Perspektif Historis
Transformasi Kurikulum di
Indonesia
Oleh:
Dicky Wirianto
1 AbstrakArtikel ini akan membahas perubahan beberapa kurikulum di Indonesia dan yang melatar belakangi lahirnya pergantian kurikulum di Indonesia. Kurikulum pendidikan nasional telah mengalami beberapa perubahan, sejak tahun 1947 hingga sekarang ini, proses perubahan kurikulum ini bukanlah terjadi serta merta namun banyak hal yang menyebabkan terjadi beberapa kurikulum di Indonesia, hal ini terjadi karena adanya perubahan kebijakan, faktor politik, kebutuhan dan banyak faktor lainnya yang telah menyebabkan perubahan kurikulum di tanah air. Perubahan kurikulum harus melibatkan berbagai stakeholder agar dalam implementasinya dapat disinkronisasikan dengan tujuan kurikulum tersebut sehingga apa yang ingin dicapai dalam kurikulum tersebut dapat tercapai seperti yang diharapkan.
Perubahan kurikulum ini tentu saja dengan harapan akan membawa kemajuan pendidikan di Indonesia saat ini.
Kata kunci: Kurikulum, sejarah, perubahan
134 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014 I. Pendahuluan
Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan atau pelatihan, oleh karenanya pengembangan kurikulum melibatkan pemikiran-pemikiran secara filsafati, psikologi, ilmu pengetahuan teknologi dan budaya. Landasan filsafat pendidikan akan menelaah fungsi sebuah kurikulum secara mendalam sehingga dapat menemukan substansi dari sebuah kurikulum pendidikan.2
Kurikulum menurut Ronald C. Doll, merupakan perencanaan yang ditawarkan bukan yang diberikan, oleh karenanya pengalaman yang diberikan guru belum tentu ditawarkan. Dengan demikian seluruh konsep pendidikan di sekolah dapat dan harus ideal. Kurikulum harus membicarakan tentang keharusan dan bukan kemungkinan. Kemudian bimbingan dan arahan tidak saja tugas dan kewajiban guru tetapi menjadi kewajiban sekolah yang komponennya tidak hanya sekedar guru, tetapi juga kepala sekolah, karyawan dan unsur lain yang terkait dengan pendidikan.3
Selain itu Kurikulum diartikan dengan suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.4
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan kurikulum 2006. Transformasi ini merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perubahan kurikulum
2 Tedjo Narsoyo Reksoatmadjo. 2010. Paradigma Pendidikan Demokratis (Bandung: Refika Aditama), hal. 3
3 Dede Rosyada. 2003. Paradigma Pendidikan Demokratis (Jakarta: Kencana), hal. 26 4 Dakir. 2004. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, cet I (Jakarta: Rineka Cipta), hal. 2-3
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014 135 tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan pendidikan nasional kita.5
II. Historisitas Kurikulum di Indonesia
Untuk melihat sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia, maka sejarah yang mempengaruhi lahirnya kurikulum di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan untuk diketahui. Dalam menelusuri kebijakan pendidikan di Indonesia, mengingat kesulitan literatur yang memadai untuk keperluan bahan yang disajikan. Maka sejarah kebijakan pendidikan di Indonesia akan diawali dengan zaman kerajaan-kerajaan di bawah pengaruh agama Hindu dan Budha seperti Majapahit, Sriwijaya, dan sebagainya.6
Pada zaman tersebut secara relatif dapat dikatakan terdapat kebijakan pendidikan yang berarti karena umumnya pendidikan diarahkan pada kesempurnaan pribadi (terutama lapisan atas) dalam hal agama, kekebalan dan kekuatan fisik, keterampilan dan keprigelan memainkan senjata tajam dan menunggang senjata. Sedang bagi rakyat jelata atau lapisan bawah, relatif belum memperoleh pendidikan karena hanya diperlakukan sebagai budak atau tenaga kasar.7
Akibat perkembangan perdagangan Internasional pada abad ke 13 banyaklah pedagang-pedagang asing yang memperluas daerah perdagangan ke Indonesia, di antaranya sekelompok pedagang dari Gujarat India, yang telah memeluk agama Islam. Kedatangan agama Islam yang dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat tersebut disambut dengan hangat oleh kerajaan-kerajaan di pesisir yang ternyata agak jauh atau jarang terkontrol oleh kekuasaan inti kerajaan seperti Majapahit di pedalaman. Berkembangnya agama Islam mulai dari daerah pesisir/pantai Sumatera Utara, Jayakarta, Demak, Gresik dan Indonesia bagian Timur, telah mendesak agama Hindu
5
Dwigatama, Dedi. Tentang Kurikulum Indonesia. http://dedidwigatama. wordpress.com/. 2008. Diakses Desember 2013.
6
Ary H. Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara), hal. 4
7
136 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014 secara damai dan tenang. Sistem pendidikan dan pengajaran pada masa itu berpola pada sistem pendidikan Langgar, Pesantren dan Madrasah.8
Pada zaman dahulu setidaknya terdapat 3 sistem pendidikan yaitu sistem pendidikan langgar, sistem pendidikan pesantren dan sistem pendidikan madrasah.
Pertama sistem pendidikan langgar yaitu di mana pelajaran diberikan yang diawali dengan membaca al-Qur‟an, pelajaran yang diberikan secara individual, meskipun beberapa murid bersama-sama bersila menghadap guru. Pelajaran diberikan antara 1 sampai 2 jam sehari pada pagi atau petang hari. Biaya sekolah tidak dipungut tetapi hanya kerelaan orang tua mereka masing-masing yang diserahkan berupa uang atau pun barang, bahkan bagi yang miskin yang tak mampu untuk membayar tidak perlu membayarnya. Kedua sistem pendidikan pesantren. Sistem pendidikan pesantren dapat dikatakan lanjutan daripada sistem pendidikan langgar, di mana setelah mendapatkan pelajaran elementer keagamaan di langgar-langgar, pelajaran dilanjutkan sebagai santri/murid pada pondok pesantren. Pelajaran dilakukan secara individual dalam bilik-bilik yang terpisah dengan pengawasan guru-guru mereka. Sebagai pelajaran utama adalah tentang dogma keagamaan (ushuluddin) yaitu dasar kepercayaan dan keyakinan Islam, kemudian fikih. Ketiga, sistem pendidikan madrasah mulai mempelajari ilmu-ilmu tentang keduniawian seperti astronomi dan ilmu-ilmu obat-obatan. Tingkat pendidikan madrasah adalah setingkat dengan pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas yang dikenal dengan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah.9
III. Pengertian Kurikulum
Dalam dunia pendidikan, keberadaan kurikulum merupakan sebuah keniscayaan karena menentukan arah, tujuan dalam penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum merupakan inti (core) dari sebuah sekolah, karenakurikulumlah yang mereka tawarkan kepada publiknya, dengan dukungan SDM guru berkualitas serta sarana sumber belajar lainnya yang memadai. Diskursus tentang kurikulum masih terus berjalan, apakah kurikulum itu hanya bermakna Course out Line atau GBPP, atau mencakup seluruh pengalaman yang diberikan pada subjek didik dalam proses
8 Ary H. Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan…, hal. 6 9 Ary H. Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan…, hal. 7
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014 137 pendidikannya oleh guru. Pengalaman yang diperoleh siswa dari program-program yang ditawarkan sekolah amat variatif, tidak terbatas hanya pembelajaran di dalam kelas, kantin atau bahkan bis sekolah. Semua ini memberikan kontribusi dalam pengembangan pengalaman subjek didik yang memengaruhi perubahan-perubahan dalam diri mereka.10
IV. Orientasi Kurikulum
Pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran tersebut dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 1954, terutama pasal 3 dan 4 yang berbunyi:
Pasal 3: Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia Susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.11
Pasal 4: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam “Pancasila” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia.12
Tujuan kurikulum tiap satuan pendidikan harus mengacu ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam undang-undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam skala yang lebih luas, kurikulum merupakan suatu alat pendidikan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan sumber daya manusia yang berkualitas umumnya.13
10 Dede Rosyada. 2007. Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) hal. 25-26
11 M. Ngalim Purwanto. 2003. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), hal. 27
12 M. Ngalim Purwanto. 2003. Ilmu Pendidikan…, hal. 27 13 Oemar Hamalik. 2005. Kurikulum…, hal. 24
138 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014 V. Organisasi Kurikulum
Beberapa studi tentang kurikulum, dikenal beberapa model atau pun bentuk organisasi kurikulum. Bentuk organisasi kurikulum tersebut memiliki karakteristik tersendiri, dan nampaknya mengalami proses pengembangan secara berurutan sejalan dengan berbegai inovasi dalam kurikulum. Beberapa bentuk organisasi kurikulum tersebut di antaranya adalah; kurikulum mata pelajaran, kurikulum dengan mata pelajaran berkorelasi, kurikulum bidang studi, kurikulum terintegrasi, dan kurikulum inti.14
1. Kurikulum Mata Pelajaran
Kurikulum mata pelajaran (isolated subjects atau subject-matter curriculum) dikategorikan sebagai bentuk kurikulum yang masih tradisional. Kurikulum ini sejak lama diterapkan pada sekolah-sekolah di Indonesia, sampai dengan munculnya kurikulum tahun 1968 dan kurikulum tahun 1975.15
2. Kurikulum dengan Mata Pelajaran Berkorelasi
Kurikulum ini bertujuan untuk mengurangi kelemahan dengan adanya keterpisahan antara berbagai mata pelajaran, sehingga diusahakanlah agar mata pelajaran tersebut disusun dalam pola korelasi sehingga mudah dipahami oleh subjek didik. Inilah yang dinamakan dengan kurikulum dengan mata pelajaran berkorelasi. Bentuk korelasi ini terdiri atas dua pola yaitu korelasi informal dan korelasi formal. Pola korelasi informal, seorang pengajar mata pelajaran meminta agar guru mata pelajaran lainnya mengorelasikan pelajaran yang akan diberikannya dengan bahan yang telah diberikan oleh guru pertama. Sedangkan model korelasi formal yaitu beberapa guru bersama-sama merencanakan untuk mengorelasikan mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya masing-masing. 16
14 Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya), hal. 155
15 Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 155 16 Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 156-157
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014 139 3. Kurikulum Bidang Studi
Sebagian ahli berpendapat bahwa kurikulum bidang studi (broadfield curriculum) ini termasuk dalam jenis kurikulum berkorelasi. Pandangan ini ada benarnya, karena bidang studi (broadfield) sudah merupakan perpaduan atau fungsi sejumlah mata pelajaran sejenis yang memiliki ciri-ciri yang sama.17
4. Kurikulum Terintegrasi
Dalam kurikulum terintegrasi atau terpadu (integrated curriculum), batas-batas di antara semua mata pelajaran sudah tidak terlihat sama sekali, karena semua mata pelajaran sudah dirumuskan dalam bentuk masalah atau unit, sehingga semua mata pelajaran sudah terpadu (terintegrasi) sebagai satu kesatuan yang bulat.18
5. Kurikulum Inti
Penjelasan tentang pengertian kurikulum inti sangatlah beragam namun dalam penjelasan ini hanya mengambil satu pendapat saja mengingat lebih komprehensif. Menurut Romine bahwa kurikulum inti (core curriculum) yaitu:
“The core curriculum, core program, or core course may be defined as the part of total curriculum objectives, which is schedule for proportionally longer blocks of time”.
Dalam rumusan yang dibuat oleh Romine ini kira-kira mengandung sejumlah hal yang menjadi perhatian penting, yaitu:
- Kurikulum merupakan bagian dari keseluruhan kurikulum yang diperuntukkan terhadap subjek didik.
- Kurikulum inti bermaksud untuk mencapai tujuan pendidikan umum. - Kurikulum inti disusun dari garis-garis pelajaran bamun tidak secara ketat. - Kurikulum inti disusun untuk jangka panjang.19
17 Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 157-158 18 Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 158 19 Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 160
140 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014 VI. Beberapa Kurikulum
Pembahasan selanjutnya dalam artikel ini akan dipaparkan beberapa jenis kurikulum yang telah berjalan di Indonesia seperti kurikulum 1947, 1968, 1975, 1984, 1994, CBSA, KBK, dan KTSP maupun beberapa kurikulum lainnya.
a. Kurikulum 1947
Kurikulum yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada
awal kemerdekaan ialah kurikulum 1947 yang dimaksudkan untuk melayani
kepentingan bangsa Indonesia. Penerbitan UU No. 4 tahun 1950 merumuskan
pula tujuan kurikulum menurut jenjang pendidikan. Sekolah mengharuskan
menyempurnakan kurikulum 1947 agar lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan
kepentingan bangsa Indonesia. Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947:
1. Sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947),
2. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah,
3. Jumlah mata pelajaran: Sekolah Rakyat (SR) –16 bidang studi, SMP-17
bidang studi dan SMA jurusan B-19 bidang studi.
20b. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi
pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan
secara korelasional (correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang
satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi
antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Muatan materi masing-masing mata
pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata
dalam lingkungan sekitar. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional
itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah
terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
Berikut ciri-ciri kurikulum 1968:
20
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014 141
1. Sifat kurikulum correlated subject,
2. Jumlah mata pelajaran sd-10 bidang studi, smp-18 bidang studi (bahasa
Indonesia dibedakan atas bahasa indonesia i dan ii), sma jurusan a-18
bidang studi,
3. Penjurusan di SMA dilakukan di kelas II, dan disederhanakan menjadi
dua jurusan, yaitu Sastra Sosial Budaya dan Ilmu Pasti Pengetahuan
Alam (PASPAL).
21c. Kurikulum 1968
Di dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi dicantumkan tujuan
kurikulum, sedangkan pada setiap pokok bahasan diberikan tujuan instruksional
umum yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang
memiliki tujuan instruksional khusus. Dalam proses pembelajaran, guru harus
berusaha agar tujuan instruksional khusus dapat dicapai oleh peserta didik,
setelah mata pelajaran atau pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru. Metode
penyampaian satun bahasa ini disebut prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Melalui PPSI ini dibuat satuan pelajaran yang berupa
rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Ciri-ciri kurikulum 1975:
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran
memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya
tujuan-tujuan yang lebih integratif.
223. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang
21
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
22
142 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat
diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus
respon (rangsang-jawab) dan latihan (drill).
d. Kurikulum 1968
Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari
kurikulum 1975. Asumsi yang mendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini
adalah bahwa kurikulum merupakan wadah atau tempat proses belajar mengajar
berlangsung yang secara dinamis, perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan
secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat.
Kurikulum 1984 memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik,
mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh
pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral
adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar
berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi
kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang
diberikan.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada
pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014 143
menunjang pengertian alat peraga sebagai media digunakan untuk
membantu siswa memahami konsep yang dipelajarinya.
5. Materi disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa.
Pemberian materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental
siswa dan penyajian pada jenjang sekolah dasar harus melalui
pendekatan konkret, semikonkret, semiabstrak, dan abstrak dengan
menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke kesimpulan.
Dari yang mudah menuju ke sukar dan dari sederhana menuju ke
kompleks.
236. Menggunakan pendekatan keterampilan proses. Keterampilan proses
adalah pendekatan belajar mengajar yang memberi tekanan kepada
proses pembentukkan keterampilan memperoleh pengetahuan dan
mengkomunikasikan perolehannya. Pendekatan keterampilan proses
diupayakan dilakukan secara efektif dan efesien dalam mencapai tujuan
pelajaran.
e. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran
menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar
dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena
berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar.
Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu
tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang
bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa,
23
144 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014
sehingga siswa selesai mengikuti pelajaran pada periode tertentu akan
mendapatkan materi pelajaran yang cukup banyak.
24Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan
dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu
pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.
Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga
tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima
materi pelajaran cukup banyak.
Dengan mendasarkan kepada seluruh proses penyusunan kurikulum pada
ketentuan-ketentuan yuridis dan akademis di atas, maka diharapkan kurikulum
1994 telah mampu menjembatani semua kesenjangan yang terdapat dalam dunia
pendidikan di sekolah. Namun, harapan itu sepertinya tidak terwujud
sebagaimana diperlihatkan oleh sedemikian banyak dan gencarnya keluhan
pengelola pendidikan mengenai berbagai kelemahan dan kekurangan kurikulum
1994. Adapun ciri-ciri kurikulum 1994 adalah sebagai berikut:
1. Sifat kurikulum objective based curriculum,
2. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
3. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup
padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
4. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem
kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
255. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru menggunakan strategi yang
melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial
6. Nama SMP dan SLTP kejuruan diganti menjadi SLTP (Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama),dan SMA diganti SMU (Sekolah Menengah Umum)
24
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
25
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014 145
7. Penjurusan di SMU dilakukan di kelas II, f) penjurusan dibagi atas tiga
jurusan, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa,
8. SMK memperkenalkan program pendidikan sistem ganda (PSG)
Aspek yang dikedepankan dalam kurikulum 1994 ialah terlalu padat,
sehingga sangat membebani siswa yang berpengaruh pada merosotnya
semangat belajar siswa, sehingga mutu pendidikan pun semakin
terpuruk. Akibatnya adalah siswa enggan belajar lama di sekolah. Jika
sejak awal siswa dicemaskan dengan mata pelajaran yang menjadi
momok di sekolah, maka mereka akan menjadi bosan dan kegiatan
belajar mengajar menjadi menyebalkan.
9. Selain itu, penetapan target kurikulum 1994 dinilai dan dikecam berbagai
pihak antara lain sebagai dosa teramat besar dari departemen pendidikan
dan kebudayaan yang mengakibatkan kemerosotan kualitas pendidikan
secara berkesinambungan tanpa henti , bahwa adanya target kurikulum
telah menjadi salah satu factor pemicu untuk penggantian kurikulum
baru. Kurikulum 1994 yang padat dengan beban yang telah menghambat
diberlakukannya paradigma baru pendidikan dari siswa kepada guru,
yang menuntut banyak waktu untuk menyampaikan pandangan dalam
rangka pengelolaan pendidikan. Kurikulum yang padat
juga
melanggengkan konsep pengajaran satu arah, dari guru murid, karena
apabila murid diberikan kebebasan mengajukan pendapat, maka
diperlukan banyak waktu, sehingga target kurikulum sulit untuk
tercapai.
26f. Kurikulum CBSA
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari
26
146 Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari - Juni 2014 kegiatan belajar. Pada hakikatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda tergantung pada jenis kegiatannya, materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam CBSA, kegiatan belajar diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti mendengarkan, diskusi, membuat sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, memberikan prakarsa/gagasan, menyusun rencana dan sebagainya.27
g. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk keahlian, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.28
Karakteristik KBK antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan pencapaian kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran. Di samping itu KBK memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar khusus sebagai hasil demontrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang disyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap, dan dalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.29
h. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum terbaru di Indonesia yang disarankan untuk dijadikan rujukan oleh para pengembang kurikulum
27 Oemar Hamalik. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara), hal. 137 28 E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), hal. 39
Islamic Studies Journal | Vol. 2 No. 1 Januari – Juni 2014 147 di tingkat satuan pendidikan. KTSP merupakan kurikulum berorientasi pada pencapaian kompetensi, oleh sebab itu kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) atau kurikulum 2004.30
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini lahir dari semangat otonomi daerah, di mana urusan pendidikan tidak semuanya tanggungjawab pusat, akan tetapi sebagian menjadi tanggungjawab daerah, oleh sebab itu dilihat dari pola atau model pengembangannya KTSP merupakan salah satu model kurikulum yang bersifat desentralistik.31
VII. Kesimpulan
Sejarah pendidikan Indonesia selalu naik turun terkadang maju dan pada saat yang lain menjadi surut. Sejarah pendidikan Indonesia tentu saja memuat kurikulum di dalamnya di mana dalam perjalanannya selalu terjadi perubahan, di mulai dari kurikulum 1947, 1968, 1975, 1984, 1994, CBSA, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan berbagai kurikulum lainnya yang lahir dari berbagai kebijakan baik karena politik pendidikan atau pun karena untuk menyempurnakan sebuah kurikulum yang telah ada agar mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik seperti yang diinginkan.
Perubahan kurikulum yang terjadi bukan hanya terjadi karena terjadinya perubahan stuktural pemimpin dalam lembaga pendidikan namun juga karena kebutuhan dunia pendidikan ketika terjadinya perubahan kurikulum. Kalau dilihat lebih jauh masing-masing kurikulum ini memiliki kelebihan dan kekurangan dari kurikulum yang satu dengan lainnya oleh karenanya pemahaman dari pendidik dalam memahami dan menguasai sebuah kurikulum sangatlah dibutuhkan agar antara pendidik dengan tujuan kurikulum sejalan sehingga dapat tercapai tujuan kurikulum pendidikan saat itu.
30 Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal. 127