Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 241
LUBANG RESAPAN BIOPORI SALAH SATU UPAYA DALAM MENGATASI
GENANGAN AIR DI KAWASAN CANDI MUARA TAKUS
Alfian Saleh dan Widya Apriani
Dosen Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lancang Kuning Email: alfian.saleh@gmail.com
Abstrak
Pelestarian Cagar Budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan cagar budaya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan cagar budaya dalam konteks kekinian. Cara melindungi cagar budaya dalam kerangka pelestarian disebut pelindungan yang merupakan upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan melakukan penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran cagar budaya. Permasalahan yang paling mendasar yaitu mengenai dampak hidrologis keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang yang berada di sekitar Candi Muara Takus yang dapat mengancam kelestarian kawasan tersebut. Bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan yang pada akhirnya dapat menenggelamkan kawasan Kompleks Candi Muara Takus. Luas total dari kawasan Percandian Muara Takus adalah ± 94,5 Ha. Penggunaan lahan dalam kawasan kompleks Candi Muara Takus terbagi dalam dua bagian utama, yaitu lahan darat ± 56.44 m² dan danau PLTA Koto Panjang ± 38.06 m².Salah satu solusi untuk menangani masalah banjir di kawasan kompleks candi ini adalah lubang resapan biopori. Teknologi lubang resapan biopori ini berfungsi untuk mengurangi limpasan air hujan dengan meresapkan lebih banyak volume air ke dalam tanah sehingga mampu meminimalkan kemungkinan terjadinya banjir. Studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran perencanaan dalam pembuatan lubang resapan biopori di kawasan candi Muara Takus dengan melihat kondisi lapangan.Sehingga dapat ditentukan perhitungan jumlah lubang resapan biopori yang ideal yaitu sebangak 19.800 lubang resapan biopori dengan kondisi tanah dan curah hujan yang terjadi di kawasan kompleks candi Muara Takus
Kata Kunci: Candi Muara Takus ,Genangan Air, Lubang Resapan Biopori I. PENDAHULUAN
Cagar budaya Percandian Muara Takus dilihat dari letak geografis, mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi bangsa Indonesia sebagai pewarisnya untuk berupaya melestarikannya. Namun, kegiatan pelestarian bukan merupakan hal yang mudah. Berbagai masalah harus terlebih dahulu diidentifikasikan agar dapat dirancang konsep pelestarian yang sesuai. Hasil pengamatan di lapangan menunjukan adanya dua hal yang perlu diperhitungkan dalam perencanaan pelestarian, yaitu yang terkait dengan keberadaan cagar budaya bendawi Percandian Muara Takus dan masalah sosial, ekonomi dan budaya yang diperkirakan akan menjadi tantangan atau hambatan untuk melakukan upaya pelestarian. Dengan mengidentifikasi kedua hal utama tersebut
diharapkan konsep pelestarian dapat disusun sebagai bagian dari pemecahan (mitigasi) berbagai masalah yang tak terungkapkan. Permasalahan yang paling mendasar pada kawasan kompleks candi Muara Takus yaitu mengenai dampak hidrologis keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang yang berada di sekitar Candi Muara Takus yang dapat mengancam kelestarian kawasan tersebut. Bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan yang pada akhirnya dapat menenggelamkan kawasan Percandian Muara Takus. Luas total dari kawasan Percandian Muara Takus adalah ± 94,5 Ha. Penggunaan lahan dalam kawasan Percandian Muara Takus terbagi dalam dua bagian utama, yaitu lahan darat ± 56.44 m² dan danau PLTA Koto Panjang ± 38.06 m².
Dengan adanya genangan waduk yang hampir mengelilingi seluruh kompleks, hanya
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 242
sekitar 16% dari keliling kompleks yang tidak tergenang pada elevasi muka air waduk 85 m dpl. Bagian yang tidak tergenang ini terletak di bagian Selatan. Sehingga timbul beberapa permasalahan mengenai proses hidrologi disekitar candi yaitu: Genangan air akan menimbukan air kapiler ke permukaan tanah dan akan meninggikan kelembaban batubata; air kapiler dan air hujan yang terhambat meresap tanah lempung di dasar candi menjadi lebih lembek; gelombang air di waduk akan meruntuhkan tebing terutama bagian Barat. Maka perlu beberapa tindakan dalam meminimalisir permasalahan ini secara menyeluruh salah satunya yaitu pemanfaatan lubang resapan biopori yang dalam pengerjaannya tidak membutuhkan banyak biaya dan mudah untuk dilaksanakan dan yang paling penting ramah lingkungan serta tidak mengganggu keberadaan situs-situs disekitar kawasan kompleks candi Muara Takus.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode survey lapangan, yaitu dengan langsung terjun ke lapangan dengan melihat kondisi geografis dari area kompleks situs candi Muara Takus. Situs Percandian Muara Takus secara administratif terletak di wilayah Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Secara astronomis situs ini terletak pada posisi 0º20'9,7” LU dan 100º38'31,3” BT, dan secara topografis terletak di daerah perbukitan gelombang lemah dengan ketinggian ±86,5 meter.Untuk menerapkan lubang resapan Biopori ini perlu beberapa data yang harus diperoleh. Lubang resapan Biopori merupakan teknologi sederhana untuk meresapkan air hujan sekaligus mempercepat pelapukan sampah organik. Agar lebih efektif dalam meresapkan air, jumlah lubang resapan biopori pada setiap luasan lahan bisa dihitung berdasarkan rumus berikut:
Jumlah LRB Q limpasan
Laju Peresapan Air (literjam )
Untuk mengetahui kebutuhan jumlah lubang resapan biopori (LRB), perlu diketahui intensitas curah hujan terlebih dahulu, debit
limpasan curah hujan serta laju peresapan infiltrasi.
a. Analisis intensitas curah hujan
Intensitas hujan adalah tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan semakin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui nilai intensitas hujan yang akan digunakan untuk perhitungan jumlah lubang resapan biopori di wilayah studi. Perhitungan intensitas curah hujan di wilayah studi dilakukan dengan menggunakan rumus mononobe : I =𝑅24 24 𝑥 [ 24 𝑡 ] 2/3 … … … . . … … . . (2) Dimana :
I = Intensitas hujan (mm/jam) t = Durasi hujan (dalam jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) dalam kaitan dengan kajian ini dimodifikasi menjadi curah hujan harian (mm)
b. Analisis debit limpasan air hujan
Air limpasan/larian (runoff) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau, dan lautan. Air hujan yang tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Air larian berlangsung ketika jumlah curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke dalam tanah. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan debit limpasan (run off) sebagai masukan untuk penentuan jumlah lubang resapan biopori di wilayah studi.Debit dapat ditentukan dengan rumus berikut:
Q= 0,278 x C x I x A Dimana:
Q =Debit air larian m3/hari hujan
C = Koefisien aliran
I = Intensitas hujan (m3/hari hujan) A = Luas area larian
c. Laju peresapan air yang terinfilrasi Analisis infiltrasi bertujuan untuk
mengetahui laju infiltrasi air daerah penelitian, untuk itu dibutuhkan data hasil pengukuran laju infiltrasi dilapangan dengan menggunakan ring infiltrometer. Analisis infiltrasi pada penelitian
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 243
ini menggunakan metode Horton. Rumus perhitungan infiltrasi model horton sebagai berikut:
F = 𝐹𝑐𝑡 +1
𝑘 (𝑓𝑜 − 𝑓𝑐)[1 − 𝑒
−𝑘𝑡]
Dimana:
F = Tingkat infiltrasi (cm/menit)
Fc=Tingkat infiltrasi setelah konstan (cm/menit)
Fo = Tingkat infiltrasi awal (cm/menit) E = 2,78
T = Waktu konstan K = 1/m log
Pengaruh lubang resapan biopori terhadap perbaikan fungsi hidrologis dilihat melalui laju infiltrasi diukur berdasarkan metode infiltrasi oleh Rasmita (2011), yaitu; Mempersiapkan wadah (X liter) berisi air, kemudian dilakukan penuangan ke dalam lubang resapan biopori. Perlakuan tersebut dilakukan secara kontinyu selama 1 jam (Z); Pengukuran sisa dalam wadah (Y liter); Perhitungan berupa jumlah air yang terserap dengan (X_Y liter, untuk menentukan laju resapan air, dihitung dengan rumus:
Laju resapan air =(x − y)liter z jam
d. Penentuan jumlah Lubang Resapan Biopori
Penentuan jumlah lubang resapan biopori secara spesifik yang sesuai pada suatu wilayah tertentu dengan luasan tertentu dan intensitas hujan tertentu pula, dihitung dengan persamaan (Brata,2008).
n =lxL v Dimana:
n = jumlah lubang resapan biopori I = intensitas hujan terbesar (mm/jam) L = luas bidang kedap air (m2)
v = laju peresapan air rata per lubang (l/dt)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil survey lapangan kawasan kompleks candi Muara Takus berbatasan langsung dengan sungai Kampar. Sehingga membuat debit air yang ada disekitar kompleks candi Muara Takus menjadi besar dan mudah tergenang. Untuk itu perlu adanya tindakan penanggulangan debit air yang besar
tersebut agar tidak menggenangi kompleks candi Muara Takus yang ramah lingkungan dan efisien dalam proses pengerjaannya. Salah satu cara menanggulanginya yaitu dengan pembuatan lubang resapan biopori . Selain itu pemakaian lubang resapan biopori merupakan salah satu langkah yang tepat dalam mempertahankan debit air dan muka air tanah disekitar kompleks candi Muara Takus mengingat sistem lubang resapan biopori ramah lingkungan dan mudah dalam pengerjaannya. Lubang resapan biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna atau akar tanaman. Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm dengan kedalaman 100 cm atau tidak boleh melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang kemudian diiisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori. Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna untuk mengatasi banjir dan sampah dengan cara meningkatkan daya resap air; mengubah sampah organik menjadi kompos; memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman; mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria, sebagai “karbon sink”; dan untuk membantu mencegah terjadinya pemanasan global. Adapun cara pembuatan lubang resapan biopori adalah sebagai berikut:
1. Buat lubang silindris kedalam tanah dengan diameter 10-30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melampaui kedalaman air tanah pada dasar saluran atau alur yang telah dibuat dengan jarak antar lubang 50-100 cm. 2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan adukan
semen selebar 2-3 cm, setebal 2 cm disekeliling mulut lubang
3. Segera isi lubang lubang resapan biopori dengan sampah organik yang berasal dari sisa tanaman yang dihasilkan dari dedaunan pohon, pangkasan rumput atau sampah organik
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang menyusut karena proses pelapukan
5. Kompos yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang.
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 244
Analisis Intensitas Curah Hujan
Dalam menganalisis jumlah lubang resapan biopori harus terlebih dahulu menganalisis intensitas curah hujan. Berdasarkan data curah hujan maksimum di daerah kompleks candi Muara Takus yang terletak di Kec.XIII Koto Kampar/Batu Bersurat selama 5 tahun terakhir yang dikelurakan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Klas I Pekanbaru, curah hujan tertinggi sebesar 101 mm/hari. Sehingga dapat dipakai persamaan (2) berikut ini:
I =𝑅24 24 𝑥 [
24 𝑡 ]
2/3
Dari rumus tersebut didapat nilai R = 101 mm/hari = 0,0042 m/jam
dan nilai t dilihat dari tabel kemiringan saluran dibawah ini:
Tabel 1. Kecepatan Aliran Kemiringan Saluran I (%) Kecepatan rata-rata v (m/dt) < 1 0.40 1 - <2 0.60 2 - <4 0.90 3 - <6 1.20 4 - <10 1.50 5 - <15 2.40
Berdasarkan hasil survey daerah kompleks Candi Muara Takus kondisi topografinya relatif datar yaitu kemiringan saluran I < 1% sehingga kecepatan rata-rata v (m/dt) yaitu sebesar 0,4 berdasarkan tabel diatas. Sehingga didapat nilai tc = 20 detik It = 𝑅 24 𝑥 24 𝑡𝑐 ^ 2/3 = 101 24 𝑥 24 20 ^ 2/3 = 2,02
Analisis Luas Bidang Kedap Air
Untuk luas bidang kedap air memakai pendekatan dari uji permeabilitas tanah di kawasan candi Muara Takus. Berdasarkan hasil survey lapangan jenis tanah yang berada di kompleks candi Muara Takus merupakan jenis tanah lanau maka nilak k diambil berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 2. Nilai K Jenis Tanah
Jenis Tanah K (cm/det) (ft/det) Kerikil bersih 1,0-100 2,0-200 Pasir kasar 1,0-0,01 2,0-0,02 Pasir halus 0,01-0,001 0,02-0,002 Lanau 0,001-0,00001 0,002-0,00002 Lempung < 0,000001 < 0,000002 Sumber: Braja M.Das
Berdasarkan tabel diatas sesuai dengan jenis tanah pada kompleks candi Muara Takus adalah jenis tanah lanau maka nilai K didapat sebesar 0,001. Berdasarkan hasil survey lapangan luas area kompleks candi Muara Takus yaitu seluas 94,5 Ha sehingga didapat luas bidang kedap air sebagai berikut:
K x luas area = 0,001 x 94,5 Ha = 945000 m2
Dari perhitungan diatas didapat luas bidang kedap air sebesar 945000 m2
Analisis laju peresapan air per lubang berdasarkan infiltrasi tanah
Untuk laju peresapan air per lubang resapan biopori ditentukan berdasarkan infiltrasi tanah dengan metode Horton. Model Horton menjelaskan bahwa kapasittas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Model Horton dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan (4) berikut:
F = 𝐹𝑐𝑡 +1
𝑘 (𝑓𝑜 − 𝑓𝑐)[1 − 𝑒
−𝑘𝑡]
Dimana:
f = laju infiltrasi nyata (cm/jam) ft = laju infiltrasi tetap (cm/jam) f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam) k = konstanta geofisik
t = waktu e = 2,718281820
Berdasarkan standar ukuran lubang resapan biopori dengan diameter 30 cm maka dapat diasumsikan laju peresapan air rata-rata per lubang (liter/detik) dengan nilai k untuk tanah lempung adalah sebesar 96,5 cm/jam. Sehingga dapat dihitung jumlah lubang resapan biopori yang efektif di kawasan candi Muara
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 245
Takus dengan menggunakan persamaan (6) berikut:
n = I x 𝐿
𝑉
= 2,02 x 945000
96,5
= 19.800 lubang resapan biopori
IV. KESIMPULAN
1. Lubang Resapan Biopori sangat efektif diterapakn pada kawasan kompleks candi Muara Takus karena ramah lingkungan dan tanpa perlu adanya sistem penggalian yang dalam yang dapat mengganggu struktur batuan candi yang merupakan situs candi. 2. Jenis tanah kompleks candi Muara Takus
adalah jenis tanah lanau
3. Curah hujan Maksimum pada kawasan kompleks candi Muara Takus sebesar 101 mm/hari
4. Jumlah lubang resapan biopori yang direncanakan di kawasan kompleks candi Muara Takus sebanyak 19.800 lubang resapan biopori
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau. Laporan Focus Group Discussion (FGD) Pelestarian Candi Muara Takus Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Pekanbaru: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 1 Juni 2015.
[2] Bosch, FDK. Verslag van Een Reis door Sumatra, OV 1930. Halaman 149.
[3] Chow VT. Hidrolika Saluran Terbuka. Penerbit Erlangga. Jakarta.1985
[4] Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar. Gugusan Candi Muara Takus. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. 2007.
[5] Jalil, Abdul. “Konflik Sosial Dalam Pengembangan Objek Wisata Candi Muara Takus Di Desa Muara Takus Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar” dalam Jom FISIP Volume 2 No. 1 – Februari 2015. FISIP Universitas Riau. 2015.
[6] Kempers, A.J. Bernet. Ancient Indonesia Art. Amsterdam:C.P.J. Van
Der Peet. Cambridge.
Massachusetts:Hardvard University Press. 1959.
[7] Kodoatie RJ. Hidrolika Terapan. Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa. Penerbit ANDI. Yogyakarta. 2002
[8] Moens, J.L., "Srivijaya, Yava en Kataha" dalam TBG, LXXVII. 1937, Halaman 317-387.
[9] Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Wisata Terpadu Candi Muara Takus Kawasan Agropolitan Kecamatan XIII Koto Kampar. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. 2010.
[10] Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar dan P4W. Masterplan Kawasan Agropolitan Kecamatan XIII Koto Kampar. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar. 2009.
[11] Oesman, Osrifoel, Perancang arsitektur ‘Penataan Kawasan Situs Leang-Leang’ di Maros dan Situs Sumpang Bita di Pangkep’, Kabupaten Maros—Pangkep, Sulawesi Selatan. 2011.
[12] Simoen, Soenarso. "Dampak Hidrologis Pembangunan Waduk Kotapanjang terhadap Kompleks Candi Muara Takus di Riau" dalam Majalah Geografi Indonesia Vol 14, No 1 (2000) Fakultas Geografi Indonesia dan Ikatan Geografi Indonesia, 2014.