• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN Latar Belakang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Latar Belakang

Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen dalam mempelajari pola perubahan iklim global masa lalu dan masa sekarang. Lahan gambut menutupi 3% (4 juta km2) dari

permukaan bumi dan menyimpan fraksi besar sumber karbon di daratan bumi ini hingga 528.000 Mt (Gorham, 1991). Menurut Hooijer et al. (2006), jumlah karbon ini setara dengan 1/3 karbon tanah global atau 70 kali emisi pembakaran bahan bakar fosil global per tahun (≈7.000 Mt C/tahun  26.000 Mt CO2/tahun

pada tahun 2006). Simpanan C ini mempunyai pengaruh nyata terhadap konsentrasi CO2atmosfer.

Akhir-akhir ini banyak penelitian tentang gambut tropik secara global karena pentingnya gambut sebagai carbon sink (penambat C) dan peranan penting gambut tropik dalam dinamika karbon biosfer yang merupakan hasil dari akumulasi bahan organik selama ribuan tahun. Luas Gambut tropik di dunia meliputi 30,631-45,961 juta ha (10-12% dari luas global gambut). Sebagian besar lahan gambut tropik berada di Asia Tenggara (26,216 juta ha) dan Indonesia memiliki lahan gambut terluas (20,073 juta ha) dari total gambut tropik di Asia Tenggara (Rieley et al., 1996). Oleh karena itu kajian mendalam tentang faktor-faktor di lapang yang mempengaruhi emisi CO2dan CH4dari lahan gambut yang

sangat diperlukan untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan gambut dan pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Pengembangan agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu langkah penting dalam kegiatan pembangunan sub sektor perkebunan dalam rangka revitalisasi sektor pertanian, dimana lahan gambut memiliki potensi tinggi dalam memenuhi kebutuhan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit. Hal ini terkait dengan masih luasnya lahan gambut di Indonesia yang siap dibuka untuk perkebunan kelapa sawit dan adanya fakta bahwa kelapa sawit pada lahan gambut mampu berproduksi tinggi terutama pada lahan gambut saprik yang dapat

(2)

mencapai produksi rata-rata 23,08 ton tandan buah segar per hektar per tahun (Winarna, 2007).

Beberapa penelitian telah dilakukan di Asia Tenggara tentang emisi gas karbon dari gambut tropik dalam kondisi alami, terdegradasi dan terkonversi menjadi lahan pertanian dan perkebunan (Hirano et al., 2007; Jauhiainen et al., 2001; Melling et al., 2005 a, b, c). Konversi hutan gambut menyebabkan perubahan siklus karbon dan mempunyai pengaruh terhadap fluks karbon global. Pengelolaan sumber karbon merupakan konservasi keberadaan stok karbon dan penambatan karbon dari atmosfer untuk menambah C tersimpan dalam pohon atau C-sequestration, karena keseimbangan antara input C dan mineralisasi akan terganggu dengan adanya konversi lahan hingga tercipta keseimbangan baru.

Besarnya peningkatan emisi CO2 akibat konversi hutan gambut sangat

bergantung pada berbagai proses seperti drainase, penggenangan, konsolidasi, pemadatan, pencucian hara, pemupukan yang mempunyai pengaruh terhadap berbagai faktor seperti bobot isi, morfologi profil gambut, kandungan kelembaban tanah, dan kedalaman muka air. Faktor-faktor ini menentukan aktivitas mikrob dalam tanah yang berhubungan dengan emisi gas rumah kaca. Dengan demikian, pengembangan perkebunan kelapa sawit pada lahan gambut mempunyai potensi nyata dalam emisi gas CO2 dan CH4. Tindakan drainase dan teknik budidaya

dalam perkebunan kelapa sawit mengakibatkan terganggunya stabilitas gambut seperti terjadinya subsiden. Subsiden merupakan resultante dari proses oksidasi dan pemadatan (compaction) akan memacu proses dekomposisi cadangan bahan organik, sehingga emisi CO2dan N2O cenderung meningkat (Aerts dan Caluwe,

1999; Inubushi et al., 2003), walaupun terjadi penurunan emisi CH4

(Klemedtssons et al., 1997). Oleh karena itu, dengan semakin pesatnya perkembangan agribisnis kelapa sawit, kajian mendalam karakteristik sifat fisiko kimia lahan gambut akibat perubahan pola penggunaan lahan perlu dilaksanakan karena perubahan ini akan merubah keseimbangan dan pelepasan CO2 dan CH4ke

atmosfer yang mempengaruhi pemanasan global.

Hasil penelitian aplikasi pupuk N pada lahan gambut memberikan pengaruh yang berbeda terhadap proses dekomposisi (Aerts dan de Caluwe, 1999; Saarnio dan Silvola, 1999). Aplikasi pupuk N juga memberikan dampak yang

(3)

bervariasi terhadap emisi CH4pada lahan gambut (Granberg et al., 2001; Nikanen

et al., 2002; Aerts dan de Caluwe, 1999; Saarnio dan Silvola, 1999; Saarnio et al., 2000ab). Oleh karena itu, perlu dikaji lebih mendalam pengaruh aplikasi pupuk N pada lahan gambut terhadap emisi CO2dan CH4.

Penelitian pengaruh tanaman padi terhadap emisi CO2 dan CH4 telah

banyak dilakukan (Mariko et al., 1991; Shalini-Sigh et al., 1997; Hou et al., 2000; Allen et al., 2003), namun tidak demikian dengan penelitian tanaman kelapa sawit. Rinnan et al. (2003) menyatakan bahwa akar tanaman yang menembus horizon anaerob gambut akan memberikan substrat kepada bakteri metanogen dalam bentuk eksudat akar sehingga pada zone ini memproduksi gas CH4.

Produksi gas-gas pada daerah perakaran dilepaskan ke atmosfer dengan cara difusi, ebulisi, atau transpot tanaman. Dengan demikian jenis tanaman sangat mempengaruhi besarnya emisi gas CO2 dan CH4.

Proses di bawah tanah juga memainkan peranan penting dalam siklus karbon biosfer. Respirasi tanah dan respirasi akar merupakan jalur utama untuk pergerakan karbon dari ekositem ke atmosfer (Dannoura dan Jomura, 2005). Kerapatan efflux CH4pada sistem lahan basah berkorelasi linier dengan rata-rata

uptake CO2 dalam fotosintesis (Allen et al., 2003), sehingga perlu dihitung

produksi CO2 dan CH4dari rhizosfer selain produksi gas dari bahan gambut.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkarakterisasi sifat fisiko kimia gambut yang berkaitan erat dengan emisi CO2 dan CH4 pada kebun kelapa sawit yang memiliki keragaman

dalam ketebalan, tingkat kematangan gambut, dan umur tanaman.

2. Mempelajari pengaruh dosis pupuk N pada bahan gambut dengan tingkat kematangan yang berbeda terhadap fluks CO2.

3. Mengevaluasi emisi CO2 dan CH4 di rhizosfer dan non rhizosfer pada

perkebunan kelapa sawit yang memiliki keragaman dalam ketebalan gambut dan umur tanaman.

(4)

Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bahan gambut dari kebun kelapa sawit yang memiliki keragaman dalam ketebalan dan tingkat kematangan gambut serta umur tanaman mempunyai karakteristik sifat fisiko kimia gambut yang berbeda.

2. Semakin meningkat dosis pupuk N yang diberikan semakin tinggi fluks CO2 dihasilkan, namun sangat bergantung pada tingkat kematangan bahan

gambut.

3. Jumlah emisi CO2 dan CH4 di rhizosfer lebih tinggi daripada non rhizosfer.

Kerangka Pemikiran

Pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 dan CH4akhir-akhir ini menjadi sorotan utama.

Aktivitas pertanian menyumbang sebesar 25% dari total emisi CO2 asal sumber

antropogenik (Klemedtsson et al., 1997). Tanah gambut dapat bertindak sebagai sumber (source) dan penambat/rosot (sink) CO2 atmosfer. CO2yang diikat oleh

biomass tanaman selama proses fotosintesis dapat disimpan dalam tanah sebagai karbon organik melalui perubahan residu tanaman menjadi bahan organik tanah setelah residu tersebut dikembalikan ke tanah. Bila lahan gambut dibuka untuk pertanian, praktek-praktek managemen seperti drainase dan penambahan unsur hara dapat berakibat pada meningkatnya emisi CO2 (Rinnan et al., 2003).

Karakteristik sifat-sifat fisiko kimia bahan gambut yang sangat berhubungan dengan kestabilan gambut akibat drainase dalam perubahan pola penggunaan lahan perlu dikaji secara lebih mendalam.

Dampak aplikasi pupuk N pada lahan gambut terhadap emisi CO2dan CH4

belum diketahui secara pasti. Terdapat hasil yang berlawanan pada pengaruh N terhadap proses dekomposisi pada gambut. Menurut Aerts dan de Caluwe (1999), penambahan N berakibat pada menurunnya produksi CO2 pada tanah gambut

miskin, namun hasil penelitian Saarnio dan Silvola (1999) menyatakan bahwa terdapat peningkatan emisi CO2setelah aplikasi N. Demikian juga hasil penelitian

pengaruh aplikasi N terhadap emisi CH4masih bervariasi. Granberg et al. (2001)

(5)

pada gambut miskin, namun Nikanen et al. (2002) menyatakan bahwa penambahan 100 kg NH4NO3-N ha−1 th−1 meningkatkan emisi CH4. Beberapa

penelitian lain menunjukkan bahwa penambahan N tidak memberikan pengaruh terhadap emisi CH4pada lahan gambut (Aerts dan de Caluwe, 1999; Saarnio dan

Silvola, 1999; Saarnio et al., 2000ab).

Dinamika CH4juga sangat berkorelasi dengan upaya peningkatan produksi

hasil pertanian, yaitu dihubungkan dengan dekomposisi bahan organik. Hampir 70% emisi gas CH4berasal dari sumber-sumber antropogenik dan dua per tiganya

berasal dari aktivitas pertanian (Klemedtsson et al., 1997). CH4merupakan GRK

yang penting karena mempunyai daya absorbsi infra red yang kuat dan kehadirannya di atmosfer semakin meningkat, sehingga berkontribusi dalam pemanasan global (Yang dan Chang, 1997). CH4 dihasilkan oleh aktivitas

metanogen baik melalui jalur fermentasi asam asetat maupun reduksi CO2 (Sylvia

et al., 1998) akan dilepaskan dari zone reduktif ke atmosfer melalui tiga proses, yaitu difusi, ebulisi, dan sistem jaringan tanaman (Redeker et al., 2003; Rinnan et al., 2003).

Suasana oksidasi dan reduksi ditentukan oleh tingginya muka air tanah akibat drainase, berkaitan erat dengan laju dekomposisi serta menentukan regulasi emisi gas CO2dan CH4(Barchia, 2006). Besarnya emisi gas CO2dan CH4sangat

bervariasi tergantung pada faktor bahan gambut seperti: ketebalan, tingkat kematangan, dan kondisi hidrologi (Nyman dan DeLaune, 1991) dan faktor tanaman seperti jenis tanaman, varietas dan stadia pertumbuhan (Shalini-Sigh et al., 1997), umur dan ukuran tanaman (Mariko et al., 1991), jumlah jaringan aerenchima (Parashar, 1993).

Pengaruh daerah perakaran kelapa sawit terhadap produksi CO2 dan CH4

merupakan hal yang sangat penting untuk dikaji lebih lanjut karena daerah perakaran merupakan suatu tempat dikeluarkan eksudat-eksudat akar, tempat pusat populasi dan aktivitas mikroorganisme yang jauh berbeda dengan daerah di luar perakaran. Menurut Dannoura dan Jomura (2005), proses respirasi tanah dan respirasi akar di bawah tanah memainkan peranan penting dalam siklus karbon biosfer. Fauzi et al. (2006) menyatakan bahwa penyebaran akar kelapa sawit terkonsentrasi pada lapisan atas tanah, akar tertier dan kuarter yang banyak

(6)

ditumbuhi bulu-bulu halus akar dan dilindungi dengan tudung akar banyak ditemukan pada 2 - 2,5 m dari pangkal batang dan sebagian besar berada di luar piringan. Tanah disekitar daerah bulu-bulu akar ini diduga akan memproduksi CO2 yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah yang tidak dipengaruhi oleh

perakaran tanaman, sehingga fluks CO2 di rhizosfer lebih tinggi daripada non

rhizosfer.

Kerangka pemikiran pengkajian besarnya emisi CO2 dan CH4 lahan

gambut yang memiliki keragaman dalam ketebalan gambut dan umur tanaman kelapa sawit disajikan pada Gambar 1.

Pendekatan Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran seperti pada Gambar 1, maka disusun serangkaian kegiatan sebagai berikut:

1. Judul : Karakterisasi sifat fisiko kimia gambut pada perkebunan kelapa sawit yang berkaitan erat dengan emisi CO2 dan

CH4.

Tujuan : Mengkarakterisasi sifat fisiko kimia gambut yang berkaitan erat dengan emisi CO2 dan CH4 pada kebun

kelapa sawit yang memiliki keragaman dalam ketebalan dan tingkat kematangan gambut serta umur tanaman. 2. Judul : Pengaruh dosis pupuk N pada bahan gambut dengan

tingkat kematangan yang berbeda terhadap fluks CO2.

Tujuan : 1. Untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk N terhadap terhadap fluks CO2.

2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat kematangan gambut terhadap fluks CO2.

3. Untuk mengetahui interaksi yang terjadi antara dosis pupuk N dan tingkat kematangan gambut terhadap terhadap fluks CO2.

(7)

Pemanasan gas rumah kaca (Global warming potential)

Produksi CO2dan CH4

Pengelolaan Perkebunan Kelapa Sawit Pada Lahan Gambut

Drainase Subsiden =

pemadatan + oksidasi Bahan Gambut:

 Ketebalan gambut  Kematangan gambut

Tanaman Kelapa Sawit:  Perbedaan Umur Lingkungan oksidatif

Gambut sebagai Source dan Sink CO2dan CH4

Gambar 1. Kerangka pemikiran kajian emisi CO2dan CH4pada

perkebunan kelapa sawit di lahan gambut yang memiliki keragaman dalam ketebalan gambut dan umur tanaman.

Karakteristik Gambut

Di daerah Perakaran Bahan Gambut Emisi CO2dan CH4

Sifat Fisiko Kimia Gambut:  Kadar air

 Kadar kemasaman total  Gugus COOH & -OH

(8)

3. Judul : Emisi CO2 dan CH4pada Lahan Gambut yang Memiliki

Keragaman dalam Ketebalan Gambut dan Umur Tanaman.

Tujuan : 1. Mengevaluasi metode titrasi dan metode menggunakan alat kromatografi gas dalam menganalisis sampel gas CO2.

2. Mengevaluasi hasil pengukuran emisi CO2 pada musim

hujan dan musim kemarau.

3. Mempelajari pengaruh kedalaman muka air tanah terhadap emisi CO2dan CH4di daerah rhizosfer dan non

rhizosfer tanaman kelapa sawit.

4. Mempelajari pengaruh ketebalan gambut terhadap emisi CO2.

5. Mengevaluasi emisi CO2 pada kebun kelapa sawit

berdasarkan umur tanaman.

Gambar

Gambar 1.    Kerangka pemikiran kajian emisi CO 2 dan CH 4 pada  perkebunan kelapa sawit di lahan gambut  yang  memiliki keragaman dalam ketebalan gambut dan  umur tanaman.

Referensi

Dokumen terkait

Pada stasiun 3 genus yang memiliki nilai Kelimpahan (K) tertinggi terdapat pada genus Surirella sebesar 65,33 ind/l, dengan kelimpahan relatif 31,71%, dan frekuensi

Virus lain yang termasuk dalam kelompok yang serupa adalah virus yang menyebabkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) dan Severe Acute Respiratory

yang sama dengan saat pengakuannya, atau menambah Pendapatan tahun sebelumnya sedangkan laporan keuangan belum diterbitkan, maka berdasarkan bukti memorial/nota

Berdasarkan hasil pengujian, sistem telah mampu memenuhi kontribusi yang diharapkan yaitu mampu mengenali suku kata dan mengkonversinya menjadi suara dengan tingkat

Melihatkandungan asam amino dalam buah naga yang dapat memicu pengeluaran hormon insulin, maka diharapkan kombinasi antara buah naga merah dan isolat protein dari daun

Analisis perbandingan penulis gunakan untuk membandingkan kinerja keuangan BUMDes di Kabupaten Rokan Hulu tahun 2014 sesuai dengan hasil perhitungan rasio keuangan dan

Bertanam kacang hijau pada kondisi kering di musim kemarau dapat memberikan hasil tinggi bila teknologi diterapkan dengan tepat terutama penggunaan varietas unggul yang berumur

Untuk mewujudkan perihal tersebut, perencanaan di daerah Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah baik itu dengan cara pembangunan ruas-ruas jalan baru yang