• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN DAN KOTA DI PROPINSI JAWA BARAT OLEH VINA TRISEPTINA H"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

VINA TRISEPTINA H14102047

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(2)

Propinsi Jawa Barat (dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI).

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan yang tergantung pada letak wilayah, sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Adanya perbedaan struktur perekonomian dari setiap daerah mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam merencanakan kebijakan perekonomian. Setiap daerah harus memilih sektor-sektor yang sesuai dengan kemampuan daerahnya, yaitu sektor-sektor yang mempunyai keunggulan. Sektor unggulan ini, diharapkan mampu meningkatkan perekonomian dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Sehubungan dengan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis sektor-sektor ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat berdasarkan indikator pendapatan, mengetahui gambaran umum tingkat kesejahteraan tenaga kerja di sektor-sektor perekonomian pada masing-masing kabupaten dan kota serta menganalisis pengelompokkan wilayah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berdasarkan sektor unggulan yang dimilikinya.

Penelitian ini menjadikan kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat yang terdiri dari 16 Kabupaten dan 6 kota sebagai objek penelitian. Data yang digunakan berupa data time series dari tahun 2000-2004. Model analisis yang digunakan adalah model basis ekonomi dengan pendekatan Location Quotient (LQ) dan turunannya.

Hasil analisis menunjukkan, sektor basis yang paling banyak dimiliki oleh kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Surplus pendapatan Propinsi Jawa Barat meningkat dari tahun ke tahun. Surplus pendapatan semua kabupaten/kota bernilai positif, artinya perekonominnnya tergantung pada sektor basis. Kabupaten dan kota yang memiliki kontribusi pendapatan lebih besar dari sektor basis ada 9 kabupaten dan 3 kota yaitu Kabupaten Cianjur, Ciamis, Tasikmalaya, Kuningan, Sumedang, Garut, Purwakarta, Bekasi, Sumedang, dan Kota Depok, Sukabumi, serta Bekasi. Penyerapan tenaga kerja terbesar dalam perekonomian Jawa Barat adalah sektor pertanian, tetapi memiliki tingkat kesejahteraan paling kecil bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Secara keseluruhan ada 5 kabupaten dan 5 kota yang memiliki urutan tertinggi tingkat kesejahteraan tenaga kerjanya yaitu Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bandung, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Sukabumi dan Kota Bogor.

Dilihat dari persamaan sektor unggulan yang dimiliki oleh setiap kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat, maka dapat dikelompokan menjadi

(3)

Kota Depok. Ketiga, wilayah basis perdagangan, hotel dan restoran, ada 4 kota yaitu Kota Bandung, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, dan Kota Bogor. Keempat wilayah basis pertambangan dan penggalian yaitu Kabupaten Indramayu serta kelima untuk Kabupaten Tasikmalaya memiliki 3 sektor basis yang menjadi unggulan, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Wilayah basis pertanian serta basis perdagangan memiliki tingkat pemerataan kesejahteraan tenaga kerja yang lebih baik dibandingkan wilayah basis industri pengolahan.

Berdasarkan hasil penelitian ini, wilayah-wilayah yang memiliki sektor basis pertanian diharapkan dapat mengembangkan agribisnis dengan cara meningkatkan kualitas pertanian yang sudah merupakan sektor basis dengan didukung oleh sektor perdagangan yang juga sudah merupakan sektor basis untuk ekspor. Untuk wilayah basis industri pengolahan, perlu adanya penyiapan SDM atau sumber tenaga kerja terutama dari sektor pertanian untuk dapat terserap di sektor industri yang berkembang di daerahnya sehingga pemerataan pendapatan di wilayah tersebut dapat lebih merata. Kabupaten yang tergolong wilayah berbasis industri disarankan untuk mengembangkan agroindustri karena sektor pertaniannya masih cukup menonjol. Seluruh daerah kota berpotensi mengembangkan industri non pertanian dengan dukungan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan.

(4)

Oleh

VINA TRISEPTINA H14102047

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2006

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Vina Triseptina

Nomor Registrasi Pokok : H14102047 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si. NIP. 131 878 941

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872

(6)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2006

Vina Triseptina H14102047

(7)

Garut, sebuah kabupaten yang berada di Propinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Achdiat Kusdani dan Ayi Kartika. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Sukamaju I pada tahun 1996, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Garut dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan sekolah di SMUN 1 Tarogong-Garut dan lulus pada tahun 2002.

Tahun 2002 penulis melanjutkan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat”.

(8)

hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Sektor-Sektor Unggulan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat”. Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan yang tergantung pada letak wilayah, sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Setiap daerah harus memilih sektor-sektor yang sesuai dengan kemampuan daerahnya, yaitu sektor-sektor-sektor-sektor yang mempunyai keunggulan. Sektor unggulan ini, diharapkan mampu meningkatkan perekonomian dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat. Disamping itu, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si, selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga pada akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Sri Mulatsih, selaku penguji utama atas saran dan kritiknya demi

perbaikan skripsi ini.

3. Widyastutik, SE, M.Si, selaku Komisi Pendidikan Departemen Ilmu Ekonomi atas saran dan kritiknya demi perbaikan skripsi ini.

4. Kedua orang tua penulis (Mamah dan Bapak), saudara penulis (T’Gita dan Dea), Mas Gun dan keluarga besar penulis atas kesabaran, kasih sayang, motivasi serta do’a mereka yang sangat besar artinya bagi penulis.

(9)

pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, September 2006

Vina Triseptina

(10)

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan Penelitian ... 3 1.4. Manfaat Penelitian ... 4 1.5. Ruang Lingkup ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 6

2.1. Tinjauan Teori ... 6

2.1.1. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah ... 6

2.1.2. Teori Basis Ekonomi ... 7

2.1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 9

2.2. Penelitian Terdahulu ... 10

2.3. Kerangka Pemikiran ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 16

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 16

3.3. Metode Analisis ... 16

3.3.1. Model Location Quetient (LQ) ... 17

3.3.2. Kontribusi Sektor Basis ... 18

3.3.3. Analisis Surplus Pendapatan ... 19

3.4. Definisi Operasional ... 19

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 20

4.1. Keadaan Geografis ... 20

(11)

5.2. Analisis Surplus Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian

dan Kontribusi Sektor Basis... 28

5.3. Penyerapan dan Tingkat Kesejahteraan Tenaga Kerja di Perekonomian Jawa Barat ... 32

5.4. Sektor-Sektor Unggulan Setiap Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat ... 36

5.5. Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Sektor Unggulan ... 49

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1. Kesimpulan ... 53

6.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(12)

4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

di Kabupaten/Kota Propinsi Jawa Barat ... 22 4.2. Nilai Produk Damestik Bruto (PDRB) Propinsi Jawa Barat

Tahun 2000-2004 Atas Harga Dasar Konstan 1993 (Juta Rupiah) ... 23 5.1. Urutan Sektor Basis Berdasarkan Jumlah Kabupaten dan Kota

di Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004 ... 26 5.2. Jumlah Sektor Basis Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

dengan Indikator Pendapatan Tahun 2000-2004 ... 27 5.3. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

Surplus Pendapatan Tahun 2000-2004 (Juta Rupiah) ... 30 5.4. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

Nilai Kontribusi Pendapatan Sektor-Sektor Basis Tahun 2000-2004 .... 31 5.5. Urutan Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi Jawa Barat

Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2000-2004 (Jiwa) ... 32 5.6. Urutan Tingkat Kesejahteraan Tenaga Kerja Pada Sektor-Sektor

Perekonomian di Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004

(Juta Rupiah/Tenaga Kerja) ... 33 5.7. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2000-2004 (Jiwa) ... 34 5.8. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan

Tingkat Kesejahteraan Tenaga Kerja Tahun 2000-2004

(Juta Rupiah/Tenaga Kerja) ... 35

(13)

2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 15 4.1. Peta Propinsi Jawa Barat ... 20

(14)

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 1993

Tahun 2000-2004 (Juta Rupiah) ... 59 2. Hasil Analisis LQ Sektor-Sektor Perekonomian Kabupaten dan

Kota di Propinsi Jawa Barat dengan Indikator Pendapatan

Tahun 2000-2004 ... 63 3. Hasil Analisis Surplus Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian

Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004

(Juta Rupiah) ... 65 4. Kontribusi Pendapatan Sektor Basis Kabupaten dan Kota di Propinsi

Jawa Barat Tahun 2000-2004 ... 68 5. Jumlah Tenaga Kerja Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

(15)

Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir untuk kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan pembangunan dapat diarahkan pada peningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Secara geografis wilayahnya berdekatan dengan Kota Jakarta sebagai ibu kota negara Indonesia, selain itu Jawa Barat juga memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Kabupaten/kota di Jawa Barat yang berada di sekitar Kota Jakarta merupakan hitterland (daerah penyangga) bagi pengembangan wilayah Jakarta. Oleh karena itu, Propinsi Jawa Barat mempunyai kedudukan strategis dalam memasok kebutuhan warga Kota Jakarta sekaligus juga berperan dalam mengendalikan keseimbangan lingkungan.

Setiap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat mempunyai keunggulan yang tergantung pada letak wilayah, sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Era reformasi memberikan peluang bagi daerah untuk membangun wilayahnya yang diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang yaitu Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota

(16)

dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada pemerintah daerah secara proporsional.

Perbedaan struktur perekonomian dari setiap daerah mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam merencanakan kebijakan perekonomian. Setiap daerah harus memilih sektor-sektor yang sesuai dengan kemampuan daerahnya, yaitu sektor-sektor yang mempunyai keunggulan. Sektor unggulan umumnya dicerminkan oleh sektor basis yang dimiliki setiap kabupaten/kota dimana sektor tersebut memiliki peranan ekspor sehingga tidak ada keterbatasan permintaan dan dapat terus dikembangkan. Sektor basis dapat dijadikan andalan untuk mengembangkan wilayah, sehingga dapat dipilih sektor unggulan dari sektor basis yang ada di setiap kabupaten/kota. Sektor unggulan ini, diharapkan mampu meningkatkan perekonomian dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi untuk mengetahui keunggulan yang dimiliki setiap daerah di Propinsi Jawa Barat agar dapat menjadi propinsi yang terus maju. Masing-masing daerah akan dituntut agar menyiapkan rencana pembangunan dan menentukan leading sektor atau prioritasnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian wilayahnya.

1.2. Perumusan Masalah

Dilihat dari kontribusi dalam pembentukkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), propinsi Jawa Barat berada pada peringkat ketiga setelah Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Propinsi Jawa Timur (BPS, 2004). Kontribusi tersebut berasal dari sekror-sektor perekonomian kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa Barat. Selain menghasilkan pendapatan, sektor-sektor

(17)

perekonomian juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja. Untuk itu perlu diidentifikasi peranan sektor-sektor perekonomian pada setiap kabupaten dan kota di propinsi tersebut. Dengan demikian maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan sektor-sektor ekonomi yang dimiliki oleh setiap kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana tingkat kesejahteraan tenaga kerja di sektor-sektor perekonomian pada setiap kabupaten dan kota tersebut?

3. Bagaimana pengelompokkan kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berdasarkan sektor-sektor unggulan yang dimilikinya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perkembangan sektor-sektor ekonomi kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat.

2. Mengetahui gambaran umum tingkat kesejahteraan tenaga kerja di sektor-sektor perekonomian pada masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat.

3. Menganalisis pengelompokkan wilayah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Barat berdasarkan sektor unggulan yang dimilikinya.

(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Penulis, sebagai media pembelajaran untuk menerapkan teori-teori yang terkait dengan topik penelitian.

2. Pembaca, untuk menambah wawasan serta dapat dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya.

3. Pemerintah (Pusat dan Daerah) khususnya pemerintah daerah kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat, sebagai bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan pembangunan masing-masing daerah.

1.5. Ruang Lingkup

Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini dibatasi pada identifikasi potensi sektor-sektor perekonomian setiap kabupaten dan kota yang ada di Jawa Barat. Periode yang dianalisis pada penelitian ini adalah tahun 2000-2004. Pada tahun 2000 Jawa Barat mengalami pemekaran sehingga ada beberapa kabupaten/kota yang lepas dan ada juga yang baru terbentuk. Kabupaten/kota yang lepas dari Jawa Barat adalah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon, dimana kabupaten/kota tersebut bergabung membentuk propinsi baru yakni Propinsi Banten. Kota yang terbentuk dari hasil pemekaran terdiri dari Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar. Setelah pemekaran jumlah kabupaten/kota di Jawa Barat menjadi 16 kabupaten dan 9 kota, tetapi karena adanya keterbatasan data jumlah tenaga kerja dan PDRB untuk kota-kota baru, maka pada penelitian ini jumlah kabupaten dan kota terdiri dari 16 kabupaten dan

(19)

6 kota. Kota-kota hasil pemekaran dimasukkan ke kabupaten-kabupaten sebelum adanya pemekaran, yaitu Kota Cimahi dimasukkan ke Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya dimasukkan ke Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Banjar dimasukkan ke Kabupaten Ciamis. Analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dengan indikator pendapatan (PDRB atas dasar harga konstan

tahun 1993). Penelitian ini dimaksud untuk melihat struktur perekonomian kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat sehingga dapat teridentifikasi sektor-sektor yang mempunyai keunggulan dilihat dari segi pendapatan serta melihat sejauh mana penyerapan tenaga kerja yang terjadi.

(20)

2.1.1. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah

Perencanaan dalam arti luas adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, perencanaan merupakan suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum output) dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Sedangkan perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan (termasuk sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya, untuk mencapai tujuan-tujuan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efisien dan efektif (Tjokroamidjojo, 1979).

Menurut Anwar (1996) perencanaan pembangunan wilayah adalah suatu proses atau tahapan pengarahan kegiatan pembangunan di suatu wilayah tertentu yang melibatkan interaksi antara sumber daya manusia dengan sumber daya lain, termasuk sumber daya alam dan lingkungan melalui investasi.

Hanafiah (1988) mengemukakan perencanaan wilayah sebagai suatu bentuk perencanaan kegiatan harus dilihat sebagai suatu usaha untuk menterjemaahkan kebijaksanaan wilayah ke dalam bentuk “action-oriented planning”. Artinya perencanaan kegiatan harus dapat digambarkan dengan jelas

bagaimana kegiatan-kegiatan pembangunan tersebut dapat dilaksanakan diseluruh atau sebagian wilayah.

(21)

2.1.2. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi (Economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya ekspor dari wilayah tersebut. Di dalam pengertian ekonomi regional, ekspor adalah menjual produk/jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain di dalam negara itu maupun ke luar negeri (Tarigan, 2002).

Hanafiah (1988) membagi kegiatan dalam suatu wilayah menjadi kegiatan basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang dan jasa yang ditunjukan untuk diekspor keluar dari lingkungan masyarakat tersebut atau dijual kepada para pedagang yang datang dari luar masyarakat tersebut, sehingga dapat digolongkan kepada kegiatan masyarakat yang berorientasi keluar, regional, nasional dan internasional. Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi ekonomis sangat menentukan dalam pertumbuhan kegiatan basis suatu wilayah.

Menurut Glasson (1977) perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua yaitu kegiatan basis dan kegiatan-kegiatan bukan basis. Kegiatan-kegiatan basis (basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat-tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan bukan basis (non basic activities) adalah kegiatan-kegiatan yang menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang-orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat

(22)

yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas-lingkup produksi mereka dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal.

Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non basis dapat digunakan beberapa metode, yaitu metode pengukuran langsung dan metode pengukuran tidak langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan melakukan survey langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dilakukan untuk menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengingat hal tersebut maka sebagian pakar ekonomi menggunakan metode pengukuran tidak langsung, yaitu:

1. Metode Arbiter, dilakukan dengan cara membagi secara langsung kegiatan perekonomian ke dalam kategori ekspor dan non ekspor tanpa melakukan penelitian secara spesifik di tingkat lokal. Metode ini tidak memperhitungkan kenyataan bahwa kegiatan ekonomi bisa terdapat kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang yang sebagian diekspor atau dijual.

2. Metode Location Quotient (LQ), merupakan suatu alat analisa untuk melihat peranan suatu sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas.

3. Metode kebutuhan minimum, metode ini sangat tergantung pada pemilihan persentase minimum dan tingkat disagregasi. Disagregasi yang terlalu terperinci dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi basis atau ekspor.

(23)

Dari ketiga metode tersebut Glasson (1977) menyarankan metode LQ dalam menentukan sektor basis. Richardson (1977) menyatakan bahwa teknik LQ adalah yang paling lazim digunakan dalam studi-studi basis empirik. Asumsinya adalah bahwa jika suatu daerah lebih berspesialisasi dalam produksi suatu barang tertentu, maka ia mengekspor barang itu sesuai dengan tingkat spesialisasinya dalam memproduksi barang tersebut.

2.1.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang berperan dalam membuat perencanaan dan kebijaksanaan dalam pembangunan, menentukan arah pembangunan, serta mengevaluasi hasil pembangunan di suatu wilayah. PDRB dapat dijadikan indikator laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat dimonitor sektor-sektor apa saja yang menyebabkan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut sehingga ada prioritas pada sektor yang berada di wilayah yang bersangkutan.

Pada dasarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun dan dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan sruktur ekonomi, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa

(24)

tersebut yang menggunakan harga berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar dan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun. Besar kecilnya PDRB yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah dipengaruhi oleh jenis dan besarnya sumber daya alam yang telah dimanfaatkan, jumlah dan mutu sumber daya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis, serta tersedianya sarana dan prasarana.

PDRB dari suatu wilayah lebih menunjukkan pada besaran produksi suatu daerah, bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh penduduk di daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) telah banyak dilakukan sebelumnya seperti yang telah dilakukan oleh Sartono (2004) mengenai analisis peranan sektor basis perekonomian terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa selama kurun waktu 1998-2002 Kabupaten Wonogiri memiliki 6 sektor basis (pertanian, pertambangan, bangunan, pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-jasa) pada tahun 1998, sedangkan pada tahun 1999 hanya terdapat dua sektor basis karena sektor pertambangan, bangunan, keuangan dan jasa berubah menjadi bukan basis. Pada tahun 2000-2002 sektor basis menjadi empat sektor (pertanian, pengangkutan, keuangan dan jasa. Pada penelitian ini dianalisis juga di tingkat lokal dan menunjukkan bahwa sektor pertanian di Kabupaten Wonogiri masih

(25)

mendominasi karena hampir di setiap kecamatan memiliki sektor basis pertanian kecuali Kecamatan Ngadirojo, Selogiri, Sidoharjo, Wonogiri dan Jatisrono.

Efek pengganda dari hasil analisis yang dilakukan Sartono (2004) menunjukkan bahwa sektor pertanian yang merupakan sektor basis memberi dampak yang positif bagi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Wonogiri. Sedangkan pada tingkat kecamatan dari hasil analisis basis ekonomi lokal di Kabupaten Wonogiri menunjukkan bahwa di masing-masing kecamatan mampu menghasilkan surplus pendapatan yang positif walaupun ada beberapa kecamatan yang surplus pendapatannya negatif. Kabupaten Wonogiri memiliki nilai kuosien spesialisasi dan lokalisasi yang lebih kecil dari satu sehingga dapat dikatakan masing-masing kecamatan belum menunjukkan tingkat spesialisasi dan lokalisasi yang tinggi pada sektor basis yang dimiliki sehingga hampir semua lapangan usaha yang di Kabupaten Wonogiri memiliki kecenderungan lokasi yang menyebar dan tidak ada yang terspesialisasi.

Susanto (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Peran dan Potensi Sektor Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Padi dan Palawija dalam Pembangunan Wilayah Kabupaten Bogor”, menyatakan bahwa sektor pertanian atau subsektor bahan pangan bukan merupakan basis karena nilai LQ kurang dari satu untuk Kabupaten Bogor. Akan tetapi pada tingkat kecamatan di Kabupaten Bogor memiliki komoditi basis pertanian tanaman padi dan palawija. Artinya, komoditi tersebut memiliki kepentingan relatif yang lebih tinggi untuk kecamatan-kecamatan tertentu dibanding kabupaten.

(26)

Prihartanti (2005) penelitiannya berjudul ”Analisis Keunggulan Komparatif dan Keunggulan Kompetitif dalam Pembangunan Wilayah Pada Masa Otonomi Daerah Di Kabupaten Kudus”, melihat keunggulan komparatif dengan menggunakan nilai LQ dengan indikator NTB atau PDRB, selain itu juga dihitung efek pengganda pendapatan serta surplus pendapatan bagi daerah. Pada kerangka pemikirannya tingkat kecamatan dianggap sebagai wilayah bawah dan kabupaten dianggap sebagai wilayah atas dalam perhitungan LQ. Analisis yang digunakan dalam keunggulan kompetitif dihitung dengan analisis LQ dengan variabel yang digunakan adalah tingkat upaya pajak (tax effort), investasi dalam bidang pendidikan, dan kemampuan otonomi daerah.

Hasil analisis Kabupaten Kudus memiliki keunggulan komparatif terhadap Propinsi Jawa Tengah dalam sektor industri pengolahan dan perdagangan, hotel dan restoran. Hasil analisis basis perekonomian lokal Kabupaten Kudus menunjukkan bahwa setiap kecamatan di wilayah Kabupaten kudus mempunyai sektor basis. Sektor pertanian mempunyai nilai LQ paling tinggi di Kecamatan Undaan dan sektor basis yang paling banyak terdapat di wilayah Kabupaten Kudus adalah sektor listrik, gas dan air. Di wilayah Kabupaten Kudus tidak ada kecamatan yang berspesialisasi terhadap sektor perekonomian, berarti kegiatan ekonomi di Kabupaten Kudus relatif menyebar di semua kecamatan.

2.3. Kerangka Pemikiran

Pembangunan wilayah ditujukan untuk pengembangan masyarakat di dalam suatu wilayah. Pembangunan wilayah membutuhkan alokasi sumber daya yang optimal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang

(27)

diharapkan akan menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang optimal. Suksesnya pembangunan di suatu wilayah dapat dilihat dari bagaimana peranan struktur perekonomiannya.

Salah satu indikator yang sering digunakan untuk menggambarkan keberhasilan ekonomi suatu wilayah adalah pembentukkan PDRB yang dapat dihitung dengan melihat bagaimana nilai tambah yang dihasilkan setiap sektor ekonominya. Dengan demikian struktur perekonomian daerah sangat dipengaruhi oleh kemampuan tiap-tiap sektor dalam pencapaian nilai tambah. Dari struktur perekonomian akan didapatkan gambaran secara umum tentang potensi ekonomi suatu wilayah yang akan bermanfaat bagi pembangunan wilayah tersebut.

Jawa Barat merupakan salah satu propinsi yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional, dimana keberhasilan pembangunannya ditentukan oleh struktur perekonomian setiap kabupaten/kotanya. Masing-masing kabupaten/kota di Jawa Barat mempunyai keunggulan yang tergantung pada letak wilayah, sumber daya alam dan sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu, sektor unggulan tersebut harus diketahui agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Perekonomian setiap kabupaten/kota dapat dicerminkan oleh besarnya PDRB yang diperoleh dan tingkat penyerapan tenaga kerja pada masing-masing sektor perekonomian. Kriteria sektor unggulan dapat dilihat dari kontribusinya yang tinggi terhadap perekonomian wilayah tersebut, jadi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya tetapi juga dapat disalurkan atau diekspor ke

(28)

wilayah lain yang disebut dengan sektor basis. Hal ini akan meningkatkan pendapatan, output dan penyerapan tenaga kerja wilayah tersebut.

Berdasarkan Gambar 2.1, sektor unggulan suatu wilayah dapat diketahui dengan melihat nilai LQ dimana indikator yang digunakan adalah indikator pendapatan yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perhitungan LQ setiap kabupaten dan kota dianggap sebagai wilayah bawah dan propinsi dianggap sebagai wilayah atas. Sektor yang menjadi basis adalah sektor yang memiliki nilai LQ lebih besar dari satu yang artinya sektor tersebut mempunyai keunggulan dibandingkan dengan sektor yang sama di daerah lain. Pada penelitian ini juga dihitung nilai surplus pendapatan dan kontribusi sektor basis sehingga dapat terlihat sektor unggulan berdasarkan nilai LQ, nilai surplus pendapatan dan nilai kontribusi sektor basis.

Selain berkaitan dengan kemampuan ekspor, sektor unggulan juga harus memiliki andil yang tinggi dalam perekonomian masyarakat yang dapat diketahui dari nilai distribusi persentase PDRBnya. Semakin besar nilai persentase PDRB suatu sektor di wilayah tersebut, maka menunjukkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor unggulan, selanjutnya bagaimana penyerapan tenaga kerja setiap sektor dan tingkat kesejahteraanya juga akan dibahas dalam kaitannya dengan penentuan sektor unggulan kabupaten/kota di Jawa Barat.

(29)

Pembangunan Wilayah Jawa Barat Perekonomian Kabupaten & Kota PDRB Sektor Unggulan Surplus Pendapatan Kontribusi Sektor Basis Tenaga Kerja Distribusi Persentase Sektoral LQ

(30)

Wilayah kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat dijadikan sebagai objek penelitian. Pemilihan wilayah tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa kabupaten dan kota di Jawa Barat memiliki struktur perekonomian yang cukup kompleks dan sektor-sektor ekonomi yang berkembang cukup beragam sehingga sangat menarik untuk dianalisis.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time series selama lima tahun dari tahun 2000 sampai tahun 2004. Data sekunder tersebut meliputi data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 1993 dan jumlah tenaga kerja pada setiap sektor di kabupaten dan kota serta Propinsi Jawa Barat. Data sekunder ini berasal dari instansi yang terkait, yaitu Biro Pusat Statistik Pusat dan Propinsi Jawa Barat serta literatur-literatur yang relevan dengan tujuan penelitian.

3.3. Metode Analisis

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi wilayah serta keragaan pembangunan yang ada di kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat sedangkan metode kuantitatif digunakan dalam perhitungan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian.

(31)

Metode analisis yang digunakan untuk memecahkan tujuan penelitian adalah metode Location Quotient (LQ), metode ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor yang menjadi basis ekonomi yang merupakan keunggulan di setiap wilayah dengan indikator yang digunakan adalah indikator pendapatan. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis kontribusi sektor basis serta surplus pendapatan setiap kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat.

3.3.1. Metode Location Quotient (LQ)

Metode yang digunakan untuk menganalisis keunggulan sektor-sektor ekonomi suatu wilayah adalah metode Location Quotient (LQ). Metode LQ digunakan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan merupakan sektor basis atau non basis dalam suatu wilayah pada periode tertentu yaitu dengan memperbandingan antara fungsi relatif pendapatan sektor i pada tingkat wilayah tertentu dengan fungsi relatif pendapatan sektor i pada tingkat wilayah yang lebih luas. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

N Ni S S N S N S LQ i i i / / / / = = (3.1) dimana:

LQ = Besarnya kuosien lokasi suatu sektor ekonomi, Si = Pendapatan sektor i di tingkat kabupaten/kota,

S = Total pendapatan pada tingkat kabupaten/kota, Ni = Pendapatan sektor i pada tingkat propinsi, dan

(32)

Apabila nilai LQ>1 menunjukkan bahwa sektor i termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut mempunyai peranan ekspor di wilayah (kabupaten/kota) tersebut. Jika LQ<1 menunjukkan bahwa sektor i termasuk sektor non basis, artinya wilayah (kabupaten/kota) tersebut akan mengimpor dari daerah lain. LQ=1 berarti suatu wilayah (kabupaten/kota) dengan wilayah pembanding yang lebih luas (propinsi) mempunyai derajat spesialisasi yang sama.

3.3.2. Kontribusi Pendapatan Sektor Basis

Kontribusi sektor basis merupakan suatu metode untuk melihat besarnya pengaruh kegiatan ekonomi basis terhadap peningkatan pendapatan di suatu wilayah. Nilai kontribusi kegiatan basis diperoleh dari pembagian antara jumlah pendapatan kegiatan ekonomi basis dengan jumlah pendapatan kegiatan ekonomi basis dan non basis (total pendapatan) yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Y Y Y Y Y K b n b b = + = (3.2) dimana:

K = Kontribusi pendapatan basis,

Yb = Pendapatan kegiatan ekonomi basis di tingkat kabupaten/kota,

Yn = Pendapatan kegiatan ekonomi non basis di tingkat kabupaten/kota, dan

Y = Total Pendapatan di tingkat kabupaten/kota.

3.3.3. Analisis Surplus Pendapatan

Surplus pendapatan merupakan suatu besaran yang digunakan untuk melihat besarnya ekspor dan impor suatu wilayah dalam suatu kegiatan ekonomi.

(33)

Nilai ini diperoleh dengan mengalikan indeks surplus pendapatan dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang ada di wilayah tersebut. Secara matematis hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

i i i S N N xS S SP=Σ{( / )−( / )} (3.3) dimana:

SP = Surplus pendapatan pada tingkat kabupaten/kota, Si = Pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten/kota,

S = Total pendapatan sektor i pada tingkat kabupaten/kota, Ni = Pendapatan sektor i pada tingkat propinsi, dan

N = Total pendapatan sektor i pada tingkat propinsi.

Jika SP>0 berarti kabupaten/kota tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan kabupaten/kota lain serta memberikan surplus pendapatan bagi masyarakat yang menghasilkannya. Jika SP<0 berarti kabupaten/kota tersebut masih kurang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan perlu mengimpor dari kabupaten/kota lain.

3.4. Definisi Operasional

1. Sektor basis merupakan sektor yang memiliki peranan ekspor dalam suatu wilayah.

2. Kabupaten/kota dikatakan memiliki sektor basis apabila sektor tersebut pernah menjadi sektor basis sebanyak 3 kali dari 5 tahun periode penelitian.

(34)

Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak diantara 5o50’ – 7o50’ LS dan 104o48’ – 108o48’ BT, dengan batas-batas wilayahnya:

- sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta - sebelah timur, berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah - sebelah selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia - sebelah barat, berbatasan dengan Propinsi Banten.

Sumber: BPS, 2006

Gambar 4.1. Peta Propinsi Jawa Barat

Kondisi geografis Jawa Barat yang strategis merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdataran rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah.

(35)

Selain itu, Jawa Barat memiliki lahan yang subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari luas tanahnya digunakan untuk pertanian. Hal ini menyebabkan Propinsi Jawa Barat ditetapkan sebagai lumbung pangan nasional (BPS Propinsi Jawa Barat, 2004).

4.2. Wilayah Administratif dan Penduduk

Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor: 378). Propinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat. Selama lebih kurang 50 tahun sejak pembentukannya, wilayah kabupaten dan kota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang (1968), Kota Tangerang (1993), Kota Bekasi (1996), Kota Cilegon dan Kota Depok (1999). Padahal dalam kurun waktu tersebut telah banyak perubahan baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, maupun kemasyarakatan.

Dalam kurun waktu 1994-1999, secara kuantitatif jumlah Wilayah Pembantu Gubernur tetap 5 wilayah dengan tediri dari: 20 kabupaten dan 5 kotamadya, dan tahun 1999 jumlah kotamadya bertambah menjadi 8 kotamadya. Kota administratif berkurang dari enam daerah menjadi empat, karena Kotip Depok pada tahun 1999 berubah status menjadi kota otonom.

Dengan lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Propinsi Banten, maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi Propinsi Banten dengan daerahnya meliputi: Kabupaten Serang,

(36)

Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten dan kota Tangerang serta Kota Cilegon.

Adanya perubahan itu, maka sejak tahun 2000 Propinsi Jawa Barat terdiri dari 16 Kabupaten dan 9 Kota, dengan membawahi 584 Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat luas wilayah, jumlah penduduk serta kepadatan penduduk pada masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat.

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat

No Kabupaten dan kota Luas Wilayah (Km2) Jumlah Penduduk Kepadatan (Jiwa/Km2) 1. Kab. Bogor 3.440,71 3.945.111 1.147 2. Kab. Sukabumi 3.934,47 2.210.091 562 3. Kab. Cianjur 3.432,96 2.079.306 606 4. Kab. Cirebon 988,28 2.084.572 2.109 5. Kab. Indramayu 2.000,99 1.749.170 874 6. Kab. Kuningan 1.178,58 1.073.172 911 7. Kab. Majalengka 1.204,24 1.184.760 984 8. Kab. Bekasi 1.484,37 1.917.248 1.292 9. Kab. Karawang 1.737,53 1.939.674 1.116 10. Kab. Purwakarta 969,82 760.220 784 11. Kab. Subang 2.051,76 1.406.976 686 12. Kab. Bandung 2.000,91 4.134.504 2.066 13. Kab. Sumedang 1.522,21 1.043.340 685 14. Kab. Garut 3.065,19 2.260.478 737 15. Kab. Tasikmalaya 2.680,48 1.635.661 610 16. Kab. Ciamis 2.556,75 1.522.928 596 17. Kota Depok 200,29 1.353.249 6.756 18. Kota Bogor 21,56 833.523 38.661 19. Kota Sukabumi 12,15 278.418 22.915 20. Kota Cirebon 37,54 276.912 7.376 21. Kota Bekasi 210,49 1.931.976 9.178 22. Kota Bandung 167,27 2.290.464 13.693 23. Kota Cimahi 48,42 482.763 9.970 24. Kota Tasikmalaya 471,62 579.128 1.228 25. Kota Banjar 1.135,90 166.868 147 Jumlah 34.816,96 39.140.812

(37)

4.3. Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang ada di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan ini diukur dalam nilai riil, artinya diukur dalam harga konstan. Kondisi ekonomi makro di Propinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa selama kurun waktu lima tahun yaitu dari tahun 2000 sampai 2004 cenderung mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.2, tetapi apabila dilihat dari persentasenya peningkatan PDRB tersebut cenderung mengalami penurunan, kecuali tahun 2004. Tahun 2001 meningkat sebesar 3.014.202,14 (5,06 %), tahun 2002 sebesar 3.050.426,68 (4,88 %), tahun 2003 sebesar 3.110.592,91 (4,74 %) sedangkan tahun 2004 sebesar 3.590.334,43 (5,26 %).

Tabel 4.2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah)

Tahun Sektor-Sektor Perekonomian 2000 2001 2002 2003 2004 1. Industri Pengolahan 21.269.223,75 (35,74) 22.351.528,47 (35,74) 23.563.411,90 (35,93) 24.745.737,63 (36,02) 25.886.592,67 (35,81) 2. Perdagangan, Hotel &

Restoran 12.249.647,99 (20,58) 12.640.082,56 (20,21) 13.354.567,37 (20,36) 14.190.094,41 (20,66) 15.041.332,01 (20,81) 3. Pertanian 8.624.494,12 (14,49) 9.005.802,25 (14,40) 9.212.067,15 (14,05) 9.338.382,01 (13,59) 9.727.150,59 (13,46) 4. Jasa-Jasa 5.606.285,13 (9,42) 5.922.130,86 (9,47) 6.168.380,30 (9,41) 6.471.141,44 (9,42) 6.957.290,93 (9,62) 5. Pengangkutan & Komunikasi 3.428.208,22 (5,76) 3.687.739,30 (5,90) 3.943.429,03 (6,01) 4.180.863,73 (6,09) 4.460.726,38 (6,17) 6. Bangunan/Konstruksi 2.321.445,77 (3,90) 2.454.524,51 (3,93) 2.581.854,81 (3,94) 2.713.918,56 (3,95) 2.953.690,85 (4,09) 7. Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan 2.310.848,14 (3,88) 2.455.245,34 (3,93) 2.584.565,04 (3,94) 2.756.210,66 (4,01) 2.976.531,67 (4,12) 8. Pertambangan & Penggalian 2.211.859,07 (3,72) 2.361.896,62 (3,78) 2.404.847,31 (3,67) 2.439.247,22 (3,55) 2.264.408,81 (3,13) 9. Listrik, Gas & Air bersih 1.496.870,99

(2,51) 1.654.135,41 (2,65) 1.770.389,09 (2,70) 1.858.509,25 (2,71) 2.016.715,44 (2,79) Total PDRB 59.518.883,18 (100) 62.533.085,32 (100) 65.583.512,00 (100) 68.694.104,91 (100) 72.284.439,34 (100) Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat, 2000-2004

(38)

Dilihat secara keseluruhan perekonomian di Propinsi Jawa Barat, sektor yang menyumbang pendapatan tertinggi terdapat pada sektor industri pengolahan yaitu sekitar 35 persen dari seluruh pendapatan yang ada di Propinsi Jawa Barat, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, nilainya mencapai sekitar 20 persen sedangkan sektor yang memberikan kontribusi terkecil dalam PDRB Jawa Barat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, nilainya tidak mencapai 3 persen tiap tahunnya.

(39)

Metode Location Quotient (LQ) dapat digunakan untuk mengetahui sektor-sektor perekonomian yang menjadi basis atau non basis dalam suatu wilayah yaitu dengan memperbandingkan antara sektor-sektor perekonomian di tingkat kabupaten dan kota (wilayah bawah) terhadap propinsi (wilayah atas). Analisis ini menggunakan indikator pendapatan. Tujuan dari analisis ini untuk mengetahui potensi sektor-sektor perekonomian terhadap perekonomian suatu wilayah. Sektor basis adalah sektor yang mempunyai nilai LQ lebih besar dari satu, artinya sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan sektor tersebut di wilayahnya dan mempunyai potensi untuk mengekspor ke luar wilayah.

Berdasarkan Tabel 5.1, secara umum kabupaten/kota yang ada di Propinsi Jawa Barat mempunyai sektor basis di sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Hal ini terlihat dari jumlah kabupaten/kota yang memiliki sektor basis tersebut yaitu mencapai 15 kabupaten/kota. Sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan penyumbang PDRB terbesar kedua setelah sektor industri pengolahan, sedangkan sektor industri pengolahan yang merupakan penyumbang PDRB terbesar tersebut ternyata hanya menjadi sektor basis bagi 7 kabupaten/kota.

Dari Tabel 5.1 dapat dilihat adanya perbedaan sektor basis yang dimiliki oleh kabupaten dan kota. Sebagian besar kabupaten memiliki sektor basis pada sektor pertanian, sedangkan semua kota memiliki sektor basis pada sektor

(40)

perdagangan, hotel dan restoran dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Tabel 5.1. Urutan Sektor Basis Berdasarkan Jumlah Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004

Sektor Basis

Jumlah Kabupaten

dan Kota

Kabupaten dan Kota

1. Perdagangan, Hotel & Restoran

15 (9 kab.+

6 kota)

Kabupaten: Karawang, Subang, Garut, Sumedang, Purwakarta, Kuningan, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis

Kota: Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bogor, Bekasi, Depok

2. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

15 (9 kab.+

6 kota)

Kabupaten: Cirebon, Tasikmalaya, Ciamis, Purwakarta, Sumedang, Garut, Sukabumi, Cianjur, Majalengka

Kota: Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Depok, Bekasi

3. Jasa-Jasa

13 (10 kab.+

3 kota)

Kabupaten: Kuningan, Tasikmalaya, Garut, Subang, Cirebon, Ciamis, Sukabumi, Majalengka, Sumedang, Cianjur

Kota: Sukabumi, Bandung, Depok

4. Pengangkutan & Komunikasi

12 (7 kab.+

5 kota

Kabupaten: Ciamis, Cirebon, Cianjur, Tasikmalaya, Majalengka, Sukabumi, Karawang

Kota: Cirebon, Sukabumi, Bandung, Bogor, Depok

5. Bangunan/Konstruksi

12 (7 kab.+

5 kota)

Kabupaten: Tasikmalaya, Cirebon, Ciamis, Kuningan, Bogor, Majalengka, Garut

Kota: Bogor, Depok, Sukabumi, Bandung, Bekasi

6. Pertanian 12

(12 kab.)

Kabupaten: Cianjur, Subang, Kuningan, Sukabumi, Garut, Ciamis, Majalengka, Sumedang, Cirebon, Tasikmalaya, Karawang, Indramayu

7. Listrik, Gas & Air bersih

9 (5 kab.+

4 kota)

Kabupaten: Bogor, Bandung, Purwakarta, Karawang, Cirebon

Kota: Bogor, Depok, Bandung, Bekasi

8. Industri Pengolahan

7 (5 kab.+

2 kota)

Kabupaten: Bekasi, Bandung, Bogor, Purwakarta, Karawang

Kota: Bekasi, Depok 9. Pertambangan & Penggalian 2

(2 kab.)

Kabupaten: Indramayu, Sukabumi

Sumber: Lampiran 2 (diolah)

Pada Tabel 5.2, dilihat dari jumlah sektor basis yang dimiliki oleh setiap kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa Barat. Kabupaten/kota yang memiliki sektor basis terbanyak adalah Kota Depok, sedangkan yang memiliki sektor basis yang paling sedikit adalah Kabupaten Bekasi.

(41)

Tabel 5.2. Jumlah Sektor Basis Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat dengan Indikator Pendapatan Tahun 2000-2004

KABUPATEN/KOTA Sektor Basis Jumlah Sektor Basis

KABUPATEN

Tasikmalaya 6 Bangunan/Konstruksi; Jasa-Jasa; Pertanian; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Pengangkutan & Komunikasi; Perdagangan, Hotel & Restoran

Ciamis 6

Pertanian; Bangunan/Konstruksi; Perdagangan, Hotel & Restoran; Pengangkutan & Komunikasi; Jasa-Jasa; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

Cirebon 6 Pertanian; Bangunan/Konstruksi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Jasa-Jasa; Pengangkutan & Komunikasi; Listrik, Gas & Air Bersih Cianjur 5 Pertanian; Jasa-Jasa; Pengangkutan & Komunikasi; Perdagangan, Hotel &

Restoran; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

Majalengka 5 Pertanian; Bangunan/Konstruksi; Pengangkutan & Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Jasa-Jasa

Sukabumi 5 Pertanian; Jasa-Jasa; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Pertambangan & Penggalian; Pengangkutan & Komunikasi

Garut 5 Pertanian; Jasa-Jasa; Perdagangan, Hotel & Restoran; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Bangunan/Konstruksi

Karawang 5 Listrik, Gas & Air Bersih; Perdagangan, Hotel & Restoran; Pertanian; Pengangkutan & Komunikasi; Industri Pengolahan

Purwakarta 4 Listrik, Gas & Air Bersih; Perdagangan, Hotel & Restoran; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Industri Pengolahan

Sumedang 4 Pertanian; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Jasa-Jasa; Perdagangan, Hotel & Restoran

Kuningan 4 Pertanian; Jasa-Jasa; Bangunan/Konstruksi; Perdagangan, Hotel & Restoran Bogor 3 Listrik, Gas & Air Bersih; Industri Pengolahan; Bangunan/Konstruksi Subang 3 Pertanian; Jasa-Jasa; Perdagangan, Hotel & Restoran

Bandung 2 Listrik, Gas & Air Bersih; Industri Pengolahan Indramayu 2 Pertambangan & Penggalian; Pertanian Bekasi 1 Industri Pengolahan

KOTA

Depok 7

Bangunan/Konstruksi; Listrik, Gas & Air Bersih; Perdagangan, Hotel & Restoran; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Industri Pengolahan; Pengangkutan & Komunikasi, Jasa-Jasa

Bandung 6

Pengangkutan & Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Perdagangan, Hotel & Restoran; Jasa-Jasa; Bangunan/Konstruksi; Listrik, Gas & Air Bersih

Bekasi 5 Industri Pengolahan; Perdagangan, Hotel & Restoran; Bangunan/Konstruksi; Listrik, Gas & Air Bersih; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

Bogor 5

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Bangunan/Konstruksi;

Pengangkutan & Komunikasi; Listrik, Gas & Air Bersih; Perdagangan, Hotel & Restoran

Sukabumi 5 Perdagangan, Hotel & Restoran; Pengangkutan & Komunikasi; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan; Jasa-Jasa; Bangunan/Konstruksi

Cirebon 3 Pengangkutan & Komunikasi; Perdagangan, Hotel & Restoran; Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

(42)

5.2. Analisis Surplus Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian dan Kontribusi Sektor Basis

Surplus pendapatan dihitung dari total pendapatan sektor-sektor perekonomian pada setiap kabupaten dan kota. Apabila nilai surplus pendapatan positif (SP>0), maka sektor-sektor perekonomian pada kabupaten/kota tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan memberikan surplus bagi masyarakat yang menghasilkannya. Sebaliknya jika surplus pendapatan negatif (SP<0) berarti sektor-sektor perekonomian kabupaten/kota tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan perlu mengimpor dari kabupaten/kota lain.

Propinsi Jawa Barat selama periode analisis menghasilkan surplus pendapatan yang positif dan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi persentase peningkatannya cenderung menurun kecuali tahun 2004. Tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 4,80 persen, tahun 2002 sebesar 3,77 persen, tahun 2003 sebesar 2,68 persen dan tahun 2004 sebesar 4,45 persen. Hal ini juga terlihat dari nilai PDRB Propinsi Jawa Barat seperti yang sudah dijelaskan pada gambaran umum wilayah penelitian bahwa pendapatan Propinsi Jawa Barat pada saat tahun 2000 sampai tahun 2004 memang mengalami peningkatan dan persentase peningkatannya cenderung menurun, kecuali tahun 2004.

Besarnya surplus pendapatan pada masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat selama periode analisis dapat dilihat pada Tabel 5.3, dimana nilai surplus pendapatan pada masing-masing kabupaten dan kota bernilai positif. Nilai surplus yang positif ini menunjukkan bahwa sektor-sektor basis dari seluruh sektor perekonomian pada masing-masing kabupaten dan kota mempunyai nilai

(43)

pendapatan yang lebih besar dibandingkan sektor non basisnya, artinya sektor-sektor basis tersebut lebih diandalkan dalam perekonomian masyarakat di Jawa Barat.

Surplus pendapatan setiap kabupaten dan kota yang ada di Propinsi Jawa Barat sangat bervariasi. Dari Tabel 5.3 hanya ada beberapa kabupaten dan kota yang mengalami peningkatan surplus pendapatan setiap tahunnya selama periode analisis yaitu Kabupaten Bekasi, Cianjur, Subang, Kuningan dan Kota Sukabumi.

Secara keseluruhan selama periode analisis, surplus pendapatan terbesar dimiliki oleh Kabupaten Bekasi dengan nilai yang relatif meningkat setiap tahunnya sedangkan surplus pendapatan terkecil dimiliki oleh Kota Bogor. Tidak semua kabupaten dan kota yang memiliki banyak sektor basis menghasilkan nilai surplus pendapatan yang besar bagi daerahnya. Hal ini dapat terlihat selama periode analisis nilai surplus pendapatan terkecil terdapat di Kota Bogor padahal selama periode analisis, kota tersebut memiliki lima sektor basis, sebaliknya Kabupaten Bekasi yang memiliki nilai surplus pendapatan terbesar ternyata hanya terdapat satu sektor basis (lihat Tabel 5.2 dan 5.3).

Nilai surplus pendapatan ini tidak terlepas dari kontribusi sektor basis yang dihasilkan. Kontribusi dari pendapatan sektor basis di Propinsi Jawa Barat selama periode analisis mencapai nilai 0,71 sampai 0,73 atau sebesar 71 persen sampai 73 persen dari total pendapatan sektor-sektor perekonomian Propinsi Jawa Barat (Tabel 5.4).

(44)

Tabel 5.3. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Surplus Pendapatan Tahun 2000-2004 (Juta Rupiah)

Tahun KABUPATEN/KOTA 2000 2001 2002 2003 2004 KABUPATEN 1. Bekasi (1) 2.716.398,83 2.854.442,49 3.001.504,02 3.146.961,66 3.336.111,38 2. Indramayu (2) 543.161,00 560.728,06 571.894,65 545.286,31 464.427,84 3. Bandung (2) 468.049,87 488.251,87 499.662,85 510.550,39 536.789,20 4. Cianjur (5) 260.787,10 274.559,64 289.389,50 302.833,50 313.637,12 5. Bogor (3) 281.466,24 273.928,02 281.973,69 285.126,67 317.860,71 6. Subang (3) 217.385,99 217.700,14 226.283,13 231.395,63 297.310,56 7. Garut (5) 166.001,40 174.834,35 182.812,31 180.429,18 186.172,88 8. Ciamis (6) 119.156,79 115.705,24 100.008,14 104.368,59 104.824,98 9. Kuningan (4) 94.325,71 105.352,19 105.891,90 108.151,76 110.730,99 10. Sukabumi (5) 80.272,93 92.250,04 105.296,74 109.518,20 101.555,67 11. Tasikmalaya (6) 83.024,47 75.251,58 86.562,13 89.423,75 110.800,18 12. Purwakarta (4) 74.540,42 81.699,09 79.044,52 81.863,15 63.099,29 13. Cirebon (6) 25.497,82 60.712,15 58.087,27 50.715,61 54.627,21 14. Majalengka (5) 43.971,82 44.216,52 37.333,15 35.180,98 35.514,34 15. Sumedang (4) 36.715,18 35.779,48 36.981,85 35.503,94 35.249,55 16. Karawang (5) 37.235,90 18.178,32 31.799,38 42.250,58 39.789,93 KOTA 1. Bekasi (5) 200.802,86 236.217,25 238.835,21 241.253,98 251.876,62 2. Bandung (6) 171.011,29 177.573,34 177.289,57 176.426,17 195.595,40 3. Sukabumi (5) 73.628,40 77.500,98 80.604,66 82.205,96 85.034,48 4. Cirebon (3) 56.043,46 58.036,23 58.278,94 57.467,90 59.609,71 5. Depok (7) 37.247,09 41.012,18 44.041,95 46.894,37 51.732,34 6. Bogor (5) 21.625,20 23.482,51 23.068,55 22.362,15 22.180,09 Total 5.808.349,76 6.087.411,67 6.316.644,10 6.486.170,45 6.774.530,46 Sumber: Lampiran 3

Ket: Angka ( ) menunjukkan jumlah sektor basis

Pertumbuhan ekonomi wilayah dapat terjadi karena adanya kontribusi pendapatan yang dihasilkan oleh pembelanjaan kembali pendapatan yang diperoleh dari penjualan barang dan jasa yang dihasilkan wilayah yang bersangkutan yang dipasarkan ke luar wilayah (ekspor), dengan kata lain adanya kontribusi dari sektor basis yang berada pada wilayah tersebut. Besarnya tingkat kekuatan dari kontribusi tersebut mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah yang ditunjukkan oleh nilai kontribusi pendapatan basis yang dihasilkan.

(45)

Kontribusi pendapatan suatu sektor basis merupakan rasio atau perbandingan antara total pendapatan sektor basis dengan total pendapatan seluruh sektor-sektor perekonomian. Hasil perhitungan kontribusi pendapatan sektor basis dapat dilihat pada Tabel 5.4. Nilai kontribusi kabupaten dan kota yang melebihi nilai rata-rata kontribusi di Jawa Barat menunjukkan bahwa kabupaten/kota tersebut lebih unggul.

Tabel 5.4. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Nilai Kontribusi Pendapatan Sektor-Sektor Basis Tahun 2000-2004 Tahun KABUPATEN/KOTA 2000 2001 2002 2003 2004 KABUPATEN 1. Cianjur 0,96 0,92 0,93 0,93 0,93 2. Ciamis 0,90 0,91 0,91 0,91 0,91 3. Tasikmalaya 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 4. Kuningan 0,88 0,88 0,91 0,86 0,86 5. Subang 0,85 0,85 0,85 0,85 0,88 6. Garut 0,87 0,87 0,83 0,83 0,82 7. Purwakarta 0,79 0,79 0,79 0,79 0,82 8. Bekasi 0,78 0,78 0,78 0,78 0,78 9. Sumedang 0,74 0,74 0,74 0,74 0,73 10. Cirebon 0,67 0,70 0,70 0,69 0,69 11. Karawang 0,51 0,50 0,50 0,79 0,79 12. Majalengka 0,66 0,65 0,64 0,63 0,63 13. Sukabumi 0,63 0,64 0,64 0,57 0,62 14. Bogor 0,61 0,61 0,61 0,61 0,62 15. Indramayu 0,58 0,59 0,58 0,56 0,55 16. Bandung 0,57 0,57 0,57 0,56 0,56 KOTA 1. Depok 0,97 0,97 0,97 0,88 0,82 2. Sukabumi 0,92 0,92 0,91 0,91 0,91 3. Bekasi 0,92 0,86 0,86 0,86 0,86 4. Bandung 0,72 0,72 0,71 0,71 0,71 5. Bogor 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 6. Cirebon 0,53 0,53 0,53 0,53 0,53 JAWA BARAT 0,72 0,72 0,72 0,73 0,73 Sumber: Lampiran 4

Ket: Angka dicetak tebal menunjukkan nilai kontribusi sektor basis kabupaten/kota melebihi nilai rata-rata kontribusi sektor basis di Jawa Barat

(46)

Berdasarkan Tabel 5.4, jumlah kabupaten dan kota yang memiliki kontribusi pendapatan lebih besar di sektor basis daripada sektor non basisnya ada 9 kabupaten dan 3 kota. Sementara itu, jumlah kabupaten dan kota yang memiliki kontribusi pendapatan yang lebih besar di sektor non basis daripada sektor basisnya ada 7 kabupaten dan 3 kota.

5.3. Penyerapan dan Tingkat Kesejahteraan Tenaga Kerja di Perekonomian Jawa Barat

Berikut disajikan jumlah tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Propinsi Jawa Barat. Dilihat secara keseluruhan, jumlah tenaga kerja terbesar dari tahun 2000-2004 terdapat pada sektor pertanian yang mencapai kurang lebih 30 persen dari jumlah total tenaga kerja yang ada di Jawa Barat.

Tabel 5.5. Urutan Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2000-2004 (Jiwa)

Tahun Sektor-Sektor Perekonomian 2000 2001 2002 2003 2004 1. Pertanian 4.085.907 (30,19) 5.128.660 (34,12 ) 4.599.956 (30,22) 5.158.605 (35,03) 4.353.604 (29,83) 2. Perdagangan, Hotel & Restoran 3.426.960

(25,32) 3.347.170 (22,27) 3.326.923 (21,85) 3.339.491 (22,56) 3.331.241 (22,82) 3. Industri Pengolahan 2.308.794 (17,06) 2.486.944 (16,55) 3.259.447 (21,41) 2.361.807 (15,95) 2.569.523 (17,60) 4. Jasa-Jasa 1.780.161 (13,15) 1.575.280 (10,48) 1.798.358 (11,81) 1.769.571 (11,95) 1.831.527 (12,55) 5. Pengangkutan & Komunikasi 1.053.469

(7,78) 1.002.234 (6,67) 1.104.835 (7,26) 1.067.487 (7,21) 1.284.381 (8,80) 6. Bangunan/Konstruksi 666.569 (4,92) 791.532 (5,27) 797.891 (5,24) 723.327 (4,89) 849.855 (5,82) 7. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 88.007

(0,65) 606.471 (4,03) 229.929 (1,51) 218.284 (1,47) 271.575 (1,86 ) 8. Pertambangan & Penggalian 78.840

(0,58) 59.580 (0,40) 69.055 (0,45) 113.718 (0,77) 64.068 (0,44) 9. Listrik, Gas & Air bersih 46.534

(0,34) 31.033 (0,21) 37.163 (0,24) 51.056 (0,34) 39.839 (0,27)

Total Tenaga Kerja 13.535.241 (100) 15.028.904 (100) 15.223.557 (100) 14.803.346 (100) 14.595.613 (100) Sumber: Lampiran 5 (diolah)

(47)

Dari Tabel 5.5, terlihat bahwa sektor kedua terbesar yang menyerap tenaga kerja di Jawa Barat yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, jumlahnya mencapai sekitar 21,85 persen sampai 25,32 persen. Sementara sektor yang memiliki jumlah tenaga kerja terkecil terdapat pada sektor listrik, gas dan air bersih hanya menyerap tenaga kerja sebesar 0,21 sampai 0,34 persen.

Tingkat kesejahteraan tenaga kerja pada sektor-sektor perekonomian di Jawa Barat dapat diperoleh dari besarnya nilai PDRB suatu sektor perekononomian dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang ada pada masing-masing sektor perekonomian tersebut. Pada Tabel 5.6 disajikan tabel yang memuat urutan tingkat kesejahteraan tenaga kerja di Jawa Barat.

Tabel 5.6. Urutan Tingkat Kesejahteraan Tenaga Kerja pada Sektor-Sektor Perekonomian di Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004 (Juta Rupiah/Tenaga Kerja)

Tahun Sektor-Sektor Perekonomian

2000 2001 2002 2003 2004

1. Listrik, Gas & Air bersih 32,17 53,30 47,64 36,40 50,62 2. Pertambangan & Penggalian 28,06 39,64 34,83 21,45 35,34 3. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 26,26 4,05 11,24 12,63 10,96 4. Industri Pengolahan 9,21 8,99 7,23 10,48 10,07 5. Perdagangan, Hotel & Restoran 3,57 3,78 4,01 4,25 4,52 6. Pengangkutan & Komunikasi 3,25 3,68 3,57 3,92 3,47 7. Jasa-Jasa 3,15 3,76 3,43 3,66 3,80 8. Bangunan/Konstruksi 3,48 3,10 3,24 3,75 3,48 9. Pertanian 2,11 1,76 2,00 1,81 2,23

4,40 4,16 4,31 4,64 4,95 Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat, 2000-2004 (diolah)

Selama periode analisis, tingkat kesejahteraan paling tinggi berada pada sektor listrik, gas dan air bersih. Sektor-sektor lainnya yang tingkat kesejahteraannya diatas rata-rata tingkat kesejahteraan tenaga kerja yang ada di Propinsi Jawa Barat adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor industri pengolahan

(48)

sedangkan sektor-sektor lainnya memiliki tingkat kesejahteraan tenaga kerja yang dibawah rata-rata tingkat kesejahteraan tenaga kerja secara keseluruhan dan tingkat kesejahteraan tenaga kerja paling rendah berada pada sektor pertanian.

Berdasarkan jumlah tenaga kerja pada masing-masing kabupaten/kota, yang menyerap tenaga kerja paling besar adalah Kabupaten Bandung, sedangkan jumlah tenaga kerja yang paling sedikit berada di Kota Sukabumi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2000-2004 (Jiwa)

Tahun KABUPATEN/KOTA 2000 2001 2002 2003 2004 KABUPATEN 1. Bandung 1.571.119 1.660.952 1.650.208 1.592.431 1.623.332 2. Bogor 1.103.726 1.283.998 1.250.664 1.263.456 1.340.253 3. Tasikmalaya 839.559 926.173 884.419 968.876 895.318 4. Cianjur 837.064 851.583 861.556 841.157 775.245 5. Sukabumi 810.575 877.028 814.993 827.245 823.478 6. Garut 700.012 822.336 816.833 838.147 816.476 7. Ciamis 709.396 828.473 777.552 819.093 743.530 8. Cirebon 729.178 782.867 747.873 799.165 803.352 9. Indramayu 636.116 742.907 657.656 757.730 766.150 10. Majalengka 508.623 514.096 1.410.053 561.700 495.728 11. Karawang 654.253 678.335 668.872 669.751 623.756 12. Bekasi 565.048 651.614 606.149 673.838 696.764 13. Subang 561.131 569.527 581.097 607.774 568.643 14. Kuningan 400.813 459.459 412.854 447.434 435.484 15. Sumedang 388.520 449.425 426.623 455.354 414.520 16. Purwakarta 264.991 281.227 296.728 292.381 281.010 KOTA 1. Bandung 777.191 968.760 801.886 822.784 869.022 2. Bekasi 586.155 669.957 660.493 653.449 656.493 3. Depok 515.809 460.600 408.010 459.482 512.775 4. Bogor 193.925 328.298 306.309 271.194 264.216 5. Cirebon 101.758 128.838 102.601 102.885 105.984 6. Sukabumi 80.279 92.451 80.128 78.020 84.084 JAWA BARAT 13.535.241 15.028.904 15.223.557 14.803.346 14.595.613 Sumber: Lampiran 5

(49)

Pada Tabel 5.8, dapat dilihat ururan kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat berdasarkan tingkat kesejahteraan tenaga kerjanya. Tingkat kesejahteraan tersebut diperoleh dari total PDRB dibagi dengan total tenaga kerja pada masing-masing kabupaten/kota. Tingkat kesejahteraan tertinggi berada di Kabupaten dan Kota Bekasi.

Tabel 5.8. Urutan Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Tenaga Kerja Tahun 2000-2004 (Juta Rupiah/Tenaga Kerja) Tahun KABUPATEN/KOTA 2000 2001 2002 2003 2004 KABUPATEN 1. Bekasi 15,32 13,86 15,64 14,87 15,25 2. Purwakarta 7,37 7,17 7,02 7,34 7,94 3. Indramayu 7,05 6,08 7,17 6,40 6,17 4. Karawang 4,27 4,54 4,82 5,05 5,77 5. Bandung 4,37 4,36 4,60 5,00 5,17 6. Bogor 3,90 3,47 3,73 3,85 3,82 7. Subang 3,05 3,14 3,22 3,22 3,53 8. Sukabumi 2,77 2,73 3,11 3,22 3,44 9. Garut 3,10 2,73 2,85 2,87 3,07 10. Ciamis 2,87 2,55 2,81 2,77 3,19 11. Sumedang 2,71 2,42 2,65 2,57 2,95 12. Cianjur 2,43 2,48 2,54 2,69 3,03 13. Tasikmalaya 2,56 2,33 2,59 2,44 2,98 14. Kuningan 2,28 2,14 2,48 2,38 2,54 15. Cirebon 2,17 2,26 2,47 2,38 2,48 16. Majalengka 2,22 2,30 0,87 2,24 2,64 KOTA 1. Bekasi 14,77 13,48 14,35 15,34 16,18 2. Cirebon 13,78 11,35 14,87 15,49 15,76 3. Bandung 7,38 6,47 8,35 8,72 8,88 4. Sukabumi 5,97 5,44 6,61 7,15 7,00 5. Bogor 5,91 3,69 4,18 5,01 5,46 6. Depok 2,52 2,99 3,58 3,38 3,22 JAWA BARAT 4,40 4,16 4,31 4,64 4,95

Sumber: BPS Propinsi Jawa Barat, 2000-2004 (diolah)

Ket: Angka cetak tebal menunjukkan tingkat kesejahteraan tenaga kerja di kabupaten/kota lebih besar dari rata-rata tingkat kesejahteraan tenaga kerja di Jawa Barat

(50)

Secara keseluruhan ada 5 kabupaten dan 5 kota yang memiliki tingkat kesejahteraan tenaga kerja yang lebih besar dari nilai rata-rata tingkat kesejahteraan tenaga kerja yang ada di Jawa Barat. Kabupaten/kota tersebut adalah Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bandung, Kota Bekasi, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Sukabumi dan Kota Bogor.

5.4. Sektor-Sektor Unggulan Setiap Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa Barat

Setiap kabupaten dan kota memiliki sektor unggulan yang berbeda-beda. Berikut ini dapat dilihat hasil analisis dari masing-masing kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat:

1) Kabupaten Bekasi

Selama periode analisis, Kabupaten Bekasi selalu mengalami peningkatan surplus pendapatan yang diperoleh dari satu-satunya sektor basis yang dimilikinya yaitu sektor industri pengolahan. Walaupun hanya memiliki satu sektor basis, tetapi sektor tersebut mampu memberikan pengaruh yang besar dalam perekonomian wilayah Kabupaten Bekasi. Kontribusinya mencapai 78 persen dari total pendapatan yang diperoleh kabupaten tersebut.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran yang merupakan sektor non basis, nilai pendapatannya menempati urutan kedua setelah industri pengolahan. Dilihat dari segi penyerapan tenaga kerjanya, sektor yang menyerap tenaga kerja terbesar berada pada sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.

(51)

2) Kabupaten Indramayu

Pendapatan Kabupaten Indramayu selama periode analisis cenderung mengalami peningkatan, kecuali tahun 2004. Sektor yang paling menonjol di Kabupaten Indramayu adalah sektor pertambangan dan penggalian yang merupakan sektor basis dengan nilai LQ yang sangat besar, begitu juga menghasilkan pendapatan yang sangat besar, pendapatan tersebut berasal dari pertambangan minyak bumi dan gas yang dimilikinya. Sektor lainnya yang merupakan sektor basis adalah sektor pertanian.

Kontribusi pendapatan sektor basis di Kabupaten Indramayu dari tahun 2000 sampai 2004 terbesar adalah 59 persen, di bawah nilai rata-rata kontribusi pendapatan sektor basis di Propinsi Jawa Barat, ini berarti kontribusi sektor non basis di Kabupaten Indramayu juga mempunyai peranan yang besar. Hal ini terlihat dari jumlah pendapatan yang diperoleh sektor non basis yang memberikan kontribusi terbesar kedua yaitu sektor industri pengolahan.

Urutan penyerapan tenaga kerja paling tinggi di Kabupaten Indramayu adalah sektor pertanian, padahal dilihat dari sisi pendapatannya bila dibandingkan dengan sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan, sektor pertanian lebih rendah. Ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan yang diperoleh tenaga kerja di sektor pertanian masih rendah.

3) Kabupaten Bandung

Sektor basis yang memegang peranan perekonomian terbesar di Kabupaten Bandung adalah sektor industri pengolahan. Dilihat dari segi penyerapan tenaga kerjanya, sektor industri pengolahan juga menyerap tenaga

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 4.1. Peta Propinsi Jawa Barat
Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk   Kabupaten dan kota di Propinsi Jawa Barat
Tabel 4.2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) Propinsi Jawa Barat Tahun  2000-2004 Atas Dasar Harga Konstan 1993 (Juta Rupiah)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Qardh, Istishna, dan Ijarah pada dua.. bank umum syariah

Masa kerja dimulai baik sejak menjadi guru honorer atau guru bantu maupun ketika diangkat langsung menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, dan (3) variabel terikat

Uji anava pada taraf signifikansi 5% terhadap kuat tekan mortar dengan perbandingan semen dan pasir 1:3 menghasilkan nilai F hitung yang lebih kecil dari pada F

Volume 6, Nomor 1, Januari 2020 || SELING: Jurnal Program Studi PGRA | 53 Abstrak: Tujuan yang hendak dicapai adalah untuk menguji pengaruh permainan sunda manda

Asuhan keperawatan pada pasien gastritis di Ruang Mawar rumah sakit Hospital Cinere Depok.. Sistem

 Penataan kawasan permukiman perkotaan melalui konsolidasi tanah. Rencana pengembangan kawasan permukiman yang terkait dengan pengembangan industri, pertambangan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden ibu – ibu melakukan perilaku vulva hygiene di dusun Mulekan II Tirtosari Kretek Bantul dengan perilaku

Pelanggaran atas pencemaran perairan mengakibatkan tanggung jawab mutlak bagi si pelaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 UU No.23 Tahun 1997