• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kusminiarty, Farida Tabri dan Safruddin Amin ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kusminiarty, Farida Tabri dan Safruddin Amin ABSTRAK"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR INTERLEUKIN-13 DENGAN HASIL UJI TUSUK KULIT

PENDERITA DERMATITIS ATOPIK ANAK

Relationship the content of Interleukin 13 with skin prik test

in patient children atopic dermatitis

Kusminiarty, Farida Tabri dan Safruddin Amin

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar Interleukin-13 dengan Hasil Uji

Tusuk Kulit penderita dermatitis Atopik Anak. Populasi penelitian ini yaitu penderita dermatitis

atopic dan non dermatitis atopic. Menggunakan metode cross sectional yang disertai kontrol.

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang anak berumur antara 2-12 tahun. 30 sampel

penderita dermatitis atopik dan 40 sampel non dermatitis atopic. Deteksi dan pengukuran IL-13

dari sampel darah sebanyak 3cc dilakukan dengan menggunakan quantikine human IL-13

immunoassay system, dan melakukan uji tusuk kulit untuk melihat wheal yang terbentuk. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar IL-13 antara penderita dermatitis

atopik dengan non dermatitis atopik. Uji statistik korelasi person dengan nilai bermakna p<0,05

digunakan dalam penelitian ini dan didapatkan hubungan tidak bermakna antara kadar IL-13

dengan hasil uji tusuk kulit.

Kata Kunci : Interleukin-13, uji tusuk kulit, dermatitis atopik, non dermatitis atopik

ABSTRACT

Kusminiarty, Relationship the content of Interleukin 13 with skin prik test in patient children

atopic dermatitis (Supervised by Farida Tabri and Safruddin Amin). The research aimed to

investigate the relationship the content of IL-13 with skin prik test in patient children atopic

dermatitis. The research population was atopic dermatitis and non atopic dermatitis patients,

with cross sectional method accompanied by a control. The number of samples in the research

were 50 children aged between 2-12 years old. 30 samples were atopic dermatitis patient and 20

samples were non atopic dermatitis patients. Detection and measurement of IL-13 as much as

3cc of blood samples by using Quantikine Human IL-10 immunoassay systems, and skin prick

test. The research reveals that there is proportional difference the content of il-13 in patients

atopic dermatitis and non atopic dermatitis. The statistic of pearson correlation test with the

significant value of p<0,005 is used in the research and it is obtained that thee is not a significant

relationship beetwent content of IL-13 with skin prick test.

(2)

PENDAHULUAN

Dermatitis atopik (DA) atau eksema

merupakan penyakit kulit inflamasi, sangat

gatal, kronis yang umum terjadi dan sangat

mempengaruhi kualitas kesehatan. Sifat

peradangan kulit yang timbul khas,

menahun dan kumat-kumatan, umumnya

muncul pada masa bayi, kanak- kanak atau

remaja. (Mckee PH, 2005, Wuthrich B,

2007) DA dipengaruhi oleh faktor

lingkungan, dan berkaitan erat dengan

penyakit atopi pada organ lain seperti

rhinitis alergika, asma pada penderita

sendiri ataupun keluarganya. (Abramovits,

2005)

DA ini biasanya ditemukan mulai

dari umur 2 bulan dan sekitar 1 tahun pada

60% pasien, 30% terlihat pertama kali pada

usia 5 tahun, dan hanya 10% timbul

dermatitis atopik antara usia 6 sampai 20

tahun. (Leung D,2003, Paller A 2006) DA

sangat jarang muncul pada usia dewasa.

Sebanyak 60% orangtua yang menderita

dermatitis atopik, mempunyai anak yang

juga menderita penyakit yang sama.

Prevalensi pada anak tinggi, yaitu sekitar

80% apabila kedua orangtuanya menderita

DA.(James W,2006 Leung D,2003) Survey

di negara berkembang menunjukkan

10-20% anak menderita DA.

(Jacoeb, 2004)

Angka prevalensi DA di Indonesia sendiri

juga bervariasi.

Pada tahun 2005 dari 10

RS besar di seluruh Indonesia menemukan

angka 36% dari seluruh kasus. (Dinkes,

2005) Data lainnya pada tahun 2010 di RS

Wahidin Makassar menemukan angka

16,34% dari seluruh kasus kunjungan

penyakit kulit anak. (Data primer, 2010)

RS

Restu

di

Makassar

menemukan

peningkatan jumlah kasus DA anak; 68

anak di tahun 2009, 92 anak di tahun 2010

(Data primer,2010)

Etiologi

dan

patogenesis

DA

sampai saat ini belum diketahui dengan

jelas. Banyak faktor yang mempengaruhi,

baik eksogen atau endogen, maupun

keduanya. Faktor-faktor yang berperan

antara lain faktor genetik, disfungsi sawar

kulit,

imunologis,

lingkungan,

dan

psikologis. (Leung et al., 2008, Leung and

Soter, 2001, Susilowati, 2009) Sensitisasi

makanan dan alergen hirup memegang

peranan pada patogenesis penyakit atopi.

Asma, rinitis alergika, dan DA mempunyai

dasar kelainan respon hipersensitivitas IgE

dan inflamasi jaringan spesifik yang ditandai

dengan infiltrasi lokal limfosit T, eosinofil,

dan

monosit/makrofag.

Jaringan

yang

sedang mengalami inflamasi akut akan

tampak infiltrasi limfosit T dengan ekspresi

interleukin (IL)-4, IL-5, dan IL-13. Sitokin ini

diperkirakan memegang peranan utama

pada

respon

alergi.

Penderita

atopi

mempunyai

suatu

kecenderungan

hipersensitivitas terhadap alergen. Alergen

yang sering disebut sebagai pemicu

timbulnya lesi pada penderita DA antara

lain makanan, serbuk sari bunga (pollen),

dan

debu

rumah.

(Wisesa

T,2009)

Golongan

makanan

yang

sering

berpengaruh adalah susu sapi, telur,

kacang-kacangan, ikan laut, kacang kedele,

dan gandum, sedangkan alergen hirup di

daerah tropis seperti di Indonesia terutama

adalah Dermatophagoides pteronyssinus

dan Dermatophagoides farinae. (Sujudi

Y,2000) Teknik diagnostik yang telah

dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya

antara lain, penentuan kadar IgE total

serum, pemeriksaan IgE spesifik, skin prick

test (SPT)/ uji tusuk kulit (UTK) maupun

atopy patch test. (Dewi and Sukanto, 2001,

Susilowati, 2009)

Patofisiologi terjadinya DA pada

dasarnya adalah adanya reaksi berlebihan

terhadap produksi antibodi spesifik IgE

sehingga terjadi peningkatan kadar IgE

serum dan hasil UTK positif terhadap

alergen. Sel T dalam darah berespon

terhadap

alergen

in

vitro

dengan

menginduksi produksi sitokin dari sel Th2

yaitu

IL-4,

IL-5

dan

IL-13,

dimana

interleukin- interleukin ini sangat berlimpah

didaerah inflamasi alergi. Interleukin-4 dan

IL-13 merupakan molekul-molekul yang

saling berhubungan secara struktural dan

memiliki fungsi biologis yang sama yaitu

pengurangan produksi sitokin inflamasi oleh

makrofag,

pengaturan

molekul-molekul

MHC klasII pada monosit atau makrofag

dan induksi ekspresi sel-sel endotelial.

(Herrick C, 2003, Sutedja E,2005)

(3)

Pemeriksaan kadar IL-4 dengan

hasil uji tusuk kulit penderita DA anak

pernah dilakukan oleh susilowati di

makassar pada tahun 2009, namun hasil

yang diperoleh tidak signifikan. Maka dari

itu kami melakukan penelitian lebih lanjut

dengan melihat kadar IL-13 yang

dihubungkan dengan hasil uji tusuk kulit.

Dikepustakaan disebutkan bahwa IL-4 dan

IL-13 merupakan beberapa sitokin yang

meningkat pada penderita DA

SUBJEK DAN METODE

Penelitian ini menggunakan desain

penelitian cross sectional untuk mengetahui

hubungan Kadar IL-13 Dengan UTK Pada

Penderita DA Anak.

Populasi terjangkau penelitian ini

adalah penderita DA anak yang datang ke

Poliklinik Kulit dan Kelamin subdivisi

Pediatri RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

dan RS. Restu Makassar.

Sampel penelitian adalah seluruh

populasi terjangkau yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

1. Kriteria Inklusi

a. Penderita DA yang memenuhi

kriteria William.

b. Tidak menderita penyakit kulit lain.

c. Penderita berusia 2 - 12 tahun.

d. Tidak sedang mendapat terapi

antihistamin dan kortikosteroid.

e. Bersedia ikut serta dalam penelitian

ini dan diminta persetujuan secara

tertulis

(menandatangani

inform

consent)

setelah

mendapatkan

keterangan yang cukup tentang

keuntungan dan hal-hal yang tidak

diinginkan

yang

dapat

terjadi

selama mengikuti penelitian.

2. Kriteria Ekslusi

a. Menderita retardasi mental.

b. Menderita penyakit sistemik (ISPA,

demam, gangguan saluran cerna)

c. Menderita Dermatitis kontak alergi.

d. Tidak Kooperatif

1. Dermatitis

atopik

adalah

penyakit

peradangan kulit, bersifat

kambuh-kambuhan, gatal, dan ditemukan pada

anak yang memiliki riwayat alergi

saluran pernapasan dan atau penyakit

atopik pada dirinya dan keluarganya.

2. Uji tusuk kulit (UTK) adalah uji tusuk

yang dilakukan pada lengan bawah

bagian volar yang sudah dibuat kolom

dengan meneteskan cairan berbagai

alergen dr Indrayana pada

masing-masing kolom, dan hasilnya dibaca

setelah 15-20 menit dengan menilai

wheal/ bentol pada kulit.

3. Alergen makanan adalah ekstrak bahan

makanan yang dibuat oleh dr Indrayana

digunakan untuk UTK, ada 21 jenis

yaitu putih telur, kuning telur, susu sapi,

kacang tanah, kacang mete, kedele,

gandum, tomat, wortel, nanas, teh,

coklat, ayam, kakap, cumi, udang,

kepiting, kerang, tongkol, bandeng.

4. Alergen hirup adalah ekstrak bahan

hirupan yang dibuat oleh dr Indrayana

digunakan untuk UTK, ada 12 jenis

yaitu house dust, mite, grasspollen,

maizepollen,

human

dander,

dog

dander, cat dander, horse dander,

kecoa, chicken feather, mixed fungi.

5. Interleukin

(IL)-13

adalah

sitokin

pleiotropik yang diproduksi oleh aktivasi

limfosit T. IL-13 mempunyai beberapa

fungsi memodulasi respon imun, antara

lain yang penting adalah mengatur

perubahan isotipe dan menginduksi

produksi IgE.

6. Kadar IL-13 adalah hasil pemeriksaan

dengan Quantikine® HS Human IL-13

Immunoassay.

7. Anak umur 2 – 12 tahun adalah anak

yang pada saat diperiksa berusia tidak

kurang dari 2 tahun dan tidak lebih dari

12 tahun 0 bulan.

Cara pengambilan sampel non

random sampling. Perkiraan jumlah sampel

yang diambil dihitung menggunakan rumus

Isaac dan Michael :

Z

2

.N.P.Q

S =

d

2

(N-1)+Z

2

.P.Q

Keterangan :

S = jumlah sampel yang diteliti

N= populasi DA di lokasi penelitian

(4)

p = proporsi DA (0,5)

q = 1 – 0,5 = 0,5

d = tingkat ketepatan yang diambil (0,05)

Dari hasil perhitungan dengan

menggunakan

rumus

diatas

diperoleh

jumlah sampel penelitian sebanyak 30

sampel untuk penelitian.

Pengumpulan data pada penelitian

ini dilakukan dengan cara :

1. Wawancara / anamnesis

Wawancara atau anamnesis

langsung pada penderita dan orang tua

penderita (alloanamnesis) dilakukan

menggunakan kuisioner yang telah

disiapkan dan dimaksudkan untuk

mengumpulkan data tentang identitas,

karakteristik dan riwayat penyakit dari

sampel.

2. Pemeriksaan Fisik dan Pengambilan

Foto

Pemeriksaan fisik dilakukan

untuk menegakkan diagnosis DA dan

menilai derajat keparahan dari penyakit.

Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik

juga

dilakukan

pengambilan

foto

dengan menggunakan kamera digital

merk Sony (8 megapixel)

3. Pemeriksaan Uji Tusuk Kulit

Pemeriksaan ini dilakukan setelah

ditegakan diagnosis DA.

Alat dan bahan :

a. Alergen makanan dan allergen

hirup dr Indrayana

b. Jarum Marrow Brow

c. Bolpoin

d. Spidol ukuran 0,2

e. Selotip

f.

Kertas millimeter blok

Prosedur pemeriksaan UTK

1. Tandai area yang akan kita tetesi

ekstrak alergen dengan bolpoin.

2. Histamin

dan

kontrol

negatif

(larutan buffer) diteteskan pada

daerah

yang

berseberangan.

Kemudian teteskan ekstrak alergen

lainnya

3. Tusuk kulit yang telah ditetesi

histamin, buffer kontrol, dan ekstrak

alergen

dengan

menggunakan

jarum

marrow

brow.

Tusukan

dilakukan dengan pelan

menembus

lapisan epidermis.

4. Ukur diameter wheal (urtika) pada

kulit yang ditetesi histamin dan

larutan buffer harus negatif.

5. Tes dibaca setelah 15-20 menit

dengan mengukur wheal (urtika)

yang timbul.

6. Hasil tes dipindahkan ke kertas

millimeter

blok

dengan

cara

membuat garis mengelilingi batas

wheal dengan spidol ukuran 0,2,

ditempel dengan selotip lalu selotip

ditempel pada kertas millimeter

blok.

7. Mengukur setiap diameter lingkaran

pada selotip. Dinyatakan +1 bila

ukuran wheal lebih besar dari

kontrol, +2 bila ukuran wheal 50%

dari diameter histamin dan +3 bila

ukuran wheal sama besar dengan

histamine, +4 bila ukuran wheal

lebih besar dari histamin.

4. Pemeriksaan kadar IL-13

Pemeriksaan

IL-13

dengan

ELISA

(Enzyme-

Linked

Immunosorbent Assay) menggunakan

kit Quantikine ® HSv (High Sensitivity).

Kit ini digunakan khusus hanya untuk

penelitian.

Dengan

sampel

serum

mempunyai minimum detectable dose

(MMD) untuk IL-13 kurang dari 32

pg/mL.

Alat dan Bahan :

1. ELISA (Organon Reader)

2. Kit Quantikine ® HS400 (Product R

& D)



Spuit disposable 3ml



Tabung



Pipet 500ul



Microplate reader



Centrifuge

Prosedur pemeriksaan

a. Menyiapkan sampel serum :

darah sampel diambil dari vena

kubiti dengan cara aseptik

(5)

disposibel 3 cc, dimasukan

dalam tabung sentrifus. Darah

dalam tabung diputar 10 – 15

menit dengan kecepatan 2000

rpm,

serum

yang

berada

dibagian

atas

dipisahkan

kemudian

disimpan

dalam

lemari es pada suhu -20

C.

b. Menyiapkan reagen

c. Menambahkan konjugat IL-13

pada tiap cawan.

d. Menambahkan

100

µL

Standart, sampel, atau kontrol

pada tiap sumur. Inkubasi

selama 2 jam pada suhu

ruangan.

e. Aspirasi dan bilas.

f.

Tambahkan

substrat

(kromogen

tetramethyl

Benzidine) pada tiap cawan,

inkubasi

selama

20

menit

dalam suhu ruangan

g. Menambahkan larutan asam

sulfat 2 N pada setiap cawan.

h. Baca

pada

ELISA

reader

dengan panjang gelombang

540

selama

30

menit

menggunakan

microplate

reader.

Data yang terkumpul disajikan

dalam bentuk table dan atau grafik yang

disertai dengan penjelasannya. Kemudian

data dianalisis dengan uji Mann-Whitney

dan uji korelasi Pearson.

HASIL PENELITIAN

Jumlah sampel dalam penelitian ini

adalah 50 orang anak berumur antara 2-12

tahun terdiri dari 30 orang anak laki-laki

(60%) dan 20 orang anak Perempuan

(40%).

Tiga

puluh

sampel

penderita

dermatitis atopi terdiri dari 20 orang anak

laki-laki (66,6 %) dan 10 orang anak

perempuan (33,3 %). Dua puluh sampel

lainnya dermatitis non atopi yang terdiri dari

11 orang anak laki-laki (55%) dan 9 orang

anak perempuan ( 45%).

Sampel dikelompokkan dalam 3

kelompok sampel (Tabel 1), yaitu kelompok

1 terdiri dari 30 orang anak yang menderita

dermatitis atopi dengan hasil UTK positif

(DAUTKP), kelompok 2 terdiri dari 8 orang

anak yang menderita dermatitis non atopi

dengan hasil UTK positif (NDAUTKP), dan

kelompok 3 terdiri dari 12 orang anak yang

menderita dermatitis non atopi dengan hasil

UTK negatif. (NDAUTKN)

Tabel 1. Kadar IL-13 dalam satuan pg/ml

pada 3 kelompok sampel

Kelompok

Sampel

N

Mean

Standar

Deviasi

1

30

21,2600

7.88998

2

8

10,0875

1.29663

3

12

9,9667

1.30477

Grafik 1 menunjukkan rerata kadar

IL-13 kelompok 1 dibandingkan kelompok 2,

dengan uji statistic Mann-Whitney terdapat

perbedaan yang bermakna dengan nilai P =

0.000 (P< 0.005), sedangkan kelompok 1

dibandingkan dengan kelompok 3 terdapat

perbedaan yang bermakna dengan nilai P =

0.000 (P<0.005), sedangkan kelompok 2

dibandingkan kelompok 3 mempunyai

perbedaan yang bermakna dengan nilai P =

0.969 (P>0.005).

Grafik 1. Rerata kadar IL-13 dalam pg/ml

pada tiap kelompok sampel.

Nilai cut off kadar IL-13 serum

penderita

dermatitis

atopi

anak

dari

penelitian

ini

terdapat

pada

rentang

kelompok 1 dan 2. Nilai cut off didapatkan

dari titik tengahnya yaitu 13,37 pg/ml.

(6)

Tabel 2. Distribusi jumlah hasil UTK

dengan kadar IL-13 penderita

dermatitis atopi

Jumlah

Hasil

UTK Positif

N

Mean

Standar

Deviasi

1

3

14.7000

0.00000

2

2

14.5333

4.73427

3

1

22.0000

-

4

1

18.1000

-

5

7

17.7857

4.99814

6

5

22.0200

3.92199

7

2

15.6500

3.46482

8

4

27.4500

10.40176

9

2

31.3000

3.53553

10

3

28.8000

12.08015

Total

30

Pada tabel 2 kadar IL-13 paling

rendah terdapat pada sampel dengan hasil

UTK positif 2 alergen. Kadar IL-13 paling

tinggi pada sampel dengan hasil UTK positif

9 alergen. Uji statistik yang digunakan untuk

mencari hubungan antara hasil UTK

dengan kadar IL-13 adalah dengan uji

korelasi Pearson dan didapatkan hubungan

tidak bermakna dengan nilai P= 0.181

(P>0.005).

Grafik 2. Distribusi hasil UTK dengan

kadar IL-13 dalam satuan pg/ml

UTK : Uji Tusuk Kulit

Grafik 2 menunjukkan hubungan

jumlah allergen positif hasil UTK dengan

kadar IL-13 pada penelitian ini P=0.221

(P>0.005).

Hasil urtikaria diameter kontrol

histamine pada penderita DA dibandingkan

dengan kadar IL-13 dengan menggunakan

uji korelasi pearson didapatkan hubungan

tidak bermakna P= 0,244(P>0,005)

Tabel 3. Distribusi

hasil

UTK

berdasarkan

jenis

allergen

makanan.

No

Jenis Alergen

Makanan

Jumlah

Sampel

1

Putih telur

6

2

Kuning telur

8

3

Kacang tanah

2

4

Kacang mete

2

5

Kedele

3

6

Gandum

3

7

Susu sapi

5

8

Tomat

3

9

Wortel

4

10

Nanas

1

11

The

1

12

Kopi

2

13

Coklat

11

14

Ayam

2

15

Kakap

6

16

Cumi

3

17

Udang

3

18

Kepiting

6

19

Kerang

6

20

Tongkol

2

21

Bandeng

1

Tabel 4. Distribusi

hasil

UTK

berdasarkan

jenis

allergen

hirup.

No

Jenis Alergen

Hirup

Jumlah

Sampel

1

House dust

13

2

Mite

8

3

Grass pollen

5

4

Maize pollen

4

5

Rice pollen

7

6

Human dander

7

7

Dog dander

2

8

Cat dander

4

9

Horse dander

1

10

Kecoa

8

11

Chicken feather

3

12

Mixed fungi

7

Berdasarkan hasil penelitian ini

didapatkan allergen makanan yang paling

banyak adalah coklat sebanyak 11 sampel,

diikuti kuning telur dan putih telur 8 sampel,

kakap, kepiting, kerang masing-masing 6

(7)

sampel (Tabel 3). Jenis allergen hirup yang

paling banyak adalah house dust sebanyak

13 sampel, diikuti oleh mite culture dan

kecoa

masing-masing

8

sampel.

(Tabel 4).

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini didapatkan

kasus DA lebih banyak pada anak laki-laki

dibandingkan

perempuan.

Studi

epidemiologi dari berbagai kepustakaan

menunjukkan bahwa DA dapat mengenai

semua

jenis

kelamin,

pada

anak

perempuan lebih sedikit dibandingkan anak

laki-laki. (Abramovits,2005)

Hasil

penelitian

menunjukkan

terdapat perbedaan yang bermakna antara

kelompok DA dibandingkan kelompok non

atopi. Pada penderita DA interaksi antara

faktor predisposisi genetik atopi dan

lingkungan

sudah

diakui

sangat

menentukan kemungkinan seseorang untuk

menderita penyakit atopi atau tidak. Faktor

lingkungan diketahui memegang peran

besar memulai sensitisasi pada seseorang

yang mempunyai bakat atopi, dan akan

menentukan perkembangan gejala klinis

serta derajat berat penyakitnya. (Akib,2005)

Bukti

atopi

pada

seseorang

dapat

ditentukan dengan berbagai cara, antara

lain dengan kadar IgE total, kadar IgE

spesifik, uji kulit terhadap allergen dan pola

sekresi sitokin serta respon sel limfosit T

helper 2 (Th2). Seperti kita ketahui, sitokin

dapat menggambarkan pola respon Th1 (

IL-2, IFN-

γ

, 12) atau TH2 ( 4, 5,

IL-13).

Respon

Th1

dan

Th2

saling

mempengaruhi dan bekerja dalam suatu

keseimbangan aktif. Pola respon Th2

dihubungkan dengan reaksi inflamasi alergi,

sedangkan pola respon Th1 dihubungkan

dengan hipersensitivitas tipe lambat dan

reaksi inflamasi infeksi. (Akib, 2005, Werfel

and

Kapp,

2002,

Susilowati,

2009).

Penyimpangan

respons

imun

atau

gangguan keseimbangan kearah Th2 akan

memberikan

kemudahan

bagi

proses

perkembangan

alergi.

Perkembangan

kecenderungan pada pola Th2 terjadi pada

masa bayi dan anak. Seperti kita ketahui

semasa dalam kandungan, fetus berada

dalam lingkungan pola respon Th2, dan

produksi IFN-

γ

neonatus dari keluarga atopi

cenderung

rendah

sehingga

kecenderungan kearah pola Th2 lebih

besar.(Akib,2005)

Sensitisasi

alergen

merupakan

proses berkelanjutan sejak masa awal

kehidupan yang dipengaruhi oleh faktor

lingkungan

dan

akan

mempengaruhi

timbulnya gejala penyakit alergi pada

individu yang telah sensitif. Di perkirakan

bahwa manipulasi lingkungan akan dapat

mencegah timbulnya penyakit alergi, atau

akan menurunkan kekerapan dan derajat

berat penyakit.

Beberapa

penelitian

yang

membandingkan kadar IL-13 pada sampel

normal dengan penderita atopik didapatkan

perbedaan

yang

bermakna.

Menurut

penelitian Herrick dkk, IL-13 merupakan

interleukin yang penting dalam proses alergi

yang diinduksi melalui respon Th2. Zitnik

juga

melaporkan

penelitian

tentang

hubungan antara IL-13 dengan IgE total

serum pada penderita dermatitis atopi yang

diberi

paparan

allergen

makanan

didapatkan hubungan yang bermakna.

Nilai cut off kadar IL-13 serum

penderita DA anak dari penelitian ini

terdapat pada rentang kelompok 1. Nilai

cut off didapatkan dari titik tengah rerata

IL-13 kelompok 1 dan 2. Hasil penelitian ini

didapatkan nilai cut off IL-13,37 pg/ml

sehingga dapat dinyatakan bahwa anak

yang menderita DA mempunyai kadar

IL-13

13,37 pg/ml.

Hasil penelitian ini menunjukkan

kadar IL-13 serum penderita dermatitis

atopik dengan banyaknya hasil positif UTK

tidak berhubungan. Kenaikan kadar IL-13

tidak sesuai dengan kenaikan jumlah hasil

positif UTK. Kadar IL-13 tertinggi terdapat

pada kelompok dengan 9 jenis alergen

positif, kemudian kelompok dengan 10 dan

8 jenis alergen hasil UTK positif. Sedangan

kadar IL-13 terendah terdapat pada hasil

UTK positif 2. Begitu pula hubungan antara

luasnya diameter urtikaria histamine yang

terbentuk dibandingkan dengan kadar IL-13

serum tidak berhubungan. Penelitian ini

membuktikan

tidak

adanya

hubungan

(8)

Kemungkinan

yang

menyebabkan

kurangnya korelasi tersebut adalah adanya

faktor lain yang mempengaruhi sel mas

dalam pelepasan histamin. Pelepasan

mediator sel mas dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor baik imunologis maupun

non imunologis. Faktor imunologis antara

lain antigen/alergen yang akan terikat pada

IgE pada reaksi hipersensitivitas tipe I,

antigen spesifik terkait sel T pada reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, anafilatoksin,

leukocyte-derived

factor,

dan

juga

mikroorganisme

patogen.

Faktor

nonimunologis yaitu proses fisik seperti

pajanan cahaya, panas, dingin, trauma, dan

tekanan, proses fisiologis seperti hipoksia,

dan perubahan tekanan osmotik. (Rendra et

al, 2005, Susilowati, 2009)

Sensitisasi

alergen

merupakan

proses berkelanjutan sejak masa awal

kehidupan yang dipengaruhi oleh faktor

lingkungan

dan

akan

mempengaruhi

timbulnya gejala penyakit alergi pada

individu yang telah sensitif. Keterlibatan

allergen

hirup

dan

makanan

yang

mencetuskan lesi DA dapat diamati melalui

mekanisme hipersensitivitas tipe I yang

berlanjut kearah fase lambat. BerdasarKan

penelitian

terdahulu

menunjukkan

pentingnya

peran

alergen

hirup

dan

makanan pada kejadian DA, oleh karena itu

pada

penelitian

ini

dilakukan

UTK

digunakan allergen makanan dan hirup.

Berbagai macam alergen banyak

ditemukan dilingkungan hidup. Salah satu

alergen

yang

penting

dan

banyak

ditemukan di negara beriklim tropis dengan

kelembaban tinggi seperti Indonesia adalah

tungau debu rumah (TDR), serpihan kulit

manusia (human dander), jamur, bulu

binatang dan kecoa. Berbagai penelitian

membuktikan

adanya

hubungan

TDR

dengan kekambuhan DA.(Teplitsky et al,

2008).

Allergen

makanan

merupakan

salah satu allergen lingkungan yang dapat

mencetuskan

DA,

walaupun

hanya

berperan pada sebagian kecil kasus DA.

Beberapa

peneliti

melaporkan

bahan

makanan yang mengandung protein tinggi,

misal susu, telur, kacang tanah, kedelai,

gandum dan ikan laut merupakan makanan

yang sering mencetuskan DA. (Effendi,

2004)

Hasil penelitian ini didapatkan

alergen jenis makanan yang paling banyak

memberikan hasil positif adalah coklat,

kuning telur, putih telur, kakap, kepiting dan

kerang. Dari kepustakaan didapatkan data

yang

bervariasi

untuk

jenis

alergen

makanan yang tersering mencetuskan DA.

(Motala, 2003, Sampson, 1997). Widiantoro

dan Sudigdoadi melakukan penelitian pada

penderita DA dan dapat dibuktikan adanya

sekelompok penderita yang kekambuhan

lesi kulitnya dipengaruhi oleh alergen

makanan

dengan

pemeriksaan

UTK

dengan hasil terbanyak susu sapi, diikuti

kacang tanah dan ikan laut. (Sudigdoadi,

2001). Perbedaan hasil penelitian ini

dengan hasil penelitian terdahulu dapat

disebabkan pola makan yang berbeda di

tiap

daerah.

Pola

makan

penduduk

Makassar lebih banyak makan makanan

laut antara lain jenis ikan-ikanan, kepiting

dan kerang. Pada penelitian ini hasil UTK

alergen makanan yang paling banyak positif

adalah

coklat,

mungkin

dikarenakan

makanan ini paling banyak disukai

anak-anak dan kandungan proteinnya yang

tinggi.

Pada penelitian ini menunjukkan

allergen hirup yang terbanyak adalah debu

rumah, kutu, dan kecoa. Hasil penelitian

oleh Susilowati didapatkan allergen hirup

terbanyak adalah kecoa, diikuti mite dan

human dander. Beberapa peneliti lain

menempatkan

TDR

sebagai

alergen

terbanyak pada DA. (Susilowati, 2009,

Sudigdoadi,

2001).

Perbedaan

hasil

penelitian

ini

dengan

hasil

berbagai

penelitian di daerah lain dapat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan tempat tinggal

sampel penelitian, kemungkinan sebagian

besar sampel sering terpapar debu rumah.

Allergen debu rumah banyak memberikan

hasil positif pada penderita DA yang tinggal

di daerah beriklim tropis.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abramovits, W. (2005) Atopic Dermatitis. J

Am Acad Dermtol, 53, 86-93.

Amiruddin D.(2003) Dermatitis Atopik dan

Penanganannya. In. Amiruddin D,

editors. Ilmu Penyakit Kulit. 1

st

ed.

Makassar.p. 297-312.

Avgerinou G, Andreas, Goules. (2008)

Atopic Dermatitis: New Immunology

Aspects.

International

J

of

Dermatology,47,219-24.

Baratawidjaja, K. (2006) Imunology Dasar,

Balai Penerbit FKUI.

Blauvelt A, Hwang S & Udey M. (2003)

Allergic and Immunologic Diseases of

the Skin. J Allergy Clin Immunol

11,560-569.

Boguniewicz, M & Leung D. (2000) Atopic

Dermatitis. In Leung, D & Greaves,M

(Eds) Allergic Skin Diseases. New

York, Marcel Dekker.

Bohme M, Svensson A, Kull I, Wahlgren C.

(2000) Hanifin’s and Rajka’s Minor

Criteria for Atopic Dermatitis: Which

do 2-year-old exhibit? American

Academy of Dermatology.

Bos

J.(2005)

Immunology

of

Atopic

Dermatitis.In Harper J, Oranje A &

Prose N.(Eds) Textbook of Pediatric

Dermatology.2

nd

ed.

London,

Blackwell

Data primer (2010) Data Registrasi sub

Bagian Dermatology Anak di Rumah

Sakit

Wahidin

Sudirohusodo

Makassar.

Data primer Data Jumlah Kunjungan Baru

dan Lama Poliklinik Anak di RS

Restu Tahun 2009-2010.

Depkes (2005) Data Jumlah Kunjungan

Baru dan Lama Pasien Kulit Anak di

7 Rumah Sakit di Indonesia.

Dewi

I

&

Sukanto

H.(2001)

Kadar

Imunoglobulin E Spesifik dan Uji

Tusuk terhadap Dermatophagoides

pterronyssinus

pada

Penderita

Dermatitis Atopik Dewasa dengan

Kadar Imunoglobulin E total Serum di

atas Normal. Berkala Ilmu penyakit

Kulit dan Kelamin, 13,122-127.

Effendi E.(2004) Peran Uji Kulit pada

Dermatitis Atopik. In: Boediarja S,

Sugito T & Rihatmadja R.(Eds)

Dermatitis pada Bayi dan Anak.

Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

Eichenfield L, Chair M, Hanifin J, Luger T,

Stevens S & Pride H (2003)

Concensus Conference on Pediatric

AtopicDermatitis.J

Am

Acad

Dermatol, 49, 1088-95.

Ellis C, Luger T, Allen R, Graham-Brown, R

Prost, Eichenfield L & Femandis C.

(2003)

International

Concencus

Conference on Atopic Dermatitis II

(ICCADII) : Clinical Update and

Current Treatment Strategies. British

Journal of Dermatology, 148,3-10.

Ellis C and Luger T. (2003) International

Consensus Conference on Atopic

Dermatitis II ( ICCAD II): Chairman’s

Introduction and Overview. Britis

Journal of Dermatology, 148,1-2.

Friedmann P & Holden C.(2004) Atopic

Dermatitis. In Burns T, Breathnach S,

Cox N & Griffiths C.(Eds) Rook’s

Texbook

of

Dermatology.

7

th

ed.Victoria, Blackwell Science.

Habif T.(2004) Clinical Dermatology A Color

Guide To Diagnosis and Therapy,

London, Mosby.

Han D.(2004) Food Sensitization in Infans

and Young Children with Atopic

Dermatitis. Yonsei Med J.

Helen E. (2008) Food Allergy as Seen by an

Allergist.

Journal

of

Pediatric

Gastroenterology and Nutrition,47:

S45-48.

Herrick C, Xu L, McKenzie A, Tigelaar.

(2003) IL-13 Is Necessary, Not

Simply Sufficient, for Epicutaneously

Induced Th2 Responses to Soluable

Protein

Antigen.Journal

of

(10)

Jacoeb

TNA.(2004)

Manifest

Klinis

Dermatitis Atopi pada Bayi dan Anak.

In: Boediardja SA, Sugianto TL,

Rihatmadja R. (Eds) Dermatitis pada

Bayi dan Anak. 1

st

ed.Jakarta.

Fakultas Kedokteran Indonesia

Jamal ST.(2007) Atopic Dermatitis : An

Update

Review

of

Clinical

Manifestations

and

Management

Strategis in General Practice. Bull

Kuwait Inst Med Spec 2007;6:55-62.

Kang K, Poster AM.( 2003) Atopic

Dermatitis. In Bolognia JL, Jorizzo JL,

Rapini RP, Horn T et al (Eds).

Dermatology. 1th ed. London, Mosby.

Krafchik B, Halbert A, Yamoto K, Sasaki

R.(2003) Ezcemtous Dermatitis. In

Schacner L, Hanses R, Happle R,

Paller A et al (Eds). Pediatric

Dermatology. 3th ed. London. Mosby.

Laonita RS, Indriatmi W.(2000) Peran

Staphylococcus

Aureus

Pada

Dermatitis Atopik. MDVI;27/4S:

43S-47S.

Lawrence F, Eichenfield, Hanifin J, Thomas

A. (2003) Consensus Conference on

Pediatric Atopic Dermatitis. J Am

Acad Dermatol 2003;49:1088-95.

Leung D, Eichenfield L & Boguniewcz,M

(2003) Atopic Dermatitis ( Atopic

Eczema).In Freedberg I, Eisen A,

Wolff K, Austen F, Goldsmith L, Katz

S.(Eds) Fitzpatrick’s Dermatology in

General Medicine. 6

th

ed. NewYork,

Mc GrawHill.

Leung D, Eichenfield, L & Boguniewicz,M

(2008) Atopic Dermatitis ( atopic

eczema). In Wolff, K, Goldsmith, L,

Katz,S, Gilchrest,B, Paller, A, &

Leffell,

D.(Eds)

Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. 7

th

ed. NewYork, Mc GrawHill.

Leung D. (2002) Role of Staphylococcus

aureus in Atopic Dermatitis. In

Bieber, T & Leung D. (Eds) Atopic

Dermatitis. NewYork, Marcel Dekker.

Leung D & Soter N. (2001) Cellular and

Immunologic Mechanisms in Atopic

Dermatitis. J Am Acad Dermatol,

44,1-12.

James W, Berger T, Elston D.(2006)

Andrews’ Diseases of The Skin

Clinical

Dermatology.

10

th

ed.

California. Saunder Elsevier.

Mckee PH, Calonje E, Granter S. (2005)

Pathology of The Skin. 3th ed. USA,

Elsevier Mosby.

Motala, C. (2003) Atopic Dermatitis and

Food Sensitivity. Current Allergy &

Clinical Immunology,16,89-95.

Ong P, Leung D.(2002) Atopic Dermatitis. In

Grammer L, Greenberger P (Eds).

Patterson’s Allergic Diseases. 6

th

ed.

Philadelphia. Lippincott Williams &

Wilkins.

Paller AS, Mancini AJ. (2006) Hurwitz

Clinical

Pediatric

Dermatology,

Chicago, Elsevier Saunder.

Proksch E & Elias P. (2002) Epidermal

Barrier in Atopic Dermatitis. In Bieber

T & Leung D. (Eds) Atopic Dematitis.

New York, Marcel Dekker.

Reitamo S, John, Luger T. (2001) Itch in

Atopic

Dermatitis.J

Am

Acad

Dermatol 2001;45:55-56.

Sampson H. (1997) Food Sensitivity and

The

Pathogenesis

of

Atopic

Dermatitis. J R Soc Med,90,2-8.

Sampson H. (2004) Update on Food

Allergy.

J

Allergy

Clin

Immunol,113:805-19.

Simpson E, Hanifin M. Atopic Dermatitis.J

Am Acad Dermatol 2005; 53:115-28.

Siregar S. (2004) Peran Alergen Makanan

dan Alergen Hirup pada Dermatitis

atopic.In Boediardja S, Sugito T &

Rihatmadja R (Eds). Dermatitis pada

Bayi dan Anak. Jakarta, Balai

Penerbit FKUI.

Sujudi Y.(2000) Tungau Debu Rumah dan

Peranannya pada Dermatitis Atopik

Anak. Media Dermato-Venereologica

Indonesiana.Vol.27 No.4.

(11)

Susilowati

E.(2009)

Hubungan

Kadar

Interleukin 4 dengan Hasil Uji Tusuk

Kulit Penderita Dermatitis Atopik

Anak.

Program

Pasca

Sarjana

Universitas Hasanuddin Makassar.

Sutedja

E,

Sudigdoadi,

Soebono

H,

Idjradinata

P.

(2005)

Ketidakseimbangan Th-2 dan Th-1

pada Dermatitis Atopik.Bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin FK

UNPAD.

Thestrup K, Pedersen . (2005) Atopic

Dermatitis. In Bos J (Ed) Skin

Immune System. 2th ed. NewYork,

CRC press.

Werfel T & Kapp A.(2002) t cells in Atopic

Dermatitis. In Bieber T & Leung

D,(Eds) Atopic Dermatitis. NewYork,

Marcel Dekker.

Wollenberg A.(2002) Antigen Presenting

Cells.In Bieber T 7 Leung D. (Eds)

Atopic Dermatitis.NewYork, Marcel

Dekker.

Wuthrich B, Cozzio A, Roll A, Senti G,

Kundig T.(2007) Atopic Eczema:

Genetic or environment? Ann Agric

Environ Med,14, 195-201.

Wisesa T.( 2009) Masalah Kulit yang sering

Ditemukan Pada Bayi dan Anak. In

Aisah S, Lestari T, Indriatmi W,

Devita M, Prihianti S.(Eds) Masalah

Kulit dan Keputihan Pada Bayi dan

Anak. KSDAI & PERDOSKI. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Gambar

Tabel 1. Kadar IL-13 dalam satuan pg/ml  pada 3 kelompok sampel  Kelompok
Tabel 2. Distribusi  jumlah  hasil  UTK  dengan  kadar  IL-13  penderita  dermatitis atopi  Jumlah  Hasil  UTK Positif  N  Mean  Standar Deviasi  1  3  14.7000  0.00000  2  2  14.5333  4.73427  3  1  22.0000  -  4  1  18.1000  -  5  7  17.7857  4.99814  6

Referensi

Dokumen terkait

dengan kemampuan berpikir kreatif dan penguasaan kala, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan

Bagaimana Allah mau berbicara kepada pribadinya kalau mereka sendiri tidak pernah menelaah (menyelidiki) Alkitab padahal mereka adalah anak-anak Tuhan yang harus diberi

Acute Kidney Injury Following Cardiac Surgery - Incidence, Risk Factors, Association With Other Perioperative Complications, Survival, and Renal Recovery..

Namun demikian, dapat dilihat dengan jelas daripada contoh respon yang diberikan bahawa responden turut mengaplikasikan ciri-ciri atau bentuk penolakan tidak

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Badan Narkotika Nasiaonal menggunakan sistem criminaljustice system tersangka ini masih dalam rana penyidikan karena jika

Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui

Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor paling dominan pada penyakit IMA adalah pola diet konsumsi karbohidrat berlebih 93.3%, kurangnya aktivitas fisik 70%, asupan

Explosif kekuatan adalah kemampuan sebuah otot atau untuk mengatasi beban dengan kecepatan yang tinggi dalam suatu gerakan.. Kekuatan endurance adalah kemampuan daya