i
Dibuat Untuk Memenuhi Nilai Tugas Semester Pendek
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat I
OLEH:
1. Diana Selfina Sanang 01.09.00114 2. Antonius T. BL. Derosari 01.09.00165 3. Ignasius Nagur 01.08.00020 KELAS B KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan tuntunan-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas semester pendek dengan judul “Proses keperawatan Klien Dengan Ketidakseimbangan Asam Basa”.
Terselesainya tugas semester pendek ini berkat bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Appolonaris T. Berkanis, Skep, Ns, MHKes selaku koordinator mata kuliah keperawatan gawat darurat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dan teman-teman sekelas untuk mengikuti semester pendek mata kuliah ini.
2. Maria Lupita Nena Meo, SKep, Ns yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan konsultasi, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
3. Bapa dan mama yang telah memberikan dukungan moril dan material demi kelancaran pembuatan tugas ini.
4. Teman-teman anggota kelompok yang aktif dan bekerja sama demi terselesainya tugas ini.
5. Teman-teman sekelas yang telah memberikan motivasi demi kelancaran penulisan tugas ini.
Penulis menyadari, tugas semester pendek ini masih jauh dari kesempurnaan, sebagaimana ungkapan mengatakan: “tak ada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pada tugas-tugas penulis selanjutnya sangat penulis harapkan. Semoga materi ini bermanfaat bagi kita semua.
Kupang, April 2012
iii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI HALAMAN
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
Proses Keperawatan Ketidakseimbangan Asam Basa
A. Konsep Dasar Ketidakseimbangan Asam Basa 1
1. Gambaran Umum Asam Basa 1
2. Definisi 2
3. Epidemiologi 3
4. Etiologi 4
5. Patofisiologi Pathway dan Respon Masalah Keperawatan 5
6. Komplikasi 15
7. Gejala klinik 15
8. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil 20
9. Penatalaksanaan 24
B. Proses Keperawatan Ketidakseimbangan Asam Basa 25
1. Pengkajian Keperawatan 25
2. Diagnosa Keperawatan 28
3. Rencana Tindakan/Intervensi Keperawatan 30
4. Tindakan Keperawatan 46
5. Evaluasi Keperawatan 46
1
PROSES KEPERAWATAN KETIDAKSEIMBANGAN ASAM BASA
A. Konsep Dasar Ketidakseimbangan Asam Basa
1. Gambaran Umum Asam Basa
pH
pH adalah cerminan rasio asam terhadap basa dalam cairan ekstrasel. pH mencerminkan konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Semakin besar konsentrasi ion hidrogen, semakin tinggi keasaman suatu larutan dan semakin rendah pH-nya. Sebaliknya, semakin tinggi pH, semakin rendah konsentrasi ion hidrogen dan semakin basa larutannya.
Asam
Asam adalah zat yang mampu membebaskan sebuah ion hidrogen. Contoh asam antara lain adalah zat-zat yang dicetak tebal dalam rumus di bawah ini, yang semuanya diperlihatkan dapat memberikan sebuah ion hidrogen:
HCl ↔ Cl- + H+
H2CO3 ↔ HCO3- + H+ Asam laktat ↔ Laktat + H+
NH4+ ↔ NH3 + H+
Suatu asam dapat kuat atau lemah, bergantung pada derajat penguraiannya untuk membebaskan ion hidrogen. Misalnya, hidrogen klorida (HCl) secara cepat dan total terurai menjadi ion hidrogen dan ion klorida sehingga dianggap asam kuat. Sebaliknya, hanya beberapa molekul asam laktat yang terurai menjadi ion hidrogen dan laktat sehingga asam laktat dianggap sebagai asam lemah.
2 Basa
Basa adalah setiap zat yang dapat menerima sebuah ion hidrogen, sehingga zat tersebut dapat mengeluarkan ion hidrogen dari larutan. Karena masing-masing reaksi diatas bersifat reversible, maka setiap zat yang dihasilkan bersama dengan ion hidrogen dapat menyatu kembali dengannya, dan memindahkan reaksi ke arah yang sebaliknya. Dengan demikian, zat tersebut dianggap sebagai basa. Reaksi-reaksi ini ditulis ulang di rumus berikut, dengan basa dalam huruf tebal:
Cl- + H+ ↔ HCl
HCO3- + H+ ↔ H2CO3 Laktat + H+ ↔ Asam laktat
NH3 + H+ ↔ NH4+
Suatu basa dapat lemah atau kuat, bergantung pada derajat penerima ion hidrogen. Sebagian asam dan basa yang terdapat dalam tubuh bersifat lemah.
2. Definisi
Ketidakseimbangan asam basa terdiri dari 4 jenis dengan definisinya masing-masing.
a. Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) adalah peningkatan primer dari PaCO2 (hiperkapnea), sehingga terjadi
penurunan pH, PaCO2 > 45 mmHg, dan pH > 7,35. Kompensasi
ginjal mengakibatkan peningkatan HCO3 serum. Asidosis
respiratorik dapat timbul secara akut ataupun kronis. Hipoksemia (PaO2 rendah) selalu menyertai asidosis respiratorik jika klien
bernapas dalam udara ruangan (Muttaqin 2009:513).
b. Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah penurunan primer dari PaCO2 (hipokapnea), sehingga terjadi
3 ginjal berupa penurunan ekskresi H+ dengan akibat lebih sedikit absorpsi HCO3-. Penurunan HCO3- serum berbeda-beda,
bergantung pada apakah keadaannya akut atau kronis (Muttaqin 2009:518).
c. Asidosis metabolik (kekurangan basa bikarbonat) adalah gangguan klinis yang ditandai oleh rendahnya pH (peningkatan konsentrasi hidrogen) dan rendahnya konsentrasi bikarbonat plasma. HCO3- ECF adalah 22 mEq/L dan pH 7,35 (Muttaqin
2009:506).
d. Alkalosis metabolik (kelebihan HCO3-) adalah gangguan sistemik
yang ditandai dengan peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma, sehingga terjadi peningkatan pH (penurunan H+). HCO3
-ECF 26 mEq/L dan pH 7,45. Alkalosis metabolik sering disertai berkurangnya volume ECF dan hipokalemia. Kompensasi pernapasan berupa peningkatan PaCO2 dengan hipoventilasi.
Akan tetapi, tingkat hipoventilasi terbatas, karena pernapasan terus berjalan oleh dorongan hipoksia (Muttaqin 2009:509).
3. Epidemiologi
Gagal ginjal akut atau kronis merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan asidosis metabolik dan alkalosis metabolik. Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu. Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal kronis) fase awal. Dan itu cenderung berlanjut tanpa berhenti (Santoso, Djoko.2008). Di RSUD Dr. Soetomo
4 jumlah penderita dengan diagnosa gagal ginjal kronik yang dirawat di ruangan penyakit dalam mengalami peningkatan dari 2,19 % pada tahun 1989 menjadi 8,64 % (dari total jumlah penderita yang dirawat) pada tahun 1996 (Pranawa, 1997), diambil dari
http://snizty.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-dengan-klien-gagal.html (Nurul Istiqomah, Skep, Ns 2010).
Asma merupakan penyebab utama dari asidosis respiratorik dan alkalosis respiratorik. Prof. Dr. dr Heru Sundaru, Sp.PD, KAI dari FKUI Universitas Indonesia mengatakan, “kasus asma pada anak di Indonesia lebih tinggi sedikit dibandingkan dewasa. Kemudian asma pada anak akan hilang sebagian, dan akan muncul lagi setelah dewasa karena perjalanan alamiah”. Para ahli asma mempercayai bahwa asma merupakan penyakit keturunan dan sebagian besar orang yang menderita asma karena alergi terhadap sumber alergi tertentu (alergen). Alergen merupakan faktor yang berasal dari lingkungan
(http://medicastore.com).
4. Etiologi
Penyebab ketidakseimbangan asam basa berbeda sesuai dengan jenis ketidakseimbangan asam basa. Adapun penyebab untuk setiap jenis ketidakseimbangan asam basa adalah sebagai berikut (Hudak & Gallo 1997:480-483):
a. Asidosis respiratori: penyakit paru obstruktif; sedasi berlebihan; gangguan neuromuskular; hipoventilasi dengan ventilator mekanis; penyebab lain hipoventilasi: nyeri, deformitas dinding dada.
b. Alkalosis respiratori: hipoksia; kegugupan dan ansietas; emboli paru dan fibrosis; kehamilan; hiperventilasi dengan ventilator mekanis; cedera otak; keracunan salisilat; demam; septikemia
5 gram negatif; kegagalan hepatik; gagal jantung kongestif; asma; anemia berat.
c. Asidosis metabolik
1) Gap anion (dengan peningkatan anion tak spesifik): ketoasidosis diabetik; ketoasidosis kelaparan; ketoasidosis alkoholik; keracunan: salisilat, etilen glikol, metil alkohol, paraldehid (jarang); asidosis laktat; gagal ginjal.
2) Gap non-anion (tanpa peningkatan anion tak spesifik): diare; drainase asam pankreas; uretrosigmoidostomi; obstruksi lengkung ileum; terapi dengan asetazolamid (diamox); terapi dengan amonium klorida (NH4Cl); asidosis tubular ginjal: hiperalimentasi intravena (jarang), asidosis dilusional.
d. Alkalosis metabolik: kehilangan cairan dari saluran gastrointestinal atas – muntah atau selang nasogastrik yang menyebabkan kehilangan asam; koreksi cepat terhadap hiperkapnia kronis; terapi: diuretik-merkuri, asam etakrinik (edecrin), furosemid (lasix), tiazid; penyakit cushing’s; terapi dengan kortikosteroid (prednison, kortison); hiperaldosteron; kekurangan kalium berat; terlalu banyak makan gula-gula; sindrom bartter’s; pemberian alkali; hiperkalsemia non-paratiroid.
5. Patofisiologi Pathway dan Respon Masalah Keperawatan
Penyebab asidosis respiratorik mencakup semua gangguan paru obstruktif (penyakit paru obstruktif menahun atau asma) serta hipoventilasi apapun sebabnya, termasuk overdosis obat atau obstruksi jalan napas. Kongesti paru yang parah dapat menyebabkan penurunan difusi karbondioksida dari darah ke dalam paru sehingga eliminasinya melalui udara berkurang. Demikian juga sindrom distress pernapasan pada bayi atau dewasa, apapun sebabnya, berkaitan dengan penurunan aliran darah paru serta
6 gangguan pertukaran karbondioksida dan oksigen antara paru dan darah sehingga terjadi penimbunan karbondioksida (Corwin 2009:755-756).
Alkalosis respiratorik terjadi akibat hiperventilasi. Penyebab hiperventilasi antara lain adalah demam dan rasa cemas. Hipoksemia dapat merangsang hiperventilasi apabila tekanan parsial oksigen dalam darah arteri turun dibawah 50 mmHg (normalnya adalah 100 mmHg). Toksisitas salisilat dan infeksi otak dapat secara langsung merangsang pusat pernapasan di otak untuk meningkatkan kecepatan pernapasan yang menyebabkan alkalosis respiratorik (Corwin 2009:757).
Asidosis metabolik dapat timbul apabila terjadi peningkatan produksi asam-asam yang tidak mudah menguap, penurunan klirens ginjal atau asam-asam yang tidak mudah menguap, atau keluarnya bikarbonat (Corwin 2009:758-759).
a. Asam yang tidak mudah menguap antara lain adalah asam laktat yang terbentuk selama hipoksia lama, keton yang dihasilkan sebagai suatu produk sampingan metabolisme lemak pada pasien diabetes, dan asam-asam yang berasal dari overdosis obat misalnya salisilat (suatu produk metabolisme aspirin); peningkatan pembentukan asam manapun dari asam-asam ini dapat menimbulkan asidosis metabolik. Metabolisme protein yang berlebihan selama kelaparan atau malnutrisi protein juga dapat menyebabkan peningkatan produksi asam yang tidak mudah menguap.
b. Penurunan kliren ion hidrogen oleh ginjal terjadi pada gagal ginjal atau apabila terjadi gangguan pada aliran darah ginjal. Akibat keadaan itu, ginjal yang dalam keadaan normal akan menyerap ulang semua bikarbonat yang difiltrasi dan secara aktif mensekresi ion hidrogen ke dalam urin, tidak dapat melakukan hal-hal tersebut, sehingga terjadi penimbunan ion hidrogen.
7 Penimbunan zat-zat sisa bernitrogen, misalnya urea pada gagal ginjal atau hipoksia ginjal, akan mengasamkan darah.
c. Hilangnya bikarbonat dapat terjadi apabila fungsi ginjal menurun karena ginjal gagal menyerap ulang bikarbonat. Hilangnya bikarbonat, suatu basa, menyebabkan asidosis. Kadar bikarbonat juga turun pada diare kronis karena bikarbonat terkonsentrasi dalam sekresi usus. Kadar klorida ekstrasel yang tinggi (hiperkloremia) menyebabkan asidosis metabolik karena ion-ion bikarbonat masuk ke dalam sel. Metabolik asidosis jenis ini disebut asidosis hiperkloremik.
Alkalosis metabolik dapat terjadi apabila terdapat pengeluaran asam yang berlebihan, atau apabila asupan basa meningkat. Dehidrasi dan perubahan kadar elektrolit ekstrasel, yang menyebabkan pergeseran dalam elektrolit-elektrolit plasma, dapat menyebabkan alkalosis metabolik (Corwin 2009:761-762). a. Hilangnya asam dapat timbul akibat muntah yang berlebihan,
karena isi lambung bersifat asam. Muntah juga menyebabkan alkalosis secara tidak langsung karena keluarnya klorida melalui muntahan.
b. Peningkatan kadar bikarbonat dapat terjadi pada asupan bikarbonat dalam bentuk antasid yang mengandung bikarbonat yang digunakan untuk mengobati indigesti atau nyeri ulu hati. Larutan bikarbonat mungkin digunakan selama resusitasi kardiopulmonalis dan dapat menyebabkan alkalosis metabolik. c. Kontraksi volume atau penurunan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan kadar bikarbonat plasma dan alkalosis metabolik dengan mengurangi jumlah bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus. Terjadi peningkatan presentase bikarbonat yang direabsorbsi kembali ke kapiler peritubulus apabila kecepatan aliran darah juga berkurang.
8 d. Perubahan kadar elektrolit ekstrasel dapat menyebabkan alkalosis akibat pergeseran ion-ion hidrogen ke dalam sel. Misalnya, penurunan klorida ekstrasel dapat menyebabkan alkalosis metabolik sewaktu klorida berdifusi keluar sel dan ion hidrogen berpindah ke kompartemen intrasel. Hal ini disebut alkalosis hipokloremik. Demikian juga, hipokalemia (penurunan kalium plasma) dapat menyebabkan alkalosis metabolik akibat peningkatan ekskresi hidrogen oleh ginjal.
Dari perjalanan penyakit diatas, dapat dibuat patofisiologi pathway dan respon masalah keperawatan sebagai berikut (seperti gambar berikut):
↑ AKUMULASI [H+
] DI PARU2 Pada keadaan asidosis respiratorik:
HENTI JANTUNG (AKUT) KIFOSKOLIOSIS ASMA
DEFORMITAS RONGGA DADA
PENYEMPITAN TRAKEA DAN
BRONKUS DARAH DARI PARU-PARU
TIDAK DAPAT MEMASUKI ATRIUM KIRI JANTUNG
VOL DARAH DI PARU-PARU ↑↑ DISFUNGSI OTOT-OTOT PERNAPASAN DAN DINDING
DADA PADA WAKTU INSPIRASI DAN EKSPIRASI
KETIDAKMAMPUAN PARU DALAM PENGELUARAN CO2
KEGAGALAN PARU2 UNTUK EKSP & INSP
↑ [CO2]
↑ PRIMER PaCO2
↑ [H+] DI PARU2
Pd keadaan patologis/tdk ada lagi kompensasi
9
Pada keadaan alkalosis respiratorik:
STRESS EMOSIONAL ASMA TINGGAL DI TEMPAT TINGGI
PENGELUARAN CO2 ↑↑ PD
SAAT EKSP MELALUI MULUT
PENYEMPITAN TRAKEA & BRONKUS
PaO2 DI LINGKUNGAN ↑↑
KELEMBAPAN UDARA TINGGI
PERNAPASAN CEPAT & DANGKAL UNTUK MEMENUHI
KEB O2 JARINGAN
IKATAN O2 + Hb HbO2 LAMA TERBENTUK
KARENA KELEMBAPAN UDARA YANG TINGGI
PENGELUARAN CO2 ↑↑ MELALUI
MULUT & PARU2
IKATAN HCO3- + H+ ↔ H2CO3 ↔
H2O+ CO2 TERUS TERBENTUK
PENGELUARAN CO2 ↑↑ DR TUBUH
↓ [CO2]
KEADAAN LEBIH BASA: ↑ [HCO3
-]
↑ AKUMULASI HCO3- DI PARU2
Pd keadaan patologis/tdk ada
lagi kompensasi
AKUMULASI [H+] DI GINJAL
Pd keadaan patologis/tdk ada lagi kompensasi
Pada keadaan asidosis metabolik:
KEHILANGAN BIKARBONAT: DIARE ↑ BEBAN ASAM: AMONIUM KLORIDA ↑ PRODUKSI ASAM: KETOASIDOSIS DIABETIK MENELAN SUBSTANSI TOKSIK: SALISILAT GAGAL GINJAL AKUT/KRONIS ↑ [H+] DI GASTROINTESTINAL ↑ [H+] DALAM DARAH
KEHILANGAN [HCO3-] KEGAGALAN GINJAL
UNTUK MENGEKSRESI BEBAN ASAM SETIAP
10
Pada keadaan alkalosis metabolik:
DIURETIK PEMBERIAN NATRIUM BIKARBONAT ↑↑
KEHILANGAN H+ DALAM BENTUK URIN (NH3 / NH4OH)
RETENSI HCO3
↑ [HCO3-] DALAM DARAH
↑ AKUMULASI HCO3 DI GINJAL Pd keadaan patologis/tdk ada lagi kompensasi ↑ AKUMULASI HCO3- DI PARU2 Pd keadaan patologis/tdk ada lagi kompensasi ↑ AKUMULASI HCO3- DI GINJAL ↑ AKUMULASI [H+] DI PARU2 AKUMULASI [H+] DI GINJAL
KETIDAKSEIMBANGAN ASAM BASA
11
B1
ASIDOSIS RESPIRATORIK ALKALOSIS RESPIRATORIK
HIPOVENTILASI HIPERVENTILASI
↑↑ CO2 ↓↓ CO2
↑↑ PaCO2 ↓↓ PaCO2
GAS DARAH ARTERI ABNORMAL, pH ARTERI ABNORMAL, RR ABNORMAL, SIANOSIS, DISPNEA, HIPERKAPNIA, HIPOKSIA,
HIPOKSEMIA, TAKIKARDIA, GELISAH
GANGGUAN PERTUKARAN GAS
PERNAPASAN LAMBAT & DALAM PERNAPASAN CEPAT & DANGKAL
RR ↓ RR ↑
DISPNEA, BRADIPNEA, TAKIPNEA, PERUBAHAN KEDALAMAN PERNAPASAN, FASE EKSPIRASI MEMANJANG, PERNAPASAN BIBIR MENCUCU, PENGGUNAAN OTOT BANTU PERNAPASAN
12
B2
ASIDOSIS: RESPIRATORIK & METABOLIK ALKALOSIS: RESPIRATORIK & METABOLIK
↑ [H+ ] ↓ [H+] pH DARAH ↓ pH DARAH ↑ ↓ KONTRAKTILITAS JANTUNG ↑ KONTRAKTILITAS JANTUNG
VASODILATASI PERIFER ↓ VOL DARAH YG DIPOMPA
JANTUNG
SIANOSIS, CRT > 3DTK, PARESTESIA, ↓ NADI, PERUBAHAN TD, WARNA YG TIDAK KEMBALI KE TUNGKAI SAAT TUNGKAI DITURUNKAN
ARITMIA, BRADIKARDIA, TAKIKARDIA, KELETIHAN, DISTENSI VENA JUGULARIS,
MURMUR, DISPNEA, ↓ NADI PERIFER, BUNYI JANTUNG S3 & S4, CRT > 3DTK,
ANSIETAS, GELISAH
KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN: PERIFER
PENURUNAN CURAH JANTUNG
PASOKAN DARAH PERIFER ↓↓
KELELAHAN PADA SAAT AKTIVITAS, DISPNEA, TAKIPNEA, BRADIPNEA, TAKIKARDI, BRADIKARDI, TD & NADI YG ABNORMAL
KARENA AKTIVITAS, ARITMIA
INTOLERANSI AKTIVITAS ADL ↓↓
13
B3
RETENSI CO2 RETENSI HCO3
-VASODILATASI PEMBULUH DARAH OTAK pH CSS ↑ ↓ pH CSS KONGESTI PEMBULUH DARAH OTAK
PERUBAHAN PERILAKU, ↓ TINGKAT KESADARAN, PERUBAHAN POLA NAPAS, PUSING, SAKIT KEPALA, MUAL, MUNTAH,
GELISAH, KEJANG
RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN: SEREBRAL
ASIDOSIS: RESPIRATORIK & METABOLIK ALKALOSIS: RESPIRATORIK & METABOLIK
KETIDAKCUKUPAN SUPPLAY O2 & GLUKOSA DI
OTAK KELEMAHAN FUNGSI SSP ↓ TINGKAT KESADARAN RISIKO CEDERA B4 ↓ [HCO3-] ↑ [HCO3-] PEMBENTUKAN HCO3 - DI GINJAL ↑↑ PEMBENTUKAN HCO3 DI GINJAL ↓↓
KADAR ELEKTROLIT SERUM ABNORMAL
RISIKO KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN: RENAL
14
B5
↓ [HCO3-] KARENA DIARE ↑ [HCO3-]
OUTPUT CAIRAN MELALUI ANUS ↑↑, PERUBAHAN KADAR ELEKTROLIT, MEMBRAN MUKOSA KERING, TD ↓, NADI CEPAT, TURGOR KULIT BURUK,
HAUS, KELEMAHAN
PEMBENTUKAN ASAM LAKTAT DI SEL ↑↑
KEKURANGAN VOLUME CAIRAN
ASIDOSIS METABOLIK ALKALOSIS RESPIRATORIK
↑ [H+
] DALAM DARAH
DARAH DALAM SUASANA ASAM
MEMICU ↑↑ PRODUKSI ASAM LAMBUNG BERLEBIHAN
REFLUKS ASAM LAMBUNG KE TENGGOROKAN
MUAL, MUNTAH, ENGGAN UNTUK MAKAN, ASUPAN MAKAN TIDAK ADEKUAT
RISIKO KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI: KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH
B6
↑ [HCO3-] ↑ PaCO2
pH ALBUMIN ↑↑ ↓ Ph CSS
ALKALOSIS METABOLIK ASIDOSIS RESPIRATORIK
ALBUMIN MUDAH BERIKATAN DENGAN Ca2 + ↓↓ Ca2+ DALAM TULANG SINDROM METABOLIK OTAK MIOKLONUS (KEDUTAN OTOT) KEJANG SPASTISITAS OTOT RISIKO CEDERA
15
6. Komplikasi
Menurut Corwin (2009:755-763), komplikasi ketidakseimbangan asam basa dibagi menurut jenisnya:
a. Asidosis Respiratorik
Paralisis dan koma akibat vasodilatasi serebrum sebagai respon terhadap peningkatan konsentrasi karbondioksida jika kadarnya menjadi toksik.
b. Alkalosis Respiratorik
Kejang dan koma bila keadaan menetap atau menjadi makin parah.
c. Asidosis Metabolik
1) Apabila asidosis metabolik disebabkan oleh gagal ginjal kronis, komplikasi dapat berupa osteodistrofi (penguraian tulang akibat penyakit ginjal) dan ensefalopati ginjal.
2) Apabila pH kurang dari 7,0 maka dapat terjadi disritmia jantung. Hal ini terjadi akibat perubahan dalam hantaran jantung, yang timbul sebagai respon langsung terhadap penurunan pH, dan karena efek peningkatan konsentrasi ion hidrogen pada kalium plasma dan intrasel.
d. Alkalosis Metabolik
Pada pH yang lebih dari 7,55 dapat terjadi disritmia dan koma akibat perubahan depolarisasi neuron dan sel otot jantung.
7. Gejala klinik
Jenis Tanda dan Gejala
Asidosis metabolik
Pernapasan kussmaul, hipotensi, letargi, mual, dan muntah.
Alkalosis metabolik
Nonspesifik: refleks hiperaktif, tetani, hipertensi, kram otot, dan kelemahan.
16 Asidosis
repiratorik
Tanda-tanda narkosis CO2: sakit kepala, letargi, mengantuk, koma, peningkatan frekuensi jantung, hipertensi, berkeringat, penurunan responsivitas, tremor/asteriksis, papiledema, dispnea (bisa ada/tidak ada)
Alkalosis respiratorik
Gejala tak jelas: pusing, kebas, kesemutan (parastesia) ekstremitas, kram otot, tetani, kejang, refleks patologis (+), aritmia, dan hiperventilasi. Sumber: Hudak & Gallo (1997:479)
Menurut Muttaqin (2009), tanda dan gejala ketidakseimbangan asam basa adalah sebagai berikut:
a. Asidosis Respiratorik
Tanda dan gejala retensi CO2 tidak khas dan pada umumnya
tidak mencerminkan kadar PaCO2. Selain itu, baik asidosis
respiratorik akut maupun kronis selalu disertai hipoksemia, dimana hipoksemialah yang bertanggung jawab atas banyaknya tanda-tanda klinis akibat retensi CO2. Umumnya, semakin besar
dan cepat peningkatan PaCO2, semakin berat gejala-gejala yang
ditimbulkan.
1) Peningkatan PaCO2 secara akut hingga mencapai 60 mmHg
atau lebih mengakibatkan somnolen, kekacauan mental, stupor dan akhirnya koma
2) Oleh karena PaCO2 yang tinggi menyebabkan semacam
sindrom metabolic otak, maka dapat timbul asteriksis (flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot).
3) Retensi CO2 menyebabkan vasodilitasi pembuluh darah otak,
maka kongesti pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intrakarnial (TIK). Peningkatan tekanan intrakarnial dapat bermanifestasi sebagai papiledema (pembengkakan diskus optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan oftalmoskop.
17 4) Pemeriksaan laboraturium pada asidosis respiratorik akan
menunjukkan PaO2 rendah, pH <7,35, PaCO2 >45 mmHg,
dengan sedikit peningkatan kompensatorik dari HCO3- (kurang
dari 30 mEq/l
5) Obstruksi akut saluran napas, gejala-gejala penekanan pernapasan.
b. Alkalosis Respiratorik
Pada status respirasi didapatkan adanya gangguan pola napas dimana klien mengeluh tidak dapat memperoleh cukup udara atau napas pendek, meskipun sudah bernapas berlebihan. Keluhan lainnya adalah adanya kepala terasa ringan parestese sekitar mulut, serta kesemutan dan baal pada jari-jari tangan dan kaki. Bila alkalosis cukup berat, dapat timbul tetani seperti spasme karpopedal. Klien dapat mengeluh kelelahan kronis, berdebar-debar, cemas, mulut terasa kering, dan tidak bisa tidur. Pada pemeriksaan telapak tangan dan kaki, dapat terasa dingin dan lembap, serta pasien menunjukan ketegangan emosi. Alkalosis respiratorik yang berat dapat disertai ketidakmampuan berkonsentrasi, kekacauan mental, dan sinkop.
c. Asidosis Metabolik
1) Tanda dan gejala utama pada asidosis metabolic bermanifestasi sebagai kelainan pada kardiovaskuler; neurologis, dan fungsi tulang. Jika pH dibawah 7,1, maka akan terjadi penurunan kontraktilitas jantung dan respons inotropik terhadap katekolamin. Bisa juga terjadi vasodilatasi perifer. Efek-efek ini dapat menyebabkan hipotensi dan disritmia jantung. Gejala-gejala neurologis dapat berupa kelelahan hingga koma akibat penururnan pH pada cairan serebrospinal. Dapat juga timbul mual dan muntah. Gejala-gejala neurologis lebih ringan pada asidosis metabolic dibandingkan asidosis repiratorik, karena CO2 yang larut
18 dalam lemak lebih cepat menembus sawar darah otak dari HCO3- yang larut dalam air. Mekanisme penyangga H+ oleh
bikarbonat tulang pada asidosis metabolic penderita gagal ginjal akan menghambat pertumbuhan anak dan dapat mengakibatkan berbagai kelainan tulang (osteodistrofi ginjal). d. Alkalosis Metabolik
Tidak ada tanda dan gejala alkalosis metabolic yang spesifik. Adanya gangguan ini harus dicurigai pada klien dengan riwayat muntah dan penyedotan nasogastrik, pengobatan dengan diuretic, atau klien yang sembuh dari gagalpernapasan hiperkapnea.
Gejala dan tanda hipokalemia dan kekurangan volume cairan, seperti kelemahan dan kejang otot dapat pula muncul.
1) Alkalemia berat (pH >7,6) dapat menyebabkan disritmia jantung pada orang normal, terutama pada klien penyakit jantung.
2) Jika klien mengalami hipokalemia, terutama jika mengalami digitalisasi, maka dapat timbul kelainan EKG atau disritmia jantung.
3) Kadang-kadang dapat terjadi tetani pada klien dengan kadar Ca2+ serum tingkat perbatasan yang mengarah rendah dan alkalosis dapat terjadi dengan cepat. Ca2+terikat lebih erat dengan albumin pada pH yang basa dan penurunan ion Ca2+ dapat menyebabkan tetani atau kejang.
4) Diagnosis alkalosis metabolic dibuat berdasarkan riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan laboraturium yang mendukung, seperti hal-hal berikut:
a) pH plasma meningkat diatas 7,45 b) HCO3- >26 mEq/l.
19 c) PaCO2 mungkin normal atau sedikit meningkat.
Peningkatan PaCO2 kompensasi diperkirakan sebesar 0,7
mmHg untuk tiap peningkatan HCO3- sebesar 1 mEq
d) K+ serum biasanya 3,5 mEq/l
e) Klorida serum dapat <98 mEq/liter (alkalosis metabolic hipokloremik hipokalemik).
20
8. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil
Analisis Darah Arteri
Menurut Muttaqin (2009:504-505), analisis darah arteri menjadi parameter utama dalam penilaian ketidakseimbangan asam basa.
Tabel Parameter Analisis Gas Arteri
Parameter Nilai Normal Definisi – Implikasi
PaO2 80-100 mmHG
Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (menurun bersama umur). Pada dewasa 60 tahun: 1. 60-80 mmHg : hipoksemia ringan 2. 40-60 mmHg : hipoksemia sedang 3. < 40 mmHg : hipoksemia berat pH 7,40 (± 0,05 pada 2 SD) 7,40 (± 0,02 pada 1 SD)
Untuk mengetahui apakah terjadi asidemia atau alkalemia, yang paling sering digunakan dalam klinis adalah nilai yang menggunakan 2 standar deviasi (SD) dari nilai rata-rata.
H+ 40 (± 2 nmol/L atau nEq/L)
21 PaCO2 40 (± 5,0 mmHg)
Tekanan parsial CO2 dalam darah arteri:
1. PCO2 < 35 mmHg : alkalosis respiratorik
2. PCO2 > 45 mmHg : asidosis respiratorik
CO2 25,5 (± 4,5 mEq/L)
Metode klasik untuk memperkirakan (HCO3-):
Ukurlah HCO3- + CO2 terlarut (yang terakhir umumnya sedikit, kecuali pada
asidosis respiratorik). HCO3-
Standar 24 (± 2 mEq/L)
Perkiraan kadar HCO3- setelah darah arteri yang teroksigenasi sepenuhnya
diseimbangkan dengan CO2 pada keadaan dimana PCO2 40 mmHg dan
suhu 380C, menghilangkan pengaruh pernapasan pada kadar HCO3- plasma.
Kelebihan
Basa 0 (± 2 mEq/L)
Mencerminkan komponen metabolik murni. Kelebihan basa 1,2 x deviasi dari 0
1. Negatif pada asidosis metabolik. 2. Positif pada alkalosis metabolik.
3. Dapat menyesatkan pada gangguan asam basa campuran. 4. Tidak penting pada interpretasi gangguan asam basa.
Selisih
Anion 12 (± 4 mEq/L)
Selisih anion (atau delta) mencerminkan perbedaan antara kation tak terukur (K+, Mg+, Ca 2+) dan anion tak terukur (albumin, anion organik, HPO4, SO4);
berguna untuk mengenali tipe asidosis metabolik, nilai 16 sampai 20 menunjukan asidosis disebabkan oleh retensi asam-asam organik
22 (contohnya: ketoasidosis diabetik).
Rumus-rumus yang berguna adalah sebagai berikut: 1. Selisih anion plasma = [Na+] – [(HCO3-) + (Cl-)]
2. Perhitungan parameter asam-basa ketiga jika dua parameter telah diketahui: a. [H+] = 24 x PaCO2
b. HCO3
Ringkasan Penilaian Keadaan Asam-Basa
Ringkasan penilaian keadaan asam-basa memudahkan perawat secara cepat dalam menganalisis yang disesuaikan atau dibandingkan dengan parameter pemeriksaan gas arteri.
Tabel Ringkasan Penilaian Keadaan Asam-Basa
Jenis Gangguan pH PCO2 HCO3
Asidosis Respiratorik Murni ↓ ↑ N
Terkompensasi sebagian ↓ ↑ ↑
23
Asidosis Metabolik Murni ↓ N ↓
Terkompensasi sebagian ↓ ↓ ↓
Terkompensasi penuh N ↓ ↓
Asidosis: respiratorik dan metabolik ↓↓ ↑ ↓
Alkalosis Respiratorik
Murni ↑ ↓ N
Terkompensasi sebagian ↑ ↓ ↓
Terkompensasi penuh N ↓ ↓
Alkalosis Metabolik Murni ↑ N ↑
Terkompensasi sebagian ↑ ↑ ↑
Terkompensasi penuh N ↑ ↑
24
9. Penatalaksanaan
Menurut Corwin (2009:755-763), penatalaksanaan ketidakseimbangan asam basa adalah sebagai berikut:
a. Asidosis Respiratorik
Perbaikan ventilasi penting dilakukan. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
b. Alkalosis Respiratorik
1) Menentukan dan mengatasi penyebab hiperventilasi adalah terapi yang paling berhasil.
2) Meningkatkan tekanan parsial karbondioksida dengan bernapas melalui suatu kantong dan menghirup kembali udara yang dikeluarkan dapat mengatasi alkalosis pada situasi akut. c. Asidosis Metabolik
1) Penatalaksanaan untuk asidosis metabolik secara spesifik didasarkan pada pengobatan penyebab gangguan.
2) Pada pasien yang menderita penyakit ginjal, penatalaksanaan harus mencakup pemberian basa yang berlebihan dalam makanan.
3) Mungkin diperlukan pemberian natrium bikarbonat untuk meningkatkan pH secara cepat apabila pasien berisiko meninggal. Prosedur ini harus dilakukan secara berhati-hati karena infus natrium bikarbonat dapat menyebabkan pembengkakan otak.
d. Alkalosis Metabolik
1) Apabila penyebabnya adalah defisiensi klorida atau natrium, maka ion-ion tersebut harus diganti.
2) Apabila penyebabnya adalah penurunan volume cairan ekstrasel, maka diperlukan sulih dengan larutan salin.
25
B. Proses Keperawatan Ketidakseimbangan Asam Basa
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1) Asidosis & alkalosis: respiratorik terjadi dua kali lebih sering pada pria dari pada wanita. Namun angka kematian pada wanita meningkat lebih cepat karena kebiasaan merokok. 2) Asidosis & alkalosis: metabolik terjadi lebih tinggi sedikit
pada usia anak-anak, dibandingkan dewasa. Kemudian asma pada anak akan hilang sebagian, dan akan muncul lagi setelah dewasa karena perjalanan alamiah.
b. Keluhan Utama
1) Asidosis respiratorik: pernapasan lambat dan dalam (hipoventilasi), dispnea, kelemahan.
2) Alkalosis respiratorik: pernapasan cepat dan dangkal (hiperventilasi), dispnea, kelemahan.
3) Asidosis metabolik: mual, muntah, kelemahan, pernapasan kussmaul.
4) Alkalosis metabolik: disritmia jantung, kejang.
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
1) Asidosis respiratorik: penyakit paru obstuksi menahun, asma, Penyakit neuromoskular: miastenia gravis, sindrom Guillain-Barre, poliorlielitis, dan sklerosis lateral amiotropik, kifoskoliosis, Obesitas yang berlebihan: sindrom pickwickian, Edema paru akut, Pneumotoraks, Cedera dinding dada seperti patah tulang-tulang iga, Laringospasme atau edema naring, bronkospasme berat.
26 2) Alkalosis respiratorik: demam, cedera kepala atau gangguan pembuluh darah otak, tumor otak, pneumonia, asma, edema paru, gagal jantung kongestif, fibrosis paru, sirosis hepatis. 3) Asidosis metabolik: diare, ileostomi, ureterosigmoidostomi,
ketoasidosis diabetik, kurang kalori protein (KKP), gagal ginjal aku atau kronis, dan intoksikasi alkohol.
4) Alkalosis metabolik: disritmia jantung, diare, gagal jantung kongestif, sirosis, dan sindrom nefrotik.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Asidosis respiratorik: asma, miastenia gravis, kifoskoliosis, dan obesitas yang berlebihan.
2) Alkalosis respiratorik: tumor otak, pneumonia, asma, dan gagal jantung kongestif.
3) Asidosis metabolik: diabetes melitus, gagal ginjal akut atau kronis.
4) Alkalosis metabolik: gagal jantung kongestif.
e. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath): RR Abnormal, sianosis, dispnea, hiperkapnia, hipoksia, hipoksemia, takikardia, gelisah, bradipnea, perubahan kedalaman pernapasan, fase ekspresi memanjang, pernapasan bibir mencucu, penggunaan otot bantu pernapasan.
2) B2 (Blood): Sianosis, CRT > 3dtk, parestesia, penurunan nadi, perubahan td, warna yang tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan, aritmia, bradikadia, takikardia, kelitihan, distensi vena jugularis, murmur, dispnea, penurunan nadi perifer, bunyi jantung S3 dan S4, ansietas,gelisah, kelelahan pada saat aktivitas, takipnea, bardipnea, TD dan nadi yang abnormal karena aktifitas.
27 3) B3 (Brain): perubahan prilaku, penurunan tingkat kesadaran, perubahan pola napas, pusing, sakit kepala, mual, muntah, gelisah, kejang.
4) B4 (Bladder): pembentukan HCO3, ginjal meningkat, ginjal menurun, kadar elektrolit serum menurun.
5) B5 (Bowel): output cairan melalui anus menurun, perubahan kadar elektrolit, membran mukosa kering, TD menurun, nadi cepat, turgor kulit buruk, haus, kelemahan, mual, muntah, enggan untuk makan, asupan makan tidak adekuat.
6) B6 (Bone): PH albumin menurun, albumin mudah berikatan dengan Ca2+, kejang, spasitas otot.
f. Pemeriksaan Penunjang 1) Analisis darah arteri
28
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Data Subjektif Data Objektif
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah arteri.
Klien mengatakan jantungnya berdebar-debar atau berdenyut lemah.
Denyut nadi perifer tidak teraba, CRT > 3 detik, sianosis, edema ektremitas, penurunan nadi, warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan, PaCO2 < 35 atau > 45
mmHg, HCO3- < 22 atau > 26 mEq/L, pH darah arteri <
7,5 atau >7,45. Penurunan curah jantung b.d.
penurunan isi sekuncup nyang disebabkan oleh masalah elektrofisiologis.
Klien mengeluh dispnea dan pusing.
Aritmia, kulit dingin, sianosis, sinkop, vertigo, perubahan status mental, gangguan elektromekanis jantung, PaCO2
< 35 atau > 45 mmHg, HCO3- < 22 atau > 26 mEq/L, pH
darah arteri < 7,5 atau >7,45. Ketidakefektifan pola napas b.d
hiperventilasi (atau) sindrom hipoventilasi.
Klien mengeluh sesak napas. Dispnea, takipnea/bradipnea, penggunaan otot bantu pernapasan, RR < 16 x/mnt atau > 20 x/mnt, PaCO2 < 35
atau > 45 mmHg, HCO3- < 22 atau > 26 mEq/L, pH darah
arteri < 7,5 atau >7,45. Gangguan pertukaran gas b.d
ventilasi-perfusi
Klien mengatakan sesak napas dan gelisah.
RR < 16 x/mnt atau > 20 x/mnt, PaCO2 < 35 atau > 45
mmHg, HCO3- < 22 atau > 26 mEq/L, pH darah arteri <
29 gelisah.
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan: serebral b.d penurunan pertukaran sel. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan: renal b.d penurunan pertukaran sel.
Kekurangan volume cairan b.d pengeluaran aktif sekunder akibat diare.
Klien mengeluh haus, dan lemah.
Membran mukosa kering, kulit keringat atau dingin, tekanan darah rendah, oliguria, turgor kulit jelek, pernapasan cepat dan dangkal, nadi cepat dan kecil, penurunan berat badan, dan perubahan kadar elektrolit. Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Klien mengatakan lemah dan sesak napas pada waktu aktivitas.
Dispnea, takipnea atau hiperpnea dan tekanan darah abnormal, PaCO2 < 35 atau > 45 mmHg.
Risiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan mengingesti makanan.
Klien mengatakan tidak ada nafsu makan.
Mual, muntah, asupan makan yang tidak adekuat, HCO3
30 Defisit perawatan diri: mandi
dan hygiene b.d kelemahan.
Klien mengeluh tidak mampu membasuh tubuh atau bagian tubuh sendiri.
Tidak mampu mengatur suhu atau aliran air untuk mandi, tidak mampu masuk dan keluar kamar mandi, tidak mampu mengeringkan tubuh, tidak mampu mencapai sumber air, PaCO2 < 35 atau > 45 mmHg.
Resiko cedera b.d. disfungsi biokimia.
3. Rencana Tindakan/Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan & Data Pendukung
Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional
Goal Objective Outcomes
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah arteri. Klien akan mempertahan kan keefektifan perfusi Klien tidak akan mengalami penurunan aliran darah Dalam waktu 1x24 jam perawatan: 1. Denyut nadi perifer teraba.
Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan.
Mengurangi kecemasan dan lebih kooperatif.
Ajarkan pasien untuk melakukan latihan buerger-allen 2xsehari,
Latihan tersebut membantu sirkulasi kolateral pada tungkai pasien.
31 DS: Klien mengatakan jantungnya berdebar-debar atau berdenyut lemah. DO:
Denyut nadi perifer tidak teraba, CRT > 3 detik, sianosis, edema ektremitas, penurunan nadi, warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan, PaCO2 < 35 atau > 45 mmHg, HCO3- < jaringan perifer yang adekuat selama dalam perawatan. arteri selama dalam perawatan. 2. CRT < 3 detik. 3. Tidak ada sianosis dan edema ekstermitas. 4. Warna kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan. 5. PaCO2 35-45 mmHg. 6. HCO3- 22-26 mEq/L. 7. pH darah arteri 7,5-7,45.
tinggikan ekstremitas yang sakit lebih tinggi dari jantung tahan selama 2 menit.
Ajarkan untuk melakukan ambulasi pada tingkat yang dapat ditoleransi pasien.
Untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas.
Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien 30o.
Untuk meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah pasien.
Ubah posisi pasien setiap 2 jam.
Untuk mengurangi resiko kerusakan kulit.
Atur pemberian oksigen sesuai indikasi.
Meningkatkan perfusi.
Batasi pengunjung. Mengurangi stress dan energi bicara.
32 22 atau > 26
mEq/L, pH darah arteri < 7,5 atau >7,45.
jantung pasien setiap 4 jam. Laporkan bila nadi cepat dan tidak teratur.
penurunan curah jantung, yang mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Cek frekuensi nadi perifer
pasien setiap 4 jam.
Denyut nadi perifer yang dapat dipalpasi dan kuat mengindikasikan aliran arteri yang baik.
Penurunan curah jantung b.d. penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah elektrofisiologis. DS: Klien mengeluh dispnea dan pusing. Klien akan mempertahan kan curah jantung yang adekuat selama dalam perawatan. Klien tidak akan mengalami penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah elektrofisiologi s selama dalam Dalam waktu 1x24 jam perawatan: 1. Klien mengatakan tidak lagi mengalami sesak napas dan pusing. 2. Akral hangat, tidak ada
Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dada segera.
Tanda tersebut dapat mengi ndikasikan hipoksia atau cedera miokardial. Ajarkan kepada pasien
tentang bagaimana melakukan teknik pengurangan stress.
Untuk menurunkan
ansietas dan menghindari komplikasi kardiak.
Berikan oksigen sesuai instruksi.
Untuk meningkatkan suplai oksigen ke miokardium. Laksanakan program
pengobatan sesuai resep.
33 DO: Aritmia, kulit dingin, sianosis, sinkop, vertigo, perubahan status mental, gangguan elektromekanis jantung, PaCO2 < 35 atau > 45 mmHg, HCO3- < 22 atau > 26 mEq/L, pH darah arteri < 7,5 atau >7,45. perawatan. gangguan konduksi jantung pada EKG, dan tidak ada sianosis. 3. PaCO2 35-45 mmHg. 4. HCO3- 22-26 mEq/L. 5. pH darah arteri 7,5-7,45.
Pantau nadi apical dan radikal sekurang-kurangnya setiap 4 jam.
Untuk mendeteksi aritmia secara lebih baik.
Catat irama nadi minimal setiap 4 jam dan laporkan ketidakteraturannya.
Aritmia dapat
mengindikasikan komplikasi yang menuntut intervensi yang cepat.
Kaji status pernapasan minimal setiap 4 jam. Laporkan adanya dispnea atau kegelisahan.
Suara napas tambahan atau dispnea dapat mengindikasikan
terbentuknya cairan di paru dan dasar kapiler paru.
Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi (atau) sindrom hipoventilasi. Klien akan mempertahan kan keefektifan pola napas Klien tidak akan mengalami hiperventilasi atau sindrom Dalam waktu 1x4 jam perawatan: 1. klien mengatakan tidak lagi
Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.
Mengurangi kecemasan dan lebih kooperatif.
Berikan oksigen sesuai program.
Mempertahankan oksigen arteri.
34 DS: Klien mengeluh sesak napas. DO: Dispnea, takipnea/bradipne a, penggunaan otot bantu pernapasan, RR < 16 x/mnt atau > 20 x/mnt, PaCO2 < 35 atau > 45 mmHg, HCO3- < 22 atau > 26 mEq/L, pH darah arteri < 7,5 atau >7,45. yang adekuat selama dalam perawatan. hipoventilasi selama dalam perawatan. mengalami sesak napas. 2. Dispnea, takipnea/bradi pnea, dan penggunaan otot bantu pernapasan: berkurang atau tidak ada. 3. RR 16-20 x/mnt. 4. PaCO2 35-45 mmHg. 5. HCO3- 22-26 mEq/L. 6. pH darah arteri 7,5-7,45.
pengobatan. pernapasan adekuat. Posisi pasien fowler. Meningkatkan
pengembangan paru. Alat-alat emergensi
disiapkan dalam kondisi baik.
Kemungkinan terjadi kesulitan bernapas yang akut.
Monitor jumlah
pernapasan, penggunaan otot bantu pernapasan, tanda vital, warna kulit, AGD.
Mengetahui status pernapasan.
35 pertukaran gas b.d
ventilasi-perfusi. DS:
Klien mengatakan sesak napas dan gelisah. DO: RR < 16 x/mnt atau > 20 x/mnt, PaCO2 < 35 atau > 45 mmHg, HCO3 -< 22 atau > 26 mEq/L, pH darah arteri < 7,5 atau >7,45, dispnea, hiperkapnia, hipoksia, takikardia, gelisah. mempertahan kan pertukaran gas yang adekuat selama dalam perawatan. akan mengalami gangguan ventilasi-perfusi. jam perawatan: 1. RR 16-20 x/mnt. 2. PaCO2 35-45 mmHg. 3. HCO3- 22-26 mEq/L. pH darah arteri 7,5-7,45. 4. Dispnea, hiperkapnia, hipoksia, takikardia, gelisah: berkurang atau tidak ada.
yang akan dilakukan. dan lebih kooperatif. Berikan oksigen sesuai
program. Mempertahankan oksigen arteri. Laksanakan program pengobatan. mempertahankan pernapasan adekuat. Posisi pasien fowler. Meningkatkan
pengembangan paru. Alat-alat emergensi
disiapkan dalam kondisi baik.
Kemungkinan terjadi kesulitan bernapas yang akut.
Monitor intake dan output cairan.
Menjaga keseimbangan cairan.
Berikan nutrisi tinggi protein rendah lemak.
Menurunkan kebutuhan energi pencernaan.
Observasi kembali adanya kesulitan bernapas, hasil laboratorium, penggunaan otot bantu pernapasan,
Mengetahui keadaan pasien lebih lanjut.
36 penggunaan oksigen, dan
catat tanda vital. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan: serebral b.d penurunan pertukaran sel. Klien akan mempertahan kan keefektifan perfusi jaringan: serebral selama dalam perawatan. Klien tidak akan mengalami penurunan pertukaran sel selama dalam perawatan.
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
Dapat mengurangi
kerusakan otak lebih lanjut. Monitor tanda-tanda vital
seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada hipertensi sitolik.
Pada keadaan normal, autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler
akan menyebabkan
kerusakan vascular serebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan
37 menggambarkan perjalanan infeksi. Bantu klien untuk
membatasi muntah batuk. Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan
intrakarnial dan
intraabdomen.
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakarnial dan potensial terjadi perdarahan ulang. Ciptakan lingkungan yang
tenang dan batasi pengunjung
Rangsangan aktivitas yang
meningkat dapat
meningkatkan kenaikan TIK Istirahat total dan
38
ketenangan mungkin
diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik/perdarahan lainnya.
Pantau kalium serum Hiperkalemi terjadi dengan asidosis, hipokalemi dapat terjadi pada kebalikan asidosis dan perpindahan kalium kembali ke sel. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan: renal b.d penurunan pertukaran sel. Klien akan mempertahan kan keefektifan perfusi jaringan: renal yang adekuat Klien tidak akan mengalami penurunan pertukaran sel selama dalam perawatan.
Jelaskan kepada pasien dan anggota keluarga atau pasangan tentang alasan terapi dan efek yang diharapkan.
Untuk mendorong pasien berperan aktif dalam pemeliharaan kesehatan.
Instruksikan pasien untuk berkonsultasi dengan
Obat yang dijual bebas
39 selama dalam
perawatan.
dokter sebelum
mengkonsumsi obat yang dijual bebas.
nefrotoksik.
Kaji adanya edema pada area tergantung pada pasien.
Edema pada area
tergantung dapat
mengindikasikan
kurangnya fungsi ginjal. Berikan dopamine dosis
rendah, sesuai program.
Untuk mendilatasikan arteri renal pasien dan meningkatkan perfusi jaringan.
Observasi pola berkemih pasien.
Untuk mencatat
penyimpangan dari normal. Pantau berat jenis urine,
kadar elektrolit serum, BUN, dan kreatinin pasien.
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
penurunan fungsi ginjal. Kekurangan volume cairan b.d Klien akan mempertahan Klien tidak akan Dalam waktu 1x8 jam perawatan:
Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan.
Mengurangi kecemasan dan lebih kooperatif.
40 pengeluaran aktif sekunder akibat diare. DS: Klien mengeluh haus, dan lemah. DO: Membran mukosa kering, kulit keringat atau dingin, tekanan darah rendah, oliguria, turgor kulit jelek, pernapasan cepat dan dangkal, nadi cepat dan kecil, penurunan berat badan, dan perubahan kadar kan keseimbanga n volume cairan yang adekuat selama dalam perawatan. mengalami pengeluaran aktif sekunder akibat diare selama dalam perawatan. 1. Membran mukosa lembap, kulit lembap, akral hangat, turgor kulit baik. 2. Nadi 60-100 x/mnt. 3. RR 16-20 x/mnt. 4. PaCO2 35-45 mmHg. 5. HCO3- 22-26 mEq/L. pH darah arteri 7,5-7,45.
Berikan makanan dan cairan.
Memenuhi kebutuhan makan dan minum.
Berikan pengobatan seperti antidiare dan antimuntah.
Menurunkan pergerakan usus dan muntah.
Ubah posisi pasien setiap 4 jam.
Meningkatkan sirkulasi.
Instruksikan pasien untuk tidak duduk atau berdiri jika sirkulasi terganggu
Untuk menghindari hipotensi ortostatik dan kemungkinan sinkop.
Pantau dan catat TTV setiap 2 jam.
Takikardia, dispnea atau
hipotensi dapat
mengindikasikan
kekurangan volume cairan atau ketidakseimbangan elektrolit.
Kaji turgor kulit dan membrane mukosa mulut setiap 8 jam.
41
elektrolit. Ukur dan catat setiap 4
jam: elektrolit, BUN, hematokrit, dan hemoglobin.
Menentukan kehilangan dan kebutuhan cairan dan elektrolit. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbanga n antara suplai dan kebutuhan O2. DS: Klien mengatakan lemah dan sesak napas pada waktu aktivitas.
DO:
Dispnea, takipnea atau hiperpnea dan tekanan darah abnormal, PaCO2 Klien akan mempertahan kan toleransi aktivitas yang adekuat selama dalam perawatan. Klien tidak akan mengalami ketidakseimba ngan antara suplai dan kebutuhan O2 selama dalam perawatan. Dalam waktu 1x24 jam perawatan: 1. Tidak ada sesak napas pada waktu aktivitas. 2. Tidak ada dispnea, takipnea, bradipnea, hiperventilasi, dan hipoventilasi. 3. Tekanan Monitor keterbatasan aktivitas, kelemahan saat aktivitas.
Merencanakan intervensi dengan tepat.
Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.
Pasien dapat memilih dan merencanakan sendiri.
Catat tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Mengkaji sejauh mana perbedaan peningkatan selama aktivitas.
Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapi dalam latihan aktivitas.
Meningkatkan kerja sama tim dan perawatan holistik.
Lakukan istirahat yang adekuat setelah latihan dan aktivitas.
Membantu mengembalikan energi.
42 < 35 atau > 45 mmHg. darah normal sesuai usia. 4. Nadi 60-100 x/mnt. 5. RR 16-20 x/mnt. 6. PaCO2 35-45 mmHg. 7. HCO3- 22-26 mEq/L. 8. pH darah arteri 7,5-7,45.
Berikan diet yang adekuat dengan kolaborasi ahli diet.
Metabolisme membutuhkan energi.
Berikan pendidikan kesehatan tentang:
1. perubahan gaya hidup untuk menyimpan energi.
2. Penggunaan alat bantu pergerakan.
Meningkatkan pengetahuan dalam perawatan diri.
Risiko ketidakseimbanga n nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan Klien akan mempertahan kan keseimbanga n nutrisi yang adekuat Klien akan mampu mengingesti makanan selama dalam perawatan. Tingkatkan intake makanan melalui: 1) Mengurangi gangguan dari lingkungan, seperti berisik dan lain-lain. 2) Jaga privasi klien.
Cara khusus untuk meningkatkan nafsu makan.
43 mengingesti
makanan.
selama dalam perawatan.
3) Berikan obat sebelum makan jika ada indikasi. Jaga kebersihan mulut pasien.
Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
Sajikan makanan yang mudah dicerna dalam keadaan hangat, tertutup, dan berikan sedikit-sedikit tetapi sering.
Meningkatkan selera makan dan intake makanan.
Hindari makanan yang banyak mengandung gas.
Mengurangi rasa nyaman.
Lakukan latihan aktif dan pasif.
Menambah nafsu makan.
Kaji tanda vital, sensori, bising usus.
Membantu mengkaji keadaan pasien.
Monitor hasil lab seperti glukosa, elektrolit,
44 albumin, hemoglobin,
kolaborasi dengan dokter. Defisit perawatan
diri: mandi dan hygiene b.d kelemahan. DS: Klien mengeluh tidak mampu membasuh tubuh atau bagian tubuh sendiri.
DO:
Tidak mampu mengatur suhu atau aliran air untuk mandi, tidak mampu masuk dan keluar kamar
Klien akan mempertahan kan perawatan diri: mandi dan hygiene yang adekuat selama dalam perawatan. Klien tidak akan mengalami kelemahan. Dalam waktu 1x24 jam perawatan: 1. Klien perlahan-lahan mampu membasuh tubuh atau bagian tubuh sendiri. 2. Klien mampu keluar masuk kamar mandi. 3. Klien mampu mengeringkan tubuh. 4. Nadi 60-100 x/mnt.
Observasi pola kebersihan diri.
Data dasar dalam melakukan intervensi. Bantu klien dalam
kebersihan badan, mulut, rambut, dan kuku.
Mempertahankan rasa nyaman. Lakukan pendidikan kesehatan: 1. Pentingnya kebersihan diri.
2. Pola kebersihan diri. 3. Cara kebersihan.
Meningkatkan pengetahuan dan membuat klien lebih kooperatif.
Berikan petunjuk kepada pasien tentang teknik mandi dan hygiene. Minta
pasien untuk
mendemonstrasikan
mandi atau hygiene
Demonstrasi ulang dapat mengidentifikasi area masalah dan meningkatkan kepercayaan diri pemberi asuhan.
45 mandi, tidak mampu mengeringkan tubuh, tidak mampu mencapai sumber air, PaCO2
< 35 atau > 45 mmHg. 5. RR 16-20 x/mnt. 6. PaCO2 35-45 mmHg. dibawah pengawasan. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan keluhan mengenai deficit perawatan diri.
Untuk membantu pasien
mencapai tingkat
fungsional tertinggi sesuai kemampuannya. Resiko cedera b.d. disfungsi biokimia. Klien tidak akan mengalami risiko cedera selama dalam perawatan. Klien tidak akan mengalami disfungsi biokimia.
Anjurkan pasien untuk mengadakan perbaikan dan menghilangkan kemungkinan keamanan dari bahaya lingkungan.
Untuk mengurangi
kemungkinan cedera.
Observasi faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap cedera.
Untuk meningkatkan kesadaran pasien, anggota keluarga dan pemberi asuhan.
Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
Untuk meningkatkan kesadaran pasien tentang
46 dan bahaya yang dapat
mengakibatkan kecelakaan.
kemungkinan bahaya.
4. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
iv
DAFTAR PUSTAKA
..., (2010): NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-2011, Jakarta, EGC
Corwin, Elisabeth (2009): Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, Jakarta, EGC, hal 755-763
Hudak & Gallo (1997): Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi 6, Jakarta, EGC, hal 479-486
Muttaqin (2009): Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi, Jakarta, Salemba Medika, hal 497-526
Tarwoto & Wartonah (2006): Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 3, Salemba Medika, Jakarta
Taylor & Ralph, (2010): Diagnosis Keperawatan Dengan Rencana Asuhan, Jakarta, EGC