• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODOLOGI ANALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 METODOLOGI ANALISA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODOLOGI ANALISA

3.1. Prosedur analisis

Proses analisa dalam tugas akhir ini dilakukan berdasarkan diagram alir berikut:

(2)

Tulisan ini merupakan studi gabungan antara studi literatur dengan studi lapangan. Hal yang pertama kali dilakukan dalam penulisan ini adalah merumuskan masalah yang akan diangkat, dan mencari informasi mengenai permasalahan tersebut kemudian baru diteruskan dengan proses pengumpulan data, baik data lapangan maupun data literatur dari berbagai nara sumber.

Data-data lapangan yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari PT TETRASA GEOSININDO Jakarta, dan sebagian parameter yang tidak tersedia didapatkan dengan korelasi. Data-data yang digunakan pada tulisan ini dapat dilihat pada bab 4.1.

3.2. Penyelidikan Lapangan dan Pengujian Laboratorium

Untuk mendapatkan data-data kondisi dan jenis tanah dasar, perlu dilakukan penyelidikan tanah dan pengujian laboatorium. Secara umum, mutu dan tingkat ketelitian penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium dipengaruhi oleh sifat dasar dan keadaan secara keseluruhan proyek, topografi, geologi, batas lingkungan, jenis aplikasi, batasan lingkungan, jenis aplikasi, akibat kelongsoran, kerawanan proyek, dan batasan proyek lain. Data properti tanah yang akan digunakan untuk mendesain perkuatan geotekstil, meliputi klasifikasi tanah, satuan berat, dan kuat geser.

3.2.1. Pengeboran

Metode yang dilakukan untuk menentukan kondisi tanah bawah permukaan dan pengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih. Proses pengeboran akan memberikan tujuan yang berbeda dan meliputi:

(3)

Contoh tanah terganggu dan contoh tanah tak terganggu Pengamatan air tanah

Penentuan lokasi pengeboran tergantung pada topografi lapangan, dan lokasi struktur yang akan diambil. Dalam dan jarak pengeboran antara bor tergantung pada :

Maksud pemakaian (ukuran, jenis bangunan, berat dan sebagainya) Informasi yang diperlukan (sifat-sifat fisis tanah, kekuatan, aliran air) Kondisi di lapangan yang dijumpai pada saat pengeboran sedang dilakukan

Tahap selanjutnya setelah penyelidikan tanah adalah pengujian laboratorium. Sering kali parameter tanah yang didapat dari uji laboratorium mengandung ketidaktepatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

• Pengujian di laboratorium sulit atau tidak bisa dilakukan

• Terjadi gangguan pada contoh tanah yang diuji sehingga tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Baik dikarenakan proses pengambilan contoh tanah yang tidak sesuai, ataupun gangguan pada saat contoh tanah dibawa ke laboratorium dan menyebabkan properti tanah berubah.

3.2.2. Pengujian di laboratorium

Pengujian properti tanah di laboratorium umum dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih akurat. Berikut merupakan pengujian-pengujian parameter tanah yang biasa dilakukan di laboratorium.

(4)

Tabel 3.1. Prosedur dan pengujian parameter tanah secara umum di laboratorium STANDARD

PROCEDURE TEST NAME ASTM

(1)

AASHTO (2)

APPLICABILITY

Visual and Manual

Description and Identification of Soils

D2488-00 - All Soils

Classification

Classification of Soils

according to USCS (3) D2487-00 M145 All Soils Particle-Size Analysis (with

sieves)

D422-63

(1998) T88 Granular Soils

Soil Fraction Finer Than No.

200 Sieve (75 μm) D140-00 T11

Fine-grained and Granular

Materials Boundary Moisture Content D2216-98 T265 All Soils

Atterberg Limits D4318-00 T89, T90 Fine-grained soils Organic Contents D2974-00 T194 Fine-grained soils Index

Parameters

Specific Gravity of Soil

Solids D854-00 T100 All Soils

Unconfined Compressive

Strength (UC) D2166-00 T208 Fine-grained soils

Unconsolidated-Undrained Triaxial Compression (UU)

D2850-95

(1999) T296 Fine-grained soils Consolidated-Undrained

Triaxial D4767-95 T234 Fine-grained soils

Compression (CU) Strength

Direct Shear (Consolidated) D3080-98 T236 Sands and Fine-grained soils

(5)

Hydraulic

Conductivity Permeability (Constant Head)

D2434-68

(2000) T215 Granular Soils One-Dimensional

Consolidation D2435-96 T216 Fine-grained soils

Compressibility One-Dimensional

Consolidation (Controlled-Strain Loading)

D4186-89 e1

(1998) - Fine-grained soils Frost Heave and Thaw

Weakening Susceptibility D5918-96 (2001) - Silts Collapse Potential D5333-92 (1996) - Loess, silt Other

Swelling Potential D4546-96 T258 Fine-grained soils (Sumber : Lazarte, 2003)

Catatan :

(1) Standar ASTM tersendiri dapat ditemukan dalam ASTM (2002) (2) Standar AASTHO tersendiri dapat ditemukan dalam AASTHO (1992) (3) USCS : Unified Soil Classification System

3.2.3. Uji Penetrasi Standar (SPT)

Uji penetrasi standar (Standard Penetration Test) merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk menentukan kondisi tanah di seluruh dunia.

Angka penetrasi baku (N) adalah angka yang biasa dipakai untuk mengkorelasikan parameter fisik tanah. Harga Unconfined omprestive strength dari tanah lempung juga dapat diperkirakan berdasarkan angka penetrasi bakunya (N).

Korelasi antara nilai N-SPT dan sifat-sifat tanah telah direkomendasikan oleh para ahli tanah seperti Schmertmann (1975), Merccuissin dan Bierganousky (1977).

(6)

Korelasi antara nilai N-SPT dan parameter tanah yang sering digunakan disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.2. Korelasi antara nilai N-SPT dengan paremeter tanah non Kohesif

N 0 – 10 11 – 30 31 – 50 >50

Berat isi, γ (kN/m3 ) 12 – 16 14 – 18 16 – 20 18 – 23 Sudut Geser dalam,ø ( º ) 25 – 32 28 – 36 30 – 40 >35

Kepadatan Lepas Sedang Padat Sangat padat

(Bowles, 1991)

Tabel 3.3. Korelasi antara nilai N – SPT dengan parameter tanah Kohesif

N < 4 4 – 6 6 – 15 6 -15 > 25

Berat isi, γ (kN/m3 ) 14 – 18 16 – 18 16 – 18 16 – 18 >20 Qu (kPa) <25 20 – 50 30 – 60 40 – 200 >100

Konsistensi Sangat lunak Lunak Sedang Stiff Keras ( Bowles, 1991)

Sedangkan Meyerhof (1956) mengusulkan besar sudut geser dalam tanah pasir pada tabel 3.4. berdasarkan beberapa pengamatan di lapangan. Pengamatan ini didasari oleh hubungan antara sudut geser dalam, kerapatan relatif, dan hasil dari pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan tahanan kerucut statis atau sondir.

(7)

Tabel 3.4. Hubungan kerapatan relatif dan sudut geser dalam tanah pasir dari penyelidikan lapangan Kondisi Kerapatan relatif (Dr) Nilai SPT (N)

Nilai tahanan kerucut statis

( qu )

Sudut geser dalam

(Ø) Sangat tidak padat < 0,2 < 4 < 20 < 30°

Tidak padat 0,2-0,4 4 – 10 20 - 40 30° - 35°

Agak padat 0,4 - 0,6 10 – 30 40 -120 35° - 40°

Padat 0,6 - 0,8 30 – 50 120 - 200 40° - 45°

Sangat Padat > 0,8 > 50 > 200 > 45° (Meyerhof, 1956)

Menurut Stroud dan Butler 1975, hubungan antara kuat geser undrained (Cu ) dengan nilai N-SPT :

( 3.1 )

Dimana :

f1 = 484 untuk IP = 25 % f1 = 878,6 untuk IP = 9 %

Kepadatan relatif untuk tanah jenis pasir menurut Marcusson dan Bieganousky (1997) dapat ditentukan dari persamaan :

Dr = 0,086 + 0,0083 x ( 2311 + 222N – 711 (OCR) – C1σv )0,5 ( 3.2 )

Sedangkan menurut Fardis dan Veneziano (1981) dengan menggunakan data yang lebih banyak, kepadatan relatif ditentukan melalui :

(8)

Dimana :

C1 = 7,7 untuk σv dalam kPa dan 53 untuk satuan Psi C2 = Fungsi kedalaman ( umumnya diambil 2,6 )

C3 = 0,222 untuk σv dalam kPa dan 0,442 untuk satuan Psi OCR = Over Consolidation Ratio

3.2.4. Uji Penetrasi Kerucut (Cone Penetration Test)

Uji CPT atau yang juga biasa disebut sondir, merupakan pengujian yang menggunakan alat kerucut penetrometer Belanda (sondir) yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60° dan dengan luasan ujung 1,54 in2 atau 10 cm2. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 15 sampai dengan 20 mm/detik, sementara besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur. Aplikasi utama uji CPT adalah:

Menentukan stratifikasi dan mengidentifikasi jenis material tanah dasar. Menginterpretasi parameter geoteknik

Menyediakan hasil untuk keperluan perancangan geoteknik

Pada tabel 3.4 diberikan perkiraan hubungan antara harga perlawanan ujung dari sondir (qc) dan angka penetrasi baku (N). Oleh beberapa peneliti, harga qc tersebut dikorelasikan terhadap harga modulus young (E) dari tanah dasar. Schmertmann (1970) telah membuat suatu perumusan sederhana untuk tanah pasir, yaitu :

E = 2 qc ( 3.4 )

Trofimenkov ( 1974) juga telah memberikan rumusan untuk modulus tegangan regangan pada tanah pasir dan lempung, yaitu :

(9)

E = 7 qc ( untuk tanah lempung ) ( 3.6 )

3.2.5. Korelasi antar tanah dasar

Ada beberapa parameter tanah dasar yang memerlukan korelasi empiris dari parameter tanah lain, yaitu :

Korelasi antara parameter kekakuan (E) dengan parameter kuat geser tanah, yang disarankan oleh para ahli yaitu:

Untuk tanah lempung terkonsolidasi normal (NC clay)

Menurut Termaat, Vermeer dan Vergeer (1985), Nilai Eu50 bervariasi antara 1500 Cu – 150 Cu, sesuai dengan pernyataan berikut :

Gambar 3.2. Korelasi antara Parameter Cu, IP dan E ( Termaat, Vermer dan Vergeer, 1985)

Untuk lempung terkonsolidasi lebih (OC Clay)

Hubungan anatara Eu dan Cu menurut Duncan dan Buchignani (1976) tergantung dari indeks plastisitas tanah, untuk nilai Over Consolidation Ratio (OCR) ≤ 2, berlaku :

(10)

IP = 30 % maka Eu / Cu = 600 ( 3.7 )

IP = 50 % maka Eu / Cu = 300 ( 3.8 )

Gambar 3.3. Korelasi antara parameter Cu dan E (Duncan dan Buchignani, 1976)

3.2.6. Korelasi antara Poisson Ratio (υ) dan indeks plastisitas (Ip)

Menurut Wrorth (1975), nilai dari poisson ratio untuk tanah yang terkonsolidasi normal atau sedikit terkonsolidasi dapat dilihat pada gambar 3.3.

(11)

Gambar 3.4. Hubungan antara IP (Indeks Plastistas) dengan υ ( poisson Ratio) (Duncan dan Buchignani, 1976)

Parameter-parameter di atas umumnya diperuntukkan kondisi undrained. Untuk memperoleh parameter yang diperuntukkan kondisi drained dapat dilakukan uji coba laboratorium atau korelasi-korelasi empiris ataupun dengan cara korelasi empiris berdasarkan parameter undrained yang tersedia.

3.3. Parameter percepatan gempa

Untuk proses perhitungan pengaruh beban dinamik pada program Slope/w, diperlukan parameter percepatan gempa. Percepatan yang digunakan merupakan percepatan batuan dasar yang berdasarkan pada pembagian zona gempa Indonesia, adapun data percepatan batuan dasar tersebut dapat dilihat pada tabel 2.5.

(12)

3.4. Metodologi perhitungan

Proses perhitungan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap perhitungan terhadap beban statik dan tahap perhitungan terhadap beban dinamik yang menggunakan program Slope/w. langkah-langkah perhitungan terhadap beban statik dan dinamik dilihat pada diagram alir perhitungan di gambar 3.4 :

(13)

Penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah analisa akan dijabarkan pada bab 4.

3.5. Program Slope/w

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam proses analisa perhitungan pengaruh gempa pada Lereng dengan konstruksi geotekstil woven menggunakan program Slope/w yaitu salah satu bagian dari program GEO-SLOPE yang dikhususkan untuk perhitungan kestabilan lereng. Adapun langkah-langkahnya berdasarkan diagram alir dibawah ini :

(14)

Tahap awal; Permodelan lereng

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah membuat desain lereng sesuai dengan keadaan asli yang hendak dihitung. Tampilan awal dari program Slope/w seperti dibawah ini.

(15)

ƒ Langkah pertama adalah menentukan titik dasar permodelan. Dengan cara mengklik Key in → Point

Masukkan titik-titik sudut lereng yang dimaksud, beserta koordinatnya dikolom Key in Point, lalu klik ok.

(16)

ƒ Langkah Kedua adalah menentukan properti tanah. Dengan cara mengklik Key in → Soil Properties

Masukkan data tanah yang dimaksud dikolom Key in Soil Properties, lalu klik ok.

(17)

ƒ Langkah ketiga adalah memasukkan data tanah ke dalam gambar. Dengan cara mengklik Key in → Lines

Pada kolom Keyin Lines masukkan titik-titik sudut lereng sesuai dengan kode tanah yang dimaksud.

(18)

Setelah memasukkan data properti tanah, maka tampilan SLOPE/W akan terlihat seperti dibawah ini

Gambar 3.11. Tampilan program Slope/w setelah memasukkan data tanah

Tahap kedua, Input data geotekstil

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah menentukan letak dan memasukkan data properti geotekstil. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

ƒ Langkah pertama, menentukan titik-titik penjangkaran geotekstil.

Dengan cara yang sama dengan menentukan titik-titik sudut lereng pada langkah 1 diatas.

(19)

ƒ Langkah kedua, memasukkan data geotekstil yang digunakan. Dengan cara mengklik Key in → Loads →Reinforcement Load

Pada kolom keyin Reinforcement Load, dimasukkan data-data properti geotekstil yang dimaksud.

Gambar 3.12. Tampilan Key in Reinforcement load pada program Slope/w

(20)

Setelah memasukkan data geotekstil, langkah selanjutnya adalah menentukan letak muka air tanah.

Pada tugas akhir ini, muka akhir tanah diasumsikan berada pada dasar lereng. Langkah yang dilakukan adalah :

Klik Key in → pore pressure → water pressure → pilih pada titik-titik yang menunjukkan lokasi air tanah

Gambar 3.13. Tampilan kolom water pressure pada program Slope/w

Setelah selesai memasukkan data geotekstil dan muka air tanah, maka tampilan pada Slope/w adalah seperti :

(21)

Gambar 3.14. Tampilan program Slope/w setelah dimasukkan muka air tanah

Tahap Empat, menentukan titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas, Setelah memasukkan seluruh data-data perancangan, langkah selanjutnya adalah menentukan letak titik-titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas dari lingkaran itu sendiri. Titik-titik tersebut dibuat sebanyak dan sedemikian rupa sehingga akan berbentuk jajaran genjang. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan pletak titik-titik pusat lingkaran kelongsoran adalah :.

ƒ Langkah pertama adalah menentukan letak kumpulan titik pusat lingkaran kelongsoran yang berbentuk jajaran genjang

(22)

Dengan cara yang sama dengan menentukan titik-titik sudut lereng ditahap satu. ƒ Langkah kedua adalah menentukan pembagian grid pada titik lingkaran

kelongsoran dan bidang batas kelongsoran.

Dengan cara klik key in → Slip Surface → Grid & Radius

Masukkan titik-titik yang berbentuk jajaran genjang tadi kedalam kolom Grid corner points, dan titik bidang batas kelongsoran pada lereng di kolom Radius corner points. Isi kolom # of radius / grid corner dengan jumlah garis pembagi yang sesuai.

Gambar 3.15. Tampilan kolom slip surface pada progam Slope/w Setelah posisi slip surface telah ditentukan, tampilan progam Slope/w akan terlihat seperti :

(23)

Gambar 3.16. Tampilan Program Slope/w setelah posisi slip surface ditentukan

(24)

Setelah tahap penentuan titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas kelongsoran telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah tahap perhitungan faktor keamanan terhadap beban statik lereng.

Cara mencari faktor keamanan adalah dengan cara:

ƒ Langkah pertama adalah memeriksa ada atau tidak kesalahan pada pekerjaan. Dengan cara mengklik tools → verify.

Gambar 3.17. Tampilan kolom Verify pada program Slope/w

(25)

Setelah dicek dan tidak ada kesalahan dalam kolom verify, maka tahap selanjutnya adalah calculate, dengan cara mengklik ikon calculate.

Gambar 3.18. Ikon calculate untuk menjalankan proses perhitungan.

maka akan tampil hasil perhitungan faktor keamanan, seperti gambar dibawah ini :

Gambar 3.19. Tampilan kolom Faktor Keamanan pada program Slope/w ƒ Langkah ketiga adalah melihat pola kelongsoran

(26)

Gambar 3.20. Tampilan ikon kontur pada program Slope/w

(27)

Gambar 3.21. Tampilan pola kelongsoran pada pogram Slope/w

Tahap ketujuh, Input koefisien gempa

Untuk memasukkan data gempa adalah dengan cara : Klik Key in → Load → Seismic Load

(28)

Gambar 3.21. Tampilan kolom key in Seismic Load pada program Slope/w

Tahap kedelapan, menghitung faktor keamanan terhadap gempa

Setelah koefisien gempa telah dimasukkan, langkah kedelapan adalah mencari faktor keamanan terhadap beban gempa, dengan cara yang sama pada langkah keenam.

Gambar

Gambar 3.1.  Diagram alir Prosedur analisis
Tabel 3.1.   Prosedur dan pengujian parameter tanah secara umum di laboratorium  STANDARD
Tabel  3.2.  Korelasi antara nilai N-SPT dengan paremeter tanah non Kohesif
Tabel 3.4.  Hubungan kerapatan relatif dan sudut geser dalam tanah pasir dari  penyelidikan lapangan  Kondisi  Kerapatan relatif  (D r )  Nilai SPT (N)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Turunya Indeks Konsumsi Rumah Tangga pada bulan Oktober 2016 dibandingkan September 2016 juga menunjukkan terjadinya Deflasi perdesaan pada bulan Oktober 2016, indeks ini

Dalam proses belajar mengajar, seorang guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif, mengenai pada tujuan yang diharapkan. Salah satu

Mızrak (çekirdek) Bölgesi: Bu bölgede hiçbir reaksiyon olmaz C2H2+O2 karışımı alevlenme sıcaklığının altındadır. Normal Alevdeki Bölgeler.. Oksi-asetilen alevin

Turbin Propeler disebut juga turbin baling-baling poros horizontal adalah turbin yang bekerja di dalam air yang dapat mengubah head kecil atau rendah menjadi power yang

Judul Penelitian : Gambaran Histopatologi Tumor Phyllodes Dengan Pulasan Van Gieson Di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dan Rumah Sakit

Side skirt merupakan bagian dari Body kit yaitu terdiri dari spoiler depan atau  bemper depan, spoiler belakang dan Side Skirt itu sendiri, side skirt ini berfungsi

Pengujian ini berfungsi untuk mengetahui apakah mekanisme low power dapat berjalan dengan baik yang ditandai dengan perbedaan nilai arus yang dikonsumsi

SUCOFINDO tersebut maka dapat dilihat kerapatan massa batu bara paling besar dimiliki oleh batubara yang masih berupa Fresh Coal (Insitu) atau batubara yang benar-benar