• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI BIOFLOK PADAT SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN PADA PENDEDERAN UDANG VANAME (L. vannamaei)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI BIOFLOK PADAT SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN PADA PENDEDERAN UDANG VANAME (L. vannamaei)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI BIOFLOK PADAT SEBAGAI ALTERNATIF PAKAN PADA PENDEDERAN

UDANG VANAME (

L. vannamaei

)

Brata Pantjara dan Usman

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan

E-mail: litkanta@indosat.net.id

ABSTRAK

Penumbuhan bioflok dalam kegiatan akuakultur terbukti dapat dimanfaatkan untuk perbaikan kualitas air dan sebagai makanan bagi udang vaname. Kualitas nutrisi bioflok sebagai pakan udang vaname dipengaruhi oleh jenis sumber C yang diberikan. Selama ini bioflok dimanfaatkan langsung oleh ikan/udang pada saat pemeliharaan. Sedangkan aplikasi bioflok padat dan masih segar sebagai alternatif pakan untuk pendederan udang vaname belum banyak dilakukan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bioflok padat pada pendederan udang vaname. Penelitian dilakukan di Laboratorium Basah, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros. Penelitian menggunakan wadah fiber glass volume 250 L yang dilengkapi aerasi. Wadah diisi air salinitas 20 ppt sebanyak 20 L. Sebagai perlakuan untuk pembuatan bioflok padat dalam penelitian ini menggunakan sumber C berbeda, yaitu; A. limbah pakan udang, B. bungkil kelapa, C. dedak halus, dan D. molase. Pembuatan tepung bioflok dilakukan dengan cara mengisi air laut sebanyak 600 L pada bak silinder. Bahan bioflok sebagai sumber C dari masing-masing perlakuan ditambahkan dalam wadah tersebut dan ditambahkan dengan bakteri Bacillus sp. sebanyak 1 mL atau kepadatan 106 cfu/mL. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menyaring bioflok dalam larutan tersebut menggunakan plankton net (60 µm). Hewan uji yang digunakan adalah udang vaname berukuran Post Larva 11 (PL-11) dengan padat penebaran 1.000/wadah, masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan. Pemberian tepung bioflok pada vaname dilakukan setiap hari dengan dosis 3%-5% dari bobot udang/hari. Hasil penelitian selama 35 hari menunjukkan bahwa pertumbuhan bobot rata-rata udang vaname dari masing-masing perlakuan berkisar 0,0920-0,2106 g/ekor. Pemberian bioflok padat pada sumber C yang berbeda memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap sintasan. Pada perlakuan A menghasilkan sintasan yang lebih tinggi yaitu 84,2% disusul perlakuan C (71,9%); B (62,2%); dan D (48,4%).

KATA KUNCI: bioflok padat, pakan, pendederan, udang vaname

PENDAHULUAN

Budidaya udang intensif sistem bioflok di tambak selama ini terbukti dapat memberikan peningkatan produksi udang vaname yang signifikan (Taw et al., 2008). Teknologi bioflok yang dikembangkan sekarang dan masa datang diarahkan pada pemanfaatan limbah udang intensif untuk dirubah menjadi makanan udang sehingga dapat mengefisiensikan pemberian pakan komersial (Montoya & Velasco, 2000; Brune et al., 2003; Burford et al., 2004; Ekasari, 2008), dan mengurangi cemaran limbah sehingga kualitas air tambak dapat dipertahankan karena terjadi keseimbangan antara karbon dan nitrogen dalam air budidaya dalam proses amonifikasi yang dilakukan bakteri sehingga perombakan amonia dapat lebih cepat (Pantjara et al., 2010) serta efisiensi penggunaan air (zero water exchange) selama budidaya (Avnimelech, 2000). Penambahan energi mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik disebabkan mikroorganisme mendapatkan sumber karbon yang lebih tersedia. Dilaporkan oleh Burford et al. (2003) dan De Schryver et al. (2008), bahwa bakteri heterotrof bersama organisme lainnya seperti plankton, fungi, protozoa, ciliata, nematoda, partikel, koloid, dan polimer organik membentuk flok yang saling berintegrasi dalam air untuk tetap bertahan dari segala perubahan kualitas air.

Bioflok merupakan campuran berbagai mikroorganisme, partikel koloid, polimer organik, dan sel mati yang dapat dikonsumsi dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan untuk organisme yang dibudidaya. Menurut McIntosh (2000), budidaya udang vaname sistem bioflok dapat memberikan peningkatan terhadap retensi protein dari 31% menjadi 38%. Menurut Ekasari (2008), bahwa pemberian

(2)

pakan komersial (pelet) yang dikombinasikan dengan 30% bioflok memberikan pertumbuhan dan sintasan udang vaname yang relatif sama dengan udang vaname yang diberi pakan pelet 100% dalam kondisi terkontrol. Pakan yang diberikan pada udang hanya 30%-50% yang digunakan dalam metabolisme tubuh dan sisanya menumpuk di dasar tambak menjadi limbah yang bersama buangan metabolit udang. Penumpukan limbah pakan udang di tambak menjadi masalah karena protein dari pakan yang terlarut secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas air terutama karena terjadi peningkatan amonia. Peningkatan amonia dalam air disebabkan adanya transformasi nitrogen dari limbah pakan dan metabolit pada proses amonifikasi oleh mikroba pengurai bahan organik. Namun demikian, konsentrasi amonia yang berlebihan di tambak dapat dikurangi dengan pemberian probiotik atau menumbuhkan bakteri heterotrop dengan menambahkan C-organik tersedia untuk menghasilkan bioflok (Burford et al., 2003b; 2004; Schneider et al., 2005).

Selama ini bioflok yang ditumbuhkan di tambak dan dimanfaatkan langsung oleh udang pada saat pemeliharaan. Namun, aplikasi bioflok padat dan segar sebagai alternatif pakan untuk pendederan udang vaname belum banyak informasinya. Faktor penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan bioflok padat adalah kualitas nutrisinya sebagai pakan udang vaname. Kualitas nutrisi bioflok untuk pakan udang vaname dipengaruhi oleh jenis sumber C yang diberikan dan harganya terjangkau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian bioflok padat dengan sumber C yang berbeda pada pendederan udang vaname.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium Basah, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP), Maros. Penelitian menggunakan wadah dari fiber glass volume 250 L yang dilengkapi aerasi. Setiap wadah diisi air bersalinitas 20 ppt sebanyak ± 200 L. Pemberian pakan untuk pertumbuhan udang vaname dalam penelitian ini adalah pemberian pakan pelet dan pakan dari bioflok, yaitu A. pelet komersial; B. bioflok padat kopra; C. bioflok padat dedak; dan D. bioflok dari molase (cairan), masing-masing dengan 3 ulangan. Pembuatan bioflok dilakukan dengan cara mengisi air laut sebanyak 600 L pada bak silinder dan diaerasi kuat agar terjadi pengadukan yang homogen. Selanjutnya bahan bioflok masing-masing perlakuan dengan menambahkan bakteri Bacillus sp. sebanyak 1 mL atau minimal kepadatan 106 cfu/mL. Analisis proksimat bahan bioflok meliputi protein

dengan metode semimikro kjedahl, lemak dengan metode ekstraksi ether, kadar abu, serat kasar yang mengacu pada Takauchi (1988) (Tabel 1).

Pengambilan bioflok padat dilakukan dengan cara menyaring bioflok dalam larutan tersebut menggunakan plankton net (60 µm). Flok yang tersaring kemudian diendapkan dan didiamkan selama 1 minggu sampai bioflok tersebut menjadi padat dan masih segar. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari dan bioflok padat yang dihasilkan dapat disimpan dalam lemari pendingin (kulkas atau freezer). Selanjutnya bioflok padat tersebut digunakan sebagai pakan udang vaname.

Penelitian ini menggunakan benih udang vaname berukuran post larva 11 (PL-11) yang diperoleh dari salah satu hatcheri udang di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Benur vaname ditebar sebanyak 1.000 ekor/wadah (50 ekor/L). Aplikasi bioflok padat pada vaname dilakukan setiap hari dengan dosis pemberian 20%-3% dari bobot udang/hari selama 30 hari. Selama penelitian dilakukan

Tabel 1. Analisis proksimat berbagai sumber C sebagai bahan untuk menumbuhkan bioflok padat Perlakuan Protein (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Abu (%) C-organik (%) Bungkil kopra 19,6 6,9 14,5 7,6 39,4 Dedak 13,7 9,1 14,3 10,5 44,1 Molase 0,5 - - 7,3 31,5

(3)

pengamatan terhadap kualitas air yang meliputi oksigen terlarut, suhu, salinitas, alkalinitas, bahan organik terlarut, amonia, nitrit. Pada akhir penelitian dihitung sintasan. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif dan data sintasan dianalisis dengan menggunakan analis ragam dan dilanjutkan dengan uji lanjut jika terdapat perbedaan antar perlakuan.

HASIL DAN BAHASAN Komposisi Bioflok Padat

Kebutuhan pakan untuk pertumbuhan udang vaname harus sesuai dengan nutrisi yang dibutuhkan. Nutrisi tersebut adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, asam amino esensial. Karbohidrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan menurunnya pertumbuhan udang budidaya. Kebutuhan karbohidrat pada udang dipengaruhi oleh kandungan lemak dan protein pakan. Pada umumnya kebutuhan karbohidrat pakan karnivora sekitar 10%-20% dan omnivora 30%-40%.

Protein pada bioflok secara langsung dipengaruhi oleh jumlah dan jenis asam amino esensial dari sumber C yang diberikan serta peranan bakteri Bacillus sp. yang diberikan. Bacillus sp. termasuk bakteri heterotrof yang dapat tumbuh cepat bila lingkungannya mendukung terutama kandungan bahan organik dan sumber C tersedia (C6H12O6). Dalam perkembangannya bakteri ini dapat memanfaatkan amonium dalam air dan senyawa organik dari limbah metabolit dan feses serta sisa pakan. Selain itu, bakteri heterotrof mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan bahan organik menjadi protein melalui proses biosintesis protein (Anonim, 2009; 2010; Hargreaves, 1989). Hasil analisis proksimat dari pakan komerial (pelet) dan bioflok pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Pada Tabel 2, tampak bahwa kandungan protein pakan pada bioflok dari sumber C kopra lebih tinggi (37,89%) dibandingkan sumber C dari dedak (35,01%) dan molase (29,0%). Protein diperlukan dalam pembentukan jaringan terutama penggantian jaringan tubuh yang rusak. Menurut Ekasari (2008), dan Verstraete et al. (2008), flok mikroba banyak mengandung beberapa nutrisi yang cukup tinggi antara lain protein (19%-32%), lemak (17%-39%), karbohidrat (27%-59%), dan abu (2%-7%) sehingga dapat digunakan untuk makanan udang vaname.

Kandungan lemak dalam makanan berfungsi sebagai komponen untuk pertumbuhan dan mempengaruhi kualitas makanan. Kebutuhan lemak pada udang tidak lebih dari 8% dan bila berlebihan dapat menyebabkan udang rentan terhadap penyakit dan berakibat pada kematian.

Kualitas Air

Mikroorganisme dalam melakukan aktivitasnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti pH (Atlas & Bartha, 1987). Kualitas air memegang peranan dalam pertumbuhan terutama proses metabolisme udang. Kualitas air yang jelek dapat menyebabkan berkembangnya penyakit dan udang stres. Kondisi kualitas air selama penelitian ditampilkan pada Tabel 3.

Suhu air selama penelitian berkisar 27,2°C hingga 28,1°C dan masih dalam batas kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan udang vaname. Suhu optimal udang adalah 26°C-32°C, dan bila suhu

Tabel 2. Analisis proksimat bioflok berbagai sumber C sebagai bahan untuk makan udang vaname Perlakuan Protein (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Abu (%) C-organik (%)

Pakan pelet komersial 35 5,2 3,1 28.5 40.2

Bungkil kopra 37,89±0,49 0,56±0,17 0,77± 0,62 28,06±1,80 34,54±3,63 Dedak 35,01±0,24 0,89±0,41 0,64± 0,45 26,73±1,57 38,89±3,73 Molase 29,0±0,40 0,34± 0,09 0,53± 0,31 26,81±1,70 48,15±2,75

(4)

kurang atau lebih dari suhu optimum dapat memperlambat atau mempercepat proses metabolisme udang yang berakibat pada meningkatnya kebutuhan oksigen udang.

Tingkat kemasaman (pH air) di lingkungan tambak dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri heterotrophy dan pembentukan bioflok.. pH air selama penelitian berkisar antara 7,8-8,1. Sedangkan pH air yang baik untuk pertumbuhan udang vaname berkisar antara 7,5-8,5. Pada kondisi pH yang rendah dapat menghambat terbentuknya bioflok karena bakteri tidak berkembang dengan baik. Pada kondisi pH mendekati netral (pH 7) menyebabkan beberapa jenis bakteri dapat berkembang membentuk flok yang mengandung protein tinggi.

Oksigen terlarut sangat penting untuk sintasan udang. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan bakteri heterogen tidak berkembang, sebaliknya bakteri patogen berkembang cukup pesat. Kandungan oksigen dalam pembentukan bioflok diperlukan untuk mempertahankan flok karena susunan flok akan berubah kembali setelah 8 jam bila kekurangan oksigen. Selama penelitian kandungan oksigen mencapai > 3 mg/L dan masih dalam batas toleransi untuk kehidupan udang vaname.

Amonia (NH3) merupakan produk akhir utama dalam pemecahan protein pada budidaya udang. Sementara itu, udang mencerna protein dari pakan dan mengekskresikan amonia melalui insang dan feses. Jumlah amonia diekskresikan tergantung pada jumlah pakan yang dimasukkan ke dalam tambak. Kandungan amonia pada aplikasi pelet mencapai 0,155 mg/L sedangkan pada pakan bioflok < 0,1 mg/L. Menurut Burford et al. (2003) dan Schneider et al. (2005), bahwa amonia meningkat karena terjadi transformasi nitrogen dari limbah pakan dan metabolit pada proses amonifikasi oleh mikroba pengurai bahan organik. Di tambak, kandungan amonia yang melebihi ambang batas (> 0,1 mg/L) dalam waktu tertentu dapat mematikan udang budidaya.

Aplikasi molase dan pemberian oksigen di dalam tambak dapat meningkatkan perkembangan bakteri yang pada akhirnya dapat mengurangi kelebihan amonia di tambak. Selain itu, bakteri diperairan memiliki kemampuan untuk mereduksi amonia menjadi bentuk yang tidak bersifat toksik bagi ikan.

Produksi Udang Vaname

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi bioflok padat dari sumber C yang berbeda terhadap pertumbuhan vaname tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Pada Tabel 4, tampak bahwa vaname yang dipelihara selama 35 hari menunjukkan bahwa aplikasi pakan pelet komersial memberikan pertumbuhan terhadap udang vaname sebesar 0,2106 g/ekor dan hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pakan dari bioflok dari sumber C kopra (0,2068 g/ekor); dedak (0,2049 g/ekor); dan molase (0,0920 g/ekor).

Pertumbuhan vaname yang lambat pada perlakuan bioflok diduga udang tidak dapat mencerna pakan secara optimal dari bioflok dibandingkan pakan komersial (pelet), walaupun perlakuan bioflok mengandung protein lebih tinggi.

Tabel 3. Kualitas air budidaya udang vaname intensif sistem bioflok

A B C D

pH 27,8±0,45 28,1±0,12 27,6±0,65 27,2±0,34

Suhu (°C) 7,8±0,75 8.0±0,27 8,1±0,56 8,1±0,25

Salinitas (ppt) 24,5±0,12 24,8±0,17 25,1±0,28 24,9±0,12

Alkalinitas (mg/L) 106,0±7,94 110±5,42 112,4±6,87 109,0±5,62 Bahan organik terlarut (mg/L) 27,3±9,67 30,6±7,42 28,3±5,46 25,1±6,86 Amonia (mg/L) 0,155±0,0007 0,088±0,0015 0,072±0,0014 0,039±0,0079 Nitrit (mg/L) 0,029±0,0031 0,035±0,0065 0,037±0,0016 0,024±0,0084

Perlakuan Parameter

(5)

Menurut Hepher (1990), protein digunakan sebagai sumber energi apabila kebutuhan energi dari lemak dan karbohidrat tidak mencukupi dan juga sebagai penyusun utama enzim, hormon, dan antibodi. Lebih lanjut dilaporkan De Silva & Anderson (1995), bahwa protein merupakan protoplasma aktif dalam sel hidup yang dapat memberikan informasi genetik dan merupakan unsur struktural dalam sel atau jaringan. Sintasan dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada kondisi lingkungan budidaya dan ketersesediaan pakan yang diberikan. Sintasan pada perlakuan A mencapai 84,2%; B 71,9%; C 62,2%; dan D 48,4%. Bioflok dari sumber C dari bungkil kopra mempunya serat kasar lebih tinggi 0,77% dibandingkan dedak 0,64% dan Molase 0,53% (Tabel 2). Rendahnya sintasan pada perlakuan bioflok dari sumber C molase (D), disebabkan bioflok tersebut mengandung serat kasar yang rendah dan mudah larut dalam air, di lain pihak udang cenderung mencari makanan yang mengandung serat kasar dan masih segar. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan udang yang ukurannya lebih besar dan kuat dapat memangsa udang yang ukurannya lebih kecil (kanibalisme tinggi). Sehingga banyak terjadi kematian (mortalitas tinggi).

KESIMPULAN

1. Aplikasi bioflok padat dapat digunakan sebagai alternatif pakan pada pendederan udang vaname. 2. Aplikasi bioflok padat dari sumber C kopra dan dedak dapat memberikan sintasan sebesar 71,9%

dan 62,2%.

3. Pertumbuhan bobot tokolan vaname selama 35 hari mencapai kisaran bobot rata-rata 0,0920-0,2106 g/ekor.

DAFTAR ACUAN

Anonim. 2009. Konsep Budidaya Udang Sistem Bakteri Heterotrof Dengan Bioflocs. http:// aiyushirota.com [6 Maret 2010].

Anonim. 2010. Bacillus subtilis. http://www.probiotic.org/bacillus-subtilis.htm [8 Maret 2010]. Atlas, R.M. & Bartha, R. 1987. Microbial ecology. Fundamentals and application. Second edition. The

Benyamin/Cummings Publishing Company, Inc. California. 532 pp.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon nitrogen ratio as a control element in aquaculture systems. Aquaculture, 176: 227-235.

Burford, M.A., Thompson, P.J., McIntosh, R.P., Bauman, R.H., & Pearson, D.C. 2003. Nutrient and microbial dynamics in high-intensity, zero-exchange shrimp ponds in Belize. Aquaculture, 219: 393-411.

Burford, M.A., Thompson, P.J., McIntosh, R.P., Bauman, R.H., & Pearson, D.C. 2004. The contribution of flocculated material to shrimp (Litopenaeus vannamei) nutrition in a high-intensity, zero-exchange system. Aquaculture, 232: 525–537.

De Schryver, P., Crab, R., Defoirdt, T., Boon, N., & Verstraete, W. 2008. The basics of bioflocstechnology: the added value for aquaculture. Aquaculture, 277: 125–137.

De Silva, S. & Anderson, T.A. 1995. Fish nutrition in aquaculture. Chapman & Hall. London, 319 pp. Tabel 4. Pertumbuhan bobot dan sintasan udang vaname pada akhir penelitian

Awal Akhir

Pelet komersial 0,00012 0,2106a 84,2a

Bioflok dari sumber C kopra 0,00012 0,2068a 71,9a Bioflok dari sumber C dedak 0,00012 0,2049a 62,2ab Bioflok dari sumber C molase 0,00012 0,0920b 48,4b

Pertumbuhan (g/ekor)

Perlakuan Sintasan (%)

(6)

Ekasari, J. 2008. Bio-flok technology: The effect different carbon source, salinity and the addition of probiotics on the primary nutritional value of the bio-flocs. Thesis. Ghent University, Belgium. 72 pp.

Hargreaves, J.H. 1989. Nitrogen biogeochemistry of aquaculture ponds. Aquaculture, 166: 81-212. Hepher, B. 1990. Nutrition of pond fishes. Cambridge University Press. New York, 388 pp.

Herbert, R.A. 1999. Nitrogen cycling in coastal marine ecosystems. FEMS Microbiology Review, 23(5): 563-590.

McIntosh, R.P. 2001. Changing paradigms in shrimp farming. V Establishment of heterotrophic bacterial communities. The Advocate, p. 52-58.

Montoya, R. & Velasco, M. 2000. Role of bacteria on nutritional and management strategies in aquaculture systems. Global Aquaculture Advocate, 3(2): 35-36.

Taw, N.. 2005. Indonesia shrimp production. Paper presented at World Aquaculture 2005, May, 9-13, Nusa Dua, Bali, Indonesia. Book of Abstracts, 644 pp.

Taw, N., Fuat, H., Tarigan, N., & Sidabutar, K. 2008, Partial harvest/ biofoc system: Promising for Pacific white shrimp. Global Aquaculture Advocate September/October, p. 84-86

Pantjara, B. 2008. Efektivitas sumber C terhadap dekomposisi bahan organik limbah tambak udang intensif. Prosiding Seminar Nasional Kelautan IV. II: 195-199.

Pantjara, B., Nawang, A., Usman, & Rachmansyah. 2010. Pemanfaatan bioflok pada budidaya udang vaname (L. vannamei) Intensif. Laporan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros, 20 hlm. Saenphon Chandaeng, Taw, N., Edi, H.M., & Gunawan, A. 2005. Culture trails on production potential

of L. vannamei in heterotropic (bacteria floc) system. Paper presented at World Aquaculture 2005, May 9-13, Nusa Dua, Bali, Indonesia.

Schneider, O., Sereti, V., Eding, E.H., & Verreth, J.A.J. 2005. Analysis of nutrient flows in integrated intensive aquaculture systems. Aquacultural Engineering, 32: 379-401.

Shen, J. & Bartha, R. 1996. Priming effect of substrat addition in soil-based biodegradation tests. Applied and Envinronmental Microbiology, 62(4): 1,428-1,430.

Takauchi, T. 1988. Laboratory work-chemical evaluation of dietary nutrient. In Watanabe, T. (Ed.) Fish nutrition and mariculture. Departement of aquatic biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo, p. 179-233.

van Lauwe, B., Dendooven, L., & Merckx, R. 1994. Residue fractionation and decomposition: The significance of the active fraction. Plant and Soil, 158: 263-274.

Verschuere, L., Rombaut, G., Sorgeloos, P., & Verstraete, W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in Aquaculture. Microbiolgical and Molecular Biology Review, 64: 655-671.

Verstraete, W., De Schryver, P., Defoirdt, T., & Crab, R. 2008. Added value of microbial life in flocs. Laboratory for Microbial Ecology and Technology, Faculty of Bioscience Engineering, Ghent University Belgium, 37 pp.

(7)

DISKUSI

Zafril Imran

Pertanyaan:

Berapa gram dari bahan untuk bisa jadi bioflok

Tanggapan:

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Target penerbitan lelang di kuartal akhir tahun ini sebesar IDR24,78 triliun, turun IDR70,8 triliun dari target penerbitan selama 3Q14 yang mencapai IDR95,66

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam

Danareksa Sekuritas and/or its affiliated companies and/or their respective employees and/or agents makes any representation or warranty (express or implied) or accepts

Sesuai dengan nilai loading factor responden menilai bahwa Prestasi Kerja berkorelasi dengan peluang Pengembangan Karir dengan demikian untuk mengendalikan minat pensiun dini

Berdasarkan penelitian Tuminah (2010:70), hasil analisis dari data yang diperoleh perbedaan signifikan antara kelas yang menggunakan media.. pocket book dan tanpa

Pada tahap ini Peneliti mendesain bahan ajar berupa modul berbasis Contextual Teaching and Learning (CTL).Beberapa hal yang dilakukan adalah merencanakan sistematika penyusunan

Teknologi merupakan peralatan yang digunakan oleh nelayan dalam mencari ikan, diantaranya yaitu perahu tanpa mesin atau perahu mesin kecil (motorisasi), jaring,

Dari hasil analisis steady-state, ukuran kinerja sistem, dan uji kecocokan distribusi kedatangan dan pelayanan Nasabah dapat diketahui bahwa model sistem antrian