• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Kardio Adhf Denny

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Kardio Adhf Denny"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS LAPORAN KASUS

PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF) PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

 Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klini

 Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madyak Madya SMF Kardiology Rumah Sakit Umum Jayapura

SMF Kardiology Rumah Sakit Umum Jayapura

Oleh : Oleh :

DENNY HP SAUKOLY

DENNY HP SAUKOLY

LIEN B IRIORI

LIEN B IRIORI

Pembimbing : Pembimbing : dr. Darti Pakasi, Sp.JP dr. Darti Pakasi, Sp.JP FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH UNIVERSITAS CENDERAWASIH SMF KARDIORESPIRASI RSU JAYAPURA SMF KARDIORESPIRASI RSU JAYAPURA

JAYAPURA JAYAPURA

2015 2015

(2)

LAPORAN KASUS CARDIOLOGY LAPORAN KASUS CARDIOLOGY

PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF) PASIEN DENGAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

I.

I. IdentitasIdentitas  Nama

 Nama : Tn. A.P: Tn. A.P

Jenis

Jenis Kelamin Kelamin : : Laki Laki - - LakiLaki Umur

Umur : : 60 60 TahunTahun Alamat

Alamat : : Jl. Jl. Belakang Belakang BRI BRI KloofkampKloofkamp Agama

Agama : : Kristen Kristen ProtestanProtestan Pekerjaan

Pekerjaan : : PNSPNS

Suku

Suku : : AmbonAmbon

Tgl.

Tgl. MRS MRS : : Tgl. Tgl. 10 10 Maret Maret 20152015 Tgl.

Tgl. Keluar Keluar RS RS : : Tgl. Tgl. 13 13 Maret Maret 20152015  No. Dm

 No. Dm : 343774: 343774

II.

II. AnamnesaAnamnesa 2.1

2.1 Keluhan UtamaKeluhan Utama Sesak nafas Sesak nafas 2.2

2.2 Riwayat Penyakit SekarangRiwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh sesak napas. Sesak napas yang dirasakan ini sejak ±24 Jam Pasien mengeluh sesak napas. Sesak napas yang dirasakan ini sejak ±24 Jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak ±4 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak ±4 bulan yang lalu. Sesak disertai dengan keluhan nyeri hulu hati, mual dan muntah. Sesak yang lalu. Sesak disertai dengan keluhan nyeri hulu hati, mual dan muntah. Sesak dirasakan jika sedang beraktivitas ringan, sesak juga dirasakanya jika tidur terlentang, dirasakan jika sedang beraktivitas ringan, sesak juga dirasakanya jika tidur terlentang, dan untuk mengatasinya tidur dengan posisi kepala lebih tinggi dengan menggunakan dan untuk mengatasinya tidur dengan posisi kepala lebih tinggi dengan menggunakan 2-3 bantal, atau duduk di tempat tidur dengan posisi tegak baru merasa lebih baik. Pasien 3 bantal, atau duduk di tempat tidur dengan posisi tegak baru merasa lebih baik. Pasien  juga

 juga beberapa beberapa kali kali terbangun terbangun sewaktu sewaktu tidur tidur malam malam sekitar sekitar jam jam 1-2 1-2 dini dini hari,hari, membuatnya harus duduk beberapa saat untuk membuat nyeri dada mereda. Pasien membuatnya harus duduk beberapa saat untuk membuat nyeri dada mereda. Pasien mengaku harus duduk di depan pintu atau jendela untuk mengurangi sesak.

mengaku harus duduk di depan pintu atau jendela untuk mengurangi sesak.

Rasa berdebar juga sering di rasakan pasien ±1 bulan terakhir. Pasien pernah Rasa berdebar juga sering di rasakan pasien ±1 bulan terakhir. Pasien pernah dirawat di Rumah sakit Angkatan Laut pada tahun 2013 dengan diagnosa dirawat di Rumah sakit Angkatan Laut pada tahun 2013 dengan diagnosa  pembengkakan jantung.

 pembengkakan jantung.

± 8 jam sebelum SMRS pasien berobat ke dr.Sp.JP dan oleh dr.Sp.JP pasien di ± 8 jam sebelum SMRS pasien berobat ke dr.Sp.JP dan oleh dr.Sp.JP pasien di rujuk ke RS

rujuk ke RSUD Jayapura dan UD Jayapura dan diterima di diterima di IGD IGD dengan tensi dengan tensi waktu masuk waktu masuk 135/100135/100 mmHg, nadi 70x/menit, respirasi 35x/menit, suhu badan afebris.

(3)

2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

1) Riwayat darah tinggi sebelumnya (+) sejak 5 tahun lalu, yang tertinggi hingga sistolik 170 mmHg

2) Riwayat malaria sebelumnya (+)

3) Riwayat sakit tenggorokan sebelumya (+) 4) Riwayat nyeri sendi sebelumnya (+)

5) Riwayat dirawat di rumah sakit lain karena penyakit jantung (+)

6) Riwayat Asam urat dan kolesterol (+) baru diketahui saat di rawat di rumah sakit. 7) Riwayat sakit gula, (-)

2.4 Riwayat Kebiasaan, Sosial, Ekonomi dan Budaya

Pasien seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kota Jayapura, dan  bekerja sehari-hari sebagai sopir ambulans. Riwayat merokok sebelumnya ±3 bungkus  perhari

2.5 Riwayat Keluarga

Tidak ada catatan di dalam keluarga yang menderita sakit seperti ini. 2.6 Status Pra-esens

Keadaaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran Compos Mentis

Deskripsi :

Komunikasi biasa,rasa awas terhadap lingkungan biasa

Nadi 80 x / menit

Deskripsi Frekuensi: Irama : Irreguler

Tekanan Darah 160 / 100 mmHg

Dilakukan pada lengan sebelah kiri.

Temperatur Aksila : 36,7°C Rektal tidak diperiksa

Pernapasan

Frekuensi 35x / menit

Deskripsi : cepat dan dalam Irama : Reguler

Frekuensi : Takipnea Sifat:Abdominotorakal

(4)

III. Pemeriksaan Fisik 3.1 Kepala / leher

Mata : Conjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-) Eksoftalmus Endoftalmus (-/-) Leher : Peningkatan Vena Jugularis (-), Pembesaran KGB colli (-)

Telinga : Dalam batas Normal Hidung : Dalam batas Normal

Rongga Mulut dan Tenggorokan : dalam batas Normal, Oral candidiasis (-)

3.2 Toraks

a. Paru

Depan Belakang

Inspeksi Simetris, Kelainan dinding dada (-) Kelainan bentuk dada (-); ikut gerak napas, retraksi (-)

Simetris,

Kelainan bentuk tulang belakang (-)

Palpasi Statis:

Pembesaran KGB Supraklavikula (-), Posisi mediastinum (dbn), nyeri tekan (-), krepitasi (-), emfisema subkutis (-), Dinamis : Fokal fremitus Dex=Sin : normal

Statis :

nyeri tekan (-), krepitasi (-), emfisema subkutis (-), Fokal fremitus kesan Dex=Sin normal.

Perkusi Sonor normal pada ke dua lapang paru Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi Suara napas Vesikuler (+/+), suara napas

tambahan (-), Pleural friction rub (-)

Suara napas Vesikuler (+/+), suara napas tambahan (-),  Pleural friction rub (-)

b. Jantung

Depan Belakang

Inspeksi Iktus Cordis tidak terlihat Tidak ada deformitas tulang

 belakang Palpasi Iktus Cordis teraba di dalam ruangan

interkostal V 2 jari lateral dari linea midclavicularis sinistra;

Iktus Cordis tidak kuat angkat, Thrill (-) Heaves (-)

(5)

Perkusi Batas kiri jantung : 2 jari sebelah lateral dari midlineclavicula sinistra pada ruangan interkostal V. Batas kanan jantung : 1-2 jar i lateral dari linea parasternal dextra.

Tidak diperiksa

Auskultasi Bunyi S1 – S2 Irreguler, Bunyi jantung tambahan ; S3 Gallop: (-); Murmur (-)

Tidak diperiksa

3.3 Abdomen

Inspeksi Supel, Simetris, Datar, Kelainan kulit (-), Jejas`(-) ; vena umbilikus (dbn) Auskultasi Suara bising usus (+) 3-4 x/menit, suara pembuluh darah / bruit (-)

Palpasi Palpasi superfisial dalam batas normal : - Hepar/Lien: Tidak teraba

- Renal: Ballotement tes (-) : teraba (-); nyeri (-) - Nyeri tekan abdomen (+) Regio epigastrium

- + -- - -- - -Perkusi Timpani, Nyeri ketok (-); Shifting dullness (-);

3.4 Ekstremitas

a. Akral : Teraba hangat

 b. Superior : Capillary refill time <1 detik; Sianosis (-), Clubbing fingers(-) c. Inferior : Nyeri tungkai (-), jejas (-), deformitas sendi (-), edema tungkai (-)

3.5 Vegetatif

Makan / minum ( baik melalui enteral dan parenteral ), BAB / BAK (baik / baik) (produksi urine ± 1500 cc / hari )

IV. Pemeriksaan Penunjang 4.1 Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap (CBC) (11-03-2015)

 HB : 15,3 g/dL

 Eritrosit : 5.1 x 106/mm3

(6)

 Hematokrit : 44,8 %  Trombosit : 195 x 103/mm3  MCV : 88,0 fl  MCH : 30,0 pg  MCHC : 34,1 g/dL  MPV : 8.7 fL  PCT : 0,17%  PDW : 8,7 fl Hitung Jenis  Limfosit : 24,9%  Monosit : 12,4%  Granulosit : 62,7 %  Limfosit absolut : 2,68 x 103uL  Monosit absolut : 1,33 x 103uL  Granulosit absolut : 6,78 x 103uL Kimia darah

 Gula darah sewaktu : 131 mg/dl

 Ureum : 35 mg/dl  Kreatinin : 1,5 mg/dl (↑) N: 0,6-1,1 mg/dl  Asam urat : 9,7 mg/dl (↑) N: 3,4-7,0 mg/dl  Trigliserida : 127 mg/dl  Kolesterol total : 224 mg/dl (↑) N: <200 mg/dl  HDL kolesterol : 38 mg/dl  LDL kolesterol : 160 mg/dl  Kalium : 3,7 mEq/l   Natrium : 103 mEq

(7)

4.2 Radiologi

• Bentuk jantung : “Grounded” • Hitung CTR : {(a+b)/c}

: {(7+13,5)/27} : 0,76

(karena nilai CTR > 0,5, maka terdapat pembesaran jantung) Kesan : Kardiomegali

• Pinggang Jantung: Kesan: Melebar

• Sisi kanan jantung: melebar hingga > 1/3 yaitu 7 cm dextra dari linea sternalis.

(Jarak 15 cm / 3 = 5 cm)

a

b

(8)

4.3 Elektrokardiografi Hasil Interpretasi EKG Irama: Sinus?

Laju : Normal (78bpm) Regularitas : Ireguler .

4.4 Resume

Pasien laki-laki ini sejak ±24 Jam (SM  berbaring hingga terba

70 x/m, RR: 35 x/m., s Serta ditunjang denga Dubia; Ad functionam: Failure, Ischaemic Card :

arak interval gelombang puncak R-R’ ti

60 tahun. Keluhan utama sesak napas. Sesa S). Keluhan lain: nyeri hulu hati, mual da gun di malam hari. Tensi pada waktu masu uhu afebris. Pada pemeriksaan auskultasi ja EKG, Rontgen (CTR = 0,76). Prognosis : Dubia ad malam. Diagnosa kerja Acute

iomyopathy Pulmonary HT

ak sama.

napas yang dirasakan muntah. Sesak ketika k 160/100 mmHg, nadi ntung BJ I-II Irreguler.  pasien ini, Ad vitam: Decompensated Heart

(9)

4.4 Diagnosa Kerja

1) Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) 2) Pulmonary Hipertension

3) Ischaemic DCM

4.5 Penatalaksanaan Saat Masuk Rumah Sakit 1. Tirah Baring

2. IVFD RL 500 cc/ 24 jam 3. Injeksi Lasik 3 x 1 amp (i.v) 4. Injeksi Fluxum 1x0,6 cc (1x) (i.v) 5. Injeksi Ranitidin 2x1 amp (i.v) 6. Digoxin 1 x 0,25 mg tab (p.o) 7. Spironolakton 2 x 25 mg tab (p.o) 8. ISDN 3x 5 mg tab (p.o)

9. Simvastatin 1x20mg tab (p.o) 10. Trombositopelet 1x80 tab (p.o) 11. Pro Foto Thorax dan Cek Lab 4.6 Prognosa

Ad vitam : Dubia

Ad functionam : Dubia ad malam Ad sanationam : Dubia

4.7 Follow-up di Ruang Penyakit Dalam Pria

Hari/Tanggal Follow Up Planning

(Terapi Medikamentosa) 12 / 03 / 2015 S :sesak (+), nyeri perut (+) menjalar sampai ke

tulang belakang, nyeri kepala (+) Kes: CM

TTV: TD: 130/80 mmHg, N: 88x/m, RR: 25x/m, SB: 36,50C

K/L:c.a(+/+), s.i (-/-), P>KGB(-), o.c (-)

Paru:

I:simetris, retraksi (-), jejas (-), IC (-)

P:vocal fremitus kesan D=S, IC tidak kuat angkat, thrill (-)

P:sonor normal di kedua lapang paru

A:SN vesikuler di kedua lapang paru, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

- IVFD RL 500 cc/ 24 jam - Inj lasik 3 x 1 amp (i.v)

- Inj fluxum 1x 0,6cc (1x) (i.v)  hari ke 2

- Inj Ranitidin 2 x 1 amp (i.v) - Spironolakton 2 x 50 mg (p.o) - ISDN 3 x 5 mg (p.o)

- Simvastatin 1 x 20 mg (p.o) - Valsartan 1x80 mg tab (p.o) - Tromboaspilet 1x 80 mg tab (p.o)

(10)

Jantung

I: bentuk dada dalam batas normal, IC (-)

P: IC teraba tidak kuat angkat, posisi bergeser ± 3 cm LMCS ics , thrill (-), murmur (-)

P: Batas kiri jantung 2 jari medial

midlineclavicula sinistra. Batas kanan jantung 1  jari medial parasternal line dextra.

A: BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

I: simetris, supel, cembung

A: BU < 4x/m

P: Hepar/Lien/Renal: tidak teraba

P: nyeri ketok (-), nyeri tekan (+)

Ekstremitas: akral teraba hangat, sianosis (-), clubbing finger (-),

Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK (+/+)

A: ADHF, Ischaemic DCM, PHT

13 /03 / 2015 S :sesak mulai berkurang, nyeri perut mulai  berkurang, nyeri hulu hati (+)

Kes: CM

TTV: TD:130/80 mmHg, N: 89x/m, RR: 24x/m, SB: 36,50C

K/L:Ca (-/-), SI (-/-), P>KGB colli (-), OC (-)

Pulmo:

I:simetris, retraksi (-), jejas (-), IC (-)

P:vocal fremitus D=S, IC teraba tidak kuat angkat, thrill (-)

P:sonor normal di ke 2 lapang paru

A: SN vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung:

I:IC (-) tidak terlihat

P: IC teraba tidak kuat angkat , thrill (-) P: Batas kiri jantung 2 jari medial

midlineclavicula sinistra. Batas kanan jantung 1  jari medial parasternal line dextra.

A: BJ I-II ireguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:

I: simetris,cembung A: BU 4x/m

P:Hepar/Lien/Renal: tidak teraba P: nyeri tekan (+)

 p :timpani

Ekstremitas: akral teraba hangat, sianosis (-) Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK (+/+)

A: ADHF + Iscemic DCM + PHT

- IVFD RL 500 cc/ 24 jam - Inj. Lasix 2 x 1 amp ( i.v)

- Inj. Fluxum 1 x 0,6cc (1x) (i.v) Hari ke 3

- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (i.v) - Spironolakton 2x50 mg tab (p.o)

- Digoxin 1x 0,125 mg tab (p.o) Hari 4 - ISDN 3x 5mg tab (p.o)

- Alprazolam 1x 0,5 mg tab (p.o) - Allopurinol 1x300 mg tab (p.o) - Simvastatin 1x20 mg tb (p.o) - Valsartan 1x80 mg tab (p.o) - Tromboaspilet 1x80 mg tab (p. o) - Antasida Sirup 3x1 sendok makan (p.o)

14 / 03 / 2015 S :sesak sudah tidak ada, n yeri perut sudah tidak ada, nyeri hulu hati sudah tidak ada (-).

Kes: CM TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 92x/m, RR: 22 x/m, SB: 370C Kepala/Leher:Ca (-/-), SI (-/-), P > KGB colli (-) , OC(-) Pulmo:

I:simetris, retraksi (-), jejas (-), IC (--)

P:vocal fremitus D=S, IC teraba tidak kuat angkat, thrill (-) heaves (-)

P:sonor normal di ke 2 lapang paru

A: SN vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- IVFD RL 500 cc/ 24 jam - Inj. Lasix 2 x 1 amp ( i.v)

- Inj. fluxum 1x 0,6 cc (i.v) Hari ke 4 - Inj. Ranitidin 2 x 1 amp (i.v)

- Spironolakton 2x50 mg tab (p.o) - Digoxin 1x0,125 mg (p.o) Hari ke 5 - ISDN 3x5 mg tab (p.o)

- Alprazolam 1x0,5 mg tab (p.o) - Allopurinol 1x300 mg tab (p.o) - Simvastatin 1x20 mg tb (p.o) - Valsartan 1x80 mg tab (p.o)

(11)

Jantung:

I:IC (-) tidak terlihat

P: IC teraba tidak kuat angkat , thrill (-) P: Batas kiri jantung 2 jari medial

midlineclavicula sinistra. Batas kanan jantung 1  jari medial parasternal line dextra.

A: BJ I-II ireguler, S1-S2

Abdomen:

I: simetris,cembung

A: BU (+) 3x/m

P:Hepar/Lien/Renal: tidak teraba P: nyeri tekan (-)

Ekstremitas: akral teraba hangat, sianosis (-),

Vegetatif: ma/mi (+/+), BAB/BAK (+/+)

A: ADHF + Iscemic DCM + PHT

- Tromboaspilet 1x80 mg tab (p. o) - Antasida Sirup 3x1 sendok makan (p.o)

Pasien Boleh Pulang.

5 PEMBAHASAN

5.4 Gagal Jantung

Heart failure (HF) atau gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks, yang didasari oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat, akibat adanya gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Pasien dengan HF harus memenuhi kriteria sebagai berikut:1

 Gejala-gejala (symptoms) dari HF berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lelah, tidak bertenaga.

 Tanda-tanda (sign) dari HF berupa retensi air seperti kongesti paru, edema tungkai.  Dan objektif, ditemukannya abnormalitas, dari struktur dan fungsional jantung.

Tabel 1. Heart Failure is Clinical Syndrome in Which Patient Have The Following Features1

Symptoms typical of Heart failure (breathlessness at rest or on exercise, fatique, tiredness, ankle, swelling)

And

Sign typical of heart failure (tachycardia, tachypnea, pulmonary rates, pleural effusion, raised  jugular venous pressure, peripheral edema, hepatomegaly)

And

Objectives evidence of a structural or fungtional abnormality of heart at rest (cardiomegaly, third heart sound, cardiac murmurs, abnormality on the echocardiogram, raised natriuretic  peptide concentration)

Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah klasifikasi dari NYHA3

New York Heart Association 19643 Class I

Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan sesak napas atau kelelahan.

Class II

Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari aktivitas fisik. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari-hari menimbulkan sesak napas atau kelelahan.

(12)

Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang nyata. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari aktivitas sehari-hari sudah menimbulkan sesak atau kelelahan. Class IV

Penderita gagal jantung yang tak mampu melakukan setiap aktivitas fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala-gejala gagal jantung bahkan mungkin sudah Nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan.

 Menurut anamnesa yang dilakukan terhadap pasien, ia mengaku sesak sejak ±8  jam sebelum masuk ke rumah sakit (IGD RSU Jayapura). Namun, sesak paling dirasakan ketika sedang beraktivitas sehari-hari. Pekerjaan nya sebagai supir membuat Tn. AP kurang istirahat dan sangat cepat merasa lelah (fatique), hal ini berbeda dengan waktu-waktu sebelumnya. Saat waktu istirahat pun pasien mengalami sesak.

 Merujuk kepada Klasifikasi dari New York Heart Association 19643 , pasien Tn.  AP dapat diklasifikasikan ke dalam Class IV. Hal ini menurut anamnesis dari pasien bahwa pekerjaan nya sebagai supir terganggu akibat sesak napas ini. Bahkan saat istirahat malam, pasien mengaku beberapa kali terbangun sewaktu tidur malam sekitar  jam 1-2 dini hari, membuatnya harus duduk tegak selama beberapa saat, untuk membuat nyeri dada mereda. Kadang pasien harus duduk di depan pintu atau jendela agar nyeri dada berkurang.

 Sesak napas (Dispnea) merupakan suatu gawat pernapasan6  yang terjadi akibat dari meningkatnya usaha pernapasan adalah gejala gagal jantung yang paling umum.  Pada gagal jantung dini, dispnea hanya diamati selama aktivitas, yang mungkin secara sederhana timbul sebagai memburuknya sesak napas yang terjadi secara normal dibawah keadaan ini. Namun, semakin berlanjutnya gagal jantung dispneatampak semakin agresif dengan aktivitas yang tidak begitu berat. Akhirnya, sesak napas timbul walaupun pasien sedang beristirahat. Dispnea jantung diamati paling sering pada  pasien dengan peningkatan vena pulmonalis dan tekanan kapiler. Pasien tersebut biasanya mengalami pembendungan pembuluh darah paru dan edema paru interstisialis, yang mungkin tebukti pada pemeriksaan radiologic dan yang mengurangi kelenturan paru dan oleh karena itu meningkatkan kerja otot-otot pernapasan untuk mengembangkan paru6  . Aktivasi reseptor dalam paru menimbulkan pernapasan yang cepat dan dalam yangkhas dari dispnea jantung. Kebutuhan oksigen pernapasan ditingkatkan oleh kerja berlebihan dari otot-otot pernapasan. Hal ini dilipatgandakan dengan berkurangnya pengantaran oksigen ke otot-otot ini, yang terjadi sebagai

(13)

konsekuensi berkurangnya curah jantung dan yang mungkin menyebabkan kelelahan otot-otot pernapasan dan sensasi sesak napas6  .

 Kemudian, sesak napas ketika istirahat (berbaring). Merujuk kepada salah satu sumber referensi Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Vol 3, 2014; Ortopnea (Dispnea dalam posisi berbaring) biasanya merupakan manifestasi akhir dari gagal  jantung dibanding dispnea pengerahan tenaga. Ortopnea terjadi karena redistribusi cairan dari abdomen dan ekstremitas bawah ke dalam dada menyebabkan peningkatan diafragma. Pasien dengan ortopnea harus meninggikan kepalanya dengan beberapa bantal pada malam hari (Dispnea paroksismal nokturnal) dan seringkali terbangun karena sesak napas atau batuk (sehingga disebut batuk malam hari) jika bantalnya hilang atau jatuh. Sensasi sesak napas biasanya hilang dengan duduk tegak; karena  posisi ini mengurangi aliran balik vena dan tekanan kapiler paru.6 

5.5 Gagal Jantung Akut 5.5.1 Definisi dan Etiologi

Gagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid/onset (<24 jam) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolik atau irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (afterload), atau kontraktilitas dan keadaan ini dapat mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan tepat. Atau adanya perubahan pada gejala-gejala atau tanda-tanda (symptoms dan sign) dari gagal jantung (GJ) yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent . GJA dapat berupa serangan pertama GJ, atau  perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Pasien dapat memperlihatkan kedaruratan medic (medical emergency) seperti edema paru akut. (acute pulmonary oedema).1,2; serangan yang cepat dari gejala dan tanda gagal jantung sehingga membutuhkan terapi segera. GJA dapat berupa acute de novo  (serangan baru dari gagal jantung akut, tanpa ada kelainan jantung sebelumnya) atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik (GJK).4

(14)

Tabel 2-1. Penyebab dan faktor presipitasi GJA (1) Dekompensasi pada GJK yang sudah ada (kardiomiopati)

(2) Sindrom koroner akut (SKA)

a. Infark miokardial/angina pektoris tidak stabil dengan iskemia yang  bertambah luas dan disfungsi iskemik

 b. Komplikasi kronik infark miokard akut c. Infark ventrikel kanan

(3) Krisis hipertensi (4) Aritmia akut

(5) Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada

(6) Stenosis katup aorta berat (7) Miokarditis berat akut (8) Tamponade jantung (9) Diseksi aorta

(10) Kardiomiopati pasca melahirkan (11) Faktor presipitasi non-kardiovaskular

a. Pelaksanaan terhadap pengobatan kurang  b. Overload  volume

c. Infeksi, terutama pneumonia atau septicemia d. Severe brain insult

e. pasca operasi besar f. penurunan fungsi ginjal g. asma

h. penyalahgunaan obat i. penggunaan alcohol  j. feokromositoma

(12) Sindrom high output  (Curah Jantung Tinggi)

Dikutip dari: "Manurung D. Gagal jantung akut. In: Sudoyo AW, Setiyohath B, di Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4 Ed. Jakarta: Pusat  Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2006. p. 1505."  8.2.2 Patofisiologi terjadinya Gagal Jantung 4

Disfungsi kardiovaskular disebabkan oleh satu atau lebih dari 5 mekanisme utama di  bawah ini:

1. Kegagalan pompa

Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah atau inadekuat atau karena relaksasi otot  jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian ventrikel.

2. Obstruksi aliran

(15)

kamar jantung, misalnya stenosis aorta, hipertensi sistemik, atau koarktasio aorta. 3. Regurgitasi

Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik beban kerja kamar jantung, misalnya ventrikel kiri pada regurgitasi aorta atau atrium serta pada regurgitasi mitral.

4. Gangguan konduksi yang menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak selaras dan tidak efisien.

5. Diskontinuitas sistem sirkulasi. Mekanisme ini memungkinkan darah lolos, misalnya luka tembak yang menembus aorta.

Beberapa keadaan di atas dapat menyebabkan  overload  volume atau tekanan atau disfungsi regional pada jantung yang akan meningkatkan beban kerja jantung dan menyebabkan hipertrofi otot jantung dan atau dilasi kamar jantung.

 Pressure-overload   pada ventrikel (misalnya pada hipertensi atau stenosis aorta) menstimulasi deposisi sarkomer dan menyebabkan penambahan luas area cross-sectional  miosit, tetapi tanpa penambahan panjang sel. Akibatnya, terjadi reduksi diameter kamar  jantung. Keadaan ini disebut  pressure-overload hypertrophy  (hipertrofi konsentrik). Sebaliknya,  volume-overload hypertrophy menstimulasi deposisi sarkomer dengan  penambahan panjang dan lebar sel. Akibatnya, terjadi penebalan dinding disertai dilasi dengan penambahan diameter ventrikel. Penambahan massa otot atau ketebalan dinding yang seiring dengan penambahan diameter kamar jantung menyebabkan tebal dinding jantung akan tetap normal atau kurang dari normal.

Terjadinya hipertrofi dan atau dilatasi disebabkan karena peningkatan kerja mekanik akibat  overload   tekanan atau volume, atau sinyal trofik (misal hipertiroidisme melalui stimulasi reseptor   -adrenergik ) meningkatkan sintesis protein, jumlah protein di setiap sel, jumlah sarkomer, mitokondria, dimensi, dan massa miosit, yang pada akhirnya ukuran jantung. Apakah miosit jantung dewasa memiliki kemampuan untuk mensintesis DNA dan apakah hal ini memungkinkan terjadinya pembelahan sel masih menjadi perdebatan.

Perubahan molekular, selular, dan struktural pada jantung yang muncul sebagai respons terhadap cedera dan menyebabkan perubahan pada ukuran, bentuk, dan fungsi yang disebut remodelling ventricle (left ventricular  atau LV remodeling ). Terjadinya remodelling ventricle merupakan bagian dari mekanisme kompensasi tubuh untuk memelihara tekanan arteri dan  perfusi organ vital jika terdapat beban hemodinamik berlebih atau gangguan kontraktilitas

(16)

1. Mekanisme Frank-Starling, dengan meningkatkan dilasi preload (meningkatkan cross-bridge dalam sarkomer) sehingga memperkuat kontraktilitas.

2. Perubahan struktural miokardium, dengan peningkatan massa otot (hipertrofi) dengan atau tanpa dilasi kamar jantung sehingga massa jaringan kontraktil meningkat.4

3. Meskipun hipertrofi pada awalnya bermanfaat, tetapi cenderung memperlambat pengisian saat diastolik dan memberi predisposisi iskemia subendokardium. Miosit yang hipertrofi lebih mudah kelelahan dan digantikan jaringan fibrosis.3

4. Aktivasi sistem neurohumoral, terutama pelepasan norepinefrin meningkatkan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokardium, dan resistensi vaskular; aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron; dan pelepasan atrial natriuretic peptide (ANP).4

5. Kadar katekolamin yang tinggi di samping menambah aferload, juga toksik pada miokardium yang fungsinya sudah menurun.3

Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah  pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara. Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal, sintesis, dan  remodelling   matriks ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat timbul dan menyebabkan gangguan fungsional dan struktural. Jika mekanisme kompensasi tersebut gagal, maka terjadi disfungsi kardiovaskular yang dapat berakhir dengan gagal jantung.4

Kebanyakan gagal jantung merupakan konsekuensi kemunduran progresif fungsi kontraktil miokardium (disfungsi sistolik) yang sering muncul pada cedera iskemik, overload tekanan, dan volume atau dilated cardiomyopathy. Penyebab spesifik tersering adalah penyakit  jantung iskemik dan hipertensi. Terkadang kegagalan terjadi karena ketidakmampuan kamar  jantung untuk relaksasi, membesar, dan terisi dengan cukup selama diastol untuk mengakomodasi volume darah ventrikel yang adekuat (disfungsi diastolik), yang dapat muncul pada hipertrofi ventrikel kiri yang masif, fibrosis miokardium, deposisi amiloid, dan  perikarditis konstriktif. Apapun yang mendasari, gagal jantung kongestif dikarakteristikkan dengan adanya penurunan curah jantung ( forward failure) atau aliran balik darah ke sistem vena (backward failure) atau keduanya.

Gagal jantung kiri lebih sering disebabkan oleh penyakit jantung iskemik, hipertensi,  penyakit katup mitral dan aorta, serta penyakit miokardial non-iskemik. Efek morfologis dan

klinis gagal jantung kiri terutama merupakan akibat dari aliran balik darah ke sirkulasi paru yang progresif dan akibat dari berkurangnya aliran dan tekanan darah perifer.

(17)

Gagal jantung kanan yang terjadi tanpa didahului gagal jantung kiri muncul pada  beberapa penyakit. Biasanya gagal jantung kanan merupakan konsekuensi sekunder gagal  jantung kiri akibat peningkatan tekanan sirkulasi paru pada kegagalan jantung kiri.4

Gagal jantung kanan murni paling sering muncul bersama hipertensi pulmoner berat kronik (cor pulmonale). Pada keadaan ini ventrikel kanan terbebani oleh beban kerja tekanan akibat peningkatan resistensi sirkulasi paru. Hipertrofi dan dilatasi secara umum terbatas pada ventrikel dan atrium kanan, walaupun penonjolan septum ventrikel kiri dapat menyebabkan disfungsi ventrikel kiri.4

8.3 Presentasi Klinis

Presentasi klinis pasien dengan GJA dapat digolongkan ke dalam kategori klinik:1,4

a. Gagal jantung kronik dekompensasi. Biasanya ada riwayat perburukan progresif pada  pasien yang telah diketahui gagal jantung yang sedang dalam pengobatan dan bukti

adanya bendungan paru dan sistemik.

 b. Edema paru. Pasien datang dengan distres pernapasan berat, takipnea, dan ortopnea dengan ronki basah halus seluruh lapangan paru. Saturasi oksigen arteri biasanya < 90% pada udara ruangan sebelum diterapi oksigen.

c. Gagal jantung hipertensif. Tanda dan gejala gagal jantung disertai peningkatan tekanan darah dan biasanya fungsi ventrikel kiri masih baik. Terdapat bukti  peningkatan tonus simpatis dengan takikardia dan vasokonstriksi. Responnya cepat

terhadap terapi yang tepat dan mortaliti rumah sakitnya rendah.

d. Syok kardiogenik. Adanya bukti hipoperfusi jaringan akibat gagal jantung setelah dilakukan koreksi preload  dan aritmia mayor. Bukti hipoperfusi organ dan bendungan  paru terjadi dengan cepat.

e. Gagal jantung kanan terisolasi. Ditandai oleh sindrom low output   dengan peningkatan tekanan vena sentral tanpa disertai kongesti paru.

f. SKA dan gagal jantung. Terdapat gambaran klinis dan bukti laboratoris SKA. Kira-kira 15% pasien dengan SKA memiliki tanda dan gejala gagal jantung.

g. GJA akibat Curah Jantung Tinggi.Ditandai dengan tingginya curah jantung, umumnya disertai laju jantung yang sangat cepat (penyebabnya, antara lain aritmia, tirotoksikosis, anemia, penyakit paget, iatrogenik), dengan perifer hangat, kongesti  pulmoner, dan terkadang tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.

(18)

8.4 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian klinis, serta  pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto toraks, laboratorium, dan

ekokardiografi Doppler.4

Tabel 2-2. Kriteria Framingham

Kriteria Mayor Kriteria Minor

o Paroxysmal Nocturnal Dyspnea o Distensi vena leher

o Ronki paru o Kardiomegali o Edema paru akut o Gallop S3

o Peninggian tekanan vena jugularis

lebih dari 16 cm H2O

oRefluks hepatojugular

oPenurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari

 pengobatan

o Edema ekstremitas (tungkai bilateral) o Batuk nocturnal (malam hari)

o Dyspnea d’effort (Sesak pada aktifitas

sehari-hari)

o Hepatomegali o Efusi Pleura

o Penurunan kapasitas vital >1/3 normal o Takikardia (120x/m)

 Definitif : 2 mayor atau 1 mayor + 2 minor Sumber: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik FKUI, 2013

Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan  bila pada pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor dari Kriteria

Framingham.4

-  Melihat kasus yang dialami oleh pasien Tn.AP, bahwa pasien datang dengan Kriteria  Mayor yaitu Paroxysmal Nocturnal Dyspnea, Kardiomegali atas foto Roentgen (CTR>0,76), adanya Kriteria minor berupa batuk malam hari dan Dyspnea d’effort.  Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan bila pada pasien didapatkan 1 Kriteria Mayor dan 2 Kriteria Minor dari Kriteria Framingham. Merujuk pada hasil anamnesis dan  pemeriksaan fisik, pasien Tn.AP akan mendapat planning terapi Gagal jantung akut.

Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi mengenai denyut, irama, dan konduksi  jantung, serta seringkali etiologi, misalnya perubahan ST segmen iskemik untuk kemungkinan

(19)

-  Pada pemeriksaan Elektrokardiogram jantung informasi mengenai denyut dan irama yang irregular

Pemeriksaan foto toraks harus dikerjakan secepatnya untuk menilai derajat kongesti  paru dan untuk menilai kondisi paru dan jantung yang lain. Kardiomegali merupakan temuan yang penting. Pada paru, adanya dilatasi relatif vena lobus atas, edema vaskular, edema interstisial, dan cairan alveolar membuktikan adanya hipertensi vena pulmonal.4

Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:4

a) Anemia

 b) Prerenal azotemia

c) Hipokalemia dan hiperkalemia, yang dapat meningkatkan risiko aritmia d) Hiponatremia, akibat penekanan sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron) e) Peningkatan kadar tiroid, pada tirotoksikosis atau miksedema

f) Peningkatan produksi Brain Natriuretic Peptide  (BNP), akibat peningkatan tekanan intraventrikular, seperti pada gagal jantung

Bagan 1. Alogaritma diagnosis GJA (Dikutip dari Funarow et al. Clin Cardiol 2004; 27 (suppl V)V1-V9)2 EKG abnormal?

AGD abnormal?

Kongesti pada foto thorax? Natriuretic peptide meninggi? Riwayat sakit jantung atau gagal  jantung

Curiga Gagal Jantung Akut Segera Nilai Tanda dan Gejala

Evaluasi dengan ekokardiografi

Terbukti Gagal Jantung

Nilai tipe, beratnya dan etiologinya dengan investigasi selektif

Pertimbangkan penyakit paru / diagnosis lain

(20)

8.3 Terapi Gagal Jantung Akut

Terapi awal GJA bertujuan untuk memperbaiki gejala dan menstabilkan kondisi hemodinamik, yang meliputi:9,12

1) Oksigenasi dengan sungkup masker atau CPAP (continuous positive airway pressure), target SaO2 94-96%

2) Pemberian vasodilator berupa nitrat atau nitroprusid

3) Terapi diuretik dengan furosemid atau diuretik kuat lainnya (dimulai dengan bolus IV dan bila perlu diteruskan dengan infus berkelanjutan

4) Pemberian morfin untuk memperbaiki status fisik, psikologis, dan hemodinamik

5) Pemberian infus intravena dipertimbangkan apabila ada kecurigaan tekanan pengisian yang rendah (low filling pressure)

6)  Pacing , antiaritmia, atau elektroversi jika terjadi kelainan denyut dan irama jantung 7) Mengatasi komplikasi metabolik dan kondisi spesifik organ lainnya. Terapi

spesifik lebih lanjut harus diberikan berdasarkan karakteristik klinis dan hemodinamik pasien yang tidak responsif terhadap terapi awal.4

CO= cardiac output , SVO2 = mixed venous oxygen saturation

Bagan 2. Alogaritma tatalaksana GJA berdasarkan perfusi dan tekanan pengisian4 Dikutip dari: Kalim H, Irmalita, Idham I, Purnomo H, Harsunarti N, Siswanto BB,

et al. Pedoman praktis tatalaksana gagal jantung kronis dan akut. Jakarta: Divisi „critical care‟ dan kardiologi klinik departemen kardiologi dan kedokteran vaskular FKUI; 2008. p.35-48.

Kongesti paru dan TDS >90 mmHg

Vasodilator, diuretic bila kelebihan beban cairan

Tekanan pengisian rendah Tantangan cairan

CO cukup, asidosis terkoreksi,SVO2>65%,

perfusi organ cukup

Inotropik, vasodilator, support mekanik, pertimbangkan pemasangan kateter pulmonal Evaluasi berkala tidak a

(21)

 NIV= non invasive ventilation, TDS= tekanan darah sistolik, NTG= nitrogliserin,

PDEI= phospodiesterase inhibitor, ACEI=angiotensin converting enzyme inhibitor, ARB= angiotensin receptor blocker

Bagan 3. Alogaritma tatalaksana GJA berdasarkan tekanan darah sistolik

 Dikutip dari: Kalim H, Irmalita, Idham I, Purnomo H, Harsunarti N, Siswanto BB, et al. Pedoman  praktis tatalaksana gagal jantung kronis dan akut. Jakarta: Divisi „critical care‟ d an kardiologi

klinik departemen kardiologi dan kedokteran vaskular FKUI; 2008. p.35-48.

8.4 Pilihan Obat 8.4.1 Vasodilator4

Vasodilator diindikasikan pada kebanyakan pasien GJA sebagai terapi lini  pertama pada hipoperfusi yang berhubungan dengan tekanan darah adekuat dan tanda kongesti dengan diuresis sedikit. Obat ini bekerja dengan membuka sirkulasi perifer dan mengurangi preload  4. Yang termasuk dalam vasodilator, antara lain:

a. Nitrat4,5

 Nitrat bekerja dengan mengurangi kongesti paru tanpa mempengaruhi stroke volume atau meningkatkan kebutuhan oksigen oleh miokardium pada GJA kanan, khususnya pada  pasien SKA. Pada dosis rendah, nitrat hanya menginduksi venodilatasi, tetapi bila dosis ditingkatkan secara bertahap dapat menyebabkan dilatasi arteri koroner. Dengan dosis

Oksigen/NIV

Loop diuretics +/- vasodilator Evaluasi klinis TDS > 100 mmHg TDS 90-100 mmHg TDS < 90 mmHg Vasodilator (NTG,Nitropusid, Nesititid, Levosimendan Vasodilator dan atau inotropik (dobutamin, PDEI, levosimendan) Pertimbangkan koreksi preload dengan cairan, inotropik (dopamine)

Respon baik, stabil: Terapi oral

diuretic/ACEI/ARB/Beta bloker

Respon buruk: Inotropik, vasopressor, support mekanik, pertimbangkan

pemasangan kateter pulmonal

(22)

yang tepat, nitrat membuat keseimbangan dilatasi arteri dan vena sehingga mengurangi  preload  dan afterload  ventrikel kiri, tanpa mengganggu perfusi jaringan.4,5

-  Pasien Tn.AP mendapat terapi medikamentosa yakni senyawa nitrat. Senyawa nitrat berguna dalam pengobatan angina. Sumber referensi IONI,2008 menyebutkan bahwa, walaupun senyawa nitrat merupakan vasodilator koroner yang poten, manfaat utamanya adalah mengurangi aliran balik vena sehingga mengurangi beban ventrikel kiri.7 

-  Isosorbid dinitrat (ISDN) 5 mg secara sublingual aktif dan merupakan sediaan yang lebih stabil bagi pasien yang hanya kadang-kadang memerlukan nitrat. Indikasi  penggunaan adalah angina dan profilaksis angina; gagal jantung kiri. Senyawa ini  juga efektif secara oral sebagai profilaksis.7 Melihat kembali kasus Pasien Tn.AP datang ke IGD dengan keluhan utama sesak napas, tidak disebutkan bahwa ada keluhan nyeri dada (angina), namun tujuan penggunaan ISDN disini adalah sebagai  profilaksis.

-  Dengan dosis sublingual, 5-10 mg, sehari dalam dosis terbagi, angina 30-120 mg;  gagal jantung kiri 40-160 mg, sampai 240 mg bila diperlukan.

b. Nesiritid4,6

 Nesiritid merupakan rekombinan peptida otak manusia yang identik dengan hormon endogen yang diproduksi ventrikel, yaitu  B-type natriuretic peptides  dalam merespon  peningkatan tegangan dinding, peningkatan tekanan darah, dan volume overload . Kadar  B-type natriuretic peptides  meningkat pada pasien gagal jantung dan berhubungan dengan keparahan penyakit. Efek fisiologis BNP mencakup vasodilatasi, diuresis, natriuresis, dan antagonis terhadap sistem RAA dan endotelin. Nesiritid memiliki efek vasodilator vena, arteri, dan pembuluh darah koroner untuk menurunkan  preload   dan afterload,  serta meningkatkan curah jantung tanpa efek inotropik langsung.  Nesiritid terbukti mampu mengurangi dispnea dan kelelahan dibandingkan plasebo. Nesiritid juga mengurangi tekanan kapiler baji paru (PCWP).

c. Nitropusid4

 Nitroprusid bekerja dengan merangsang pelepasan nitrit oxide (NO) secara nonenzimatik.  Nitroprusid juga memiliki efek yang baik terhadap perbaikan  preload  dan  after load . Venodilatasi akan mengurangi pengisian ventrikel sehingga   preload   menurun. Obat ini  juga mengurangi curah jantung dan regurgitasi mitral yang diikuti dengan penurunan

(23)

resistensi ginjal. Hal ini akan memperbaiki aliran darah ginjal sehingga sistem RAA tidak teraktivasi secara berlebihan. Nitroprusid tidak mempengaruhi sistem neurohormonal.4

8.4.2 Loop Diuretik 4,6

Diuretik kuat diindikasikan bagi pasien GJA dekompensasi yang disertai gejala retensi cairan. Pemakaian secara intravena  loop diuretic, seperti furosemid, bumetanid, dan torasemid, dengan efek cepat dan kuat, lebih disukai pada GJA.12,16,17  Terapi dapat

diberikan dengan aman sebelum pasien tiba di rumah sakit dan dosis harus dititrasi sesuai dengan respon terhadap diuretik. Pemberian loading dose furosemid atau torasemid yang diikuti dengan infus berkelanjutan terbukti lebih efektif dibanding hanya bolus saja. Kombinasi  loop diuretic  dengan tiazid, spironolakton, dobutamin, atau nitrat dapat diberikan.4,6  Pemberian  loop diuretic  yang berlebihan dapat menyebabkan hipovolemia

dan hiponatremia, dan meningkatkan kemungkinan hipotensi saat pemberian ACEI (angiotensin converting enzyme inhibitor ) atau ARB (angiotensin receptor blocker ).4,6

-  Jika melihat terapi yang diberikan pada kasus Tn.PA, salah satu obat golongan Loop  Diuretic adalah Lasix®, yang merupakan merek dagang dari Furosemid 5  . Furosemid merupakan salah satu diuretik kuat dalam pengobatan edema paru akibat gagal jantung ventrikel kiri.7   Diuretika kuat kadang-kadang digunakan untuk menurunkan tekanan darah terutama pada hipertensi yang resisten terhadap terapi tiazid.7  Furosemid bekerja dalam waktu satu jam setelah pemberian oral dan efek diuresisnya berakhir dalam 6 jam.  Sehingga dapat diberikan 2 kali dalam sehari tanpa mengganggu waktu tidur. Pasien Tn.AP mendapat Lasix® dengan sediaan ampul 20 mg/2 ml, injeksi intravena dengan dosis 2 kali 1 ampul. Hal ini sesuai dengan aturan penggunaan obat Lasix® pada referensi IONI.

8.4.3 Inotropik

Obat inotropik diindikasikan apabila ada tanda-tanda hipoperfusi perifer (hipotensi) dengan atau tanpa kongesti atau edema paru yang refrakter terhadap diuretika dan vasodilator pada dosis optimal. Pemakaiannya berbahaya, dapat meningkatkan kebutuhan oksigen dan calcium loading sehingga harus diberikan secara hati-hati.16 Yang

termasuk inotropik, antara lain:

a) Dobutamin. Dobutamin merupakan simpatomimetik amin yang mempengaruhi reseptor -1, -2, dan  pada miokard dan pembuluh darah. Walaupun mempunyai efek inotropik positif, efek peningkatan denyut jantung lebih rendah dibanding dengan agonis -adrenergik. Obat

(24)

ini juga menurunkan Systemic Vascular Resistance  (SVR) dan tekanan pengisian ventrikel kiri.4 Dosis pemberian iv: 2,5-10 mcg/kgBB/menit.

 b) Dopamin.  Dopamine merupakan agonis reseptor   -1  yang memiliki efek inotropik dan kronotropik positif. Pemberian dopamin terbukti dapat meningkatkan curah jantung dan menurunkan resistensi vaskular sistemik.6Dosis individual, kecepatan pemberian mulai pada

2-5 ug/kgBB/menit.

c) Milrion.  Milrinone merupakan inhibitor   phosphodiesterase-3  (PDE3) sehingga terjadi akumulasi cAMP intraseluler yang berujung pada inotropik dan lusitropik positif. Obat ini juga vasodilator poten untuk sirkulasi sistemik dan pulmoner. Penurunan tekanan  pengisian ventrikel kiri lebih tinggi daripada dobutamin dan curah jantung yang dihasilkan lebih besar daripada nitroprusid. Obat ini biasanya digunakan pada individu yang dengan curah jantung rendah dan tekanan pengisian ventrikel yang tinggi serta resistensi vaskular sistemik yang tinggi.

d) Epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin menstimulasi reseptor adrenergik -1 dan -2 di miokard sehingga menimbulkan efek inotropik kronotropik positif. Epinefrin bermanfaat  pada individu yang curah jantungnya rendah dan atau bradikardi.

e) Digoxin.  Digoksin digunakan untuk mengendalikan denyut jantung pada pasien gagal  jantung dengan penyulit fibrilasi atrium dan atrial flutter . Amiodarone atau ibutilide dapat

ditambahkan pada pasien dengan kondisi yang lebih parah.4

Farmakokinetik.6  Tanpa adanya malabsorbsi berat. Kebanyakan glikosida digitalis diabsorbsi secara adekuat dari saluran makanan dalam keadaan kongesti vaskuler sekunder terhadap gagal jantung. Absorbsi oral hampir lengkap dalam 2 jam.

-  Pada pasien Tn. SA, salah satu terapi yang pertama diberi saat masuk perawatan bangsal adalah Digoxin. Dengan pemberian 1 kali 1 tablet (0,25mg) perhari.  Penggunaan digoxin pada gagal jantung 6  . Dengan merangsang kontraktilitas miokard  secara cukup, digitalis memperbaiki pengosongan ventrikel, yaitu dengan meningkatkan curah jantung, memperkuat fraksi ejeksi, membuat diuresis dan menurunkan volume dan tekanan diastolik yang meningkat serta menurunkan volume akhir sistolik ventrikel yang  gagal dengan akibat pengurangan gejala karena bendungan pembuluh darah paru dan  peningkatan tekanan vena sistemik. Pemberian obat ini terutama sangat menolong pada  pengobatan gagal jantung yang disertai kepak atrium (atrium flutter) dan fibrilasi serta

(25)

8.4.4 Angiotensin Converting Enzime-Inhibitor dan Angiotensin II Receptor Blocker

Pasien gagal jantung kronik dekompensasi akut yang sebelumnya mendapat ACEI/ARB sedapat mungkin harus meneruskan penggunaan obat tersebut. Jika pasien sebelumnya juga menggunakan penghambat beta, dosisnya mungkin perlu diturunkan atau dihentikan untuk sementara. Pengobatan dapat ditunda atau dikurangi bila terdapat komplikasi berupa bradikardia, blok AV lanjut, bronkospasme berat, atau syok kardiogenik, atau pada kasus GJA yang berat dan respons yang tidak adekuat terhadap  pengobatan awal.4

Penghambat ACE bekerja dengan menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Penggunaan pada gagal jantung kronis bertujuan mengurangi gejala, meningkatkan daya tahan saat berolah raga, mengurangi insiden eksaserbasi akut dan menurunkan tingkat kematian. Penghambat ACE digunakan pada semua tingkat keparahan gagal jantung, biasanya dikombinasikan dengan diuretika. Suplemen kalium dan diuretic hemat kalium sebaiknya dihentikan penggunaannya sebelum memulai penggunaan  penghambat ACE karena risiko hiperkalemia.

-  Meninjau kepada salah satu terapi medikamentosa yang diberikan kepada pasien Tn.PA, yaitu Valsartan merupakan salah satu golongan ARB (Angiotensin II  Receptor Blocker) yaitu Valsartan dengan dosis 1x80 mg tablet. Sumber referensi  Informatorium Obat Nasional Indonesia, 2008 menyebutkan bahwa Indikasi  penggunaan Valsartan adalah hipertensi (dapat digunakan tunggal maupun kombinasi dengan obat antihipertensi lain); yaitu gagal jantung pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat penghambat ACE (penghambat enzim pengubah angiotensin).7 melihat dari segi interaksi, penggunaan Valsartan dengan  penghambat ACE dan beta-blocker tidak dianjurkan.

8.4.5 Penghambat BetaPenghambat beta merupakan kontraindikasi pada GJA kecuali bila GJA sudah stabil.4

8.4.5 Antikoagulan Antikoagulan terbukti dapat digunakan untuk SKA dengan atau tanpa gagal  jantung. Namun, tidak ada bukti manfaat heparin atau LMWH pada GJA.4

- Salah satu terapi medikamentosa Antikoagulan yang pasien Tn. AP dapatkan adalah Injeksi Fluxum® (Alfa Wassermann/Pratapa Nirmala) 1x0,6 ml. Fluxum® disini adalah suatu obat jenis antikoagulan parenteral jenis Parnaparin paten, dengan indikasi sebagai profilaksis vena-dalam, terapi gangguan vena akibat kondisi trombotik 6  . Namun, hal yang sangat menjadi perhatian adalah salah satu

(26)

interaksi obat ini jika penggunaannya bersamaan dengan antiplatelet, asetosal dan  AINS adalah peningkatan risiko perdarahan.7  Sehingga penggunaan Fluxum bersama dengan antiplatelet, tidak terlalu dianjurkan mengingat risiko perdarahan akan meningkat juga.

- Terapi berikut yang akan dibahas adalah salah satu Diuretika Hemat Kalium yang diberikan sebagai terapi pada kasus Tn.AP. Indikasi penggunaan Spironolakton 2x50 mg tablet (p.o) salah satunya adalah gagal jantung kongestif. Spironolakton merupakan golongan Diuretik Hemat Kalium dengan mekanisme sebagai antagonis kerja aldosteron dan meningkatkan retensi kalium dan ekskresi natrium di tubulus distal. Namun menurut referensi IONI,2008 pada kasus Tn.AP, penggunaan Spironolakton kurang dianjurkan. Hal ini terkait sudah digunakannya terapi medikamentosa lain, yakni Valsartan yang merupakan Angiotensin II Receptor  Blocker. Yang mana referensi IONI menyebutkan, suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama diuretika hemat kalium. Juga penting untuk diingat bahwa  pemberian diuretika hemat kalium pada seorang pasien yang menerima suatu  penghambat ACE atau antagonis reseptor angiotensin II dapat menyebabkan

hiperkalemia berat. (IONI, 2008; h.138)

- Thrombo Aspilet® kandungan Asetosal 80 mg. Indikasi sebagai pengobatan dan  pencegahan proses pembekuan dalam pembuluh (agregasi platelet) darah seperti  pada infarkmiokardia akut dan pasca stroke.

- Terapi medikamentosa lain yang didapatkan adalah injeksi Ranitidin 2x1 ampul.  Ranitidin adalah suatu Antagons reseptor-H2. Semua antagonis reseptor-H2 mengatasi tukak lambung dan duodenum dengan cara mengurangi sekresi asam lambung sebagai akibat penghambatan reseptor histamine H2. (IONI, 2008; h.48)  Indikasi penggunaan pada kasus pasien Tn.AP adalah nyeri perut di daerah

epigastrium. Terapi antagonis reseptor-H2 dapat membantu proses penymbuhan tukak yang disebabkan oleh AINS (terutama duodenum)7 . Penggunaan profilaksis dapat mengurangi frekuensi perdarahnn dari erosi gastroduodenum. (IONI, 2008; h.46)

(27)

8.5 Prognosis 4,6

Prognosis gagal jantung tergantung secara primer pada sifat penyakit jantung yang mendasari dan pada ada atau tidaknya factor pencetus yang dapat diobati.6Jika salah satu dari yang terakhir dapat diidentifikasi dan dibuang, hasil kelangsungan hidup segera jauh lebih  baik daripada jika gagal jantung terjadi tanpa penyebab pencetus yang terlihat. Dalam situasi terakhir ini, kelangsungan hidup biasanya berkisar antara 6 bulan sampai 4 tahun tergantung pada keparahan gagal jantung.6 Pasien GJA memiliki prognosis yang sangat  buruk. Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang paling tidak satu kali, 15% paling

tidak dua kali dalam 12 bulan pertama.4

-  Jika melihat kasus pasien Tn. AP, setidaknya ada lebih dari 2 faktor pencetus, dalam kutipan referensi (Manurung D. 2006. Gagal jantung akut) dan Buku Ilmu Ajar Penyakit  Dalam (PAPDI, 2009) seperti Krisis hipertensi, Aritmia akut, Pelaksanaan terhadap  pengobatan kurang, Overload dan penggunaan alkohol. Pasien ini sudah memiliki riwayat  Hipertensi yang sudah sejak beberapa tahun lalu. Sudah mendapat terapi obat Hipertensi oral, namun melihat kepada kepatuhan minum obat dan tindakan pengontrolan tekanan darah yang secara teratur harus dilaksanakan, seperti memeriksakan tekanan darah, tentunya dapat mempengaruhi prognosis ke depannya.

-  Kebiasaan meminum alcohol juga menurut sumber referensi di atas menjadi factor  pencetus yang harus dihindari. Memperbaiki kualitas hidup pasien Tn.PA adalah tujuan

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM PAPDI Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing

2. Rilantoro, Lily. 2013. Penyakit Kardiovaskular (PKV) 5 Rahasia. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. 2010. PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI Dept/SMF Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Edisi V. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo

4. Widy, Dewi Krisna. 2009. Hubungan Antara Literatur Gagal Jantung Akut.

5. Bambang., dkk. 2011. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

6. Kasim, Fauzi. 2014. Informasi Spesialite Obat volume 49. Jakarta: IAI

7. Isselbacher., Braunwald et al. 2014. Harrison PRINSIP-PRINSIL ILMU PENYAKIT DALAM Edisi 13 Volume 3

8. IKAPI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan POM RI, KOPERKOM dan CV Sagung Seto

Gambar

Tabel 1. Heart Failure is Clinical Syndrome in Which Patient Have The Following Features 1
Tabel 2-1. Penyebab dan faktor presipitasi GJA (1) Dekompensasi pada GJK yang sudah ada (kardiomiopati)
Tabel 2-2. Kriteria Framingham

Referensi

Dokumen terkait

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik analisis data menggunakan tabel frekuensi tunggal untuk menjelaskan karakteristik responden

Hendaknya kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat dilaksanakan lebih meluas ke sekolah lainnya mengingat pentingnya pengetahuan kesehatan reproduksi secara umum dan

 banyak persamaan persamaan ciri ciri akan akan di di kelompokan kelompokan dalam dalam satu satu kelompok kelompok yang yang sama. Sehingga ingga dari

1. Strategi yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling terbukti telah mampu membentuk pribadi siswa menjadi pribadi unggul di kelas XI SMA Nur Hasanah Medan,

Hipotesis Kuznets yang menunjukkan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan yang berbentuk U terbalik berlaku di Kabupaten Gianyar Pemerintah daerah

Keefektifan yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah penerapan pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan metakognisi dikatakan efektif jika secara positif

Pokja Pengadaan mengumumkan pemenang pemilihan langsung pekerjaan Rehab Gedung Kantor Lanjutan Tahap IV Pengadilan Negeri Sibolga TA. Pandan Indah