
27-37
Sigit Mahendro
6 ANALISA SISTEM BAHAN BAKAR INJEKSI PADA MESIN BENSIN
MENGGUNAKAN SCAN TOOLS DAN GAS ANALYZER
38-45 Septa Pamungkas
ANALISA PENGARUH KECEPATAN FEEDING TERHADAP KEKASARAN
PERMUKAAN DRAW BAR MESIN MILLING ACIERA
DENGAN PROSES CNC TURNING
ISYA PRAKOSO
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta E-mail: [email protected]
Abstrak -- Dalam industri manufaktur terdapat banyak yang menggunakan proses pemesinan seperti:
mesin milling, mesin turning, mesin frais, dan lain-lain. Di dalam mesin milling merk Aciera terdapat part yang sering rusak yaitu Draw Bar yang berfungsi untuk memasang dan mengencangkan arbor pada kepala mesin. Pembuatan Draw Bar pada dasarnya dilakukan dengan proses turning CNC. Untuk mendapatkan Draw Bar sesuai produk yang aslinya, penulis mencoba melakukan penelitian untuk membuat Draw Bar dimulai dengan pemilihan material yang kekerasanya sama atau mendekati kekerasan Draw Bar aslinya dan proses pemesinan dengan melakukan variasi perubahan feed rate (kecepatan pemakanan) menggunakan mesin CNC turning type Tornado 100. Dari hasil analisis pengaruh feed rate terhadap kekasaran permukaan pada proses pembubutan Draw Bar meggunakan mesin CNC turning menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara perubahan feed rate dengan hasil kekasaran permukaan Draw Bar dari hasil pengujian (eksperimen). Nilai hasil uji kekasaran yang di dapat adalah 1.91 µm dengan putaran spindle = 2400 RPM dan feeding 240 mm/menit. Dari hasil 21 uji coba kekasaran berarti semakin tinggi feed rate maka kekasaran permukaan Draw Bar yang dihasilkan akan semakin kasar. Hasil pengujian menggunakan surface roughness tester,pada bagian Draw Bar menunjukkan hasil permukaan pada part original nya adalah 1.90 µm.
Kata kunci: Draw Bar, Mesin CNC Turning, Feed Rate dan Kekasaran Permukaan
Abstract -- In manufacturing industries, there are various machinery processes for instance milling
machine, turning machine, frais machine and etc. Inside Aciera milling machine there is one part that often break called Draw Bar. Draw Bar is used to install and tightened arbor to machine heads. Draw Bar machine is built using the process of turning CNC. In order to obtain the replication, writers have done research on processing building Draw Bar from scratch by choosing materials that has identical hardness as the original Draw Bar. Later the research is continued to the machinery process of doing various feed rates using CNC different turning type of Tornado 100 machine. On the analysis result of the feed rate influence on surface roughness draw bar turning process by cnc machine shows the significant effect between feed rate changes and the result of the surface roughness from the experiments. The result value of the roughness testing is 1.91 µm with spindle speed = 2400 Rpm and feeding speed = 240 mm/minute.From the result on 21 roughness testing means that more high the feed rate then roughness the surface.The test result by surface roughness tester on draw bar shows the surface roughness on its original part it’s 1.90 µm.
Keyword: Draw Bar, Mesin CNC Turning, Feed Rate dan Kekasaran Permukaan
1. PENDAHULUAN
Dengan kemajuan teknologi yang berkembang tak ubahnya seiring dengan berkembangnya industri manufaktur selaku pembuat atau produsen. Dalam mengembangkan teknologi yang berkualitas industri manufaktur melakukan pengembangan dalam proses produksinya. Secara umum mesin-mesin yang digunakan
dalam industri manufaktur tidak banyak
mengalami perubahan yang sangat signifikan dalam proses produksinya. Mesin milling adalah suatu mesin perkakas yang menghasilkan sebuah bidang datar dimana pisau berputar dan
benda bergerak melakukan langkah
pemakanan.
Sedangkan proses milling adalah suatu proses permesinan yang pada umumnya menghasilkan bentukan bidang datar (bidang datar ini terbentuk karena pergerakan dari meja mesin) dimana proses pengurangan material benda kerja terjadi karena adanya kontak antara alat potong (cutter) yang berputar pada spindle dengan benda kerja yang tercekam pada meja mesin. Mesin milling jika dikolaborasikan dengan suatu alat bantu atau alat potong
pembentuk khusus, akan dapat menghasilkan beberapa bentukan-bentukan lain yang sesuai dengan tuntutan produksi, misal: Uliran, Spiral, Roda gigi, Cam, Drum Scale, Poros bintang, Poros cacing dan lain-lain.
Dalam bagian mesin milling terdapat komponen yang sering rusak yaitu pada bagian Draw Bar. Draw Bar merupakan poros untuk memasang dan mengencangkan arbor pada kepala mesin.
Untuk mendapatkan Draw bar tersebut dan
membutuhkan waktu yang lama karena
memesan langsung ke pabriknya. Oleh karena itu digunakan adalah mesin bubut untuk membuat Draw Bar tersebut. Mesin bubut merupakan salah satu mesin yang sangat diandalkan oleh industri manufaktur dalam membuat berbagai produknya. Mesin ini dapat memenuhi kebutuhan produksi untuk berbagai produk dengan bentuk yang kompleks. Seperti memproduksi perkakas-perkakas penting yaitu komponen yang memiliki tuntutan kualitas yang tinggi baik secara geometri maupun tingkat kekasaran permukaan hasil pemotongannya.
Pada proses pemotongan, mesin bubut mempunyai tiga gerakan utama yaitu gerakan berputarnya benda kerja/spindle (main motion), kecepatan gerak potong (feed motion) dan kedalaman potong (adjusting motion / depth of cut).
2. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara feeding dengan kekasaran permukaan pada proses pembubutan Draw Bar.
FLOW CHART
2.1 Penjelasan Diagram Alir
Diagram alir adalah diagram yang
menggambarkan bagaimana jalankan program mulai dari awal hingga akhir. Setiap diagram alir harus mempunyai titik awal dan titik akhir. Diagram alir dibentuk dengan memanfaatkan simbol-simbol tertentu.
2.2 Bahan Dan Alat Penilitian
Dalam hal ini, material yang digunakan untuk membuat Draw Bar sesuai dengan originalnya adalah material logam atau metal. Untuk mengetahui tingkat kekerasan Draw Bar tersebut maka perlu dilakukan uji hardness tester.
Gambar 2.1 Hasil Uji Hardness Tester Part Original (30.8 HRC)
Gambar 2.2 Hasil Test Material SS400 adalah 49.1 HRA
Gambar 2.3 Hasil Test Material SCM4 adalah 30.2 HRC
Mulai
Data Awal Penelitian : 1.Pemilihan Materials sample
objek penelitian.
2.Pengumpulan Data penelitian . 3.Pengambilan Data penelitian
Kesimpulan Analisis Hasil Studi Pustaka Selesai Pengujian Parameter: 1.n = Tetap
Alat Penelitian yang digunakan sesuai kebutuhan seperti Dial Caliper, Hardness Tester, Profile Projector, Surface Roughness Tester.
1 Carbide Insert Navi
Gambar 2.4 Pahat Carbide Insert
2 Dial caliper
Dial caliper sering juga disebut sigmat atau jangka sorong adalah sebuah alat ukur yang dapat dipakai untuk mengukur diameter luar, diameter dalam, ketebalan dan kedalaman celah.
Gambar 2.5 Dial Caliper
Uji kekerasan (Hardness tester) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang
dalam penggunaanya akan mangalami
pergesekan (frictional force) dan dinilai dari ukuran sifat mekanis material yang diperoleh dari deformasi plastis (deformasi yang diberikan dan setelah dilepaskan, tidak kembali ke bentuk semula akibat indentasi oleh suatu menda sebagai alat uji.
Tabel 2.1 Uji Hardness Tester Beberapa Material
Material Hasil uji kekerasan (HRC) Rata-rata S45C 6.6 HRC 5.9 HRC 8.4 HRC 6.97 HRC SS400 49.1 HRA 48.1 HRA 50.9 HRA 49.37 HRA SCM4 30.2 HRC 29.4 HRC 29.1 HRC 29.57 HRC 3 Profile Projector
Profile Projector adalah perangkat pengukuran optikal yang memperbesar permukaan objek kerja dan diproyeksikan dalam skala linier/
sirkular. Profile projector memperbesar profil
benda kerja ke dalam sebuah layar
menggunakan tipe pencahayaan diascopic illumination. Dimension benda kerja dapat diukur langsung dari layar atau dibandingkan dengan referensi standar perbesaran. Agar akurat, saat pengukuran jangan mengubah sudut pandang (perspektif) objek.
Gambar 2.6 Profile Projector 1. Perhitungan Kekerasan Material Berdasarkan rumus:
Indentation depth = 100 – HRC = t units = 100 – 30.8 HRC= 69.2 units = 69.2 X 0.002 mm = 0.14 mm. Berdasarkan rumus: RHN = 100 – 500 t = 100 – 500 X 0.14 mm = 100 – 70 = 30 HRC
2. Perhitungan berdasarkan profile projector
Gambar 2.7 Hasil Profil Proyektor
Hasil profile projector = 0.540 mm / 2 = 0.27 mm.
90° 30°
60°
0.27 = X Sin 60 Sin 30
X 0.867 = 0.5 x 0.27
X 0.867 = 0.135
X = 0.16 mm.
e. Surface Roughness Tester
Surface Roughness Tester merupakan alat pengukuran kekasaran permukaan. Setiap permukaan komponen dari suatu benda mempunyai beberapa bentuk yang bervariasi menurut struktumya maupun dari hasil proses produksinya.
Surface Roughness Tester didefinisikan sebagai ketidak halusan bentuk yang menyertai
proses produksi yang disebabkan oleh
pengerjaan mesin. Nilai kekasaran dinyatakan dalam Roughness Average (Ra).Ra merupakan parameter kekasaran yang paling banyak dipakai secara intemasional. Ra didefinisikan sebagai rata-rata aritmatika dan penyimpangan mutlak profil kekasaran dari garis tengah rata-rata.
Gambar 2.8 Mesin Penguji kekerasan (hardness tester)
2.3 Prosedur 2.3.1 Machining
Machining adalah proses pembuatan benda kerja dengan menghilangkan material yang tidak diinginkan dari benda kerja dalam bentuk chip.
2.3.2 Pengujian / Pengukuran
Pengujian kekasaran permukaan pada benda kerja dilakukan untuk mengetahui nilai kekasaran draw bar apakah ada pengaruh antara perubahan nilai feed rate dengan permukaan benda kerja yang dihasilkan dari
proses pemesinan. Alat untuk mengukur Ra adalah roughness tester.
2.4. Analisis Hasil
Dalam melakukan analisis hasil dari data yang telah diolah, penulis menggunakan metode Anova Satu Faktor Untuk membuktikan hasil pengaruh Cutting technology antara feeding dengan nilai kekasaran permukaan yang dihasilkan pada proses pembubutan Draw Bar mnggunakan mesin CNC turning.
2.5. Kesimpulan
Dari uraian metode penelitian diatas, untuk mencapai hasil yang optimal maka alur penelitian tersebut harus dapat berjalan sesuai dengan urutannya.
3. ANALISA
Untuk mengetahui material yang sesuai dengan part original maka dilakukan pengujian sebagai berikut:
3.1 Menentukan Parameter Setting
Sebelum melakukan pengujian tingkat
kekasaran permukaan berdasarkan putaran spindle (spindle speed) kedalaman potong (depth of cut) dan kecepatan gerak potong (feed rate) pada proses bubut, perlu dilakukan
perhitungan parameter setting untuk
mendapatkan parameter yang sesuai. Berikut perhitungan untuk putaran spindle (material specimen SCM 4 memiliki cutting speeds 140 - 320 m/min dengan menggunakan alat potong carbide jenis insert tip):
3.1.1 Kedalaman Potong (Depth of Cut)
Nilai dari kedalaman pemotongan finishing ditetapkan 0.2 mm.
3.1.2 Menentukan Putaran Spindle (RPM)
Berdasarkan tabel cutting speed dapat diperoleh besar putaran spindle (spindle speed) dengan persamaan (2.1) dalam satuan rpm:
n = 2342 rpm,
dibulatkan menjadi n = 2400 rpm.
3.1.3 Menentukan Kecepatan Potong (Feeding)
Nilai fr = (0.05 – 0.24) dalam satuan mm / menit.
Maka di tetapkan nilai fr = 0.1 mm. Feeding = 0.1 x 2400 (rpm)
= 240 mm/ menit.
Berdasarkan perhitungan diatas kecepatan feeding yang didapat adalah 240 mm/menit, maka penulis mengambil variable feeding yaitu: 3 (tiga) ke atas dan 3(tiga) ke bawah. Dengan putaran spindle tetap yaitu 2400 rpm dan Kedalaman pemotongan tetap yaitu 0.2 mm. Berdasarkan pada persamaan (2.3) dalam satuan mm / menit.
= 212
240 /
= 0.88 mm / menit
3.1.4 Menentukan Waktu Pemotongan
Pada proses finishing,maka untuk masing-masing nilai f (feeding) diatas dilakukan percobaan sebanyak 3 benda kerja, jadi total benda kerja keseluruhan adalah sebanyak 21 pcs, dengan rincian sebagai berikut :
f1= 150 mm/putaran 3 benda kerja
f2= 180 mm/putaran 3 benda kerja
f3= 210 mm/putaran 3 benda kerja
f4= 240 mm/putaran 3 benda kerja
f5= 270 mm/putaran 3 benda kerja
f6 = 300 mm/putaran 3 benda kerja
f7 = 330 mm/putaran 3 benda kerja
Tabel 3.1 Level Variasi Nilai Feeding
3.2 MenentukanKekasaran Rata-Rata
Berdasarkan pada persamaan (2.4) 1. Ra untuk f = 150 mm/menit Ra = 1.90/3 = 0.64 μm 2. Ra untuk f = 180 mm/menit Ra = 3.66/3 = 1.22 μm 3. Ra untuk f = 210 mm/menit Ra = 4.73/3 = 1.58 μm 4. Ra untuk f = 240 mm/menit Ra = 5.72/3 = 1.91 μm 5. Ra untuk f = 270 mm/menit Ra = 7.29/3 = 2.43 µm. 6. Ra untuk f = 300 mm/menit Ra = 9.10/3 = 3.03 µm. 7. Ra untuk f = 330 mm/menit Ra = 12.58/3 = 4.19 μm.
Tabel 3.2 Uji Coba Variasi Kecepatan Feeding
Uji tabel kontingensi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Hipotesis
Ho : Persentasi nilai kekasaran adalah sama dengan part original .
H1 : Persentasi nilai kekasaran adalah tidak sama dengan part original.
2. X= 0,05.
Berdasarkan table.
3. Dalam uji ini yang digunakan adalah distribusi probabilitas chi-kuadrat,x². Tabel kontingensi di atas memiliki 3 baris (r=3) dan 21 kolom.
4. (c=21),maka df = v = (r-1) (c-1) =(3-1)(21-1) = 40.
5. Batas-batas daerah penolakan/ batas kritis uji. Dari table X² untuk x= 0,05; dv = 40; diperoleh X² = 55,758.
Feeding Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 Level 6 Level 7
(f)
(f₁)
(f₂)
(f₃)
(f₄)
(f₅)
(f₆)
(f₇)
Satuan
6. Aturan keputusan Tolak Ho dan terima H1 jika RUX² > 55,758. Jika tidak demikian terima Ho.
7. Rasio Uji :
Perhitungan dilakukan dengan tabulasi berikut:
Tabel 3.3 Rasio Uji
Sumber: (Prinsip-Prinsip Statistik Untuk teknik Dan Sains, Harinaldi,2002,hal.201)
RUx² = X² test = Σ (O-E)² = 39.61 Pengambilan keputusan:
Karena RUx₂< 55,758 maka Ho diterima.
Kesimpulannya adalah Persentasi nilai
kekasaran adalah sama dengan part original. Kekasaran (Ra/µm)
Dengan hasil uji beberapa kecepatan
pemakanan berdasarkan perhitungan, maka kecepatan pemakanan yang sesuai adalah 240 mm/menit.
4. KESIMPULAN
1. Dapat menentukan material untuk membuat Draw Bar yaitu SCM 4.
2. Mendapatkan produk yang mendekati atau sama dengan produk kualitas aslinya yaitu dengan hasil kekasaran pada part original adalah 1.84 µm.
Setelah melakukan analisis hasil penelitian, yang mendekati kekasaran dari part original adalah 1.90 µm dengan Parameter Pemotongan sebagai berikut:
Putaran spindle (n) = 2400 rpm
Kedalaman pemotongan (doc) = 0.2 mm
Kecepatan pengumpanan (F) = 240
mm/menit
Dari penelitian didapatkan juga bahwa untuk mendapatkan hasil kekasaran yang lebih halus, maka kecepatan feed rate nya semakin rendah. Sebaliknya apabila kecepatan feed rate nya semakin tinggi, maka hasilnya semakin kasar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Donald R. Askeland. The Science And Engineering Of Materials,Sixth Edition. University Of California.
2. Harinaldi. Prinsip – Prinsip Statistik Untuk Teknik Dan Sains.
2002. Ciracas. Jakarta.
1. James F. Shackelford. Materials Science For Engineers, Sixth Edition. 2000. University Of Missouri.
2. James Madison. CNC Machining
Handsbook. Industrial Press Inc.
5. Steven R. Schmid, Manufacturing Engineering And Technology, Prentice Hall International.
Gambar 3.1 Grafik Perbandingan Feeding Terhadap Kekasaran (Ra)
Benda O E O - E (O-E)² (O-E)² / E²
1 1,84 1,84 0 0 -1,84 2 1,83 2,59 -0,76 0,58 -2,01 3 1,74 3,02 -1,28 1,64 -1,38 4 2,51 4,2 -1,69 2,86 -1,34 5 2,68 1,63 1,05 1,1 -0,53 6 2,41 1,11 1,3 1,69 0,58 7 3,15 0,7 2,45 6 5,3 8 2,9 1,98 0,92 0,85 -1,13 9 2,85 0,68 2,17 4,71 4,03 10 4,17 4,29 -0,12 0,01 -4,28 11 4,04 3,1 7,14 50,98 47,88 12 4,14 1,69 2,45 6 4,31 13 1,6 1,61 -0,01 0 -1,61 14 1,77 3,18 -1,41 1,99 -1,19 15 1,42 1,01 0,41 0 -1,01 16 1,03 4,35 -3,32 11,02 6,67 17 1,23 0,57 0,66 0 -0,57 18 1,01 2,45 -1,39 17,25 14,8 19 0,67 2,03 -1,33 1,77 -0,26 20 0,7 2,41 -1,71 2,92 0,51 21 0,68 1,51 -0,83 0 -1,51 Jumlah 134.98134,98 134,98 39,61
PERANCANGAN MODEL AIR ALIRAN SILANG (CROSS FLOW TURBINE)
DENGAN HEAD 2 m DAN DEBIT 0,03 m
3/s
Ridwan
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Mercu Buana, Jakarta
Abstrak - Pembangkit listrik tenaga mikrohidro merupakan pembangkit listrik skala kecil yang
menggunakan air sebagai penggeraknya dan penggerak mula adalah turbin. Sistem pembangkit ini sangat tepat digunakan di pedesaan karena sistem ini mudah dibuat, menghasilkan daya listrik yang cukup besar dan biaya pembuatan yang lebih relatif murah. Atas dasar diatas maka perlu dirancang suatu turbin yang mendukung sistem pembangkit ini, diantaranya adalah Turbin Aliran Silang. Untuk merancang sebuah turbin air agar tidak terjadi kesalahan dalam perancangan (seperti hal-nya biaya pembuatannya) maka dilakukan perancangan prototipenya.
Sebuah prototipe Turbin Aliran Silang dirancang dalam kegiatan tugas akhir ini dengan debit (Q) = 0,03
m3/s, head (H) = 2 m dengan efisiensi 0,80. Spesifikasi teknik utama dari hasil perancangan turbin
adalah diameter runner (D) = 0,195 m dengan putaran turbin 281,39 rpm daya keluaran efektif sebesar 470,4 W.
Keywords: Mikrohidro, Turbin, Listrik
1. Pendahuluan
Pada saat sekarang ini, listrik merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam segala aktifitas manusia. Upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan listrik sampai saat ini masih tetap berlangsung. Termasuk melalui beberapa metode pengkonversian energi, misalnya dengan sistem pembangkit listrik tenaga air (PLTA), sistem pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), sistem pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan sistem lainnya. Tetapi masih belum mencukupi kebutuhan listrik yang ada.
Salah satu alternatif yang sudah digunakan adalah penggunaan sistem pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) yang merupakan solusi tepat untuk dikembangkan. Dimana energi air sejauh ini adalah alternatif yang menarik. Sumber energi air dalam ukuran kecil dan sedang banyak tersedia.
Telah dilakukan banyak pemanfaatan dengan menggunakan turbin aliran silang, namun sejauh ini turbin tersebut bekerja pada tingkat efisiensi rancangan sekitar 76%. Dalam usaha mendapatkan pengetahuan yang lebih
banyak tentang turbin aliran silang,
direncanakan untuk membuat alat uji turbin. Tugas akhir ini dikhususkan merancang turbin yang akan digunakan untuk alat uji tersebut.
2. Tinjauan
Turbin air dikembangkan pada abad 19 dan digunakan secara luas untuk pembangkit tenaga listrik. Turbin air berperan untuk
mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Sistem pembangkit tenaga yang memanfaatkan tenaga aliran air secara maksimal adalah sistem pembangkit tenaga air. Tetapi karena umumnya sistem pembangkit ini digunakan untuk membangkitkan tenaga listrik, maka sistem ini disebut sistem Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA). Sistem ini
menggunakan turbin air sebagai alat utama untuk membangkitkan tenaga. Penggerakan turbin ini adalah memanfaatkan tenaga aliran yang didapat daripada aliran air. Yaitu dengan memanfaatkan kecenderungan air yang selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah sehingga didapatkan energi potensial air.
Energi tersebut didapat dengan cara mengalirkan air dari suatu ketinggian dengan laju aliran tertentu melalui suatu saluran yang
Turbin Cross Flow Turbin Prototipe Satuan H 20 2 M Q 0,3 0,03 m3/s N 500 281,39 Rpm ns 90,69 90,69 Rpm Pt 44,7336 0,4704 kWatt D1 0,345 0,195 M
biasanya disebut dengan pipa pesat kesuatu unit turbin. Kecepatan dan tekanan air yang yang terjadi akibat perbedaan ketinggian tersebut digunakan untuk memutar runner (roda turbin atau bagian turbin yang berputar), runner tersebut mempunyai fungsi menerima energi tekan dan kecepatan dari air. Energi yang diterima sudu-sudu, kemudian dirubah menjadi energi mekanis dalam bentuk daya dan putaran pada poros turbin.
2.2 Kontruksi Dasar
Secara garis besar turbin air terdiri dari dua bagian utama, yaitu stator dan rotor. Rotor adalah bagian-bagian dari turbin yang bergerak atau berputar seperti roda turbin, poros, kopling, roda gaya, pulley dan bagian lainnya yang dipasang pada poros atau roda turbin. Stator adalah bagian-bagian dari turbin air yang diam seperti saluran masuk, rumah-rumah, bantalan poros, sudu antar, saluran buang dan lain-lain, seperti yang diperlihatkan pada gambar.
Gambar 2.1 Skema : Konstruksi Dasar Turbin Air (Sumber: Steeter. VL. 1998. Hal 105) Roda turbin (runner) adalah bagian utama
dari turbin air yang berfungsi untuk merubah tenaga potensial dan tenaga kinetis aliran air menjadi tenaga mekanis yang berupa putaran poros. Runner ini terdiri dari bagian hub dimana sejumlah sudu-sudu gerak dipasang pada sekelilingnya. Hub ini dipasang pada poros dengan sebuah pasak memanjang dan mur pengikat. Poros, kopling dan pulley adalah bagian dari rotor turbin air yang berfungsi untuk mentransmisikan daya, sedangkan roda gaya untuk meratakan putaran turbin.
Saluran masuk dan rumah turbin air adalah bagian utama dari stator turbin dimana sudu-sudu antara atau nozzle dan bantalan poros dipasangkan. Pada turbin-turbin reaksi seperti turbin Kaplan dan turbin Francis, saluran masuk atau rumah-rumah berupa ruang pusaran rumah siput (scroll casing) dimana sejumlah
sudu-sudu antar yang berfungsi untuk
mengatur atau mengarahkan aliran air
dipasang. Sedangkan pada turbin aksi, seperti turbin Pelton dan turbin Cross Flow saluran masuk berupa nozzle yang dilengkapi dengan tombak-tombak (spear) atau sudu antar yang berguna untuk mengatur aliran air masuk roda turbin. Pada turbin Propeller, rumah-rumah turbin berupa suatu tabung lurus dua lapis yang antara keduanya dipasang sudu-sudu antar.
Saluran buang untuk menyalurkan air yang keluar dari roda turbin ke pembuangan (tail race). Pada turbin aksi saluran buang ini berupa ruang terbuka saja. Jadi dalam hal ini air keluar dari roda turbin langsung jatuh ke pembuangan. Namun pada turbin-turbin reaksi saluran buang ini pada umumnya berupa tabung vakum (draft tube). Tabung ini disamping berguna untuk menyalurkan air buangan juga menambah head dari instalasi sehingga meningkatkan effisiensinya.
2.3 Kriteria Pemilihan Jenis Turbin Air
Ada beberapa faktor yang mendasari
perencanaan dan pemilihan suatu turbin air. Faktor-faktor tersebut yang terutama antara lain adalah:
1. Debit aliran air
2. Head atau tinggi air jatuh 3. Kecepatan spesifik 4. Putaran turbin
5. Putaran pesawat yang digerakkan 6. Posisi poros turbin
7. Biaya pembangunan instalasi
Dari sekian banyak faktor tersebut di atas, yang paling menentukan adalah debit dan head
aliran air. Ukuran atau dimensi turbin air sangat tergantung kepada debit dan head air ini. Debit air yang besar pada head tertentu akan
memerlukan turbin air ukuran besar,
sedangkan untuk head air yang besar pada debit tertentu, dimensi turbin air cenderung lebih kecil. Dengan demikian debit dan head air
ini secara tidak langsung akan menentukan
biaya pembuatan turbin air berikut
pembangkitnya, sperti pada gambar:
Disamping itu debit dan head air ini beserta jumlah putaran pesawat yang digerakkannya akan mempengaruhi juga dalam penentuan putaran turbin sekaligus kecepatan spesifiknya. Sedangkan kecepatan spesifik itu sendiri akan menentukan pula terhadap jenis turbin yang digunakan. Demikian juga debit dan head air ini akan menentukan juga posisi turbin, yang mana turbin-turbin dengan debit air yang besar biasanya mempunyai poros vertikal.
Ada beberapa faktor yang menentukan dalam pemilihan debit dan head air yang direncanakan untuk suatu pemilihan turbin. Penentuan pontensi sumber air dan keadaan tanah atau topografi sekitar lokasi dan
kapasitas listrik yang dibutuhkan, serta
kemampuan dana yang diperlukan untuk membangun instalasinya. Kita mengenal tinggi air jatuh total (gross head = H) dan tinggi jatuh air effektif (effective head = Hef). Head total ini
adalah perbedaan ketinggian antara
permukaan antara head race dengan tail race, sedangkan effective head adalah tinggi jatuh air total dikurangi dengan kerugian tinggi tekan akibat gesekan pada pipa pesat dan peralatan lainnya.
Seleksi awal dari jenis turbin yang cocok untuk suatu keperluan paling tepat dilakukan dengan menggunakan Kecepatan spesifik (nS).
2.4 Konsep Turbin Aliran Silang
Salah satu jenis turbin aksi ini juga dikenal dengan nama Turbin Michell-Banki yang merupakan penemunya. Selain itu juga disebut Turbin Osberger yang merupakan perusahaan yang memproduksi turbin Cross Flow. Turbin Cross Flow dapat dioperasikan pada debit 0,2 m3/s hingga 10 m3/s dan head antara 1 s/d 200 m. Sebagai suatu turbin aliran radial atmosferik, yang berarti bekerja pada tekanan atmosfir, turbin aliran silang menghasilkan daya dengan mengkonversikan energi kecepatan pancaran
air. Meninjau karakteristik kecepatan
spesifiknya, ia berada di antara turbin Pelton dan turbin Francis aliran campur.
Turbin aliran silang (Cross Flow) terdiri atas dua bagian utama, nosel dan runner. Dua buah piringan sejajar disatukan pada lingkarnya oleh sejumlah sudu membentuk konstruksi yang disebut runner. Nosel berpenampang persegi, mengeluarkan pancaran air ke selebar runner dan masuknya dengan sudut 16o
terhadap garis singgung lingkar luar runner. Bentuk pancaran adalah persegi, lebar dan tidak terlalu tebal. Air masuk ke sudu-sudu pada rim runner, mengalir diatasnya, ke luar,
memintas ruang kosong di antara bagian dalam rim, masuk ke sudu-sudu pada sisi dalam rim dan akhirnya keluar dari runner, seperti terlihat pada gambar di bawah.
3. Metodologi
Perancangan kali ini adalah perancangan untuk prototipe turbin Cross Flow sebagai alat uji di laboratorium. Turbin prototipe dibuat dengan debit dan head yang lebih rendah, dengan data sebagai berikut:
Tinggi jatuh air, H = 2 m
Debit air, Q = 0,03 m3/s
Diameter runner, D1 = 0,195m
Berdasarkan data prototipe yang ada dilakukan
perencanaan turbin prototipe dengan
perhitungan yang meliputi:
• Segi Tiga Kecepatan
• Perencanaan Dinding Runner
• Perencanaan Sudu
• Lengkung Pemasukan
• Titik Berat Sudu
• Perhitungan Gaya Impuls
• Perencanaan Sabuk
• Perencanaan Poros
• Perencanaan Pasak
• Perhitungan Umur Bantalan
4. Hasil Perhitungan Perancangan
Spesifikasi teknik turbin air aliran silang hasil perancangan adalah sebagai berikut:
Tabel Data Perancangan
Besaran Simbol Satuan Nilai
Debit Q m3/s 0,03 Head H m 2 Konstanta kecepatan k - 0,087 Sudut masuk
1 (o) 16 Koefisien empiris
- 0,95 Efisiensi turbin
- 0,80Massa jenis air
a Kg/m3 1000Gravitasi bumi g m/s2 9,81
Tabel Hasil Perhitungan Diameter Runner
Besaran Simbol Satuan Nilai
Daya turbin Pt kW 0,4704 Putaran turbin N rpm 281,39 Kecepatan spesifik ns rpm 90,69 Diameter runner D1 m 0,195 Jari-jari runner R1 m 0,0975
Tabel Hasil Perhitungan Segitiga Kecepatan
Besaran Simbol Satuan Nilai
Kecepatan absolut air
masuk turbin C1 m/s 5,95
Kecepatan tangensial
ujung sudu U1 m/s 2,86
Kecepatan relatif air
terhadap sudu W1 m/s 3,29
Sudut kecepatan nisbi
1 (o) 30Jari-jari dalam turbin R2 m 0,0639
Kecepatan arah radial W2 m/s 2,51
Kecepatan arah
Sudut antara kecepatan arah absolut
dengan kecepatan arah tangensial 2
(o) 53,31 Kecepatan absolut C2 m/s 3,13 Kecepatan absolutaliran masuk tingkat II C3 m/s 3,13
Kecepatan arah radial
aliran masuk tingkat II W3 m/s 2,51
Kecepatan arah
tangensial aliran
masuk tingkat II
U3 m/s 1,87
Kecepatan arah
tangensial aliran keluar tingkat II
U4 m/s 2,86
Kecepatan arah radial
aliran keluar tingkat II W4 m/s 3,29
Kecepatan absolut
aliran keluar tingkat II C4 m/s 1,64
Dari hasil perhitungan dengan data yang diberikan untuk membandingkan antara model dengan prototipe dengan Q = 0,03 m/s3 dan H = 2 m, maka didapatkan diameter runner sebesar 0,195 m dan kecepatan spesifik sebesar 90,69, atas dasar kecepatan spesifik ini maka sesuai dengan nilai kecepatan spesifik untuk turbin Cross Flow (dengan Ns = 40 – 180). Dalam penentuan pipa untuk sudu, dipilih pipa baja yang ada dipasaran, jadi tebal yang
didapatkan dari perhitungan disesuaikan
dengan tebal pipa yang ada dipasaran, demikian juga halnya dengan panjang sabuk hasil dari perhitungan disesuaikan dengan panjang sabuk yang ada dipasaran.
Sedangkan untuk penentuan poros
digunakan bahan baja ST 37. Dimana diameter poros didapatkan dari hasil perhitungan sebesar 25 mm dengan panjang poros
didapatkan dari perancangan gambar sebesar 427 mm. Sedangkan untuk bahan pasak dipilih bahan yang memiliki kekuatan tarik yang kurang dari kekuatan tarik poros, sehingga pasak akan lebih dahulu rusak dari pada poros atau naf. Ini disebabkan harga pasak lebih murah dan mudah menggantinya.
Untuk penentuan umur bantalan
didapatkan umur bantalan A selama 49,95 tahun dan umur bantalan B selama 2230,39 tahun. Dari perbedaan umur bantalan A dan B dapat diketahui bahwa gaya yang bekerja pada masing-masing bantalan tidaklah sama.
6. Kesimpulan
Dengan dibuatnya turbin prototipe dari turbin Cross Flow sebagai alat uji labor maka
diharapkan akan mempermudah dalam
perancangan dan pembuatan turbin Cross Flow yang sebenarnya untuk mendapatkan aliran listrik yang tentunya dengan perawatan yang relatif mudah dan murah. Dalam kegiatan Tugas Akhir ini berdasarkan hasil perhitungan dan perancangan dimensi turbin prototipe dari turbin Cross Flow maka dapat disimpulkan: 1. Pada perancangan prototipe dari turbin
Cross Flow ini direncanakan ditempatkan pada kondisi debit air 0,03 m3/s dengan tinggi air jatuh sebesar 2 m dan putaran turbin direncanakan 500 rpm. Dengan diameter runner 0,195 m dan efisiensi turbin sebesar 0,80. Dengan menghasilkan potensi tenaga air turbin yang dapat membangkitkan energi listrik dengan daya effektif sebesar 470,4 W.
2. Sudu yang digunakan adalah dari pipa baja dengan jumlah sudu dan jari-jari sudu masing-masing 18 buah dan 32 mm.
3. Poros yang digunakan untuk
menggerakkan runner tersebut digunakan poros baja ST 37 dengan diameter poros 25 mm dan panjang poros 427 mm. Dan pasak yang digunakan Ball Single-row 200 dengan lebar, tinggi, dan panjang pasak adalah masing-masing 6 mm, 4 mm , dan 20 mm.
4. Sabuk yang digunakan adalah sabuk V tipe B, dengan panjang sabuk 1408,95 mm. 5. Bantalan yang digunakan adalah bantalan
peluru dengan umur bantalan A selama 49,95 tahun dan umur bantalan B selama 2230,39.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alex Arte, Ueli Meier, SKAT, Seri
Memanfaatkan Tenaga Air dalam Skala Kecil Buku 2, Pedoman Rekayasa Tenaga Air, Jakarta ,1991.
2. C. A. Mockmore Professor of Civil
Engineering and Fred Merryfield
Professor of Civil Engineering,
Engineering The Banki Water Turbine, Experiment Station Oregon State System of Higher Education Oregon State College Corvallis Buletin Series No. 25, 1949.
3 Dietzel, Fritz, Dakso Sriyono, Turbin
Pompa dan Kompressor, Erlangga,
Jakarta, 1993.
4 Dr Ingeniero de Minas, Layman's
Handbook on How to Develop a Small Hydro Site (Second Edition), European, 1998.
5 DTI, Hydropak, Concept Design and
Analysis of a Packaged Cross Flow Turbine, Europa, 2004.
6 European Small Hydropower Association
ESHA, Guide on How to Develop a Small Hydropower Plant, Thematic Network on Small hydropower (TNSHP), 2004.
7 MHPG Series Harnessing Water Power
on a Small Scale, Cross Flow Turbine Design and Equipment Engineering, Volume 3, SKAT, Swiss, 1993.
8 Niemann G, Elemen Mesin, Edisi II, Jilid
1, Erlangga, Jakarta, 1999.
9 Popov, E.P, terjemahan Astamar Z,
Mekanika Teknik, Edisi kedua, Erlangga, Jakarta, 1991.
10 Rochim, Taufik, Teori dan teknologi
Proses Pemesinan, Lab. Teknik Produksi Pemesinan, Jurusan Teknik Mesin, ITB, Bandung, 1993
11 Sefriko, Maiyoni. No.BP : 98 171 017.
Penyusunan Komputasi Perancangan Turbin Cross Flow Menggunakan Bahasa Pemrograman Matlab V6.5. Tugas Akhir Mahasiswa Teknik Mesin Universitas Andalas Padang, 2004.
12 Sularso, Dasar Perencanaan Dan
Pemilihan Elemen Mesin Edisi Ke-6, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1987
13 Spotts, M.F., Design of Machine Element
Sixth Edition
14 The British Hydropower Association, A
Guide to UK Mini-Hydro Developments, Version 1.2, 2005.
15 Zuhal, Dasar Tenaga Listrik, Penerbit ITB,
Bandung, 1991 16 http://home.carolina.rr.com/microhydro 17 http://www.hydropower-dams.com/atlas/industry.html 18 http://europa.eu.int/en/comm/dg17/hydro/ layman2.pdf 19 http://lingolex.com/bilc/engine.html 20 http://en.wikipedia.org/wiki/Kaplan_turbine 21 www.itpower.co.u
KONSEP DESAIN MEKANISME TELESKOPIS AS/RS (AUTOMATED STORAGE
AND RETRIEVAL SYSTEM) DAN ANALISIS BEBAN PADA GUIDE RAIL
Febriansyah, Dadang S. Permana
Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Mercu Buana
Email: [email protected]
Abstrak - Sistem penyimpanan barang semakin berkembang pemakaiannya, terutama pada
industri-industri maju. Hal ini disebabkan semakin banyaknya jumlah permintaan akan barang-barang kebutuhan baik industri maupun rumah tangga. Oleh karena itulah dikembangkan sistem penyimpanan dan pengambilan barang secara otomatis yang biasa dikenal dengan AS/RS. Untuk merancang sistem penyimpanan dan pengambilan barang tersebut, perlu terlebih dahulu memilih model sistem yang digunakan. Dalam perancangan ini dipilih model Telescopic Shuttle, dengan pertimbangan lebih efisien dari sisi pemakain ruang.Untuk merancang Telescopic Shuttle menggunakan bantuan software Autodesk Inventor Professional 2015, yang kemudian dibandingkan dengan perhitungan manual tegangan serta efek defleksi terjadi.
Kata kunci : AS/RS, Telescopic Shuttle, Tegangan, Defleksi
Abstract - Storage system usage is growing, especially in advanced industries. This is due to the
increasing number of requests for goods needs of both industry and households. Therefore developed goods storage and retrieval system automatically commonly known as AS / RS. To design the storage and retrieval systems such goods, it is necessary to first select a model system used. In the design of the model choosen Telescopic Shuttle, with consideration more efficient in terms of usage space .For designing Telescopic Shuttle are using assistance of Autodesk Inventor Professional 2015 software, which was then compared to manual calculation stress and deflection effects occur.
Keywords: AS/RS, Telescopic Shuttle, Stress, Deflection
1. PENDAHULUAN
Pemindahan bahan atau material adalah suatu aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan produksi maupun distribusi dan memiliki kaitan erat dengan perencanaan tata letak fasilitas produksi dan distribusi. Aktivitas ini merupakan
aktivitas “non produktif” sebab tidak
memberikan nilai perubahan apa-apa terhadap material atau bahan yang dipindahkan,tidak akan terjadi perubahan bentuk, dimensi, maupun sifat-sifat fisik atau kimiawi dari material yang berpindah. Kegiatan pemindahan bahan/material tersebut akan menambah biaya (cost).
Pada masa sekarang ini sistem
penyimpanan dan pengambilan barang secara otomatis banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar. Sistem tersebut biasa disebut dengan ASRS (Automated Storage and Retrieval Systems). Pada ASRS yang akan penulis coba rancang adalah kosep Telescopic Shuttle.
Keuntungan menggunakan Telescopic
Shuttle ini pastinya tidak memerlukan tempat yang luas, seperti pada pengangkutan manual yang menggunakan Fork Lift. Penggunaan sistem secara otomasi, menyebabkan campur
tangan manusia dalam pengoperasiannya tidak diperlukan. Dengan demikian sistem ini dapat digunakan untuk barang-barang berbahaya, seperti produk yang mengandung bahan kimia tertentu atau dapat digunakan pada ruangan yang steril.. Berdasarkan latar belakang, maka dalam konsep rancangan ini ditentukan beberapa masalah yaitu:
a. Bentuk telescopic shuttle yang akan dibuat . b. Analisis beban telescopic shuttle yang akan
dirancang.
c. Defleksi yang terjadi.
Dengan permasalahan yang ada di atas, maka dilakukan perancangan yang memiliki tujuan berikut ini.
Tujuan penelitian ini adalah membuat desain teleskopis yang akan digunakan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dan melakukan pembandingan perhitungan analisis secara manual dengan hasil yang didapat piranti lunak Autodesk Inventor Proffesional 2015.
2. METODOLOGI
2.1. Diagram alir perancangan
Diagram alir studi perancangan dari desain Teleskopis AS/RS diberikan pada gambar dibawah ini.
2.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dikelompokan sebagai berikut:
1. Data yang diperoleh dari pengamatan secara langsung dan meminta keterangan dari karyawan yang terlibat langsung. Data yang diperoleh antara lain adalah data mengenai dimensi atau ukuran.
2. Data yang tidak langsung diamati. Data ini merupakan dokumentasi perusahaan, hasil rancangan yang sudah lalu dan data lainnya. 3. Data yang dikumpulkan nantinya digunakan dalam perancangan, antara lain:
a. Ukuran Transfer Line ASRS Ukuran Frame Teleskopis Ukuran rak Pallet
Data-data lainnya. b. Data alat penunjang.
Data Material.
Data Bearing Cam Follower.
Studi pendahuluan diperlukan untuk
mempelajari lebih lanjut apa yang akan menjadi permasalahan. Studi pendahuluan terdiri dari
pengamatan langsung di lapangan dan mencari permasalahan.
2.3. Telescopic Shuttle Frame
Dimensi frame membatasi dimensi dari telescopic shuttle seperti lebar dan tingginya. Frame tersebut berfungsi sebagai dudukan dari telescopic shuttle dan merupakan bagian yang bergerak naik dan turun.
Dimensi frame tersebut sudah tetap dan tidak boleh diubah-ubah. Frame ini terbuat dari aluminium profil x. Berikut adalah bentuk frame dari aluminium pada Gambar 1.
Gambar 1 Frame dari telescopic shutlle Kemudian data pengukuran rak , yaitu gambar berikut:
Gambar 2 Rak dari telescopic shutlle
2.4. Upper Level dari Telescopic Shuttle
Bagian tersebut dibentuk dari sheet metal dengan tebal 2 mm, panjang 350 mm, dan lebar ±390 mm yang akan ditekuk seperti pada gambar.
Gambar 3 Bentuk sheet metal setelah ditekuk Dari bagian yang sudah ditekuk tadi memiliki dimensi panjang 350 mm, lebar 250 mm, dan tinggi 54 mm. Di sisi bagian dalamnya akan disisipi dengan guide rail sebagai lintasan dari cam follower.
Gambar 4 Guide rail sebagai lintasan cam follower
3. ANALISIS
3.1. Mekanisme Rack Gear
Gambar 5 Mekanisme Rack Gear Poin-poin mekanisme Rack Gear ini adalah:
1. Memerlukan beberapa motor
penggerak
2. Biaya lebih mahal
3. Proses produksi lebih sulit karena harus membuat rack gear
3.2. Mekanisme Rantai
Gambar 6 Mekanisme Rantai Poin-poin mekanisme Rantai ini adalah:
1. Hanya memerlukan 1 motor penggerak 2. Biaya lebih murah
3. Proses produksi lebih murah
Desain ini sedapat mungkin dibuat agar terlihat compact dan memiliki fleksibilitas tinggi sehingga dalam proses manufakturnya mudah dilakukan. Dimensi panjang yang tidak terlalu besar agar teleskopis tersebut mampu mengambil dan menaruh barang dengan memanjang ke depan dan belakang. Hal ini ditunjukkan pada gambar dibawah.
Gambar 7 Gerakan mengambil pallet dari rak
Gambar 8 Gerakan menaruh pallet pada conveyor
Dari gambar terlihat bahwa teleskopis tersebut bergerak memanjang ke arah sumbu x positif untuk menjangkau box dari rak dan bergerak memanjang ke arah sumbu x negatif untuk meletakkan box ke belt conveyor. Untuk peletakan telescopic shuttle diposisikan pada tengah-tengah rangka agar pada saat kondisi stand by strukturnya menjadi stabil.
3.3. Perhitungan Beban Manual
Bentuk pembebanan dilakukan untuk
menghitung tegangan dan defleksi maksimum diasumsikan sebagai batang cantilever dengan beban seragam dan ujung tetap. Asumsi ini telah didiskusikan dengan pembimbing untuk mengetahui tegangan maksimum, jika batang dengan beban tepusat dan ujung terikat masih memiliki tegangan di bawah kekuatan luluh material. Dengan asumsi seperti ini defleksi yang terjadi akan maksimum dan dapat diketahui lendutannya masih berada pada batas yang diperbolehkan atau tidak. Daerah pembebanan dikonsentrasikan pada guide rail dan perhitungan hanya dilakukan pada salah satu guide rail sehingga bebannya terbagi dua dari beban Pallet 400N menjadi 200N. ntuk mendapatkan batas atau standard kebocoran suatu produk perlu dilakukan beberapa kali percobaan sehingga kita dapat menetukan batas kebocoran suatu produk.
Gambar 9 Model pembebanan upper level
Kemudian dilakukan perhitungan inersia
berdasarkan bentuk penampang guide rail seperti pada gambar berikut:
Gambar 10 Penampang dari guide rail
Dari gambar penampang tersebut didapatlah
nilai inersia sebesar 4,78 x 10-8 m4. Selanjutnya
mencari nilai momen untuk perhitungan tegangan berdasarkan diagram momen berikut.
Gambar 11 Shear dan Momen diagram Didapatlah nilai momen sebesar 23,11 Nm yang selanjutnya digunakan untuk perhitungan nilai tegangan yaitu sebesar = 12,08 Mpa dan besar nilai defleksi adalah = 0,0836 mm.
3.4. Perhitungan Komputasi
Pada analisis ini pembebanan dibuat
sedemikian rupa sehingga mirip dengan kondisi nyata pembebanan teleskopis. Analisis ini menggunakan program analisis tegangan yang telah terintegrasi pada Autodesk Inventor Professional 2015.
Berikut adalah gambar pembebanan pada guide rail yang merupakan pembebanan terdistribusi merata.
Gambar 12 Pembebanan pada guide rail
Dengan beberapa parameter yang telah ditentukan seperti jenis material dan dimensi
diperoleh nilai tegangan maksimum sebesar
11,5697 MPa yang diperlihatkan pada gambar
berkut.
Gambar 13 Tegangan yang terjadi
Dan besarnya defleksi berdasarkan
perhitungan komputasi adalah 0,0592996 mm yang ditunjukkan pada gambar.
Gambar 14 Defleksi yang terjadi
Gambar 15 Defleksi pada penampang
4. KESIMPULAN
Berdasarkan solusi alternatif desain maka terpilihlah mekanisme teleskopis menggunakan sistem rantai. Dari hasil perhitungan manual menggunakan rumus-rumus yang ada
diban-dingkan dengan hasil perhitungan
menggunakan AUTODESK INVENTOR
memiliki beberapa perbedaaan. Dari
perhitungan numerik diperoleh hasil defleksi
sebesar 0,0836 mm sedangkan dari
perhitungan AUTODESK INVENTOR didapat
0,0592996 mm. Hal ini menunjukkan hasil yang
cukup besar, adapun perbedaan ini disebabkan pada perhitungan numerik, bentuk benda dan beban di sederhanakan menjadi Cantilever Beam-Uniform Load-Fixed End seperti pada gambar-9.
Dari gambar gambar-13 deformasi maksimum terjadi pada bagian ujung dari guide rail dan bentuknya melengkung ke samping. Hal ini disebabkan karena adanya momen puntir pada guide rail tersebut, walaupun sudah di minimalisir dengan membuat tumpuan beban menjadi sejajar tumpuan bantalan.
Berdasarkan dari perhitungan numerik didapat tegangan maksimal sebesar 12,08 Mpa dan berdasarkan hasil komputasi sebesar 11,5697
MPa. Jika dilihat angka ini masih berada
dibawah kekuatan luluh material yaitu 48 Mpa (dari data material), sehingga walaupun terjadi defleksi masih bisa kembali ke bentuk semula karena masih berada pada daerah elastis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mesin Perkakas Produksi dan Otomasi Balai Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Serpong.
2. Hibler,R.C., Mechanic of Material, 5th ed., Pearson Education, Inc., New Jersey, 2003.
3. Khurmi. (2009). Machine Design(ch-01).
4. Wiratmaja Puja, IGN.2007. BAHAN
KULIAH MS 2214 ELEMEN MESIN 1,LAB PERNCANGAN MESIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN ITB.
5. ASRS.(2010),website:http://www.innerspa ceeng.com/asrs. 6. AS/RS.(2010),website:http://www.mhia.org /industrygroups/as-rs 7. ASRS.(2010),website:http://www.rollhandli ng.com/pictures/auto-roll-stor-syst/asrs.jpg 8. Automated Storage and Retrieval Systems
(ASRS).(2010),website:http://en.wikipedia. org/wiki/Automated_Storage_and_Retrieva l_System
9. Automated Storage and Retrieval Systems. (2010),website:http://www.answers.com/A utomated-Storage-and-Retrieval-System 10. Automated Storage and Retrieval Systems
(ASRS).(2010),website:http://www.bastian solutions.com/products/automated-storage-and-retrieval-systems/default.asp 11. Automated Storage and Retrieval Systems.
(2010),website:http://en.wikipedia.org/Auto mated_Storage_and_Retrieval_System 12. eFunda Properties of Aluminum Alloy AA
5050.
(2010),website:http://www.efunda.com/mat erials/alloys/aluminum/show_aluminum.cf m?ID=AA_6061&show_prop=all&Page_Tit le=AA%206061
13. Storage Equipment. (2010), website:
http://www.ise.ncsu.edu/kay/mhetax/StorE q/index.htm
14. Our Machines AS/RS. (2010), website: http://www.asrs.net/our_machines.php 15. PatentStorm.(2010),website:http://www.pat
entstorm.us/patents/005839873.pdf
16. Telescopic Cantilever Gate. (2010),
website:
http://www.amcsecurity.com/GATES/-_Telescopic/Copy_of_Telescopic_Cantilev er_Gate_-_IBM.JPG
ISSN 2089 - 7235
ANALISA COVER SUB ASSY BATTERY UNTUK
KENDARAAN BERMOTOR RODA EMPAT
Rizky Satrio Putra
Program Studi Teknik Mesin Universitas Mercu Buana, Jakarta Email: [email protected]
Abstrak - Baterai atau aki, atau bisa juga accu adalah sebuah sel listrik dimana di dalamnya
berlangsung proses elektrokimia yang reversibel (dapat berbalikan) dengan efisiensinya yang tinggi. Yang dimaksud dengan proses elektrokimia reversibel, adalah di dalam baterai dapat berlangsung proses pengubahan kimia menjadi tenaga listrik (proses pengosongan), dan sebaliknya dari tenaga listrik menjadi tenaga kimia, pengisian kembali dengan cara regenerasi dari elektroda-elektroda yang dipakai, yaitu dengan melewatkan arus listrik dalam arah (polaritas) yang berlawanan di dalam sel. Atau aki pada mobil berfungsi untuk menyimpan energi listrik dalam bentuk energi kimia, yang akan digunakan untuk mensuplai (menyediakan) listik ke sistem starter, sistem pengapian, lampu-lampu dan komponen komponen kelistrikan lainnya. Didalam bateri mobil terdapat elektrolit asam sulfat, elektroda positif dan negatif dalam bentuk plat. Plat-plat tersebut dibuat dari timah atau berasal dari timah. Karena itu baterai tipe ini sering disebut baterai timah, Ruangan didalamnya dibagi menjadi beberapa sel (biasanya 6 sel, untuk baterai mobil) dan didalam masing masing sel terdapat beberapa elemen yang terendam didalam elektrolit.
Kata kunci: sel listrik, elektrokimia, elektrokimia reversibel, elektroda
Abstract - Batteries or accumulators, or it could be accu is a power cell where it takes place in a reversible electrochemical process (it can turn over) with a high efficiency. An electrochemical reversible process is inside the battery can last the process of conversion of chemical into electrical power (emptying), and otherwise of electric power into energy chemistry, re-charging by the regeneration of the electrodes used, namely by passing electric in the direction (polarity) opposite in the cell. Or in a car battery is used to store electrical energy in the form of chemical energy, which will be used to supply (supply) system to the electric starter, ignition system, lights and other electrical components. Inside the car battery contained sulfuric acid electrolyte, the positive and negative electrodes in the shape of the plate. Plates are made of tin or tin comes from. Therefore batteries of this type are often called lead batteries, inside the room is divided into several cells (usually 6 cell, for car batteries) and within each cell there are some elements that are submerged in electrolyte.
Keywords: electro cell, elektrokimia, elektrokimia reversibel, elektroda
I. Pendahuluan
Mobil adalah kendaraan darat yang digerakkan oleh tenaga mesin, beroda empat atau lebih (selalu genap), biasanya menggunakan bahan bakar minyak (bensin atau solar) untuk menghidupkan mesinnya. di dalam mobil terdapat banyak komponen - komponen penting, diantaranya engine, accu, transmisi,
axlee dan komponen-komponen lainnya
sebagai pendukung. Adapun energi di dalam mobil yaitu, mekanik, kinetik, listrik & kimia. System di dalam mobil terdiri dari, pembakaran, pendinginan dan sistem kelistrikan. Sistem kelistrikan merupakan suatu rangkaian yang
secara sistematis menghubungkan satu
komponen dengan komponen lain dengan
menggunakan arus listrik. Setiap komponen mempunyai cara kerja dan fungsi yang berbeda tetapi mempunyai tujuan untuk mendukung system secara keseluruhan. Untuk mendukung sistem kelistrikan dibutuhankan sumber listrik, yang diperoleh dari baterai.
Baterai atau aki, atau bisa juga accu adalah sebuah sel listrik dimana di dalamnya
berlangsung proses elektrokimia yang
reversibel (dapat berbalikan) dengan
efisiensinya yang tinggi. Yang dimaksud dengan proses elektrokimia reversibel, adalah di dalam baterai dapat berlangsung proses pengubahan kimia menjadi tenaga listrik (proses pengosongan), dan sebaliknya dari tenaga listrik menjadi tenaga kimia, pengisian
kembali dengan cara regenerasi dari
elektroda-elektroda yang dipakai, yaitu dengan
melewatkan arus listrik dalam arah (polaritas) yang berlawanan di dalam sel.
Baterai atau aki pada mobil berfungsi untuk menyimpan energi listrik dalam bentuk energi kimia, yang akan digunakan untuk mensuplai (menyediakan) listik ke sistem starter, sistem
pengapian, lampu-lampu dan komponen
komponen kelistrikan lainnya.
Umur baterai dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Suhu yang ekstrim sangat mempengaruhi umur baterai, karena dapat merusak sel-sel pada baterai.
2. LANDASAN TEORI
Baterai atau aki, atau bisa juga accu adalah sebuah sel listrik dimana di dalamnya
berlangsung proses elektrokimia yang
reversibel (dapat berbalikan) dengan
efisiensinya yang tinggi. Yang dimaksud dengan proses elektrokimia reversibel, adalah di dalam baterai dapat berlangsung proses pengubahan kimia menjadi tenaga listrik (proses pengosongan), dan sebaliknya dari tenaga listrik menjadi tenaga kimia, pengisian kembali dengan cara regenerasi dari
elektroda-elektroda yang dipakai, yaitu dengan
melewatkan arus listrik dalam arah (polaritas) yang berlawanan di dalam sel.
Baterai atau aki pada mobil berfungsi untuk menyimpan energi listrik dalam bentuk energi kimia, yang akan digunakan untuk mensuplai (menyediakan) listik ke sistem starter, sistem
pengapian, lampu-lampu dan komponen
komponen kelistrikan lainnya.
Didalam bateria mobil terdapat elektrolit asam sulfat, elektroda positif dan negatif dalam bentuk plat. Plat plat tersebut dibuat dari timah atau berasal dari timah. Karena itu baterai tipe ini sering disebut baterai timah, Ruangan didalamnya dibagi menjadi beberapa sel (biasanya 6 sel, untuk baterai mobil) dan didalam masing masing sel terdapat beberapa elemen yang terendam didalam elektrolit
Pada mobil banyak terdapat komponen-komponen kelistrikan yang digerakkan oleh tenaga listrik. Diwaktu mesin mobil hidup
komponen kelistrikan tersebut dapat
digerakkan oleh tenaga listrik yang berasal dari alternator dan baterai (aki), akan tetapi pada saat mesin mobil sudah mati, tenaga listrik yang berasal dari alternator sudah tidak digunakan lagi, dan hanya berasal dari baterai saja. Contoh bentuk pemakaian energi listrik saat mesin mobil dalam kondisi off (mati) adalah pada lampu parkir, lampu ruangan, indikator
pada ruangan kemudi, peralatan audio (tape recorder), peralatan pengaman dan lain-lain. Jumlah tenaga listrik yang disimpan dalam baterai dapat digunakan sebagai sumber tenaga listrik tergantung pada kapasitas baterai dalam satuan amper jam (AH). Jika pada kotak baterai tertulis 12 volt 60 AH, berarti baterai baterai tersebut mempunyai tegangan 12 volt dimana jika baterai tersebut digunakan selama 1 jam dengan arus pemakaian 60 amper, maka kapasitas baterai tersebut setelah 1 jam akan kosong (habis). Kapasitas baterai tersebut juga dapat menjadi kosong setelah 2 jam jika arus pemakaian hanya 30 amper. Disini terlihat
bahwa lamanya pengosongan baterai
ditentukan oleh besarnya pemakaian arus listrik dari baterai tersebut. Semakin besar arus yang digunakan, maka akan semakin cepat terjadi pengosongan baterai, dan sebaliknya, semakin kecil arus yang digunakan, maka akan semakin lama pula baterai mengalami pengosongan. Besarnya kapasitas baterai sangat ditentukan oleh luas permukaan plat atau banyaknya plat baterai. Jadi dengan bertambahnya luas plat atau dengan bertambahnya jumlah plat baterai maka kapasitas baterai juga akan bertambah
Sedangkan tegangan accu ditentukan oleh jumlah daripada sel baterai, dimana satu sel baterai biasanya dapat menghasilkan tegangan kira kira 2 sampai 2,1 volt. Tegangan listrik yang terbentuk sama dengan jumlah tegangan listrik tiap-tiap sel. Jika baterai mempunyai enam sel, maka tegangan baterai standar tersebut adalah 12 volt sampai 12,6 volt. Biasanya setiap sel baterai ditandai dengan adanya satu lubang pada kotak accu bagian atas untuk mengisi elektrolit aki.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian
Dalam bagian ini dikemukakan antara lain populasi, sampel dan cara pemilihannya, ukuran sampel, variabel dan instrumen yang akan digunakan. Jika menggunakan data sekunder atau primer yang dikumpulkan oleh peneliti lain atau lembaga tertentu, hal-hal tersebut juga dikemukakan banyak sekali metode yang digunakan, berdasar pengalaman sering digunakan metode analitis statistika,
yang merupakan perhitungan-perhitungan
matematis untuk melihat kecenderungan suatu obyek penelitian. Ditinjau dari variabel yang diteliti dapat juga digunakan metode analisis
multivariat yang menghubung-hubungkan
proses antara berbagai variable
Untuk memecahkan masalah atau
melakukan proses analisa terhadap
ISSN 2089 - 7235 mengumpulkan data-data yang dibutuhkan
dalam pembahasan analisa problem kendaraan tidak dapat distater. Untuk mengetahui akar permasalahan ini penulis menggunnakan metode Fish Bone.
3.2. Fish Bone
Gambar 3.1 Fish Bone
3.3. Testing Methode
4. DATA & ANALISA
4.1. Pengambilan data Testing Methode
Tahap pengambilan data diperoleh dari pengamatan mengenai temperatur lingkungan, temperatur battery dengan Cover S/A Battery current & temperatur battery dengan Cover S/A Battery improve.
Gambar 4.1 Termometer
Gambar 4.2 Simulasi pengambilan data
Alat ukur yang digunakan untuk mengambil temperatur adalah termometer. Termometer dimasukkan kedalam baterai melalui celah kecil untuk mengukur temperatur baterai dan untuk mengukur temperatur lingkungan termometer ditempelkan pada tiang penyangga baterai. Kemudian data yang terkumpul nantinya akan dijadikan landasan untuk menentukan Cover S/A Battery baru. Sehingga dapat diperoleh penyelesaian pada permasalahan ini yaitu menentukan Cover S/A Battery yang dapat mengurangi transfer panas dari lingkungan ke battery. Adapun data yang telah diambil yaitu temperatur battery dengan menggunakan Cover S/A Battery current dan temperatur lingkungan sebagai berikut.
Gambar 4.3 Cover S/A Battery current
Gambar 4.4 Condition Trial
BATTERY DEAD
MAN
Low maintanance from user User didn't check battery
condition frequently User think car as good as
usual User didn't recognize about
maintanance
MACHINE
Alternator is not function Lack of maintanance Alternator belt is broken Alternator belt was beyond of
service
METHODE
Driving Habit Seldom driving car Short distance driving
MATERIAL
Pole Corrotion Chemical compund attached
on pole Electrolyte spilled on pole Careless filling electrolyte to battery
Battery cell not function Gassing/ deterioration Element of cell is damage Over heat condition around battery
ENVIRONMENT
Vibration
Over heat temperature Bad condition of road
Can loosen connection or crack the case
Heat engine temp. Approach battery easily Position of battery and engine
is close
BATTERY DEAD VALID
TESTING CAUSE INVALID
EVIDENCE Visual condition check is OK. No loosen connector or crack in case.
EVIDENCE Costumer use car for daily activity
working and another necessaty.
MATERIAL
Visual condition and check show that vent cap was already installed properly.
EVIDENCE EVIDENCE
Alternator and other component is OK
EVIDENCE EVIDENCE Liquid battery temperature up to 64C and more. User check their car frequently.
Position of engine and battery is close and make battery easy to be approached by engine heat.
ENVIRONTMENT
Loosen connector or crack case
MAN MACHINE
METHODE MATERIAL
Short distance travel Overheat condition around Unrecognize about maintanance Lack of alternator maintanance
ENVIRONMENT
Vent cap installed unproperly Over heat temperature
EVIDENCE BACK TO TREE Urethane
CURRENT
Condition: AC ON.
: Outside temp. 28 -31 C
: Time 180 minutes
: Idle up to 980 rpm
: 11.00 ~ 14.00 WIB
: Tanjung Priuk area
Tabel 4.1 Pengukuran Temp. Lingkungan dan battery
Hubungan antara Temp. Dengan Life time Battery
Dari data-data yang diambil dapat
diperkirakan bahwa Cover S/A Battery current tidak effective. Setelah pengetesan selama tiga jam temperatur liquid battery meningkat sampai 67°C. Countermeasure untuk masalah ini ialah dengan memodifikasi Cover S/A Battery. Dengan design baru diharapkan dapat menyamai atau lebih baik dari Cover S/A Battery competitor yaitu 58°C.
Tabel 4.2 Trial menentukan Cover S/A Battery 0 32 27.5 15 66 30.8 30 71.3 36 45 72.3 40.7 60 73.8 45 75 74 48.4 90 73.7 51.4 105 73.4 54.1 120 73.6 56.8 135 73.2 59.5 150 73 61.4 165 72.5 63.5 180 73 67 Battery Temp. (current cover)°C Temp. Lingkungan °C Waktu (Menit)
No. Sample Workability Reason
1 NG
: Cover battery didn't fit to carrier Cover battery can't down and come inside carrier because of dimension of cover didn't match with carrier.
2 NG
: Operator hard to install cover, need two hands and additional lead time to make sure cover battery touch and come inside carrier.
Full urethane
Lower sheet Cover bottom
dimension is not match with carrier Full urethane
Lower and cover are combined Lower sheet
Need two hands to install cover battery
3 NG
: No problem in workability But lower sheet is PP
4 NG
: Cover battery couldn't come inside carrier battery. same with sample 2
Full urethane Folding Lower sheet possible to Creep Full urethane Material is PP - GF 20 Cover couldn't come inside carrier
Tempe
ISSN 2089 - 7235 Dari lima sampel diatas bisa ditentukan yang
mana yang akan digunakan untuk Cover S/A Battery, yaitu sampel nomer lima.
Lalu menentukan isolator dengan menggunakan berbagai macam bahan isolator sebagai bahan trial, berikut enam bahan yang digunakan dalam trial
Tabel 4.3 Thermal Conductivity isolator
Sumber : ASHRAE Fundamentals Hanbook (SI Edition), 1997
Keenam isolator diatas lalu diinstall pada design baru, kemudian trial kembali dengan metode dan kondisi yang sama seperti trial awal dengan menggunakan current cover S/A battery.
Gambar 4.5 Cover S/A Battery improve Tabel 4.4 Thermal Conductivity cover
Sumber : ASHRAE Fundamentals Hanbook (SI Edition), 1997
5 OK
: No problem in workability But there is additional process to combine double tape and lower sheet
Need additional process : Attach lower sheet using
double tape Full urethane Material is PP - GF 20 Gambar Nama No. Thermal Conductivity k W/(m K) 0.029 Cotton Wool insulation
1
6 Urethane foam 0.021
4 Plastics, foamed 0.03
5 Styrofoam 0.033
2 Fiber insulating board 0.048
3 Foam Glass 0.045
No.
Nama
Material
1 Cover
Polypropylene (PP)
2 Cover ext
Polypropylene (PP)
3 Insulator
-4 Insulator
-5 Insulator
-6 Lower Sheet PP GF-20
7 Tape
Tape
8 Tape
Tape
1 Polypropylene (PP) 0.249 2 PP GF-20 0.442No. Nama Gambar
Thermal Conductivity k W/(m K)