4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Goreng
Minyak adalah zat cair atau yang mudah dicairkan pada pemanasan, larut dalam eter, tetapi tidak larut dalam air, biasanya dapat di bakar, zat demikian, bergantung pada asalnya, dikelompokkan sebagai minyak nabati,minyak hewani, atau mineral, dan bergantungan pada sifatnya ketika pemanasan dapat dikelompokkan sebagai asirin atau tetap (Pudjaatmaka,2002). Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utamanya trigliserida yang berasal dari bahan nabati kecuali kelapa sawitmelalui proses rafinasi atau pemurnian yang digunakan untuk menggoreng (Badan Standardisasi Nasional, 2013).
2.2 Minyak Jelantah
Secara umum minyak jelantah didefenisikan sebagai minyak limbah yang dapat berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan jenis minyak lainnya. Minyak jelantah merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga dan dapat digunakan kembali untuk keperluan kuliner, namun apabila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan.
Minyak goreng bekas memiliki kangdungan asam lemak jenuh lebih besar dari minyak nabati yang baru. Hal ini disebabkan pada proses penggorengan terjadi perubahaan rantai tak jenuh pada senyawa penyusunnya. Komposisi asam lemak tak jenuh minyak jelantah adalah 30% sedangkan asam lemak jenuh 70% (Kusuma, 2003).
2.3 Pemurnian Minyak Jelantah
Tahap pertama adalah pemurnian dari proses untuk pemanfaatan minyak jelantah, yang digunakan hasilnya sebagai minyak goreng berapa kali pakai
5
atau sebagai bahan baku untuk produk pembuatan sabun. Pemurnian minyak jelantah tujuannya untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, untuk warna pada minyak jelantah kurang menarik dan memperpanjang daya simpanan sebelum dipergunakan kembali (Susinggih, dkk. 2005). Pemurnian minyak jelanta meliputi
a. Menghilangkan Kotoran
Menghilangkan bumbu yang ada pada minyak jelantah (bumbu) merupakan untuk proses pengendapan dan untuk memisahkan kotoran akibat dari bumbu dari bahan pangan yang tujuan untuk menghilangkan partikel halus tersuspensi atau berbentuk koloid seperti protein, garam, kotoran gorengan (kerak penggorengan), dan bumbu atau rempah-rempah yang digunakan untuk menggoreng bahan pangan.
b. Menetralisasi
Menetralisasi adalah sesuatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan menggunakan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga berbentuk sabun. Penggunaan basa membatu mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak. Kegunaan larutan basa 0,5 N pada suhu 70 °C akan menyabunkan trigliserida sebanyak 1 persen (Kataren, 1986). c. Pemucatan
Pemucatan adalah tahap suatu proses pemurnian untuk hilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan menggunakan mencampur minyak dengan sejumlah adsorben, seperti tanah serap, lempung aktif dan arang aktif atau dapat juga digunakkan bahan kimia (Kataren, 1986).
6
2.4 Biji Karet (Klatak)
Biji karet merupakan komoditi perkebunan penting bagi Indonesia. Pengolahan hasil tanaman karet yang hanya dititik beratkan pada lateks dan batang saja mengakibatkan produk lain seperti biji karet hampir tidak mempunyai nilai ekonomis. Kenyataanya, biji karet mengandung minyak nabati yang dapat dimanfaatkan pada berbagai industri. Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup Internasional dan terutama Indonesia. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian terkemukan karena banyak menunjang perekonomian negara.
Secara fisik cangkang buah karet memiliki ciri sebagai tumbuhan yang berlignin. Konsitruksi cangkang yang keras mengindikasi bahwa cangkang buah karet ini mengandung senyawa akitif berupa lignin. Selain pemanfaatannya yang masih optimal, jika dibandingkan dengan bagian buah lainya, bagian cangkang termasuk bagian yang mengandung lignin yang cukup banyak, sehingga bagian ini cukup potensial untuk dioalah menjadi produk briket.
Karet memiliki nama latin yaitu Hevea Brasiliensis, merupakan tanaman asli dari lembaga sungai Amazon, Brazil, Amerika Selatan. Tanaman ini dapat tumbuh baik di daerah dataran rendah, hingga ketinggian 200 m dari permukaan laut dengan kebutuhan sinar matahari minimum 5-7 jam perhari. Karet mampu tumbuh hingga mencapai ketinggian 15-25. Menurut Anonim (2008), didalam tumbuhnya karet memiliki taksonomi sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
7
Sub Famili : Mimosoidae
Genus : Heavea
Species : Hevea brasilliensisMuell. Arg
Secara fisik cangkang biji karet memiliki ciri ini sebagai tumbuhan yang berlignin. Konstruksi cangkang yang keras mengindikasi bahwa cangkang biji karet ini mengandung senyawa aktif yang berupa lignin. Selain pemanfaatannya yang masih kurang optimal, jika dibandingkan dengan bagian buah lainnya, bagian cangkang termasuk bagian yang mengandung lignin yang cukup banyak, sehingga bagian ini cukup potensial untuk diolah menjadi produk karbon aktif yang sangat bermanfaat dan bernilai jual yang tinggi. Hal ini akan membuat cangkang buah biji karet menjadi lebih termanfaatkan.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia yang Terkandung dalam Cangkang Buah Biji Karet
Komponen Penyusun Presentase (%)
Selulosa 48,64
Lignin 33,54
Pentosan 16,81
Kadar Abu 1,25
Kadar Silika 0,52
Sumber:Esih Susi Safitri,2003
2.5 Adsorpsi
Adsorbsi suatu proses yang terjadi ketika suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan adsorbsi dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Adsorbsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapan.
8
Definisi lain yang menyatakan Adsorpsi sebagai suatu peristiwa penyerapan yang ada pada lapisan permukaan atau antar fasa, dimana molekul dari suatu materi terkumpul pada bahan pengadsorbsi atau adsorben.
Adsorbsi adalah penggumpalan dari adsorbat diatas permukkan adsorben, sedangkan adsorbsi adalah penyerapan dari adsorbat kedalam adsorben dimana disebut dengan fenomena sorption. Materi atau partikel yang diadsorbsi disebut adsorbat, sedangkan bahan yang berfungsi sebagai pengadsorbsi disebut adsorben
Adosorbsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk cairan) yang ada pada permukaan adsorbens) dan Adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan adsorben, banyaknya zat yang teradsorbsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang merupakan fungsi tekanan dan suhu)
2.5.1 Bahan Baku Adsorben
Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik cairan maupun gas) pada proses Adsorpsi. Umumnya adsorben bersifat spesifik, hanya menyerap zat tertent. Dalam memilih jenis adsorben pada proses Adsorpsi, disesuaikan dengan sifat dan keadaan zat yangakan di Adsorpsi. Adsorben yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam larutan adalah arang. Karbon aktif yang merupakan contoh dari Adsorpsi, yang biasa dibuat dengan cara membakar tempurung kelapa atau kayu dengan persediaan udara (oksigen) yang terbatas. Tiap partikel adsorben dikelilingi oleh molekul yang diserap karena terjadi interaksi tarik menarik. Zat ini banyak dipakai di parbrik untuk menghilangkan zat-zat warna dalam larutan. Penyerapan bersifat selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut sangat mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. Beberapa jenis adsorben yang biasa digunakan yaitu :
9 Karbon Aktif
Pengunaan karbon aktif di Indonesia semakin meluas sejalan dengan meningkatnya kebutuhan terhadap karbon aktif tersebut, sehingga perlu terus diupayakan pencarian bahan baku dan metode pembuatan karbon aktif untuk menghasilkan karbon aktif yang berkualitas. Salah satu bahan baku yang dapat digunakan untuk menghasilkan karbon aktif adalah cangkang buah karet karena keberadaannya tidak termanfaatkan dengan baik. Karbon aktif dapat mengadsorpsi gas dan senyawa- senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya selektif. Karbon aktif merupakan suatu bahan pada yang berpori yang umumnya diperoleh dari hasil pembakaran atau bahan yang mengandung unsur karbon yang telah diaktivasi dengan menggunakan bahan-bahan kimia, sehingga pori-porinya terbuka. Dengan demikian daya adsorbsinya menjadi lebih tinggi terhadap zat warna dan bau (Kataren,1986).
Secara umum dan sederhana, proses pembuatan arang aktif terdiri dari 3 tahap, yaitu :
1. Dehidrasi : proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170°C.
2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu diatas 170°C akan menghasilkan CO dan CO2. Pada suhu 275°C,
dekomposisi menghasilkan “tar”, methanol dan hasil samping lainnya. Pembuatan karbon terjadi pada temperatur 400- 600°C.
3. Aktifasi : dekomposisi tar dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan dengan uap atau CO2 sebagai aktifator.
Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengkosidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia,
10
yaitu permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsoprsi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap Adsorpsi, yaitu : 1. Sifat Serapan
2. Temperatur
3. pH (Derajat keasamaan) 4. Waktu Singgung
Secara garis besar penyerapan arang aktif terhadap zat yang terlarut adalah :
1. Zat teradsorpsi berpindah dari larutannya menuju lapisan luar dari adsorben ( arang).
2. Zat teradsorpsi diserap oleh permukaan arang aktif.
3. Zat teradsorpsi akhirnya diserap oleh permukaan dalam atau permukaan poros arang.
2.6 Sentrifugasi
Sentrifugasi merupakan untuk memisahkan cairan dengan partikel terhadap densitas layangannya. Variasi kecepatan sendtrifugasi sangat berpengaruh pada hasil pemeriksaan sedimen urin. Partikel yang berada pada sedimen urin seperti epithel, leukosit, eritrosit, kristal, bakteri, jamur, dan silinder akan berada pada tekanan pada saat terjadi perputaran sentrifugasi. Perinsip sentrifugasi didasarkan atas fenomena bahwa partikel yang tersuspensi didalam suatu wadah (tabung atau bentuk-bentuk lain) akan mengendap ke dasar wadah karena pengaruh gravitasi.
2.7 Sabun Mandi Padat
Sabun merupakan garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam- asam lemak,terutama mengandung garam C16 (asam palmitat) dan C18 (asam stearat)
namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah (Fessenden, 1994 dan Kataren, 1986).
11
Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi,yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak di panaskan dengan NaOH) sampai terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium ini dinamakan sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol, selain C12 dan
C16 sabun juga disusun oleh gugus asam karboksilat (Kataren 1986).
Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam-asam lemak yang digunakan yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa.Syarat mutu sabun mandi yang di tetapkan SNI 06-3532-1994 dapat dilihat pada 2.1. (Pradipto, 2009)
Tabel 2. 2 Syarat Mutu Sabun Mandi
Jenis Uji Syarat Mutu
Kadar Air dan zat menguap pada 105°C, (%) Maks 15
Jumlah Asam Lemak, (%) Min 70
Kadar alkali bebas dihitung sebagai kadar NaOH (%) Maks 0,1
Asam lemak bebas dan atau lemak netral (%) Maks 2,5
Kadar minyak mineral Negative
Sumber lemak dan minyak yang digunakan sebagai bahan dasar sabun dapat berasal dari hewani (lemak babi dan lemak sapi) maupun dari nabati (tumbuhan kelapa, palem dan minyak zaitun). Alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan NaOH yang dapat membuat sabun menjadi padat, sedangka
12
alkali yang digunakan untuk membuat sabun cair digunakan larutan KOH (Kataren, 1986).
Sabun mandi bisa di tambah dengan susu, madu, parfum dan berbagi jenis filler yang lain tergantung tujuan. Sabun untuk mencuci merupakan sabun yang sedikit larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut lemak, seperti gasoline, eter dan benzena (Fessende, 1994 dan Ida, 2005).
Terlalu besar bagian asam-asam lemak tidak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan-alasan di atas, faktor ekonomis, dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dapat dibuat menjadi sabun terbatas (Kataren, 1986 dan Parasuram, 1995).
2.7.1 Sifat-sifat sabun
Sifat-sifat sabun yaitu :
1. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suhu tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
𝐶𝐻3(𝐶𝐻2) + 16𝐶𝑂𝑂𝑁𝑎 + 𝐻2𝑂 → 𝐶𝐻3(𝐶𝐻2)16𝐶𝑂𝑂𝐻 + 𝑁𝑎𝑂𝐻
2. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam- garam Mg atau Ca dalam air mengendap.
𝐶𝐻3(𝐶𝐻2) + 16𝐶𝑂𝑂𝑁𝑎 + 𝐶𝑎𝑆𝑂4 → 𝑁𝑎2𝑆𝑂4+ 𝐶𝑎(𝐶𝐻3(𝐶𝐻2)16𝐶𝑂𝑂𝐻)2
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunkan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar. Melekul sabun mempunyai rantai hidrogen 𝐶𝐻3(𝐶𝐻2)16 yang bertindak sebagai ekor
13
sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air (Phatalina, dkk. 2013).
Produknya, sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi sabun dalam keanekaragaman cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Phatalina, dkk. 2013)
Karakteristik sabun bukan hanya ditentukan oleh pemilihan asam lemaknya saja, juga ditentukan oleh kadar dari bahan baku lainnya seperti NaOH. NaOH berfungsi sebagai pengubah minyak nabati dan lemak hewan menjadi sabun. NaOH memiliki korosif yang tinggi pada kulit, sehingga dapat menyebabkan luka pada kulit, sehingga kadar NaOH pada pembuatan sabun perlu ditangani dan diperhatikan sebab penambahan alkali berlebihan pada proses penyabunan menyebabkan meningkatnya alkali bebas. Alkali bebas yang berlebihan tidak diingnkan ada dalam sabun, sebab alkali bersifat keras dan dapat menyebabkan iritasi pada kulit, tetapi jika sabun kekurangan NaOH maka akan menyebakan berlebihnya asam lemak bebas yang tidak tersabunkan sehingga akan mengurangi daya ikat sabun terhadap kotoran (Phatalina, dkk. 2013)
Asam lemak akan menberikan sifat yang berbeda pada sabun yang terbentuk. Asam lemak pada sabun dapat menyebabkan sabun menjadi keras dan menghasilkan busa yang lembut, sama seperti asam miristat, asam palmitat, selain dapat mengeraskan juga dapat busa menjadi stabil. Berbeda dengan asam oleat dan linoleat, mereka berperan dalam melembabkan sabun pada saat sabun digunakan. Alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan NaOH yang dapat membuat sabun menjadi padat, sedangkan alkali yang digunakan untuk membuat sabun cair digunakan larutan KOH (Kateran, 1986).
14
2.7.2 Prinsip Proses Pembuatan Sabun
1. Proses pendidihan jenuh
Pendidihan merupakan proses perubahan wujud cair menjadi wujud gas. Pendidihan terjadi ketika tekanan uap jenuh sama dengan tekanan udara luar (tekanan atmosfir). Tekanan uap jenuh air berbanding lurus dengan suhu air, semakin tinggi suhu air, semakin besar tekanan uap jenuh air.
2. Proses semi pendidihan
Proses semi pendidihan merupakan, semua bahan dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaan. Setelah proses tersebut terjadilah reaksi saponifikasi, setelah reaksi sempurna langkah yang dilakukan adalah menambahkan sodium silikat ke sabun yang dihasilkan.
3. Proses dingin
Proses dingin bahan-bahan yang digunakan yaitu: minyak,alkali,dan alkohol dibiarkan didalam satu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar 25°C). Reaksi NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksotern sehingga menghasilkan panas. Proses ini memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam. Dalam proses dingin, adapun yang dijadikan sebagai syarat-syaratnya adalah :
- Temperatur pada proses pengerjaan dapat terkontrol dengan baik - Minyak / Minyak Jelantah yang digunakan harus bersifat murni - Konsentrasi pada NaOH harus dapat diukur dan diteliti.
2.8 Teknik Pembuatan Sabun Padat
Tahap pemisahan dari CPO akan di campurkan dengan Caustic Soda (NaOH) dan dengan berpengaruh dari berbagai factor yaitu suhu, waktu, dan kadar jumlah basah. Kemudian larutan sabun dicampur secara homogen dan ditambahkan zat-zat pelengkap seperti pewangi dan pengawet. Kemudian di
15
bentuk dengan cetakan-cetakan yang sudah disesuaikan dan siap untuk di analisa uji.
2.8.1 Saponifikasi
Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan garam karbonil (sejenis sabun) dan gliserol (alkohol). Alkali yang biasanya adalah NaOH dan 𝑁𝑎2𝐶𝑂3 maupun KOH dengan 𝐾2𝐶𝑂3 Ada dua produk yang dihasilkan dari proses ini yaitu sabun dan gliserin. Secara tenik, sabun adalah hasil reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari lemak hewan dan nabati (Kataren, 1986) Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserol. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati,lilin, ataupun minyak ikan laut. Pada saat ini teknologi sabun telah berkembang pesat. Sabun dengan jenis dan bentuk bervariasi dapat diperoleh dengan mudah dipasaran seperti sabun mandi, sabun cuci baik untuk pakaian maupun untuk perkakas rumah tangga, hingga sabun yang digunakan dalam imdustri. Kandungan zat-zat yang terdapat pada sabun juga bervariasi sesuai dengan sifat dan jenis sabun. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras adalah natrium hidroksida (NaOH) dan alkali yang biasa digunakan pada sabun lunak adalah kalium hidroksida KOH (Kataren, 1986).
Ada beberapa jenis minyak yang digunakan dalam pembuatan sabun, antara lain minyak zaitu (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit (palm oil), minyak kedelai (soybean oil), dan lain-lain. Masing- masing mempunyai karakter dan fungsi yang berlainan. Selain dari minyak atau lemak dan NaOH pada pembuatan sabun, juga dipergunakan bahan-bahan tambahan-bahan sebagai berikut (Mahendra, dkk. 2013) :
16
1. Cairan pengisi seperti tepung tapioca, gapleh dan lain-lain. 2. Zat pewarna
3. Parfum, agar baunya wangi
4. Zat pemutih, missal natrium sulfat
2.9 Penentuan Karakteristik atau Mutu Sabun
Pada hasil akhir pembuatan sabun, maka sabun kan diuji hasilnya sebelum di gunakan. Berikut beberapa karakteristik mutu sabun, walaupun peneliti tidak bertujuan untuk membuat sabun mandi untuk dikulit sesuai kriteria pada karakteristik sabun mandi sesuai SNI 06-3532-1994, penentuan dilakukan terbagi dua yaitu penentuan pada minyak dan pada saat sesudah menjadi sabun Tabel 2. 3 Analisa Uji Mutu Sabun
Uraian Sabun Padat
Kadar Air (%) Maks 15
Asam Lemak Bebas (%) <2,5
Bilangan Penyabunan (%) 196-206
Jumlah Busa (ml) -
1. Penentuan Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah kadar air yang terkandung dalam suatu bahan. Kandungan pada sabun ditergen yang mempunyai kadar air tinggi dan sabun batang kadarair rendah yang sangat menentukan kualitas sabun, maka uji kadar air sangat diperlukan.
17 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 = 𝑊1− 𝑊2
𝑊 × 100% … … … (1)
Keterangan:
W1= Berat contoh + Berat cawan timbang (gr)
W2= Berat contoh setelah pengeringan (gr)
W = Berat contoh (gr)
2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang di perlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam sabun. Sifat yang penting harus diketahui dalam minyak jelantah ialah kandungan asam lemak bebas FFA (Free Fatty Acid) untuk menggambarkan banyak kandungan asam lemak bebas di dalam minyak jelantah. Semakin rendahnya nilai FFA, maka semakin tinggi kualitas minyak jelantah.
%𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑠 =25,6 × 𝑁 × 𝑉
𝑊 … … … (2)
Dengan:
V = Volume larutan titar yang digunakan (Ml) N = Normalitas larutan titar
W = Berat contoh uji (g)
25,6 = Konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas sebagai asam palmitat
3. Penentuan Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan ialah jumlah milligram NaOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau minyak. Jika jumlah sampel minyak atau lemak disabunkan dengan larutan NaOH berlebih dalam alkohol, maka NaOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga melekul NaOH bereaksi dengan satu melekul minyak atau lemak (Kataren, 1986).
𝐵𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑆𝑉) =𝑉 𝐵𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑉 𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 56,1
18 4. Uji Banyak Busa
Tujuan uji banyak busa untuk mengetahui banyaknya busa yang dihasilkan dari larutan sabun. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui sabun di buat dari proses penyabunan yang di kocok dengan alat shaker. Sabun yang dibuat dari proses penyabunan dimasukkan kedalam gelas ukur lalu ditutup dengan plastic, lalu dikocok dengan alat shaker untuk mengetahui hasil busa dari larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan (Raskita,2008).
𝑈𝑗𝑖 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝐵𝑢𝑠𝑎 𝑉𝐵= 𝑉𝑆
𝑉𝑂
⁄ ...(4) Keterangan:
VB = Volume busa
VS = Volume busa pada detik 60