1. Pendahuluan
Program CEG’s merupakan salah satu bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat, seperti yang terdapat di Plered, Purwakarta. Program ini merupakan bentuk program yang dilaksanakan atas kerjasama antara pihak Dosen Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia, yaitu Dr. Ir. Adi Surjosatyo, M.Eng dengan pihak Dikti. Salah satu terobosan teknologi yang dapat membantu para produsen keramik tersebut adalah dengan menggunakan sistim gasifikasi sekam padi yang nantinya dipadu dengan sistim tungku semi continuous. Proses teknologi untuk menghasilkan energi dari sekam padi disebut proses Gasifikasi. Proses gasifikasi adalah suatu proses thermokimia yang mengkonversikan bahan biomassa padat menjadi gas mampu bakar. Gas mampu bakar ini dapat dipergunakan untuk bahan bakar mesin pembakaran dalam dan luar, pemanas, pembangkit energi listrik dan lainnya. Hasil dari gasifikasi adalah producer gas serta unsur pengotor seperti tar dan ash. Dengan menggunakan Gas Burner, gas mampu bakar tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber panas dalam tungku bakar gerabah.
Produser gas adalah campuran antara gas tidak mampu bakar dan gas mampu bakar. Jumlah unsur – unsur dalam produser gas tergantung dari jenis biomassa dan kondisi operasionalnya. Produser gas mengandung gas yang dapat dipergunakan seperti
CO, H2, CH4, dan gas yang tidak mampu bakar seperti N2, CO2, serta tar dan ash.
Gasifikasi ini sebetulnya bukan merupakan suatu hal yang baru. Bahkan menurut sejarah, sejak kurang lebih 18 abad yang lalu, gasifikasi telah digunakan untuk memproduksi gas kota. Bukan waktu yang sebentar tentunya, namun untuk diIndonesia sendiri, teknologi ini sepertinya belum termanfaatkan dengan baik. Hal ini dikarenakan publikasi tentang gasifikasi sendiri yang masih kurang baik, pengoperasian yang masih cukup rumit, serta dimensinya yang rata-rata masih memakan lahan yang cukup besar.
2. Metodologi Penelitian
Proses gasifikasi dilakukan menggunakan sebuah gasifier tipe aliran kebawah (downdraft). Pengujian dilakukan di Laboratorium Gasifikasi Departemen Teknik Mesin Universitas Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut:
a) Persiapan pengujian, terdiri dari : a.1) Set-Up bahan bakar gasifikasi. a.2) Set-Up alat-alat pengukuran. b) Tahap pengujian, terdiri dari :
b.1) Persiapan awal pengujian. b.2) Proses pembakaran arang. b.3) Proses pembakaran bahan bakar. b.4) Proses memvariasikan laju aliran udara primer dan laju aliran air.
STUDI APLIKASI GASIFIKASI DI INDUSTRI KERAMIK DAN GERABAH :
STUDI POLA FLAME TERHADAP PERSENTASE CAMPURAN BAHAN
BAKAR SEKAM PADI DENGAN CANGKANG KELAPA PADA SISTEM
GASIFIKASI DOWNDRAFT
Sigit Prasetyo N
1,#1 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Kampus UI Depok – 16424, Depok, Jawa Barat, Indonesia. # sigit.mesin09@gmail.com / TEL : +62813 19322600
Industri gerabah plered sedang mengalami penurunan. Program Action Research merupakan
bentuk pengabdian UI kepada masyarakat. Dalam penelitian ini tempurung kelapa dengan campuran
sekam padi yang banyak ditemukan di Plered akan digunakan sebagai bahan bakar pada proses
gasifikasi dengan menggunakan Downdraft Gasifier. Bahan bakar tersebut kemudian dikonversi
menjadi gas mampu bakar melalui proses pembakaran. Variabel yang dibandingkan adalah nilai Air
Fuel Ratio (AFR) sehingga diperoleh pola flame yang kemudian akan digunakan sebagai sumber
energi untuk pengeringan dan pembakaran di Industri gerabah.
c) Tahap pengukuran, terdiri dari :
c.1) Pengukuran distribusi temperatur pada reaktor gasifier.
c.2) Pengukuran distribusi temperatur gas produser.
c.3) Pengukuran pembentukan flame.
3. Kondisi Pengujian
Pada pengujian ini beberapa kondisi yang telah diatur untuk mempermudah dalam proses pengambilan data dan pengujian
1. Jumlah bahan bakar setiap pengujian 2 kg.
2. Laju aliran udara primer 189.6 lpm, 131.4 lpm, dan 89.4 lpm.
3. Laju aliran udara sekunder 333,34 lpm, 471,72 lpm, dan 577,37 lpm.
4. Pengukuran distribusi temperatur gas produser dilakukan selama satu batcth untuk masing-masing variasi.
5. Variasi pertama pengujian : burner 20 lubang, 15 lubang, 10 lubang
6. Pengukuran distribusi temperatur gas pada reaktor
gasifier pada masing-masing variasi.
7. Pengambilan gambar flame yang terbentuk.
4. Hasil dan Pembahasan
Pada penelitian ini, untuk mendapatkan pola flame dari pencampuran bahan bakar 90% cangkang kelapa dan 10% sekam padi maka dilakukan dengan menvariasikan jumlah lubang udara dari gas burner dan suplai udara primer yang masuk ke instalasi gas burner. Dalam setiap percobaan bertujuan untuk memperoleh parameter performanceseperti : flowrate bahan bakar, flowrate gas producer, kualitas gas producer, dan Air Fuel Ratio (AFR).
4.1 Analisa Hasil Simulasi Pencampuran Gas dari Variasi Jumlah Lubang Gas Burner
Pada pengujian ini hal pertama yang dilakukan adalah melakukan perhitungan untuk memperoleh nilai flowrategas producer dan juga melakukan pengukuran flowrate dari udara yang masuk melalui lubang inlet.
Gambar 4.1. Pengujian ANSYS untuk burner 20
Lubang
Pada pengujian dengan menggunakan
software ANSYS, didapatkan bahwa gas burner
dengan 20 lubang memiliki pencampuran bahan
bakar yang lebih baik.Hal ini disebabkan oleh luas
penampang inlet udara lebih banyak sehingga
terjadi perubahan tekanan tiba-tiba pada aliran
tersebut.Perubahan tekanan secara tiba-tiba tersebut
mengakibatkan terjadinya turbulensi sehingga gas
producer dan bahan bakar tercampur secara
merata.Setelah dilakukan ignition maka gas burner
20 lubang menghasilkan flame yang lebih stabil,
merata dan memiliki nilai Transfer Heat Rate yang
tinggi.
Gambar 4.2. Pengujian ANSYS untuk burner 15
Lubang
Pada gas burner dengan 15 lubang,
pencampuran udara dan bahan bakar masih belum
tercampur merata.Perubahan tekanan yang terjadi
masih belum cukup untuk menghasilkan turbulensi
yang mampu mencampurkan gas producer dan
udara.Sehingga pada saat ignition, flameagak sulit
terbentuk. Namun setelah flame terbentuk maka
akan cukup stabil.
Gambar 4.3. Pengujian ANSYS untuk burner 10
Lubang
Pada gas burner dengan 10 lubang, pencampuran udara dan bahan bakar tidak tercampur merata.Perubahan tekanan yang terjadi tidak cukup untuk meratakan pencampuran tersebut.Turbulensi terjadi pada bagian luar
gas producer dan hanya sedikit yang mencapai bagian
pusat dari gas producer tersebut.Selain itu pada saat
ignition, flame sulit untuk terbentuk.
4.2 Hasil dan Analisa Temperatur Flame Rata-Rata pada Laju Aliran Udara Primer 333,34 lpm
Suplai udara primer yang masuk ke dalam burner sangat berpengaruh terhadap temperatur flame rata-rata. Terlihat pada grafik bahwa temperatur flame rata-rata tertinggi terdapat pada burner 20 lubang. Hal ini dikarenakan pencampuran udara dan bahan bakar tercampur dengan merata. Berbeda dengan burner 15 dan 10 lubang yang pencampurannya kurang merata dikarenakan jumlah suplai bahan bakarnya sedikit lebih banyak sehingga flame tidak terbentuk.
Temperatur flame yang semakin meningkat disebabkan oleh meningkatnya kandungan oksigen dan nitrogen dalam reaksi pembakaran sehingga dapat memperbesar probabilitas oksigen untuk bereaki dengan bahan bakar. Dengan adanya excess air juga dapat meningkatkan turbulensi dari pencampuran bahan bakar dan udara sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran. Berikut adalah grafik temperatur flame rata-rata terkait hubungannya dengan nilai AFR:
Temperatur api yang tertinggi diperoleh pada air fuel ratio 2,78 dengan nilai 435 ⁰C dan yang terendah ada pada air fuel ratio sebesar 1,39 dengan nilai temperatur 73⁰C. Grafik ini mengindikasikan bahwa semakin besar air fuel ratio yang masuk ke burner akan berpengaruh terhadap peningkatan temperature flame rata-rata. Namun temperatur dari flame masih belum konstan dikarenakan pengaruh angin. Angin sekitar sangat berpengaruh terhadap pembentukan flame. Disaat penyalaan awal dimana flame masih belum stabil, tekanan dari angin sekitar mengganggu aliran udara yang masuk sehingga flame tidak terbentuk. Selain itu disaat saat flame telah stabil, heat yang dihasilkan oleh flame tidak langsung terukur oleh termokopel karena lidah api tertiup oleh angin. Jadi angin juga merupakan faktor yang harus diperhitungkan saat pengujian.
Dari grafik juga dapat terlihat bahwa pada menit ke 7 mengalami penurunan temperatur dikarenakan flame tersebut tiba-tiba mati. Karena gas produsernya masih ada yang belum terbentuk dan berada dalam reaktor. Jadi diperlukan suatu pengadukan kembali sehingga flame dapat terbentuk kembali.
4.3 Hasil dan Analisa Temperatur Flame Rata-Rata pada Laju Aliran Udara Primer 471,47 lpm
Terlihat pada grafik bahwa temperatur rata-rata flame tertinggi terdapat pada burner 15 lubang. Hal ini dikarenakan pencampuran udara dan bahan bakar tercampur dengan merata. Sedangkan untuk burner 20 lubang, udara yang masuk lebih banyak sehingga pencampuran bahan bakar dan udara menjadi kurang merata. Selain itu dengan semakin tingginya nilai aliran suplai udara primer maka bahan bakar pun menjadi cepat habis.
Temperatur api yang tertinggi diperoleh pada air fuel ratio 1,7 dengan nilai 358 ⁰C dan yang terendah ada pada air fuel ratio sebesar 1,14 dengan nilai temperatur 120⁰C. Temperature flame rata-rata pada burner 15 lubang memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi yaitu 321,43oC. hal tersebut dikarenakan nilai mass flowrate tersebut sangat cocok dengan udara yang masuk dari inlet lubang 15. Saat mass flowratenya naik atau turun, pencampuran tidak merata sehingga Flame tidak stabil.
4.4 Hasil dan Analisa Temperatur Flame Rata-Rata pada Laju Aliran Udara Primer 577,37 lpm
Dari grafik dapat diindikasikan bahwa temperatur flame rata-rata tertinggi terdapat pada gas burner 10 lubang. Hal ini dikarenakan pencampuran udara dan bahan bakar tercampur dari gas burner ini paling merata. Disamping itu, burner dengan 20 dan 15 lubang memiliki pencampuran udara dan bahan bakar yang kurang merata dikarenakan jumlah suplai bahan bakarnya sedikit lebih banyak sehingga flame tidak terbentuk. Selain itu dengan semakin tingginya nilai aliran suplai udara primer maka bahan bakar pun menjadi cepat habis.
Temperatur api yang tertinggi diperoleh pada air fuel ratio 0,8 dengan nilai 257 ⁰C dan yang terendah ada pada
air fuel ratio sebesar 1,39 dengan nilai temperatur 106⁰C. Hal tersebut dikarenakan nilai mass flowrate tersebut sangat cocok dengan udara yang masuk dari inlet lubang 15. Saat mass flowratenya naik atau turun, pencampuran tidak merata sehingga Flame tidak stabil.
Setelah beberapa kali melakukan pengujian api yang dihasilkan pada gasifikasi biomassa ini mempunyai panjang api yang relatif lebih panjang dibandingkan dengan panjang api hasil gasifikasi batubara. Kesimpulan dari grafik dapat disimpulkan bahwa temperatur api yang ada selama proses pembakaran akan meningkat dengan kenaikan dari air fuel ratio.
4.5 Hasil dan Analisa Pembentukan Flame
Visualisasi pada flame merupakan salah satu indikasi yang menunjukkan kualitas flame. Pada pengujian ini hanya dilihat bagaimana kualitas api dilihat dari bentuk & durasinya saja.
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai kondisi pembentukan flame selama pengujian berlangsung. Pengujian pertama dengan burner 20 lubang dan laju aliran udara primer 333,34 lpm.Kedua dengan burner 15 lubang dan laju aliran udara sekuner 471,42 lpm. Ketiga dengan burner 10 lubang dan laju aliran udara sekuner 577,37 lpm.
Bentuk kualitas api hasil pengujian dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah ini
5. Kesimpulan
Dari proses penelitian dan pengujian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Gas Burner yang terbaik adalah 20 lubang Nilai rata-rata temperatur flame untuk 20 lubang antara lain :
• Saat laju aliran udara sekunder 333,34 lpm = 375,56°C.
• Saat laju aliran udara sekunder 471,72 lpm = 279,25°C.
• Saat laju aliran udara sekunder 577,37 lpm = 188,87°C.
2. Nilai rata-rata temperatur flame untuk 20 lubang antara lain :
• Saat laju aliran udara sekunder 333,34 lpm = 267,87°C.
• Saat laju aliran udara sekunder 471,72 lpm = 321,43°C.
• Saat laju aliran udara sekunder 577,37 lpm = 176,00°C.
3. Nilai rata-rata temperatur flame untuk 20 lubang antara lain :
• Saat laju aliran udara sekunder 333,34 lpm = 106,00°C.
• Saat laju aliran udara sekunder 471,72 lpm = 167,25°C.
• Saat laju aliran udara sekunder 577,37 lpm = 230,12°C.
4. Angin cukup berpengaruh besar terhadap pembentukan flame
6. Referensi
Wahyudin.D. MAKALAH (Perkembangan Industri Keramik Plered 1945-2008), Kajian Sejarah dan Anthropologi Pers, Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan dan Keguruan Pasundan Cimahi. 2010.
Mang Raka. Perajin Keramik Plered Kesulitan Bahan Baku Berkualitas. Koran RADAR KERAWANG, 31 Oktober 2012.
Surjosatyo A, Ani FN. Development of Two - stage biomass combustion system on reduction the gas emission, Paper, Journal Teknologi (A) Universitas Teknologi Malaysia. 2002.
Borman, Gary L dan Ragland, Kenneth W. Combustion Engineering. McGraw-Hill Book Co-Singapore. 1998.
Yunus A cengel, Michael A. Boles. (1994) Thermodynamic an Engineering Approach.
McGraw-Hill.
Shrestha, Suresh Bhakta. Heat and Power Engineering, 2003
Mahendra, Aldin., Perancangan Kapasitas Sistem Gasifikasi Limbah Cat Sebagai Bahan Bakar Pengganti Pada Boiler Berbahan Bakar LPG. Universitas Indonesia. Depok. 2006, hal. 12
Lecfort, Malcolm D. Gasification / Two-Stage Combustion Of Sawmill Wood Waste And The Pending Ban On Beehive Burners By The BC Ministry Of Environtment. Vancouver, BC Canada. 1997.
Wang, Ying. ,Yoshikawa, Yonio.,”Performance Optimization of Two – Staged Gasification System for Woody Biomass”, International Journal Fuel Processing Tecnology, Elsevier, 2007, pp 243250. M.S Rao et all. Stoichiometric, mass, energy and exergy balance analysis of countercurrent fi xed-bed gasification of post-consumer residues. India, Elsavier (2003).
Rahmadin, Rizky. Heat Balance dan Efisiensi Continous Combustion Equipment Gasifikasi Biomassa (Tempurung Kelapa) menggunakan Fixed Bed Downdraft Gasifier. Universitas Indonesia. Depok. 2010, hal. 39.
Hutomo, Ashari. Pengaruh Variasi Rasio Udara-Bahan Bakar (Air Fuel Ratio) Terhadap Gasifikasi Biomassa Briket Sekam Padi Pada Reaktor Downdraft Sistem Batch. ITS. Surabaya. 2012, Hariyanto, Rudi. Studi Pembakaran Gas Bernilai Kalor Rendah sebagai Hasil gasifikasi Biomass dari Sebuah Non-Premixed Swirl Burner. Universitas Indonesia. Depok. 2005, hal 8.
H.Susanto., "Moving Bed Gasifier with Internal Recycle and Separate Combustion of Pyrolysis Gas," Ph.D. thesis (Institut Teknologi Bandung: Bandung, 1984)