• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

4.1 Kegiatan Lapangan

4.1.1 Kondisi Lapangan

PT Cipta Kridatama memiliki luas IUP sebesar 4.642 Ha. Lokasi penelitian mengenai system penyaliran tambang (mine dewatering) dilakukan di pit B, dimana pit ini merupakan pit yang masih aktif dilakukan penambangan. Berdasarkan peta situasi lokasi penelitian pit B memiliki luas area sebesar 14,94 Ha dan secara geografis terletak di zona 47N 450000 mN (meter North) di bagian Selatan sampai dengan 500000 mN (meter North) dibagian Utara, serta 200000 mE (meter East) di bagian Barat sampai dengan 150000 mE (meter East). Setelah melakukan survey lapangan, luas kondisi di area pit B menunjukkan adanya genangan air pada penambangan pit B yang berasal dari air limpasan sekeliling pit B dan rembesan air hujan dari lapisan batu pasir (permeable) serta air hujan yang masuk ke dalam area penambangan itu sendiri.

Kegiatan yang dilakukan di lokasi penelitian yaitu pit B untuk menentukan debit air limpasan dan airtanah yang masuk ke dalam pit dan dapat menghitung kebutuhan pompa agar tidak mengganggu kegiatan produksi. Berikut Gambar 4.1 dibawah ini merupakan Peta Topografi Regional lokasi penelitian menggunakan perangkat lunak Autocad dari data Digital Elevation Model (DEM).

(2)
(3)

4.2

Penyelidikan Hidrologi

Penyelidikan hidrologi dilakukan dengan cara pengumpulan dan analisis terhadap data sekunder meteorologi (curah hujan dan hari hujan) dari daerah penelitian dan daerah sekitarnya. Sebelum dilakukan analisis terhadap data curah hujan, langkah pertama yang dilakukan adalah penentuan area yang arah aliran airnya berpotensi masuk ke dalam pit. Air yang masuk ke dalam pit berasal dari dua sumber yaitu air hujan yang langsung masuk ke area penambangan dan yang berasal dari air limpasan hujan baik di permukaan, maupun air hujan yang merembes melalui lapisan batu pasir (permeable) dan lapisan batubara (impermeable).

Sehingga yang pertama dilakukan adalah penentuan area penambangan dan

catchment area yang bertujuan untuk mengetahui luas area, koefisien limpasan dan

intensitas curah hujan sehingga debit dari area penambangan dan catchment area dapat dihitung.

4.2.1 Intensitas Curah Hujan

Penentuan intensitas curah hujan menggunakan analisis Partial Duration

Series, yaitu dengan pengambilan data dari nilai maksimum yang mewakili tiap

bulannya, Jumlah data curah hujan yang akan dipakai dalam analisis intensitas curah hujan adalah 30 buah data. Selanjutnya data tersebut diolah berdasarkan periode perulangan (repetition period) Extreme Value E. J. Gumbel.

(4)

Tabel 4.1

Data Intensitas Curah Hujan Bulanan Periode Tahun 2012-2014 di PT Cipta Kridatama Tahun

Bulan

Tahun

Minimum Maksimum Rata-rata 2012 2013 2014 Januari 33,03 40,00 31,67 31,67 40,00 34,90 Februari 35,63 26,33 25,58 25,58 35,63 29,18 Maret 44,10 31,03 36,00 31,03 44,10 37,04 April 29,25 32,61 36,83 29,25 36,83 32,90 Mei 23,11 19,79 31,00 19,79 31,00 24,63 Juni 29,02 42,00 25,50 25,50 42,00 32,17 Juli 27,05 12,08 25,13 12,08 27,05 21,42 Agustus 22,09 24,74 38,00 22,09 38,00 28,28 September 23,16 23,76 41,70 23,16 41,70 29,54 Oktober 29,03 12,60 41,09 12,60 41,09 27,57 November 31,77 28,36 58,82 28,36 58,82 39,65 Desember 14,59 20,25 27,31 14,59 27,31 20,72

Sumber: Hasil Pengolahan Data,2015

4.2.2 Analisis Curah Hujan Rencana Dengan Extreme Value E. J.

Gumbel

Perhitungan curah hujan rencana menggunakan nilai curah hujan perbulan berdasarkan nilai rata - rata dari hasil pengukuran curah hujan di lapangan. Perhitungan curah hujan dapat dilakukan menggunakan metode Gumbel, penggunaan metode ini dilakukan dengan cara menghitung nilai curah hujan perhari. Hasil dari perhitungan metode Gumbel ini akan diperoleh nilai rata-rata curah hujan maksimal perhari pada masing - masing tahunnya. Hasil dari perhitungan curah hujan dapat disajikan pada Tabel 4.2 di bawah ini.

(5)

Tabel 4.2

Hasil Perhitungan Nilai Standard Deviasi (S), Koreksi Nilai Rata-rata (Yn), Koreksi Simpangan (Sn)

Bulan n m Curah Hujan Yn Sn

(mm/hari) Januari 12 1 34,90 0,23 2,53 Februari 12 2 29,18 0,22 2,56 Maret 12 3 37,04 0,21 2,59 April 12 4 32,90 0,20 0,00 Mei 12 5 24,63 0,19 0,00 Juni 12 6 32,17 0,18 0,03 Juli 12 7 21,42 0,16 0,03 Agustus 12 8 28,28 0,14 0,02 September 12 9 29,54 0,12 0,02 Oktober 12 10 26,37 0,10 0,01 November 12 11 39,65 0,06 0,00 Desember 12 12 20,72 0,00 0,00 Jumlah 356,80 1,82 7,78 Rata-rata 29,83 0,15 Maksimum 39,65 0,15 STDEV 5,86 Sn 1,97

Sumber: Hasil Pengolahan Data,2015

Dalam menentukan nilai koreksi varian dibutuhkan periode ulang hujan (Tr). Periode ulang hujan yang digunakan adalah 3 bulan dengan umur tambang 3 tahun. Adapun nilai koreksi varian dan curah hujan rencana berdasarkan periode ulang hujan seperti pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3

Hasil Perhitungan Periode Ulang, Koreksi Varian (Yt), Curah Hujan Rencana (CHR) No. Periode Ulang Koreksi Varian

(Yt) Curah Hujan Rencana (mm/hari) 1 2 0,37 30,47 2 3 0,90 32,06 3 4 1,25 33,08 4 5 1,50 33,84 5 6 1,70 34,44 6 7 1,87 34,94 7 8 2,01 35,37 8 9 2,14 35,74 9 10 2,25 36,07 10 11 2,35 36,37 11 12 2,44 36,64

(6)

4.2.3 Intensitas Curah Hujan Perjam

Intensitas curah hujan perhari dapat dihitung menjadi intensitas curah hujan perjam, dan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan didapatkan intensitas curah hujan perjam sebesar 11,12 mm/jam.

Hasil perhitungan intensitas curah hujan untuk periode ulang hujan dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4

Pendekatan Nilai Intensitas Hujan Menggunakan Rumus Mononobe Durasi Intensitas Curah Hujan Rencana (mm/jam)

(menit) t= 2 bln t= 3 bln t= 4 bln 5 55,37 58,27 60,12 10 34,88 36,71 37,87 15 26,62 28,01 28,90 20 21,97 23,12 23,86 25 18,94 19,93 20,56 30 16,77 17,65 18,21 35 15,13 15,92 16,43 40 13,84 14,57 15,03 45 12,80 13,47 13,89 50 11,93 12,55 12,95 55 11,19 11,78 12,15 60 10,56 11,12 11,47

Sumber: Hasil Pengolahan Data,2015

4.2.4 Penentuan Catchment Area

Menentukan Luas Catchment Area ditentukan dengan membuat poligon tertutup dengan menyambungkan titik-titik yang menjadi watershed pada peta topografi lokasi penelitian dengan mengikuti ketinggian dan arah gerak air. Sehingga dengan pembuatan catchment area diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi terendah. Berdasarkan peta situasi dan peta topografi lokasi penelitian terdapat dua catchment area yang berpengaruh terhadap Pit B yaitu catchment area 1 dan catchment area 2. Adapun luas

(7)
(8)

.

Tabel 4.5

(9)

No Catchment Area Luas ( Ha ) Luas ( m² )

1 CA 1 3,8 38.000

2 CA 2 1,9 19.000

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2015

4.2.4.1 Catchment Area Di PIT

Luasan daerah tangkapan air hujan (catchment area) yang berada di dalam

area penambangan merupakan luasan PIT itu sendiri yang memiliki kemiringan > 15

% (area tambang C=0.9). Adapun luasan catchment area di dalam PIT B adalah seperti pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6

Luas Catchment Area di PIT

No Catchment Area Luas ( Ha ) Luas ( m² )

1 CA (pit) 14,94 149.400

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2015

4.3

Debit air limpasan

Setelah mengetahui nilai koefisien limpasan, intensitas curah hujan dan luasan catchment area di lokasi kegiatan penelitian maka dapat dihitung nilai debit air limpasan yang masuk ke dalam pit B. Nilai debit air limpasan yang masuk ke dalam pit B dapat dihitung menggunakan rumus rasional. Berdasarkan hasil perhitungan debit air limpasan yang berasal dari catchment area dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7

Perhitungan Debit Air Limpasan dari Catchment AreaDi Luar Dan Di Dalam Pit

Lokasi Luas (m2) Luas (Ha) Intensitas (I) (m/jam) Koefisien Limpasan (C) Debit (Q) (m3/jam) Debit (Q) (m3/hari) Cacthment Area 1 38.000 3,8 11,12 0,9 380,30 9127,30 Cacthment Area 2 19.000 1,9 11,12 0,9 190,15 4563,65

Cacthment Area pit 149.400 14,94 11,12 0,9 1495,20 35884,68

total 2.065,65 49.575,63

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

(10)

4.4.1 Falling Head Test Lapisan Batu Pasir

Lokasi : PIT B Diameter Pipa : 10,16 cm Tebal lapisan yang Diuji : 50 cm Deskripsi : Batu Pasir

Koordinat : 47 M 0193519 mE 0464958 mN Kedalaman Lubang : 50 cm

Statis (Hw) : 115 cm

Sumber: Kegiatan Lapangan, 2015.

Gambar 4.4

Falling Head Test Lapisan Batu Pasir

Dari data hasil pengujian falling head test pada Tabel 4.8 yang selanjutnya dilakukan adalah membuat grafik ht/hw terhadap waktu yang bertujuan untuk mengetahui titik perpotongan yang dibentuk dari garis ht/hw versus waktu dengan garis trendline dimana titik perpotongan tersebut memberikan informasi tentang level air di dalam pipa.

(11)

Tabel 4.8

Data Falling Head Test Batu Pasir

No Waktu (dtk) MAT (cm) Penambahan MAT (cm) ht/hw 1 60 31 84 0,730 2 120 47 68 0,591 3 180 60 55 0,478 4 240 70 45 0,391 5 300 78 37 0,322 6 360 83 32 0,278 7 420 88 27 0,235 8 480 92 23 0,200 9 540 93 22 0,191 10 600 93 22 0,191 11 720 96,25 18,75 0,163 12 840 98,25 16,75 0,146 13 960 100,5 14,5 0,126 14 1080 102,5 12,5 0,109 15 1200 104,25 10,75 0,093 16 1500 105,75 9,25 0,080 17 1800 105,75 9,25 0,080

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Gambar 4.5

Grafik ht/hw Versus Waktu Falling Head Test Batu Pasir

Dari (Gambar 4.5) dapat dilihat bahwa titik perpotongan terletak pada 0,48 (H1) dan 0,13 (H2) dengan waktu 180 detik (t1) dan 960 detik (t2). Sehingga dengan mengetahui titik perpotongan tersebut, maka koefisien permeabilitas (k) dapat

(12)

dihitung menggunakan persamaan dari Hoek and Bray. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan koefisien permeabilitas untuk lapisan batu pasir adalah sebesar 1,0x10-5m/s.

Semakin kecil ukuran partikel, maka ukuran pori akan semakin kecil, sehingga koefisien permeabilitas semakin rendah (Fair and Hatch, 1933).

Tabel 4.9

Nilai Koefisien Permeabilitas Lapisan Batu Pasir

Lapisan Diameter H1 H2 Waktu (T1) Waktu (T2) F Koefisien Permeabilitas (K) (m/dtk) (cm) (detik) (detik) pasir 10,14 0,48 0,13 180,00 960,00 137,20 1,0x10-5 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

4.4.2 Falling Head Test Lapisan Batubara

Lokasi : PIT B Diameter Pipa : 10,16 cm Tebal lapisan yang Diuji : 30 cm Deskripsi : Batubara

Koordinat : 47 M 193405 mE 0465062 mN Kedalaman Lubang : 30 cm

Statis (Hw) : 110 cm

Sumber: Kegiatan Lapangan 2015.

Gambar 4.6

(13)

Dari data hasil pengujian falling head test pada (Tabel 4.10) yang selanjutnya dilakukan adalah membuat grafik ht/hw terhadap waktu yang bertujuan untuk mengetahui titik perpotongan yang dibentuk dari garis ht/hw versus waktu dengan garis trendline seperti pada Gambar 4.7 dimana titik perpotongan tersebut memberikan informasi tentang level air di dalam pipa.

Tabel 4.10

Data Falling Head Test Batubara

No Waktu (dtk) MAT (cm) Penambahan MAT (cm) ht/hw 1 60 4,2 105,8 0,96 2 120 7,5 102,5 0,93 3 180 10,3 99,7 0,91 4 240 13 97 0,88 5 300 15 95 0,86 6 360 17 93 0,85 7 420 19 91 0,83 8 480 22 88 0,80 9 540 24 86 0,78 10 600 24 86 0,78 11 720 27 83 0,75 12 840 30 80 0,73 13 960 32 78 0,71 14 1080 35 75 0,68 15 1200 37 73 0,66 16 1500 42 68 0,62 17 1800 46 64 0,58

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Gambar 4.7

(14)

Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa titik perpotongan terletak pada 0,88 (H1) dan 0,68 (H2) dengan waktu 240 detik (t1) dan 1.080 detik (t2). Sehingga dengan mengetahui titik perpotongan tersebut, maka koefisien permeabilitas (k) dapat dihitung menggunakan persamaan dari Hoek and Bray. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan koefisien permeabilitas untuk lapisan Batubara adalah sebesar 2,3x10-6m/s.

Tabel 4.11

Nilai Koefisien Permeabilitas Lapisan Batubara Lapisan Diameter H1 H2 Waktu (T1) Waktu (T2) F Koefisien Permeabilitas (m/dtk) (cm) (detik) (detik) Batubara 10,14 0,88 0,68 240,00 1.080,00 105,97 2,3x10-6 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

4.4.3 Penentuan Gradien Hidrolik (i)

Nilai gradien hidrolik tidak didasarkan pada nilai gradien hidrolik alami, tetapi ditentukan dengan perkiraan rasional lokal, mengingat nilai hidrolik (i) pasti akan berubah bila lereng alami berubah menjadi lereng bukaan tambang (pit). Dalam studi ini, nilai gradien hidrolik diasumsikan (perkiraan rasional) menjadi 0,5.

Gradien hidrolik (i) adalah selisih tinggi muka airtanah dibagi dengan panjang lintasan. Sehingga nilai i = 0,5 diasumsukin bahwa panjang lintasan yang dilalui air dari sumur uji yang satu dengan sumur uji yang lainnya dua kali lebih besar dibandingkan dengan besar beda tinggi muka airtanah dari sumur uji yang satu dengan yang lainnya (Hillel, 1990 dikutip dari keterhantaran hidrolik dan permeabilitas oleh Kemala Sari Lubis).

4.4.4 Menghitung Luas Akuifer (A)

Lapisan batu yang dianggap akuifer pada penelitian ini adalah lapisan batu pasir. Berdasarkan data dari Engineering Departement PT Cipta Kridatama, tebal lapisan batu pasir adalah 7 m dan tebal lapisan batubara adalah 10 m. Sehingga

(15)

luas akuifer lapisan batu pasir adalah sebesar 4.060,79 m2 Sedangkan luas akuifer

lapisan batubara adalah sebesar 5.801,13 m2 .

Tabel 4.12

Luas Penampang Basah (A) Lokasi Litologi Tebal

(m) Panjang Bukaan (m) Luas (m2) PIT B BatuPasir 7 580,113 4.060,79 Batubara 10 580,113 5.801,13

Sumber : Data Hasil Perhitungan, 2015

4.4.5 Menghitung Debit Airtanah yang Masuk Area Pit

Hasil perhitungan debit airtanah (Q) yang potensial masuk ke dalam pit dari rembesan lapisan batu pasir adalah sebesar 0,020 m3/detik sedangkan rembesan

dari lapisan batubara adalah 0,007 m3/detik. Adapun hasil perhitungan debit air tanah

dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13

Hasil Perhitungan Debit Airtanah Lokasi Litologi Luas

(m2) Koefisien Permeabilitas (m/dtk) Gradien Hidrolik (i) Debit Air Tanah(Q) (m³/dtk) Debit Air Tanah(Q) (m³/jam) PIT B Batu Pasir 4.060,79 0,000010 0,5 0,020 73,09

Batubara 5.801,13 0,000002 0,5 0,007 24,02

Total 0,027 97,111

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

4.5

Total Debit Air yang Masuk Area Pit B

Total Debit air yang masuk ke area Pit B adalah total debit air yang berasal dari air hujan pada area penambangan, air limpasan dari catchment area dan air tanah. Berdasarkan Tabel 4.14 hasil perhitungan didapatkan total debit air yang masuk area Pit B adalah sebesar 1.592,31m3/jam.

(16)

Tabel 4.14

Total debit Air yang Masuk Area Pit B

Lokasi Debit (Q)

(m3/jam)

Debit (Q) (m3/hari)

Catchment Area pit 1.495,20 35.884,68

Q airtanah (batupasir) 73,09 1.754,26

Q airtanah (batubara) 24,02 576,40

Total 1.592,31 38.215,35

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

4.6

Sistem Penanggulangan Air Limpasan

4.6.1 Penanggulangan Air Limpasan di Luar Pit

Untuk penanggulangan air limpasan yang berasal dari luar Pit dibuat saluran pengalihan yang diharapkan air limpasan dari setiap catchment area dapat tertampung dan dialirkan menuju keluar yaitu sungai. Perhitungan dimensi saluran dan kecepatan aliran air dilakukan menurut Formula Manning, maka parameter awal yang harus dianalisis untuk menghitung dimensi saluran antara lain ; debit limpasan, koefisien kekasaran, rute, posisi, panjang saluran, kemiringan saluran, jari-jari hidrolis dan luas penampang saluran. Rute, letak, dan posisi saluran dibuat berdasarkan daerah yang tidak akan terganggu dan tidak akan mengganggu proses penambangan.

Jenis material penyusun saluran yang akan dirancang berupa saluran alami yakni berupa tanah, dengan adanya sedikit ketidakberaturan dari dinding saluran dalam pembuatannya, adanya sedikit perbedaan ukuran penampang saluran satu dengan penampang yang lainnya yang diakibatkan oleh ketidaksempurnaan dalam pengerjaan, tidak adanya vegetasi dalam saluran dan kemiringan saluran yang tidak curam.

(17)

4.6.1.1 Menghitung Debit Rencana Saluran Pengalihan (Qr)

Perkiraan debit air limpasan yang akan mengalir ke dalam saluran pengalihan adalah air dari luar pit yang bersumber dari hujan. Terdapat dua saluran pengalihan yang dibuat, yaitu saluran pengalihan untuk catchment area 1 dan catchment area 2. Besarnya debit air dari masing-masing catchment area dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15

Debit Air Limpasan Di Luar Pit

Lokasi Luas (m2) Debit (Q) (m3/jam) Debit (Q) (m3/hari) Catchment Area 1 38.000 380,30 9.127,30 Catchment Area 2 19.000 190,15 4.563,65 Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Nilai debit di atas kemudian digunakan sebagai debit rencana yang akan dialihkan melalui saluran. Setiap saluran pengalihan dibuat dengan panjang saluran yang berbeda-beda. Adapun panjang dari masing-masing saluran pengalihan yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16

Panjang Saluran Pengalihan

lokasi Jarak datar

(m)

Catchment Area 1 650,6

Catchment Area 2 710,7

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

4.6.1.2 Koefisien Kekasaran (n) Manning

Dalam pembuatan saluran pengalihan akan ditemukan beberapa hambatan yang harus diperhitungkan, seperti kekesaran permukaan, tetumbuhan, ketidakteraturan saluran, pengendapan dan penggerusan, serta kelokan saluran. Penentuan koefisien kekasaran (n) Manning bertujuan untuk memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu yang benar-benar tidak dapat diperhitungkan (Sumber: Ven Te Chow : 100). Untuk menentukan koefisien kekasaran dilakukan

(18)

pendekatan dengan mencocokkan tabel koefisien kekasaran Manning dari nilai-nilai n berbagai tipe saluran dan didapatkan nilai koefisien kekasaran sebesar 0,025.

Tabel 4.17

Koefisien Kekasaran Manning (n)

Chanel Conditions Values

Material Involved Earth (tanah)

no

0,020

Rock Cut (batuan) 0,025

Fine Gravel (kerikil halus) 0,024

Coarse gravel (kerikil kasar) 0,028

Degree of Irregularity Smooth

n1

0,000

Minor 0,005

Moderate 0,010

Severe 0,020

Variations off chanel

cross section Gradual (bertahap)

n2 0,000 Alternating occasionally 0,005 Alternating frequently 0,01 - 0,015 Relative effect of obstruction

Negligible (Tak berarti) n3 0,000

Minor 0,01 - 0,015 Appreciable 0,02 - 0,03 Severe 0,04 - 0,06 Vegetation Low n4 0,005 - 0,01 Medium 0,01 - 0,025 High 0,025 - 0,5 Very High 0,05 - 0,1

Degree of meandering Minor

m5

1

Appreciable (cukup besar) 1,15

Severe (parah) 1,3

Sumber : Van Te Chow,1961.

Koefisien Kekasaran Manning = ( n0+n1+n2+n3+n4 ) x (m5) = ( 0,02 + 0 + 0+ 0 + 0,005 ) x 1

= 0,025

4.6.1.3 Kecepatan Aliran Air (V) dan Kemiringan Dasar Saluran (S)

Penentuan Dimensi saluran pengalihan dalam penanggulangan air limpasan didasarkan pada hasil perhitungan bahwa kecepatan aliran air yang dianggap cukup lancar kurang lebih sebesar 1 m/s (hasil pembulatan) dengan besar kemiringan dasar saluran sebesar 1%. Hasil pengolahan data kecepatan aliran air dapat dilihat pada Tabel berikut :

(19)

Tabel 4.18

Kecepatan Aliran Air (v)

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

4.6.1.4 Menghitung Debit Saluran (Qs)

Debit saluran dihitung dengan menggunakan rumus Manning. Bentuk saluran yang disarankan adalah bentuk trapesium, dan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, debit saluran catchment area 1 adalah sebesar 0,2305 m/s dan catchment area 2 sebesar 0,0712m/s. Adapun debit saluran dan dimensi saluran pengalihan hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19

Rekomendasi Dimensi Saluran Pengalihan

Dimensi Saluran Pengalihan

Parameter Satuan catchment area1 catchment area2

Gradien Kemiringan (m) 1

Debit Rencana (Qr) m3/detik 0,23 0,07

Koefisien Kekasaran Manning (n) 0,025 0,025

Jari-jari Hidrolis (R) m 0,17 0,14

Kemiringan Dasar Saluran (S) % 45 45

Kedalaman Basah (d) m 0,35 0,27

Freeboard (F) m 0,07 0,05

Kedalaman Saluran (h) m 0,42 0,33

Lebar Dasar Saluran (b) m 0,29 0,22

Luas Penampang (A) m2 0,21 0,13

Lebar Permukaan (B) m 0,60 0,47

Panjang Sisi Saluran (a) m 0,37 0,29

Kecepatan Aliran (v) m/detik 1,094 0,559

Debit Tampung Saluran (Qs) m3/detik 0,230 0,071

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Parameter Cacthment Area 1 Satuan

Kecepatan Aliran (V) 1,0600 1,0800 1,0900 1,0920 1,0940 1,0943 m/s Debit Rencana(Qr) = C.I.A 0,2305 0,2305 0,2305 0,2305 0,2305 0,2305 m3/detik

y =(0,255.V)3/2 0,3324 0,3419 0,3467 0,3476 0,3486 0,3487 m Debit Saluran(Qs) = V.y2 √3 0,2029 0,2187 0,2269 0,2285 0,2302 0,2305 m3/detik

Rechecking :Qr = Qs No ! No ! No ! No ! No ! ≈ Ok !

Parameter Cacthment Area 2 Satuan

Kecepatan Aliran (V) 0,5000 0,5200 0,5400 0,5450 0,5500 0,5597 m/s Debit Rencana(Qr) = C.I.A 0,0712 0,0712 0,0712 0,0712 0,0712 0,0712 m3/detik

y = (0,255.V)3/2 0,2288 0,2427 0,2568 0,2604 0,2640 0,2710 m Debit Saluran(Qs) = V.y2 √3 0,0453 0,0530 0,0617 0,0640 0,0664 0,0712 m3/detik

Rechecking :

(20)

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

Gambar 4.8

Skema Rekomendasi Dimensi Saluran Pengalihan Cacthment Area 1 dan Cacthment Area 2

(21)
(22)

4.7

Penanggulan Air di Dalam Pit dengan Sistem Pemompaan

4.7.1 Perhitungan Head Pompa

Penentuan titik optimal pompa dapat menggunakan dua jenis kurva yaitu kurva resistan sistem dan kurva karakteristik pompa. Kurva resistan sistem adalah nilai head dari variasi debit pemompaan. Sedangkan kurva karakteristik pompa menyatakan kemampuan pompa untuk mengatasi head untuk berbagai nilai debit pemompaan atau sebaliknya. Adapun head total hasil perhitungan adalah 47,67 m dapat dilihat pada Tabel 4.20 di bawah ini.

Tabel 4.20 Hasil Perhitungan Head

Jenis Head Head (m)

Static Head 10,5

Head Priction

Head Friction Pipa 1 10,41 Head Friction Pipa 2 15,32 Head Friction Pipa 3 0,96 Head Friction Pipa 4 0,19

Total Head Friction 26,88

Velocity Head 8,84

Head Of Bend (2 Lengkungan) 1,35

Koefisien Belokan Pipa 0,08

Diameter Pipa 0,15

Sudut Lengkung Pipa 30,00

Jari-jari Belokan Pipa 0,57

Total Head 47,67

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2015

4.7.2 Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pompa

Debit air tambang yang akan ditanggulangi dengan sistem pemompaan merupakan jumlah air di dalam pit akibat hujan yang turun di area penambangan dan rembesan dari lapisan batuan. Perhitungan kebutuhan jumlah pompa disesuaikan dengan total debit air yang masuk ke dalam pit setiap waktunya, yaitu sebesar 1.592,31 m3/jam. Karena adanya pembuatan saluran pengalihan di sekeliling Pit.

(23)

Pemompaan dilakukan dengan menggunakan pompa multiflo MFV 360 dengan spesifikasi sebagai berikut :

 Merk pompa = Multiflo

 Model = 360

 Jenis Pompa = Impeller Pumps

Daya (maksimum) = 168 kW Rpm maksimum = 2.000

Rpm minimum = 1.300

Kapasitas maksimum = 100 liter/detik Julang total maksimum = 127 m

Sumber: Kegiatan Lapangan, 2015

Gambar 4.11 Pompa Multiflo 360

(24)

Sumber: Nouwen A,1986.

Gambar 4.12

Kurva Karakteristik Pompa Multiflo 360

Berdasarkan spesifikasi dan kurva karakteristik pompa, kapasitas maksimum pompa sebesar 100 liter/detik atau setara dengan 360 m³/jam, Namun dengan asumsi efisiensi pompa sebesar 75%, Kapasitas pompa tersebut hanya digunakan sebesar 75 liter/detik atau setara dengan 270 m³/jam dengan rpm 1.300 rpm dan jam kerja pompa 10 jam. Berikut Tabel 4.21 perhitungan jumlah kebutuhan pompa di Pit B yaitu menggunakan 1 pompa (pembulatan) :

Tabel 4.21

Debit Air Tambang dan Estimasi Pompa

Lokasi Debit Air Limpasan (m3/jam) Debit Air Tanah (m3/jam) Debit (Q) total (m3/jam) Total Head (m) Kapasitas Pompa (m3/jam) Jam Pompa Estimasi Pompa Pit B 1.495,20 97,11 1.592,31 47,67 270 10 0,59

Gambar

Tabel 4.20  Hasil Perhitungan Head
Gambar 4.11   Pompa Multiflo 360

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan Informasi (Badan Publik) membuat laporan bulanan hasil pelaksanaan tugas pelayanan informasi publik untuk disampaikan kepada Pejabat Pengelola Informasi

Seperti disebutkan di atas, biaya agensi yang berkaitan dengan kontrak utang dan kompensasi manajemen dan badan, informasi, dan biaya kontrak lain yang terkait dengan proses politik

Sedangkan untuk museum yang berupa museum of science and technology atau pusat peraga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Kota Surakarta belum ada. Dengan

Sehingga apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terutama tentang masuknya budaya baru yang terus hadir di masyarakat Gayo tulisan ini dapat menjadi referensi dan

Hal tersebut membuktikan bahwa pada bukaan 360 o , gas dan udara telah bercampur baik yang menyebabkan pembakaran dalam ruang bakar mesin meningkat sehingga

Pelaksanaan strategi kebijakan Dongeng Keliling bersama Perpustakaan Keliling atau Dongkel with Mobile Library berkoordinasi dengan komunitas dongeng, pendongeng lokal dan

Adapun strategi yang dilakukan dalam mempromosikan destinasi pariwisata yaitu: Pertama, melakukan promosi diberbagai social media seperti Instagram, facebook, twieter

Adapun cara pengujian ini adalah, pada pengujian tarik menggunakan standar ASTM B557 pengujian ini dilakukan dengan cara menarik spesimen sampai patah yang