• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUSTIK SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMOSI PENDENGARAN MANUSIA DALAM AUDITORIUM Kasus: Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKUSTIK SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMOSI PENDENGARAN MANUSIA DALAM AUDITORIUM Kasus: Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

AKUSTIK SEBAGAI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EMOSI

PENDENGARAN MANUSIA DALAM AUDITORIUM

Kasus: Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta

Fatya Faizanur, Dr. Ir. Finarya Legoh M.Sc.

Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia

ABSTRAK

Musik merupakan salah satu seni sebagai bentuk pengekspresian ide dan emosi manusia dengan cara pemuasan indera manusia, yaitu pendengaran (telinga). Seni musik merupakan komposisi ide cerita dan emosi dari pemain yang akhirnya mempengaruhi pendengar baik secara fisik (fungsi tubuh) maupun psikis (persepsi). Salah satu pengaruh musik terhadap emosi manusia berkaitan dengan kualitas akustik didalam suatu ruangan, salah satunya pada ruang seni musik tertutup yaitu Auditorium. Persyaratan Ideal dan pengukuran akustik Auditorium menjadi cara/paarameter dalam menghasilkan kualitas akustik yang baik dan tersampaikannya emosi pemusik kepada pendengar.

PENDAHULUAN

Manusia membutuhkan media sebagai bentuk pengekspresian ide mereka, salah satunya melalui seni musik. Seni musik merupakan seni yang dinamis dimana manusia mengekspresikan ide mereka ke dalam bentuk pergerakan yang senantiasa tumbuh dan berkembang seiring dengan berjalannya waktu.

Penyampaian ide tersebut ditanggapi secara inderawi dimana seni musik menggunakan indera pendengaran sebagai media penyampaian ide. Meskipun tidak dapat dipungkiri indera penglihatan juga berpengaruh. Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis tertarik untuk membahas seni musik dikarenakan seni musik lebih mengedepankan pemuasan indera pendengaran yaitu telinga, yang cukup abstrak untuk dijelaskan dan masih jarang penulis yang membahas mengenai pemuasan indera secara aural ini.

Sebagai manusia, ketika kita mendengarkan musik, kita dapat merasakan emosi yang ingin disampaikan oleh pemain musiknya, kita bisa merasakan kesedihan, kesenangan, hingga kengerian hanya dari suatu karya musik. Hal ini erat kaitannya dengan persepsi manusia, dimana persepsi manusia bisa berbeda satu sama lain. Faktor yang dapat mempengaruhi emosi manusia dalam mendengarkan musik tersebut nantinya akan dikaitkan dengan indera pendengaran manusia, yaitu akustik.

(2)

Jika membahas mengenai akustik, sering dikaitkan dengan ruang seni musik seperti Rumah Opera, Studio musik, dan salah satunya Auditorium. Persyaratan akustik pada Auditorium akan berbeda dengan akustik luar ruangan. Penulis memilih membahas mengenai akustik Auditorium disebabkan minat penulis di dalam seni musik di dalam ruangan (Auditorium) dan pemuasan indera manusia terutama pendengaran (meskipun penglihatan juga berpengaruh) di dalam auditorium dapat lebih terasa disebabkan ruang tertutup tersebut. (tidak mendapat gangguan dari luar).

Jika melihat beberapa karya tulis sebelumnya, akustik terutama akustik ruang seni musik tertutup (Auditorium) sebagai pokok pembahasan belum pernah dibahas terlalu dalam oleh penulis. Beberapa contoh karya tulis, milik Irwan Tel, Arsitektur ’99 yang berjudul ‘Kajian tentang Bunyi sebagai Pembentuk Persepsi Ruang’ lebih membahas kaitan bunyi yang akan menghasilkan persepsi, bagaimana ruang bisa dihubungkan dengan bunyi, yang dapat dijadikan pembatas ruang. Karya tulis milik Natasya Arry Indriani ’03 lebih membahas mengenai kaitan musik dan arsitektur dengan membandingkan komponen musik dan arsitektur (contoh: arsitek menghasilkan bangunan, pemusik menghasilkan lagu,

echo-repetition, timbre-texture, dst).

Oleh karena itu, penulis ingin menjabarkan akustik auditorium baik secara umum, persyaratan/ideal sebuah ruang seni musik tertutup (Auditorium) maupun bagaimana penghitungan/pengukurannya secara mendalam.

(3)

METODE PENELITIAN

Penulis menyelesaikan karya tulis ini bermula dari pengumpulan dan pengambilan data menggunakan metode studi literatur baik literatur buku, karya-karya tulis sebelumnya yang sejenis dan sesuai dengan pembahasan penulis maupun dari media elektronik digital dari sumber yang terpercaya, kemudian pengambilan data dari 2 studi kasus dikaitkan dengan landasan teori yang telah dibahas sebelumnya. Wawancara dengan narasumber dan pengambilan data (foto dan pengukuran akustik) dalam menyelesaikan data studi kasus, dan yang terakhir semua data tersebut disatukan dan dilengkapi dengan analisis dan argumen dari penulis.

SENI  MUSIK  

Mendengarkan  musik   (Persepsi)  

Faktor  yang  mempengaruhi   pendengar/penonton  dalam  merasakan  

emosi  dari  penyaji/pemusik  

Akustik  

Akustik  Auditorium  

Ideal  akustik  Auditorium  

Studi  kasus   Analisis  

Kesimpulan   Salah  satunya  

(4)

Karya tulis ini bermula dari pembahasan secara singkat mengenai seni musik, mendengarkan musik yang dikaitkan dengan persepsi manusia, dan faktor apa saja yang mempengaruhi emosi pendengar dalam merasakan musik tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu akustik dimana penjabaran secara singkat mengenai definisi, sifat akustik, dan masalah/cacat akustik. Selanjutnya pembahasan akustik di fokuskan kepada akustik Auditorium, seperti apa ideal akustik Auditorium dan bagaimana pengukuran akustik Auditorium sehingga mendapatkan kualitas yang baik. Untuk melengkapi hasil penelitian ini, penulis menggunakan dua studi kasus yang akan dikaitkan dengan teori dan melihat secara keseluruhan apakah sudah sesuai/ideal.

TINJAUAN TEORI Seni Musik, Mendengar, dan Faktor yang Mempengaruhi

Musik   adalah   salah   satu   seni   sebagai   cara   manusia   mengekspresikan   ide-­‐ide   atau   emosinya  dengan  cara  memuaskan  indera  manusia.  Seni  musik  termasuk  seni  dinamis   dimana  seni  pemuasan  indera  pendengaran  (telinga)  yang  berkaitan  dengan  ruang  dan   waktu   dan   keduanya   disatukan   dalam   karya   seni   dengan   prinsip   unity   (kesatuan),   sehingga  sudah  semestinya  kita  menikmati  musik  dari  awal  sebagai  satu  kesatuan.  Hal   ini  berkaitan  pula  dengan  durasi,  ritme,  pola  ketukan,  dan  yang  terpenting  tempo.      

Penggabungan   atau   kombinasi   vokal/nada   instrumen   (rhythm,  repetition,  melodic  line,   keseimbangan,   proporsi,   kontras,   dan   harmoni)   akan   menghasilkan   mood   pendengar   dan  tersampaikan  pesan/cerita  dari  pencipta  musik  tersebut.  

 

Sumber Bunyi Penerima (Telinga Manusia)

Sensasi Persepsi Konsepsi (Subjektif) Perasaan Sudut Pandang Ingatan dan Fantasi Pengalaman Udara

Gambar 1 Skema Bunyi dan Persepsi

(5)

Berdasarkan  skema  diatas  (Gambar  2.2.),  sumber  bunyi  yang  memiliki  gelombang  yang   menjadi  suatu  rangsangan/stimulus  sebagai  reseptor,  merambat  melalui  udara  sebagai   perantaranya,  sampai  ke  telinga  manusia  sebagai  penerima  rangsangan  sebagai  sensasi,   setelah   itu   manusia   mengolah   data   tersebut   menjadi   persepsi   dan   akhirnya   menjadi   suatu   konsepsi   yang   bersifat   subjektif   dipengaruhi   oleh   perasaan   pengamat   saat   itu,   sudut   pandang   yang   digunakan,   ingatan   dan   fantasi,   dan   pengalaman   yang   telah   ada   sebelumnya.    

 

Persepsi  merupakan  hasil  yang  subjektif  dimana  setiap  orang  akan  mendapatkan  hasil   persepsi   yang     berbeda   tergantung   banyak   faktor,   seperti   pengalaman   dan   perasaan,   atau   memori   pendengar   saat   itu.   Ketika   kita   mendengarkan   suatu   karya   musik   sedih,   dan   perasaan   saat   kita   sedang   sedih,   ditambah   dengan   memori   dan   pengalaman   kita   akan  kesedihan  itu,  dengan  mendengarkan  musik  tersebut  dengan  penuh  penghayatan   akan   membuat   pendengar   akan   sangat   merasakan   kesedihan   tersebut,   itulah   yang   dinamakan  pengalaman  ruang  melalui  sebuah  karya  musik.  

 

Respon   yang   timbul   terhadap   suatu   pengalaman   musik,   tidak   tergantung   pada   musik   yang   diterima   pada   satu   momen   tertentu,   namun   merupakan   akumulasi   (analisa   keseluruhan)   pengalaman   pendengar   terhadap   komposisi   musik   tersebut.   Untuk   menikmati  musik,  sudah  semestinya  kita  mendengarkan  dari  awal  hingga  akhir  musik   tersebut,  karena  musik  merupakan  satu  kesatuan  utuh.    

 

Akustik  

Kata "akustik" berasal dari Yunani ακουστικός (akoustikos), yang berarti "dari atau untuk pendengaran, siap untuk mendengar" dan bahwa dari ἀκουστός (akoustos), "dengar, terdengar", yang merupakan kata kerja ἀκούω (akouo), "saya mendengar". Akustik adalah ilmu bunyi yang membahas mengenai penginterpretasian bunyi melalui indera pendengaran kita.

Akustik bukan hanya mengenai musik yang biasanya identik dengan musik akustik, seperti gitar dan perkusi. Pemahaman itu tidak salah, hanya saja akustik merupakan salah satu cabang fisika yang mempelajari suara, getaran dan sifat-sifatnya serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan studi dari semua gelombang mekanik dalam gas,

(6)

cairan, dan padatan termasuk getaran, USG, suara, dan Infrasonik. Jadi akustik juga bisa di aplikasiakan pada akustik rumah sakit, jalan, dan sebagainya bukan hanya untuk seni musik. Manusia menafsirkan bunyi melalui indera pendengaran. Apa yang ditafsirkan oleh indra bersifat terbuka dengan subjektivitas dalam hal suka dan tidak suka, dimana pendapat masing-masing orang mungkin dapat berbeda. Interpretasi subjektif dari suara tidak hanya mendefinisikan perbedaan antara musik dan suara, tetapi juga menentukan kualitas komunikasi dalam ruang.

Dalam setiap situasi akustik terdapat tiga elemen yang harus diperhatikan (Gambar 3.1.) (1) Sumber bunyi, yang diinginkan atau tidak diinginkan. Sumber bunyi dapat berupa

benda yang bergetar (pita suara manusia, senar gitar, loudspeaker, tepuk tangan, dll). Jika bunyi tersebut diinginkan (pembicara atau musik), sumber bunyi harus diperkuat dengan menaikkannya dalam jumlah cukup terhadap pendengar.

(2) Jejak perambatan bunyi. Jika bunyi diinginkan, jejak perambatan harus dibuat lebih efektif dengan menguatkan pemantulan bunyi dan dengan menempatkan pendengar sedekat mungkin ke sumber. Sebagai tambahan, pendengar harus dibebaskan dari semua pengalihan perhatian yang mengganggu, yaitu, bising dari dalam maupun dari luar.

(3) Penerima bunyi dapat berupa telinga manusia maupun microphone.

Gelombang bunyi dapat merambat langsung melalui udara dari sumbernya ke telinga manusia maupun dapat terpantul terlebih dahulu oleh permukaan/pembatas ruangan. Terdapat beberapa karakter/sifat bunyi terhadap akustik, khususnya pada ruangan tertutup, yaitu: Penyerap Bunyi (Absorber), Pemantul Bunyi (Reflector), Penyebaran Bunyi (Diffuser),

Gambar 2 Tiga elemen akustik

(7)

Pembelokkan Bunyi (Difractor), Bunyi yang di transmisikan (Transmitter), Bunyi yang hilang dalam struktur bangunan, Bunyi yang dirambatkan oleh struktur bangunan, dan Dimensi.

Kriteria akustik ruang ditentukan dengan dua parameter/cara yaitu secara Objektif dan Subjektif. Parameter Objektif merupakan kriteria menentukan akustik melalui penghitungan secara fisika dan juga untuk memperkuat data subjektif, yaitu . Parameter subjektif sangat berkaitan dengan parameter objektif. Liveness dengan RT, intimacy, fullness, clarity dengan

delay time, warmth dengan RT ditambah frekuensi, dan texture dengan seberapa banyak

pantulan.

Parameter Subjektif merupakan kriteria berdasarkan persepsi individu, seperti: intimacy (impresi dalam kualitas bunyi seolah-olah sumber bunyi dekat dengan pendengar),

spaciousness/envelopment (bunyi seolah-olah meliputi seluruh ruang dengan merata), fullness of tone (kualitas bunyi yang dihasilkan, berkaitan dengan RT), dan overall impressions

(penilaian rata-rata dari semua parameter yang penting) yang biasanya dipakai akustik teater dan concert hall. Parameter ini memiliki banyak kelemahan karena persepsi individu dapat berbeda satu sama lain, oleh karena itu dibutuhkan pengukuran objektif untuk memperkuat hasil pengukuran. Semua parameter subjektif membutuhkan perhitungan matematis (objektif) untuk memperkuat hasil pengukuran.

Masalah akustik memang sering kali menjadi hambatan yang dapat mengurangi kualitas akustik suatu ruangan terutama untuk ruangan tertutup. Masalah yang mengurangi kualitas akustik seperti: Gema (Echoe), Pemantulan yang berkepanjangan (Long-delayed), Gaung, Pemusatan Bunyi, Ruang Gandeng, Distorsi, Resonansi Suara (Korolasi), Bayangan Bunyi, Serambi Bisikan, External Noise (Bising).

Auditorium

Auditoirium berasal dari kata audiens (penonton/penikmat) dan rium (tempat), Auditorium berarti tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Berdasarkan KBBI au·di·to·ri·um (n) adalah bangunan atau ruangan besar yg digunakan untuk mengadakan pertemuan umum, pertunjukan, dsb.

(8)

Berdasarkan jenis aktivitas yang berlangsung di dalamnya, maka suatu auditorium dibedakan jenisnya menjadi: Auditorium untuk pertemuan (seminar, konferensi, rapat besar, dan lain-lain) Reverberation time (RT) untuk auditorium untuk pertemuan berada pada 0-1 detik, dengan waktu dengung yang ideal 0,5 detik; Auditorium untuk pertunjukan seni yang dibedakan menjadi auditorium yang menampung aktivitas musik saja dan yang menampung aktivitas musik sekaligus gerak. Reverberation time (RT) untuk auditorium seni (terutama seni musik) berada pada 1-2 detik, dengan waktu dengung yang ideal 1,5 detik; Auditorium

multifungsi, yaitu auditorium yang tidak dirancang secara khusus untuk fungsi percakapan

atau musik, namun sengaja dirancang untuk berbagai keperluan tersebut, termasuk pameran produk, perhelatan pernikahan, ulangtahun, dan lain-lain. Auditorium multifungsi dapat berfungsi maksimal bagi bermacam-macam kegiatan, sehingga harus memiliki penyelesaian interior yang fleksibel (dapat diubah-ubah) untuk mampu menyajikan waktu dengung ideal yang berbeda-beda.

Secara garis besar bagian di dalam auditorium dapat dibedakan menjadi:

1. Ruang-ruang utama, yang meliputi ruang panggung dan ruang penonton, baik ruang penonton lantai satu maupun lantai balkon.

2. Ruang-ruang pendukung, yang meliputi ruang persiapan pementasan, toilet, kafeteria, hall, ruang tiket, dan lain-lain

3. Ruang-ruang servis, yang meliputi ruang generator, ruang pengendali udara, gudang peralatan, dan lain-lain.

Akustik  Auditorium  

Persyaratan kondisi mendengar yang baik dalam suatu auditorium adalah: 1. Kekerasan (loudness) yang cukup

2. Energi bunyi harus didistribusi secara merata (terdifusi) dalam ruang

3. Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk memungkinkan penerimaan bahan acara yang paling disukai oleh penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain

4. Ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik (gema, pemantulan yang berkepanjangan (long-delayed reflection), gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan bunyi, dan resonansi ruang.

(9)

6. Penyelesaian lantai, plafon, dinding panggung 7. Penyelesaian Area penonton (lantai, plafon, dinding) 8. Penyelesaian Balkon

Untuk mengukur kualitas akustik sebuah ruangan, terdapat dua sisi, secara objektif berdasarkan kepada besaran-besaran fisika, mengindetifikasi kondisi akustik optimum sesuai dengan ‘preferensi’ dari pendengarnya dan secara subjektif (subjective preference) dari orang yang menilainya. Meskipun sering didasarkan kepada besaran-besaran fisika.

Pengukuran akustik dapat dilakukan berdasarkan desain ruang yang ada (existing) atau prediksi dari rencana/desain ruang yang akan dibangun, dapat dilakukan dengan beberapa cara:

1. Secara langsung pada ruangan tersebut

2. Dengan menggunakan prediksi berdasarkan rumus-rumus kriteria yang ada (secara empiris)

3. Dengan menggunakan kepekaan pendengaran seseorang (secara subjektif)

4. Dengan menggunakan teknik modeling untuk memprediksi kualitas akustik menggunakan simulasi komputer (akustik geometris)

5. Menggunakan beberapa metoda di atas dan memperbandingkannya.

PEMBAHASAN

Penulis membahas dua studi kasus yaitu Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta karena kedua bangunan ini dibangun pada jaman yang berbeda, sehingga perlu adanya analisis lebih lanjut apakah dengan adanya perbedaan jaman tersebut, bangunan ini masih mengikuti kaidah ideal Akustik Auditorium yang baik.

Goethe Haus (2002) Gedung Kesenian Jakarta (1814)

Gambar 3 Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta

(10)

Goethe-Institut di Jakarta merupakan salah satu cabang dari Goethe-Institut dunia, dan menjadi perwakilan dari bagian Asia Tenggara. Awal mulanya Goethe-Institut Jakarta berada di daerah Matraman, bangunan rumah yang digunakan sebagai ruang kursus ditambah dengan lobi serbaguna. Pada tahun 2002 akhirnya dipindahkan menjadi ke Sam Ratulangi, kepindahan ini dikarenakan kebutuhan ruang untuk berkegiatan yang menjadi lebih banyak (baik bahasa, perpustakaan, maupun kegiatan seni dan pertunjukkan) sehingga membutuhkan area yang lebih luas.

Ide munculnya Gedung Kesenian Jakarta berasal dari Gubernur Jenderal Belanda, Daendels, kemudian direalisasikan oleh Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1814 yang merasa prihatin ketika pertama kali menduduki Batavia (sekarang menjadi Jakarta) pada tahun 1811 karena menyaksikan kota ini tidak memiliki gedung kesenian.

Goethe Haus

Gambar 4 Skema Kesimpulan Goethe Haus

Sumber: Pribadi Bagian Auditorium R. Utama R. Pendukung R. Servis Panggung Jarak ke lantai: 0,9 m Penonton Trap/Undakan Kapasitas: 301 Jarak antar Kursi: 0,7 m Jumlah kursi perbaris:

Tidak sesuai syarat Peredam Bunyi Jauh dari Auditorium Jenis Auditorium Pertunjukan Seni Bentuk Auditorium Tak Teratur (Gabungan) Panggung Terbuka

(11)

Goethe Haus merupakan Auditorium untuk pertunjukkan seni yang mayoritas digunakan untuk musik dan film. Untuk area panggung yang digunakan yaitu panggung terbuka dimana area panggung menjorok ke depan. Jarak antara lantai panggung dan penonton sesuai dengan ideal sebuah Auditorium yaitu sebesar 90 cm.

Area penonton di Goethe Haus yang berkapasitas 301 kursi penonton menggunakan undakan/trap yang menguntungkan dalam pemasangan furnitur, tetapi ini menjadi merugikan karena tangga menggunakan bahan parquet yang dapat menghasilkan bunyi ketika berjalan dan menyulitkan pergerakan orang tua/kurang mampu.

Jarak antar kursi (depan-belakang) yang hanya 70 cm, dibawah standar yaitu minimal 86 cm yang membuat ketidaknyamanan dalam bersirkulasi. Begitu pula dengan jumlah kursi perbaris di Goethe Haus mayoritas lebih dari 15 kursi yang dapat menyulitkan sirkulasi. Ruang pendukung yang mengelilingi Auditorium selain menjadi pendukung Auditorium juga sebagai ruang peredam bunyi bising dari luar. Hal ini didukung dengan penempatan ruang servis yang jauh dari Auditorium yang akan mengurangi kebisingan baik secara airbone maupun structurebone sound.

Bentuk Auditorium di Goethe Haus merupakan gabungan dari bentuk kipas (bentuk auditorium yang mengecil di ujung) dan tapal kuda (penempatan kursi penonton melengkung) yang mengikuti kondisi area/luas Goethe Haus yang tidak begitu besar.

Atap yang digunakan adalah atap datar yang sebenarnya akan hanya menyediakan pemantulan dengan waktu tunda yang singkat yang terbatas, oleh karena itu, penyelesaian dilakukan dengan permainan plafon dengan menonjolkan bidang yang ada dan penambahan papan akustik sebagai peredam suara.

Penggunaan sound system untuk kegiatan musik di Goethe Haus bertujuan untuk menambah kualitas bunyi, meskipun tidak selalu dipakai dalam kegiatan musik. Penempatan loudspeaker merupakan kombinasi dari jenis terpusat dan tersebar yang menghasilkan bunyi dapat terdengar baik di seluruh ruangan.

(12)

Hasil pengukuran SLM terlihat bahwa kekuatan bunyi yang diterima di setiap posisi mendapatkan porsi yang sama/merata. Untuk pengukuran RT berada sedikit di bawah syarat yang ditentukan, tetapi masih sesuai dalam waktu dengung yang baik, dikarenakan idealnya berada di antara 1-2 detik.

Gedung Kesenian Jakarta

Gedung Kesenian Jakarta merupakan Auditorium untuk pertunjukkan seni yang mayoritas digunakan untuk seni pertunjukan, tari musik dan peran. Untuk area panggung yang digunakan yaitu panggung proscenium dimana menggunakan batasan antara penonton dan pemain (jarak antara lantai panggung dan penonton dan penggunaan curtain wall sebagai penutup area penonton. Jarak antara lantai panggung dan penonton sebesar 1,17 m dimana tidak sesuai dengan persyaratan dan membuat penonton menjadi mendongak (di bagian kursi depan). Hal ini didukung dengan pendapat dari mbak Putu sebagai Humas GKJ.

Gambar 5 Skema Kesimpulan Goethe Haus

Sumber: Pribadi Bagian Auditorium R. Utama R. Pendukung R. Servis Panggung Jarak ke lantai: 1,17 m Penonton Lantai: Inclined

Kapasitas: 472

Jarak antar Kursi: 0,85 m Jumlah kursi perbaris:

Sesuai syarat Peredam Bunyi Jauh dari Auditorium Jenis Auditorium Pertunjukan Seni Bentuk

Auditorium Tak Teratur (Gabungan)

Panggung

(13)

Area penonton GKJ berkapasitas 472 kursi penonton menggunakan sistem penataan lantai miring (inclined) dimana bunyi lebih mudah diserap bila merambat melewati penonton dengan datang miring (grazing incidence) apalagi dengan penggunaan material busa dan karpet sebagai pelapis lantai, yang tidak menyebabkan bunyi ketika orang berjalan.

Jarak antar kursi (depan-belakang) sebesar 85 cm sesuai dengan syarat hanya saja menurut penulis jarak 15 cm untuk sirkulasi orang juga kurang cukup, dimana orang yang duduk akan berdiri dan menyilahkan orang masuk. Jumlah kursi perbaris di GKJ sudah sesuai dengan ideal penyelesaian area penonton, sehingga sirkulasi pergerakan menjadi lebih mudah.

Ruang pendukung pada GKJ yang mengelilingi Auditorium sama seperti Goethe Haus dimana selain menjadi pendukung Auditorium juga sebagai ruang peredam bunyi bising dari luar. Penempatan ruang servis yang jauh dari Auditorium juga dapat mengurangi kebisingan baik secara airbone maupun structurebone sound.

Bentuk Auditorium di GKJ merupakan pengembangan dari penggabungan bentuk segiempat dengan penambahan blakon seperti bentuk tapal kuda tetapi bukan kotak-kotak balkon, dan bagian belakang yang melengkung. Dinding yang melengkung sebenarnya dapat menghasilkan pemusatan bunyi tetapi GKJ telah menyelesaikan dengan penggunaan material yang dapat menyebarkan bunyi yang disebut wood slat.

Atap yang digunakan adalah atap kubah/dome, dimana atap tersebut diselesaikan secara akustik untuk mengurangi terjadinya pemusatan bunyi. Setengah bagian di dekat panggung menggunakan multiplek sebagai pemantul bunyi dan sebagian menggunakan wood slat sebagai penyebar bunyi.

Penggunaan sound system untuk kegiatan musik di GKJ bertujuan untuk menambah kualitas bunyi, hanya saja ketika menggunakan sound system kualitas bunyi yang dihasilkan tidak merata dan terpusat di tengah dan bagian lainnya terdengar cempreng. Hal ini dikarenakan penyelesaian akustik GKJ sudah sangat baik, yaitu merambatkan bunyi dari sumber bunyi di depan panggung menuju penonton, dengan penambahan loudspeaker yang berfungsi

(14)

menambah sumber bunyi malah akan mengurangi kualitas bunyi yang sebenarnya sudah dangat baik. Penempatan loudspeaker merupakan kombinasi dari jenis terpusat dan tersebar. Hasil pengukuran SLM terlihat bahwa kekuatan bunyi yang diterima di setiap posisi mendapatkan porsi yang sama/merata. Untuk pengukuran RT berada sudah sesuai dengan syarat yang ditentukan, sehingga secara keseluruhan GKJ merupakan Auditorium dengan penyelesaian akustik yang sangat baik.

Analisis Keseluruhan

Secara garis besar dua studi kasus ini berbeda satu sama lain. Jika melihat dari sejarah pembangunannya, kedua bangunan ini dibangun pada zaman yang berbeda. Goethe Haus merupakan bangunan baru (dibangung tahun 2002) dimana lebih menekankan pada konsep modern dengan bentuk Auditorium yang sederhana, dinding dan plafon yang datar, serta tidak menggunakan ornamen sebagai pelapis ruang Auditorium ini. Hal ini kemudian di selesaikan dengan penggunaan elemen-elemen yang sesuai seperti papan akustik yang secara visual tidak mengganggu bahkan menjadi menarik dengan warna jingganya, tanpa melupakan sifat material sebagai penyerap bunyi.

Ini berkebalikan dengan Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) yang dibangun sejak tahun 1814 dan dengan pengaruh Belanda di dalamnya yang membuat bangunan ini memiliki kerumitan dalam segi bentuk dan hampir keseluruhan Auditorium dilapisi ornamen yang sangat indah yang dijadikan selain kepuasan visual sekaligus menjadi elemen penyelesaian akustik.

!"#$%&'%()&*+"&, !"#$%&'%()&*+"&,

-#")*!)&..%&. /"&,0*-#")*!)&..%&. 1"#2%() !"#$%&'()*

/)#)(*3)&$),*4)&..%&.*5)&*4"&6&$6& 789*: ;8;<*:

=)&$),*4"&6&$6& >&5)()&?+",- :,#,&.?('%.('&/

@)4)0,$)0 A7; B<C /%:3)D*(%#0,*4"#*2)#,0 1,5)(*0"0%),*0E)#)$ +"0%),*0E)#)$ /)#)(*)&$)#*(%#0,*F5"4)&*2"3)()&.G 78<*: 78HI*: J"&."3,3,&.,*-%5,$6#,%: J"&."3,3,3&.,*-%5,$6#,%: K,3%)#*L)&.%&)&*F-M*+"&$#)3*5)&*1"(&,0G K,3%)#*L)&.%&)&*F-M*+"&$#)3G 1)(*1"#)$%# 1)(*1"#)$%# K)$)# @%2)D J"&):2)D*(%)3,$)0*F5,4)(),*%&$%(*N,3:G J"&.%#)&.,*(%)3,$)0*)(%0$,( +=J @"(%)$)&*L%&E,*J"#)$) @"(%)$)&*L%&E,*J"#)$) O1 K,2)P)D*+E)#)$ +"0%),*0E)#)$ :":2%)$*#%)&.*5,*0"("3,3,&.*-%5,$6#,%: :"&..%&)()&*:)$"#,)3*4"#"5):*2,0,&. 56%23"*566# !"#$%!&'"("%)*%&+*'*,-* J":2%)$*#%)&.*5,*0"("3,3,&.*-%5,$6#,%: /"&,0*-%5,$6#,%: !."-/"&/*$( !"&E"3"0),)&*L,0,&. O%)&.*>$):) -#")*!"&6&$6& 0#)'/102$+&* !"&.%(%#)& O%)&.*!"&5%(%&. O%)&.*+"#Q,0 L"&$%(*-%5,$6#,%: -$)4

(15)

Persamaan dari kedua studi kasus ini terletak pada penataan ruang pendukung yang mengelilingi Auditorium sebagai ruang peredam bunyi dan ruang servis yang diletakkan jauh dari Auditorium. Hal ini memang menjadi salah satu penyelesaian secara akustik yang baik untuk mengurangi kebisingan dari luar.

GKJ menjadi lebih nyaman dibandingkan dengan Goethe Haus karena Auditorium GKJ menggunakan ornamen secara menyeluruh yang dapat membuat bunyi dapat tersebar dengan sangat baik dan merata, sehingga bunyi yang didengar di Auditorium GKJ akan terasa lebih ‘penuh’.

Jarak kursi baik di Goethe Haus maupun di GKJ berada di bawah persyaratan ideal yaitu minimal 86 cm, sehingga penonton akan merasa kurang nyaman dalam bersirkulasi keluar-masuk dari kursi tersebut. Tetapi secara akustik, hal ini menguntungkan, karena jarak lintasan bunyi yang dicapai akan menjadi lebih pendek dikarenakan jarak dari sumber bunyi hingga penonton paling jauh menjadi pendek.

Kekuatan/intensitas bunyi yang dihasilkan dari sumber bunyi di kedua studi kasus ini merata, sehingga di setiap kursi penonton akan mendapatkan porsi kekuatan bunyi yang kurang lebih sama satu sama lain. Dengan penambahan sound system, yang seharusnya dapat memperbaiki kekuatan bunyi yang dihasilkan justru tidak terjadi di GKJ, dimana malah mengurangi kualitas akustik yang sebenarnya sudah sangat baik ketika tanpa sound system. Untuk Goethe Haus, dengan penambahan sound system cukup memperbaiki kualitas bunyi, meskipun begitu akan lebih baik jika tanpa bantuan sound system. Jadi, pengggunaan sound system belum tentu akan memperbaiki kualitas bunyi akustik, tetapi bisa juga memperburuknya.

Dari hasil pengukuran waktu dengung (RT), kedua studi kasus sudah sesuai dengan syarat ideal akustik Auditorium yaitu berkisar antara 1-2 detik. Meskipun begitu GKJ yang memiliki RT 1,6 detik lebih panjang 0.2 detik di bandingkan Goethe Haus sehingga Auditorium GKJ menjadi lebih ‘hidup’, ‘penuh’ dan ‘hangat’.

Secara keseluruhan, kedua studi kasus ini sudah sesuai dengan kriteria ideal akustik auditorium baik dengan pengukuran objektif maupun subjektif (wawancara dan pengalaman

(16)

pribadi penulis). Meskipun begitu, berdasarkan penjabaran sebelumnya, dapat disimpulkan Auditorium GKJ lebih baik dibandingkan Goethe Haus.

Kesimpulan

Musik adalah salah satu seni musik sebagai bentuk pengekspresian ide-ide atau emosinya dengan cara pemuasan indera manusia. Seni musik termasuk seni dinamis dimana seni pemuasan indera pendengaran (telinga) yang berkaitan dengan ruang dan waktu dan keduanya disatukan dengan prinsip unity (kesatuan), sehingga menikmati musik dari awal sebagai satu kesatuan menjadi suatu kemutlakan.

Manusia mendengarkan musik melalui indera pendengaran yaitu telinga, berawal dari sumber bunyi yang menjadi rangsangan/stimulus, merambat melalui udara sebagai perantaranya, hingga sampai ke telinga manusia sebagai penerima rangsangan sebagai sensasi, setelah itu manusia mengolah data tersebut menjadi persepsi dan akhirnya menjadi suatu konsepsi yang bersifat subjektif. Hal ini dipengaruhi oleh perasaan pengamat saat itu, sudut pandang yang digunakan, ingatan dan fantasi, dan pengalaman yang telah ada sebelumnya.

Respon yang timbul terhadap suatu pengalaman musik, tidak tergantung pada musik yang diterima pada satu momen tertentu, namun merupakan akumulasi (analisa keseluruhan) pengalaman pendengar terhadap komposisi musik tersebut. Musik itu abstrak, penuh dengan hal yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata. Imajinasi yang merespon musik bersifat personal dan asosiatif dan logis mempengaruhi ritme tubuh.

Seni musik bukan hanya komposisi suara dan nada, melainkan juga bagaimana komposisi ide, cerita, emosi yang ingin disampaikan oleh komposer yang akhirnya mempengaruhi emosi/perasaan manusia sebagai pendengar melalui dua komponen yaitu baik secara fisik (fungsi tubuh) yang menentukan intensitas dari emosi yang ditimbulkan atau psikis (memori, pemikiran, dan persepsi) yang menentukan kualitas emosi yang timbul.

Terdapat beberapa aspek musik yang mempengaruhi emosi manusia yang berkaitan dengan akustik suatu ruangan tertutup, yang disebut respon impuls (impulse response) yaitu oleh

(17)

kriteria objektif melalui penghitungan (RT, EDT, D50, C50;C80, TS, TTB, dan Background

Noise), subektif berdasarkan persepsi individu seperti intimacy (impresi dalam kualitas bunyi olah sumber bunyi dekat dengan pendengar), spaciousness/envelopment (bunyi seolah-olah meliputi seluruh ruang dengan merata), fullness of tone (kualitas bunyi yang dihasilkan, berkaitan dengan RT), dan overall impressions (penilaian rata-rata dari semua parameter yang penting), serta desain dan ukuran Ruang Tertutup. Aspek-aspek ini saling berkaitan dan mendukung satu sama lain.

Akustik adalah ilmu bunyi yang membahas mengenai penginterpretasian bunyi melalui indera pendengaran kita. Terdapat beberapa karakter/sifat bunyi terhadap akustik seperti (1) penyerap bunyi (Absorber), (2) Pemantul Bunyi (Reflector), (3) Penyebaran Bunyi (Diffuser), (4) Pembelokkan Bunyi (Difractor), (5) Bunyi yang di transmisikan (Transmitter), (6) Bunyi yang hilang dalam struktur bangunan, (7) Bunyi yang dirambatkan oleh struktur bangunan, dan (8) Dimensi.

Suatu Auditorium merupakan tempat berkumpulnya penonton untuk menyaksikan suatu acara tertentu. Merancang suatu Auditorium yang baik secara akustik haruslah sesuai dengan syarat dan ideal akustik suatu Auditorium seperti: (1) Kekerasan (loudness) yang cukup, (2)Energi bunyi harus didistribusi secara merata (terdifusi) dalam ruang, (3) Karakteristik dengung optimum harus disediakan dalam auditorium untuk memungkinkan penerimaan bahan acara yang paling disukai oleh penonton dan penampilan acara yang paling efisien oleh pemain, (4) Ruang harus bebas dari cacat-cacat akustik (gema, pemantulan yang berkepanjangan

(long-delayed reflection), gaung, pemusatan bunyi, distorsi, bayangan bunyi, dan resonansi ruang.

(5) Dimensi/bentuk auditorium, (6) Penyelesaian lantai, plafon, dinding panggung (7) Penyelesaian Area penonton (lantai, plafon, dinding), dan (8) Penyelesaian Balkon.

Selain mengikuti persyaratan ideal akustik, penghitungan/pengukuran akustikpun harus dilakukan untuk menghasilkan kualitas akustik Auditorium yang baik. Pengukuran dilakukan dengan dua cara yaitu secara subjektif (pengamatan seseorang) yang bersifat persepsi dan objektif melalui besaran-besaran fisika, pengukuran subjektif bersifat mendukung dan melengkapi pengukuran objektif. Dua cara pengukuran akustik secara objektif yang cukup mudah yaitu menggunakan alat yang disebut sound level meter (SLM) dan pernghitungan waktu dengung/reverberation time (RT) secara matematis.

(18)

Berdasarkan dua studi kasus yang dibahas, kedua bangunan ini dibangun pada zaman yang berbeda, Goethe Haus merupakan bangunan baru yang lebih menekankan pada konsep modern dimana bentuk Auditorium yang sederhana, dinding dan plafon yang datar, serta tidak menggunakan ornamen yang melapisi Auditorium ini berkebalikan dengan Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) yang dibangun sejak tahun 1814 dan dengan pengaruh Belanda di dalamnya yang membuat bangunan ini memiliki kerumitan dalam segi bentuk dan ornamen, dan menjadikan ornamen tersebut sebagai elemen akustik.

Meskipun dibangun pada zaman yang berbeda, tetapi tetap mengikuti kaidah ideal akustik Auditorium secara baik, dimana waktu dengung (RT) yang dihasilkan sesuai dengan syarat yaitu berkisar antara 1-2 detik, sehingga kualitas bunyi yang didengar akan menjadi lebih ‘hidup’, ‘penuh’, dan ‘hangat’. Meskipun begitu, GKJ memiliki RT sedikit lebih panjang dari Goethe Haus sehingga lebih mendapatkan kepenuhan bunyi ketika mendengarkan musik yang ditampilkan di Auditorium GKJ.

Penyelesaian akustik di kedua Auditorium baik di Goethe Haus maupun di GKJ tidak terlalu rumit dikarenakan bangunan ini berkapasitas kecil dengan dimensi yang kecil sehingga jarak lintasan bunyi yang dihasilkan akan lebih pendek bila dibandingkan dengan kapasitas dan dimensi besar.

Secara keseluruhan, kedua studi kasus ini berdasarkan kriteria ideal akustik auditorium, pengukuran objektif maupun subjektif (wawancara dan pengalaman pribadi penulis) sudah cukup sesuai, meskipun begitu GKJ memiliki kenyamanan yang lebih baik secara kepenuhan, kehidupan, dan kehangatan bunyi yang di dapat dan paling mendekati ideal akustik Auditorium.

(19)

KEPUSTAKAAN SUMBER BERUPA BUKU:

Ambarwati, Dwi Retno Sri, Perancangan Akustik Interior Gedung Pertunjukkan, Yogyakarta Barron, Michael, Auditorium Acoustics and Architecctural Design, London, 2009

Charles W. Hughes, The Human Side of Music, DA Capo Press, 1970, New York Dallin, Leon, listener’s Guide, Iowa, 1959

Gani, Anastasia Cinthya, Evaluasi Kualitas Akustik Teater Pertunjukkan Musik Tradisional di Indonesia, Depok, 2012

James Cowan Senior Consultant, Architectural Acoustics Design Guides, New York 2000 L. Doelle, Leslie, Akustik lingkungan, Jakarta, 1990

Mediastika, Christina E., Akustika Bangunan Prinsip-prinsip dan Penerapannya di Indonesia Natasya, Kajian Awal Interpretasi Ruang dalam Musik dan Arsitektur, 2003

Raffman, Diana, Language, Music, and Mind, The MIT Press, 1993, Cambridge, Massachusetts

Satwiko, Prasasto, Fisika Bangunan, Yogyakarta, 2008

Smith, B.J, Peters, R.J, Owen, Stephanie, Acoustic and Noise Control, London and New York, 1985

Tel, Irwan, Kajian tentang Bunyi sebagai Pembentuk Persepsi Ruang, Depok, 2003

SUMBER BERUPA ARTIKEL DARI MEDIA ELEKTRONIK:

Akoestische.blogspot.com/2011/11/berbicara-sedikit-tentang-akustik/ 29.04.2013 14.30 blogs.itb.ac.id/jsarwono/2009/04/10/waktu-dengung-reverberation-time/ 10.04.2013 18.18 http://www.stpauls.co.uk/Cathedral-History/Explore-the-Cathedral/Climb-the-Dome 24.05.2013 pukul 23.53 http://kbbi.web.id/auditorium 18.04.2013 12.00 Jokosarwono.wordpress.com/2008/04/12/fenomena-akustik-dalam-ruang-tertutup/ 10.04.2013 14.15 Jokosarwono.files.wordpress.com/2010/03/uts-akustik-adrian.pdf/ 10.04.2013 pukul 13.50 Merthayasa.wordpress.com/2011/10/23/414/ 10.04.2013 16.20

Siagian, Yohanes, Makalah Akustik, www.academia.edu/1478474/ MAKALAH_akustik 10 april 2013 16.00

(20)

www.M-w.com/dictionary

http://Id.shvoong.com/exact-science/architecture/2284872-pengertian-dan-definisi-akustik/ 29.04.2013 14.35

wikarmawan.wordpress.com/2011/01/31/sistem-akustik-ruang/ 29.04.2013 14.55

SUMBER LAIN:

Catatan Perkuliahan Akustik, 2011

Dewiyanti Delim, Putu, Wawancara, Jakarta, 19 Mei 2013 Legoh, Finarya, Wawancara, Depok, 11 April 2013 Rizki, Wawancara, Jakarta, 17 Mei 2013

Gambar

Gambar 2 Tiga elemen akustik
Gambar 3 Goethe Haus dan Gedung Kesenian Jakarta  Sumber: Pribadi
Gambar 4 Skema Kesimpulan Goethe Haus  Sumber: Pribadi Bagian Auditorium R. Utama R. Pendukung R
Gambar 5 Skema Kesimpulan Goethe Haus  Sumber: Pribadi Bagian Auditorium R. Utama R. Pendukung R

Referensi

Dokumen terkait

Operasi hitung Garis bilangan terletak pada dapat dilakukan Bilangan Masalah yang berkaitan dengan uang diterapkan pada Jumlah harga sekelompok barang Menghitung uang

BOGOR 2010.. Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengkajian Aktivitas Kepelabuhanan PPN Kejawanan Cirebon dalam Upaya peningkatan Kinerja Sektor Perikanan

Dengan meningkatnya jenis perahu, dari jukung tradisional menjadi jukung dengan menggunakan mesin tempel atau jukung mesin tempel 8 PK ditingkatkan menjadi 15

Gelombang dari laut dalam yang bergerak menuju pantai akan bertambah kemiringannya sampai akhirnya tidak stabil dan pecah pada kedalaman tertentu yang disebut dengan

Setelah itu, Direktur akan menandatangani Purchase Order (PO) sebagai tanda persetujuan pesanan. Jika PO tersebut tidak ditandatangani oleh Direktur, maka Bagian

Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas air irigasi untuk lahan sawah padi di Kelurahan Cimincrang Kecamatan Gedebage Kota Bandung Provinsi Jawa Barat masih

Perbedaan kadar air yang terlihat sangat berbeda terdapat pada jenis bahan bakar tumbuhan bawah D.linearis yakni termasuk kadar air bahan bakar yang sangat tinggi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada proses pengendalian intern dalam pemberian kredit di Koperasi Simpan Pinjam Kopdit Marsudi Mulyo, masih ditemukan bahwa adanya