• Tidak ada hasil yang ditemukan

GENERALISASI UNSUR TRANSPORTASI PADA PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1: MENJADI 1:50.000

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GENERALISASI UNSUR TRANSPORTASI PADA PETA RUPABUMI INDONESIA (RBI) SKALA 1: MENJADI 1:50.000"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

GENERALISASI UNSUR TRANSPORTASI PADA PETA RUPABUMI

INDONESIA (RBI) SKALA 1:25.000 MENJADI 1:50.000

Generalization of Transportation Features in Rupabumi Indonesia Map for Scale 1:25.000

to 1:50.000

Danang Budi Susetyo, Sri Hartini, Fahmi Amhar Badan Informasi Geospasial

E-mail: danang.budi@big.go.id ABSTRAK

Transportasi dan utilitas merupakan salah satu unsur yang terdapat peta Rupabumi Indonesia (RBI). Unsur tersebut merupakan komponen penting yang menghubungkan setiap tempat di peta, khususnya akses terhadap permukiman dan tempat tinggal. Fungsi jaringan transportasi pada sebuah peta dasar menjadi signifikan dalam memberikan informasi spasial yang dibutuhkan oleh pengguna. Jaringan transportasi akan berbeda kerapatannya jika disajikan p ada skala yang berbeda karena tidak semua ruas jalan ditampilkan pada skala yang lebih kecil. Hal ini menjadi dasar generalisasi unsur transportasi, yaitu bahwa kerapatan jaringan transportasi harus dikurangi tanpa menghilangkan karakteristik dari jaringan tersebut. Generalisasi unsur jalan juga harus memperhatikan aksesbilitas antar jaringan jalan sehingga tidak menyalahi aturan topologi terkait keterikatan antar segmen jalan. Makalah ini membahas generalisasi unsur transportasi pada peta RBI skala 1:25.000 menjadi 1:50.000 yang dibagi dalam dua zona penelitian. Zona pertama adalah daerah dengan kerapatan jalan yang padat, dengan data sampel yang digunakan adalah wilayah Jakarta, sedangkan zona kedua adalah daerah dengan kerapatan jalan yang renggang, dengan data sampel wilayah Tangerang. Analisis dilakukan terhadap hasil generalisasi otomatis pada software ArcGIS 10.1, dengan metode seleksi berdasarkan panjang minimum dan kelas jalan serta ukuran geometri terkecil, penggabungan berdasarkan jarak terpendek, dan simplifikasi berdasarkan jarak segmen pada kelokan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam generalisasi unsur transportasi pada skala menengah, sehingga generalisasi dapat dilakukan dengan tepat tanpa menghilangkan informasi yang penting p ada peta hasil generalisasi.

Kata kunci:generalisasi, transportasi, RBI

ABSTRACT

Transportation and utility are among features in Rupabumi Indonesia (RBI) map. Those features are important components that connect every place in map, especially access to se ttlement area. That function makes transportation network in the base map significantly provides spatial information that needed by users. Whereas, when presented in different scale, transportation network will provides in different density because not all of the roads features presented in the smaller scale. It is a basic of a generalization of transportation feature, with principle that transportation network density must be decreased without missing characteristic from that network. Generalization also p ay attention of accessibility among road network so it does no‘t violate topology rules related to connectivity among road segments. This paper discuss about generalization of transportation feature in RBI map scale 1:25.000 to 1:50.000 that divided into two research zones. The first zone is an area with high road density, with sample data used is Jakarta, while the second zone is an area with low road density, with sample data is Tangerang. Analysis conducted on automatic generalization result in ArcGIS 10.1 software, with selection method based on minimum length, road class, and smallest geometry, merge divided roads based on minimum distance, and simplification based on segment distance in bend. This research is expected to be used as reference in generalization of transportation feature in medium scale, so people can do generalization appropriately without missing important information in the generalized map.

Keywords: generalization, transportation, RBI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Transportasi dan utilitas merupakan dua unsur yang fundamental dalam sebuah peta dasar karena terkait dengan aktivitas sosial-ekonomi dan menjadi akses yang menghubungkan setiap tempat, khususnya permukiman dan tempat kegiatan. Unsur transportasi pada peta Rupabumi Indonesia (RBI) memiliki peran penting dalam kepentingan analisis spasial, sehingga penyajiannya untuk setiap skala harus memperhatikan topologi dan konektivitas antar ruas jalan, termasuk ketika disajikan dalam skala yang lebih kecil dengan detail yang lebih sederhana.

Generalisasi merupakan pendekatan yang efektif dalam melakukan pengurangan detail untuk mendapatkan tampilan baru pada skala yang lebih kecil. Generalisasi unsur transportasi pada umumnya dilakukan dengan memperhatikan karakteristik jaringan jalan. Prinsip tersebut juga dapat diterapkan untuk generalisasi unsur transportasi pada peta RBI. Di Indonesia, generalisasi peta telah diterapkan pada

(2)

pembuatan peta RBI skala 1:100.000 dari data masukan 1:50.000, 1:500.000 (dari skala 1:250.000), dan 1:1.000.000 (dari skala 1:500.000). Namun selama ini pelaksanaan generalisasi dalam pembuatan peta RBI tidak disertai dengan petunjuk pelaksanaan yang detail, sehingga memunculkan potensi ketidak-konsistenan dari data yang dihasilkan.

Penelitian ini mengkaji generalisasi unsur transportasi pada peta RBI dengan mempertimbangkan dua karakteristik kerapatan yang berbeda. Wilayah kajian pertama adalah Jakarta dengan kepadatan jalan yang sangat rapat, sedangkan wilayah lainnya adalah Tangerang dengan kepadatan jalan jar ang. Aspek pertama yang diperhatikan dalam mengkaji hasil generalisasi adalah aspek metrik, topologi, dan tematik (Liu et al, 2009). Aspek metrik berkaitan dengan bentuk dan panjang dari data jalan yang telah digeneralisasi, aspek topologi berkaitan dengan konektivitas dan kelengkungan ruas jalan, sedangkan aspek tematik berkaitan dengan hirarki yang mempertimbangkan tingkat kepentingan jalan (Bjorke and Isaksen, 2005). Aspek lainnya adalah pola jaringan jalan setelah generalisasi, khususnya jaringan jalan radial dan jaringan jalan grid (Zhang, 2004).

Perkembangan teknologi dalam bidang GIS memungkinkan generalisasi dilakukan secara otomasi dengan bantuan perangkat lunak (software) GIS. Software ESRI ArcGIS 10.1 memiliki beberapa tools yang membantu proses generalisasi unsur transportasi. Analisis penggunaan tools generalisasi unsur transportasi menggunakan software ArcGIS pernah dilakukan oleh (Brewer et al, 2013) yang melakukan uji coba generalisasi terhadap data unsur transportasi skala 1:24.000 menjadi 1:1.000.000 di wilayah Atlanta, Georgia (Amerika Serikat) dengan parameter yang dikaji adalah panjang minimum jalan dan kerapatan jalan.

Makalah ini membahas efektivitas tools yang ada di ArcGIS dalam melakukan generalisasi unsur transportasi. Metode yang digunakan mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Brewer, et al (2013) dengan penyesuaian berupa perubahan urutan proses generalisasi. Generalisasi pada penelitian ini dimulai dari seleksi berdasarkan panjang minimum dan kelas jalan serta ukuran geometri terkecil, penggabungan berdasarkan jarak terpendek, dan simplifikasi berdasarkan jarak segmen pada kelokan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk generalisasi unsur transportasi pada skala menengah untuk menghasilkan data yang logis, akurat, dan konsisten dengan waktu yang relatif cepat.

Penelitian ini menggunakan dua data sampel unsur transportasi dari peta RBI skala 1:25.000. Data pertama mengambil wilayah Jakarta Barat dengan tingkat kerapatan yang sangat tinggi. Data ini terdiri dari 21847 segmen jalan dengan panjang total 2598,199 km.

Gambar 1. Data sampel wilayah Jakarta Barat

Data lainnya mengambil wilayah Tangerang dengan kerapatan yang normal. Data ini terdiri dari 1025 segmen jalan dengan panjang total 405,503 km. Perbedaan kerapatan tersebut dipilih agar dapat digunakan untuk keperluan analisis terhadap hasil generalisasi di dua karakteristik wilayah yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan pendekatan Radical law untuk keperluan validasi dari data sebelum dan setelah generalisasi. Töpfer & Pillewizer (1966) dalam (Wilmer & Brewer (2010), mengembangkan persamaan (1) untuk menganalisis jumlah objek yang dipertahankan dari generalisasi skala tertentu ke skala yang lebih kecil.

⁄ ... (1)

dimana:

nf = jumlah objek pada skala hasil generalisasi na = jumlah objek pada skala sumber

(3)

Ma = pembagi skala sumber

Mf = pembagi skala hasil generalisasi

Gambar 2. Data sampel wilayah Tangerang

METODE

1. Seleksi berdasarkan kelas jalan dan panjang minimum

Seleksi berdasarkan kelas jalan dan panjang minimum dilakukan dengan tools―Thin Road Network‖. Tools―Thin Road Network‖ mengurangi kedetailan jalan dengan mengidentifikasi segmen yang dapat diseleksi tanpa mempengaruhi karakteristik umum, kerapatan, dan konektivitas keseluruhan dari jaringan jalan tersebut (ESRI, 2012). Tools ini membutuhkan klasifikasi kelas jalan, sehingga hasil seleksi masih mempertimbangkan tingkat kepentingan dari setiap segmen jalan.

(4)

2. Seleksi ‗bundaran‘ pada persimpangan jalan berdasarkan ukuran minimum

Tahap ini menggunakan tools―Collapse Road Detail‖. Tools ini menyederhanakan segmen jalan pembentuk area yang berukuran kecil seperti ‗bundaran‘ pada persimpangan, dan digantikan dengan detail yang lebih sederhana (ESRI, 2012). Parameter yang digunakan adalah diameter dari bundaran tersebut dengan mengambil angka 25 m atau setara 0,5 mm pada skala 1:50.000. Angka tersebut dipilih dengan mempertimbangkan parameter yang ditetapkan dalam spesifikasi teknis pekerjaan pemetaan RBI untuk unsur berbentuk area.

Gambar 4. Ilustrasi Collapse Road Detail 3. Penggabunganjalan dua jalur berdasarkan jarak minimum

Penggabungan dapat dilakukan jika kedua jalan tersebut memiliki kelas jalan yang sama, berhubungan satu sama lain, dan berada pada jarak toleransi (ESRI, 2012). Parameter jarak yang ditetapkan pada tahap ini adalah 25 m atau setara 0,5 mm pada skala 1:50.000 yang juga mengacu pada spesifikasi teknis pemetaan RBI.

Gambar 5. Ilustrasi Merge Divided Roads 4. Simplifikasi berdasarkan jarak segmen pada kelokan

Simplifikasi dilakukan pada jalan yang berkelok-kelok yang jarak segmen pada kelokannya kurang dari spesifikasi. Pada prinsipnya, simplifikasi harus dilakukan dengan tetap mempertahankan karakter dari garis itu sendiri (Bakosurtanal, 2005). Oleh karena itu, metode yang dipilih dalam simplifikasi adalah Bend Simplify, karena algoritma ini hanya mengeliminasi vertex pada lekukan yang signifikan tanpa mengubah karakteristik utama dari garis tersebut. Pada tahap ini, angka toleransi yang ditetapkan adalah 25 m atau setara 0,5 mm pada skala 1:50.000 dengan mempertimbangkan jarak terpendek pada garis yang dapat dilihat pada tampilan kartografis.

(5)

Gambar 6. Ilustrasi Simplify Line

Gambar 7. Diagram alir penelitian

HASIL PEMBAHASAN

Hasil

1. Seleksi berdasarkan kelas jalan dan panjang minimum

Seleksi berdasakan kelas jalan dan panjang minimum dilakukan dengan tools ―Thin Road Network‖. Pada penelitian ini, parameter diuji pada angka 0,5 cm (setara 250 m pada skala 1:50.000), 1 cm (500 m), dan 2 cm (1000 m). Angka 1 cm dan 2 cm dipilih karena dalam (ESRI, 2012) angka 1 cm direkomendasikan

(6)

untuk pola jaringan jalan tidak teratur dan 2 cm untuk pola jaringan grid, sedangkan angka 0,5 cm mempertimbangkan ukuran terkecil yang dapat dilihat di peta pada tampilan kartografis.

―Thin Road Network‖ mempertimbangkan kelas jalan dengan mengutamakan kelas jalan yang lebih rendah ketika melakukan seleksi. Berikut adalah segmen jalan yang terseleksi berdasarkan kelas jalannya.

Tabel 1. Jumlah segmen yang terseleksi berdasarkan kelas jalannya Jenis kerapatan Panjang minimum (km) Kelas jalan

Arteri Kolektor Lokal Lain Setapak

Rapat 0,25 - 9 3114 1 26 0,5 1 18 6978 1 34 1 2 73 11742 1 42 Jarang 0,25 - - - 35 74 0,5 - - 2 83 121 1 - - 4 112 167

2. Seleksi ‗bundaran‘ pada persimpangan jalan berdasarkan ukuran minimum

Tahap kedua menggunakan tools ―Collapse Road Detail‖, yaitu tools untuk menghilangkan bundaran pada persimpangan jalan yang diameternya berukuran kurang dari angka tertentu. Ukuran diameter bundaran yang digunakan pada tahap ini adalah 25 m. Namun pada penelitian ini tahap ini tidak mengubah geometri dari data karena tidak ada diameter bundaran yang berukuran kurang dari 25 m. 3. Penggabungan jalan dua jalur berdasarkan jarak minimum

Penggabungan jalan dua jalur menjadi satu jalur dilakukan pada jalan dua jalur yang memiliki kelas jalan yang sama dan berjarak kurang dari 25 m. Proses ini juga dilakukan menggunakan tools yang ada di ArcGIS 10.1, yaitu ―Merge Divided Roads‖. Tahap ini memberikan beberapa pengaruh pada sebagian segmen jalan. Meskipun jalan dua jalur digabung menjadi satu jalur, namun tools ini tetap memperhatikan topologi antar ruas jalan termasuk mengantisipasi kemungkinan ada ruas jalan yang undershoot.

Gambar 8. Hasil penggabungan (sampel: Jakarta)

Gambar 9. Hasil penggabungan (sampel: Tangerang) 4. Simplifikasi berdasarkan jarak segmen pada kelokan

Simplifikasi dilakukan menggunakan tools Simplify Line dengan algoritma Bend Simplify. Pada tahap ini, kelokan yang jarak antar segmennya berukuran kurang dari 25 m disederhanakan, sehingga tingkat kerumitan jalan pada data hasil generalisasi menjadi berkurang. Namun pada penelitian ini simplifikasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan karena tidak ada jalan berkelok-kelok yang jarak antar segmennya kurang dari 25 m.

(7)

Pembahasan

Setelah seluruh tahapan selesai dilakukan, selanjutnya dilakukan perbandingan antara data sebelum dan setelah digeneralisasi dari segi jumlah segmen dan panjang total segmennya. Perbandingan dilakukan pada data hasil generalisasi terhadap tiga sampel parameter di tahap seleksi berdasarkan panjang minimum dan kelas jalan. Berikut perbandingan antara data sebelum dan setelah digeneralisasi.

Tabel 2. Hasil generalisasi

Wilayah Panjang minimum (km) Jumlah segmen Panjang total (km)

Jakarta Tanpa seleksi 21847 2598,199

0,25 18705 2235,269

0,5 14738 1809,576

1 9913 1269,202

Tangerang Tanpa seleksi 1025 405,503

0,25 897 378,312

0,5 799 353,443

1 720 320,359

Secara persentase, persentase unsur yang dipertahankan pada data hasil generalisasi dapat dirangkum pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Hasil generalisasi berdasarkan persentase unsur yang dipertahankan Wilayah Panjang minimum

(km)

Persentase berdasarkan jumlah segmen

Persentase berdasarkan panjang total

Jakarta Tanpa seleksi 100% 100%

0,25 85,62% 86,03%

0,5 67,46% 69,65%

1 45,37% 48,85%

Tangerang Tanpa seleksi 100% 100%

0,25 87,51% 93.30%

0,5 77,95% 87,16%

1 70,24% 79,00%

Sebagai perbandingan, berikut merupakan hasil penelitian oleh (Brewer et al, 2013) yang juga mengkaji tools ―Thin Road Network‖ pada dua jenis kerapatan yang berbeda. Sebelum menggunakan ―Thin Road Network‖, sebelumnya digunakan tools ―Merge Divided Roads‖ dengan angka toleransi 27 m dan ―Collapse Road Detail‖ dengan angka toleransi 75 m.

Tabel 4. Hasil penelitian oleh (Brewer et al, 2013) Jenis

kerapatan

Panjang minimum

(km) Panjang total (km) Persentase yang dipertahankan

Rapat Tanpa seleksi 8,770 100%

0,5 7,176 81,82%

1 5,999 68,40%

Jarang Tanpa seleksi 23,526 100%

0,5 22,541 95,81%

1 21,769 92,53%

Dengan panjang minimum 0,5 km untuk daerah dengan tingkat kerapatan tinggi, hasil dari penelitian ini berselisih 12,17% dengan hasil penelitian (Brewer et al, 2013) dan 19,55% dengan panjang minimum 1 km, sedangkan pada daerah dengan tingkat kerapatan rendah (jarang), selisih persentase dengan panjang minimum 0,5 km adalah 8,65% dan 13,53% dengan panjang minimum 1 km. Melalui persentase tersebut dapat kita ketahui pada tingkat kerapatan jarang persentase unsur yang dipertahankan relatif tidak jauh berbeda, sedangkan pada tingkat kerapatan tinggi ada selisih yang cukup signifikan karena kemungkinan perbedaan karakteristik jalan pada wilayah yang rapat jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah yang jarang.

Jika merujuk pada aturan Radical Law, maka jika dilakukan generalisasi dari 1:25.000 menjadi 1:50.000 persentase unsur yang dipertahankan adalah:

(8)

= 100 √

= 70,71%

Berdasarkan hasil tersebut, maka pada daerah yang rapat persentase yang paling mendekati adalah seleksi dengan panjang minimum 0,5 km atau 1 cm pada skala 1:50.000, sedangkan pada daerah yang jarang persentase yang paling mendekati adalah seleksi dengan panjang minimum 1 km atau 2 cm pada skala 1:50.000. Kedua angka tersebut dapat dijadikan alternatif ketika melakukan generalisasi unsur transportasi peta RBI dari 1:25.000 menjadi 1:50.000, namun karena kerapatan jalan yang tinggi lebih memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan kerapatan jalan yang rendah, maka angka 0,5 km lebih direkomendasikan dibandingkan 1 km. Selain itu secara tampilan pada skala 1:50.000, hasil seleksi dengan panjang minimum 0,5 km lebih logis dibandingkan 1 km.

KESIMPULAN

Pada Thin Road Network digunakan tiga sampel parameter untuk jarak terpendek jalan, yaitu 0,25 km, 0,5 km, dan 1 km, sedangkan tiga proses berikutnya menggunakan parameter yang sama yaitu 25 m. Berdasarkan hasil penelitian yang dibandingkan dengan perhitungan Radical Law, maka pada daerah yang rapat persentase yang paling mendekati adalah seleksi dengan panjang minimum 0,5 km, sedangkan pada daerah yang jarang adalah 1 km. Kedua angka tersebut dapat dijadikan alternatif ketika melakukan generalisasi unsur transportasi peta RBI dari 1:25.000 menjadi 1:50.000, namun karena kerapatan jalan yang tinggi lebih memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan dengan kerapatan jalan yang rendah, maka angka 0,5 km lebih direkomendasikan dibandingkan 1 km. Selain itu secara tampilan pada skala 1:50.000, hasil seleksi dengan panjang minimum 0,5 km lebih logis dibandingkan 1 km.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT) BIG yang telah memfasilitasi dalam hal data rupabumi yang digunakan dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pusat Penelitian, Promosi, dan Kerja Sama (PPPKS) BIG yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bakosurtanal. (2005). SPR-72 Spesifikasi Generalisasi Data Rupabumi. Cibinong

Bjørke, J. T., Bjørke, J. T., Isaksen, E., & Isaksen, E. (2013). Map generalisation of road networks: case study from Norwegian small scall maps. In M. F. Buchroithner (Ed.), International Cartographic Conference. Dresden, Germany: International Cartographic Association. Retrieved from

http://icaci.org/files/documents/ICC_proceedings/ICC2013/_extendedAbstract/327_proceeding.pdf Brewer, C. a, Guidero, E. M., Stanislawski, L. V, Buttenfield, B. P., & Raposo, P. (2013). Labeling Through

Scale Using Hierarchies of Thinned Road Networks for Design of The National Map of the United States. In M. F. Buchroithner (Ed.), 26th International Cartographic Conference. Dresden, Germany:

International Cartographic Association. Retrieved from

http://icaci.org/files/documents/ICC_proceedings/ICC2013/_extendedAbstract/327_proceeding.pdf ESRI. (2012). ArcGIS 10.1 Help

Liu, X., Zhan, F. B., & Ai, T. (2010). Road selection based on Voronoi diagrams and ―strokes‖ in map generalization. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation, 12(SUPPL. 2), S194–S202. doi:10.1016/j.jag.2009.10.009

Wilmer, J., & Brewer, C. (2010). Application of the Radical Law in Generalization of National Hydrography Data for Multiscale Mapping. In: Geospatial Data and Geovisualization: Environment, Security , and Society: A Special Joint Symposium of ISPRS Technical Commission IV & Autocarto in Conjunction with ASPRS/CaGIS 2010 Fall Specialty Conference. Orlando, Florida.

Zhang. Q (2004). Modelling Structure and Patterns in Road Network Generalization. In: proceedings of ICA Workshop on Generalisation and Multiple Representation, Leicester, 20-21 August 2004.

(9)

LAMPIRAN

Jakarta

All

0,25km

(10)

Tangerang

All

0,25km

Gambar

Gambar  1.  Data  sampel wilayah Jakarta  Barat
Gambar  2.  Data  sampel wilayah Tangerang  METODE
Gambar  4.  Ilustrasi  Collapse Road Detail 3.  Penggabunganjalan  dua jalur berdasarkan  jarak minimum
Gambar  6. Ilustrasi  Simplify  Line
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis terhadap koreksi pemeriksa tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksa pajak dapat melakukan koreksi (adjustment) fiskal terhadap perbedaan

1) Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana antara peserta didik dan guru tidak langsung tatap muka. Seluruh bahan ajar,

Pembahasan dalam jurnal ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan media boneka tangan dan pengaruhnya terhadap media pembelajaran daring dan ekonomi masyarakat yang

 Disajikan seperangkat komputer di ruangan Lab.Komputer, ditayangkan beberapa contoh program aplikasi, peserta didik dapat menjelaskan berbagai kegunaan perangkat lunak

Dalam kaitannya dengan memaknai identitas diri solidaritas melalui interaksi didalam komunitas Paguyuban Jeep Bandung, semua narasumber merasakan adanya sesuatu yang

Penelitian tentang Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian Di Wilayah Kabupaten Jember ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar

PADA HARI SELASA BERTARIKH 27 DISEMBER 2011 JAM 9.00 PAGI DALAM KAMAR PENOLONG KANAN PENDAFTAR.. MAHKAMAH TINGGI

Keperawatan komunitas adalah suatu bidang perawatan khusus yang merupakan gabungan keterampilan ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan merupakan bantuan sosial,