• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Petani terhadap Mutu Benih Jagung (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemahaman Petani terhadap Mutu Benih Jagung (Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

546

Pendahuluan

Pelepasan varietas baik bersari bebas ataupun hibrida, telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produktivitas ataupun produksi, namun pengembangannya sangat lamban. Periode 1986-1987 pangsa pa-sar varietas unggul terhadap penyebaran be-nih baru mencapai 27% dan pada tahun 1992 meningkat menjadi 44% (CYMMYT, 1994). Pa-da kondisi terakhir, pangsa varietas unggul te-lah mencapai 80% yang terdiri dari 24% va-rietas hibrida dan 56% bersari bebas (Pingali, 2001), tetapi data yang dikutip Kasryno (2002), menunjukkan bahwa adopsi jagung hi-brida di Indonesia baru mencapai 10%. Survei yang dilakukan oleh Nugraha et al (2002) me-nunjukkan bahwa dari 19 propinsi yang telah disurvei, jumlah varietas unggul yang diguna-kan petani baru mencapai 75% yang terdiri

dari 48% bersari bebas dan 27% hibrida. Per-bedaan data tersebut karena sebagian petani menggunakan benih hasil turunan.

Penggunaan varietas unggul telah cu-kup tinggi tetapi sebagian petani masih meng-gunakan benih turunan selama bertahun-tahun tanpa pemurnian benih, manajemen produksi serta pasca panen yang tepat, se-hingga dikhawatirkan terjadi percepatan pe-nurunan mutu genetiknya terutama jika di-tanam berdampingan dengan varietas lokal yang tingkat produksinya rendah.

Petani menanam jagung turunan kare-na masih sulitnya memperoleh benih secara tepat waktu, dan harga benih masih dianggap mahal oleh petani karena itu diperlukan pe-mahaman petani terhadap mutu benih jagung. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifi-kasi pemahaman petani terhadap mutu benih jagung.

Pemahaman Petani terhadap Mutu Benih Jagung

(Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan)

Margaretha Sl, dan Rahmawati

Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi 274, Maros Sulawesi Selatan

Abstrak

Studi pemahaman petani terhadap mutu benih jagung di Provinsi Sulawesi Selatan, dilaksanakan pada bulan Mei – Juni 2004, dengan tujuan untuk mengidentifikasi pemahaman petani terhadap mutu benih jagung. Metode survei digunakan dalam penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari in-stansi terkait sedang data primer diperoleh dengan mewawancarai 30 responden dengan mengguna-kan metode acak sederhana. Hasil penelitian menunjukmengguna-kan bahwa pemahaman petani terhadap penyimpanan benih jagung masih kurang sebab dengan penyimpanan benih secara tradisonal mem-berikan peluang tumbuh dan berkembangnya jamur serta hama. Berdasarkan sampel yang diperoleh dilapangan dan diuji dilaboratorium, masih banyak benih yang tidak sesuai dengan standarisasi mutu benih, terutama di Kabupaten Bulukumba, ditemukan benih berjamur 19,44% > 3%. Hal ini ditunjang dengan hasil uji statistik bahwa cara penyimpanan benih tidak berpegaruh nyata terhadap mutu benih, tetapi tempat penyimpanan memberi pengaruh yang sangat nyata di Kabupaten Jene-ponto dan di Kabupaten Bulukumba nyata pengaruhnya.

(2)

547

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Propinsi Sulawesi Selatan dari bulan Mei – Juni 2004 mengguna-kan metode survei. Sampel diambil menggu-nakan metode acak sederhana (Simple Ran-dom Sampling), yang selanjutnya mewawan-carai 30 responden dengan menggunakan daf-tar pertanyaan sebagai data primer, sedang data sekunder diperoleh dari instansi terkait.

Data sosial ekonomi meliputi potensi lahan, luas panen, produksi dan produk-tivitas, penyebaran varietas serta kegiatan pasca panen meliputi: panen, pemipilan, pengeringan, sortasi, pengepakan dan traspor-tasi. Data yang terkumpul kemudian ditabulasi selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan Chi Square (X2) dengan rumus: (Sujana, 1989)

(fo-ft)2

X2 = ∑ ---

Ft Dimana: X2 = Chi Square

∑ = Sigma= Jumlah

fo = Frekuensi yang diamati ft = Frekuensi yang diharapkan Benih yang diperoleh dari hasil survei, dianalisis untuk mengetahui kualitas fisik dan fisiologisnya di Laboratorium Balitsereal den-gan tolok ukur sebagai berikut:

Daya berkecambah benih

Sebanyak 100 butir benih dari setiap ulangan ditanam pada media pasir halus. Pen-gamatan dilakukan pada hari ke tiga, empat dan lima setelah tanam. Selain untuk pengu-jian daya berkecambah benih, juga untuk tolok ukur kecepatan tumbuh benih. Pengamatan dilakukan atas dasar kriteria kecambah

nor-mal, abnormal dan mati. Kecambah normal dikelompokkan menjadi dua yaitu kecambah normal kuat dan normal lemah. Jumlah ke-cambah normal pada hari ke 4 (kumulatif) me-rupakan data keserempakan tumbuh benih. Kecepatan tumbuh benih

Data diperoleh dari substrat penguji-an daya berkecambah benih. Setiap kali pen-gamatan, jumlah persentase kecambah normal dibagi dengan etmal (24 jam). Nilai etmal ku-mulatif diperoleh dari saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan. Rumus yang digunakan menurut adalah:

(Xi-Xi-1)

KT = --- Ti

Dimana: KT = Kecapatan tumbuh (%/etymal) Xi = Persentase kecambah normal

pada etmal ke i

Ti = Waktu pengamatan dalam etmal

Hasil dan Pembahasan

Keadaan Umum Daerah Penelitian

Potensi sumberdaya lahan kering di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba cukup besar yakni 36.981 ha dan 38.988 ha dan se-bagian besar ditanami jagung varietas bersari bebas, hibrida dan lokal (Tabel 1).

Penyebaran varietas yang ditunjukkan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa varietas bersari bebas mendominasi pertanaman jagung di Kabupaten Jeneponto sedang di Ka-bupaten Bulukumba didominasi varietas Hi-brida. Hal ini sejalan dengan Margaretha et al (1993) bahwa petani lebih menyukai varietas unggul (jagung kuning) selain karena produk-sinya yang tinggi, juga untuk memenuhi per-mintaan pakan ternak dan industri.

(3)

548 Pascapanen primer benih jagung

Setiap proses kegiatan pascapanen: pemanenan, pengangkutan, pengeringan, sor-tasi, pemipilan dan penyimpanan (Gambar 1),

merupakan sumber kemungkinan terjadinya kehilangan hasil baik kualitas maupun kuanti-tas yang disebabkan oleh keterlambatan kare-na terjadinya penundaan, kesalahan pekare-nanga- penanga-nan peralatan yang tidak tepat.

Tabel 1. Luas lahan dan realisasi penyebaran varietas jagung di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba. Propinsi Sulawesi Selatan. 2002/2003

Sumber: Diperta dan BPS Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Diperta Sulsel. 1999

Keterangan Kabupaten Jeneponto Kabupaten Bulukumba

Unit % Unit %

Potensi Lahan (ha) 52.652 100 61.308 100

Lahan sawah (ha) 15.671 30 22.320 36

Lahan Kering (ha) 36.981 70 38.988 64

Penyebaran Varietas jagung 38.145 100 19.190 100

Hibrida (ha) 7.252 19 10.788 56

Bersari bebas (ha) 19.051 50 1.464 8

Lokal (ha) 11.842 31 6.938 36

Luas panen (ha) 36.604 - 27.061 -

Produksi (t) 112.375 - 64.379 - Produktivitas (t/ha) 3,35 - 2,38 - Panen ↓ Pengangkutan ↓ Pengupasan ↓ Sortasi ↓ Pengeringan ↓ ↓ Penyimpanan Pemipilan ↓ Penyimpanan biji

(4)

549 Panen

Petani umumnya memanen jagung berdasarkan kenampakan klobot atau tana-man, masing-masing 96% dan 89% di Kabu-paten Bulukumba dan Jeneponto, sisanya 4% dan 11%, memanen berdasakan umur tana-man. Cara panen dan sistem tenaga kerja yang digunakan, disajikan pada Tabel 2.

Cara pemanenan jagung yang disajikan Tabel 2, umumnya dengan cara memuntir jagung berkelobot baik di Kabupaten jene-ponto maupun Bulukumba masing-masing 81% dan 96%, cara tebas 19% di Kabupaten Jeneponto dan 4% di Kabupaten Bulukumba.

Sistem tenaga kerja pemanenan di Ka-bupaten Jeneponto dan Bulukumba umum-nya dari dalam keluarga yaitu 62% dan 65% (Tabel 2), secara gotong royong 19% dan 4%, sedang sistem upah 19% dan 30%. Besarnya

upah pemanenan antara Rp 15.000 – 20.000/ hari orang kerja termasuk satu kali makan.

Dari uraian di atas, teridentifikasi bah-wa petani belum memperhatikan mutu hasil jagung karena dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga yang jumlahnya terbatas (≤ 3 orang), membutuhkan waktu lama se-hingga tanaman lebih lama di ladang sese-hingga berpeluang tumbuh kembangnya jamur atau cendawan serta serangan hama yang berpe-ngaruh terhadap mutu hasil dan produksi jagung.

Dari Tabel 2, terlihat bahwa sebagian besar petani memanen jagung berdasarkan kenampakan kelobot/tanaman. Hal ini me-nunjukkan bahwa tanaman jagung lebih lama berada di ladang sehingga peluang tumbuh dan berkembangnya jamur/cendawan serta serangan hama lebih besar mempengaruhi mutu jagung, terutama panen saat musim hu-jan.

Tabel 2. Penentuan waktu panen, cara pemanenan dan sistem tenaga kerja pemanenan di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003

Sumber: Data primer, 2003

Lokasi penelitian Pemanenan Kabupaten Jeneponto

(%) Kabupaten Bulukumba (%) Penentuan Waktu Panen

Umur Tanaman 11 4

Kenampakan klobot/tanaman 89 96

Kekerasan Biji - -

Cara Panen

Tebang 19 4

Puntir tongkol berkelobot 81 96

Sistem Tenaga kerja Pemanenan

Keluarga 62 65

Gotong Royong 19 4

(5)

550 Pengangkutan, Sortir dan Pemipilan

Di Kabupaten Jeneponto, hasil panen diangkut dengan menggunakan kuda (82%), memikul (18%), sedang di Kabupaten Bulu-kumba, dengan menggunakan kuda (91), dan memikul (9%).

Kriteria yang dilakukan dalam melaku-kan sortir, yaitu jagung yang mempunyai ukuran kelobot besar, kelobot menutup sem-purna, warna biji mengkilat serta mempunyai barisan biji yang lurus pada tongkol disajikan pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa di Kabu-paten Jeneponto, 42% petani melakukan sor-tasi berdasarkan ukuran kelobot/tongkol, warna biji dan biji tengah serta barisan yang lurus, 7% berdasarkan ukuran tongkol berkelobot dan 52% tidak melakukan sortasi. Di Kabupaten Bulukumba, 70% melakukan sortasi berdasarkan ukuran kelobot yang be-sar, warna biji mengkilat dan barisan biji pada

tongkol lurus, 4% berdasarkan barisan biji yang lurus pada tongkol dan 26% tidak mela-kukan sortasi. Tingginya persentase petani yang tidak melakukan sortasi karena sebagian besar petani sudah lama menanam jagung hi-brida seperti BISI-2 atau C7 karena perusa-haan-perusahaan benih tersebut telah mela-kukan kerjasama dengan kelompok tani dan pedagang pengumpul ditingkat pedesaan.

Di Kabupaten Jeneponto, biji yang akan digunakan sebagai benih ditingkat pet-ani, dipipil secara manual dengan kapasitas antara 10-30 kg/jam/orang (Tabel 3). Pemipi-lan dengan cara tersebut disebabkan selain karena jagung yang akan dipipil sedikit (± 30 kg), juga karena belum tersedianya mesin pemipil jagung khusus untuk benih. Alat/ mesin pemipil yang beredar tidak sesuai di-pakai untuk benih karena mutu hasil pipi-lannya rendah, dimana biji pecah 2% dan ka-dar kotoran 0,5% (Sinuseng et al, 2001). Tabel 3. Cara sortasi dan pemipilan benih jagung di Kabupaten Jeneponto dan

Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003

Sumber: Data primer, 2003

Lokasi Penelitian (%)

Penanganan Benih Kabupaten Kabupaten

Sortasi

Berdasarkan ukuran kelobot/tongkol, warna biji dan biji 41 79

Berdasarkan ukuran tongkol berkelobot 7 74

Tidak melakukan sortasi 52 26

Pemipilan

Manual 100 100

(6)

551 Pengeringan

Pengeringan hasil panen yang umum dilakukan oleh petani di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba adalah dengan bantuan sinar matahari atau disebut penjemuran langsung. Cara atau teknologi penjemuran yang umum dilakukan adalah: pengeringan/penjemuran langsung di ladang, para – para, teras rumah dan halaman rumah (Tabel 4).

Cara pengeringan di Kabupaten Jene-ponto yang diperlihatkan pada Tabel 4 umum-nya dilakukan di rumah dalam bentuk tongkol biji (44%) sedang di Kabupaten Bulukumba dalam bentuk tongkol berkelobot (83%). Per-bedaan ini diduga akibat perPer-bedaan topografi yang dapat mempengaruhi curah hujan dan

kelembaban. Dalam proses pengeringan, curah hujan dan faktor kelembaban meru-pakan faktor yang sangat penting karena curah hujan yang tinggi pada suatu lokasi ber-dampak pada ketersediaan panas matahari yang kurang dan diikuti kelembaban yang tinggi sehingga kemampuan udara luar untuk mengikat/menyerap uap air dari bahan yang dikeringkan sangat rendah. Menurut Hender-son dan Perry (1982), kegiatan pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air biji (kadar air panen ≥ 25% basis basah menjadi 12-14% basis basah) agar tahan disimpan lama sehingga tidak terganggu oleh adanya cendawan yang bersifat mycotoxin, menu-runkan volume bahan sehingga mudah dalam penyimpanan serta pengangkutan.

Tabel 4. Cara pengeringan benih jagung di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003

Sumber: Data primer, 2003 Pengeringan

Lokasi Penelitian Kabupaten

Jeneponto Bulukumba Kabupaten Cara Pengeringan

Dikeringkan langsung di ladang dalam bentuk jagung tongkol berkelobot (%)

22 9

Dikeringkan di rumah dalam bentuk jagung tongkol berkelobot (%)

33 83

Dikeringkan di rumah dalam bentuk biji (%)

44 9

Lama Waktu Pengeringan

Pengeringan jagung tongkol berkelo-bot (hari)

7 12

(7)

552 Penyimpanan

Di Kabupaten Bulukumba, persentase petani yang melakukan penyimpanan lebih tinggi (78%) jika dibanding petani di Kabu-paten Jeneponto (48%). Hal ini disebabkan karena berkembangnya jagung hibrida (BISI-2) di Kabupaten Jeneponto sehingga petani tidak mengalami kendala untuk mendapatkan benih, sebaliknya di Kabupaten Bulukumba petani masih menanam benih turunan hasil panen sebelumnya, sehingga tempat penyim-panan bervariasi (Tabel 5).

Dari Tabel 5, terlihat bahwa 52% pet-ani di Kabupaten Jeneponto tidak menyimpan jagung untuk benih sedang di Kabupaten Bu-lukumba 22%. Persentase benih yang disim-pan dalam jangka waktu yang lama 52% di Kabupaten Bulukumba dan 44% di Kabu-paten Jeneponto. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman petani akan mutu benih masih sangat rendah. Hasil uji laboratorium terha-dap sampel benih yang disimpan petani menunjukkan benih berjamur berkisar 0 – 7% (Tabel 6)

Tabel 5. Tempat dan lama penyimpanan benih jagung di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. 2003

Sumber: Data primer, 2003

Lokasi Penelitian (%) Pengeringan

Kabupaten Jeneponto Kabupaten Bulukumba Tempat Penyimpanan Para-para 22 5 Teras Rumah 4 13 Karung 11 9 Jerigen - 4 Baskom - 4 Kolong Rumah 7 - Di Atas dapur 4 - Tidak Menyimpan 52 22

Lama Waktu Penyimpanan

2-3 bulan 4 26

(8)

553 Uji Laboratorium Mutu Benih Jagung Yang Disimpan Petani

Hasil laboratorium terhadap benih yang disimpan petani di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba menunjukkan kualitas yang rendah. Kadar air mencapai 15% di Kabupa-ten Jeneponto dan 16% di KabupaKabupa-ten Bulu-kumba. Secara rinci mutu benih petani, dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6, terlihat juga daya tum-buh benih petani sangat rendah yakni 86 di Kabupaten Jeneponto dan 87% di Kabupaten Bulukumba. Rendahnya daya tumbuh, dapat disebabkan oleh karena tingginya kadar air (15-16%), biji berjamur, berlubang atau

pe-cah. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman petani terhadap mutu benih masih rendah. Persyaratan kualitas mutu benih jagung untuk pengadaan dalam negeri, dapat dilihat pada Tabel 7.

Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa syarat mutu benih antara lain kadar air mak-simum 14%, sedang kadar air benih di kedua lokasi antara 14% - 18%, menunjukkan bahwa benih yang disimpan dikedua lokasi belum termasuk benih bermutu, karena akan cepat mengalami penurunan mutu pada kodisi suhu dan kelembaban ruang simpan yang tinggi. Hal ini mendukung suatu program pembinaan penangkar benih ditingkat petani atau kelom-pok tani pada sentra-sentra produksi jagung Tabel 6. Kualitas mutu benih jagung petani di Kabupaten Jeneponto dan Bulukumba.

Provinsi Sulawesi Selatan. 2003

Sumber: Data primer, 2003

Sampel Kadar Air (%) Daya Tumbuh (%) Biji Utuh (%) Biji Ber-jamur (%) Biji Ber-lubang (%) Biji Pecah (%) Lain-lain/ warna lain (%) Kabupaten Jeneponto

Jagung Putih (Tanpa kelo-bot)

15 96,5 99 0,4 - - -

Jagung Putih (Berkelobot) 15 75 96 4,00 - - -

Jagung Kuning (Tanpa kelo-bot)

15 87,5 94 1,85 1,85 - -

Rata-rata 15 86 96 2,08 0,62 - -

Kabupaten Bulukumba

Jagung Putih (Berkelobot) 17 96 99 - - - 0,75

Jagung Putih (Tanpa Kelo-bot)

15,5 85,5 94 0,05 6 0,25 -

Jagung Putih (Pipil) 15 87 87 - 11 - 2

Jagung Kuning (Berkelobot) 18 68,67 89 7,37 2,33 - 0,57

Jagung Kuning (Tanpa Kelo-bot)

14 95 96 - 3,8 0,7 -

Jagung kuning (Pipil) 16,5 90 97 0,1 0,53 - 2,3

(9)

554 sehingga perlu dilakukan pembinaan tentang prosesing benih dan introduksi alsin pasca panen berupa alat pengering skala penangkar benih, alat pemipil dan alat simpan jagung yang dapat digunakan untuk menyimpan benih selama 12 bulan dengan daya tumbuh > 90% setelah disimpan.

Uji Statistik

Hasil survei dan uji laboratorium jelas meunjukkan bahwa mutu benih jagung di kedua lokasi penelitian masih rendah. Secara statistik cara menyimpan jagung di Kabupaten Bulukumba tidak memberi pengaruh yang nyata (Tabel 8).

Tabel 7. Persyaratan kualitas mutu benih jagung untuk pengadaan dalam negeri

Sumber: Anonim, 1988

Mutu Jagung Komponen

Benih (%) Konsumsi (%)

Kadar Air, Maksimum 14 14

Butir belah, maksimum - -

Butir rusak, maksimum 3 6

Butir warna lain, maksimum 5 10

Butir keriput, maksimum - -

Kotoran/benda asing, maksimum 3 4

Tabel 8. Uji X2 terhadap beberapa kriteria mutu benih jagung di Kabupaten jeneponto dan Bulukumba. Provinsi Sulawesi Selatan. 2003

Sumber: Data primer, 2003.

** : Berbeda sangat nyata pada uji X2 pada taraf 1% *: Berbeda nyata pada Uji X2 dengan taraf 5%.

Kriteria mutu benih Kabupaten Jeneponto Kabupaten Bulukumba

Penentuan waktu panen 38,69** 40,24**

Cara panen 47,96** 61,35**

Cara menyimpan benih 60,33** 7,00ns

Cara memilih benih 16,70** 29,39**

Tempat menyimpan benih 31,33** 14,37*

Lama penyimpanan 37,26** 18,96**

Kadar air dalam penyimpanan 59,61** 13,70**

Tempat pengeringan biji 23,93** 27,22**

% benih campur 43,67** 20,65**

(10)

555 Dari Tabel 8 terlihat bahwa cara peny-impanan benih di Kabupaten Bulukumba tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap mutu benih jagung. Hal ini disebabkan karena 78% petani di Kabupaten Bulukumba menyimpan benih untuk musim berikutnya di atas para-para (48%).

Kesimpulan

 Tanaman jagung yang lama berada di ladang karena memanen berdasarkan ke-nampakan tanaman member peluang tum-buh dan berkembangnya jamur/cendawan serta serangan hama sehingga mempenga-ruhi mutu hasil jagung.

 Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang terbatas, serta pemipilan jagung se-cara manual, berpeluang besar bagi per-tumbuh dan berkembangnya jamur/ cen-dawan serta serangan hama yang dapat mempengaruhi mutu jagung

 Kadar air benih yang disimpan petani le-bih besar dari standar mutu benih se-hingga benih mudah terkontaminasi de-ngan jamur, namun masih memiliki daya tumbuh yang baik.

 Cara penyimpanan benih di Kabupaten Bulukumba tidak berpengaruh nyata ter-hadap mutu benih.

 Pemahaman petani terhadap mutu benih masih rendah.

Daftar Pustaka

Anonim. 1988. Persyaratan kualitas palawija pengadaan dalam negeri menurut SK bersama Deptan, Depkop, dan Bulog. No. 456/SK/IX/1988 dalam Tastra I.K. Pro-sessing Benih Jagung Hibrida. Laporan Parent Stock Inbrida dan Pembuatan

Benih Hibrida Tanaman. BPLP Ketindan, bekerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional (P2N) dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Ma-lang. September 1994.

BPS. 2001. Statistik Indonesia. 2000. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

CYMMYT. 1994. Wold Maize Facts and Trends. Maize Seed Industries. Emerging Roles of the Publies and Private Sectors. Diperta Kabupaten. 2003. Penggunaan

Varie-tas Jagung MT. 2000/2003 (lembaran). Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabu-paten Bulukumba. Bulukumba.

Direktorat jendral Pertanian Tanaman pangan. 1984. Pedoman Sertifikasi Benih Direk-torat dan Produksi Tanaman Pangan dalam Tastra I.K. Prosessing Benih Jagung Hibrida. Laporan Parent Stock Inbrida dan Pembuatan Benih Hibrida Tanaman. BPLP Ketindan, bekerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Perta-nian Nasional (P2N) dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. September 1994.

Diperta Kabupaten Jeneponto. 2003. Laporan Realisasi Tanaman Intensifikasi dan Non Intensifikasi Tanaman Pangan (Lembaran)

Hendarson, S.M. and R.L. Perry. 1982. Agricul-tural Process. Third Edition. The AVI Publishing Company Inc. Westport Con-necticut.

Kasryno, F. 2002. Perkembangan Produksi Jagung Dunia selama Empat Dekade yang lalu dan Implikasinya bagi Indone-sia. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Badan Litbang dan Pengembangan Per-tanian. Bogor.

Margaretha SL, IGP. Sarasutha dan A, F. Fad-hly. 1993. Pengaruh Permintaan dan Penawaran terhadap Adopsi Teknologi

(11)

556 Jagung di Sulawesi Selatan. Hasil peneli-tian Jagung dan Ubi-Ubian. Badan Peneli-tian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Maros. Nugraha. U.S. dan Subandi. 2002.

Perkemban-gan Teknologi Budidaya dan Industri Benih. Diskusi Nasional Agribisnis Jagung. Badan Penelitian dan Pengem-bangan Pertanian. Bogor. 24 Juni. Sinuseng Y, Margaretha SL, Bahrun A, Imam

U.F. dan IGP. Sarasutha. 2001. Evaluasi Alat dan Mesin Pasca Panen Primer Jagung. Laporan Hasil Penelitian

Kelom-pok Fisiologi Hasil. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Tarsito. Bandung.

Tastra I.K. 1994. Prosessing Benih Jagung Hi-brida. Laporan Penelitian Penanganan Parent Stock Inbrida dan Pembuatan Benih Hibrida Tanaman. BPLP Ketindan, bekerjasama Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional (P2N) dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Ma-lang. September 1994.

Gambar

Tabel 1. Luas lahan dan realisasi penyebaran varietas jagung di Kabupaten Jeneponto dan   Bulukumba
Tabel 3. Cara sortasi dan pemipilan benih jagung di Kabupaten Jeneponto dan   Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan
Tabel  5.  Tempat dan  lama  penyimpanan  benih  jagung  di  Kabupaten  Jeneponto  dan  Bulukumba,  Provinsi Sulawesi Selatan
Tabel 7. Persyaratan kualitas mutu benih jagung untuk pengadaan dalam negeri

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat file atau direktori yang telah anda dan komputer lain share, anda dapat menggunakan browser konqueror yang mendukung protokol samba. Pada Url ketikkan

Temuan dalam penelitian ini baik dari data yang diperoleh peneliti maupun dari wawancara serta observasi, Kekuasaan pemilik modal Radar Banten memberikan

JAS merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pemanfaatan lingkungan alam sekitar kehidupan siswa, baik lingkungan fisik, sosial, maupun budaya sebagai objek

Para siswa pada umumnya hanya tahu soal meminjam dan membaca buku perpustakaan saja dan itupun dilakukan dalam waktu yang teramat singkat, yaitu pada jam-jam

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan IBA 500 dan 1000 ppm tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan setek panili 1 ruas dan tidak dapat meningkatkan

(4) Penilaian ranah afektif dalam menulis cerpen berdasarkan pengalaman yang pernah dialami siswa dapat menggunakan angket atau koesioner untuk mengetahui minat

Beberapa fungsi asam empedu antara lain: sebagai emulgator dalam proses pencernaan lemak dalam usus; dapat mengaktifkan lipase dalam cairan pancreas;

Tujuan dari penelitian evaluasi model discrepancy adalah mendeskripsikan kesenjangan antara realita kinerja konselor profesional dalam mengimplementasikan program