• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI SKEMA PARAMETERISASI CUMULUS PADA MODEL WRF-ARW UNTUK PRAKIRAAN HUJAN HARIAN DI SULAWESI TENGGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UJI SKEMA PARAMETERISASI CUMULUS PADA MODEL WRF-ARW UNTUK PRAKIRAAN HUJAN HARIAN DI SULAWESI TENGGARA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

UJI SKEMA PARAMETERISASI CUMULUS PADA MODEL

WRF-ARW UNTUK PRAKIRAAN HUJAN HARIAN

DI SULAWESI TENGGARA

Rino Indra Natsir¹, Syamsul Huda²

Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika email : [email protected]

INTISARI

Dinamika cuaca di atmosfer tidak semua dapat diselesaikan dengan persamaan gerak pada model numerik. Dengan menggunakan data Global Forecast System (GFS), penulis akan melakukan penelitian terhadap skema parameterisasi cumulus untuk mengetahui performa model dan skema parameterisasi cumulus dengan sentivitas terbaik dalam memprakirakan hujan harian. Penelitian dilakukan di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan membandingkan secara kualitatif dan kuantitatif pada daerah kabupaten/kota. Metode verifikasi yang digunakan yaitu metode tabel kontingensi dengan menghitung nilai Equitable Threat Score (ETS), Proportion Correct (PC), dan Frequence Bias

Index (FBI). Berdasarkan hasil analisis dan verifikasi, secara umum model menunjukkan performa

yang kurang konsisten. Skema parameterisasi Betts-Miller-Janjic (BMJ) merupakan parameterisasi terbaik untuk prakiraan hujan harian di Sulawesi Tenggara. Sedangkan untuk prakiraan daerah kabupaten/kota memiliki skema terbaiknya masing-masing.

Kata Kunci: WRF-ARW, Parameterisasi cumulus, Hujan harian

ABSTRACT

Weather dynamics in atmosphere can’t all be solved by equations of motion in the numerical

models. Using data from Global Forecast System (GFS), the writer will conduct research on cumulus parameterization scheme to determine performance model and cumulus parameterization scheme that has the best sensitivity in forecasting of daily rain. The study was conducted in Southeast Sulawesi Province by comparing qualitative and quantitative at regency/city. Verification methods using kontingensi table method by calculating value of Equitable Threat Score (ETS), Proportion Correct (PC), and Frequency Bias Index (FBI). Based on analysis and verification, in general the models show less consistent performance. Parameterization scheme Betts-Miller-Janjic (BMJ) is the best parameterization to daily rain forecast in Southeast Sulawesi. Meanwhile for regency/city forecast has the best scheme respectively.

Keyword: WRF-ARW, Cumulus parameterization, Daily rain

I. PENDAHULUAN

Posisi Indonesia yang berada di benua maritim tropis dengan topografi yang beragam dapat mempengaruhi pola distribusi curah hujan. Wilayahnya yang luas dengan jaringan pengamatan cuaca yang terbatas menyebabkan prakiraan cuaca kurang merepresentasikan

keadaan sebenarnya. Untuk daerah-daerah yang jauh dari titik-titik pengamatan, dibutuhkan suatu model cuaca yang dapat membantu menyediakan prakiraan yang cepat, tepat, akurat dan efisien tanpa harus selalu mengandalkan pengamatan langsung. Salah satu model cuaca yang digunakan dan dikembangkan

(2)

2 oleh banyak negara di dunia yaitu

WRF-ARW (Weather Research and

Forecasting – Advanced Research

WRF), merupakan model generasi

lanjutan sistem simulasi cuaca numerik skala meso yang didesain untuk melayani simulasi operasional dan kebutuhan penelitian atmosfer. Salah satu kelebihan WRF adalah aplikasinya yang sangat fleksibel pada berbagai platform sistem, mulai dari super computer yang rumit dan masif hingga laptop yang sederhana dan mudah digunakan (Skamarock dkk, 2011).

Model WRF-ARW memiliki salah satu keunggulan yaitu adanya parameterisasi. Parameterisasi merupakan cara untuk menghitung efek yang ditimbulkan oleh suatu proses tanpa memodelkan langsung proses tersebut. Salah satu parameterisasi yang ada pada model WRF-ARW adalah parameterisasi

cumulus. Parameterisasi cumulus

diperlukan untuk menjelaskan proses pembentukan hujan di dalam model. (Santriyani, dkk).

Penelitian ini dilakukan dengan cara mencari kesesuaian skema model cuaca dengan menganalisis data spasial serta melakukan tinjauan secara kualitatif dan kuantitatif terhadap data hasil prakiraan model cuaca WRF-ARW dengan data observasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mencari skema parameterisasi

cumulus yang paling sesuai

diterapkan sebagai bahan analisis maupun prakiraan hujan harian dengan mengambil wilayah penelitian di Sulawesi Tenggara. Dengan penelitian ini juga kita dapat mengetahui performa model WRF-ARW dalam mensimulasikan prakiraan hujan harian, khususnya untuk wilayah Sulawesi Tenggara. II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan model penelitian eksperimen berdasarkan model yang telah ada. Adapun data yang digunakan yaitu data Global

Forecast System (GFS) sebagai data

masukan model WRF-ARW dan data pengamatan curah hujan harian sebagai data pembanding. Data GFS yang digunakan diperoleh dari situs

http://nomads.ncdc.noaa.gov/data/gfs 4 dengan interval waktu 3 jam-an.

Studi kasus yang dipilih sebanyak 12 kasus yang mewakili setiap bulan sepanjang tahun 2014. Adapun data curah hujan harian diperoleh dari Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, Stasiun Meteorologi Betoambari Baubau dan Stasiun Meteorologi Pomalaa Kolaka yang merupakan data pengamatan sinoptik dan data pos hujan yang berjumlah 34 titik. Dalam penelitian ini dilakukan dua tahapan pengolahan data. Tahap pertama yaitu melakukan running model. Kemudian tahap kedua yaitu melakukan perbandingan dan analisis hasil luaran model pada tiap skema yang diuji. Selain itu dilakukan pula verifikasi pada 3 (tiga) Stasiun Meteorologi di Sulawesi Tenggara. Teknik verifikasi menggunakan metoda tabel kontingensi dengan menghitung nilai Equitable Threat

Score (ETS), Proportion Correct (PC) dan Frequence Bias Index (FBI).

Verifikasi dilakukan pada 3 titik Stasiun Meteorologi yang berada di Sulawesi Tenggara tiap 6 jam-an dan 12-jam-an.

Model WRF-ARW dijalankan dalam 2 (dua) domain. Domain yang digunakan untuk analisis hanya domain 2 (dua) yang memiliki resolusi paling tinggi.

(3)

3 Gambar 2.1. Domain Penelitian

Untuk pengaturan opsi fisis dari model WRF–ARW menggunakan pengaturan opsi fisis sebagai berikut:

Tabel 2.1. Konfigurasi WRF-ARW Pengaturan Running KETERANGAN DO 1 DO 2 history Interval 180 60 mp_physics WSM6 WSM6 Resolusi 27 km 9 km ra_lw_physics RRTM Schema RRTM Schema ra_sw_physics Dudhia Schema Dudhia Schema bl_pbl_physics YSU Schema YSU Schema cu_physics KF, BMJ, GD KF, BMJ, GD

Pada pengaturan running di atas, pengaturan parameterisasinya hampir semua ditinggalkan dalam kondisi

default. Parameterisasi yang diubah

hanya parameterisasi microphysics dan parameterisasi cumulus.

Parameterisasi microphysics dipilih karena merupakan penyempurnaan dari skema WSM3 (default-nya) dan WSM5. Skema parameterisasi

cumulus yaitu skema Kain-Fritsch

(KF), Betts-Miller-Janjic (BMJ) dan

Grell-Devenyi (GD) merupakan

skema yang akan diuji sensitivitasnya di daerah penelitian.

Proses yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan dalam suatu diagram alir sebagai berikut:

Gambar 2.2. Diagram Alir III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Luaran Model dalam GrADS Data (.ctl) hasil luaran WRF-ARW diplot parameter curah hujannya (akumulasi 24 jam) pada GrADS sebagai berikut:

Studi Literatur

Data CH Data GFS

GrADS & ArcGIS Running Verifikasi Titik Perb. Spasial Analisis Mulai Kesimpulan

(4)

4 Gambar 3.1. Contoh Display GrADS

Skema KF

Gambar 3.2. Contoh Display GrADS Skema BMJ

Gambar 3.3. Contoh Display GrADS Skema GD

Hasil display GrADS menunjukkan kecenderungan hujan yang terjadi kebanyakan terkonsentrasi di lautan dan daratan

pesisir. Hal ini terjadi karena di perairan lebih banyak terjadi penguapan massa udara. Untuk analisis lebih lanjut, diperlukan perbandingan dengan data observasi. 3.2 Luaran Model dalam ArcGIS Untuk keperluan pemetaan data model pada ArcGIS, data (.ctl) masing-masing skema diolah terlebih dahulu di GrADS untuk mendapatkan nilai curah hujan di titik-titik yang mewakili daerah penelitian (34 titik). Nilai curah hujan tersebut kemudian dipetakan menggunakan metode

Inverse Distance Weighted (IDW)

bersama dengan data observasi sebagai berikut:

Gambar 3.4 Contoh Peta CH Observasi

(5)

5 Gambar 3.6 Contoh Peta CH Model

(BMJ)

Gambar 3.7 Contoh Peta CH Model (GD) Dari hasil pemetaan di atas diperoleh asumsi bahwa hasil prediksi model belum mampu mendekati kondisi curah hujan harian sebenarnya karena masih terdapat curah hujan yang underestimate dan

overestimate dibandingkan dengan

curah hujan observasi. Akan tetapi jika ketiga skema dibandingkan, kita dapat mengasumsikan bahwa skema terbaik yaitu skema BMJ.

3.3 Perbandingan Spasial Data Model dengan Observasi Analisis dilakukan juga dengan mencari selisih antara curah hujan model dengan observasi. Nilai selisih kemudian dipetakan pada ArcGIS sebagai berikut:

Gambar 3.8 Peta Selisih CH skema KF

Gambar 3.9 Peta Selisih CH skema BMJ

Gambar 3.10 Peta Selisih CH skema GD Pada keterangan, overestimate ditunjukkan oleh warna hijau (-)

(6)

6 sedangkan underestimate ditunjukkan

oleh warna merah (+).

Pada tanggal 22 Januari 2014, secara umum ketiga model menunjukkan hasil yang cukup baik. Secara keseluhan, skema yang paling cocok diantara ketiga skema pada bulan ini yaitu skema KF.

3.4 Pemilihan Skema Terbaik Untuk Wilayah Kabupaten/Kota

3.4.1 Ditinjau dari curah hujan

Gambar 3.11 Skema Terbaik Kabupaten/Kota Berdasarkan Curah

Hujan

Perbandingan antara jumlah curah hujan sebenarnya dan jumlah curah hujan model di tiap kabupaten/kota menghasilkan selisih yang berbeda-beda. Warna yang terblok merupakan skema terbaik yang dipilih untuk wilayah kabupaten/kota bersangkutan berdasarkan jumlah selisih terkecil. Secara umum, skema BMJ merupakan skema yang paling banyak kecocokannya pada daerah kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (9 daerah dari 18 kabupaten/kota). Oleh karena itu, untuk prakiraan curah hujan di wilayah Provinsi

Sulawesi Tenggara secara keseluruhan dapat digunakan skema BMJ. Akan tetapi, untuk prakiraan kabupaten/kota dapat disesuaikan dengan skema yang cocok pada masing-masing daerah.

3.4.2 Ditinjau dari hari hujan

Gambar 3.12 Skema Terbaik Kabupaten/Kota Berdasarkan Hari Hujan Perbandingan antara jumlah hari hujan sebenarnya dan jumlah hari hujan prediksi model di tiap kabupaten/kota menunjukkan persentase yang berbeda-beda. Warna yang terblok merupakan skema terbaik yang dipilih untuk wilayah Kabupaten/Kota berdasarkan persentase terbesar.

Secara umum, skema BMJ merupakan skema yang paling banyak kecocokannya pada daerah kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara (8 daerah dari 18 kabupaten/kota). Untuk prakiraan hari hujan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara secara keseluruhan dapat digunakan skema BMJ. Akan tetapi, untuk prakiraan kabupaten/kota dapat disesuaikan dengan skema yang cocok pada masing-masing daerah.

(7)

7 Pemilihan skema terbaik

berdasarkan hari hujan dan curah hujan menunjukkan sensitivitas yang berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya wilayah-wilayah dengan prediksi curah hujan besar yang terjadi pada satu hari akan tetapi di hari lain tidak terjadi hujan. Sedangkan di daerah lainnya terdapat wilayah-wilayah yang diprediksi terjadi hujan dengan intensitas yang tidak begitu besar tetapi berlangsung selama beberapa hari, bukan akumulasi satu harian.

3.5 Verifikasi Titik di Stasiun Meteorologi

3.5.1 Verifikasi 6 jam-an

Gambar 3.13 Grafik Verifikasi 6 Jam-an Kolaka

Gambar 3.14 Grafik Verifikasi 6 Jam-an Baubau

Gambar 3.15 Grafik Verifikasi 6 Jam-an Kendari

Berdasarkan grafik nilai ETS, PC dan FBI hujan enam (6) jam-an di atas, skema yang memiliki akurasi paling baik di Stasiun Meteorologi Pomalaa Kolaka yaitu skema GD dengan nilai ETS 0.158, nilai PC sebesar 0.333 dan nilai FBI sebesar 0.6. untuk Stasiun Meteorologi Betoambari Baubau, skema yang memiliki akurasi paling baik yaitu skema BMJ dengan nilai ETS 0.333, nilai PC sebesar 0.25 dan nilai FBI sebesar 0.5. Sedangkan untuk Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, skema dengan akurasi paling baik yaitu skema KF dengan nilai ETS sebesar 0.28, nilai PC sebesar 0.41 dan nilai FBI sebesar 0.4. Secara keseluruhan, model masih menunjukkan performa yang kurang baik pada ketiga skema yang diuji. 3.5.2 Verifikasi 12 jam-an

Gambar 3.16 Grafik Verifikasi 12 Jam-an Kolaka 0 0.2 0.4 0.6 0.8 ETS PC FBI KF 0.04 0.166666667 0.428571429 BMJ 0 0.416666667 0.75 GD 0.157894737 0.333333333 0.6

Stamet Pomalaa Kolaka

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 ETS PC FBI KF 0.066666667 0.083333333 0.3 BMJ 0.333333333 0.25 0.5 GD 0.090909091 0.25 0.5

Stamet Betoambari Baubau

0 0.050.1 0.15 0.2 0.250.3 0.350.4 0.45 ETS PC FBI KF 0.28 0.416666667 0.4 BMJ 0.2 0.333333333 0.333333333 GD 0.142857143 0.25 0.285714286

Stamet Maritim Kendari

-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 ETS PC FBI KF -0.076923077 0.25 0.666666667 BMJ 0.090909091 0.416666667 0.545454545 GD 0.2 0.166666667 0.75

(8)

8 Gambar 3.17 Grafik Verifikasi 12 Jam-an

Kolaka

Gambar 3.18 Grafik Verifikasi 12 Jam-an Kolaka

Berdasarkan grafik nilai ETS, PC dan FBI hujan dua belas (12) jam-an di atas, skema yang memiliki akurasi paling baik di Stasiun Meteorologi Pomalaa Kolaka yaitu skema BMJ dengan nilai ETS sebesar 0.091, nilai PC sebesar 0.417 dan nilai FBI sebesar 0.546. untuk Stasiun Meteorologi Betoambari Baubau, skema yang memiliki akurasi paling baik yaitu skema KF dengan nilai ETS sebesar 0.046, nilai PC sebesar 0.25 dan nilai FBI sebesar 0.364. Sedangkan untuk Stasiun Meteorologi Maritim Kendari, skema dengan akurasi paling baik yaitu skema BMJ dengan nilai ETS sebesar 0.118, nilai PC sebesar 0.083 dan nilai FBI sebesar 0.625. Secara umum, performa model belum memiliki akurasi yang baik.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis dan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

a. Model WRF-ARW secara umum

memiliki performa yang kurang

konsisten untuk diaplikasikan di

wilayah

provinsi

Sulawesi

Tenggara. Akan tetapi, Model

WRF-ARW

dapat

digunakan

sebagai alternatif prakiraan hujan

harian

di

Sulawesi

Tenggara

dengan menyertakan data dukung

lain seperti data satelit cuaca, data

radar cuaca, data sounding maupun

data-data pendukung lainnya.

b. Secara umum, prakiraan hujan

harian

di

Sulawesi

Tenggara

berdasarkan sebaran curah hujan

maupun hari hujannya paling cocok

menggunakan skema

Betts-Miller-Janjic (BMJ). Akan tetapi untuk

prakiraan

kabupaten/kota

mempunyai kecocokan skemanya

masing-masing

sehingga

untuk

pengaplikasiannya

dapat

disesuaikan

berdasarkan

skema

yang cocok sesuai hasil penelitian

dengan

mempertimbangkan

karakteristik cuaca tiap daerah.

c. Berdasarkan hasil verifikasi titik

terhadap hujan tiga (3) jam-an,

enam (6) jam-an dan dua belas (12)

jam-an

di

tiga

(3)

stasiun

meteorologi di wilayah penelitian,

model belum cukup mampu dalam

menunjukkan kejadian hujan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahrens, 2007. Meteorologi Today. An

Introduction to Weather,

Climate, and the Environment.

Thoms on Brooks/Cole. USA.

-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 ETS PC FBI KF 0.045454545 0.25 0.363636364 BMJ 0.25 0 0.5 GD -0.043478261 0.166666667 0.4

Stamet Betoambari Baubau

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 ETS PC FBI KF 0.01369863 0 0.714285714 BMJ 0.117647059 0.083333333 0.625 GD 0.04 0.166666667 0.555555556

(9)

9 Fadianika, A. 2014. Uji Sensitivitas

Skema Parameterisasi Cumulus untuk Prediksi Hujan di Wilayah Jawa Timur. Sekolah Tinggi

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.

Gilliland, E.K and Rowe, C.M. 2007. A

Comparison of Cumulus

Parameterization Schemes in the WRF Model. University of

Nebraska, Lincoln. Nebraska. Hadi, T.W, dkk. 2011. Pelatihan

Model WRF (Weather Research and Forecasting). Laboratorium

Analisis Meteorologi. ITB. Bandung.

Santriyani, M, dkk. 2011. Sensitivitas

Parameterisasi Konveksi Dalam

Prediksi Cuaca Numerik

Menggunakan Model

WRF-ARW (Studi Kasus Hujan

Ekstrim di Jakarta tanggal 7 April 2009). Institut Teknologi

Bandung. Bandung.

Skamarock, W. C, dkk. 2008. A

Description of the Advanced

Research WRF Version 3,

National Center for Atmospheric Research (NCAR). Colorado. Zakir, A. dkk. 2010. Perspektif

Operasional Cuaca Tropis. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.

Global Forecast System (GFS).

Gambar

Gambar 2.2. Diagram Alir
Gambar 3.2. Contoh Display GrADS  Skema BMJ
Gambar 3.8 Peta Selisih CH skema KF
Gambar 3.12 Skema Terbaik  Kabupaten/Kota Berdasarkan Hari Hujan         Perbandingan  antara  jumlah  hari  hujan  sebenarnya  dan  jumlah  hari  hujan  prediksi  model  di  tiap  kabupaten/kota  menunjukkan  persentase  yang  berbeda-beda
+3

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun mempunyai sebaran curah hujan yang berbeda dengan observasi, mempunyai rentang curah hujan yang sangat tinggi, dan sensitif terhadap topografi, skema

RMSE yang nilainya semakin mendekati 0 (nol) menunjukkan bahwa tingkat akurasi nilai predisi suatu skema semakin akurat dan semakin mendekatin nilai hasil

Berdasarkan hasil observasi, hujan dengan intensitas paling lebat terjadi di wilayah Sibolga yaitu dengan jumlah curah hujan sekitar 5-60 mm/hari, sedangkan hasil WRF-ARW

Berdasarkan nilai AIC distribusi yang memiliki nilai AIC terkecil untuk setiap stasiun pada DAS Kampar adalah distribusi normal karena distribusi normal memiliki kecocokan

Selain itu, dilakukan juga parameterisasi untuk memperoleh hasil prediksi yang lebih akurat dengan mengacu pada metode menggantikan proses yang terlalu kecil atau kompleks

Berdasarkan profil vertikal kelembaban udara hasil prediksi model WRF-ARW dari tiga hari sebelumnya hingga satu hari sebelumnya di atas (lihat gambar 3.7), dapat dilihat bahwa

PREDIKSI ENSEMBLE MENGGUNAKAN CCAM (CONFORMAL-CUBIC ATMOSPHERIC MODEL) UNTUK PRAKIRAAN PELUANG KEJADIAN HUJAN.. DI

19 MODEL VEKTOR AUTOREGRESI UNTUK PRAKIRAAN CURAH HUJAN DI JAKARTA TIMUR DAN JAKARTA SELATAN Mirtawati Mulyami, Andri Saputra Program Studi Matematika Universitas Islam