• Tidak ada hasil yang ditemukan

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

1

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

(2)

2

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

INGIN USAHA ANDA LEBIH MAJU?

Mari Bergabung Bersama Kami!

Majalah Nabawi adalah majalah yang diterbitkan oleh Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences. Dalam perjalanannya, Nabawi menjadi salah satu bagian dari media dakwah yang digunakan oleh (alm) Prof. Dr, K.H. Ali Mustafa Yaqub, MA. Pada umumnya, majalah ini terfokus pada diskursus hadis dan problematika sosial yang aktual. Sehingga majalah ini bisa dianggap sebagai majalah pertama dan satu-satunya di Indonesia yang merespon problematika kemasyarakatan yang sedang terjadi dengan mengambil inspirasi Sunnah Nabi SAW dan amaliah salafus-Shalih. Melalui majalah ini, Darus-Sunnah berkontribusi dalam pengembangan kajian hadis dan pembumian ajaran-ajaran Nabi SAW di seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Oleh karenanya, dengan kekhasan tema yang ditawarkan, majalah Nabawi turut aktif dalam agenda pendidikan masyarakat luas agar lebih dekat dengan Sunnah Nabi SAW di segala sisi kehidupannya. Untuk itu, majalah Nabawi dikemas dengan bentuk yang menarik dan bahasa yang mudah dipahami semua kalangan.

Majalah Nabawi terbit dua bulan sekali yang didistribusikan kepada kalangan Akademis, Eksekutif Lembaga Keuangan Syariah dan Lembaga Bisnis Syariah (LKS dan LBS), Ormas Islam dan Pengajian Eksekutif (kelas menengah keatas).

Majalah Nabawi memliki ukuran 16x24 dengan konsep full colour pada seluruh halamannya. Dengan keistimewaan dan kelebihan tersebut, pantas bila media ini menjadi pilihan utama dan tepat untuk mempromosikan suatu perusahaan, lembaga atau sejenisnya kepada masyarakat luas secara optimal.

PAKET A (Cover Belakang Luar)

1 Halaman Penuh 4 Juta

PAKET B (Cover Dalam Depan)

1 Halaman Penuh 3 Juta

1/2 Halaman 2 Juta

PAKET C (Cover Belakang Dalam)

1 Halaman Penuh 2 Juta

1/2 Halaman 1 Juta

PAKET D (Halaman Dalam)

1 Halaman Penuh 1.5 Juta

1/2 Halaman 200 Ribu

PAKET IKLAN MAJALAH DIGITAL DAN WEBSITE

PAKET E

Header Website 4 Juta

PAKET F

Footer Website 4 Juta

PAKET G

Widget Kanan Web 2 Juta

PAKET E

(3)

1

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H PENERBIT:

Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences

PEMBINA: Zia ul Haramein Ali Mustafa, Lc.

PENASEHAT: Dr. H. M. Shofin Sugito, Lc., MA

Dr. Nurul Huda Ma’arif, Lc, MA Ahmad Ubaydi Hasbillah, Lc., MA

EDITOR AHLI: Hengki Ferdiansyah, S.S.I, Lc.

Ali Wafa, S.S.I., Lc. PEMIMPIN UMUM:

Ja’far Tamam WAKIL PEMIMPIN UMUM:

Laila Elvia Syahriah PEMIMPIN REDAKSI: M. Alvin Nur Choironi SEKRETARIS REDAKSI: Diah Ayu Agustina PEMIMPIN USAHA: Nur Faizah Fakhriyah Galib

DEWAN REDAKSI:

Kenang Nurullah | M. Abdul Hamid LA | Isyfi Anni Azmi | Nelli Ayu Apriliani | M. Yaufi

Nur Mutiullah | Alidayasa | M. Royyul Ulum | Izzatul Fariha

EDITOR:

M. Iqbal Syauqi al-Ghifari | Bisyrul Hafi | Dewi Sulistiana Syahid

DESAIN LAYOUT: Fera Rahmatun Nazilah | Difa el-Haq

DISTRIBUSI DAN PERIKLANAN: Fahmy Hasan Salim | Lailatul Fajriyyah|

Ulfa Fauziah ALAMAT REDAKSI:

Jl. SD Inpres No. 11, Pisangan-Barat, Ciputat 15419, Indonesia; Telp: (021) 7417 687 Email: [email protected] Web: www.majalahnabawi.com www.darussunnah.id CP: Fahmy (085719565862), NO. REK. BANK SYARIAH MANDIRI:

710 7052 512 a/n Nur Faizah Fakhriyah

SUSUNAN REDAKSI

1

Assalamualaikum

Alhamdulillah, dengan senang hati sudah dua tahun saya menjadi pelanggan Majalah Nabawi, selain kontennya yang khas pada kajian Hadis Nabawi, majalah Nabawi juga mengangkat isu-isu kontemporer

Jika saya boleh memberikan saran, artikel-artikel Pak Kiali Ali Mustafa Yaqub rahimahullah agar tetap ditampilkan, sebagai Kolom Sang Perintis. Saya yakin hampir dalam setiap permasalahan. selalu ada butiran2 artikel beliau yang membahas terkait permasalahan tersebut. terutama dalam buku-buku bunga rampai beliau Terimakasih

Diki, Sukabumi

Jawab:

Terimakasih. Artikel-artikel terkait Pak Kyai Ali memang banyak tersebar di media, baik yang telah dibukukan maupun tidak. Masukan berikut ini akan dipertimbangkan, namun kami akan tetap mengunggah artikel-artikel tersebut di website kami, mengingat banyaknya karya beliau.

Redaksi menerima tulisan tentang Hadis dan Ilmu Hadis. Redaksi berhak mengedit tulisan yang masuk tanpa mengurangi substansinya. Tulisan dikirim via email ke: [email protected]. Adapun kritik dan saran juga bisa disampaikan melaluin email tersebut.

Seluruh konten majalah Nabawi bisa diakses melalui: www.majalahnabawi.com SURAT PEMBACA @majalahnabawi @majalahnabawi @majalah_nabawi [email protected] www.majalahnabawi.com

1

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H PAKET E

Header Website 4 Juta

PAKET F

Footer Website 4 Juta

PAKET G

Widget Kanan Web 2 Juta

PAKET E

(4)

2

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

Daftar Isi

1 | Surat Pembaca

2 | Daftar Isi

3 | Taqdim

5 | Artikel Utama

9 | Wawancara

14 | Alumni

18 | Khazanah

22 | Kajian Hadis

27 | Riwayat

30 | Pojok Papua

33 | Kolom Mahasantri

36 | Seputar Ma’had

41 | Warta Madrasah

43 | Catatan

47 | Bedah Buku

49 | Tafsir

53 | Kolom Khadim Ma’had

Artikel Utama

KIAT-KIAT NABI MENDIDIK

AGAMA RAMAH ANAK

Seputar Ma’had

PENTINGNYA PENDIDIKAN

AGAMA MASA KECIL

Alumni

BUAH KEIKHLASAN

SANG GURU

Kajian Hadis

TRADISI MEMBANGUNKAN

ORANG SAHUR

Riwayat

MENIKMATI RIWAYAT HADIS

IBNUL KHASYAB

Kolom Khadim Ma’had

INILAH ISLAM WAHAI ANAKKU

PENDIDIKAN AGAMA ANAK-ANAK

MUSLIM DI AMERIKA

5

36

14

22

27

53

ANAK

DAN

GENERASI

RAMAH

AGAMA

2

Nabawi

(5)

3

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

P

redikat Islam sebagai agama yang

rahmatan lil alamin adalah sebuah

konsensus, meliputi semua hal yang ada dalam Islam. Termasuk mengenalkan dan mendidik anak kepada ajaran-ajaran agama. Sayangnya, hal ini menjadi mengkhawatir-kan tatkala para pendidik tidak mengerti bagaimana seharusnya mendidik dan men-gajarkan agama kepada anak.

Bisa dipantau banyaknya unggahan di media sosial daring yang menjadikan anak sebagai objek kampanye Jihad. Dengan jelas terpampang foto seorang anak menghunus-kan pedang dengan dibumbui keterangan provokatif yang mengajak seluruh orang

TAQDIM

ANAK

DAN

GENERASI

RAMAH

AGAMA

Sumber gambar: www.dakwatuna.com

3

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

(6)

4

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

tua untuk menjadikan anak-anak mereka seorang mujahid. Dalam unggahan lain yang senada, keterangan foto ajakan berjihad kepada anak semacam tu diulis dengan mengatasnamakan surga. Katan-ya: “Anak-anak yang berjihad merupa-kan tabungan surga bagi orang tuanya”. Bagaimana menurut Anda?

Pun ketika agama mulai merambah kepentingan politik, anak-anak menjadi sasaran empuk indoktrinasi kebencian atas nama agama. Berbagai demonstra-si mengatasnamakan agama diikuti oleh banyak anak dengan pawai menyerukan kebencian seperti “bunuh”, “gantung”, “bakar” dan lain sebagainya. Para orang tua yang mengajak anak mereka itu da-lam beberapa keterangan beralasan bahwa mereka sedang melakukan pendi-dikan keagamaan kepada anak.

NABAWI edisi 117 kali ini mencoba memberikan pemahaman dan perspektif yang baik kepada orang tua dalam men-didik anak. Hal ini juga sebagai upaya merefleksikan Hari Perlindungan kepada Anak dalam bentuk yang nyata, melalui langkah-langkah melindungi anak dari kebencian yang mengatasnamakan ag-ama. Tentu dengan tetap berusaha men-getengahkan perspektif keislaman, uta-manya Hadis.

NABAWI edisi kali ini akan berusaha menelaah lebih lanjut tentang penga-jaran agama diterapkan kepada anak. Hal ini semata-mata untuk mewujudkan pendidikan agama yang ramah terhadap anak untuk menuju generasi yang ramah lingkungan dan terbebas dari rasa keben-cian atas nama agama.

Selamat membaca.

Pun ketika

agama mulai

merambah

kepentingan

politik,

anak-anak menjadi

sasaran empuk

indoktrinasi

kebencian atas

nama agama.”

(7)

5

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H ARTIKEL UTAMA

Kiat-Kiat Nabi

Mendidik Agama

Ramah Anak

Oleh:

Siti Mu’awanah, Lc., M.Sos.

K

ehidupan manusia telah dimulai sejak Nabi Adam diciptakan dan akan terus berlanjut hingga waktu yang Allah tentukan. Zaman pun terus berubah seiring dengan bergulirnya waktu, tidak terkecuali kehidupan manusia di dalamnya. Apa yang dirasakan dalam dua dekade terakhir ini-dengan derasnya arus teknologi -tidak lain merupakan bagian perubahan zaman itu sendiri.

Derasnya arus teknologi telah mengubah wajah masyarakat yang tadinya kesulitan mendapat informasi menjadi begitu mudah mendapatkannya. Setiap hari dan setiap waktu mereka bisa mengakses dan mendapatkannya melalui surat kabar, radio, televisi, ponsel pintar,

internet, dan media lainnya. Mereka mewujud menjadi ‘masyarakat informasi’ yang tergantung pada teknologi. Perubahan zaman yang memang tidak bisa dihindari. Bahkan seluruh aspek kehidupan mereka bisa dikatakan l ebih banyak bersentuhan dengan hal-hal yang berbau teknologi-instant, termasuk dalam hal beragama misalnya. Dan tidak hanya masyarakat dewasa, anak-anak kini juga dengan mudahnya menjelma menjadi ‘masyarakat dewasa’ yang aktif dengan teknologi dan kemajuannya.

Fenomena demikian jelas terlihat bagaimana anak seusia dini sudah mahir dan akrab dengan benda yang

Sebuah refleksi “Hari Perlindungan Anak se-dunia

(8)

6

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

bernama televisi, gadget, dan permainan elektronik lainnya. Yang dulu mungkin hanya anak-anak yang beranjak dewasa saja yang mengenal benda-benda tersebut.

Memiliki anak dengan kualitas emas merupakan idaman dan harapan semua orang tua. Tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya tumbuh menjadi manusia yang tidak bernilai dan lemah dikemudian hari. Mereka menyadari bahwa investi dan karya termahal yang dimiliki orang tua adalah kehadiran anak dalam kehidupan rumah tangga mereka. Karena kehadiran anak sebagai penerus dan penyambung generasi berikutnya, selain sejatinya bahwa anak juga akan dapat penjadi penolong bagi kehidupan orang tuanya ketika di akhirat nanti.

Rasulullah Saw bersabda: “Apabila seseorang anak Adam telah meninggal dunia maka seluruh amalnya terputus kecuali tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang senantiasa mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim).

Kehadiran anak yang saleh dan bermutu tinggi tidaklah sulit, namun juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tabiat seorang anak yang cenderung akan meniru apa-apa yang ada disekitarnyalah yang menjadikan orang tua berkewajiban untuk menciptakan lingkungan yang baik. Dan ini menjadi sebuah teori kausalitas dalam rumah tangga. Keluarga sebagai sebuah ‘sistem’ haruslah menjadi contoh utama penerapan nilai-nilai yang baik. Diantaranya pendidikan agama dan akhlak menjadi prioritas yang paling ditonjolkan dalam pola pendidikkan di rumah.

Islam telah memberi perhatian besar terhadap pendidikkan anak. Ketika para pendidik yang dalam hal ini utamanya adalah para orang tua mengetahui bagaimana posisi agama sebagai pelajaran utama pendidikkan anak, maka hendaklah para orang tua merasa memiliki peran yang paling besar dalam mengemban amanat dan tanggung jawabnya terhadap kesuksesan anak-anaknya. Apakah anaknya menjadi baik atau menjadi anak yang durhaka, semuanya ini lebih ditentukan oleh peran orang tuanya sendiri. Tergantung bagaimana kertas putih yang diibaratkan adalah kefitrahan sang anak diwarnai dan dicoret oleh sang penulis yakni orang tuanya.

Sebagaimana Rasulullah Saw sebagai suri tauladan dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia di jagat ini, juga banyak memberikan contoh bagaimana kita sebagai orang tua dalam mendidik sang anak yang sejatinya adalah amanat yang akan dipertanggung-jawabkan kelak Teringat bagaimana Rasulullah Saw memanjangkan sujudnya ketika sedang salat bersama para sahabat, yang ketika itu membuat para sahabat bertanya, apa yang sedang dipanjatkan oleh baginda Rasul sehingga sujudnya lebih panjang dari biasanya. Pertanyaan ini pun segera dijelaskan selepas salat bahwa sujudnya yang lebih panjang itu dikarenakan keberadaan Hasan bin Ali yang sedang menaiki punggung beliau ketika sujud. Oleh karena itu, beliau menunggunya hingga ia turun sendiri, karena bila beliau langsung bangkit sang cucu Hasan akan terjatuh dan menyakitinya.

Satu kisah sederhana, namun marilah kita lihat betapa Rasulullah Saw begitu

(9)

7

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H mencintai anaknya, menjaga agar

tidak terluka dan menyakitinya. Kisah tersebut bisa dibayangkan dengan kondisi anak-anak di zaman sekarang, justru para orang tualah yang seringkali mengantarkan anak-anaknya berada dalam kondisi kekerasan yang secara tidak langsung dapat menyakitinya baik jasmani atau jiwanya. Kondisi yang umumnya tidak layak dihadirkan untuk mereka yang masih perlu contoh yang dapat mereka tauladani, bukan kondisi yang penuh amarah dan kebencian.

Allah Swt menganugerahkan seorang anak dengan kefitrahan yang suci dan daya ingat yang lebih baik dibanding ketika ia mulai memasuki usia akil balig. Pada masa keemasan ini atau yang biasa disebut dengan golden age sekiranya menjadi moment yang sangat tepat dalam menanamkan pendidikan agama yang lemah lembut sebagai awal ia mulai mengenal ilmu pengetahuan hakiki.

Contoh lain berupa aktifitas badaniyah sebagai role model dalam beragama juga bisa diterapkan dengan cara membiasakan anak untuk salat lima waktu. Hendaknya kita para orangtua sabar dan tidak pernah bosan mengingatkan sang buah hati untuk mendirikan salat yang merupakan tiang

agama. Bagaimana suatu bangunan akan kokoh bila tidak memiliki tiang yang kokoh pula. Begitu halnya dengan salat, bagaimana seorang anak diharapkan menjadi saleh bila tidak dikuatkan pondasinya sejak usia dini. Pendidikkan salat ini bisa dimulai dari diri orang tua dengan mendirikan salat di awal waktu dan mengajaknya untuk salat berjamaah dengan mereka. Dengan kondisi yang sudah terbiasa demikian, diharapkan dalam benak si anak akan tertanam kebiasaan dan perhatian yang mendalam tentang kewajiban yang sangat mulia ini. Rasulullah Saw bersabda: “Suruhlah anak kalian salat ketika berumur 7 tahun, dan bila sudah berusia 10 tahun meninggalkan salat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya (antara anak llaki-lakinya dan anak perempuan).” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Betapa bahagianya orang tua bila sejak dini sang anak sudah terbiasa menjalankan kewajiban agamanya. Di masa akan datang kebiasaan baik agamanya tersebut akan membentuk pribadinya yang tangguh dan disiplin. Tangguh karena mampu melawan hawa nafsunya dan disiplin karena terbiasa mengajarkan sesuatu sesuai dengan tempat dan waktunya. Sungguh Islam adalah agama yang sempurna, islam memperhatikan betul bagaimana pembentukan character building anak agar menjadi generasi madani yang saleh dan unggul di masa yang akan datang dan menjadi penerus risalah nabawi untuk melanggengkan panji-panji Islam di bumi Rabb-nya.

Tidak terkecoh dengan hiruk pikuk dan kemajuan zaman yang semakin liar

Betapa bahagianya orangtua

bila sejak dini sang anak

sudah terbiasa menjalankan

kewajiban agamanya. Di

masa akan datang kebiasaan

tersebut akan membentuk

anak menjadi pribadi yang

tangguh dan disiplin.”

‘‘

(10)

8

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

dan tak terkendali. Dimana urusan dan kewajiban duniawi menjadi prioritas dibanding kewajiban hamba terhadap Rabb-nya. Agama hanya menjadi sampingan yang bisa ditentukan sesuai kebutuhannya, maka selain memperkenalkan kewajiban-kewajiban agama kepada anak, mentransfer ilmu agama juga merupakan sesuatu yang niscaya dan harus terus menerus diberikan sesuai kadar usianya.

Yang mengkhawatirkan saat ini adalah berkembangnya trend mengaji melalui dunia maya. Tidak salah dengan niatnya dalam mengaji dan mengkaji ilmu agama, hanya saja hal demikian banyak mengandung kemudhratan dalam belajar agama. Di internet dengan mudah seseorang mengakses artikel pengetahuan apapun tentang agama, namun ia terkadang tidak mengetahui siapa di balik penulis artikel tersebut, bagaimana transmisi keilmuaannya, apa kitab yang digunakan sebagai rujukkannya, dan sebagainya. Dan ini bila terjadi pada anak yang terbiasa akrab dengan media internet tentu akan sangat berbahaya dan bisa menjadi ancaman serius di kemudian hari. Hal tersebut tentu tidak dengan melarangnya untuk berinteraksi dengan internet, tapi yang diperlukan adalah dengan terus mendampingi, mengarahkan, dan menasihatinya agar tidak salah jalan.

Gambaran lain tentang bagaimana Rasulullah menerapkan nilai-nilai agama kepada anak-anaknya adalah, ketika beliau berkata kepada Fatimah, “Wahai Fatimah mintalah apa saja dari hartaku, tapi beramal salehlah dengan sungguh karena aku tidak bisa menolongmu dari Allah.” (HR. al-Bukhari). Nasihat ini

mengajarkan kepada orang tua bahwa betapapun orang tua memiliki segalanya, tidak serta merta anaknya “dimanjakan” atau dibiarkan semaunya. Rasulullah tidak berkata kepada Fatimah, ‘Wahai Fatimah beramallah semaumu, tenang saja, kamu akan aku beri syafaat di akhirat nanti.’ Bila hal demikian diterapkan pada anak, maka di kemudian hari ia akan memiliki tanggung jawab yang tinggi serta tidak memanfaatkan kebesaran orang tuanya.

Selain itu, bila sang anak melanggar mesti terus diingatkan sesuai kadar usia anak, bahwa pelanggaran itu akan mendapatkan konsekwensi hukum. Sehingga sang anak memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi dan memahami bahwa hukum tidak bisa dipermainkan dengan seenaknya. Rasulullah Saw telah mencontohkan, bila berkaitan dengan hukum semua orang sama dihadapannya, tidak dibeda-bedakan. Tidak kemudian ‘mentang-mentang’ Fatimah adalah anaknya, ketika ia mencuri ia menjadi kebal hukum. Rasulullah Saw bersabda, “Sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Muslim).

Tentu masih banyak nasihat lain dari Rasulullah Saw terkait pendidikan anak, hanya bisa disimpulkan bahwa pendidikan ramah anak tidak serta merta dipahami bahwa ramah itu selalu ‘lembek’ dan menghilangkan karakter tegas. Karakter pendidikkan Rasulullah Saw adalah sesuai dengan misi diutusnya, yakni sebagai syahid (pemberi bukti atau contoh tauladan) basyir (pembawa kabar gembira), dan nadzir (pemberi perngatan). (lihat QS. Al-Ahzab [33]: 45).

(11)

9

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

Reporter :

Fera Rahmatun Nazilah Ulfah Fauziah

A

nak-anak adalah pelajar yang baik, peniru ulung yang handal,

maka dari itu anak-anak harus diajarkan pendidikan yang baik

sejak dini. Orangtua memiliki peran terdepan dalam menyiapkan

pendidikan pertama bagi anak-anaknya, tentu saja yang tak boleh

terlewat adalah pendidikan agama. Namun, apakah pendidikan

agama yang diterapkan orangtua atau guru di sekolah sudah sesuai?

Apakah pendidikan agama ramah anak? Apakah pendidikan agama

bisa menjawab berbagai permasalahan anak di masa kini? Untuk

mengetahui jawabannya berikut hasil wawancara tim redaksi Nabawi

dengan Najelaa Shihab.

WAWANCARA

JADIKANLAH AL-QURAN

SEBAGAI TEMAN HIDUP ANAK

“Salah satu tujuan utama pendidikan adalah Iewujudkan manusia yang utuh, bukan hanya pintar dalam bidang akademis, tap

juga memiliki karakter dan keimanan yang kuat.“

Najeela Shihab

9

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

(12)

10

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

Bagaimana urgensi pendidikan

agama untuk anak?

Pendidikan agama bagi anak sangat penting karena pada akhirnya salah satu tujuan utama pendidikan adalah mewujudkan manusia yang utuh, bukan hanya pintar dalam bidang akademis, tapi juga memiliki karakter dan keimanan yang kuat. Pendidikan agama adalah sesuatu yang harus ada dalam semua proses pendidikan. Karena pendidikan agama tidak berdiri sendiri, apapun pekerjaan kita harus dengan identitas kita sebagai muslim. Semua orang yang meskipun jabatannya bukan guru agama, mereka merupakan contoh beragama bagi anak-anak. Tapi sayangnya yang kita lihat dalam pendidikan formal sekarang, agama dijadikan sebagai pelajaran semata, bukan tentang cara hidup. Maka wajar jika kita menemukan anak-anak yang nilai ujiannya bagus tapi perilaku sehari-hari mereka tidak mencerminkan prilaku islami.

Bagaimana membentuk anak

yang ramah? Apakah bisa

menggunakan pendidikan

agama?

Saya berkontribusi di pusat studi Quran bernama Living-Qur’an yang kini diganti menjadi Islam Edu. Islam edu mengajarkan penerapan hidup bersama Al-Quran. Saya ingin menerapkan bagaimana caranya al-Quran benar-benar menjadi teman hidup bagi anak dan Al-Qur’an betul-betul dipraktikkan dalam kehidupan anak. Caranya dengan

pendidikan agama yang mencerminkan nlai-nilai al-Quran, diantaranya:

Pertama, pendidikan agama dengan pendekatan positif. Kedua, metode aktif, bukan hanya ceramah. Tetapi harus difahami, jadi pada saat membaca Al-Quran anak harus berfikir dan memahaminya. Ketiga, aplikasi yang relevan. Mengaitkan teks-teks yang ada pada al-Quran kepada kehidupan sehari-hari. Karena tidak berguna jika hanya hafal saja tanpa memahami dan mengamalkannya.

Untuk menjadikan anak ramah kita harus menggunakan pendidikan agama yang ramah juga. Esensi Islam adalah agama yang ramah, tapi saat ini banyak pendidik menggunakan cara yang salah, misalnya menggunakan ancaman bagi anak yang tidak shalat. Bagaimana mungkin mengajarkan cinta kepada Allah jika metode pendidikannya menggunakan ancaman, tentu saja anak-anak tidak mendapatkan pesannya, sedangkan apa yang lebih diingat anak adalah yang mereka alami. Jika anak diancam untuk shalat, ia justru akan menghindarinya karena mereka melaksanakan shalat bukan karena kerinduan dan kecintaan kepada Allah tetapi karena takut.

Anak-anak masih dalam tahap perkembangan. Mereka akan belajar dari lingkungannya. Kalau anak-anak terbiasa dengan kekerasan, maka berarti dia sudah biasa berada di lingkungan yang kasar. Solusi yang bisa kita lakukan adalah mengubah lingkungan mereka supaya menjadi baik, jika tidak bisa mengubahnya, maka kita mulai dari

(13)

11

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

11

11

diri sendiri, jadi contoh untuk mereka,

menunjukkan bahwa contoh tidak hanya didapat dari lingkungannya saja, tapi ada juga sumber lain yang bisa jadi teladan bagi mereka.

Bagaimana sistem pendidikan

agama di Indonesia? Apakah

sudah tepat dan ramah terhadap

anak?

Saya melihat ada sistem pendidikan yang salah di Indonesia, bahkan mungkin bukan hanya saya saja yang berpandapat demikian. Banyak anak-anak yang di sekolah sukses, seperti mendapatkan nilai bagus, mendapat rangking pertama namun dalam kehidupannya tidak sukses, ada juga yang tidak menemukan tujuan hidup, minat dan bakatnya.

Kesalahan sistem pendidikan di Indonesia dibuktikan dengan berbagai permasalahan di indonesia, seperti tingkat korupsi dan aborsi yang tinggi, narkoba yang belum dapat diatasi dan lain sebagainya. Mayoritas masyarakat di Indonesia muslim, tapi kehidupan masyarakatnya belum mencerminkan nilai-nilai islam.

Kita perlu menyadari bahwa ada masalah dalam pendidikan islam, karena ada juga sebagian pendidik dan orangtua yang tidak menyadarinya. Jika kita tidak merasa ada permasalahan, maka tidak akan pernah ada perubahan, komitmen perubahan harus ada. Lalu perubahan seperti apa yang diperlukan? Tentu saja perubahan yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Memang boleh saja memakai cara lama, namun apakah masih relevan? Dunia selalu berubah dan tantangan informasi semakin besar, jika belum mau berubah maka korbannya adalah anak-anak.

Lalu bagaimana cara

memperbaikinya? Perubahan

apa yang harus kita lakukan

untuk mewujudkan pendidikan

agama ramah anak?

Ada beberapa point perubahan yang harus kita lakukan, diantaranya: Pertama,

pengajaran islam yang lebih fokus pada pemahaman esensi konsepnya. Jadi

bukan hanya sekedar menghafal dan mendapatkan banyak pengetahuan tanpa mengerti esensinya.

Saat ini para pendidik hanya memerintahkan anak-anak untuk menghafalkan ayat-ayat tanpa tahu makna dan mengerti kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, anak-anak mengikuti manasik haji, tetapi tidak tahu konsep-konsep esensialnya.

Mereka tidak faham esensi tawaf dan sai, pentingnya kerja keras dalam islam tidak diajarkan. Pendidikan agama untuk anak yang ada sekarang lebih kepada ritualistik bukan esensinya. Tentu saja ritual itu penting, namun yang lebih penting adalah konsep dan esensi dari ibadah tersebut.

Kedua, pendekatan positif. Sogokan dan ancaman tidak bisa membuat anak patuh karena takut masuk neraka. Yang perlu kita tekankan adalah kesadaran

(14)

12

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

beragama, bahwa kita beragama karena cinta kepada Allah dan Allah memang patut dicintai.

Kebanyakan yang diterapkan pendidik adalah pendekatan ancaman dan ketakutan, misalnya dengan mengatakan di akhirat kelak ada jembatan yang tipisnya seperti rambut dibelah tujuh. Lebih baik menggunakan pendekatan yang positif.

Berikan pengalaman menyenangkan yang membuat anak semakin ingin tahu, makin dekat, bukan makin jauh dan merasa semuanya dilarang. Kalau anak-anak dulu tidak punya pilihan, namun anak sekarang bisa beralih kepada hal lain jika tidak merasa agama menjadi jalan keluar bagi mereka.

Ketiga, metode aktif. Metode aktif bukan hanya sekedar aktif badannya, tetapi mengerti tujuan dan alasan mengapa anak-anak perlu mempelajari agama.

Keempat, aplikasi relevan. Misalnya

anak-anak diajarkan tentang Nabi Nuh As, tetapi yang diajarkan hanyalah kisah tentang azab bagi kaumnya saja. Padahal banyak sekali kisah tentang Nabi Nuh, jika kita baca di Al-Qur’an maka kita bisa mendapatkan ibrah yang banyak, bagaimana Nabi Nuh menghadapi kekerasan dari kaumnya, bagaimana kesabaran Nabi Nuh dan lain sebagainya. Padahal anak-anak sekarang banyak yang menghadapi bullying, jika kita kaitkan dengan kehidupan mereka misalnya dengan memberi pemahaman bahwa dahulu Nabi Nuh pun dibully oleh kaumnya tapi tetap lembut dan sabar meghadapinya.

Tanpa ada aplikasi relevan maka kisah itu hanyalah sesuatu yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. Seakan-akan Al-Quran hanya menceritakan tentang kehidupan di masa lalu dan tidak ada kaitannya dengan kita.

Ada banyak hal tentang pendidikan agama yang harus kita ubah. Apabila dikaitkan dengan kehidupan kita maka Al-Quran akan benar-benar terasa menjadi petunjuk. Oleh karena itu saya menggunakan kata “Living Qur’an” (hidup bersama Al-Quran), bukan hidup dari Al-Quran. Karena Al-Quran tidak berubah, namun penafsirannya bisa disesuaikan dengan zaman. Misalnya esensi makanan yang halal dan haram. Ada makanan yang halal tetapi bisa jadi haram bagi saya atau makanan yang haram kemudian bisa menjadi halal karena ada dhoruroh, misalnya bagi orang yang punya penyakit diabetes, gula yang halal bisa jadi haram karena membawa kemudaratan baginya.

Kebanyakan yang

diterapkan pendidik

adalah pendekatan

ancaman dan ketakutan,

misalnya dengan

mengatakan di akhirat

kelak ada jembatan yang

tipisnya seperti rambut

dibelah tujuh. Lebih baik

menggunakan pendekatan

(15)

13

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H Namun anak-anak tidak faham

esensinya karena hanya diberi list makanan halal dan haram bukan pemahamannya. Penekanan yang berlebihan kepada hukum kadang membuat kita melupakan aspek yang lebih penting, misalnya akhlak saat berinteraksi dengan orang lain.

Sekarang ini marak pelecehan

dan kekerasan terhadap anak.

Apakah pendidikan agama bisa

menjawab permasalahan ini?

Apabila Pendidikan agama diterapkan dalam semua bidang kehidupan maka tentu saja pendidikan agama bisa sangat membantu hal ini. Sayangnya kasus pemukulan anak dianggap sebagai sesuatu yang mendidik. Alasan yang digunakan adalah “Apabila tidak shalat di usia 7 tahun, maka harus dipukul”. Padahal kata Dharabah tidak selalu diartikan memukul, dalam beberapa hadis dharabah diartikan memukul gendang telinga dengan lagu.

Rasulullah Saw telah mencontohkan perilaku yang baik kepada anak-anak. Banyak sekali hadis Nabi yang menceritakan sikap baik Nabi kepada anak-anak seperti bercanda dan lemah lembut terhadap anak, tetapi yang banyak diterapkan adalah memukul itu. Jika pemahaman agama kita utuh, maka kita akan faham bahwa ancaman dan kekerasan itu hanya sebagian kecil dari agama islam.

Contoh lainnya anak-anak banyak diajarkan tentang peperangan, seakan-akan kehidupan Nabi dihabiskan untuk peperangan. Padahal kenyataannya kehidupan Nabi lebih banyak dihabiskan untuk komunikasi, diplomasi dan lain sebagainya. Tapi yang diajarkan kepada anak-anak lebih banyak tentang perang, justru kelemah lembutan Nabi dan toleransi tidak ditonjolkan. Sehingga banyak orang yang merasa kekerasan adalah jalan benar yang diajarkan islam. Hal ini karena pendidikan agama yang diterapkan dari awal sudah menekankan kepada hal-hal yang kurang tepat.

Gambar:www.i.ytimg.com

Rasulullah Saw telah

mencontohkan perilaku yang baik

kepada anak-anak. Banyak sekali

hadis Nabi yang menceritakan

sikap baik Nabi kepada anak-anak

seperti bercanda dan lemah lembut

terhadap anak, tetapi yang banyak

diterapkan adalah memukul itu.”

(16)

14

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

Lahir : Jember, 25 Juni 1983 Pendidikan :

• MAK Nurul Jadid Paiton Probolinggo

• Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

• Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences (2005-2009) • Universitas Dar El Hadith El Hassania Rabat-Maroko

Media Keilmuan dan Keislaman Nabawi

14

ALUMNI

Alvian Iqbal Zahasfan

(17)

15

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

S

osok yang hadir di hadapan para pembaca kali ini adalah seorang aktivis dan organisatoris dari daerah Jawa Timur, tepatnya Jember. Selain aktif menimba ilmu, beliau juga aktif dalam beberapa organisasi, saat ini ia masih mengemban amanah sebagai salah satu Dewan Pengawas Organisasi PPI Maroko 2015-2016.

Mahasiswa program doktoral di salah satu universitas Maroko ini, merupakan alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus alumni Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah Ciputat angkatan ke-8 yang lulus pada tahun 2009.

Ia merupakan sosok yang ramah, menceritakan pengalamannya ketika proses Darus-Sunnah. Setelah tamat Madrasah Aliyah (MA) dan melanjutkan studi sarjana di UIN Jakarta, Alvian di-minta oleh almarhumah Ibunda tercin-ta untuk meneruskan kiprah studinya sebagai seorang santri.

“Almarhumah Ummi saya yang menyuruh untuk mondok di Darus-Sun-nah, mengingat di sana ada paman sep-upu saya yang duluan mondok, namanya Ahmad Zaki Ghofur,” kenangnya.

Di pesantren inilah ujian dan rintangan dimulai. Pelbagai ujian, baik fisik maupun mental ia rasakan. Namun ia tidak mau lengah, kesempatan Seleksi Penerimaan Mahasantri Baru (SPMB) Darus-Sunnah ia ikuti, dengan penuh harap dan doa ia menempuh segala rintangan dengan mantap dan percaya diri, seraya ber-harap kepada Allah agar memberikan jalan terbaik untuk dirinya.

Tes tulis telah usai, pengumuman hasil tes pertama pun ia nantikan. Doa demi

doa dipanjatkan kepada Sang Pencipta. Di saat orang-orang terlelap, ia masih menengadahkan kedua tangannya, “Mu-dah-mudahan saya lolos ke ujian berikut-nya”, ujarnya. Hari dimana pengumu-man hasil ujian pertama pun tiba, ketika bangun tidur, ia melihat pesan masuk di ponsel. Betapa terkejut dan bahagianya, seraya bersyukur atas nikmat yang Allah Swt berikan kepadanya. Ia dinyatakan lu-lus ujian tulis dan wajib mengikuti tahap selanjutnya, yaitu ujian lisan.

Selang seminggu, ujian lisan pun dim ulai. Ujian kali ini serasa berbeda dengan ujian sebelumnya, selain lebih menantang, ia dituntut untuk memiliki mental yang kuat agar mampu menghadapi pertanyaan-pertanyaan para penguji. Dikarenakan ujian ini berupa tatap muka langsung yang mengharuskan dirinya untuk menguasai materi secara maksimal, juga percaya diri.

“Saya tidak memilih Darus-Sunnah, tapi Allah yang memilihkan untuk saya. Ini nikmat besar dan salah satu fase penting perjalanan hidup saya,” ungkapnya, tentang perasaan saat berhasil diterima menjadi mahasantri.

Kegiatan belajar pun dimulai. Ia mulai beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda, orang-orang dan pelajaran yang beragam pula. Tak butuh waktu lama, dengan mudah ia mampu menye-suaikan diri dan tanpa halangan yang berarti. Dari situlah ia mendapatkan banyak pelajaran.

Kedisiplinan, salah satu pelajaran yang tegas dan selalu menekankan nilai-nilai kedisiplinan. Tanpa adanya nilai-nilai-nilai-nilai tersebut, banyak mahasantri yang gugur

15

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

(18)

16

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

dan meninggalkan pondok.

Selain kedisiplinan, ia banyak mendapatkan dan mendalami ilmu-ilmu seputar hadis yang merupakan ciri khas pesantren Darus-Sunnah. Alvian pun merasakan kentalnya persahabatan dan kekeluargaan. Meskipun dari latar belakang yang beragam, mahasantri tetap bisa saling menghargai dan saling memahami satu sama lain. Selain itu ia mendapatkan pelajaran dan falsafah kehidupan dari senior-seniornya, laksa-na cahaya yang membawanya ke dalam kehidupan sesungguhnya.

“Saya mendapatkan ilmu seputar hadis, kedisiplinan, kasih sayang dari seorang Kyai sekaligus seorang Ayah. Satu lagi yang menarik di Darus-Sunnah, meskipun latar belakang ideologi para santri beragam, namun kita bisa berbaur bersama, saling menghormati dan saling memahami,” tegasnya.

Ketika masih menempuh studi sarjana, beliau banyak disibukkan dengan perkuliahan, baik kuliah di kampus maupun di pondok. Apalagi mengingat di Darus-Sunnah terkenal dengan triloginya

Dirosah (belajar), Munaddzomah

(organi-sasi), dan Istijmam (hiburan); di kampus pun beliau ia disibukan dengan berb-agai organisasi dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa). Ia harus bisa mengatur dan memanfaatkan waktu sedemikian rupa agar tidak saling tumpang tindih dan terbuang sia-sia. Di samping itu, ia juga disibukkan dengan menulis meng-ingat almarhum Pak Kyai selalu berpesan kepada anak-anaknya agar tidak mati sebelum menjadi seorang penulis, ”wala

tamutunna illa Wa antum Katibun”.

Setelah studi sarjana, ia mendapatkan gelar S.S.I dari Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Jakarta dan Lc (License) dari Darus-Sunnah, Alvian melanjutkan studi magisternya, di Universitas Dar El Hadith El Hassania Rabat-Maroko.

Melihat Alumni-alumni Darus-Sunnah, Alvian sangat bangga kepada para se-nior. Karena saat ini, tercatat banyak dari mereka yang sukses meneruskan dan mengamalkan pesan-pesan dari Khadim ma’had.

“Saya bersyukur banyak dari alumni yang meneladani Khadimul

ma’had dalam produktifitas menulis,

berdakwah, mengadvokasi umat dan memberdayakannya. Ambil contoh seperti Mas Mahbub, beliau sudah memi-liki kursusan bahasa Inggris di Ciputat yang sukses. Ada juga seperti Doktor Syarif Hidayatullah yang punya karya tulis mencapai ratusan, yang baru mener-bitkan novel Mahar Jingga-nya. Dan tidak sedikit yang pulang kampung menjadi Kyai dan Bu Nyai, seperti Kyai Nurul Huda Maa’rif, Kyai Hamid Farouq, Kyai Ahmad Zaki, Nyai Mardhiyah, Nyai Maryam, dan banyak lainnya. Ada juga yang bekerja di bank syariah, redaktur media massa, redaktur penerbitan buku, dosen, dan banyak lainnya,” tambahnya.

Ia berharap dirinya bersama mereka yang sudah sukses dapat mempertahankan apa-apa yang telah dibangun oleh Khadim mahad, “Ser-ta dapat memberi dukungan finansial, intelektual dan spiritual terhadap pondok kita yang tercinta ini,”.

(19)

17

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

Kenangan Bersama Khadim Mahad

Beliau sempat menulis status di akun media sosialnya, sebelum almarhum Prof. Dr. KH Ali Mustafa Yaqub ber-pulang ke rahmatullah. Yang ditulisnya terkait kenangan bersama almarhum ketika di Darus-Sunnah.

Zahafshan. Sebuah kota mungil yang tak jauh dari tempat tinggal pakar hadis nomor wahid, Imam Al-Bukhari (w. 256 H/1 September 870 M). Sekarang masuk negara Uzbekistan. Terkenang Kiai Ali Mustafa Yaqub saat saya nyantri kepadanya. Pada waktu itu ia mengabsen dan bertanya tentang nama saya, sembari bercanda.

“Hal anta min Isfahan?”

“La, ya Ustadz,” jawab saya. Andaikan dulu saya tahu kalau ada kota Zahafshan mungkin jawabanku akan berbeda. “La,

ya Ustadz. Rubbama ana min Zahafshan.”

Demikianlah kenangan Alvian dengan Kiai Ali, saat mengaji Kutubus Sittah saban bakda subuh, Senin dan Rabu. Saat-saat mengabsen inilah beliau suka

bercanda dengan menanyakan nama santri-santrinya yang telah dianggapnya anaknya sendiri. Dan momen inilah yang membuat pengajian Kutubus Sittah di-warnai gelak tawa memecah ketakutan ketika ada pertanyaan-pertanyaan sakti darinya, “Di sinilah saya terkesan dan merasa diperhatikan,” tutur Alvian, se-bagaimana tertulis di akun Facebook-nya. Ada pernyataan khusus dari Alvian terkait almarhum. “Jika dikatakan oleh William Shakespeare “What’s in a name,” (apalah arti sebuah nama), maka akan saya katakan kepadanya, nama adalah ‘sesuatu’ yang membuatku rindu diabsen oleh guruku,”

Sebuah pesan terakhir sekaligus lantunan doa dari Alvian sebagai santri, “Rahimahullahu ustadzi, syaikhi, walidi, Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub. Beliau telah keliling dunia dari ujung Amerika hingga pinggir Papua. Semuanya untuk dakwah dan dirasah plus tasliyah-tadaburriyah. Selamat jalan menemui kekasihmu, guru. Imam Al-Bukhari pun sudah menunggu,” S

“Jika William Shake Speare

mengatakan “What’s in a name,”

(apalah arti sebuah nama), maka

akan saya katakan kepadanya,

nama adalah ‘sesuatu’ yang

membuatku rindu diabsen oleh

(20)

18

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

Oleh:

Amin Nur Hakim

Tradisi

MEMBANGUNKAN

ORANG SAHUR

Dalam novel “negeri lima menara” disebutkan istilah sahiru lail yang maknanya adalah begadang sampai larut malam untuk belajar dan membaca buku, bahkan sahar termasuk waktu yang strategis untuk memanjatkan doa dan membina hubungan vertikal seorang hamba dengan Rabb-nya, seperti dikatakan dalam sebuah syair:

ُدْوَُي ِهِبَو # اَفَصلا ِلْهَِل ُلاَلحا بْيِطَي ِهِب ْرَحَسلا ُتْقَو اَفَوْلا ِلْهَأ ِلْضَفْلِب يِلَعلْا ْلَصَّتا ِهِب ْمَكَو # اَفِشلا َلاَــــــــــــن ِتْقَوْلا اَذَِب ِمْيِقَس ْنِم ْمَك

ىَفَطـــْصُمْلِب ٍدْبَع ْنِم

“waktu larut malam adalah saat termuliakannya orang yang suci, dan pada waktu itu pula sang Maha Mulia dengan anugerah untuk mereka yang menepati janji (untuk mengunjungi-Nya).

Bangun-bangunlah . . . waktu sahur tiba Walau masih mengantuk makan minum sekedarnya . . .

(Waktu sahur tiba - GIGI) ”

M

endekati bulan suci Ramadhan, sudah pasti terpikirkan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan seputar bulan Ramadhan nanti, terutama sahur.

Sahur adalah makan pada larut malam atau sahar. Menurut bahasa,

sahar ialah "Nama bagi akhir malam

dan permulaan siang", Lawannya ialah

Ashil “akhir siang”. Sedangkan menurut

Imam Zamakhsyari, penyusun kitab

asasul balaghoh yang popular di bidang

Bahasa mengatakan dinamai waktu Sahur dengan Sahar karena berlalunya malam dan datangnya siang. Maka sudah jelas bahwa Sahur bukan satu atau dua jam sebelum terbit fajar, namun merupakan nama pergantian waktu siang dan malam.

Sumber gambar: http://www.malaysia.panduanwisata.id

(21)

19

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

Berapa banyak orang yang sakit yang di waktu larut malam itu (mereka bermunajat padanya), maka merka mendapatkan kesembuhan, dan berapa banyak pula hamba yang (hatinya) tersambungkan dengan sang nabi Saw”.

Seperti yang telah dijelaskan tentang waktu sahur, maka untuk melaksanakan makan sahur, umat muslim dituntut untuk bangun pada waktu-waktu diatas sebelum melewati batas waktu imsak, mereka melakukan berbagai cara dan usaha untuk bangun malam, maksimal beberapa menit sebelum waktu imsak yang bisa dilihat di televisi atau didengar dari speaker masjid disebagian desa yang melakukan tradisi tersebut.

Tradisi membangunkan sahur adalah tradisi yang sudah lama dilakukan masyarakat. Bukan hanya di Indonesia, bahkan juga di berbagai negara yang terdapat umat muslim di dalamnya. Ada beragam tradisi memeriahkan dan meramaikan Ramadhan di berbagai dunia Islam. Sebagian bahkan nyaris keseluruhannya, memang tidak ada dan belum pernah dicontohkan Rasulullah Saw. Tapi tak masalah, ini tradisi dan budaya dari kearifan lokal.

Unik sekaligus menarik, setiap daerah memiliki beragam tradisi dan istilah tersendiri. Jika di Indonesia tradisi ini biasa disebut grebeg sahur, di Arab Saudi pelakunya dijuluki Az-Zam

zami, di Kuwait disebut Abu Thubailah

-bentuk tashgir dari thablun- yang bermakna gendang atau bedug, dan di Mesir akrab dikenal dengan Al-muskhirati. Mereka memiliki gaya, media, dan yel-yel yang beragam sesuai dengan karakter masing-masing negara. Lirik dan isinya

berisikan ajakan dan seruan bangun sahur.

Sepanjang sejarah, tradisi membangunkan sahur diawali oleh gubernur Mesir pada masa khilafah Abbasiyyah, pada era pemerintahan Khalifah Al-Munthashir Billah (861-862 M). Alkisah, beliau melakukan hal tersebut karena merasa terpanggil untuk berkeliling kota Kairo di waktu sahur. Ia melakukannya dengan berjalan kaki, tempat permulaannya berada di Kota Militer dan berakhir di Masjid Amar bin Ash yang berlokasi di Kairo Lama, Fustat.

Marilah mengenal beberapa tradisi berbeda membangunkan sahur di setiap daerah. Sebelum menjelajah tradisi di negara lain, alangkah baiknya kita mengenali tradisi kita di Nusantara. Di Indonesia terdiri dari beberapa pulau dan memiliki banyak suku disertai adat-istiadat yang berbeda, maka tak heran jika negara kita memiliki beragam tradisi dalam membangunkan sahur, mulai dari yang sederhana seperti segerombolan anak-anak maupun orang dewasa yang membawa bambu untuk dipukul sesuai irama sembari berteriak “sahur..

sahur..” , maupun dengan cara yang

tidak sederhana dan unik. Berikut adalah beberapa tradisi membangunkan sahur beberapa daerah di negeri kita:

Patrol Canmacanan di Situbondo, Jawa Timur

Sebagian warga Situbondo, di kecamatan Kapongan memiliki

adat-istiadat yang menarik ketika membangunkan sahur, yaitu dengan menggunakan kesenian

khas Situbondo, Canmacan. Kesenian yang terbuat dari

replika berbentuk harimau raksasa dan ondel-ondel di

(22)

20

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

Sumber gambar: http://www.srune.com

iringi musik.

Tradisi Klotekan di Yogyakarta

Di kota Yogyakarta, tradisi membangunkan sahur di sebut klotekan. Dengan menggunakan alat-alat musik seperti drum yang ditata rapi diatas gerobak dan gerobak diikatkan ke sepeda untuk memudahkan saat dibawa, dan biasanya dilakukan oleh pemuda setempat dengan mengitari jalanan di kota.

Buroq di Brebes, Jawa Tengah

Di Brebes, ada sebuah desa yang masih mempertahankan tradisi membangunkan sahur dengan menggunakan Buroq -sebuah boneka raksasa berwarna kuning berkepala bidadari dan macan kumbang-, mereka berkeliling kampung sambil memainkan musik khas pantura. Semua lagu yang dilantunkan bernuansa islami.

Paraga, Makassar

Termasuk tradisi yang paling unik sekaligus aneh dan mungkin belum ditemukan di belahan bumi muslim manapun. Paraga, tarian khas yang terdiri dari enam orang laki-laki dengan pakaian adat passapu’ untuk memperlihatkan atraksi dalam memainkan bola raga atau sering kita sebut dengan bola takraw.

Implementasinya tidak sederhana, aksi akrobatik ini dilakukan sambil berjalan dan tidak boleh menjatuhkan bola takraw ke tanah. Ada juga formasi piramida manusia yang mereka bentuk. Semua gerakan ini membutuhkan teknik keseimbangan tubuh dan koordinasi yang kuat. Salah sedikit, para paraga bisa jatuh dan terluka, ditambah lagi tarian adat istiadat ini digunakan untuk

membangunkan sahur, tentunya tradisi yang satu ini patut diacungkan jempol dan diberi rating bintang enam.

Melihat tradisi membangunkan sahur yang berbeda-beda di Nusantara, patutlah kita bangga sebagai warga negara Indonesia dan melestarikan tradisi tersebut, sehingga tak lekang oleh waktu.

Adapun tradisi di luar negri, tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, misalnya sebagian daerah di Turki bisa kita dapatkan sekelompok pria yang membangunkan sahur dengan cara memukul beduk.

Dapat kita temukan juga tradisi serupa di daerah utara Albania, mereka biasa memukul lodra -drum berbentuk silinder dengan dua lubang ganda yang ditutupi kulit kambing- sejenis gendang di Indonesia, dan mereka memukulnya menggunakan dua stik berbeda sehingga menghasilkan irama yang berbeda pula.

Dan satu lagi, tradisi di Arab Saudi yang tak jauh berbeda ditandai oleh beberapa prianmenabuh gendang sembari mengalunkan lagu-lagu klasik arab sekaligus mengetuk pintu warga, untuk membangunkan penghuni rumah tersebut.

Begitulah tradisi membangunkan sahur yang berbeda di berbagai daerah bumi ini. Lalu, bagaimana tradisi membangunkan sahur yang biasa dilakukan di daerah tempat tinggal kita? Sederhanakah, atau lebih seru dari tradisi-tradisi membangunkan sahur yang telah disebutkan diatas? atau memang tak pernah ada tradisi yang unik sehingga kita hanya mengandalkan jam weker dan meramaikan sahur dengan berlama-lama duduk di hadapan tayangan televisi?

* Penulis adalah mahasantri semester tiga di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, asal Tangerang, dan mahasiswa semester tiga Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(23)

21

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

SELAMAT DAN SUKSES

ATAS TERSELENGGARAKANNYA

WISUDA DARUS-SUNNAH KE-15

(24)

22

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

Membincang Hadis

Keabsahan dan Keutamaan Shalawat

Ibadah Shalawat merupakan salah satu ibadah yang sangat memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Dari sisi budaya misalkan, banyak adat istiadat di negeri ini yang menyertakan Shalawat didalamnya walaupun agak sedikit. Bahkan jika dilihat cara beragama masyarakat Indonesia

pada saat sekarang ini, dapat disimpulkan bahwa budaya mereka dalam kehidupan sehari-hari lebih dipengaruhi oleh budaya shalawat yang yang dianjurkan oleh Nabi Saw dibandingkan budaya keturunan nenek moyang mereka sendiri. Fenomena dengan banyaknya komunitas dan acara shalawatan yang Oleh : Ahmad Rifqi

KAjIAN HADIS

Pixabay.com

22

Nabawi

(25)

23

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

disiarkan oleh media massa adalah bukti dari hidupnya sunnah ini di Indonesia.

Secara menyeluruh, ibadah Shalawat termasuk ibadah yang tidak lepas dari ruang dan waktu. Artinya, dalam pelaksanaannya ibadah shalawat sering dilaksanaan dengan cara yang berbeda-beda tergantung dimana dan kapan dilaksanakannya. Namun, walaupun memiliki macam bentuk cara pelaksanaan, isi atau stubstansi dari shalawat tetaplah sama, yaitu dalam rangka beribadah karena Allah Ta’ala dan mencintai baginda Rasulullah Saw.

Keutamaan Shalawat

Di berbagai literatur Hadis, banyak sekali kita temukan hadis-hadis yang menganjurkan untuk bershalawat kepada Nabi Saw. Salah satunya adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi dalam Sunannya yang beliau riwayatkan dari seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Mas’ud. Hadis tersebut berbunyi :

ىَّلَص ِالله َلوُسَر َّنَأ ، ٍدوُعْسَم ِنْب ِالله ِدْبَع ْنَع

َمْوَـي ِب ِساَّنلا َلْوَأ : َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع َُّللا

.)يذيمترلا هاور( .ًةَلاَص َّيَلَع ْمُهُرَـثْكَأ ِةَماَيِقلا

“Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah Saw. pernah berkata : Manusia yang paling dekat

denganku nanti di hari Kiamat adalah yang banyak bershalawat kepadaku”(H.R.

Tirmizi).

Telaah Hadis

Sejatinya, Hadis diatas tidak hanya ditemukan dalam kitab Sunan karya Imam at-Tirmizi saja. Dalam literatur lain, seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Ibnu

Hibban, Musnad Abi Yu’ala al-Mushili, Sya’bul Iman karya Imam al-Baihaqi, juga

dapat kita temui keberadaannya.

Imam at-Tirmizi di dalam sunannya menghukumi Hadis diatas sebagai Hadis hasan gharib. Artinya, Hadis ini diriwayatkan melalui para perawi yang hafalan mereka tidak begitu kuat, serta pada salah satu tingkatan hanya ditemukan satu orang perawi saja.

Didalam kitab Fathul Bari, Imam Ibnu Hajar juga menjelaskan bahwa komentar terhadap Hadis tersebut tidak hanya datang dari Imam at-Tirmizi saja. Ibnu Habban, sebagai pakar Hadis dimasanya, juga ikut memberikan kontribusi. Beliau menegaskan bahwa derajat Hadis tersebut bukanlah hasan, namun sudah mencapai derajat Hadis shahih.

Dari dua keterangan diatas, dapat dipahami bahwa Hadis yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi diatas bukanlah teramasuk Hadis yang lemah, atau Hadis yang tidak bisa diamalkan. Tapi sudah mencapai derajat Hadis-Hadis yang bisa dijadikan sebagai landasan dalam beramal dan berfatwa.

Keterangan lebih lanjut, dipaparkan oleh Syekh an-Nawawi al-Bantani dalam kitab Tanqihul Qaul al-Hatsits, syarah Lubabul Hadis. Syekh Nawawi mengutarakan bahwa isi Hadis tersebut

23

(26)

24

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

adalah berbicara tentang orang-orang yang mendapatkan derajat yang mulia nanti di akhirat. Di akhirat kelak, salah satu yang diharapkan adalah syafaat dari baginda Rasul dan selalu berada di dekatnya. Selain sebagai bentuk bukti cinta kita pada beliau, kita juga mendapatkan kemudahan dalam menjalani proses hisab dan lain-lainnya.

Maka, dalam Hadis ini Nabi menjelaskan bahwa orang-orang yang dekat dengan beliau dan berhak untuk mendapatkan syafa’atnya adalah orang yang paling banyak bershalawat. Shalawat yang mereka baca merupakan bukti bahwa cinta dan hubungan batin mereka dengan Nabi Saw selalu hidup di hati mereka.

Di dalam redaksi lain, ditemukan sebuah Hadis yang mendukung makna Hadis diatas. Yaitu Hadis yang diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi dari sanad Abi Thalhah. Hadis tersebut berbunyi :

ُالله ىَّلَص ُِّبَّنلا َءاَج : َلاَق َةَحْلَط ِبَأ ْنَع

،ِهِهْجَو ِف ُرْشِبْلا ىَرُـي َوُهَو اًمْوَـي َمَّلَسَو ِهْيَلَع

َكِهْجَو ِف ىَرَـن َّنِإ ،َِّللا َلوُسَر َي :َليِقَف

اًكَلَم َّنِإ ،ْلَجَأ « :َلاَق ؟ُهاَرَـن ْنُكَن َْل اًرْشِب

ُلوُقَـي َكَّبَر َّنِإ ُدَّمَُم َي : ِل َلاَقَـف ِنَتَأ

ٌدَحَأ َكْيَلَع َيِّلَصُي َل ْنَأ َكيِضْرُـي اَمَأ :َكَل

َلَو ،اًرْشَع ِهْيَلَع ُتْيَّلَص َّلِإ ،َكِتَّمُأ ْنِم

« ؟اًرْشَع ِهْيَلَع ُتْمَّلَس َّلِإ ،َكْيَلَع َمِّلَسُي

.) يمرادلا هاور( .« ىَلَـب :ُتْلُـق « :َلاَق

“Dari Abi Thalhah, ia berkata : Pada

satu hari, Nabi Saw datang dalam keadaan

gembira. Lalu beliau ditanya : Wahai Rasulullah, kami melihat wajah mu sedang dalam keadaan bahagia yang belum pernah kami lihat sebelumnya.

Nabi Saw menjawab: Ya, bahwa sesungguhnya malaikat datang kepadaku, lalu ia berkata: Wahai Muhammad, Allah Ta’ala berbicara kepadamu: Apakah kamu tidak ridho, bahwa salah seorang dari umatmu yang bershalawat satu kali akan dibalas dengan ampunan sepuluh kali, dan bahwa salah seorang umatmu yang bersalam kepadamu, Allah akan bersalam kepadanya sepuluh kali? Nabi menjawab: Ya. (H.R. ad-Darimi)

Secara isi, Hadis ini menjelaskan kabar gembira yang disampaikan Rasul kepada umatnya yang suka bershalawat. Balasan Shalawat yang mereka lakukan tidak hanya sebatas kedekatan dengan Baginda Nabi Saw. Para malaikat juga memberikan tanggapan positif dari shalawat yang mereka ucapkan tersebut melalui permintaan ampun kepada Allah

Ta’ala supaya dosa mereka diampuni.

Bahkan satu kali mereka memanjatkan shalawat kepada Rasul, para malaikat membalasnya dengan sepuluh kali memohon kepada Allah Ta’ala.

Dalam telaah Hadis, Hadis ini memang banyak mendapatkan kritikan dari para ulama. Bahkan sebagian mereka menghukumi sanad Hadis ini sebagai sanad yang lemah. Artinya, matan Hadis yang diriwayatkan melalui jalur Imam ad-Darimi ini tidak diterima alis ditolak.

Namun secara isi, Hadis ini tetap bisa dierima, walaupun dari sisi sanad ia ditolak. Ada beberapa alasan kenapa

24

Nabawi

(27)

25

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

Hadis diatas masih bisa diterima. Di antaranya adalah banyak Hadis lain yang mempunyai tema yang sama dengannya. Salah satunya Hadis yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasai dalam kitab al-Mujtaba. Hadis tersebut beliau riwayatkan dari sahabat yang sama, yaitu Abi Thalhah, namun mempunyai redaksi yang berbeda. Hadis tersebut berbunyi :

ُالله ىَّلَص ِالله ُلوُسَر َّنأ : ةحلط بأ نع

ِف ىَرُـي ُرَشَبلاَو ٍمْوَـي َتاَذ َءاَج ملس و هيلَع

هيلع الله ىلص ُلْيِْبِج ِنَءاَج ُهَّنأ َلاَقِف ِهِهْجَو

َل نَأ ٌدّمَُم ي َكْيِضْرُـي اَمَأ لاقف ملس و

َتْيَّلَص َّلإ َكِتَّمُأ ْنِم ٌدَحَأ َكيَلَع َيّلَصُي

َكِتَّمَأ ْنِم ٌدَحَأ َكْيَلَع ُمِّلَسُي َلَو اًرْشَع ِهْيَلَع

.)يئاسنلا هاور) اًرْشَع ِهْيَلَع ُتْمَّلَس َّلإ

“Diriwayatkan dari Abi Thalhah :

Bahwa pada suatu hari, Nabi Saw datang dan muka beliau tampak bahagia. Lalu, beliau berkata: Malaikat Jibril datang kepadaku dan berkata: Apakah kamu tidak ridha ya Muhammad bahwa siapapun umatmu dari umatmu yang bershalawat satu kali kepadamu, aku akan bershalawat kepadanya sebanyak sepuluh kali dan barang siapa yang bersalam dari umat mu sebanyak satu kali, aku akan bersalam kepadanya sebanyak sepuluh kali. (H.R Imam an-Nasa’i).

Imam al-Baghawi dalam kitab Syarh

Sunnah menjelaskan bahwa selain Hadis

yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasa’i ini, masih banyak Hadis-Hadis lain yang bisa dijadikan sebagai penguat isi Hadis yang diriwayatkan oleh Imam ad-Darimi di atas. Di antaranya adalah Hadis yang berbunyi :

: َلاَق ،َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَّلَص َِّللا َلوُسَر َّنَأ

.اًرْشَع ِهْيَلَع َُّللا ىَّلَص ًةَدِحاَو َّيَلَع ىَّلَص ْنَم«

“ Rasulullah Saw bersabda : Barang

siapa yang bershalawat kepada ku, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali”.

Menurut Imam al-Bughawi, selain sebagai Hadis yang shahih, Hadis ini tidak hanya diriwayatkan melalui jalur sanad beliau saja. Dalam beberapa kitab-kitab Hadis yang masyhur, juga banyak ditemukan. Setidaknya, Hadis ini juga diriwayatkan oleh imam at-Tirmizi dan Imam Muslim, walaupun mempunyai beberapa perbedaan dari redaksi matan dan jalur sanad. Didalam sunan at-Tirmizi, Hadis ini diriwayatkan dengan menggunakan lafaz

( ًةلاَص َّيَلَع ىَّلَص ْنَم(

. Sedangkan dalam shahih Muslim, jalur sanad yang diterima Imam Muslim bukanlah dari Abu Hurairah sebagaimana jalur Imam al-Bugawi, tapi melalui jalur sahabat yang bernama Ali bin Hujr

Shalawat dan Washilah

Sebagaimana yang dijelaskan diatas, bershalawat kepada kanjeng Nabi Saw. merupakan salah satu bentuk bukti rasa cinta kita kepada beliau. Rasa yang selama ini Allah titipkan dalam hati sanubari. Hal ini mirip dengan salah satu ungkapan: cinta itu butuh bukti dan pengorbanan, takut berkorban jangan bercinta. Terlepas dari siapa perkataan ini berasal, tapi secara isi, perkataan ini ada benarnya juga.

Berbicara tentang Shalawat, cinta dan pengorbanan, ada satu kelompok dari firqah-firqah Islam yang menarik

25

(28)

26

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

dibahas. Mereka sering kita kenal dengan golongan sufi. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka tidak ada bedanya dengan masyarakat biasa. Mereka bekerja sebagaimana layaknya manusia biasa, bahkan dari segi amalan dan sikap terhadap sesama, mereka lebih baik dan sopan.

Dalam keyakinan, mereka mempunyai beberapa ajaran yang selalu mereka praktekkan setiap hari. Salah satunya adalah ajaran washilah (jalan). Secara bahasa washilah berarti dekat dan sampai kepada sesuatu. Sedangkan menurut istilah mereka (Ahli Sufi), makna washilah adalah meminta sesuatu kepada Allah Ta’ala melalui sesuatu yang beliau cintai. Nah, dari pemahaman ini, semarak Shalawat dikalangan sufi lebih terasa merasuk kedalam jiwa, karna dengan rasa cinta terhadap Nabi Saw yang mereka buktikan melalui Shalawat, mereka meminta kepada Allah supaya selamat dunia akhirat, dan supaya Allah meredhai mereka.

Walaupun golongan ini sering mendapatkan kritikan dari beberapa golongan lain, namun dalam hal ini, perbuatan yang mereka lakukan tersebut tidak salah. Dalam salah satu riwayat, Nabi Saw pernah bersabda :

“Nabi bersabda : Apabila kamu

mendengar azan, maka ucapkanlah sebagaimana yang dikumandangkan. Kemudian bershalawatlah kepada ku, karna barang siapa yang bershalawat kepada satu kali, maka Allah akan mengampuninya sepuluh kali. Lalu, mintalah kepada Allah ta’ala dengan berwashilah melalui ku, karna washilah adalah satu tempat di surga yang diperuntukkan bagi hamba-hamba Allah ta’ala. Dan saya berharap aku adalah diantara hamba tersebut. maka barang siapa yang meminta washilah kepada ku, niscaya dia akan mendapatkan syafa’at”.

Dalam Hadis ini, Nabi Saw menjelaskan bahwa shalawat dan bertawasul kepada beliau merupakan suatu hal yang penting. Sehingga diakhir sabdanya, beliau menegaskan: Barang siapa yang

meminta kepada ku sebagai washilah (jalan), niscaya ia berhak mendapatkan syafa’at.

Secara riwayat, Hadis ini banyak sekali ditemukan di berbagai kitab Hadis, antaranya Shahih Muslim, Syarhu

as-Sunnah, Sunan at-Tirmizi, Sunan Abi Dawud, Musnad Ahmad, dan lain-lain.

Artinya apa? Di kalangan para ahli Hadis, riwayat ini sudah masyhur. Dan tidak perlu dipertanyakan lagi keshahihannya. Jadi, mengapa masih ragu bershalawat?

Wallahu A’lam.

* Penulis adalah mahasantri semester akhir di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, asal Padang, dan mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(29)

27

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

Menikmati Riwayat

Hadis

Ibnul Khassyab

K

abar kecintaannya terhadap ilmu sudah merebak seantero kota Baghdad. Namanya Abu Muhammad, lebih dikenal dengan panggilan Ibnul Khassyab. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Ahmad bin al-Khasysyab al-Hanbali al-Baghdadi, ia lahir pada tahun 492 H dan wafat tahun 567 H. Ia adalah pakar di bidang nahwu, bahasa Arab, tafsir, qira’at dan hadis, sekaligus seorang sastrawan.

Sebagai ulama yang ahli di bidang ilmu nahwu pada masa itu, tidak sedikit yang mensejajarkan ia dengan Abu Ali al-Farisi ulama bahasa kenamaan pada zamannya.

Ia belajar ilmu nahwu dari Abu Bakar bin Jaumurdi Al-Qaththan, kemudian kepada Abul Hasan bin Zaid al-Fashihi al-Astarabadzi, lalu belajar kepada Asy- Syarif Abu as-Sa’adat asy-Syajari. Namun, ia memutuskan untuk berhenti belajar dari gurunya yang terakhir ini lantas menulis bantahan terhadap pendapat-pendapat gurunya tersebut dalam kitab

al-Amali.

Syekh yang banyak berdomisili di Irak ini belajar ilmu bahasa dan sastra dari Abu Manshur al-Jawaliqi, dan ulama yang lainnya. Ia juga mempelajari perawi Hadis baik yang derajatnya tinggi maupun rendah, terus belajar sehingga mampu mengungguli rekan-rekannya. Syekh ini Oleh:

Ulfah Fauziyah*

Sumber : www.pexels.com

(30)

28

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

senantiasa belajar kepada para ulama hingga masa tuanya.

Pembaca Hadis yang Enak Didengar

Ciri khasnya adalah ia biasa membaca Hadis dengan bacaan yang sangat cepat, tepat dan mudah dipahami. Imam Abu Syuja’ Umar bin Abdul Hasan al-Bustami menuturkan saat berada di Bukhara, “Tatkala aku memasuki kota Baghdad, Abu Muhammad bin Khassyab membaca di hadapanku kitab Gharibul Hadis, karya Muhammad al-Qutaibi dengan bacaan yang belum pernah aku mendengar sebelumnya, baik dari sisi ketepatan

dan kecepatannya. Sejumlah orang terpandang telah menghadiri majlisnya untuk mendengar bacaannya. Mereka ingin sekali menirukannya, namun mereka tidak sanggup melakukannya. Ia gemar membaca tanpa merasa jemu,”

Satu sumber lagi menyebutkan, yaitu muridnya al-Hafidz Abu Muhammad bin Akhdar, “Suatu hari aku menemuinya saat ia sakit, sedangkan di atas dada ia terdapat sebuah kitab yang senantiasa ia perhatikan. Apa yang engkau lakukan ini?’ tanyaku. Ia menjawab ‘Ibnu Jinni menyebutkan sebuah masalah tentang ilmu Nahwu. Ia telah berusaha keras untuk menguatkannya dengan sebuah

“Sejumlah orang terpandang telah

menghadiri majlisnya untuk mendengar

bacaannya. Mereka ingin sekali

menirukannya, namun mereka tidak

sanggup melakukannya. Ia gemar

membaca tanpa merasa jemu.”

(31)

29

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

29

bait syair, namun ia tidak sanggup

melakukannya. Sedangkan, aku telah mengetahui masalah ini sebagaimana tercantum dalam 70 bait syair. Setiap bait syair tersebut sangat tepat untuk dijadikan dalil masalah tersebut,”

Banyak orang yang berguru padanya dalam rentang waktu yang sangat lama. Sejumlah ulama telah lulus dari menimba ilmu kepada ia, baik dalam ilmu nahwu maupun lainnya. Tak sedikit pula yang banyak meriwayatkan Hadis. Ia seorang yang terpecaya dalam Hadis, jujur, cerdas, dan memiliki hujjah yang sangat kuat.

Bila ia menulis kitab dengan tulisan tangannya, maka kitab tersebut dihargai ratusan dinar. Orang-orang pun berlomba-lomba untuk membelinya. Ulama yang disegani masyarakatnya ini telah mengoleksi banyak kitab yang tak terhitung jumlahnya. Juga mengoleksi banyak manuskrip dari orang-orang yang memiliki keutamaan dan sejumlah juz kitab hadis.

Ibnu Najjar menyebutkan, bahwa setiap kali ada seorang ahli ilmu dan ahli Hadis meninggal dunia, maka ia akan membeli seluruh kitabnya. Sehingga, ia mampu mengoleksi kitab-kitab para syaikh.

Karya dan Prestasi

Ia menyusun syarah kitab Al-Luma’ karya Ibnu Jinni, namun belum sempat

ia sempurnakan. Secara sekilas, ia mensyarah kitab Al-Jumal karya Az-Zujaji. Selain itu, ia mensyarah muqoddimah yang ditulis oleh menteri Yahya bin Hubairah Al-Hanbali tentang ilmu nahwu, namun ia berhenti sebelum menyempurnakannya. Ada yang mengatakan bahwa ia mendapatkan upah dari sang menteri atas usahanya tersebut senilai seribu dinar. Sebagai seorang dermawan Ibnul Khassyab telah mewakafkan kitab-kitabnya kepada para ahli ilmu sebelum wafat. Ia dimakamkan di pekuburan Imam Ahmad, di Bab Harb, Baghdad.

Konon, beberapa waktu setelah ia meninggal, ada yang bermimpi melihat ia dalam bentuk yang sangat baik. Lalu, ditanyakan kepadanya,

“Apa yang diberikan oleh Allah kepadamu?”

Ia menjawab, “Allah telah mengampuniku.”

“Apakah engkau telah masuk surga?” “Ya. Namun, Allah berpaling dariku.” Sang penanya heran. “Allah berpaling darimu?”

“Ya. Allah juga berpaling dari sebagian ulama yang tidak mengamalkan ilmunya. Rupanya banyak ulama yang sedemikian itu,” terang Ibnul Khassyab.

Demikianlah kiprah Ibnul Khassyab.

* Penulis adalah mahasantri semester lima di Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences, asal Jakarta Selatan , dan mahasiswa semester tujuh Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(32)

30

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman PojoK PAPUA

1

4

Ahmad Fadhilah, salah satu da’i dari Darus Sunnah menjadi pemateri Pesantren Ramadhan 1438 H di YAPIS (Yayasan Pendidikan Islam Fakfak). Peserta SanRam yang setiap tahun selalu diikuti oleh siswa muslim dan juga beberapa siswa non muslim lainnya (Kristiani). Mereka rukun dan saling menghargai satu sama lain sebagaimana jargon mereka yaitu “Satu Tungku Tiga Batu”

Foto bersama setelah memberi-kan arahan, motivasi dan sharing pengalaman kepada para calon mahasiswa dan mahasiswi Fak-fak yang akan berkuliah di daerah Jakarta. Di antara mereka ada yang berkeinginan untuk kuliah di LIPIA dan mengambil Jurusan Bahasa Arab, Jurusan Penerbangan dan juga Jurusan Ilmu Kesehatan

Pojok P

ap

ua

Poj

ok

Pa

pu

a

2017

Buka puasa bersama dengan Wakil Bupati Kab. Fakfak, Sekda Fakfak dan seluruh unsur muspida kabupaten Fakfak bersama masyarakat sekitar di daerah Kotam tepatnya di Masjid Al-Mu-jahidin Kab. Fakfak

2

3

30

Nabawi

(33)

31

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

5

7

6

Pojok P

ap

ua

Poj

ok

Pa

pu

a

2017

5-6. Ahmad Fadhilah memberikan

tausiyah pada acara buka bersama dengan sekretaris daerah dan jaja-ran Muspida Kab. Fakfak serta mas-yarakat sekitar kampung Offi Kab. Fakfak.

7. Foto di pinggir pelabuhan Fakfak

dan samping kapal besar yang datang hanya 2 minggu sekali untuk men-gantarkan warga dari Fakfak-Tanjung Priuk atau sebaliknya. Foto ini diambil setelah mendoakan dan melepas pu-luhan santri yang akan belajar, kuliah dan belajar di pesantren kawasan Pu-lau Jawa

8. Silaturrahim dengan tokoh2 masyarakat

Kab. Fakfak

7

31

Edisi 117/Ramadhan-Syawal 1438 H

(34)

32

Nabawi Media Keilmuan dan Keislaman

32

Nabawi

Media Keilmuan dan Keislaman

11. Rutinitas kajian subuh selama Ramadhan di Masjid Agung Baitul Makmur(salah satu mas-jid kebanggan masyarakat Fakfak). Menemani Subuh mereka dengan siaran langsung dari Radio RRI Fakfak.

8. Safari Dakwah Ramadhan 1438 H. Kegiatan Dakwah ke beberapa masjid-masjid se-Kabupaten Fakfak setiap malam tarawih dan ikut serta menemani warga dalam kegiatan qiyamul lain dan menghidupkan malam bulan Ramadhan dengan beberapa kajian dan tausiyah Ramadhan.

9. Khutbah jumat terakhir Ahmad Fadilah di Fakfak, Jumat pertama di bulan Syawal sebelum beliau meninggalkan kab. Fakfak

10. Foto bersama setelah melak-sanakan rangkaian ibadah sholat sunnah idul fitri 1438 H di masjid Agung Baitul makmur Fakfak

Pojok P

ap

ua

Poj

ok

Pa

pu

a

2017

8

9

10

11

32

Nabawi

Gambar

Foto  bersama  setelah  memberi- memberi-kan  arahan,  motivasi  dan  sharing   pengalaman  kepada  para  calon   mahasiswa  dan  mahasiswi   Fak-fak  yang  akan  berkuliah  di  daerah   Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Setelah transformator sisipan (PH.0731) dipasang didapatkan perbaikan hasil rugi daya (losses) serta drop tegangan pada gardu distribusi M.235 dengan

PPKA Bodogol atau yang dikenal dengan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah sebuah lembaga konservasi alam di daerah Lido Sukabumi dan masih merupakan bagian dari

Berdasarkan rekapitulasi faktor penyebab terjadinya alih fungsi lahan yang terdapat pada tabel 25 tergambarkan bahwasanya aspek ekonomi lebih besar dibandingkan

Metode Mendidik Anak Menurut Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan (Telaah Buku Pendidikan Anak dalam Islam Pasal Metode Pendidikan yang Berpengaruh pada Anak).. Skripsi, Jurusan

Daya inverter tiga fasa yang akan digunakan harus sesuai dengan besarnya daya maksimum dari beban yaitu minimal sebesar 28.775 kW, oleh karena itu dipilih

Alhamdulillahhirobbil’aalamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “ Hubungan

Implikasi dari temuan penelitian ini, bahwa para pengguna sistem informasi akuntansi pada organisasi sektor publik di Kabupaten Blora akan semakin puas dan semakin tinggi

Tegasnya, Syaykh Abd Aziz bin Abd Salam telah memberi suatu sumbangan yang besar terhadap metodologi pentafsiran kepada pengajian tafsir di Malaysia.. Sumbangan