Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
372
EKSPLORASI BAGIAN EKSPLAN BIJI DURIAN MERAH UNTUK PEMBENTUKAN KALUS SECARA IN VITRO
YUSMIA WIDIASTUTI
Fakultas Pertanian, Universitas 17 Agustus 1945, Jl. L.A. Sucipto, Taman Baru, Banyuwangi, 68416, Indonesia
KHOIRUL BARIYYAH
Fakultas Pertanian, Universitas 17 Agustus 1945, Jl. L.A. Sucipto, Taman Baru, Banyuwangi, 68416, Indonesia
PUTRI ISTIANINGRUM*
Fakultas Pertanian, Universitas 17 Agustus 1945, Jl. L.A. Sucipto, Taman Baru, Banyuwangi, 68416, Indonesia
SRI HARTATIK
Fakultas Pertanian, Universitas Jember, Jl. Kalimantan No. 37, Banyuwangi, 68121, Indonesia
[email protected] DIDIK PUJDI RESTANTO
Fakultas Pertanian, Universitas Jember, Jl. Kalimantan No. 37, Banyuwangi, 68121, Indonesia
*Email Korespondensi : [email protected] ABSTRAK
Kultur jaringan tanaman merupakan salah satu alternatif untuk memperbanyak bibit durian merah dalam jumlah banyak dan seragam. Salah satu faktor keberhasilan dalam kultur jaringan adalah pemilihan jenis dan bagian eksplan yang tepat untuk dapat membentuk kalus secara in vitro. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bagian eksplan dari biji yang berpotensi menghasilkan kalus secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret - September 2019 di Laboratorium Kultur Jaringan Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Bahan tanam yang digunakan untuk penelitian ini adalah bagiam eksplan dari biji durian merah berupa yang berupa biji utuh, potongan biji dan embrio biji. Penelitian ini menggunakan faktor tunggal yaitu bagian biji untuk dijadikan eksplan. Eksplan tersebut ditumbuhkan dalam media MS dengan penambahan ZPT 2,4 D 200 ppm, picloram 0,5 mg/L. Parameter yang digunakan adalah presentase eksplan muncul kalus, presentase browning, presentase kontaminasi dan umur muncul kalus. Hasil dari penelitian ini adalah hanya eksplan biji utuh yang dapat memperlihatkan laju keberhasilan yang tinggi untuk inisiasi kalus yang muncul pada umur 45 hari setelah kultur (HSK), sedangkan pada potongan biji dan embrio tidak menunjukkan tanda keberhasilan muncul kalus karena mengalami browning dan terkontaminasi. Kalus yang muncul pada biji durian merah berwarna putih kekuningan dengan struktur kalus padat.
Kata Kunci : Bagian biji, Durian merah, Eksplan, In vitro
ABSTRACK
Tissue culture is an alternative to propagate the seeds of Red Durian uniformly and in great quantity.One of the success factors in tissue culture is the selection of types and parts of the right explants to be able to form callus in vitro. The purpose of this study was to obtain the explant portion of the seeds that could potentially produce callus in vitro. This research was conducted in March - September 2019 at the Laboratory of Tissue Culture, University of 17 Agustus 1945 Banyuwangi. The planting material used for this research was explant parts of
Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
373
red durian seeds in the form of whole seeds, seed fragments and seed embryos. This study uses a single factor, namely the seed to be used as an explant. The explants were grown in MS media with the addition of ZPT 2.4 D 200 ppm, picloram 0.5 mg / L. The parameters used are the percentage of explants appearing callus, the percentage of browning, the percentage of contamination and the age of appearing callus. The results of this study are that only whole seed explants can show a high success rate for callus initiation that appears at the age of 45 days after culture (DAC), whereas in seed cuttings and embryos do not show signs of successful callus due to browning and contamination. Callus that appears on the red yellowish white durian seeds with a dense callus structure.
Keywords: Seed section, red durian, explants, in vitro PENDAHULUAN
Durian merah merupakan salah satu buah yang menjadi unggulan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Buah ini menjadi salah satu buah yang diunggulkan di Kabupaten banyuwangi karena mempunyai aroma yang harum serta rasa yang enak dan khas. Akan tetapi buahnya berukuran lebih kecil dari buah durian pada umumnya dan hanya memiliki berat rata-rata sekitar 2 kg per buah. Namun walau buahnya kecil, daging durian merah lebih tebal serta lembut karena bijinya juga lebih kecil dari durian pada umumnya dan kandungan alkohol durian merah juga lebih rendah. Harga durian merah lebih mahal jika dibandingkan dengan harga durian putih atau kuning yaitu berkisar antara 150 ribu sampai jutaan per buah. Jika dilihat dari rasa yang enak dan khas, aroma harum dan manfaat untuk kesehatan, harga mahal durian merah tidak menyurutkan keinginan para penikmat durian untuk berburu durian merah jika musim telah tiba. Durian merah banyak diburu oleh para penikmat durian yang bahkan tidak hanya berasal dari Kabupaten Banyuwangi saja, bahkan dari luar Kabupaten Banyuwangi juga banyak yang suka menikmati durian merah tersebut.
Di Banyuwangi, sebagian besar durian masih ditumbuhkan secara generatif dari benih, meskipun pada perkebunan skala komersial bibit durian yang ditanam diperbanyak dengan sambung pucuk (grafting). Menurut Sutarto (1998), bibit asal biji, baru berbuah pada umur 7-15 tahun, perakaran kuat, tidak dipengaruhi oleh batang bawah, sifatnya tidak sama dengan sifat pohon induk. Sementara bibit hasil grafting akan berbuah pada umur 4-5 tahun (tergantung varietas). Sugiyarto dan Kuswandi (2013), berpendapat bahwa salah satu hambatan dalam budidaya tanaman durian adalah penyediaan bibit yang unggul karena saat ini dalam penyediaan bibit diambil dari pohon induk dan dilakukan secara konvensional, seperti sambung pucuk dan secara generatif dengan mananam biji durian. Untuk memperoleh bibit yang identik dengan tanaman induk dan dalam waktu yang singkat, teknik kultur jaringan merupakan teknik yang tepat. Teknik kultur jaringan merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan dalam perbanyakan tanaman durian. George (1993) menyatakan bahwa kelebihan kultur jaringan antara lain siklus perbanyakan tanaman menjadi lebih cepat, memungkinkan perbanyakan vegetatif bagi tanaman yang sulit atau tidak mungkin diperbanyak secara vegetatif, dan bibit yang dihasilkan termasuk bibit yang sehat. Ariningsih, dkk (2003) berpendapat bahwa perolehan metabolit sekunder melalui kultur in vitro merupakan alternatif yang memiliki harapan dibanding melalui produksi tanaman utuh/konvensional
Salah satu faktor keberhasilan dalam kultur jaringan adalah pemilihan jenis dan bagian eksplan yang tepat untuk dapat membentuk kalus secara in vitro. Eksplan yang dapat digunakan untuk kultur jaringan yaitu berasal dari jaringan meristematik diantaranya daun, batang, tunas, akar, embrio dan biji. Menurut Mastuti (2017), bagian tanaman, baik sel maupun jaringan yang akan ditumbuhkan disebut eksplan yang dapat berasal dari semua bagian tumbuhan baik organ (akar, batang, daun, biji) maupun jaringan dan sel spesifik (polen,
Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
374
endosperm, mesofil, kotiledon dan hipokotil. Akan tetapi tingkat keberhasilan tiap eksplan berbeda. Hal ini sesuai dengan pendapat Mastuti (2017) yang menyatakan bahwa beberapa jaringan memiliki respon lebih baik dibanding yang lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bagian eksplan dari biji yang berpotensi menghasilkan kalus secara in vitro. METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian dan Perikanan Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari-Juli 2019.
Sumber eksplan dan Perlakuan
Genotip tanaman durian merah yang digunakan sebagai bahan penelitian berasal dari Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Jenis eksplan yang digunakan adalah biji buah durian merah yang sudah matang.
Gambar 1. Buah durian merah yang digunakan sebagai sumber eksplan Media
Ekplan ditanam pada media standart MS dengan menggunakan penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) 2,4 D 200 ppm dan picloram 0,5 mg/L. Media disterilisasi menggunakan otoklaf pada suhu 121 °C selama 30 menit.
Strerilisasi Eksplan
Sterilisasi eksplan biji dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu eksplan dicuci dengan detergen selama 10 menit kemudian dibilas dengan air mengalir hingga bersih. Setelah itu di dalam LAF, biji dipotong sesuai perlakuan yaitu berupa biji utuh, potongan biji dan embrio, kemudian eksplan direndam dengan ppm 1 ml/100 ml aquades steril. Kemudian ekspan dibilas dengan menggunakan aquades steril sebanyak 3 kali.
Transfer Eksplan ke Media In Vitro
Ekplan yang telah disterilisasi di transfer ke media invitro dan di inkubasi dalam ruangan dengan suhu 20-25 °C dan intensitas cahaya 1000 – 2000 lux.
Parameter Pengamatan
a. Persentase eksplan terkontaminasi
Eksplan yang terkontaminasi dapat disebabkan oleh fungi maupun bakteri. Kontaminasi oleh fungi ditandai dengan munculnya benang-benang halus yang berwarna putih sedangkan kontaminasi oleh bakteri ditandai munculnya bercak-bercak berlendir pada media atau
Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
375
eksplan. Rumus untuk menentukan persentase eksplan terkontaminasi (%) adalah sebagai berikut :
% = ℎ 100
b. Persentase eksplan browning/pencoklatan (%)
Pencoklatan adalah suatu keadaan munculnya warna coklat atau hitam yang menyebabkan tidak terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau bahkan menyebabkan kematian pada eksplan. Persentase eksplan browning (%) adalah sebagai berikut :
% = ℎ 100
c. Persentase eksplan yang menghasilkan kalus (%)
Eksplan yang menghasilkan kalus dapat dilihat dari eksplan masih segar dan memberikan respon muncul kalus. Persentase eksplan yang menghasilkan kalus dihitung dengan menggunakan rumus :
=Jumlah eksplan muncul kalus
Jumlah total eksplan x 100% d. Umur muncul kalus
Umur eksplan yang mencul kalus dihitung mulai dari awal planting eksplan sampai eksplan terbentuk kalus yang dihitung berdasarkan jumlah hari setelah kultur (HSK).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan bagian-bagian biji untuk digunakan sebagai eksplan seperti biji utuh, potongan biji dan embrio (Gambar 2). Terdapat 10 sampel dari masing-masing eksplan yang digunakan sebagai pengamatan. Buah durian merah yang dijadikan sebagai sumber eksplan adalah buah durian yang sehat dan bijinya utuh (Gambar 1). Kemudian biji dibagi menjadi tiga sesuai perlakuan.
Gambar 2. a) Eksplan biiji utuh, b) eksplan potongan biji, c) Eksplan embrio.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan yang mempunyai tingkat kontaminasi tertinggi yaitu pada eksplan potongan biji sebesar 80% dan tingkat kontaminasi terendah yaitu pada eksplan embrio sebesar 20% sedangkan pada biji utuh tingkat kontaminasinya sebesar 30% (Gambar 3). Pada pengamatan persentase browning (pencoklatan), eksplan embrio memiliki persentase browning tertinggi sebesar 80%, kemudian diikuti oleh eksplan potongan biji sebesar 50% dan yang terendah pada eksplan biji utuh sebesar 10% (Gambar 3).
Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
376
Gambar 3. Persentase kontaminasi dan browning pada bagian eksplan biji
Eksplan yang terkontaminasi umumnya disebabkan oleh proses sterilisasi yang tidak sempurna. Sterilisasi yang tidak sempurna adalah sterilisasi yang dilakukan secara kurang bersih dan kurang tepat dalam menghilangkan penyebab kontaminasi. Fauzan, dkk. (2017), berpendapat bahwa kunci utama sterilisasi adalah membunuh atau menghilangkan penyebab kontaminasi tetapi tidak merusak atau mematikan jaringan tanaman yang diinisiasi. Kunci tersebut seringkali menjadi kendala tersendiri untuk mendapatkan bahan kultur yang benar-benar aseptik, terutama untuk jenis-jenis tanaman berkayu dan tahunan. Sterilisasi tanaman berkayu umumnya memiliki kendala yang lebih besar atau lebih sulit daripada tanaman semusim (Antony et al. 2015).
Eksplan yang terkontaminasi pada kultur in vitro umumnya disebabkan oleh mikroba. Tajuddin dkk. (2014), berpendapat bahwa kontaminan ini jika tidak dihilangkan maka akan hidup dan berkembang di dalam kultur sehingga dapat menghambat, bahkan menyebabkan kematian eksplan. Daud, et al. (2012) menyatakan jika mikroba penyebab kematian kultur in vitro adalah sebagian besar berupa jamur dan bakteri. Mikroba dapat hadir di dalam eksplan (endofitik) atau dapat muncul kembali dari penanganan proses sterilisasi yang buruk, yang disebabkan kondisi tidak higienis di dalam laboratorium atau dari peralatan laboratorium yang digunakan, termasuk laboran. Oyebanji et al. (2009) menambahkan, mikroba bersaing dengan kultur atau tanaman untuk mendapatkan nutrisi. Kehadiran mikroba pada kultur in vitro mengakibatkan meningkatnya angka kematian, penurunan pertumbuhan, nekrosis jaringan dan berkurangnya proliferasi tunas.
Selain mengalami kontaminasi, eksplan juga mengalami browning. Browning adalah perubahan warna eksplan menjadi kecoklatan dan kemudian diikuti tidak dapat berkembangnya eksplan untuk tumbuh kalus. Menurut Dwiyani (2015), adanya senyawa fenol pada jaringan tanaman, seringkali menyebabkan eksplan berubah warna menjadi coklat dan diakhiri dengan kematian jaringan eksplan. Warna coklat disebabkan oleh peran enzim polyfenoloksidase yang mengoksidasi senyawa fenol yang keluar dari irisan eksplan. Senyawa fenol merupakan metabolit sekunder dan tersimpan dalam vakuola sel tanamn. Ketika eksplan diiris, vakuola pecah sehingga terjadi eksudasi senyawa fenol dan teroksidasi. Istilah pencoklatan eksplan ini disebut browning. Efek oksidasi senyawa fenol ini juga bisa menyebabkan pencoklatan pada media kultur. Istilah pencoklatan pada media ini pada beberapa literatur disebut dengan istilah staining, namun kebanyakan masih menggunakan istilah browning. 30 80 20 10 50 80 0 20 40 60 80 100
Biji utuh Potongan Biji Embrio
P e rs e n ta se ( % ) Kontaminasi Browning
Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
377
Tabel 1. Jenis Kontaminan pada Berbagai Jenis Eksplan
Eksplan Jamur (%) Bakteri (%) Umur Muncul Kontaminasi (Hari Setelah Kultur)
Biji utuh 100 0 45
Potongan biji 80 20 35
Embrio 60 40 30
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa eksplan biji utuh, potongan biji dan embrio paling banyak terkontaminasi oleh jamur. Pada pengamatan eksplan yang terkontaminasi, terlihat bahwa eksplan menunjukkan perubahan warna yaitu berwarna putih berbulu halus dan berwarna kecoklatan (Gambar 4).
Gambar 4. a) Eksplan biji durian utuh yang terkontaminasi oleh jamur, b) eksplan potongan biji yang terkontaminasi oleh jamur, c) eksplan embrio yang terkontaminasi oleh jamur dan bakteri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Oratmangun (2017) yang menyatakan bahwa pada pengamatan yang dilakukan, eksplan yang terkontaminasi menunjukkan gejala berwarna seperti berwarna putih dan coklat kehitaman yang disebabkan jamur. Media tumbuh dan eksplan dapat terkontaminasi oleh jamur karena dapat berfungsi sebagai substrat yang baik bagi pertumbuhan. Selain disebabkan oleh jamur, 20% eksplan potongan biji dan 40% eksplan embrio terkontaminasi yang disebebkan oleh bakteri. Menurut hasil pengamatan, eksplan yang terserang bakteri mempunyai ciri-ciri muncul lapisan lendir berwarna putih dan putih kecoklatan (Gambar 4). Menurut Shofiyani dan Damajanti (2015), sumber kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri menunjukkan ciri-ciri terbentuknya lapisan lendir berwarna putih dan lendir berwarna putih kecoklatan di bagian permukaan media yang terkontaminasi, sedangkan kontaminasi yang disebabkan oleh jamur menunjukkan ciri-ciri terbentuknya lapisan hifa berwarna putih dan putih kelabu hitam di permukaan media yang terkontaminasi.
Tabel 2. Presentase dan Umur Muncul Kalus pada Eksplan
Eksplan Presentase Muncul Kalus (%) Umur Muncul Kalus (HSK) Biji utuh 70 45 Potongan biji 0 0 Embrio 0 0
Pada Tabel 2, terlihat bahwa hanya eksplan biji utuh yang berpotensi menghasilkan kalus yaitu sebesar 70%, sedangkan eksplan potongan biji dan embrio tidak dapat
Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
378
menghasilkan kalus karena mengalami kontaminasi dan browning sehingga menyebabkan eksplan tidak dapat berkembang dan kemudian diikuti kematian. Pada eksplan biji utuh, kalus muncul pada permukaan kotiledon. Sel kalus tersebut muncul pertama kali pada umur 45 HSK (Hari Setelah Kultur). Kalus yang muncul pada biji durian merah berwarna putih kekuningan dengan struktur kalus padat (Gambar 5).
Gambar 5. Proses Pembentukan Kalus pada Biji Durian.
Pada eksplan potongan biji dan embrio tidak ada yang mampu menghasilkan kalus. Menurut Lizawati (2012), kegagalan eksplan membentuk kalus diduga adanya perbedaan kemampuan jaringan menyerap unsur hara dan zat pengatur tumbuh dalam media induksi kalus tersebut. Selain itu eksplan yang tidak membentuk kalus mengalami perubahan warna dari hijau menjadi coklat kemudian mati, hal ini dapat disebabkan karena timbulnya senyawa fenolik yang keluar dari eksplan tersebut. Kematian eksplan mengakibatkan tidak adanya respon nodul maupun pertumbuhan tunas terhadap media hormon. Hal ini ditengarai disebabkan karena adanya senyawa sterilan yang bersifat fitotoksik sehingga meracuni jaringan tanaman (Mng’omba, Sileshi, du Toit, & K., 2012).
KESIMPULAN
Eksplan yang berasal dari biji utuh merupakan eksplan yang paling efektif digunakan untuk pembentukan kalus secara in vitro dari pada eksplan potongan biji dan embrio karena eksplan biji utuh mempu menghasilkan kalus sebanyak 70% dan kalus muncul pada umur 45 hari setelah kultur (HSK).
UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang telah memberikan bantuan dana pada Penelitian Kerjasama antar Perguruan Tinggi (PKPT) tahun anggaran 2019.
DAFTAR PUSTAKA
Antony T., P.V.M. Anees, V. Kumar, D. Sangamithra , T. Philip dan A.V. Santhoshkumar. 2015. Application of mercuric chloride and charcoal in micro-propagation of teak (Tectona grandis). Indian J Trop Biodiv 23(1) :157-166.
Ariningsih, I. Solihatun, Endang A. 2003. Pertumbuhan Kalus dan Produksi Antrakuinon Mengkudu (Morinda citrifolia, L.) pada Media Murashige-Skoog (MS) dengan Penambahan Ion Ca2+dan Cu2+. Biofarmasi 1 (2): 39-43.
Daud, N.H., S. Jayaraman dan R. Mohamed. 2012. Methods Paper: An improved surface sterilization technique for introducing leaf, nodal and seed explants of Aquilaria malaccensis from field sources into tissue culture. Aspac J Mol Biol Biotechnol, 20(1) : 55 – 58.
Prosiding SEMNASDAL (Seminar Nasional Sumber daya Lokal) II, November 2019 ISBN: 978-623-90592-6-2
379
Dwiyani, R. 2015. Kultur Jaringan Tanaman. Pelawa Sari. Denpasar Barat.
Fauzan, Y.S.A., Supriyanto dan T. Tajddin. 2017. Efektivitas Merkuri Klorida (HgCl2) pada
Sterilisasi Tunas Samping JatI (Tectona grandis) In Vitro. Jurnal Biotekonologi dan Biosains Indonesia, 4(2) : 78 – 84.
George, E.F. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture : The Technology, Part 1. 2nd edition. Exegetics Limited. London.
Lizawati, Neliyati dan R. Desfira. 2012. Induksi Kalus Eksplan Daun Durian (Durio zibethinus Murr. cv. Selat Jambi) pada Beberapa Kombinasi 2,4-D dan BAP. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Jambi, 1(1) : 19 – 25.
Mastuti, R. 2017. Dasar-dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. UB Press. Malang.
Mng’omba, S.A., G. Sileshi dan E.S. du Toit. 2012. Efficacy and Utilization of Fungicides and Other Antibiotics for Aseptic Plant Cultures. In D. Dhanasekaran (Ed.), Fungicides for Pland and Animal Diseases (pp. 245–254). InTech Europe. https://doi.org/10.5772/1130 Oratmangun, K.M., D. Pandiangana dan F.E. Kandou. 2017. Deskripsi Jenis-jenis Kontaminan dari Kultur Kalus Catharanthus roseus (L.) G. Don. Jurnal MIPA UNSRAT Online, 6(1) : 47 – 52.
Oyebanji, O.B, O. Nweke, O. Odebunmi, N.B. Galadima, M.S. Idris, U.N. Nnodi, A.S. Afolabi dan G.H. Ogbadu. 2009. Simple, effective and economical explantsurface sterilization protocol for cowpea, rice and sorghum seeds. Afr J. Biotechnol 8(20) : 5395-5399 Shofiyani, A. dan N. Damajanti. 2015. Pengembangan Metode Sterilisasi pada Berbagai
Eksplan Guna Meningkatkan Keberhasilan Kultur Kalus Kencur (Kaemferia Galangal L.). Agritech, 17(1) : 55 – 64.
Sugiyarto, L. Dan P.C. Kuswandi. 2013. Eksplorasi Metode Sterilisasi dan Macam Media untuk Perbanyakan Durian (Durio zibethinus, L.) Secara In Vitro. Jurnal Sains Dasar, 2(1): 20 – 24.
Sutarto, I., H. Sunarjono dan M. Hasan. 1988. Pengeratan cabang entres pada sambung pucuk alpokat, durian dan duku. Jurnal Hortikultura, 3(4): 20- 23
Tajuddin, T., Karyanti, T. Sukarnih, N. Haska. 2014. A revised method for sucker sterilization to support the in vitro propagation of sago palm (Metroxylon sagu Rottb.). J. Bioteknol Biosains Indones, 1(1) : 21 – 26. doi: 10.29122/jbbi.v1i1.548.