• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsumsi Ikan

Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu, sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Sumber pangan hewani bermanfaat dalam mendukung pertumbuhan fisik anak dan juga mendukung perkembangan kognitif anak. Sumber pangan hewani merupakan sumber protein yang kaya asam amino esensial, tidak dapat disintesis dalam tubuh sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh balita sehingga harus ada di dalam makanan. Sumber pangan hewani terdiri dari telur, daging unggas,daging sapi dan ikan (Mutiah, 2012).

Ikan didefinisikan secara umum sebagai hewan yang hidup di air, bertulang belakang, poikiloterm, bergerak dengan menggunakan sirip, bernafas dengan insang, dan memiliki gurat sisi (linea lateralis) sebagai organ keseimbangannya. Namun apabila kita mengacu kepada Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, maka definisi ikan yang dimaksud menjadi berbeda dan luas cakupannya. Menurut Pasal 1 Undang-Undang No.45 Tahun 2009, ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.

(2)

Didalam bagian penjelasan dijelaskan bahwa yang termasuk ke dalam jenis ikan adalah :

a. ikan bersirip (pisces);

b. udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (crustacea);

c. kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (mollusca); d. ubur-ubur dan sebangsanya (coelenterata);

e. tripang, bulu babi, dan sebangsanya (echinodermata); f. kodok dan sebangsanya (amphibia);

g. buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (reptilia); h. paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (mammalia);

i. rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae); dan j. biota perairan lainnya

FAO mendefinisikan ikan sebagai organisme yang hidup diair. Kelompok organisme yang dikelompokan sebagai ikan adalah ikan bersirip (fin fish), krustasea, moluska, binatang air lainnya dan tanaman air. Ikan termasuk kelas Pisces yang merupakan kelas terbesar dalam golongan vertebrata (Djuwanah dalam Hartati, 2005).

Ikan dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan habitatnya, yaitu ikan laut dan ikan air tawar. Ikan laut adalah ikan yang hidup di laut. Contoh ikan laut adalah tongkol, kakap, bawal, selar, kembung, layang, teri, tenggiri, pari. Ikan air tawar adalah ikan yang hidup di air payau, empang, tambak, danau, rawa, kali, dan

(3)

galengan, contohnya gurami, mas, mujair, gabus, lele, bandeng, belut. (Tarwotjo, 1998).

Habitat tersebut akan menentukan jenis makanan ikan, yang kemudian akan mempengaruhi kandungan zat gizi ikan. Ikan air tawar terutama kaya akan karbohidrat dan protein, sedangkan ikan laut kaya akan lemak, vitamin dan mineral (Khomsan, 2004).Menurut Devi dalam Mutiah (2012), nilai gizi ikan laut lebih tinggi dibandingkan ikan air tawar. Kandungan asam lemak omega-3 yang relatif tinggi membuat ikan laut dalam baik untuk pertumbuhan otak anak. Sampai saat ini umumnya ikan hanya dikonsumsi langsung, padahal sebenarnya ikan dapat diolah menjadi berbagai produk seperti ikan asin, kemplang, baso ikan, tepung ikan, dan sebagainya (Yuliarti, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia sebagai berikut:

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Daging Ikan

Komposisi Jumlah Kandungan (%)

Air 60,0 – 84,0

Protein 18,0 – 30,0

Lemak 0,1 –2,2

Karbohidrat 0,0 – 1,0

Vitamin dan Mineral Sisanya

Sumber: Suhartini dan Hidayat dalam Meliala (2009).

Kebutuhan setiap manusia akan protein hewani sangat bervariasi, tergantung pada umur, jenis kelamin,dan aktivitas yang dilakukan. Kalau kita andaikan sumber protein hewani hanya berasal dari ikan, rata-rata protein ikan yang harus dimakan dan

(4)

sumbangan protein ikan terhadap angka kecukupan protein menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Presentase Sumbangan Konsumsi Protein Ikan dan Hasil Olahannya Terhadap Angka Kecukupan Protein Menurut Kelompok Umur

Kelompok Umur (Thn) Rata-rata protein ikan (gr/hari) Rata-rata AKP (gr/hari) Sumbangan protein ikan thdp AKP (%) Bayi, anak (0 – 9) 7,5 28 26,8 Wanita, remaja (10 – 19) 10,1 62 16,3 Pria, remaja (10 – 19) 10,3 64 16,1 Wanita, dewasa (19 – 55) 13,8 56 24,6 Pria, dewasa (>19 – 55) 12,4 64 19,4 Wanita, lansia (>55) 10,4 55 18,9 Pria, lansia (>55) 11,4 62 18,4 Sumber: Riskesdas, 2010.

Daging ikan mempunyai beberapa fungsi yang sangat penting bagi tubuh manusia, diantaranya:

1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari

2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh

3. Mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dan juga memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh (Saparinto, 2006).

Kekurangan daging ikan dapat berakibat timbulnya penyakit kuashiorkor, busung lapar, terhambatnya pertumbuhan mata, kulit dan tulang serta menurunnya tingkat kecerdasan (terutama pada anak-anak), bahkan dapat menimbulkan kematian.

(5)

Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita lebih memanfaatkan ikan sebagai sumber makanan daripada produk hewani lainnya, yakni:

1. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20%) dan tersusun oleh sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino di dalam tubuh manusia. Nilai biologis (NB) ikan relatif tinggi yaitu sebesar 90%, artinya apabila berat daging ikan yang dimakan adalah 100 gram, jumlah protein yang akan diserap oleh tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang. 2. Daging ikan relatif lunak karena hanya mengandung sedikit tenunan pengikat

(tendon) sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh.

3. Meskipundaging ikan mengandung lemak cukup tinggi (0,1-2,2%), akan tetapi karena 25% dari jumlah tersebut merupakan asam-asam lemak tak jenuh terutama asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan manusia dan kadar kolesterol sangat rendah, daging ikan tidak berbahaya bagi manusia, juga bagi orang-orang yang kelebihan kolesterol.

4. Daging ikan mengandung sejumlah mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia, seperti: K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Mn, Zn, F, Ar, Cu, dan Y. Selain itu ikan juga mengandung vitamin A dan D dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan hidup manusia, sehingga sangat menunjang kesehatan mata, kulit, dan proses pembentukan tulang terutama pada anak balita.

(6)

6. Harga ikan relatif murah bila dibandingkan dengan sumber protein hewani lain. Dengan demikian, biaya yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani melalui peningkatan produksi perikanan relatif murah.

7. Daging ikan dapat diterima oleh segenap lapisan masyarakat, baik ditinjau dari segi kesehatan, agama, suku bangsa, maupun tingkat perekonomian (Afrianto & Liviawaty, 1996).

Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung asam lemak tak jenuh. Omega-3 dan omega-6 termasuk dalam asam lemak tak jenuh jamak esensial yang berguna untuk memperkuat daya tahan otot jantung, melenturkan pembuluh darah, hingga menurunkan kadar trigliserida dan mencegah penggumpalan darah, meningkatkan kecerdasan otak jika diberikan sejak dini. Bahkan pertumbuhan sel otak manusia sangat tergantung pada kadar omega-3 secara cukup sejak bayi dalam kandungan sampai balita sehingga tumbuh dengan potensi kecerdasan maksimal.Untuk pencegahan terhadap kekurangan asam lemak esensial, ahli nutrisi menyarankan manusia harus mengonsumsi tidak kurang dari 2,4% dari total asupan omega-6 dan 0,5-1,0% dari total asupan omega-3 (Meliala, 2009). Kandungan omega-3 pada beberapa jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 2.3.

(7)

Tabel 2.3. Kandungan Omega 3 dalamBerbagai Jenis Ikan (Per 100 gr Ikan) Jenis Ikan Kandungan

Lemak Total

Asam Lemak

Kolesterol Jenuh (g) Tak Jenuh

(g) Tak Jenuh Ganda (g) Bawal 9,5 3,5 2,6 1,1 50 Ekor kuning 1,2 0,3 0,2 0,3 - Kepiting 1,1 0,1 0,2 0,4 127 Kembung 11,5 3,0 4,7 3,0 47 Lais 4,3 1,0 1,6 1,0 58 Emas 5,6 1,5 2,3 1,4 67 Nilam 8,2 0,2 3,8 1,5 - Rajungan 1,3 3,6 0,2 0,5 78 Tenggiri 13,9 1,3 5,4 3,7 80 Teri 4,8 1,3 1,2 1,6 - Tongkol 4,9 0,2 0,2 1,8 77 Tiram 0,8 0,1 0,1 0,3 47 Udang 1,5 0,2 0,3 0,6 125 Sumber: Saparinto, 2006.

Menurut Waisima dalam Mutiah (2012), masyarakat di negara dengan tingkat konsumsi ikan yang tinggi, selain berkolerasi positif dengan tingkat kecerdasan masyarakat, penurunan kolesterol dan pencegahan berbagai penyakit degeneratif, juga menunjukkan tingkat harapan hidup yang relatif lebih lama yaitu mencapai sekitar 80 tahun. Menurut Khomsan (2002), budaya makan ikan yang tinggi dalam masyarakat Jepang telah membuktikan terjadinya peningkatan kualitas kesehatan dan kecerdasan pada anak-anak di negara tersebut. Konsumsi ikan minimal 2-3 kali dalam sehari efeknya dapat mencegah penyakit, menjadi cerdas dan sehat (Siswono dalam Meliala, 2009). Data Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein dari bahan pangan ikan pada kelompok usia bayi dan anak-anak adalah 7,5 gram/hari. Kandungan protein ikan menurut DKBM selengkapnya terdapat pada Tabel 2.4.

(8)

Tabel 2.4. Kandungan Protein dalam Berbagai Jenis Ikan (Per 100 gr Ikan)

Jenis Ikan Protein (g)

Bader (tawes) 19,0

Bandeng 20,0

Bawal 19,0

Bekasang 14,0

Beunteur 14,0

Cue selar kuning 27,0

Ekor kuning 17,0

Gabus kering 58,0

Gabus segar 25,2

Hiu, ikan hiu 20,1

Ikan asin kering 42,0

Ikan mas 16,0 Ikan segar 17,0 Kakap 20,0 Kembung 22,0 Keong 12,0 Kepiting 13,8 Kerang 8,0 Kodok 16,4

Kerupuk ikan, dengan pati 16,0

Kerupuk udang, dengan pati 17,2

Kura-kura 19,1 Layang 22,0 Lemuru 20,0 Paling, belut 14,0 Peda banjar 28,0 Pepetek 32,0 Petis udang 15,0 Petis ikan 20,0 Pindang banjar 28,0 Pindang benggol 31,0 Pindang layang 30,0

Pindang selar kecil 27,0

Rebon (udang kecil segar) 16,2

Rebon kering 59,4

Sardencis dalam kaleng 21,1

Selar kering 38,0 Selar segar 18,8 Sepat kering 38,0 Tembang 16,0 Teri bubuk 60,0 Teri kering 33,4

Teri kering sekali (tawar) 68,7

Teri nasi (kering) 32,5

Teri segar 16,0

Terasi merah 30,0

Udang kering 62,4

Udang segar 21,0

(9)

2.2. Prestasi Belajar

Prestasi selalu dihubungkan dengan pelaksanaan suatu kegiatan atau aktivitas. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi belajar merupakan output dari proses belajar (Kusumaningsih, 2009)

Purwodarminto mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan ataupun dikerjakan oleh seseorang siswa dalam jangka waktu tertentu dan tercatat dalam buku rapor sekolah. Begitu juga yang dikemukakan oleh Yaspir Gandhi Wirawan yang mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai seseorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan dalam nilai rapor. Jadi dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari suatu aktivitas belajar yang dilakukan berdasarkan pengukuran dan penilaian terhadap hasil pendidikan yang diwujudkan berupa angka-angka dalam rapor (Setiawati, 2002).

Menurut Opit dan Thanthowi dalam Priyatno (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu: (1) faktor internalmeliputi aspek fisik, gizi dan kesehatan, minat, motivasi, konsentrasi, keingintahuan, kepercayaan diri, serta intelegensi, (2) faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Faktor-faktor ini akan saling berinteraksi secara langsung atau tidak langsung dalam mempengaruhi prestasi belajar.

(10)

2.3. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi dan dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih (Almatsier, 2001). Jelliffe dan Jellife dan Jahari dalam Hartati (2005) mendefinisikan status gizi sebagai gambaran tentang perkembangan keadaan keseimbangan antara asupan (“intake”) dan kebutuhan (“requirement”) zatgizi seorang anak untuk berbagai proses biologis termasuk untuk tumbuh. Keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi ini disebut status gizi. Lebih lanjut Supariasa (2002) mendefinisikan status gizi sebagai ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari “nutriture” dalam bentuk variabel tertentu. Dari definisi diatas jelas bahwa untuk mendapatkan status gizi yang baik diperlukan keseimbangan antara asupan zat gizi yang berasal dari makanan dengan kebutuhan tubuh. Bila terjadi ketidakseimbangan antara asupan dengan kebutuhan misal asupan zat gizi lebih sedikit daripada kebutuhan maka akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak.

Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Di Indonesia baku rujukan Kemenkes RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 merupakan baku rujukan yang terbaru sebagai pembanding dalam penilaian status gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Untuk menilai status gizi anak usia sekolah dapat digunakan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U) untuk usia 5-18 tahun. Indikator IMT/U dapat digunakan untuk mengidentifikasi kurus dan

(11)

gemuk, masalah kurus dan gemuk pada umur dini dapat berakibat pada risiko berbagai penyakit degeneratif pada saat dewasa (Teori Barker) (Riskesdas, 2013).

Selain dengan antropometri, penilaian status gizi juga dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan survei konsumsi. Survei konsumsi untuk rumah tangga dan individu yang seringdilakukan antara lain menggunakan food frequency

questionaire (FFQ), dan recall makanan 24 jam (Tee dalam Hartati, 2005). Pada FFQ

dicatat jenis bahan makanan, frekuensi penggunaan bahan makanan dan jumlah bahan makanan yang digunakan. Recall makanan 24 jam adalah mengingat kembali makanan yang telah dikonsumsi selama 24 jam sehari sebelumnya dan melalui recall makanan 24 jam ini dapat diketahui jumlah makanan yang dikonsumsi dan kecukupan zat gizi seseorang (Jelliffe & Jelliffe dalam Hartati, 2005).

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi anak sekolah tercantum dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Angka Kecukupan Gizi bagi Anak Sekolah Kelompok Umur Anak (th) BB (kg) TB (cm) Energi (kkal) Prot (g) Lemak (mg) KH (mg) Serat (mg) Air (mg) 4-6 19 112 1600 35 62 220 22 1500 7-9 27 130 1850 49 72 254 26 1900 10-12 (pria) 34 142 2100 56 70 289 29 1800 10-12 (wanita) 36 145 2000 60 67 275 28 1800

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X, 2012.

Dalam periode ini, pertumbuhan berjalan terus dengan mantap walaupun tidak secepat waktu bayi. Adakalanya mereka lebih suka makan di kantin mengikuti teman-temannya karena makan bersama teman-temannya akan menambah selera

(12)

makannya. Pendidikan gizi pada golongan usia ini banyak faedahnya. Guru harus menerangkan makan apa yang bergizi dan hubungan antara yang dimakan sehari-hari dengan pertumbuhan dan kesehatannya. Anak-anak golongan usia sekolah ini mudah menerima ajaran gurunya bahkan dapat meneruskannya pada orangtuanya (Waluyo, 2010).

2.4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi Belajar

Children’s food consumption behaviour model yang dikemukakan oleh Lund

dan Burk (1969) menyatakan bahwa konsumsi pangan anak tergantung pada sikap, pengetahuan dan tiga motivasi utama terhadap pangan yaitu kebutuhan biologis, psikologis, dan sosial yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan sekolah (Baliwati, Khomsan & Retnaningsih, 2004). Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini akan berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa (Suhardjo, 1996).

Jenis ikan diduga berhubungan dengan prestasi belajar karena menurut Harli (2004), jenis ikan laut memiliki kadar omega-3, vitamin dan mineral yang tinggi, sebaliknya ikan darat (air tawar) tinggi akan karbohidrat dan asam lemak omega-6, kedua jenis ikan tersebut merupakan sumber zat gizi yang bermutu dan disarankan secara bergantian mengonsumsi kedua jenis ikan tersebut agar saling melengkapi kekurangan zat gizi lainnya yang mencukupi kebutuhan gizi agar tercapai prestasi belajar yang optimal.

(13)

Penelitian yang dilakukan oleh Apriani (2012) tentang pola konsumsi ikan pada anak balita di Nagari Taruang-Taruang Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman menunjukan bahwa frekuensi konsumsi ikan pada anak balita adalah 3-4 hari/minggu, jenis ikan yang sering dikonsumsi adalah ikan mujair, ikan nila dan ikan teri, serta rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi 63,75 gr/hr.

Meliala (2009) yang melakukan penelitian tentang konsumsi ikan dan kontribusinya terhadap kebutuhan protein pada keluarga nelayan di Lingkungan IX Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan menunjukkan bahwa jenis ikan yang paling sering dikonsumsi adalah ikan dencis (39,74%), jumlah rata-rata konsumsi ikan (319,04 gram), dan frekuensi makan ikan lebih dari 2 kali sehari (56,48%) dan rata-rata kontribusi ikan terhadap kebutuhan protein (13,18%).

Penelitian yang dilakukan oleh Zulaihah dan Widajanti (2006) menunjukkan bahwa frekuensi makan ikan dengan prestasi belajar ada hubungan yang signifikan dan hubungannya tergolong kuat dan positif, artinya setiap peningkatan yang terjadi pada frekuensi makan ikan maka meningkat pula prestasi belajarnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang ditulis oleh Departemen Kelautan dan Perikanan yang menyatakan bahwa seseorang yang mengkonsumsi ikan dan makanan laut lainnya 3 kali dalam seminggu bisa mempertahankan kesehatan tubuhnya dan secara tidak langsung akan meningkatkan daya ingat dan kemampuan belajarnya. Sehingga dengan frekuensi makan ikan yang baik atau tinggi akan meningkatkan prestasi belajar anak sekolah. Terutama untuk usia anak sekolah dasar perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh karena termasuk masa pertumbuhan yang cepat dan aktif,

(14)

khususnya perkembangan otak untuk meningkatkan prestasi belajarnya (Pari dalam Zulaihah & Widajanti, 2006).

2.5. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Status Gizi

Salah satu masalah gizi kurang di Indonesia adalah masalah Kurang Energi Protein (KEP) yang disebabkan oleh kekurangan makan sumber energi secara umum dan kekurangan sumber protein (termasuk ikan). Pada anak-anak, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Kemiskinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya KEP. Namun, faktor lain selain kemiskinan yang berpengaruh adalah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang makanan pendamping serta tentang pemeliharaan lingkungan yang sehat (Almatsier, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Zulaihah dan Widajanti (2006) tentang hubungan kecukupan Asam Eikosapentanoat (EPA), Asam Dokosaheksanoat (DHA) ikan dan status gizi dengan prestasi belajar siswa menyimpulkan frekuensi makan ikan dengan status gizi tidak ada hubungan yang signifikan dan hubungan kedua variabel tergolong lemah. Sedangkan menurut teori, kebiasaan makan ikan yang baik umumnya dapat membentuk status gizi yang baik dan demikian pula sebaliknya, karena ikan mempunyai nilai tambah yaitu tinggi EPA dan DHA yang bisa mengatasi masalah gizi kurang (Pudjadi; Karyadi dalam Zulaihah & Widajanti 2006). Apabila dihubungkan dengan hasil penelitian, teori tersebut tidak sesuai karena siswa dengan kebiasaan/frekuensi makan ikan yang rendah/tinggi sama-sama lebih banyak yang memiliki status gizi normal. Jika dikaitkan dengan pernyataan tadi seharusnya siswa

(15)

yang mempunyai kebiasaan makan ikan yang tinggi akan mempunyai status gizi normal dan sebaliknya.

Kebiasaan/frekuensi makan ikan tidak mempunyai hubungan dengan status gizi karena data hasil survei konsumsi tidak lengkap, hanya dari sumber ikan saja, padahal seseorang untuk mencapai status gizi yang baik harus mengkonsumsi makanan yang lengkap. Berdasarkan teori Almatsier bahwa kebiasaan makan (ikan) tidak mempengaruhi status gizi secara langsung, tetapi mempengaruhi utilisasi makanan terlebih dahulu yang meliputi pencernaan dan penyerapan serta metabolisme zat gizi (Almatsier, 2001). Hal ini mendukung penelitian Ashifatin (2001), bahwa tidak ada hubungan kebiasaan makan dengan status gizi anak SD (Zulaihah & Widajanti, 2006).

2.6. Hubungan Status Gizi dengan Prestasi Belajar

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mutiah (2012), hasil uji kolerasi

Rank Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara status gizi

berdasarkan indikator TB/U dengan prestasi belajar (r=0.320, p<0.05). Hal ini berarti semakin baik status gizi siswa jika dilihat padanilai z-score berdasarkan TB/U menunjukkan siswa semakin berprestasi. Siswa yang memiliki postur tubuh yang tinggi cenderung akan mendapatkan prestasi belajar yang baik daripada siswa dengan postur tubuh pendek. Hal tersebut juga terjadi pada hasil uji kolerasi Rank Spearman yang menunjukkan hubungan yang nyata berdasarkan indikator IMT/U dengan prestasi belajar (r=0.255, p<0.05).

(16)

2.7. Kerangka Konsep

Gambar1. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan:

Konsumsi ikan dilihat dari tiga sub variabel yaitu jenis ikan, jumlah konsumsi protein ikan dan frekuensi konsumsi ikan, ketiganya akan dianalisis hubungannya dengan prestasi belajar anak secara langsung. Namun, status gizi dalam penelitian ini juga dilihat sebagai variabel yang mungkin dapat mempengaruhi hubungan konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak.

2.8. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara konsumsi ikan dengan prestasi belajar anak.

Prestasi Belajar Anak Konsumsi Ikan - Jenis - Jumlah Protein - Frekuensi - Status Gizi

Referensi

Dokumen terkait

Ketentuan Pasal 76 ayat (1) UNCLOS III memuat batasan pengertian landasan kontinen bahwa Landas Kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya

Untuk kompresor jenis positif displacement yaitu kompresor torak, cara kerjanya adalah sebagai berikut, jika torak ditarik ke atas, tekanan dalam silinder dibawah

Walaupun fisika sangat penting bagi kehidupan manusia, tapi masih ada bahkan banyak masyarakat yang menganggap fisika itu tidak dapat di percaya, tidak valid

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

“Bagaimana profil dan hasil pemetaan budaya organisasi di AUTO 2000 Cabang Setiabudi Bandung yang dirasakan saat ini dan yang diharapkan kedepannya, berdasarkan

 Neraca perdagangan Kalimantan Utara pada bulan April 2015 surplus sebesar US$ 84,90 juta, lebih kecil jika dibanding surplus bulan Maret 2015 sebesar US$ 248,99 juta,

Masyarakat Jawa yang telah menyadari akan hal tersebut kemudian secara sukarela banyak yang membeli truk bak sapi, sebagai solusi tersendiri dalam menjalani tradisi tilik,

Adanya program evaluasi yang mantap selain bertujuan menemukan kemajuan belajar siswa, juga berguna dalam memberikan umpan balik (feed back) bagi guru-guru