• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKOLASI. Vol. 1 No. 1 - Februari 2016 Pengabdian Kepada Masyrakat Kompilasi Farmasi SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKOLASI. Vol. 1 No. 1 - Februari 2016 Pengabdian Kepada Masyrakat Kompilasi Farmasi SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 1

Vol. 1 No. 1 - Februari 2016

Pengabdian Kepada Masyrakat Kompilasi Farmasi

PERKOLASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG

(2)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 ii

Vol. 1 No. 1 - Februari 2016

Pengabdian Kepada Masyarakat Kompilasi Farmasi

PERKOLASI

Editor

: Yusransyah, S.Far., M.Sc., Apt.

Fajrin Noviyanto, S.Farm., M.Sc., Apt.

Abdul Aziz Setiawan, S.Si., M.Farm., Apt.

Reviewer

: Prof. Dr. Syed Azhar Syed Sulaiman

Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt.

Dr. Diah Aryani Perwitasari, M.Si., Ph.D., Apt.

Dr. H. Priyanto, M.Biomed., Apt.

Dr. Asmiyenti Djaliasrin Djalil, S.Si., M.Si.

Prof. Dr. Wahono Sumaryono., Apt.

Distribusi dan Pemasaran : Tim LPPM

Sekretariat

: LPPM Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang

Periode Terbit

: 2 x dalam setahun

Terbit Pertama

: Februari 2016

Jurnal Perkolasi adalah jurnal ilmiah tentang kegiatan di masyarakat (pengabdian

masyarakat) yang meliputi: penyuluhan tentang kesehatan di masyarakat, atau pelatihan

di masyarakat sehingga masyarakat menjadi mandiri dan berdikari. Penyuluhan dan

pelatihan kepada masyarakat dilakukan atau diaplikasikan berdasarkan dari hasil

penelitian dari mahasiswa atau dosen.

Sistematika dan urutan materi artikel ilmiah hasil penelitian disusun atas; judul; nama

(nama peneliti); abstrak; kata kunci; pendahuluan (termasuk latar belakang, landasan

teori, tujuan penelitian); metode penelitian; analisis data; hasil dan pembahasan; simpulan;

ucapan terimakasih; kepustakaan.

Artikel ilmiah hasil penelitian tersebut diketik 1 spasi, Arial 11, kertas A4, maksimum

jumlah artikel 10 halaman. Artikel yang dikirim hendaknya disertai dalam bentuk soft copy

dengan program Microsoft Word (MS Word) atau PDF.

ISSN :

Alamat Redaksi:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang

• Jl. KH Syekh Nawawi km.4 No.13 Tigaraksa – Kabupaten Tangerang

Telp./Fax. (021) 2986 7307

E-mail: lppmstfm01@gmail.com

• Jl. Bhakti Manunggal No. 05 Salahaur Rangkasbitung

Telp./Fax. (0252) 205884

(3)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 iii

Vol. 1 No. 1 –Februari2016

Pengabdian Kepada Masyarakat Kompilasi Farmasi

PERKOLASI

DAFTAR ISI

SUSUNAN REDAKSI ii

DAFTAR ISI iii

Analisis Interaksi Obat Simvastatin untuk Penyakit Kolesterol di Apotek Raffi Fara Cikotok ( Studi Kasus Pasa Resep Bulan April – Juni 2015)

Oleh: Topan Saebani, Fajrin Noviyanto, Abdul Azis Setiawan

1 - 8

Profil Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek (Studi Kasus di Apotek Pharmacare Pandeglang) Periode Maret – Mei 2015

Oleh: Ma’sum, Yusransyah, Sofi Nurmay Stiani

9 - 14

Evaluasi Perilaku Swamedikasi Secara Rasional Obat Analgetik Pada Masyarakat Desa Talagasari Kecamatan Cikupa Tangerang

Oleh: Nuraini, Dina Pratiwi, Meta Safitri

15 - 21

Peran Tenaga Teknis Kefarmasian Dalam Pelayanan Kefarmasian di RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung

Oleh: Riska Septiani, Endang Sunaryanti, Nita Rusdiana

22 - 33

Tingkat Pengetahuan Masyarakat KP. Pulosari Rt 02 Rw 12 Kelurahan Muara Ciujung Barat Kecamatan Rangkasbitung Kabupaten Lebak Terhadap Antibiotik Periode Mei-Juni 2015

Oleh: Anisa Nurul Sifa, Diana Sylvia, Sefi Megawati

34 - 48

(4)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 9 PROFIL PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) DI APOTEK (STUDI KASUS DI APOTEK

PHARMACARE PANDEGLANG) PERIODE MARET-MEI 2015

Ma’sum, Yusransyah, Sofi Nurmay Stiani

Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Tangerang Apotik Pharmacare Pandeglang

ABSTRAK

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan kefarmasian yang semula berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care merupakan sebuah bentuk optimalisasi peran apoteker dalam melakukan terapi obat pada pasien guna meningkatkan derajat kesehatan pasien. Hal ini berarti mengubah bentuk pekerjaan apoteker yang semula berada di belakang layar menjadi sebuah profesi yang langsung bersentuhan dengan pasien. Tujuan pengamatan ini ialah untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan informasi obat di Apotek Pharmacare Pandeglang dan untuk mengetahui peran tenaga kefarmasian dalam melakukan pelayanan informasi obat di Apotek Pharmacare Pandeglang. Hasil pengamatan di apotek pharmacare sudah dilaksanakan, hal tersebut didukung dengan adanya papan praktek Apoteker, poster DAGUSIBU, leaflet, dan lembar dokumentasi PIO, hal tersebut sebagai penunjang dalam pelaksanaan PIO di apotek khususnya apotek pharmacare dan Sebagai tenaga kefarmasian yaitu Apoteker dibantu Tenaga Teknis Kefarmasian memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien. Dalam hal ini apoteker pharmacare sudah melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien yaitu, tentang indikasi obat, cara pemakaian, dosis, kontra indikasi, efek samping obat, harga obat, cara penyimpanan, dan cara membuang obat yang sudah kadaluarsa. Pelayanan informasi obat ini selalu dilakukan kepada setiap pasien, khususnya pasien yang membeli obat-obat yang berlogo “K” (keras), dan pasien yang melakukan pemeriksaan gula darah, asam urat, kolesterol. Akan tetapi peneliti hanya fokus meneliti PIO pada tiga penyakit yaitu, diabetes militus, asam urat, kolesterol. Selain pelayanan informasi obat di apotek, Apoteker Apotek Pharmacare juga sering melakukan sosialisasi DAGUSIBU kepada masyarakat.

Kata kunci : Pelayanan Kefarmasiaan, Apotek

PENDAHULUAN

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pharmaceutical care. Kegiatan kefarmasian yang semula berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan komprehensif yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care merupakan sebuah bentuk optimalisasi peran apoteker dalam melakukan terapi obat pada pasien guna meningkatkan derajat kesehatan pasien. Hal ini berarti mengubah bentuk pekerjaan apoteker yang semula berada di

belakang layar menjadi sebuah profesi yang langsung bersentuhan dengan pasien (Putra, 2012).

Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian menyebutkan bahwa informasi obat adalah bagian dari pelayanan kefarmasian (Kemenkes, 2004). Informasi obat sedikitnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, efek samping obat dan kegunaan obat. Meskipun informasi obat sangat diperlukan, tidak banyak pasien yang menerima PIO (Rahayu,2011).

(5)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 10

rasional masih cukup menonjol di beberapa pusat pelayanan kesehatan.Dampak negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantung dari jenis ketidakrasionalan penggunaannya Di samping berakibat pada pemborosan biaya, ketidakrasionalan penggunaan obat juga meningkatkan risiko terjadinya efek samping (DepKes, 2008).

Keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang obat dan penggunannya merupakan penyebab terjadinya kesalahan pengobatan dalam swamedikasi. Keterbatasan tersebut dapat menyebabkan rentannya masyarakat terhadap informasi komersial obat, sehingga memungkinkan terjadinya pengobatan yang tidak rasional jika tidak diimbangi dengan pemberian informasi yang benar (Hermawati, 2012).

Peran edukasi untuk masalah obat harus dilakukan, masyarakat perlu mengetahui tentang bagaimana melakukan pengobatan secara baik dan benar untuk mencapai keberhasilan pengobatan demi meningkatkan kualitas kesehatannya. DAGUSIBU yaitu jargon dari program Gerakan Keluarga Sadar Obat (GKSO) merupakan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan sekaligus mencerdaskan masyarakat dalam berprilaku sehat, khususnya terkait dengan obat (IAI, 2014).

PELAYANAN KEFARMASIAN

Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kesehatan pasien (Depkes, 2009).

Sistem pelayanan kepada pelanggan harus ramah (senyum, sapa, salam), cepat, tepat, serta dengan informasi yang jelas. Keramahan pada pelanggan sangat penting agar mereka merasa dihargai, sehingga bisa menjadi pelanggan yang setia. Petugas melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan (Walgito, 2006). Hal tersebut dapat dicapai apabila jumlah petugas cukup, sehingga beban pekerjaan tidak terlalu berat, dengan demikian akan memberi kesempatan kepada petugas untuk bersikap ramah. Baik atau buruknya suatu pelayanan kesehatan menurut pasien diantaranya adalah dari

kesehatan dipandang baik karena petugasnya ramah, bersahabat, sabar dan komunikatif. Sebaliknya jika pelayanan kesehatan dianggap kurang baik karena petugasnya kasar dan berbicara kurang sopan (Yunevy dan Haksamana, 2013).

PELAYANAN INFORMASI OBAT DI APOTIK

Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan obyektif diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian pengevaluasian, pengindeksan, pengorgarnisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna. Perilaku penggunaan obat oleh pasien dapat dipengaruhi tingkat pengetahuan pasien dan efektifitas informasi yang diterima oleh pasien mengenai obat yang digunakan. Pelayanan informasi obat kepada pasien bertujuan agar pasien mengetahui penggunaan obat yang diterimanya. Informasi yang diberikan antara lain nama obat, indikasi obat, dosis, cara penggunaan, interaksi obat atau dengan makanan, efek samping, dan cara penyimpanan (Siregar, 2005), sehingga dapat disimpulkan Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi serta rekomendasi obat yang akurat oleh apoteker kepada pasien.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi (Witjaksono, 2009)

Aspek-aspek yang perlu diinformasikan pada saat menyerahkan obat kepada pasien, setidaknya harus diberikan informasi mengenai hal-hal sebagai berikut : Nama obat, Indikasi, Aturan pakai : dosis rute (oral, topikal), frekuensi penggunaan, waktu minum obat (sebelum/sesudah makan, tidak bersamaan dengan obat lain).

(6)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 11

sirup/suspensi harus dikocok terlebih dahulu. b) Antasida harus dikunyah terlebih dahulu

c) Tablet sublingual diletakkan di bawah lidah, bukan ditelan langsung tablet bukal diletakan diantara gusi dan pipi, bukan ditelan langsung.

d) Teknik khusus dalam menggunakan inhaler, obat tetes mata/tetes telinga/tetes hidung dan suppositoria.

e) Sediaan dengan formulasi khusus seperti tablet lepas lambat.

2. Cara penyimpanan.

3. Berapa lama obat harus digunakan.

4. Apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat.

5. Kemungkinan terjadi efek samping yang akan dialami dan bagaimana mencegah atau meminimalkannya (ISFI, 2010).

KECEPATAN PELAYANAN PETUGAS APOTIK

Kecepatan yaitu suatu kemampuan untuk mencapai target secara cepat sesuai waktu yang ditentukan. Pelayanan adalah suatu bagian atau urutan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan (Oktavia.,dkk, 2012). Dapat disimpulkan kecepatan pelayanan adalah target pelayanan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggaraan pelayanan dengan tujuan tercapainya kepuasan pelanggan. Secara teoritis pasien tidak ingin mengalami kesulitan atau membutuhkan waktu yang lama dan antrian yang panjang untuk menunggu, tidak berdaya serta merasa terlantar, apabila keinginan pasien dengan cepat mendapatkan pelayanan terpenuhi maka akan timbul rasa kepercayaan pasien untuk kembali membeli obat di tempat tersebut (Trimurthy, 2009). Pada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari pendaftaran sampai pada waktu pulang (Naik dkk, 2010).

1. Pelayanan Resep

Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dan dokter hewan kepada Apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jenis-jenis resep antara lain :

a. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku standar.

b. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu.

c. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi Organisasi Internasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan lain-lain.

d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan (Jas, 2009).

2. Pelayanan Non-Resep

Pelayanan obat non-resep merupakan pelayanan kepada pasien yang ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi. Swamedikasi merupakan penggunaan dan pemilihan obat secara individual untuk mengobati atau mengatasi penyakit yang dikenali dan diketahui gejalanya dengan berkonsultasi kepada apoteker (Meriati dkk, 2013). Swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi penyakit atau gejala penyakit . Jadi dapat disimpulkan swamedikasi (pengobatan sendiri) berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atas inisiatif sendiri tanpa nasehat dokter, tetapi harus berkonsultasi dengan apoteker.

(7)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 12

atas keperluan untuk mendapatkan obat dan untuk berkonsultasi tentang penyakit serta kaitannya dengan pengobatan kepada tenaga kefarmasian khususna apoteker. Dalam swamedikasi dibutuhkan penggunaan obat yang tepat atau rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah bahwa pasien menerima obat yang tepat dengan keadaan kliniknya, dalam dosis yang sesuai dengan keadaan individunya, pada waktu yang tepat dan dengan harga terjangkau. Swamedikasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan secara tepat, aman, dan rasional. Oleh sebab itu peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri (Tjay, 2007).

PENGERTIAN “DAGUSIBU”

DAGUSIBU merupakan salah satu program IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) untuk mengedukasi masyarakat tentang bagaimana cara menggunakan obat yang benar. Arti kata dari DA GU SI BU, yaitu DApatkan obat secara benar, GUnakan obat secara benar, SImpan obat dengan benar dan BUang obat dengan benar

1. DAPATKAN

Belilah obat di tempat yang paling terjamin, yaitu di Apotek. Penyimpanan obat di Apotek lebih terjamin sehingga obat sampai ke tangan pasien dalam kondisi baik (keadaan fisik dan kandungan kimianya belum berubah). Pastikan Apotek yang dikunjungi memiliki izin dan memiliki Apoteker yang siap membantu pasien setiap saat.

2. GUNAKAN

Gunakan obat dengan benar. Penggunaan obat harus sesuai dengan aturan yang tertera pada wadah atau etiket. Obat antibiotik harus dikonsumsi sampai habis. Pastikan Apoteker memberitahukan cara pemakaian obat yang diberikan dengan jelas, khususnya untuk obat dengan sediaan yang tidak terlalu dikenal oleh masyarakat umum.

3. SIMPAN

Supaya obat yang kita pakai tidak rusak maka kita perlu menyimpan obat dengan benar, sesuai dengan petunjuk pemakaian

obat tidak boleh terpapar oleh sinar matahari secara langsung untuk itu obat harus disimpan di tempat yang tertutup dan kering. Selain itu jauhkan obat dari anak-anak dengan menyimpannya di tempat yang sulit dijangkau oleh anak-anak.

4. BUANG

Bila obat telah kadaluarsa atau rusak maka obat tidak boleh diminum, untuk itu obat perlu dibuang. Obat jangan dibuang secara sembarangan, agar tidak disalahgunakan. Obat dapat dibuang dengan terlebih dahulu dibuka kemasannya, diendam dalam air, lalu direndam didalam tanah.

KONSEP MEKANISME PELAYANAN DI APOTEK

ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Alat yang digunakan dalam melakukan PIO kepada pasien yaitu: papan praktek Apoteker, banner, leaflet, format lembar dokumentasi PIO, poster DAGUSIBU.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam melakukan PIO kepada pasien yaitu: materi tentang obat dan DAGUSIBU.

(8)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 13

Informasi obat yang ditanyakan pasien Apotek meliputi indikasi obat, cara pemakaian obat, dosis obat, kontra indikasi obat, efek samping obat, harga obat. Metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebutadalah metode lisan dan sebagai referensi terkadang menggunakan buku ISO, MIMS, Internet, dan buku farmasi lain. Dengan metode lisan ini pasien bisa leluasa menanyakan kepada Apoteker untuk pemilihan obat yang tepat dan aman berkaitan dengan penyakit yang diderita, pasien mendapatkan pengetahuan mengenai cara pakai obat yang benar, pasienpun merasa terbantu dengan adanya Pelayanan Informasi Obat di Apotek sehingga mengurangi kesalahan pada pasien dalam penggunaan obat.

Dalam pelaksanaannya Apoteker pengelola apotek tidak hanya melakukan pelayanan informasi obat didalam apotek saja, tetapi selain itu juga Apoteker melakukan Pelayanan Informasi Obat di masyarakat seperti halnya sosialisasi DAGUSIBU pada acara posyandu dilingkungan masyarakat.

KESIMPULAN

Sebagai tenaga kefarmasian yaitu Apoteker dibantu Tenaga Teknis Kefarmasian memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan informasi obat kepada pasien. Dalam hal ini Apoteker melakukan Pelayanan Informasi Obat kepada pasien yaitu, tentang indikasi obat, cara pemakaian, dosis, kontra indikasi, efek samping obat, harga obat, cara penyimpanan, dan cara membuang obat yang sudah kadaluarsa.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A., Jason, Tiong Kion Kai, Choo Chun Keat, and Dhanaraj ,SA. 2011. Self-Medication Practices Among Health Care

Professionals In A Private University,

Malaysia. International Current

Pharmaceutical Journal 2012, 1(10): 302-310.

Anief, 2003. Ilmu Meracik Obat. University Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Anief, M. 2006. Manajemen Farmasi Ed VI. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Arikunto, 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta.

BPOM. 2004. Pengobatan Sendiri. Jakarta AvailableFrom:URLhttp//perpustakaan.po m.go.id/KoleksiLainny/Buletin%20Info%20PO M/0604.pdf. (diakses pada 06 maret 2015 pukul 20.43 WIB).

Departemen Kesehatan

Republik Indonesia,Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1332/MENKES/SK/X/2002tentangPerubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor922/MENKES/PER/X/1993 tentangKetentuan dan Tata Cara

PemberianIzin Apotek, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2002.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Depkes RI. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Depkes RI. Jakarta.

Gupta, Prateek, Bobhate, Saurabh, and Shrivastava. 2011. Determinants Of Self Medication Practices in an Urban Slum Community. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research Vol. 4, Issue 3.

Ifmaily. 2006. Analisis Pengaruh Persepsi Layanan Farmasi Pasien Unit Rawat Jalan Terhadap Minat Beli Obat Ulang di Instalasi

Farmasi RSI Ibnu Sina –Yarsi Padang Tahun

2006. (tesis). Semarang. Universitas

Diponegoro.

ISFI. 2005. Standar Kompetensi Farmasi Indonesia. PT ISFI Penerbitan. Jakarta.

Jas, A., 2009. Perihal Resep &Dosis serta Latihan Menulis Resep. Ed 2. Universitas Sumatera Utara Press. Medan.

(9)

Perkolasi Vol. 1 No. 1 Februari 2016 14

Media: Yogyakarta.

Menkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kese-hatan Republik Indonesia Nomor 1027 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Depar-temen Kesehatan Republik Indonesia.

Moleong, Lexy. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. remaja Rosdakarya.

Muslicnah, Wahyuddin, M., dan Syamsuddin. 2010. Pengaruh Faktor Lingkungan, Faktor Individu, dan Faktor Komunikasi Pemasaran Terhadap Keputusan Membeli Obat Farmasi antara Apotek di Kabupaten Sukoharjo dan Apotek di Kota Surakart. Jurnal USU. Sumatera Utara.

Naik, Prabhagasar, G dan Santasala,SB. 2010. Service Quality (Servqual) and in Effort

on Customer Satisfaction in Retaily.

European Jurnal Of Social Science Vol 16. Notoatmodjo,s. 2005. Metodologi penelitian kesehatan (Edisi Revisi Cetakan Pertama. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan (Cetakan Pertama). Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian. Jakarta. Salemba Medika.

Putra, S.R. 2012. Buku Pintar Apoteker. Yog-yakarta: Diva Press.

Rahayu. 2011. Evaluasi Pelayanan Informasi Obat di Depo Farmasi Rawat Jalan RS-UD A.W. Sjahranie Samarinda. Karya Tulis Ilmiah, Akademi Farmasi Indo-nesia, Tidak diterbitkan.

Reno gustaviani, 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III,Edisi IV;Jakarta 1857-1859.

Penerapan. EGC. Bandung.

Soeharto, 1, Kolesterol & lemak jahat, kolesterol & lemak baik dan proses terjadinya serangan jantung dan stroke. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2001.

Sri Hartini, Y. 2009. Relavansi Peraturan Dalam Mendukung Praktek Profesi Apoteker di Apotek. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. VI, No.2.

Sri, S. 1997. Efisiensi Pengelolaan Obat di

Rumah Sakit. Yogyakarta: Magister

Manajemen Rumah Sakit Univ. Gadjah Mada.

Tjay, T.H. dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Trimurthy, IGA. 2009. Analisis Hubungan Persepsi Pasien Tentang Mutu Pelayanan

Dengan Minat Pemanfaatan Ulang

Pelayanan Rawat Jalan Puskesmas

Pandanaran Kota Semarang. (tesis).

Semarang. Universitas Diponegoro.

Walgito. 2006. Pengantar Psikologi Umum Ed IV. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Yuliana. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan Pasar Swalayan Dengan Kepuasan Sebagai Variabel Intervening. Excellent. Surakarta.

Yunevy, E dan Haksama, S. 2013. Analisis Kepuasan Berdasarkan Persepsi

Dan Harapan Pasien Di Puskesmas

Medokan Ayu Surabaya. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. Surabaya.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh kepuasan konsumen terhadap loyalitas konsumen adalah signifikan dengan tingkat kesalahan 0%, Indikator dari variabel kepuasan konsumen yang memiliki nilai

ketiadaan garis: bukan berarti agan engga akan punya musuh, tapi ini artinya agan cenderung disukai semua orang, lebih suka berdamai dan kalo harus

Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami

Setelah mendapatkan shared key maka user B akan mengirimkan pesan kepada user A, setelah memasukkan nomer telepon beserta shared key maka user B kemudian meminta sistem

Setiap sumber panas yang dapat menaikkan suhu ruangan ditandai dengan naiknya temperatur bola kering (Tdb) akan menambah beban panas sensible. Panas laten yaitu panas

Pertama sekali saya ucapkan kepada Dzat Yang Maha Segalanya ALLAH SWT karena rahmat, hidayah dan karunia yang diberikan saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “WISATA

Sebagaimana diuraikan dalam Catatan 2l dan 3 atas laporan keuangan konsolidasi, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2000, Perusahaan menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat

Peran guru sangat menentukan dalam usaha peningkatan mutu pendidikan khususnya pendidikan formal. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Pasal 4 menegaskan bahwa