• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI SIKUEN STRATIGRAFI ENDAPAN BERUMUR OLIGOSEN ATAS MIOSEN BAWAH (P22 N6) CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA DI DAERAH TUBAN JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI SIKUEN STRATIGRAFI ENDAPAN BERUMUR OLIGOSEN ATAS MIOSEN BAWAH (P22 N6) CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA DI DAERAH TUBAN JAWA TIMUR"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SIKUEN STRATIGRAFI

ENDAPAN BERUMUR OLIGOSEN ATAS – MIOSEN BAWAH (P22 – N6) CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA DI DAERAH TUBAN JAWA TIMUR

Pontjomojono Kundanurdoro

Jurusan Teknik Geologi, FTM, UPN “Veteran” Yogyakarta

ABSTRACT

Sequence stratigraphic analysis can application at all deposition environment and can be determined base on outcrop data and well data. This Research trying to apply overflows and foraminifera uniform at deep-sea deposition of old age Upper Oligocene-Lower Miocene in the North East Java basin consisting of 3 formations. This Research analyzing 91 sample from 4 MS and can compiled become 6 sequence.

Maximum Flooding Surface (MFS) can determined base on total overflows top foraminifera, sequence boundary (SB) in the existence of change of paleobathymetri, lithology characteristic, and degradation of total overflows among two MFS.

Sequence 1 is limited by SB 1 in the research area, MFS 1 in the show total what overflows top of foraminifera at K.05 (1085/100 gr), structured by claystone insert bioclastic limestone, sequence 2 limited by SB2 in the show existence of superficiality outer neritic to middle neritic among MFS1 and MFS2, MFS2 in the show total overflows top of foraminifera at Ps.40 (499/100gr), compiled by claystone insert bioclastic limestone. Sequence 3 limited by SB3 in the show existence of superficiality from lower bathyal to outer neritic among MFS2 and MFS3, MFS3 in the show total overflows top of foraminifera at G.06 (2858/10gr), compiled by claystone insert fragmental limestone, sandstone and containing “clay ironstone nodul”. Sequence 4 limited by SB34 in the show existence of superficiality from upper bathyal to outer neritic among MFS3 and MFS4, MFS4 in the show total overflows top of foraminifera at G.14F (4987/100gr), compiled by claystone insert fragmental limestone and interlaminated bioclastic limestone, chalk limestone. Sequence 5 limited by SB5 in the show existence of superficiality upper bathyal to middle neritic among MFS4 and MFS5, MFS5 in the show culminate total overflows of foraminifera at Sd.23. (302/100gr), compiled by interlaminated bioclastic limestone and chalk limestone, claystone, and marl. Sequence limited by SB6 in the show existence of superficiality outer neritic to middle neritic among MFS5 and MFS6, MFS6 in the show maximum overflows foraminifera at Sd.32. (274/100 gr), compiled by claystone insert shalestone and clay ironstone nodul.

(2)

Analisa Sikuenstratigrafi dapat diaplikasikan pada seluruh lingkungan pengendapan, dan dapat ditentukan berdasar data singkapan batuan dan data sumur. Penelitian ini mencoba menerapkan kelimpahan dan keragaman

foraminifera pada endapan laut dalam yang berumur Oligosen Atas – Miosen

Bawah di Cekungan Jawa Timur Utara yang terdiri dari 3 formasi. Penelitian ini menganalisa 91 sampel dari 4 penampang stratigrafi, dan dapat disusun menjadi 6 sikuen.

Maximum Flooding Surface (MFS) ditentukan berdasarkan puncak kelimpahan total foraminifera, Sequence Boundary (SB) ditunjukkan adanya perubahan paleobatimetri, ciri litologi, dan penurunan kelimpahan total yang tiba-tiba diantara dua MFS.

Sikuen 1 dibatasi oleh SB 1 di daerah penelitian tersingkap, MFS1 ditunjukkan puncak kelimpahan total foraminifera pada K.05 (1085/100 gr), yang tersusun oleh batulempung sisipan batugamping bioklastik, Sikuen 2 dibatasi oleh SB2 ditunjukkan adanya pendangkalan neritik luar ke neritik tengah diantara MFS1 dan MFS2, MFS2 ditunjukkan puncak kelimpahan total foraminifera pada Ps.40 (499/100 gr), disusun oleh batulempung sisipan batugamping bioklastik. Sikuen 3 dibatasi oleh SB3 ditunjukkan adanya pendangkalan dari batial bawah ke neritik luar diantara MFS2 dan MFS3, MFS3 ditunjukkan puncak kelimpahan total foraminifera pada pada G.06A (2858/100 gr), disusun oleh batulempung sisipan batugamping fragmental, batupasir dan mengandung nodul lempung besian. Sikuen 4 dibatasi oleh SB4 ditunjukkan adanya pendangkalan dari batial atas ke neritik luar diantara MFS3 dan MFS4, MFS4 ditunjukkan puncak kelimpahan total foraminifera pada G.14F (4978/100 gr), disusun oleh batugamping fragmental, dan selang-seling batugamping bioklastik, batugamping kapuran. Sikuen 5 dibatasi oleh SB5 ditunjukkan adanya pendangkalan batial atas ke neritik tengah diantara MFS4 dan MFS5, MFS5 ditunjukkan puncak kelimpahan total foraminifera pada Sd.23. (302/100 gr), disusun oleh selang-seling batugamping bioklastik dan batugamping kapuran, batulempung, dan napal. Sikuen 6 dibatasi oleh SB6 ditunjukkan adanya pendangkalan neritik luar ke neritik tengah diantara MFS5 dan MFS6, MFS6 ditunjukkan maksimum kelimpahan foraminifera pada Sd.32. (274/100 gr), disusun oleh batulempung sisipan batulanau dan nodul lempung besian.

1. Latar Belakang

a. Sikuenstratigrafi dibahas secara rinci oleh Djuhaeni (1994) pada endapan

Neogen-Pleistosen (Zona N8 – N23) yang secara umum dibagi kedalam 10

sikuen, dimana 2 sikuen (Sikuen 1 dan Sikuen 2) dinyatakan kemungkinan sepadan dengan orde supersikuen dari Haq dkk (1988).

b. Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara pada Oligosen Atas – Miosen Bawah endapannya didominasi oleh batulempung dengan sisipan batugamping bioklastik yang merupakan endapan laut dalam (Pringgoprawiro, 1983).

(3)

c. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah supersikuen (Sikuen 1 Dan Sikuen 2 dari Djuhaeni, 1994) dapat dibagi lagi menjadi sikuen-sikuen, serta belum ditelitinya urutan sikuenstratigrafi untuk daerah penelitian.

2. Maksud dan Tujuan

a. Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan penelitian stratigrafi dengan suatu studi sikuenstratigrafi .

b. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menyusun urutan sikuen

pada endapan berumur Oligosen Atas – Miosen Bawah (P22 – N6) yang

tersusun atas Formasi Kujung, Formasi Prupuh, dan Formasi Tuban berdasarkan satuan genesanya dan distribusi (kelimpahan total dan Keragaman foraminifera) serta dilakukan berdasarkan data singkapan batuan.

3. Metode Penelitian

a. Pendekatan masalah yang dilakukan didalam penelitian ini didasarkan kepada data singkapan batuan, dan analisa kelimpahan (abundance) dan keragaman (diversity) foraminifera planktonik dan bentonik.

b. Melakukan pengukuran lintasan stratigrafi terpilih dengan pengamatan pada : 1) Unit genesa yang dijumpai dilakukan pemerian tekstur batuan, struktur sedimen, batas/kontak lapisan, pola perlapisan .

2). Batas sikuen (SB) ditunjukkan dengan dijumpainya bidang erosi.

c. Analisis kelimpahan dan keanekaragaman contoh batuan diambil pada bagian bawah dan atas dari batas lapisan yang lain dengan spasi tertentu (10 meter sampai dengan 25 meter), tergantung ketebalan dari batulempung. d. Hasil pengukuran stratigrafi terukur, diproses menjadi kolom stratigrafi,

kemudian ditentukan sikuennya dengan memperhatikan batas-batas sikuen , maximum flooding surface (MFS) yang ditafsirkan dari puncak kelimpahan dan keanekaragaman total

e. Mengelompokkan dan pengeplotan fosil foraminifera kedalam suatu tabel (tabel distribusi foraminifera). Data dari masing-masing lintasan dibuat diagram/tabel/kurva analisa fosil foraminifera plankton dan bentos (diversity dan abundance) untuk menentukan MFS dan batimetri.

3.1 Data observasi lapangan

Pengukuran penampang stratigrafi dilakukan pada 4 lintasan terpilih: a. lintasan 1 Sungai Gayaran, dengan 40 sampel,

b. lintasan 2 di Desa Sendangagung dengan 24 sampel Kecamatan Paciran

c. lintasan 3 di Desa Kujung, dengan 10 sampel,

d. lintasan 4 Kali Pasing Sumberrejo dengan 17 sample Kecamatan Diwang

(4)

3.2 Analisa laboratorium

Analisis mikropaleontologi dari 91 sampel

- Analisis distribusi (kelimpahan (abundance) dan keragaman (diversity))

fosil foraminifera plankton dan bentos untuk menentukan maximum flooding surface (MFS).

- Analisis foraminifera plankton untuk menentukan zona biostratigrafi dan

analisis foraminifera bentos untuk menentukan lingkungan pengendapan . 3.3 Analisis data dan penafsiran

a. Pada penampang stratigrafi terukur ditentukan secara vertikal urut-urutan sikuen dan memperhatikan MFS ditafsirkan dari peak abundance dan diversity fosil foraminifera dan SB ditafsirkan dari adanya bidang erosi, dan adanya perubahan tiba-tiba lingkungan pengendapan dari dalam menjadi dangkal. b. Dari tabel distribusi fosil foraminifera plankton dan bentos tabel distribusi fosil

foraminifera plankton ditafsirkan zonasinya berdasarkan pemunculan awal dan atau pemunculan akhir fosil indeks.

c.Tabel distribusi fosil foraminifera bentos ditafsirkan lingkungan

pengendapannya / paleobatimetrinya.

Maximum Flooding Surface (MFS) ditentukan berdasarkan puncak kelimpahan total foraminifera, Sequence Boundary (SB) ditunjukkan adanya perubahan paleobatimetri, ciri litologi, dan penurunan kelimpahan total diantara duaa MFS.

4. Lokasi Daerah Penelitian

Daerah penelitian secara geografis terletak pada koordinat  6o53’ - 6o59’

LS dan 111o15’40’’ - 112o20’40’’ BT, masuk pada wilayah Kecamatan Diwang

Kabupaten Tuban dan Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan Jawa Timur. (Gambar 1)

5. Sikuenstratigrafi

Sikuenstratigrafi Cekungan JawaTimur Utara pada endapan yang berumur Oligosen Atas – Miosen Bawah (P22 – N6) di daerah penelitian dapat dibagi ke dalam 6 sikuen (Gambar 2). Data observasi lapangan yang didapatkan berupa bidang erosi sebagai calon batas sikuen (SB 5) yang merupakan keselarasan korelatif. Batas-batas sikuen yang lain ditentukan diantara 2 (dua) data MFS, dengan memperhatikan suatu kejadian atau adanya perubahan paleobatimetri dari lingkungan pengendapan dalam ke dangkal, serta perubahan dari kelimpahan total foraminifera berupa penurunan jumlah kelimpahan total yang tajam. (Gambar 3 – Gambar 10)

Sikuen 1 merupakan sikuen tertua di daerah telitian, dimana batas sikuen SB 1 tidak tersingkap di daerah penelitian, dan merupakan bidang kontak antara batuan dasar dengan batuan Tersier, bagian atas dibatasi oleh SB2. MFS 1

(5)

ditunjukkan oleh puncak kelimpahan total foraminifera pada K.05 (1085 fosil foraminifera/100gram). tersusun oleh batulempung coklat kekuningan dengan sisipan batugamping bioklastik, merupakan endapan neritik tengah sampai batial bawah (K.04) berumur Oligosen Atas (Zona P21).

Sikuen 2 dibatasi oleh SB 2 dibagian bawah dan SB 3 dibagian atas. SB 2 ditentukan antara MFS1 dan MFS2, MFS 2 ditentukan pada puncak kelimpahan total di Ps.40 (499 fosil foraminifera), disusun oleh batulempung coklat kekuningan dengan sisipan batugamping bioklastik berstruktur perlapisan bersusun dan laminasi sejajar yang diendapkan pada zona neritik tengah hingga batial bawah (Ps.36, Ps.34, Ps.33), berumur Oligosen Atas ( Zona P21-P22). Sikuen 3 dibatasi oleh SB 3 dibagian bawah dan SB 4 dibagian atas. SB 3 berada diantara MFS2 dan MFS 3. MFS3 ditunjukkan oleh puncak kelimpahan total foraminifera pada G.06A (2858 fosil foraminifera), disusun oleh batulempung abu-abu dengan sisipan batugamping fragmental, batulempung abu-abu sisipan batupasir dan nodul lempung besian, diendapkan pada zona

neritik tengah sampai zona batial bawah (G.06A), berumur Oligosen Atas –

Miosen Bawah (Zona P22-N4).

Sikuen 4 dibatasi oleh SB 4 dibagian bawah dan SB 5 dibagian atas. SB 4 ditentukan antara MFS3 dan MFS4, SB 4 ini ekuivalen dengan SB-1 dari Djuhaeni (1994). MFS 4 dicirikan puncak kelimpahan total foraminifera pada G.14F (4978 fosil foraminifera/100gram), tersusun oleh perselingan antara batugamping bioklastik dengan batugamping kapuran diendapkan pada neritik tengah sampai batial bawah (G.16A), berumur Miosen Bawah (Zona N4-N5). Sikuen 5 dibatasi oleh SB 5 dibagian bawah dan SB 6 dibagian atas. SB 5 berada diantara MFS4 dan MFS5. MFS 5 dicirikan oleh puncak kelimpahan total foraminifera pada Sd.23 (302 fosil foraminifera/100gram), disusun oleh perselingan batugamping bioklastik dan batugamping kapuran, berstruktur sedimen silang siur, batulempung coklat kehitaman, batulempung abu-abu dan napal yang diendapkan pada zona neritik tengah hingga neritik luar (Sd.23). berumur Miosen Bawah (Zona N5).

Sikuen 6 dibatasi oleh SB 6 dibagian bawah dan bagian atas tidak di jumpai pada lintasan daerah penelitian. SB 6 ditentukan dengan adanya perubahan lingkungan pengendapan dari neritik luar menjadi neritik tengah, (Sd.23 ke Sd.24), adanya penurunan jumlah kelimpahan foraminifera (dari 302 fosil/100gram menjadi 162 fosil/100gram, disusun oleh batulempung abu-abu kehijauan, sisipan batulanau, nodul batugamping merupakan endapan neritik tengah hingga batial atas, berumur Miosen Bawah (Zona N5-N6).

(6)

6. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Litostratigrafi daerah telitian disusun oleh Formasi Kujung, Formasi Prupuh, Formasi Tuban,

2. Fluktuasi paleobatimetri terjadi 3 kali pada F. Kujung , 1 kali pada F. Prupuh, dan 1 kali di F. Tuban

3. Sikuenstratigrafi di daerah penelitian yaitu

a. Sikuen 1 dibatasi oleh SB 2 dan MFS1, tersusun oleh Formasi Ngimbang dan Formasi Kujung. Di daerah penelitian Sikuen 1 hanya tersingkap bagian atasnya saja, yang tersusun oleh batulempung sisipan batugamping bioklastik endapan neritik tengah - batial bawah,

b. Sikuen 2 disusun oleh SB2 & SB3 serta MFS2, batulempung sisipan batugamping bioklastik endapan neritik tengah - batial bawah,

c. Sikuen 3 disusun oleh SB3 & SB4 serta MFS3, batulempung sisipan batugamping fragmental, batupasir dan mengandung nodul lempung besian, diendapkan pada neritik tengah - batial bawah.

d. Sikuen 4 disusun oleh SB4 & SB5 serta MFS4, batugamping fragmental, dan selang-seling batugamping bioklastik, batugamping kapuran, merupakan endapan neritik tengah - batial bawah.

e. Sikuen 5 disusun oleh SB5 & SB6 serta MFS5, selang-seling batugamping bioklastik dan batugamping kapuran, batulempung, dan napal yang diendapkan pada neritik tengah - neritik luar.

f. Sikuen 6 disusun oleh SB6 dan MFS2, batulempung sisipan batulanau dan nodul lempung besian yang merupakan endapan neritik tengah - batial atas.

DAFTAR PUSTAKA

Barker, R.W., 1960, Taxonomic Notes: Soc. Econ. Paleon. and Mineral, Special Public., no. 9, Tusla, Oklahoma, USA, 238 p.

Blow, W.H., 1969, Late Middle Eocene to Recent Planktonic Foraminifera Biostratigraphy: International Conf. Planktonic microfossil 1st, Geneva Proc., v. 1, p 199 – 422.

Buzas, M.A., 1979, The Measurement of Species Diversity, in : Lipps, J.H., et al, (eds), Foraminiferal Ecology and Paleo-ecology, SEPM Short Course, no. 6, Houston, Texas, p 3-10.

Djuhaeni, 1994, Stratigraphie Sequentielle des Series Sedimentaires Marines du Neogene et du Pleistocene dans la region de Cepu, Bassin Nord-Est de Java, Indonesie, Thesis Doktor, Universite Claude Bernard, LYON-I, 218 p.

Djuhaeni, 1996, Efek Tektonik dan “Eustasy” terhadap Perkembangan Sikuen:

Suatu contoh pada endapan Miosen Atas - Pliosen, Zona N17 - N20 di Daerah Cepu, Cekungan Jawa Timur Utara: Proseding PIT - IAGI XXV, Bandung, Vol. II, hal. 242 - 261.

Haq, B.U., Hardenbol, J., and Vail, P.R., 1988, Mesozoic and Cenozoic Chronostratigraphy and Cycles of Sea Level Changes, In : Wilgus, C.K.,

(7)

et al, (eds), Sea-level Changes : An Intergrated Approach, SEPM, Spec. Publ. 42, p. 71-108.

Hartono, Suharsono, 1997, Peta Geologi Lembar Tuban Jawa, Lembar: Tuban 1509-3, Skala 1 : 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembang Geologi, Bandung,.

Kenyon, C.S., 1977, Distribution and Morphology of Early Miocene Reefs, East Java Sea : Proc. Indonesian Petroleum Association, Sixth Annual Convention, Jakarta, P. 215-237.

Musliki, S.,1989., Seismic Stratigraphy Applied of North East Java Basin, presented at Ann., Conv. XVIIIth, IAGI, Yogyakarta,.

Nahrowi, Baharuddin, Aminuddin, 1979, Stratigrafi Paleogen Muda - Neogen Tua Daerah Tuban, Paciran dan Panceng, Jawa Timur, dipresentasikan pada PIT IAGI VIII, Jakarta, 47 hal.

Posamentier, H.W., and Vail, P.R., 1988, Eustatic controls on clastic deposition II: Sequence and System Tract models, In : Wilgus, C.K., et al, (eds), Sea-level Changes: An Intergrated Approach, SEPM, Spec. Publ. 42, p. 125-154.

Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleogeografi Cekungan Jawa Timur Utara: Disertasi,Fakultas Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung,.

Sangree, J.B., and Mitchum, R.M., 1992, Exploration Procedures and Strategies Using Sequence Stratigraphy, In: Exploration and Production Applications of Sequence Stratigraphy, Sangree Exploration, Inc, Houston, 30 p.

Vail, P.R., and Wornardt, W.Jr., 1991, An Integrated Approach to Exploration and Development in the 90s : Well Log-Seismic Sequence Stratigrafphy Analysis, Transactions-Gulf Coast Association of Geological Societies, Vol. XLI, p.630-650.

Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, General Geology,The Haque, Martinus Nijhoff, Netherlands, Volume Ia.

Van Wagoner, J.C., Posamentier, H.W., Mitchum, R.M., Vail, P.R., Sarg, J.F., Loutit, T.S., dan Hardenbol, J., 1988, An overview of the fundamental of sequence stratigraphy and key difinition, In : Wilgus, C.K., et al, (Eds): Sea-level Changes: An Intergrated Approach, SEPM, Spec. Publ. 42, p 39 - 69.

(8)

Gam b ar 1 : P et a Geo lo gi M an d al a Rem b an g Jawa Ti m ur U tara O leh P ri n gg o p rawi ro (1 9 8 3 ) d an L o kasi P enel it ian

(9)
(10)
(11)

Gam b ar 3 : A n al isa Bi o st rat ig rafi d an In terpr et asi M FS p ad a Li n tasan 1

(12)
(13)

Gam b ar 5 : A n al isa Bi o st rat ig rafi d an In terpr et asi M FS p ad a Li n tasan 3

(14)

Gam b ar 6 : A n al isa Bi o st rat ig rafi d an In terpr et asi M FS p ad a Li n tasan 4

(15)
(16)
(17)
(18)

Gambar

Gambar 1 : Peta Geologi Mandala Rembang Jawa Timur Utara Oleh                       Pringgoprawiro (1983) dan Lokasi Penelitian
Gambar 2 :  Hasil Analisa Sikuenstratigrafi daerah penelitian
Gambar 3 : Analisa Biostratigrafi dan Interpretasi MFS pada Lintasan 1
Gambar 5 : Analisa Biostratigrafi dan Interpretasi MFS pada Lintasan 3
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan adanya pembelajaran pemecahan masalah diharapkan keyakinan matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat ditingkatkan.. Berdasarkan observasi yang

Tämän tutkimuksen tarkoitus oli tutkia millaisia kokemuksia Vaalijalan palvelukotien hoitajilla oli asukkaiden kuolemantapauksista, sekä selvittää mitkä tekijät auttoivat

Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2010:59) object adalah “sesuatu yang di dalam sistem komputer yang mampu menanggapi pesan”. Jadi object secara umum adalah suatu entitas

mempengaruhi lingkungan fisik kimiawi, proses dan hasilnya mempengaruhi lingkungan sosial budaya, eksploitasi sumber daya air yang pemanfaatannya berpotensi menimbulkan

Kelemahan (material weakness ) terjadi jika defisiensi yang signifikan, secara mandiri atau bersama-sama dengan defisiensi yang signifikan lainnya,

Jika nilai IOport tidak valid atau SERIAL PPI tidak dapat menjawab komunikasi, maka nilai DataOut tidak akan dikirimkan ke Port dan PortWrite bernilai =

Tarif merupakan salah satu faktor terpenting yang akan digunakan oleh masyarakat dalam memilih angkutan umum atau angkutan pribadi. Jenis tarif yang dapat digunakan

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa