• Tidak ada hasil yang ditemukan

: James C. Wilhoit, Leland Ryken PENGAJARAN ALKITAB YANG EFEKTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ": James C. Wilhoit, Leland Ryken PENGAJARAN ALKITAB YANG EFEKTIF"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

James C. Wilhoit, Leland Ryken

Pengajaran Alkitab yang Efektif/James C. Wilhoit, Leland Ryken—alih bahasa, Timotius Lo—Cet. 1—Malang: Literatur SAAT, 2017.

286 hlm.; 22 cm

Judul asli: EFFECTIVE BIBLE TEACHING ISBN 978-602-7788-37-4

PENGAJARAN ALKITAB YANG EFEKTIF Oleh: James C. Wilhoit, Leland Ryken

Copyright © 1998, 2012 by James C. Wilhoit and Leland Ryken Originally published in English under ti tle

EFFECTIVE BIBLE TEACHING

by Baker Academic,

a division of Baker Publishing Group, Grand Rapids, Michigan, 49516, U.S.A. All rights reserved.

Diterbitkan oleh LITERATUR SAAT

Jalan Anggrek Merpati 12, Malang Telp. (0341) 490750, Fax. (0341) 494129

website: www.literatursaat.org

Penulis : James C. Wilhoit, Leland Ryken Alih Bahasa : Timotius Lo

Penyunting : Chilianha Elia Penata Letak : Yusak P. Palulungan Gambar Sampul : Lie Ivan Abimanyu

Edisi terjemahan telah mendapat izin dari penerbit buku asli. Cetakan Pertama : 2017

(3)

Daftar Isi

Kata Pengantar 11 Bagian 1—Pengajaran yang Efektif

1 Perubahan Perspektif Studi Alkitab 11 2 Tugas Gereja yang Belum Tuntas 25 3 Tugas Pengajar yang Efektif 49 4 Sang Pengajar 69

Bagian 2—Pengajaran yang Efektif

5 Menemukan Kesatuan dalam Teks-teks Alkitab 93 6 Kesatuan Tematis dalam Teks-teks Alkitab 111 7 Menjembatani Perbedaan 129

8 Prinsip-prinsip Penafsiran Alkitab 143

9 Memahami Metode-metode Studi Alkitab Secara Imduktif dan Terpimpin 161

10 Memimpin Studi Alkitab Induktif 177 Bagian 3—Pengajaran yang Efektif

11 Jenis Kitab Apakah Alkitab Itu? 205 12 Jenis-jenis Tulisan dalam Alkitab 217 13 Mengajarkan Cerita dari Alkitab 233 14 Mengajarkan Puisi dari Alkitab 251

15 Mengajarkan Genre-genre Lain dari Alkitab 267 Catatan 283

(4)

1

Perubahan Perspektif

Studi Alkitab

S

eperempat abad telah berlalu sejak buku ini diluncurkan pertama kalinya. Meskipun begitu kami tidak perlu merevisi isi buku ini. Saat ini, kami tetap seyakin dulu ketika kami pertama kali menuliskan buku ini, baik tentang natur Alkitab maupun metode-metode yang digunakan untuk mempelajari dan mengajarkannya, begitu pula tentang praktik-praktik yang bermanfaat serta teruji yang kami tampilkan. Kami tidak memperbarui prinsip-prinsip studi Alkitab dalam buku Eff ective Bible Teaching edisi baru ini.

Namun demikian, konteks atau lanskap studi Alkitab telah mengalami perubahan yang signifi kan selama dua dekade terakhir. Tujuan dari bab pengantar ini adalah untuk menampilkan sebuah gambaran dari lanskap studi Alkitab yang telah berubah tersebut. Dalam bagian selanjutnya dari buku ini, kami telah melakukan sedikit penambahan dan pengurangan untuk mengadaptasi materi kami yang telah teruji dan benar bagi perubahan lanskap yang kami gambarkan dalam bab yang baru saja kami tambahkan ini.

Dalam bab ini, kami akan meninjau perkembangan-perkembangan baru yang telah terjadi, namun kami memberikan perhatian utama atas berkurangnya pengaruh Alkitab dan pengajarannya di kalangan yang menurut kami masih dapat diperbaiki. Ketika pertama kali diluncurkan pada tahun 1988, buku ini mendapat sambutan dan harapan yang tinggi. Kami masih ingat betapa tingginya antusiasme yang memenuhi lokakarya yang kami selenggarakan dalam pertemuan-pertemuan kaum profesional dan di gereja-gereja. Saat itu, terasa masa keemasan dari studi Alkitab sudah dekat.

(5)

Sebagai juru bicara dari pendekatan yang kami kembangkan ini, kami sama sekali tidak meragukan kebenaran yang kami ajarkan, namun kami tidak berani berasumsi bahwa para pembaca dan orang-orang yang menerima pengajaran kami lewat pendekatan ini akan segera berkomitmen untuk mempelajari Alkitab, apakah dalam bentuk studi-studi induktif atau dalam kelas-kelas formal. Dua puluh lima tahun yang lalu, kami menulis buku ini sebagai sebuah usaha untuk memberikan daya tambahan atas sebuah gerakan yang sedang bergulir; hari ini kami menulis dengan tujuan untuk membangkitkan kembali semangat untuk mempraktikkannya.

Memudarnya Alkitab dalam Gereja Injili

Seorang mantan profesor teologi di Yale University, George Lindbeck menulis sebuah esai yang menggambarkan lemahnya penghargaan kepada Alkitab dalam gereja masa kini. Lindbeck memaparkan lukisan deskriptif tentang bagaimana, selama lima belas abad, kekristenan hidup dalam sebuah alam intelektual dan khayalan yang diciptakan oleh Alkitab. “Dulu, kitab di atas segala kitab adalah Alkitab,” tulis Lindbeck, “Kisah-kisah, gambar-gambar, pola-pola konseptual, dan istilah-istilah dari Alkitab memengaruhi kebudayaan dalam segala tingkatan,” bahkan di antara kaum non-Kristen dan mereka yang bukan pengunjung gereja.1

Namun, gambaran Lindbeck tentang pengaruh kehadiran Alkitab yang dipaparkan tadi justru muncul dalam esai yang dimaksudkan untuk mendiskusikan iliterasi Alkitab yang terjadi dalam dunia modern. Lindbeck sebenarnya menyimpulkan pandangannya dengan mengklaim bahwa “bahkan mereka yang datang dari keluarga tidak beragama saat ia pertama kali datang ke Yale lebih mengenal isi Alkitab dibandingkan kebanyakan dari mereka yang saat ini berasal dari keluarga yang pergi ke gereja.”2

Kita seharusnya tidak kaget dengan pernyataan tersebut. Gereja injili yang menyampaikan khotbah eksposisi teks Alkitab jumlahnya sangat sedikit. Hanya sekitar dua dekade yang lalu, kebanyakan anak muda yang bertumbuh dalam gereja Injili akan mengidentifi kasikan kelompok kecil, studi Alkitab secara induktif sebagai unsur utama dari pengalaman kehidupan masa SMA mereka. Saat ini, hanya segelintir anak muda Kristen

(6)

Perubahaan Perspektif Studi Alkitab

yang menyatakan hal tersebut; sumber utama pengalaman bergereja kaum muda masa kini berasal dari seorang pengkhotbah kharismatik yang terus bergerak di mimbar sambil membawa mikrofon atau (kemungkinan lebih besar) dari seorang pemimpin ibadah atau pemain musik yang didukung dengan sistem audio yang canggih.

Kurangnya Model bagi Studi Alkitab

Ketika kontak dengan Alkitab terjadi penurunan, jemaat awam sebenarnya masih memiliki model tentang bagaimana mempelajari Alkitab. Model terbaik tentang bagaimana mempelajari Alkitab secara induktif dapat diperoleh melalui khotbah yang disampaikan melalui mimbar di hari Minggu. Hal ini adalah benar karena kebanyakan anggota jemaat mem- pelajari dan mengartikan Alkitab sesuai dengan cara Alkitab diajarkan dan dipelajari melalui mimbar. Khotbah ekspositori dapat menjadi sebuah model yang baik, namun sayangnya, kebanyakan pengkhotbah sudah meninggalkan eksposisi Alkitab sebagai model dasar khotbah mereka.

Juga sedang terjadi feminisasi atas studi Alkitab dalam seperempat abad terakhir. Hal ini digambarkan dengan baik melalui sebuah pernyataan yang disampaikan dalam sebuah retret kaum pria oleh seorang pemimpin yang istrinya adalah direktur pelayanan kaum wanita di sebuah gereja injili yang besar: “Saya menyadari kalian kaum pria tidak memahami Alkitab sebaik istri kalian.” Pernyataan tersebut disampaikan untuk menunjukkan fakta, bukan sebagai sebuah tantangan bagi kaum pria untuk meningkatkan kualitas interaksi mereka dengan Alkitab. Pandangan stereotip seperti ini menimbulkan tiga dampak negatif. Pertama, menurunkan standar tuntutan yang kita harapkan dari kaum pria dalam kaitan dengan studi Alkitab. Kita yakin, tidak patut memberikan tuntutan yang lebih rendah kepada satu kelompok jender dibandingkan dengan jender lainnya. Kedua, pandangan stereotip jender seperti itu menciptakan pandangan yang salah bahwa studi Alkitab bagi kaum pria berbeda dengan studi Alkitab bagi kaum wanita, padahal sebenarnya metode studi Alkitab sama bagi semua jender dan kelompok usia dewasa.

(7)

Dampak negatif ketiga dari stereotip jender membutuhkan analisis yang lebih rinci. Di sejumlah gereja injili, kaum wanita merupakan kelompok jemaat yang paling aktif dalam menjalankan program studi Alkitab atau pelayanan kelompok kecil. Bahwa kaum wanita telah mencapai keberhasilan seperti itu patut dibanggakan. Namun, keberhasilan tersebut tidak serta-merta menyingkirkan pentingnya penerapan metode-metode studi Alkitab yang benar. Sejak kami memulai usaha untuk mengajarkan metode-metode studi Alkitab dan menuangkan semua ide kami dalam bentuk tulisan yang diterbitkan, penekanan utama kami adalah pentingnya para pengajar memahami prinsip-prinsip studi Alkitab secara induktif —metode-metode yang mengubah analisis atas teks Alkitab menjadi serangkaian pertanyaan yang menuntun sekelompok pelajar untuk menemukan nuansa-nuansa makna yang terkandung dalam teks tersebut. Tersulut oleh keberhasilan mereka, sejumlah besar program kaum wanita telah diganti menjadi pendekatan topikal atau pendekatan yang berbasis-pengalaman dalam studi Alkitab. Saling berbagi kisah pribadi dan saling mendukung secara emosional telah menggantikan penyelidikan yang teliti atas teks Alkitab sebagai unsur utama dari kegiatan studi Alkitab mereka. Kebanyakan gereja Injili mengambil langkah yang tepat dengan tidak menerapkan pendekatan seperti itu bagi jemaat umum. Sebagai profesor dari sekolah tinggi, kami bertemu dengan banyak mahasiswi yang telah menghasilkan karya-karya studi yang brilian. Namun, bergesernya isi kegiatan kaum wanita dari studi Alkitab menjadi saling berbagi pengalaman pribadi dalam kelompok kecil ternyata disalahtafsirkan bahwa kemampuan intelektual kaum wanita lebih rendah atau bahwa mereka lebih tertarik untuk mendiskusikan kehidupan mereka daripada menggali isi Alkitab. Sesuai dengan standar kami, sumber-sumber studi Alkitab seharusnya menuntun para pelajar mempelajari sebuah teks Alkitab, menikmati keindahannya, memahami isi beritanya, dan menghidupi pengajarannya.

Terkait dengan fenomena di atas, beberapa tahun belakang telah dimunculkan sebuah penemuan ulang atas lectio divina sebagai sebuah metode studi Alkitab. Metode ini sebagian besar terpengaruh oleh Konsili Vatikan II dan keinginan dari Gereja Katolik-Roma agar jemaat awam lebih banyak membaca Alkitab. Meskipun salah satu dari kami pernah

(8)

Perubahaan Perspektif Studi Alkitab

menulis tentang lectio divina dan pendukung kuat atas penggunaan metode ini dengan cara yang tepat, namun perlu dipahami bahwa metode ini lahir dalam sebuah konteks yang sangat khas dan bukan sebuah metode yang dapat begitu saja dicabut keluar dari konteksnya dan diterapkan di sembarang tempat.3 Ini adalah sebuah metode studi Alkitab secara

devosional yang berkembang dalam biara-biara Barat di mana para biara- wan dan biarawati memanjatkan doa dengan melantunkan seluruh Kitab Mazmur setiap minggu dan menjalankan kehidupan dengan tunduk kepada kredo ekumenikal gereja. Di masa sekarang, metode ini sering diterapkan sebagai metode pembacaan devosional di bawah “terang studi Alkitab.” Sebenarnya, metode ini tidak boleh dijadikan pengganti studi Alkitab. Sebaliknya, ini merupakan sebuah metode doa kontemplatif yang melengkapi hasil studi Alkitab yang mendalam.

Sebagai tambahan atas perlunya memahami prinsip-prinsip studi Alkitab secara induktif, pendekatan kami juga menekankan sebuah analisis kesusastraan atas teks Alkitab. Suatu teks sastra—seperti sebuah kisah, puisi, atau surat—harus dipelajari berdasarkan jenis tulisannya. Mustahil menghidupkan kembali sebuah cerita dalam Alkitab tanpa berinteraksi dengan para tokoh, situasi kondisi, dan alur ceritanya. Sebuah puisi tidak mungkin dihayati secara mendalam jika gambaran-gambaran dan gaya bahasa yang dipakai di dalamnya tidak dijelaskan. Tidak mengherankan jika kebanyakan materi studi Alkitab yang tersedia tidak mampu mengantar para pelajar ke dalam teks Alkitab yang dipelajari: Materi-materi tersebut tidak menyediakan analisis kesusasteraan yang memadai.

Godaan dari Daya Tarik Teknologi

Saat pertama kali menulis buku ini, kami tidak mampu membayangkan betapa luasnya sumber-sumber studi Alkitab yang tersedia di masa depan. Kabar baiknya adalah bahwa berbagai peta, gambar, dan video ilustrasi dapat diperoleh dengan satu klik saja. Cukup lama kami berdua memakai proyektor ketika mengajar di kelas untuk menampilkan gambar-gambar tertentu guna membantu menghidupkan cerita-cerita dalam imajinasi para pelajar serta mengilustrasikan kiasan-kiasan yang terdapat dalam puisi yang

(9)

tercatat di Alkitab. Kami menyambut baik ketersediaan gambar-gambar berkualitas tinggi dan mudah diperoleh sekarang. Piranti lunak Alkitab menyediakan sejumlah besar sumber siap pakai yang dapat dimanfaatkan oleh pengajar Alkitab dari kalangan jemaat awam.

Namun demikian, memiliki akses komputer saja atas sejumlah sumber pengajaran tidak menjamin kita mendapatkan bahan yang efektif. Sebagai contoh, ketersediaan berbagai macam versi terjemahan Alkitab dalam komputer justru telah mendorong praktik pencomotan dan pemilihan versi terjemahan menurut selera pribadi. Seorang pelayan kaum muda umumnya akan memakai empat atau lima versi terjemahan yang berbeda dalam presentasi PowerPoint yang disiapkan, terjemahan yang dipilih adalah versi yang mengandung kata-kata yang ia butuhkan untuk mendukung pemaparannya. Ini merupakan bentuk usaha memelintir Kitab Suci dengan memanfaatkan bantuan komputer. Contoh pengaruh negatif lainnya adalah sejumlah buku tafsiran yang kualitasnya tidak memadai, namun bisa menjadi sumber yang populer karena dilampirkan sebagai hadiah gratis bersama piranti-piranti lunak yang beredar luas.

Salah seorang dari kami termasuk dalam kelompok pertama yang memanfaatkan program PowerPoint dan hingga kini masih tetap meng-gunakannya dengan setia, namun ia juga menjadi orang pertama yang mengakui bahwa selama ini tidak ada riset yang terencana untuk mening- katkan manfaat-manfaat dari program ini bagi dunia pendidikan. Secara umum, kami merasa bahwa diperkenalkannya PowerPoint ke dalam gereja memberikan efek yang kurang baik. Kami percaya bahwa seseorang harus bersikap aktif ketika belajar. Para pelajar perlu bergumul dengan materi pelajaran, merumuskan pandangan mereka sendiri, menguji pemahaman mereka dengan menyajikannya di depan kelas, dan secara umum dilibatkan dalam semua proses pembelajaran. Tanpa disadari, pemakaian PowerPoint dalam pengajaran sering menghalangi semangat pembelajaran di dalam kelas. Ia menciptakan sebuah komunikasi satu arah dan dapat memaksa pengajar untuk terikat pada urutan presentasi tanpa perlu banyak berpikir sehingga meniadakan kesempatan interaksi-interaksi spontan yang meru- pakan tanda dari sebuah pengajaran yang baik. Apa yang kelihatannya merupakan perangkat yang sangat baik untuk menampilkan peta, gambar,

(10)

Perubahaan Perspektif Studi Alkitab

dan potongan video, sebaliknya justru sering kali tidak mampu mengangkat suasana dalam kelas. Kami berdua sering menyaksikan pengajaran yang hanya sekadar menayangkan presentasi dari serangkaian materi di layar

LCD. Pengajaran yang baik—yang mengandung daya tarik artistik dan

estetik—tidak mungkin lahir dari model presentasi seperti itu.

Mengapa Dunia Keilmuan Alkitab Tidak Memberikan Sumbangsih kepada Studi Alkitab

Kami selalu mendukung usaha studi Alkitab melalui pendekatan-pende- katan yang teliti dan serius sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli Alkitab. Namun demikian, kami juga mengafi rmasi keyakinan Reformasi atas kejelasan makna dari Kitab Suci. Hal ini termaktub dalam pernyataan

Westminster Confession bahwa “hal-hal terkait yang perlu diketahui,

dipercaya, dan ditaati untuk memperoleh keselamatan, telah begitu jelas dikemukakan, dan disingkapkan dalam banyak bagian di Kitab Suci, sehingga tidak hanya kaum terpelajar, namun kaum tidak terpelajar pun, melalui perangkat pembelajaran yang umum, dapat mencapai pemahaman yang memadai atasnya” (1.VII). Doktrin ini menjadikan Alkitab sebagai kitab yang terbuka dan mendorong orang-orang percaya dari generasi ke generasi membaca Alkitab di rumah masing-masing dan menerapkan praktik-praktik meditasi yang berorientasi Alkitab serta melafalkan Kitab Suci sebagai doa mereka.

Data tentang konteks dari suatu teks Alkitab yang disajikan oleh dunia keilmuan Alkitab sebenarnya dapat berfungsi sebagai sumber informasi. Masalahnya, dunia keilmuan Alkitab sering kali diperlakukan sebagai peng- ganti bagi teks Alkitab itu sendiri. Kadang-kadang, para anggota kelompok studi yang paling banyak mempelajari Alkitab kelihatannya lebih percaya dan tertarik untuk membaca catatan-catatan studi daripada teks Alkitab itu sendiri. Kita perlu menciptakan kesimbangan atas hal ini. Kita perlu memberikan tempat yang layak bagi dunia keilmuan dalam memahami Alkitab, namun di saat yang sama kita juga perlu menegaskan bahwa berita utama dan pengajaran moral dari Alkitab sudah begitu jelas sehingga orang-orang biasa dapat menemukannya sendiri. Kami telah menemukan bahwa pada hakikatnya, di dalam setiap teks Alkitab itu sendiri sudah terkandung

(11)

data yang cukup untuk mengungkapkan sebagian besar makna dari teks tersebut.

Banyak pemimpin kelompok studi Alkitab secara alamiah akan lang- sung merujuk pada buku-buku tafsiran Alkitab ketika mempersiapkan diri sebelum memimpin atau mengajar kelompok studi Alkitab. Pada dasarnya, ini bukanlah langkah yang baik. Buku-buku tafsiran ditulis dalam format yang terlalu rinci, mengandung sejumlah besar informasi yang detail sehingga belum dapat membentuk gambaran yang utuh. Tafsiran Alkitab adalah buku referensi yang tidak memiliki metodologi yang dapat menuntun pembaca mempelajari sebuah teks Alkitab secara sistematis dan selanjutnya dikemas menjadi sebuah studi Alkitab yang bersifat induktif atau terarah.

Sejumlah perangkat studi Alkitab telah dihadirkan dalam beberapa tahun terakhir. Buku Th e Life Application Bible merupakan sebuah produk

yang unik yang menyertakan peta-peta dan grafi k-grafi k yang menampilkan informasi yang berkaitan dengan situasi kondisi dan konteks. Para editor memiliki insting kesusasteraan yang baik sehingga mampu menampilkan penuntun untuk menghidupi teks yang ada dalam dunia nyata. Dengan cara yang sama, serial the NIV Application Commentary juga menampilkan hasil penyelidikan keilmuan yang teliti dan mudah diakses serta sebuah model yang menghargai bentuk kesusasteraan dari suatu teks dalam analisisnya.

Buku-buku tafsiran Alkitab tidak dapat dipakai sebagai model untuk studi Alkitab yang berhasil karena alasan yang terkait dengan kecen- derungan-kecenderungan yang muncul dalam dunia keilmuan Alkitab akhir-akhir ini. Seperempat abad yang lalu, metode penafsiran berdasarkan bentuk kesusasteraan suatu teks kelihatannya cukup berkembang dan menjanjikan. Namun sayangnya, apa yang diharapkan tidak terjadi karena minimal tiga alasan berikut.

Pertama, adanya daya tarik yang tak terbendung dari usaha untuk merangkum keberagaman tema dalam Alkitab menjadi satu paradigma utama Alkitab. Paradigma tersebut dikenal dengan istilah yang beragam seperti sejarah keselamatan atau sejarah penebusan. Bahwa Alkitab mengan- dung sebuah benang merah atau tema utama adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal, namun masalah muncul karena adanya kecenderungan

(12)

Perubahaan Perspektif Studi Alkitab

untuk mempersempit makna dari hampir setiap bagian Alkitab menjadi bagian dari kisah penebusan yang menjadi tema utama tersebut. Studi Alkitab induktif dan terarah bertujuan menemukan dan mengembangkan unsur-unsur yang khas dari setiap bagian tulisan. Studi seperti ini tidak mungkin dilakukan jika setiap bagian tulisan Alkitab direduksi menjadi sebuah berita tunggal yang sudah ditentukan sebelumnya.

Kedua, dunia keilmuan Alkitab lebih mementingkan konteks daripada teks Alkitab itu sendiri. Konteks mencakup informasi sejarah yang diperoleh dari sumber-sumber di luar Alkitab dan informasi yang diperoleh ketika suatu teks ditempatkan di bawah terang teks-teks lainnya dalam Alkitab. Contohnya, pernyataan bahwa kita tidak mungkin secara memadai mema- hami pasal pertama Kitab Yunus tanpa mempelajari Kejadian 10:11-12 (untuk mendapatkan informasi tentang asal-usul kota Niniwe) dan 2 Raja-raja 14:23-27 (untuk informasi tentang Raja-raja yang atasnya Yunus bernubuat). Akibatnya, usaha untuk memfokuskan perhatian pada konteks telah meng- alihkan orang-orang dari teks itu sendiri dan membuat jemaat awam tidak yakin bahwa mereka dapat menafsirkan Alkitab bagi diri sendiri.

Ketiga, cara penafsiran Alkitab yang khas yang diterapkan kalangan ilmuwan Alkitab dan model pengkhotbah yang mereka hasilkan adalah mereduksi suatu teks Alkitab menjadi serangkaian rangkuman teologis. Dampak dari praktik ini adalah tersingkirnya berita yang terkandung dalam teks Alkitab oleh sesuatu yang lain, karena rangkuman teologis pada dasarnya dihasilkan melalui proses jalan pintas atas suatu teks. Yang diperoleh seseorang melalui pendekatan seperti ini adalah sekumpulan ide—informasi tentang Alkitab dan ide-ide teologis berdasarkan Alkitab, bukan sebuah penjumpamaan dan pergumulan pribadi dengan teks Alkitab itu sendiri.

Kami termasuk orang-orang yang sangat mendukung khotbah ekspo- sitori, namun hal itu tidak menjamin bahwa semua khotbah ekspositori adalah model yang benar untuk studi Alkitab. Satu hal yang pasti adalah bahwa khotbah ekspositori disusun oleh satu orang—sang pengkhotbah. Ketika diterapkan dalam studi Alkitab kelompok kecil, maka metode ini akan menciptakan pengajaran satu arah dari sang pengajar, bukan sebuah diskusi dan penemuan yang melibatkan seluruh anggota kelompok. Lima puluh

(13)

tahun yang lalu, Lois LeBar mengeluhkan bahwa kebanyakan pembinaan kaum dewasa di gereja hanya sedikit lebih baik daripada “khotbah yang payah yang disampaikan oleh jemaat awam,” dan penilaiannya tersebut masih relevan dengan kondisi masa kini.4

Teori Pendidikan

Edisi pertama buku ini diterbitkan di tengah puncak keyakinan yang menempatkan psikologi perkembangan sebagai fondasi bagi pendidikan Kristen. Penekanan akan pentingnya psikologi perkembangan membuka pintu bagi terciptanya sejumlah perspektif baru tentang pendidikan Kristen dan telah menjadi sebuah koreksi positif atas fondasi sebelumnya yang berorientasi pada perilaku (behaviorist). Namun demikian, dalam buku ini, kami menghindari fokus pada bagaimana mengajar berdasarkan kelompok usia yang menjadi ciri khas dari pendekatan-pendekatan yang berdasarkan teori perkembangan. Meskipun saat itu kami setuju—dan hingga kini tetap menyetujuinya—akan perlunya memberi sejumlah penuntun kepada kelompok-kelompok usia, namun kami yakin bahwa penekanan atas prinsip-prinsip umum yang kami ajarkan telah terbukti menjadi pendekatan yang lebih efektif.

Lagi pula, ketika kami menulis edisi pertama buku ini, banyak orang mengajarkan bahwa dunia pendidikan didominasi oleh dua kubu: Yang terpusat pada guru dan yang terpusat pada siswa. Kami tidak pernah setuju dengan dikotomi di atas, sebaliknya kami mendukung jenis pendidikan yang memberikan penekanan pada proses pembelajaran itu sendiri, sebuah pendekatan yang kami ajarkan selama ini. Meskipun kami menghargai keahlian dari seorang guru yang terdidik dan yang telah siap untuk mendorong keterlibatan murid-muridnya, namun pada akhirnya kami akan menilai kesuksesannya berdasarkan kualitas dari proses pembelajaran yang terjadi. Untuk mencapai tujuan tersebut, kami selalu menyiapkan strategi-strategi yang berisi instruksi untuk meningkatkan keterlibatan para siswa secara aktif, termasuk tugas-tugas di luar kelas bagi para siswa, praktik-praktik pengajaran yang akitf, seperti diskusi dan teks analisis.

(14)

Perubahaan Perspektif Studi Alkitab

Masalah-masalah yang Bersumber dari Alkitab Terjemahan Bahasa Inggris

Seperempat abad yang lalu, kami cenderung tidak menganggap bahwa isu-isu yang berkatian dengan penerjemahan Alkitab merupakan sebuah faktor yang penting dalam studi Alkitab. Kini, kami memiliki alasan untuk meyakini bahwa kondisi dari Alkitab hasil terjemahan memainkan peran yang penting dalam masalah-masalah yang kami ungkapkan di bab pembukaan ini.

Sebelum kita membahas pertanyaan yang berkaitan dengan fi losofi penerjemahan, kita perlu mengevaluasi kerugian yang kita alami jika kita tidak memiliki terjemahan Alkitab yang umum. Mulai abad XVII dan berlanjut hingga seperempat terakhir abad XX, ketika bangsa yang berbahasa Inggris menyebut “Alkitab,” yang mereka maksudkan adalah Alkitab King James Version tahun 1611. Ini adalah terjemahan Alkitab yang diterima umum, dan ketika orang-orang berkumpul untuk belajar Alkitab, mereka menganalisis teks yang sama. Alkitab yang ada di tangan mereka memiliki otoritas yang membuat orang-orang tunduk padanya. Biasanya, tidak ada isu tafsiran atau terjemahan yang mengganggu diskusi mereka.

Semua kondisi tersebut berubah seiring dengan bertambahnya versi-versi terjemahan Alkitab yang baru mulai tahun 1970-an. Ketiadaan terjemahan Alkitab yang diterima umum menciptakan berbagai dampak dalam studi Alkitab, termasuk tambahan waktu bagi para anggota kelom- pok untuk mengungkapkan apa yang dikatakan Alkitab versinya dan usaha untuk menyatukan berbagai perbedaan terjemahan yang muncul, ditambah lagi dengan ketidakyakinan terhadap apa yang sebenarnya dikatakan Alkitab. Dampak yang paling merugikan dari bertambahnya versi-versi Alkitab terjemahan adalah terciptanya dan berkembangnya keraguan atas kemampuan diri sendiri untuk memahami apa yang Alkitab katakan. Sebenarnya, penyebaran berbagai versi Alkitab terjemahan telah memperlemah motivasi orang-orang untuk menemukan apa yang diajar- kan Alkitab karena di mata jemaat awam, mustahil bagi mereka untuk menemukan makna tersebut. Sikap yang terbentuk dapat dibaca melalui pertanyaan, siapa yang memutuskan terjemahan mana yang paling benar?

(15)

Dari pertanyaan tersebut kita dapat dengan gampang menyimpulkan maknanya, siapa yang peduli dengan apa yang sebenarnya dikatakan Alkitab?

Lagi pula, kita perlu memerhatikan cara yang olehnya terjemahan-terjemahan dinamis ekuivalen mengubah apa yang ditulis para penulis Alkitab. Yang kami maksudkan dengan “terjemahan dinamis ekuivalen” adalah terjemahan yang memakai bahasa yang lebih alamiah dan gampang dipahami tanpa secara ketat mengikuti struktur tata bahasa dari teks asli Alkitab. Dalam prosesnya, umumnya terjemahan dinamis ekuivalen mela- kukan tiga hal berikut:

1. Menghapus materi yang terdapat dalam teks Alkitab. Sebagai contoh, dalam menggambarkan gaya hidup seorang yang saleh, Mazmur 1:1 menggunakan metafora tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, namun terjemahan dinamis ekuivalen menghilangkan metafora berjalan dan menggantikannya dengan terjemahan bebas seperti “menolak nasihat orang jahat” atau “tidak mendengarkan orang fasik.”

2. Menambahkan sesuatu ke dalam teks Alkitab. Dalam Mazmur 34:6a berkata bahwa “mereka yang memandang-Nya, akan berseri-seri,” namun terjemahan dinamis ekuivalen menambahkan komentar dengan terjemahan yang berbunyi “yang tertindas memandang kepada-Nya dan bersukacita,” atau “mereka yang memandang kepada-Nya untuk memohon pertolongan akan menjadi berseri-seri penuh sukacita.” (cetak miring ditambahkan untuk menunjukkan editorialisasi telah dilakukan).

3. Mengganti apa yang tercantum dalam teks Alkitab, atau mengganti- nya dengan istilah lain. Dalam Yakobus 1:18, memanggil orang percaya sebagai “anak sulung,” namun terjemahan dinamis ekuivalen mengganti gambaran anak sulung dengan istilah-istilah pengganti sebagai “kepemilikan yang paling berharga” atau “orang-orang isti- mewa” atau “paling penting.”

(16)

Perubahaan Perspektif Studi Alkitab

Penghapusan, penambahan, penggantian—semua kegiatan tersebut menghasilkan sebuah Alkitab yang berbeda. Apakah studi atas sebuah teks yang berbeda dari apa yang ditulis oleh para penulis Alkitab dapat diperhitungkan sebagai studi Alkitab? Hanya dalam pengertian yang sangat kabur. Apa yang dilakukan tersebut lebih sering merupakan studi atas sesuatu yang bukan Alkitab.

Dua aspek masalah lain perlu dibahas secara khusus di sini. Yang pertama, jika terjemahan literal secara esensial mempertahankan gambaran-gambaran konkret yang tercatat dalam Alkitab, terjemahan dinamis ekui- valen justru sering menawarkan penjelasan-penjelasan pengganti untuk menggantikan gambaran konkret yang tertulis dalam kitab puisi Alkitab. Pada Mazmur 16:6, penyair memperbandingkan kebaikan Allah kepadanya dengan pembagian tanah ketika bangsa Israel masuk ke Tanah Perjanjian: “Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai.” Terjemahan dinamis ekuivalen mengubah gambaran konkret tentang penerimaan bagian tanah warisan menjadi sebuah penjelasan pengganti: “Engkau menjadi- kan hidupku berbahagia,” atau “betapa menakjubkannya pemberian-Mu kepadaku,/betapa baiknya semua itu.” Karena suatu puisi berisi gambaran konkret, maka penggantian gambaran tersebut dengan penjelasan peng- ganti membuat usaha untuk memahami makna puisi Alkitab menjadi mustahil.

Sebagai sarana dari keinginan yang kuat untuk menguraikan isi Alkitab dengan bahasa yang mudah dipahami (terbukti dari semua terjemahan yang tercatat di paragraf-paragraf di atas), terjemahan dinamis ekuivalen sering menyederhanakan kemajemukan makna menjadi makna tunggal, sehingga menghilangkan makna jamak yang secara murni tercatat di dalam teks Alkitab sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan oleh penulis Alkitab. Dalam Mazmur 91:1 mencatat sebuah metafora tentang seseorang “yang duduk dalam lindungan Yang Mahatinggi.” Gambaran tentang duduk dalam lindungan menghasilkan makna majemuk. Terjemahan satu dimensi mempersempit makna-makna tersebut menjadi makna tunggal: “Di bawah perlindungan dari” atau “barangsiapa yang datang kepada Allah untuk keselamatan.” Semua studi Alkitab yang baik, khususnya studi Alkitab secara induktif, berusaha sekuat tenaga untuk menggali segala sesuatu

(17)

yang terdapat dalam suatu teks Alkitab. Istilah teknisnya adalah “potensi eksegetikal penuh dari suatu teks.” Terjemahan-terjemahan literal secara esensial mempertahankan potensi eksegetikal penuh tersebut, sementara terjemahan-terjemahan dinamis ekuivalen menghilangkannya sehingga menghasilkan Alkitab yang bersifat satu dimensi menggantikan Alkitab asli yang bersifat multidimensi.

Studi Alkitab Tetap Dapat Berkembang

Semua yang kami sampaikan di atas sama sekali tidak boleh ditafsirkan dengan makna bahwa era dari studi Alkitab yang baik telah berakhir. Sebaliknya, studi Alkitab tetap dapat berkembang secara penuh sebagai- mana pernah mencapai masa kejayaan di era mana pun dalam sejarah. Kecenderungan-kecenderungan yang kami gambarkan di atas memang menciptakan kesulitan tersendiri untuk melegitimasi studi Alkitab yang baik dan benar, namun metode-metode yang diterapkan dalam usaha ini tetap sama seperti yang diterapkan dua puluh lima tahun yang lalu. Kami tetap optimis.

(18)

Referensi

Dokumen terkait

Informasi tentang pengaruh tingkat penggunaan limbah mie dalam pakan ayam pedaging pernah dilakukan di Universitas Padjajaran, disimpulkan bahwa penggunaan limbah mie

Dari Grafik no 3 s.d 8 dapat dilihat bahwa trend untuk kurva breakthrough adalah : untuk laju alir umpan dan konsentrasi umpan yang sama, semakin lama kca akan mengecil, jadi

Communication Objective Dari riset penyelenggara pasca event yang dilakukan melalui 60 responden yang mengetahui Klub sepatu roda kota Semarang, sebanyak 43, yang berminat gabung

Nariyan pa ang halimbawang ipinamalas ng mga Kastila: pag-iwas sa pagpaparumi ng kamay sa paggawa, pagkuha ng maraming utusan sa bahay, na para bang alangan sa kanilang kalagayan ang

Hipertermi adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) terhadap in*eksi atau =at asing yang masuk ke dalam tubuhnya.. 5ila ada in*eksi atau =at asing masuk ke tubuh

Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual ,prosedural, dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan

Skripsi ini berjudul “Analisis Struktur Musik Kompang Dalam Upacara Mengantar Pengantin Di Sungai Guntung, Kecamatan Kateman, Riau”.. Di Sungai Guntung kompang mempunyai

Telah dikemukakan bahwa teori atribusi untuk mengembangkan penjelasan dari cara-cara kita menilai orang secara berlainan, bergantung pada makna apa yang kita hubungkan kesuatu