• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak bisa lepas dari yang disebut komunikasi, Miftah (2012:1) mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Dari sekian banyak media komunikasi, salah satu yang biasa dipakai masyarakat sebagai alat komunikasi adalah bahasa.

Sebagai alat komunikasi verbal, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata dengan benda atau konsep yang ditandai, kita tidak dapat menjelaskan mengapa binatang buas yang biasa dipelihara di rumah dan rupanya seperti harimau dalam ukuran kecil disebut dalam Bahasa Indonesia dengan “Kucing” dan bukan nama lain, misalnya “Cuking”, “Kicung, atau juga “Ngicuk”. Kearbitreran lambang bahasa seperti ini menyebabkan orang, dalam sejarah linguistik, agak menelantarkan pengertian mengenai makna bila dibandingkan dengan penelitian di bidang morfologi dan sintaksis (Chaer, 2009:1).

Setiap wilayah di dunia mempunyai alat komunikasi, yaitu bahasa yang pastinya dapat dimengerti oleh pembicara dan pendengarnya. Namun, orang dari wilayah lain kerap kali tidak bisa mengerti bahasa yang dipakai oleh wilayah lainnya. Agar dapat memahami apa yang orang lain bicarakan, beberapa orang mencoba mempelajari bahasa selain bahasa mereka sendiri, mereka mempunyai ketertarikan pada budaya daerah lain termasuk bahasanya. Contohnya, saat ini sudah banyak orang Indonesia yang sedang mempelajari bahasa negara lain seperti Amerika, Inggris, Mandarin, Korea, dan Jepang. Orang Indonesia tidak mengerti apa yang dikatakan orang Jepang karena memakai bahasa yang berbeda, begitu juga sebaliknya. Bahasa menjadi berbeda karena faktor-faktor tertentu, dan salah satunya karena struktur bahasa yang berbeda.

Jika Bahasa Indonesia memiliki susunan kalimat bahasa dengan pola S P O (Subjek, Predikat, Objek), sedangkan Bahasa Jepang menggunakan pola S O P (Subjek, Objek, Predikat). Begitu juga struktur frasa Bahasa Indonesia berpola D M

(2)

(Diterangkan Menerangkan) dan bahasa Jepang berpola M D (Menerangkan Diterangkan) (Kusdiyana, 2002:2). Jika bahasa Indonesia hanya menggunakan huruf latin sebagai huruf utamanya, bahasa Jepang memiliki karakteristik tersendiri. Huruf dalam bahasa Jepang adalah salah satu hal yang paling mudah dilihat perbedaannya dengan yang lain. Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa pembelajar bahasa Jepang wajib mempelajari ketiga huruf yang dipergunakan, yaitu Hiragana, Katakana, dan Kanji.

Perbedaan struktur bahasa ini juga terdapat pada jenis kata-nya, yang merupakan klasifikasi kata berdasarkan pada tataran gramatika. Untuk mengklasifikasikannya perlu ditentukan kriteria atau parameter. Parameter tersebut dapat beragam bergantung pada pemahaman seseorang terhadap kaidah gramatika suatu bahasa atau kesadaran seseorang terhadap rasa bahasanya. Oleh sebab itu, terdapat klasifikasi kata yang bervariatif. Murakami dalam Dahidi (2004:24) membagi kata atau tango dalam bahasa Jepang menjadi dua kelompok besar, yaitu jiritsugo dan fuzokugo. Yang dimaksud dengan jiritsugo adalah kelompok kata yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna, sedangkan fuzokugo adalah kelompok kata yang tidak dapat berdiri sendiri. Artinya, ia baru bermakna dan berfungsi apabila bergabung dengan kata lain. Istilah jiritsugo hampir sama dengan istilah morfem bebas dalam bahasa Indonesia, dan fuzokugo mirip dengan istilah morfem terikat. Kelas kata yang dengan sendirinya dapat menjadi bunsetsu seperti meishi (nomina), doushi (verba), keiyoushi (adjektiva) atau ada juga yang menyebutnya i-keisyoushi (adjektiva-i), keiyoudoshi atau ada juga yang menyebutnya na-keiyoushi (adjektiva-na), fukushi (adverbial), rentaishi (prenomina), setsuzokushi (konjungsi), dan kandoushi (interjeksi), itu semua termasuk kelompok jiritsugo, sedangkan kelas kata yang dengan sendirinya tidak dapat menjadi bunsetsu seperti kelas kata joshi (partikel), dan jodoushi (verba bantu) termasuk kelompok fuzokugo.

Dari beberapa kelas kata yang di sebutkan, di antaranya terdapat yang disebut adverbia. Tiap keadaan, peristiwa, atau perbuatan, dapat diterangkan tentang cara, tempat, dan waktu berlakunya. Kata atau kelompok kata yang dipakai untuk keperluan ini pada kalimat disebut dengan keterangan predikat atau adverbia (Samsuri, 1994:254-255).

Di dalam bahasa Jepang, yang dimaksud dengan fukushi atau adverbia menurut Masuoka dan Takubo (2000) adalah kata yang pada prinsipnya berfungsi

(3)

sebagai kata keterangan predikat. Di pihak lain terdapat pula pemilahan istilah antara fukuyougo dan fukushi. Fukushi ini merupakan bagian dari fukuyougo, yang berarti kata yang berdiri sendiri, dapat membentuk sebuah frasa, tidak berkonjugasi serta tidak dapat menjadi subjek. Pada prinsipnya adverbia digunakan sebagai kata keterangan predikat. Jenis fukushi yang utama adalah youtai no fukushi, teido no fukushi, hindo no fukushi dan tensu-asupekuto no fukushi. Sedangkan kata yang berfungsi sebagai kata keterangan terhadap keseluruhan kalimat disebut bunshuushoku fukushi, yang dianggap sebagai salah satu jenis adverbia. Yang termasuk pada kelompok jenis ini adalah chinjutsu no fukushi, hyouka no fukushi dan hatsugen no fukushi. Sedangkan nakanaka yang ingin diteliti penulis termasuk dalam Teido Fukushi.

Penulis menggunakan fukushi nakanaka sebagai bahan penelitian dan bukan menggunakan fukushi yang lainnya adalah karena penulis berharap dapat membantu para pembelajar agar lebih mudah memahami maksud dari penambahan fukushi nakanaka dalam kalimat sehari-hari, karena itu penulis menggunakan novel sebagai sumber dan korpus data.

Teori yang akan digunakan penulis adalah teori Semantik yang menjelaskan mengenai makna sebuah kata, dengan fokus lebih dalam lagi menuju teori Medan Makna, yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan atau realita dalam alam semesta tertentu yang direalisasikan oleh seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan. Selain itu penulis juga akan menggunakan teori hinshi dan fukushi yang oleh Masuoka dan Takubo (2000:41) mengklasifikannya ke dalam 4 jenis fukushi, yaitu youtai no fukushi, teido no fukushi, hindo no fukushi, tensu-asupekuto no fukushi, dan bunshuushoku fukushi. Lalu dalam bunshuushoku fukushi terbagi lagi menjadi 3 jenis, yaitu chinjutsu no fukushi, hyouka no fukushi, dan hatsugen no fukushi. Teori fungsi nakanaka juga akan digunakan sebagai bagian dari teido no fukushi yang menurut Takeuchi mempunyai 3 fungsi penggunaan.

Teori-teori tersebut akan penulis hubungkan dengan kalimat-kalimat yang ditemukan oleh penulis dari light novel GOSICK karya Kazuki Sakuraba. Menurut Miller (2009:61) light novels (raito noberu) adalah sebuah genre baru novel yang diperuntukkan untuk kawula muda dengan illustrasi bergaya animasi Jepang (anime) atau komik Jepang (manga). Istilah light novel, sering disingkat menjadi ranobe atau rainobe, dimana istilah ini tercipta pada sekitar tahun 1990-an dalam sebuah forum

(4)

diskusi science-fiction di internet. Novel prosa ini (sebagai lawan dari novel grafik) ditulis dengan memusatkan jalan cerita yang diperuntukkan bagi pembaca kawula muda, menggunakan dialog dalam persentasi yang cukup besar dan juga terkadang membubuhkan keterangan untuk para pembacanya. Light novel seringkali diterbitkan dalam majalah dan banyak juga yang diadaptasikan ke serial televisi. Light novel yang populer diantaranya adalah bergenre percintaan, science fiction, fantasi, misteri dan juga horror. Kepopuleran pesat light novel di tengah kawula muda Jepang telah membuat sejumlah judul light novel pun diterjemahkan ke bahasa asing, di antaranya adalah novel karya Achi Taro (1978) Kage kara mamoru! (Next Door Ninja).

Latar tempat dalam light novel GOSICK adalah sebuah negara kecil di Eropa bernama Sauville yang menggunakan bahasa Perancis. Sang tokoh utama, Kujou Kazuya, adalah seorang anak ketiga dari pegawai tingkat tinggi militer Jepang. Ia merupakan murid pertukaran di St.Marguerite Academy, yang terkenal dengan cerita horornya. Di sekolah tersebut, ia bertemu dengan Victorique, seorang gadis cantik yang misterius dan memiliki otak jenius yang tidak pernah masuk kelas dan selalu menghabiskan waktunya dengan membaca buku di perpustakaan atau memecahkan misteri yang bahkan seorang detektif pun tak bisa memecahkannya. Seiring dengan cerita, Kazuya dan Victorique terus terlibat berbagai kasus, dan seiring waktu, tercipta ikatan yang kuat di antara mereka.

Penulis akan melakukan analisa masing-masing fungsi dari nakanaka berdasarkan novel tersebut. Apakah benar fungsi-fungsi dari fukushi nakanaka sama seperti yang ditemukan oleh penulis dan fungsi mana kah yang sering dipakai dalam novel yang akan penulis jadikan sumber dan korpus data. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan melakukan penelitian mengenai fukushi nakanaka pada light novel GOSICK karya Kazuki Sakuraba.

(5)

1.2 Masalah Pokok

Masalah pokok yang akan diteliti oleh penulis adalah meneliti fungsi dari fukushi nakanaka yang terdapat dalam bacaan novel yang akan menjadi sumber dan korpus data penulis.

1.3 Formulasi Masalah

Penulis ingin meneliti mengenai fungsi penggunaan kata nakanaka yang termasuk dalam kelas kata fukushi yang ditemukan pada kalimat-kalimat yang ada pada novel Jepang.

1.4 Ruang Lingkup Permasalahan

Ruang lingkup masalah yang akan diambil oleh penulis adalah meneliti fungsi penggunaan fukushi nakanaka yang terdapat pada light novel GOSICK volume 1 dan 2 karya Kazuki Sakuraba (2003, 2004).

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk memahami penggunaan nakanaka dengan menggunakan light novel GOSICK karya Kazuki Sakuraba sebagai sumber data. Manfaat dari penelitian ini agar para pembelajar dapat lebih memahami penggunaan fukushi nakanaka sehingga bisa menggunakannya dengan benar.

1.6 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang fukushi nakanaka yang ditemukan oleh penulis pernah dilakukan oleh Hattori yang berjudul “fukushi nakanaka no imi youhou no bunseki” pada tahun 1994, seorang Doktor dari Kyoto University yang melakukan penelitian mengenai fukushi nakanaka. Beliau membagi fungsi nakanaka menjadi dua fungsi, yaitu melalui pembentukan kalimat positif dan negatif. Penulis akan menggunakan penelitian tersebut sebagai acuan dalam melakukan penelitian karena beliau memaparkan dengan jelas tentang fukushi nakanaka. Penelitian sebelumnya juga penulis temukan dari Chung, yang beliau kaitkan dengan penggunaan bahasa korea. Selanjutnya, penulis juga menemukan penelitian mengenai fukushi nakanaka dalam penelitian yang dilakukan oleh Mari.

(6)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan cara yang sama untuk menghitung luas Δ ABC bila panjang dua sisi dan besar salah satu sudut yang diapit kedua sisi tersebut diketahui akan diperoleh rumus-rumus

Dari teori-teori diatas dapat disimpulkan visi adalah suatu pandangan jauh tentang perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Banyak juga kasus lain yang terjadi akibat adanya permasalahan mengenai budaya organisasi yang mengakibatkan perusahaan sering mengalami kendala mencapai target, diantaranya

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah dengan permainan sains dapat meningkatkan kemampuan kognitif pada anak kelompok B TK Mojorejo 3

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan yaitu 1) Iradiasi sinar gamma pada kalus embriogenik jeruk keprok SoE untuk mendapatkan nilai LD 50. 2) Seleksi untuk mendapatkan

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia (persentil 50). Tentu saja prinsip ini memiliki banyak kekurangan karena hanya bisa digunakan