Abstrak—Proteksi terhadap sistem kelistrikan serta peralatannya adalah hal yang sangat dibutuhkan dalam industri. Sistem proteksi berperan penting dalam mendeteksi adanya gangguan dan dapat mencegah kerusakan yang diakibatkan gangguan. Koordinasi sistem proteksi yang baik akan mengisolasi daerah gangguan dan mencegah pemadaman di daerah lain. Untuk menjaga dan meningkatkan performa sistem proteksi perlu dilakukan suatu studi terhadap koordinasi rele pengaman yang terpasang. Tugas Akhir ini bertujuan untuk menyajikan analisis terhadap koordinasi rele pengaman pada pabrik PT. Wilmar Nabati Indonesia. Untuk membantu proses studi koordinasi rele-rele pengaman ini digunakan software pendukung yaitu ETAP 7.0. Dari tiga tipikal koordinasi yang dianalisis dapat diketahui bahwa ada beberapa kesalahan koordinasi pada setelan pick-up dan time delay. Dalam tugas akhir ini diberikan rekomendasi setelan rele dengan kurva standard inverse time.
Kata Kunci—Koordinasi, rele pengaman, gangguan I. PENDAHULUAN
T. Wilmar Nabati Indonesia (PT. Wilmar), merupakan bagian dari perusahaan Wilmar Group yang berlokasi di Indonesia, tepatnya di Gresik – Jawa Timur. Perusahaan ini bergerak di bidang industri minyak nabati, oleo chemical & bio energy. Seperti pabrik-pabrik pada umumnya, pabrik PT. Wilmar memerlukan keandalan sistem kelistrikan serta kontinuitas suplai daya listrik untuk mendukung proses produksinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah performa sistem proteksi dengan koordinasi rele-rele pengamannya.
Untuk meningkatkan perfoma sistem proteksi perlu dilakukan analisis terhadap setelan dan koordinasi rele yang ada terutama pada koordinasi rele pengaman arus lebih. Analisis ini dapat dilakukan dengan menggambarkan kurva karakteristik rele pengaman. Dengan menganalisis hal ini, akan didapatkan setelan dan koordinasi yang baik bagi system kelistrikan tersebut. Setelan dan koordinasi rele yang baik akan dapat mencegah atau membatasi kerusakan jaringan beserta peralatannya ketika terjadi gangguan dan juga mencegah putusnya suplai daya listrik pada daerah yang tidak ada gangguan.
Dengan latar belakang tersebut, maka dilaksanakan tugas akhir ini dengan tujuan sebagai berikut :
1. Memodelkan, menyimulasikan, dan menganalisis sistem kelistrikan PT. Wilmar.
2. Mengetahui koordinasi rele pengaman yang terpasang pada sistem kelistrikan PT. Wilmar saat ini.
3. Mendapatkan setelan dan koordinasi yang tepat pada sistem kelistrikan PT. Wilmar.
Adapun untuk dapat mencapai tujuan seperti tersebut di atas, maka dalam pelaksanaan tugas akhir ini digunakan metodologi yang diberikan dalam diagram alir pada Gambar 1.
START
Pengumpulan Data dan Literatur
Pemodelan Single Line Diagram Sistem pada Software ETAP
Analisis Loadflow
Simulasi dan Analisis Hubung Singkat
Simulasi Setting Koordinasi Sistem Proteksi
Setting Koordinasi Aman?
Resetting Rele
Pembuatan Laporan
STOP
Tidak
Ya
Gambar 1. Metodologi pelaksanaan tugas akhir II. TEORI PENUNJANG A. Rele Arus Lebih
Rele arus lebih adalah rele yang beroperasi atau mendeteksi adanya gangguan ketika arus yang mengalir melebihi batas yang diijinkan [1]. Rele arus lebih dapat digunakan untuk melindungi hampir semua bagian pada sistem tenaga listrik misalnya jaringan transmisi, trafo, generator, atau motor [2]. Rele arus lebih ini dapat berupa rele arus lebih waktu invers (inverse time overcurrent relay), rele arus lebih waktu tertentu (definite overcurrent relay), atau berupa rele arus lebih waktu instan (instantaneous overcurrent relay). Adapun kurva karakteristik kerja dari rele arus lebih ini diberikan pada Gambar 2.
Eko Wahyu Susilo, Ontoseno Penangsang, Adi Soeprijanto
Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
STUDI KOORDINASI RELE PENGAMAN
PADA SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR NABATI INDONESIA,
GRESIK – JAWA TIMUR
P
B. Rele Arus Lebih Berarah
Rele arah (directional relay) banyak digunakan untuk membedakan arah suplai arus apakah menuju arah yang seharusnya atau menuju arah yang lainnya [4]. Rele arah ini banyak diintegrasikan dengan arus lebih menjadi rele arus lebih berarah. Rele arus lebih berarah ini menggunakan hubungan antara fasa tegangan dan fasa arus untuk menentukan arah gangguan [5]. Rele arus lebih ini akan aktif jika dua kondisi berikut terpenuhi [6] :
- Arus lebih tinggi dari ambang pengaturan; - Arus gangguan berada pada daerah trip.
Daerah trip ini ditentukan dari setelan sudut dari koneksi rele yang menghasilkan torsi maksimum. Setelan sudut ini biasa disebut sebagai maximum torque angle (MTA) [7].
Gambar 3. Karakteristik kerja rele arah [7] C. Penyetelan Rele Arus Lebih
Rele arus lebih memiliki setelan pickup dan setelan time dial. Pickup didefinisikan sebagai nilai arus minimum yang menyebabkan rele bekerja (Iset). Pada rele arus lebih, besarnya arus pickup ini ditentukan dengan pemilihan tap. Adapun untuk menentukan besarnya tap yang digunakan dapat menggunakan persamaan berikut :
Tap = Iset
CT primary (1)
Setelan time dial menentukan waktu operasi rele. Untuk menentukan time dial dari masing-masing kurva karakteristik invers rele arus lebih dapat digunakan persamaan sebagai berikut [8]:
td = k × T β × Iset I ∝-1
(2)
Di mana :
td = waktu operasi (detik) T = time dial
I = nilai arus (Ampere) Iset = arus pickup (Ampere)
k = koefisien invers 1 (lihat Tabel I) = koefisien invers 2 (lihat Tabel I) β = koefisien invers 3 (lihat Tabel I)
TABELI KOEFISIEN INVERS TIME DIAL
Tipe Kurva k
Standard Inverse 0,14 0,02 2,970
Very Inverse 13,50 1,00 1,500
Extremely Inverse 80,00 2,00 0,808
D. Koordinasi Arus dan Waktu pada Rele Arus Lebih Dalam suatu sistem kelistrikan terdapat susunan rele pengaman yang terdiri dari rele pengaman utama dan rele pengaman backup. Antara rele pengaman utama dengan rele pengaman backup ini harus dikoordinasikan agar menghasilkan sistem proteksi yang sempurna. Adapun koordinasi ini dilakukan pada setelan pickup dan time delay dari rele tersebut. Salah satu contoh koordinasi rele pengaman dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk memberikan koordinasi yang baik, setelan pickup rele-rele tersebut harus memenuhi syarat berikut [6]:
Iset A > Iset B > Iset C > Iset D (3) Pada aplikasi praktis, sering digunakan batas 125% dari nilai pickup rele di bawahnya. Sedangkan pada setelan waktu, dikenal adanya setting kelambatan waktu (Δt) atau grading time. Perbedaan waktu kerja minimal antara rele utama dan rele backup adalah 0.2 – 0.4 detik [9].
A B C D I> 0.4 s I> 1.3 s I> 1 s I> 0.7 s ts = t + Δt ts = t + Δt ts = t + Δt Trafo Bus 1 Bus 4 Bus 3 Bus 2
Gambar 4. Koordinasi rele dengan kelambatan waktu
III. STUDI KASUS SISTEM KELISTRIKAN PT. WILMAR A. Sistem Kelistrikan PT. Wilmar
Dalam sistem kelistrikannya, PT. Wilmar memiliki suplai energi listrik dari dua unit Generator turbin uap masing-masing 15 MW, sumber PLN dengan kapasitas 5,5 MW dan emergency supply sebesar 4 MW. Total beban maksimum yang terpasang besarnya sekitar 33 MW, dengan demand factor sebesar 60%, maka total daya yang dikonsumsi beban sekitar 18 MW [10].
Sistem distribusi yang digunakan adalah sistem distribusi ring yang dioperasikan secara radial dengan membuka breaker pada titik-titik tertentu [10]. Adapun tegangan menengah yang digunakan adalah 10.5 kV. Tegangan menengah ini akan diturunkan menjadi tgangan yang lebih rendah dengan trafo step-down menjadi 0.4 kV dan 3.3 kV.
B. Pemilihan Tipikal Koordinasi
Untuk mempermudah studi koordinasi rele pengaman pada sistem kelistrikan PT. Wilmar, diambil beberapa tipikal koordinasi yang dapat mewakili bentuk koordinasi keseluruhan sistem pengaman arus lebih yang ada. Terdapat tiga tipikal koordinasi yang diambil, yaitu tipikal 1, tipikal 2, dan tipikal 3. Ketiga tipikal koordinasi pada sistem kelistrikan PT. Wilmar dapat dilihat lebih jelas pada potongan single line diagram sistem kelistrikan PT. Wilmar pada Gambar 5. Tipikal 1 :Koordinasi mulai dari Bus PLN SS-C hingga Bus
NPK Plant 3.3 kV yang terdapat motor tegangan menengah 355 kW.
Tipikal 2 :Koordinasi mulai dari pengaman STG2 hingga Bus SUT-R3-011 yang merupakan substation yang menyuplai instalasi DC.
Tipikal 3 : Koordinasi rele pengaman feeder dari trafo PLN, yakni mulai dari Bus 2 hingga Bus PLN Incoming.
Gambar 5. Tipikal koordinasi rele pengaman PT. Wilmar IV. HASIL SIMULASI DAN ANALISIS A. Simulasi Hubung Singkat Minimum
Hubung singkat minimum adalah hubung singkat yang terjadi ketika sistem beroperasi pada kondisi suplai beban minimum. Di mana pada kondisi ini sistem disuplai oleh sumber PLN dan satu STG. Total daya yang mengalir pada kondisi ini adalah sekitar 17 MW. Pada simulasi hubung singkat minimum, diperoleh nilai arus hubung singkat minimum 30 cycle dari software ETAP yang dapat dilihat pada Tabel II.
TABELII
DATA HASIL SIMULASI HUBUNG SINGKAT MINIMUM Bus Tegangan Arus Hubung Singkat Minimum
PLN FDR-A 10,5 kV 7,678 kA Bus 2 10,5 kV 7,684 kA Bus 3 10,5 kV 7,684 kA PLN SS-C 10,5 kV 7,504 kA Feeding 04 10,5 kV 7,549 kA SUT-R3-011 10,5 kV 7,327 kA SUT-R4-012 10,5 kV 7,246 kA SUT-R4-015 10,5 kV 7,178 kA NPK Plant 3.3kV 3,3 kV 4,376 kA Mtr 355kW 3,3 kV 4,376 kA Electrolyzer3 0,4 kV 51,500 kA
B. Simulasi Hubung Singkat Maksimum
Hubung singkat maksimum adalah hubung singkat yang terjadi ketika sistem beroperasi pada kondisi suplai beban maksimum. Di mana pada kondisi ini kedua STG yakni STG1 dan STG2 beroperasi paralel dengan suplai dari sumber PLN. Total daya yang mengalir pada kondisi ini adalah sekitar 35 MW. Pada simulasi hubung singkat maksimum, kedua CB
bypass dibuka dan reaktor seri yang memisahkan ketiga bus sumber yakni Bus 1, Bus 2, dan Bus 3 dioperasikan. Hal ini bertujuan untuk membatasi arus hubung singkat yang mengalir. Adapun nilai arus hubung singkat maksimum ½ cycle yang diperoleh dari simulasi hubung singkat pada software ETAP disajikan pada Tabel III.
TABELIII
DATA HASIL SIMULASI HUBUNG SINGKAT MAKSIMUM
Bus Tegangan Arus Hubung Singkat
Maksimum PLN FDR-A 10,5 kV 16,051 kA Bus 2 10,5 kV 16,571 kA Bus 3 10,5 kV 15,439 kA PLN SS-C 10,5 kV 14,822 kA Feeding 04 10,5 kV 14,906 kA SUT-R3-011 10,5 kV 14,033 kA SUT-R4-012 10,5 kV 13,876 kA SUT-R4-015 10,5 kV 13,609 kA NPK Plant 3.3kV 3,3 kV 9,574 kA Mtr 355kW 3,3 kV 9,574 kA Electrolyzer3 0,4 kV 61,866 kA
C. Analisis Koordinasi Pengaman pada Tipikal 1
Data setelan existing dari rele-rele pengaman pada tipikal 1 diberikan pada Tabel IV sebagai berikut.
TABELIV
DATA SETELAN EXISTING RELE PADA TIPIKAL 1[11] Relay ID & Model CT Ratio Setting R.NPK.355 Model : Merlin Gerin Sepam 20 100/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,85
Time Dial 4,00
Instantaneous Pickup (I>>) Disabled
Delay Disabled R.NPK 3.3kV Model : Merlin Gerin Sepam 20 400/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,88
Time Dial 1,70
Instantaneous Pickup (I>>) 8,00
Delay 0,40 R.J.1 Model : Merlin Gerin Sepam 20 200/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,58
Time Dial 2,00
Instantaneous Pickup (I>>) 12,00
Delay 0,10 R.PLN.SSC.5 Model : Merlin Gerin Sepam 40 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,69
Time Dial 2,00
Instantaneous Pickup (I>>) 5,00
Dari tabulasi setelan rele di atas, dapat kita plot kurvanya dengan Star-Protective Device Coordination dalam software ETAP 7.0. Data-data di atas selanjutnya dimasukkan pada Relay Editor sehingga menghasilkan plot kurva yang dapat kita lihat di Star Systems seperti yang dapat kita lihat pada Gambar 6 berikut ini.
Gambar 6. Hasil plot setelan existing rele R.NPK.355 dan R.NPK 3.3kV Dari hasil plotting di atas, dapat diketahui adanya beberapa setelan dan koordinasi yang kurang baik. Diantaranya adalah setelan pickup rele yang masih menyentuh kurva start motor dan masih di bawah full load ampere (FLA) trafo serta adanya koordinasi yang belum tepat. Oleh sebab itu direkomendasikan untuk dilakukan penyetelan ulang sesuai dengan perhitungan sebagai berikut.
Rele R.NPK.355 (CT Ratio : 100 / 5) Time Overcurrent Pickup (SIT)
1,15 × FLA Mtr 355kW < Iset < 0,8 × Isc Min. Mtr 355kW 1,15 × 88,86 < Iset < 0,8 × 4376 Dipilih Iset = 110 A Tap = Iset CT primary = 110 100 = 1,1 Time Dial
Dipilih waktu operasi (td) = t starting motor + Δt= 5,2 s td = 0,14 × T 2,97 × IsI 0,02-1 T = td × 2,97 × I Is 0,02 -1 0,14 T =
5,2 × 2,97 × 1,3 × I starting Mtr355kWTap × CT primary 0,02-1 0,14 = 5,2 × 2,97 × 1,3 × 577,591,1 × 100 0,02-1 0,14 = 4,15408 ≈ 4,16 Instantaneous Pickup
Iset > 1,3 × Istarting Motor 355kW Iset > 1,3 × 6,5 × 88,86 Dipilih Iset = 750,87 A Tap = Iset CT primary = 750,87 100 = 7,5087 ≈ 7,51 Time Delay
Dipilih time delay = 0,1 s
Rele R.NPK 3.3kV (CT Ratio : 400 / 5) Time Overcurrent Pickup (SIT)
1,2 × FLA secondary TRF-019 < Iset < 0,8 × Isc Min. NPK Plant 3.3kV 1,2 × 437,4 < Iset < 0,8 × 4376 Dipilih Iset = 525 A Tap = Iset CT primary = 525 400 = 1,3125 ≈ 1,32 Time Dial
Dipilih waktu operasi (td) = 1,1 s td = 0,14 × T 2,97 × IsI 0,02-1 T = td × 2,97 × I Is 0,02 -1 0,14 T =
1,1 × 2,97 × 0,8 × Isc Min. NPK Plant 3.3kVTap × CT primary 0,02-1 0,14 = 1,1 × 2,97 × 0,8 × 43761,32 × 400 0,02-1 0,14 = 0,9025 ≈ 0,91 Instantaneous Pickup
Iset > 0,8 × Isc Min. NPK Plant 3.3kV Iset > 0,8 × 4376 Dipilih Iset = 3500,8 A Tap = Iset CT primary = 3500,8 400 = 8,752 ≈ 8,76 Time Delay
Dipilih time delay = 0,3 s
Dari hasil perhitungan setelan rele di atas, setelah dilakukan plotting pada mode Star dalam software ETAP ternyata didapatkan hasil koordinasi yang lebih baik. Adapun hasil plotting setelan rele untuk koordinasi antar rele R.NPK.355 dan R.NPK 3.3kV dapat dilihat pada Gambar 7. Dengan menggunakan langkah yang sama seperti perhitungan di atas, maka didapatkan setelan rele untuk tipikal 1 yang tertera pada Tabel V.
Gambar 7. Hasil plot setelan Resetting rele R.NPK.355 dan R.NPK 3.3kV TABELV
SETELAN RELE UNTUK RESETTING PADA TIPIKAL 1 Relay ID & Model CT Ratio Setting R.NPK.355 Model : Merlin Gerin Sepam 20 100/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 1,10
Time Dial 4,16
Instantaneous Pickup (I>>) 7,51
Delay 0,10 R.NPK 3.3kV Model : Merlin Gerin Sepam 20 400/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 1,32
Time Dial 0,91
Instantaneous Pickup (I>>) 8,76
Delay 0,30 R.J.1 Model : Merlin Gerin Sepam 20 200/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,83
Time Dial 1,14
Instantaneous Pickup (I>>) 17,31
Delay 0,10 R.PLN.SSC.5 Model : Merlin Gerin Sepam 40 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,84
Time Dial 0,94
Instantaneous Pickup (I>>) 7,21
Delay 0,30
D. Analisis Koordinasi Pengaman pada Tipikal 2
Data setelan existing dari rele-rele pengaman pada tipikal 2 diberikan pada Tabel VI sebagai berikut.
TABELVI
DATA SETELAN EXISTING RELE PADA TIPIKAL 2[11] Relay ID & Model CT Ratio Setting R.03.5 Model : Merlin Gerin Sepam 20 200/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,68
Time Dial 1,00
Instantaneous Pickup (I>>) 16,00
Delay 0,10 R.PLN.SSC.4 Model : Merlin Gerin Sepam 40 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,64
Time Dial 2,00
Instantaneous Pickup (I>>) 5,00
Delay 0,22 R.PLN.SSC.1 R.PLN.SSC.2 R.AP3.04 R.AP3.05 Model : Merlin Gerin Sepam 20 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,67
Time Dial 2,50
Instantaneous Pickup (I>>) 5,10
Delay 0,22 R.AP3.01 Model : Merlin Gerin Sepam 1000+ 1500/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,65
Time Dial 2,00
Instantaneous Pickup (I>>) 7,00
Delay 0,46
Dapat dilihat pada Gambar 5, pada tipikal 2 terdapat double feeder yang menghubungkan Bus 3 dengan Bus PLN SS-C. Dikarenakan rele R.PLN.SSC.1, R.PLN.SSC.2, R.AP3.04, dan R.AP3.05 menggunakan setelan rele yang sama, maka belum ada koordinasi yang baik ketika terjadi hubung singkat pada salah satu saluran double feeder. Kedua feeder tersebut dapat trip ketika terjadi hubung singkat pada salah satu salurannya. Oleh sebab itu, sebaiknya pada double feeder tersebut dipasang rele arus lebih berarah sehingga menghasilkan koordinasi yang lebih baik dan dapat meningkatkan keandalan sistem. Hal ini dapat dicapai dengan menambahkan elemen directional pada rele R.PLN.SSC.1 dan R.PLN.SSC.2 dengan setelan yang diperoleh dari perhitungan berikut. Instantaneous Pickup Iset > In Min. PLN.SSC.2 Dipilih Iset = 300 Tap = Iset CT primary = 300 600 = 0,5 Time Delay Dipilih delay = 0,05 s Direction : Reverse Polarization : Voltage
Maximum Torque Angle (MTA) R = 0,128
X = 0,112
β = - tan-1 R/X = -48,81° |β| = 48,81° Dipilih MTA = 45°
Dengan menggunakan langkah perhitungan yang sama seperti pada tipikal 1 untuk rele yang lainnya, maka didapatkan setelan rele untuk tipikal 2 seperti pada Tabel VII.
TABELVII
SETELAN RELE UNTUK RESETTING PADA TIPIKAL 2 Relay ID & Model CT Ratio Setting R.03.5 Model : Merlin Gerin Sepam 20 200/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 1,00
Time Dial 0,47
Instantaneous Pickup (I>>) 14,45
Delay 0,10 R.PLN.SSC.4 Model : Merlin Gerin Sepam 40 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 1,35
Time Dial 0,33
Instantaneous Pickup (I>>) 6,03
Delay 0,30 R.PLN.SSC.1 R.PLN.SSC.2 Model : Merlin Gerin Sepam 40 600/5
Curve Type Instantaneous
Pickup (I>>) 0,50 Time Delay 0,05 Direction Reverse Polarization Voltage MTA 45º R.AP3.04 R.AP3.05 Model : Merlin Gerin Sepam 20 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 2,33
Time Dial 0,31
Instantaneous Pickup (I>>) 4,51
Delay 0,50 R.AP3.01 Model : Merlin Gerin Sepam 1000+ 1500/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,84
Time Dial 0,95
Instantaneous Pickup (I>>) 4,51
Delay 0,70
E. Analisis Koordinasi Pengaman pada Tipikal 3
Data setelan existing dari rele-rele pengaman pada tipikal 3 diberikan pada Tabel VIII sebagai berikut.
TABELVIII
DATA SETELAN EXISTING RELE PADA TIPIKAL 3[11] Relay ID & Model CT Ratio Setting R.AP2.03 Model : Merlin Gerin Sepam 20 400/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,90
Time Dial 0,80
Instantaneous Pickup (I>>) 5,00
Delay 0,22 R.PLN.Out1 Model : Merlin Gerin Sepam 20 200/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,95
Time Dial 1,00
Instantaneous Pickup (I>>) 12,00
Delay 0,10
TABELVIII
DATA SETELAN EXISTING RELE PADA TIPIKAL 3(LANJUTAN) Relay ID & Model CT Ratio Setting R.PLN.Inc Model : Merlin Gerin Sepam 20 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,60
Time Dial 1,00
Instantaneous Pickup (I>>) 4,50
Delay 0,22
Dengan menggunakan langkah perhitungan yang sama seperti pada tipikal sebelumnya, maka didapatkan setelan rele untuk tipikal 3 sebagai berikut.
TABELIX
SETELAN RELE UNTUK RESETTING PADA TIPIKAL 3 Relay ID & Model CT Ratio Setting R.AP2.03 Model : Merlin Gerin Sepam 20 400/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 1,08
Time Dial 1,40
Instantaneous Pickup (I>>) 15,37
Delay 0,70 R.PLN.Out1 Model : Merlin Gerin Sepam 20 200/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 1,15
Time Dial 1,78
Instantaneous Pickup (I>>) 21,06
Delay 0,90 R.PLN.Inc Model : Merlin Gerin Sepam 20 600/5
Curve Type SIT
Pickup Range × CT Sec. 0,1 - 2,4
Pickup (I>) 0,39
Time Dial 2,20
Instantaneous Pickup (I>>) 8,78
Delay 1,10
2nd Instantaneous Pickup (I>>>) 16,61
2nd Delay 0,05
V. PENUTUP A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi dan analisis koordinasi rele pengaman pada PT. Wilmar yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat beberapa setelan rele yang belum tepat dan koordinasi yang kurang baik, terutama pada setelan pickup dan grading time antar rele pengaman. Pada beberapa rele, setelan pickup kurva inversnya masih menyentuh arus full load beban. Hal ini dapat menyebabkan rele tersebut trip meski tidak terjadi gangguan.
2. Terdapat setelan instan pada beberapa rele yang belum maksimal, karena belum mencakup seluruh level arus hubung singkat. Hal ini mengakibatkan rele tidak dapat bekerja secepat mungkin untuk mengamankan sistem ketika terjadi gangguan hubung singkat minimum.
3. Grading time yang diberikan terlalu sempit, yakni 0,12 detik. Hal ini dapat menyebabkan koordinasi yang kurang
baik sebab ada kemungkinan rele backup juga ikut trip karena tidak memberikan waktu yang cukup untuk rele pengaman utama selesai memutus ganguan terlebih dahulu. 4. Sistem pengaman pada double feeder kurang maksimal,
sebab tidak ada koordinasi yang baik ketika terjadi gangguan pada salah satu feeder. Hal ini menyebabkan keandalan sistem kurang maksimal, sebab jika terjadi gangguan pada salah satu feeder, maka kedua feeder akan putus sehingga mengganggu kontinuitas suplai ke beban. Oleh sebab itu perlu adanya tambahan elemen directional pada rele tersebut. Dengan adanya penambahan elemen directional ini maka keandalan sistem dapat ditingkatkan. B. Saran
Karena adanya setelan yang kurang tepat serta koordinasi yang kurang baik pada beberapa rele tersebut, maka direkomendasikan untuk melakukan penggantian setelan sesuai dengan setelan yang diperoleh dari hasil analisis yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini.
REFERENSI
[1] Anderson, P.M, “Power System Protection”, John Wiley & Sons, Inc., Canada, 1998, Ch. 3.
[2] Phadke, Arun G, dan Thorp, James S, “Computer Relaying for Power System”, John Wiley and Sons, Ltd., England, 2009, Ch. 2.
[3] Blackburn, J. Lewis, dan Domin, Thomas J, “Protective Relaying Principles and Application 3rd Edition”, CRC Press, USA, 2006, Ch. 9.
[4] Masson, C. Russel, “The Art & Science of Protective Relaying”, John Wiley & Sons, Inc., Canada, 1956, Ch. 2.
[5] Horak, Jhon, “Directional Overcurrent Relaying (67)
Concepts”, Member IEEE, Basler Electric, , January, 2006 pp. 1-2.
[6] Prévé, Christophe, “Protection of Electrical Networks”, ISTE Ltd., 2006, London, Ch. 7, 9.
[7] Gurevich, Vladimir, “Electric Relays, Principle and
Application”, CRC Press, USA, 2006, Ch. 10.
[8] Trip Curve, “IEC-SIT-SIT-A-10PU_1”, Schneider Electric, 2008.
[9] IEEE Std 242-2001™, “IEEE Recommended Practice for Protection and Coordination of Industrial and Commercial Power Systems”, The Institute of Electrical and Electronics Engineers, Inc., New York, 2001, Ch. 15.
[10] Power System Analysis, “Studi Load Flow”, PT. Wilmar Nabati Indonesia, 2009.
[11] Power System Analysis, “Setting Proteksi”, PT. Wilmar Nabati Indonesia, 2009.
BIOGRAFI PENULIS
Eko Wahyu Susilo Lahir di Gresik pada tanggal 15 Desember 1989. Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Gresik pada tahun 2007,
penulis melanjutkan pendidikannya di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, Jurusan Teknik Elektro, Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga. Semasa kuliah penulis aktif mengikuti berbagai seminar dan pelatihan. Penulis yang merupakan salah satu asisten di Laboratorium Simulasi Sistem Tenaga (B.103) ini juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan, salah satunya menjadi Kepala Biro Hubungan Luar HIMATEKTRO periode 2009-2010. Penulis
pernah menjadi finalis Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2010, dan juga juara 2 dalam ajang kompetisi Innovation and Engineering Physics Expo (IEPE) ITB pada tahun 2011. Penulis