• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi

Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga kota tersebut tidak berbatasan secara administrasi, namun dalam konteks kerjasama antar daerah ketiga kota tersebut berinteraksi satu dengan yang lain. Hal ini dapat dijelaskan karena Kota Yogyakarta merupakan Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kota Semarang juga merupakan Ibukota Provinsi Jawa Tengah sedangkan Kota Surakarta merupakan salah satu kota perdagangan yang besar di Jawa Tengah yang didukung oleh aksesibilitas berupa jalan yang menghubungkan ketiga kota tersebut sehingga kota-kota tersebut membentuk interaksi satu sama lain. Kota

Yogyakarta secara geografis berada pada 110024’ 19” sampai 110028’ 53” bujur

timur dan 70 49’ 26” sampai 70 15’ 24” lintang selatan dengan batas-batas

administrasi sebagai berikut : (1) Sebelah utara : Kabupaten Sleman, (2) Sebelah selatan : Kabupaten Bantul, (3) Sebelah timur : Kabupaten Bantul (4) Sebelah barat : Kabupaten Gunung Kidul, Kota Surakarta secara geografis berada pada

110045’ 15” sampai 110045’ 35” bujur timur dan 700 36’ sampai 70056’ lintang

selatan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : (1) Sebelah utara : Kabupaten Sragen, (2) Sebelah selatan : Kabupaten Sukoharjo, (3) Sebelah timur : Kabupaten Karanganyar (4) Sebelah barat : Kabupaten Boyolali dan Kota

Semarang secara geografis berada pada 60 5’ sampai 70 10’ lintang selatan dan

110035’ bujur timur dengan batas-batas administrasi sebagai berikut : (1) Sebelah

utara : Laut Jawa, (2) Sebelah selatan : Kabupaten Semarang, (3) Sebelah timur : Kabupaten Demak(4) Sebelah barat : Kabupaten Kendal

Luas lahan di wilayah Kota Yogyakarta secara keseluruhan adalah 32,50

km2 dan terdiri dari 14 kecamatan, Kota Surakarta memiliki luas wilayah 44,03

km2 yang terdiri dari 5 kecamatan sedangkan Kota Semarang memiliki luas

(2)

53

Kondisi Fisik Wilayah

Keadaan fisik wilayah Kota Yogyakarta secara umum meliputi wilayah dengan topografi datar dengan ketinggian dari permukaan laut antara 108-115 m dpl dengan rata-rata curah hujan per tahun sebesar 157 mm. Kota Surakarta memiliki topografi datar dengan ketinggian sekitar 50-110 m dpl. Sedangkan Kota Semarang memiliki topografi yang lebih bervariasi mulai datar hingga berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 0,75-348 m dpl. Rata-rata curah hujan

yang terjadi di Kota Semarang per tahun sebesar 3.733 mm. Kota Semarang

merupakan kawasan pantai dimana wilayah bagian utara banyak dibudidayakan menjadi kawasan tambak selain menjadi daerah hilir atau muara beberapa sungai.

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di Joglosemar pada tahun 2006 secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini :

Tabel 3. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Joglosemar Tahun 2006.

Persentase Luas Lahan (%) Jenis Lahan

Kota Semarang Kota Surakarta Kota Yogyakarta

Lahan Sawah Sawah 10,45 2,36 3,72 Lahan Kering Bangunan/Pekarangan 37,91 80,26 85,75 Tegal/Kebun 22,38 2,41 0,22 Ladang/Huma 0,05 0,00 0,00 Padang rumput 1,74 0,00 0,00

Lahan sementara tidak

diusahakan 2,97 0,00 0,00 Hutan Negara 4,06 0,00 0,00 Perkebunan Negara 3,15 0,00 0,00 Lain-lain 12,28 14,94 10,03 Lahan lainnya Rawa-rawa 0,02 0,00 0,00 Tambak 4,77 0,00 0,00 Kolam 0,21 0,02 0,28 Jumlah 100 100 100 Sumber : BPS, 2006.

(3)

54

Berdasarkan tabel tersebut terlihat jika ketiga kota itu dibandingkan, Kota Semarang memiliki persentase lahan sawahnya yaitu 10,45 %, lahan terbangun 37,91 % dan tegal/kebun 22,38 % dari luas wilayahnya, sedangkan Kota Surakarta dengan persentase lahan sawah yang paling rendah yaitu 2,36 % dan lahan terbangun mendominasi 80,26 %. Begitu juga dengan Kota Yogyakarta yang hanya memiliki persentase luas lahan sawah 3,72 % dan lahan terbangun tertinggi diantara kedua kota lainya yaitu 85,75 %. Keadaan ini menunjukkan pola penggunaan lahan di Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta menggambarkan pola yang berbeda-beda dan menjadi karakteristik wilayah masing-masing. Pola penggunaan lahan secara umum lebih didominasi persentase lahan terbangun jika dibandingkan dengan lahan tak terbangun.

Berdasarkan analisis LQ yang dilakukan terhadap penggunaan lahan di Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang serta beberapa kabupaten/kota disekitarnya dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini :

Gambar 11. Peta Penggunaan Lahan di Joglosemar dan Kabupaten/Kota Sekitarnya.

(4)

55

Komposisi Penduduk

Jumlah dan Perkembangan Penduduk

Jumlah penduduk yang tinggal di Joglosemar pada tahun 2006 adalah 2.390.848 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk pada masing-masing kota adalah seperti yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Areal Terbangun Masing-masing Kota di Joglosemar Tahun 2006

No Kabupaten/Kota Luas Daerah (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk per km2 (jiwa/km2) Kepadatan Areal Terbangun per km2 (ha/km2) 1 Kota Semarang 373,67 1.435.800 3.842,43 37,91 2 Kota Surakarta 44,03 534.540 12.140,36 80,26 3 Kota Yogyakarta 32,50 420.508 12.938,71 85,75 Jumlah 450,20 2.390.848 5.310,64 45,51 Sumber : BPS, 2006

Pada Tabel 4 tampak bahwa Kota Yogyakarta sebagai ibukota Provinsi DIY memiliki kepadatan penduduk per kilo meter persegi lebih tinggi dibanding Kota

Semarang dan Kota Surakarta yaitu 12.938,71 jiwa/km2, hal tersebut menunjukan

bahwa Kota Yogyakarta merupakan pusat aktivitas perekonomian di Provinsi DIY dan mempunyai daya tarik yang cukup tinggi bagi penduduk di wilayah sekitar untuk bekerja maupun tinggal di Kota Yogyakarta. Selain itu kepadatan areal

terbangunnya juga lebih tinggi yaitu 85,75 ha/km2 sehingga Kota Yogyakarta

merupakan kota dengan kepadatan penduduk dan areal terbangunnya relatif tinggi. Sementara itu 2 (dua) Kota di Provinsi Jawa Tengah, Kota Surakarta memiliki kepadatan penduduk per kilo meter persegi lebih tinggi daripada Kota

Semarang yaitu 12.140,36 jiwa/km2 dan kepadatan areal terbangun juga tinggi

yaitu 80,26 ha/km2, hal ini menunjukkan bahwa Kota Surakarta merupakan salah

pusat aktivitas ekonomi di Provinsi Jawa Tengah selain Kota Semarang yang merupakan ibukota provinsi. Kondisi ini menunjukan bahwa Kota Surakarta juga

(5)

56

mempunyai daya tarik bagi penduduk yang berada di wilayah sekitar untuk melakukan aktivitas ekonominya di kota tersebut.

Kondisi Perekonomian

Produk Domestik Regional Bruto

Kondisi perekonomian di wilayah Joglosemar secara keseluruhan dapat dilihat berdasarkan pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto ketiga kota tersebut. Selama kurun waktu lima tahun (2001-2005), PDRB di wilayah Joglosemar setiap tahun mengalami peningkatan seperti yang ditampilkan dalam Tabel 5. yang menunjukkan pertumbuhan PDRB di Joglosemar atas dasar harga konstan tahun 2000.

Tabel 5. Pertumbuhan PDRB di Joglosemar Tahun 2002-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen).

Tahun Kabupaten/Kota 2002 2003 2004 2005 Kota Semarang 100,00 104,39 109,35 115,37 Kota Surakarta 100,00 106,11 112,26 118,04 Kota Yogyakarta 100,00 104,76 110,04 115,41 Sumber : BPS, 2006

Pada tabel tersebut di atas Kota Surakarta memiliki pertumbuhan PDRB paling tinggi selama tahun 2002-2005 dibandingkan dengan Kota Semarang dan Kota Yogyakarta. Tingginya pertumbuhan PDRB di Kota Surakarta menunjukkan bahwa perekonomian daerah tersebut secara umum jauh lebih baik karena struktur perekonomian di Kota Surakarta sedang memasuki fase pertumbuhan yang relatif cepat dan belum mencapai kapasitas maksimum. Sementara antara Kota Semarang dan Kota Yogyakarta menunjukkan pertumbuhan PDRB yang relatif sama. Walaupun Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah dan Kota Yogyakarta merupakan Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, namun pertumbuhan PDRB di wilayah tersebut relatif tidak tinggi. Hal ini menjelaskan bahwa kedua kota tersebut pertumbuhan perekonomian wilayahnya telah mendekati fase kapasitas maksimum.

(6)

57

Gambar 12. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Joglosemar Tahun 2002-2005.

Laju Pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah apabila dilihat dari laju petumbuhan PDRB rata-rata atas dasar harga konstan tahun 2000 di kawasan Joglosemar selama kurun waktu 2002-2005, dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi sebesar 5,51% adalah Kota Surakarta. Sedangkan yang terendah adalah Kota Semarang dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,69% dan Kota Yogyakarta dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 4,79% seperti ditampilkan pada Gambar 12. Kota Semarang sebagai pusat pertumbuhan ternyata memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang paling rendah apabila dibandingkan dengan wilayah Surakarta dan Yogyakarta. Laju pertumbuhan rata-rata yang rendah di Kota Semarang lebih disebabkan karena pertumbuhan ekonomi di kota tersebut sudah mendekati fase kapasitas maksimum sehingga laju pertumbuhannya relatif lambat jika dibandingkan dengan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Kondisi perekonomian Kota Semarang secara umum dapat dikatakan relatif lebih stabil.

Pangsa PDRB atas harga berlaku di Joglosemar dapat dilihat pada Gambar 13, dimana sektor industri dan pengolahan di Kota Semarang berkontribusi 38,32% terhadap PDRB total di Kota Semarang. Sementara itu Kota Surakarta/Solo sektor industri dan pengolahan memberi kontribusi sebesar

(7)

58

26,42% dan hanya 11,09% sektor industri dan pengolahan di Kota Yogyakarta menyumbang PDRB total wilayah.

0,40,11,3 0,00,00,4 11,1 26,4 38,3 1,82,61,9 6,6 12,9 15,2 23,223,8 16,6 17,9 11,5 9,4 15,2 11,4 4,0 23,7 11,2 12,9 -5 10 15 20 25 30 35 40 P e rs e n P e rt a n ia n P e rt a m b a n g a n d a n P e n g g a li a n In d u st ri P e n g o la h a n L is tr ik d a n a ir b e rs ih B a n g u n a n P e rd a g a n g a n , h o te l d a n re st o ra n A n g k u ta n d a n k o m u n ik a si K e u a n g a n & Ja sa P e ru sa h a a n Ja sa -j a sa Yogyakarta Surakarta Semarang

Gambar 13. Pangsa PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Joglosemar Tahun 2005.

Pangsa PDRB Sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kota Surakarta sebesar 23,82% lebih besar jika dibandingkan dengan Kota Semarang yang hanya sebesar 16,62 % dan Kota Yogyakarta sebesar 23,17%. Hal ini disebabkan Kota Surakarta lebih terkenal sebagai pusat perdagangan dan pariwitasa sehingga sektor inilah yang banyak memberikan kontribusi terhadap PDRB wilayah tersebut. Sementara itu Kota Yogyakarta memilki pangsa PDRB terbesar dari sektor jasa-jasa yaitu 23,74% dibandingkan Kota Semarang sebesar 11,23% dan Kota Surakarta sebesar 12,9%. Kondisi ini disebabkan karena Kota Yogyakarta lebih dikenal sebagai Kota Pendidikan dan Kota Wisata sehingga sektor Jasa yang terkait dengan kedua kegiatan tersebut berkontribusi terhadap PDRB di wilayah Yogyakarta.

(8)

59

Industri Pengolahan

Industri yang berkembang di Joglosemar sangat beragam mulai dari industri kecil dan rumah tangga hingga industri besar maupun sedang. Menurut data statistik jumlah industri menengah besar dan nilai tambah yang dihasilkan dari industri dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel tersebut terlihat bahwa jumlah industri besar dan sedang paling banyak berada di Kota Semarang dibandingkan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa Kota Semarang sebagai kota industri dicirikan dengan banyaknya industri dan juga pangsa PDRB yang paling besar berasal dari industri. Banyak industri di Kota Semarang menjadi daya tarik bagi tenaga kerja yang berasal dari wilayah sekitar untuk mencari nafkah dan tinggal di Kota Semarang sehingga secara tidak langsung wilayah sekitar akan relatif tidak berkembang karena ditinggalkan oleh penduduk usia produktif yang pada akhirnya akan menurunkan pendapatan di wilayah sekitarnya. Hadirnya industri di Kota Semarang memberi dampak bagi perkembangan wilayah sendiri, hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari sektor industri. Berbeda dengan Kota Surakarta maupun Kota Yogyakarta yang bukan merupakan daerah industri maka tidak banyak industri besar dan sedang yang berada di wilayah tersebut dan nilai tambah yang dihasilkan juga tidak banyak memberi kontribusi pada pendapatan daerah.

Tabel 6. Distribusi Industri Besar dan Sedang, Tenaga Kerja, Upah Tenaga Kerja, Biaya Input, Nilai Output dan Nilai Tambah Tahun 2005 di Joglosemar.

Kota Banyaknya Perusahaan Tenaga Kerja (Orang) Upah (000 Rp) Input (000 Rp) Output (000 Rp) Nilai Tambah (000 Rp) Semarang 367 82.618 1.068.362.496 9.162.471.420 14.234.581.033 5.072.109.613 Surakarta 149 14.417 119.716.337 1.085.230.246 1.706.005.073 620.774.827 Yogyakarta 39 4.534 54.291.600 134.688.964 171.916.770 37.227.806 Sumber : BPS, 2006

Besar kecilnya industri besar dan sedang di Joglosemar pada tahun 2005 terlihat dari jumlah tenaga kerja per unit usaha, tingkat pendapatan tenaga kerja, rataan nilai tambah per unit usaha dan rataan output per unit usaha dapat pada tabel 7 berikut ini :

(9)

60

Tabel 7. Jumlah Tenaga Kerja Per Unit Usaha, Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja, Rataan Nilai Tambah Per Unit Usaha dan Rataan Output Per Unit Usaha.

Kota Jumlah Tenaga Kerja Per Unit Usaha (orang/unit) Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja (000 Rp) Rataan Nilai Tambah Per Unit

Usaha (000 Rp/unit)

Rataan Output Per Unit Usaha (000 Rp/unit) Kota Semarang 225 12.931 13.820.462 38.786.324 Kota Surakarta 97 8.304 4.166.274 11.449.698 Kota Yogyakarta 116 11.974 954.559 4.408.122 Sumber : BPS, 2006

Melihat tabel di atas Kota Semarang memiliki jenis indutri besar yang lebih banyak jika dibandingkan dengan Kota Yogyakarta dan Kota Surakarta. Demikian juga tingkat pendapatan tenaga kerja, rataan nilai tambah per unit usaha dan rataan output per unit usaha juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedua kota lainnya. Kota Surakarta jumlah industrinya lebih banyak jika dibandingkan dengan Kota Yogyakarta, namun industri Kota Yogyakarta relatif lebih besar daripada industri di Kota Surakarta. Menonjolnya industri besar Kota Yogyakarta tidak diimbangi diimbangi dengan tingkat pendapatan, rataan nilai tambah per unit usaha dan rataan output per unit usaha yang tinggi pula.

Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita di wilayah Joglosemar apabila dihitung berdasarkan total PDRB di wilayah tersebut dibagi dengan jumlah penduduk, menunjukkan bahwa secara umum wilayah Joglosemar memiliki pendapatan per kapita yang cukup tinggi dan ada kecenderungan meningkat setiap tahunnya seperti yang terlihat pada Tabel 8.

(10)

61

Tabel 8. PDRB Per Kapita di Joglosemar Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Tahun 2004-2005 (dalam rupiah)

PDRB perkapita (Juta Rp) Kota 2004 2005 Kota Semarang 10.951.149 11.394.419 Kota Surakarta 7.152.440 7.220.682 Kota Yogyakarta 9.815.114 10.109.338 Sumber : BPS, 2006

Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa Kota Surakarta memiliki PDRB per kapita yang paling rendah. Hal ini berarti bahwa Kota Semarang masih mendominasi kontribusi perekonomian di Provinsi Jawa Tengah dan Kota Yogyakarta juga memberi kontribusi yang besar terhadap perekonomian Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kontribusi yang besar tersebut menunjukkan bahwa kedua kota itu merupakan pusat pertumbuhan yang dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi wilayah disekitarnya. Dampak positif yang ditimbulkan misalnya adalah meningkatnya pendapatan masyarakat di wilayah tersebut dan wilayah sekitar yang berbatasan dan menjadi daya tarik ekonomi bagi masyarakat di wilayah sekitar sedangkan dampak negatifnya bisa berupa tidak meratanya fasilitas pelayanan publik karena lebih bersifat memusat pada pusat-pusat aktivitas ekonomi.

Sistem dan Sarana Wilayah

Sarana Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang ada di wilayah Joglosemar meliputi rumah sakit umum, puskesmas, puskesmas pembantu, rumah bersalin serta poliklinik secara terinci ada pada Tabel 9. Namun pada umumnya keberadaan fasilitas kesehatan tersebut masih belum memadai jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Semarang, Surakarta dan Yogyakarta apalagi jika dibandingkan dengan luas wilayah masing-masing kota tersebut.

(11)

62

Tabel 9. Distribusi Sarana Kesehatan di Joglosemar

Kota Rumah Sakit (unit) Puskesmas (unit) Puskesmas Pembantu (unit) Rumah Bersalin (unit) Poliklinik (unit) Jumlah (unit) Semarang 20 40 40 48 103 251 Surakarta 10 17 25 30 27 109 Yogyakarta 11 16 14 23 23 87 Jumlah 41 73 79 101 153 447 Sumber : BPS, 2006 Sarana Pendidikan

Ketersediaan fasilitas pendidikan di wilayah Joglosemar dilihat dari banyaknya SD, SLTP, SLTA, dan akademi atau perguruan tinggi baik sekolah negeri maupun swasta dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Distribusi Sarana Pendidikan di Joglosemar

Kota SD (unit) SLTP (unit) SMU (unit) SMK (unit) Akademi / Univ (unit) Semarang 713 185 99 47 60 Surakarta 302 76 68 29 31 Yogyakarta 249 70 64 22 57 Jumlah 1264 331 231 98 148 Sumber : BPS, 2006

Jumlah SD terbanyak berada di Kota Semarang yaitu 713 buah, sedangkan paling sedikit Kota Yogyakarta 249 buah. Begitu juga untuk SLTP, SMU, SMK dan Universitas juga paling banyak berada di Kota Semarang. Kota Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pendidikan, walaupun jumlahnya sedikit namun jika jumlahnya sarana pendidikan dibagi luas wilayah maka rasionya lebih tinggi daripada Kota Semarang. Hal ini berarti cakupan layanan sarana pendidikan di Kota Yogyakarta lebih luas dan hampir merata ke seluruh wilayah kota.

(12)

63

Sistem Transportasi

Keberadaan sistem transportasi yang memadai di wilayah Joglosemar sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan wilayah tersebut termasuk wilayah-wilayah sekitar yang berbatasan. Sistem transportasi yang ada meliputi transportasi darat yaitu jalan raya dan kereta api ; transportasi laut dan transportasi udara.

1. Trasportasi Darat

Untuk mendukung kelancaran arus penumpang antar daerah di wilayah Joglosemar terdapat berapa terminal angkutan yang ada dan menghubungkan ketiga kota tersebut dan melalui beberapa kabupaten/kota yang berada di sekitar Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta. Hal ini menunjukan bahwa interaksi antar Joglosemar pasti akan berdampak juga terhadap daerah lain karena aksesibilitas berupa jalan yang akan mengoptimalkan aliran orang maupun barang di wilayah tersebut dan wilayah sekitar.

Selain menggunakan jalan raya sebagai salah satu sarana transportasi darat, di Joglosemar juga terdapat lintasan jalur kereta api yang menghubungkan antara DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Jalur kereta api yang ada di tiga kota itu merupakan jalur yang sangat padat dan strategis karena merupakan alternatif aliran barang atau orang selain menggunakan jalan raya.

2. Transportasi Laut

Wilayah Joglosemar didukung dengan jalur transportasi laut, yaitu melalui Pelabuhan Tanjung Emas yang berada di Kota Semarang sehingga mempermudah arus aliran barang maupun penumpang yang keluar dan masuk ke Kota Semarang. Keberadaan Pelabuhan Tanjung Emas di Kota Semarang sebagai sarana aktivitas arus perdagangan dan arus penumpang, secara tidak langsung memperkuat interaksi antara Kota Semarang dengan Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta dan juga wilayah-wilayah di sekitarnya dalam upaya mendukung kegiatan pendistribusian serta pemasaran barang-barang hasil produksi daerahnya ke daerah lain.

(13)

64

3. Transportasi Udara

Selain transportasi laut, wilayah Joglosemar juga didukung dengan Bandara Udara Ahmad Yani di Kota Semarang, Bandara Udara Adi Sumarmo di Kota

Surakarta dan Bandara Udara Adi Sucipto di Kota Yogyakarta yang

mempermudah arus barang maupun penumpang yang keluar dan masuk ke tiga kota itu maupun ke wilayah sekitarnya menjadi lebih efisien. Kebedaraan bandara udara di Joglosemar perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga mampu meningkatkan interkasi antar wilayah.

Secara lengkap jaringan jalan dan fasilitas transportasi lain dapat dilihat pada Gambar 14 berikut ini :

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Batasan Kawasan Joglosemar

Joglosemar (Yogyakarta-Solo-Semarang) yang dikembangkan selama ini hanya meliputi dua kota besar di Provinsi Jawa Tengah dan satu kota di Provinsi DIY. Menurut Rustiadi et al. (2006) definisi konsep kawasan adalah adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional. Sementara itu Isard (1975) mengatakan bahwa kawasan pada dasarnya bukan sekedar areal dengan batasan-batasan tertentu, namun suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya permasalahan di dalamnya. Jadi pengembangan kawasan terkait dengan pengembangan fungsi-fungsi tertentu dari suatu wilayah baik itu fungsi sosial, ekonomi, budaya, politik maupun pertahanan keamanan dengan melihat terkerkaitan antar kawasan.

Berdasarkan pengertian tersebut maka untuk menentukan kawasan

kerjasama antar daerah di Kawasan Joglosemar perlu ditentukan batasan kawasan yang didasarkan pada data aliran barang (Inflow dan Outflow) tahun 2001 antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sedangkan data aliran barang di luar Provinsi Jawa Tengah dan

Provinsi DIY tidak dimasukkan dalam analisis. Data aliran barang yang

digunakan hanya satu titik tahun yaitu tahun 2001 karena untuk menentukan pewilayahan Kawasan Joglosemar dihitung dari pangsa aliran barang baik masuk maupun keluar, maka diasumsikan pangsa aliran barang pada tahun 2001 dan tahun 2006 relatif tidak berubah secara signifikan.

Berikut ini adalah hasil proses pewilayahan Kawasan Joglosemar

berdasarkan Data Aliran Barang antar Kabupaten/Kota :

1. Penentuan pangsa outflow dari dan inflow ke Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kota Yogyakarta.

Pangsa outflow dari Kota Semarang dapat dilihat pada gambar berikut ini yang mengambarkan kekuatan outflow dari Kota Semarang ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

(15)

66 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 J A T E N G : K A B . D E M A K J A T E N G : K A B . K E N D A L J A T E N G : K A B . K U D U S J A T E N G : K A B . S E M A R A N G J A T E N G : K O T . S A L A T IG A J A T E N G : K A B . P U R W O R E J O J A T E N G : K A B . P A T I J A T E N G : K O T . S U R A K A R T A J A T E N G : K A B . B A N Y U M A S J A T E N G : K A B . T E G A L D IY : K O T . Y O G Y A K A R T A J A T E N G : K A B . P E K A L O N G A N J A T E N G : K A B . B A T A N G J A T E N G : K A B . J E P A R A J A T E N G : K A B . T E M A N G G U N G J A T E N G : K A B . B O Y O L A L I J A T E N G : K A B . C IL A C A P J A T E N G : K O T . P E K A L O N G A N J A T E N G : K A B . M A G E L A N G J A T E N G : K O T . T E G A L J A T E N G : K A B . G R O B O G A N J A T E N G : K A B . R E M B A N G J A T E N G : K A B . B L O R A D IY : K A B . S L E M A N J A T E N G : K A B . B A N J A R N E G A R A J A T E N G : K A B . W O N O S O B O J A T E N G : K A B . K L A T E N J A T E N G : K A B . W O N O G IR I J A T E N G : K A B . P E M A L A N G J A T E N G : K A B . P U R B A L IN G G A J A T E N G : K A B . S R A G E N J A T E N G : K O T . M A G E L A N G J A T E N G : K A B . K A R A N G A N Y A R J A T E N G : K A B . B R E B E S J A T E N G : K A B . K E B U M E N J A T E N G : K A B . S U K O H A R J O D IY : K A B . B A N T U L J A T E N G : K O T . S E M A R A N G D IY : K A B . K U L O N P R O G O D IY : K A B . G U N U N G K ID U L O u tf lo w d a ri K o ta S e m a ra n g (% )

Gambar 15. Pangsa outflow dari Kota Semarang ke Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

Pada gambar tersebut terlihat bahwa aliran barang keluar (outflow) dari Kota Semarang yang paling besar menuju ke Kabupaten Demak sebesar 19,89 % terhadap total aliran barang keluar dari Kota Semarang ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Selanjutnya Kabupaten Kendal yaitu sebesar 10,34 % , Kabupaten Kudus sebesar 8,44 % dan Kabupaten Semarang sebesar 8,35 %. Hal ini disebabkan karena letak wilayah Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Semarang berbatasan secara administrasi dan ditunjang dengan fasilitas infrastruktur aksesibilitas jalan yang menghubungkan wilayah-wilayah tersebut. Kabupaten Kudus walaupun secara adimistrasi letaknya tidak berbatasan namun karena Kota Semarang sebagian besar merupakan kawasan industri dan Kabupaten Kudus juga merupakan kawasan industri yaitu industri rokok maka intensitas aliran barang keluar dari Kota Semarang ke Kabupaten Kudus juga relatif tinggi.

Pangsa outflow dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(16)

67 0 5 10 15 20 25 30 J A T E N G : K A B . W O N O G IR I J A T E N G : K A B . K A R A N G A N Y A R J A T E N G : K A B . M A G E L A N G J A T E N G : K A B . C IL A C A P J A T E N G : K A B . K E B U M E N D IY : K A B . G U N U N G K ID U L D IY : K O T . Y O G Y A K A R T A J A T E N G : K A B . K E N D A L J A T E N G : K A B . B L O R A J A T E N G : K A B . T E M A N G G U N G J A T E N G : K A B . P E K A L O N G A N D IY : K A B . B A N T U L J A T E N G : K A B . S R A G E N J A T E N G : K A B . S U K O H A R J O J A T E N G : K A B . S E M A R A N G J A T E N G : K A B . D E M A K J A T E N G : K A B . G R O B O G A N J A T E N G : K A B . K U D U S J A T E N G : K O T . P E K A L O N G A N J A T E N G : K A B . K L A T E N D IY : K A B . S L E M A N J A T E N G : K A B . B O Y O L A L I J A T E N G : K A B . B A N Y U M A S J A T E N G : K A B . T E G A L J A T E N G : K A B . P E M A L A N G J A T E N G : K A B . P U R W O R E J O J A T E N G : K A B . W O N O S O B O J A T E N G : K A B . B A T A N G J A T E N G : K O T . S A L A T IG A J A T E N G : K A B . P A T I J A T E N G : K A B . B A N J A R N E G A R A J A T E N G : K A B . P U R B A L IN G G A J A T E N G : K A B . R E M B A N G J A T E N G : K A B . J E P A R A J A T E N G : K A B . B R E B E S J A T E N G : K O T . M A G E L A N G J A T E N G : K O T . S U R A K A R T A J A T E N G : K O T . S E M A R A N G J A T E N G : K O T . T E G A L D IY : K A B . K U L O N P R O G O O u tf lo w d a ri K o ta S u ra k a rt a (% )

Gambar 16. Pangsa outflow dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

Intensitas aliran barang keluar dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY paling besar adalah ke Kabupaten Wonogiri sebesar 31, 29 % terhadap total aliran barang keluar dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Kabupaten

Karanganyar sebesar 10,52 % karena secara administrasi Kota Surakarta

berbatasan dengan wilayah Kabupaten Karanganyar sehingga intensitas aliran barang antar dua wilayah tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain, sementara itu Kabupaten Magelang memiliki kekuatan intensitas aliran barang sebesar 9,92 % karena walaupun secara administrasi tidak berbatasan langsung. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Magelang merupakan daerah pertanian yang subur sementara Kota Surakarta bukan merupakan daerah pertanian tetapi lebih dominan industri maka terjadi intensitas aliran barang antara kedua komoditi tersebut. Kondisi itu dapat dilihat dari data BPS tahun 2005 luas lahan sawah di Kabupaten Magelang adalah 37.447 ha sedangkan Kota Surakarta hanya 104 ha. Sektor industri di Kota Surakarta sebanyak 149 industri besar dan sedang dengan nilai tambah dari sektor industri sebesar Rp. 620.774.827

(17)

68

sedangkan Kabupaten Magelang hanya memiliki 94 industri besar dan sedang dengan nilai tambah sebesar Rp. 292.240.597 (BPS, 2005).

Pangsa outflow dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 J A T E N G : K A B . D E M A K J A T E N G : K A B . C IL A C A P J A T E N G : K A B . P A T I J A T E N G : K A B . M A G E L A N G J A T E N G : K A B . B L O R A J A T E N G : K A B . B A N Y U M A S D IY : K A B . S L E M A N J A T E N G : K O T . S U R A K A R T A J A T E N G : K A B . P U R W O R E J O D IY : K A B . G U N U N G K ID U L D IY : K A B . K U L O N P R O G O J A T E N G : K A B . K L A T E N J A T E N G : K A B . J E P A R A J A T E N G : K A B . S E M A R A N G J A T E N G : K A B . S R A G E N J A T E N G : K A B . K E B U M E N J A T E N G : K A B . T E M A N G G U N G J A T E N G : K A B . K U D U S J A T E N G : K A B . W O N O S O B O J A T E N G : K A B . J A T E N G : K A B . B O Y O L A L I J A T E N G : K A B . W O N O G IR I J A T E N G : K A B . B A T A N G J A T E N G : K A B . G R O B O G A N D IY : K A B . B A N T U L J A T E N G : K A B . J A T E N G : K A B . S U K O H A R J O J A T E N G : K A B . P E K A L O N G A N J A T E N G : K A B . B R E B E S J A T E N G : K A B . P E M A L A N G J A T E N G : K A B . K E N D A L J A T E N G : K A B . J A T E N G : K A B . R E M B A N G J A T E N G : K A B . T E G A L J A T E N G : K O T . M A G E L A N G J A T E N G : K O T . S A L A T IG A J A T E N G : K O T . S E M A R A N G J A T E N G : K O T . P E K A L O N G A N J A T E N G : K O T . T E G A L D IY : K O T . Y O G Y A K A R T A O u tf lo w d a ri K o ta Y o g y a k a rt a (% )

Gambar 17. Pangsa outflow dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

Besarnya intensitas aliran barang dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY terbesar menuju ke Kabupaten Demak sebesar 46,64 % , Kabupaten Cilacap sebesar 14,80 % dan Kabupaten Pati sebesar 12,23 % dari total aliran barang keluar dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Tingginya intensitas aliran barang ke Kabupaten Demak dari Kota Yogyakarta disebabkan karena daerah sekitar Kota Yogyakarta seperti Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabuapten Kulon Progo merupakan daerah penghasil kayu yang proses pengolahannya di lakukan di Kabupaten Demak. Sedangkan intensitas aliran barang ke Kabupaten Cilacap disebabkan karena di kabupaten tersebut terdapat pelabuhan laut yang merupakan pintu gerbang distribusi hasil-hasil kerajinan dari Kota Yogyakarta.

(18)

69

Langkah selanjutnya adalah menentukan pangsa inflow ke Kota Surakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dengan hasil sebagai berikut : 0 2 4 6 8 10 12 J A T E N G : K A B . B O Y O L A L I J A T E N G : K A B . S R A G E N J A T E N G : K A B . K A R A N G A N Y A R J A T E N G : K A B . W O N O G IR I J A T E N G : K A B . G R O B O G A N J A T E N G : K A B . C IL A C A P J A T E N G : K O T . S E M A R A N G J A T E N G : K A B . B L O R A J A T E N G : K A B . S U K O H A R J O J A T E N G : K A B . D E M A K J A T E N G : K A B . K L A T E N J A T E N G : K A B . K E B U M E N J A T E N G : K A B . K U D U S J A T E N G : K A B . B R E B E S D IY : K O T . Y O G Y A K A R T A J A T E N G : K A B . M A G E L A N G J A T E N G : K A B . P A T I J A T E N G : K A B . S E M A R A N G J A T E N G : K A B . P U R W O R E J O J A T E N G : K O T . S A L A T IG A J A T E N G : K A B . J E P A R A D IY : K A B . B A N T U L J A T E N G : K O T . M A G E L A N G J A T E N G : K O T . P E K A L O N G A N D IY : K A B . S L E M A N J A T E N G : K A B . B A N Y U M A S J A T E N G : K A B . K E N D A L J A T E N G : K A B . B A T A N G J A T E N G : K A B . T E M A N G G U N G J A T E N G : K A B . T E G A L J A T E N G : K O T . T E G A L J A T E N G : K A B . W O N O S O B O J A T E N G : K A B . P E K A L O N G A N D IY : K A B . K U L O N P R O G O D IY : K A B . G U N U N G K ID U L J A T E N G : K A B . R E M B A N G J A T E N G : K A B . B A N J A R N E G A R A J A T E N G : K A B . P E M A L A N G J A T E N G : K A B . P U R B A L IN G G A J A T E N G : K O T . S U R A K A R T A In fl o w k e K o ta S u ra k a rt a (% )

Gambar 18. Pangsa inflow ke Kota Surakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

Pangsa inflow ke Kota Surakarta paling besar berasal dari Kabupaten Boyolali yaitu sebesar 11,96%. Urutan berikutnya adalah Kabupaten Sragen dengan intensitas sebesar 10,75 % dan Kabupaten Karanganyar sebesar 8,09%

dari total aliran barang masuk ke Kota Surakarta yang berasal dari

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY. Ketiga kabupaten

tersebut yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen dan Kabupaten

Karanganyar memiliki kekuatan intensitas yang lebih tinggi dari pada

kabupaten/kota lain di Jawa Tengah dan DIY karena wilayah tersebut secara administrasi berbatasan sehingga interaksi berupa aliran barang antar wilayah

cukup kuat. Selain itu didukung oleh aksesibilitas berupa jalan yang

(19)

70

Pangsa inflow ke Kota Semarang dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dapat dilihat pada gambar berikut ini :

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 J A T E N G : K A B . S E M A R A N G J A T E N G : K O T . M A G E L A N G J A T E N G : K O T . P E K A L O N G A N J A T E N G : K O T . T E G A L J A T E N G : K O T . S A L A T IG A J A T E N G : K A B . C IL A C A P J A T E N G : K A B . B A N Y U M A S J A T E N G : K A B . P U R B A L IN G G A J A T E N G : K A B . B A N J A R N E G A R A J A T E N G : K A B . K E B U M E N J A T E N G : K A B . P U R W O R E J O J A T E N G : K A B . W O N O S O B O J A T E N G : K A B . M A G E L A N G J A T E N G : K A B . B O Y O L A L I J A T E N G : K A B . K L A T E N J A T E N G : K A B . S U K O H A R J O J A T E N G : K A B . W O N O G IR I J A T E N G : K A B . K A R A N G A N Y A R J A T E N G : K A B . S R A G E N J A T E N G : K A B . G R O B O G A N J A T E N G : K A B . B L O R A J A T E N G : K A B . R E M B A N G J A T E N G : K A B . P A T I J A T E N G : K A B . K U D U S J A T E N G : K A B . J E P A R A J A T E N G : K A B . D E M A K J A T E N G : K A B . T E M A N G G U N G J A T E N G : K A B . K E N D A L J A T E N G : K A B . B A T A N G J A T E N G : K A B . P E K A L O N G A N J A T E N G : K A B . P E M A L A N G J A T E N G : K A B . T E G A L J A T E N G : K A B . B R E B E S J A T E N G : K O T . S U R A K A R T A J A T E N G : K O T . S E M A R A N G D IY : K A B . K U L O N P R O G O D IY : K A B . B A N T U L D IY : K A B . G U N U N G K ID U L D IY : K A B . S L E M A N D IY : K O T . Y O G Y A K A R T A In fl o w k e K o ta S e m a ra n g (% )

Gambar 19. Pangsa inflow ke Kota Semarang dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

Intensitas aliran barang masuk ke Kota Semarang dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY hanya terjadi pada 4 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan yang paling kuat berasal dari Kabupaten Semarang yaitu sebesar 86,79%. Tiga kota yang lain yaitu Kota Magelang sebesar 5,56%, Kota Pekalongan sebesar 5,13% dan Kota Tegal hanya 2,31%. Hal ini disebabkan karena Kota Semarang yang sebagian besar merupakan kawasan industri lebih banyak mengandalkan pasokan bahan baku atau bahan mentah industrinya hanya berasal dari wilayah sekitar yaitu Kabupaten Semarang. Sementara hanya sekitar 5 % kebutuhan industrinya dipasok dari luar wilayah Kota Semarang yaitu Kota Magelang dan Kota Pekalongan karena sumberdaya yang ada di Kabupaten Semarang mencukupi kebutuhan industri dan pertanian di Kota Semarang.

Pangsa inflow ke Kota Yogyakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dapat dilihat pada gambar berikut ini :

(20)

71 0 2 4 6 8 10 12 14 D IY : K A B . S L E M A N D IY : K A B . G U N U N G K ID U L J A T E N G : K A B . P U R B A L IN G G A J A T E N G : K A B . C IL A C A P J A T E N G : K O T . S E M A R A N G J A T E N G : K A B . M A G E L A N G J A T E N G : K A B . K L A T E N J A T E N G : K A B . S U K O H A R J O D IY : K A B . B A N T U L J A T E N G : K O T . S U R A K A R T A J A T E N G : K A B . P U R W O R E J O J A T E N G : K A B . B A N Y U M A S J A T E N G : K A B . R E M B A N G J A T E N G : K A B . B L O R A J A T E N G : K A B . S E M A R A N G D IY : K A B . K U L O N P R O G O J A T E N G : K A B . W O N O S O B O J A T E N G : K A B . T E M A N G G U N G J A T E N G : K A B . K E B U M E N J A T E N G : K A B . B R E B E S J A T E N G : K A B . J E P A R A J A T E N G : K A B . K A R A N G A N Y A R J A T E N G : K A B . B A N J A R N E G A R A J A T E N G : K A B . B O Y O L A L I J A T E N G : K O T . S A L A T IG A J A T E N G : K O T . T E G A L J A T E N G : K A B . P E K A L O N G A N J A T E N G : K A B . S R A G E N J A T E N G : K A B . P A T I J A T E N G : K A B . K U D U S J A T E N G : K A B . W O N O G IR I J A T E N G : K A B . G R O B O G A N J A T E N G : K A B . P E M A L A N G J A T E N G : K A B . B A T A N G J A T E N G : K A B . T E G A L J A T E N G : K A B . D E M A K J A T E N G : K A B . K E N D A L J A T E N G : K O T . M A G E L A N G J A T E N G : K O T . P E K A L O N G A N D IY : K O T . Y O G Y A K A R T A In fl o w k e K o ta Y o g y a k a rt a (% )

Gambar 20. Pangsa inflow ke Kota Yogyakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

Besarnya intensitas inflow ke Kota Yogyakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY yang berasal dari Kabupaten Sleman adalah 13,61%, Kabupaten Gunung Kidul 9,39% dan Kabupaten Purbalingga sebesar 6,94%. Kabupaten Sleman dan Kabupaten Gunung Kidul merupakan wilayah yang berbatasan secara administrasi dengan Kota Yogyakarta selain itu aksesibilitas jalan yang menghubungkan wilayah tersebut menyebabkan interaksi aliran barang menjadi lebih kuat dibandingkan dengan wilayah yang lain.

Berdasarkan penentuan pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Yogyakarta yang telah dilakukan, hasilnya dapat dipetakan seperti pada Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 5 untuk melihat secara lebih jelas bagaimana pola spasial aliran barang dari dan ke tiga kota tersebut.

Untuk melihat indeks kekuatan interaksi antar tiga wilayah tersebut yaitu Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang dilakukan Analisis Faktor (Factor Analysis) berdasarkan data pangsa inflow dan outflow. Analisis Faktor

(21)

72

dari 6 variabel menghasilkan 3 faktor utama yang menerangkan sebesar 71,3 % variasi total. Angka ini menunjukkan suatu diskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70% seperti yang terlihat pada Tabel 11 berikut.

Tabel 11. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kota Semarang.

Eigenvalue % Total variance Cumulative Eigenvalue Cumulative %

1 1,79365 29,89416 1,79365 29,89416

2 1,453865 24,23108 3,247514 54,12524

3 1,031604 17,19341 4,279119 71,31865

Sumber : Data hasil olahan

Dengan menggunakan kriteria Factor Loading > 0,7, hasil analisis faktor

inflow ke Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang dan outflow dari

tiga kota tersebut dihasilkan 3 faktor utama yang memiliki korelasi yang cukup erat dengan variabel yang dianalisis dan dapat dianggap mencerminkan fenomena-fenomena yang terkait dengan intensitas aliran barang dari dan ke dari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang (Tabel 12).

Tabel 12. Nilai Factor Loading Tiap Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kota Semarang.

Factor Factor Factor Variabel

1 2 3

Inflow ke Kota Surakarta (X1) 0,041 0,836 -0,015 Inflow ke Kota Semarang (X2) -0,052 -0,176 0,848

Inflow ke Kota Yogyakarta (X3) -0,205 -0,291 -0,514 Outflow dari Kota Surakarta (X4) -0,086 0,790 0,014 Outlow dari Kota Semarang (X5) 0,882 -0,112 0,340 Outflow dari Kota Yogyakarta (X6) 0,937 0,049 -0,132

Expl.Var 1,709 1,454 1,117

Prp.Totl 0,285 0,242 0,186

Sumber : Data hasil olahan.

Keterangan : angka merah yang berkorelasi nyata.

Faktor 1 menjelaskan bahwa wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY mempunyai indeks kekuatan outflow dari Kota Semarang dan Kota Yogyakarta. Hal ini ditunjukan dari nilai factor loading > 0,7 yaitu 0,882 untuk

(22)

73

Kondisi ini menjelaskan fenomena bahwa Kota Semarang dan Kota Yogyakarta lebih memiliki kekuatan intensitas atau interaksi aliran barang keluar dari kedua kota tersebut ke Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY.

Faktor 2 menjelaskan bahwa wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY menunjukan indeks kekuatan inflow ke dan outflow dari Kota Surakarta. Hal ini ditunjukan dari nilai factor loading > 0,7 yaitu outflow dari Kota Surakarta sebesar 0,836 dan inflow ke Kota Surakarta sebesat 0,790. Kondisi ini menjelaskan fenomena bahwa Kota Surakarta memiliki interaksi aliran barang masuk dan keluar yang kuat berasal dari Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY lainnya.

Faktor 3 menjelaskan bahwa wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY mempunyai indeks kekuatan inflow ke Kota Semarang. Hal ini ditunjukan dari nilai factor loading > 0,7 yaitu inflow ke Kota Semarang sebesar 0,848. Kondisi ini menjelaskan fenomena bahwa Kota Semarang intensitas aliran barang masuk berasal dari Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY lain lebih kuat jika dibandingkan aliran barang yang keluar dari Kota Semarang.

Sedangkan indeks kekuatan inflow ke Kota Yogyakarta relatif tidak menjadi penciri utama karena relatif homogen atau tidak bervariasi.

2. Analisis Kluster (Cluster Analysis) Kawasan Joglosemar

Analisis kluster dilakukan dengan menggunakan data pangsa inflow dari dan outflow ke masing-masing Kota Semarang, Kota Surakarta (Solo) dan Kota Yogyakarta. Hasil analisis kluster adalah sebagai berikut :

a. Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Surakarta dengan anggota kluster

10 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yaitu : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo,

Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan,

Kabupaten Blora dan Kabupaten Demak. Gambar hasil analisis kluster dapat dilihat di bawah ini.

(23)

74

Tree Diagram for 37 Cases Ward`s method Euclidean distances C _ 3 6 C _ 2 4 C _ 3 5 C _ 2 6 C _ 2 3 C _ 5 C _ 2 2 C _ 1 9 C _ 3 0 C _ 2 0 C _ 2 9 C _ 3 1 C _ 1 8 C _ 6 C _ 3 4 C _ 3 3 C _ 4 C _ 1 7 C _ 3 C _ 3 7 C _ 3 2 C _ 2 5 C _ 7 C _ 2 7 C _ 2 8 C _ 2 C _ 1 2 C _ 1 3 C _ 8 C _ 1 4 C _ 9 C _ 1 1 C _ 2 1 C _ 1 0 C _ 1 5 C _ 1 6 C _ 1 0 20 40 60 80 100 120 (D lin k /D m a x )* 1 0 0

Gambar 21. Grafik Hasil Analisis Kluster Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Surakarta

b. Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Semarang dengan anggota kluster 1

Kabupaten di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Semarang. Gambar hasil analisis kluster dapat dilihat di bawah ini.

Tree Diagram for 37 Cases Ward`s method Euclidean distances C_22 C_21 C_24 C_19 C_31 C_18 C_6 C_33 C_32 C_30 C_25 C_23 C_20 C_9 C_26 C_28 C_2 C_35 C_36 C_34 C_29 C_13 C_11 C_5 C_27 C_14 C_3 C_17 C_15 C_12 C_10 C_16 C_7 C_37 C_4 C_8 C_1 0 20 40 60 80 100 120 (D lin k /D m a x )* 1 0 0

Gambar 22. Grafik Hasil Analisis Kluster Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Semarang

(24)

75

c. Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Yogyakarta dengan anggota kluster

17 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY yaitu : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kota Pekalongan, Kota

Tegal, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul. Gambar hasil

analisis kluster dapat dilihat di bawah ini. Tree Diagram for 37 Cases

Ward`s method Euclidean distances C_21 C_28 C_32 C_30 C_24 C_14 C_33 C_26 C_27 C_25 C_19 C_15 C_12 C_20 C_5 C_29 C_13 C_9 C_31 C_4 C_37 C_36 C_17 C_34 C_22 C_23 C_7 C_6 C_35 C_11 C_10 C_3 C_8 C_16 C_2 C_18 C_1 0 20 40 60 80 100 120 (D lin k /D m a x )* 1 0 0

Gambar 23. Grafik Hasil Analisis Kluster Pangsa inflow ke dan outflow dari Kota Yogyakarta.

Kota Salatiga dan Kota Magelang tidak termasuk ke dalam ketiga kluster tersebut, namun karena kedua kota itu berada dalam satu blok atau berbatasan secara administrasi dengan Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang, maka Kota Salatiga dan Kota Magelang dimasukkan ke dalam anggota kluster.

(25)

76

Seluruh anggota kluster tersebut diatas digabung masuk ke kluster Kawasan Joglosemar sehingga diperoleh pewilayahan sebagai berikut :

1. Kawasan Joglosemar.

2. Daerah Kabupaten/Kota lain di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY yang memiliki kekuatan hubungan aliran barang dengan Kawasan Joglosemar tetapi relatif terpisah secara administrasi.

3. Daerah Kabupaten/Kota lain di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki kekuatan hubungan aliran barang dengan Kawasan Joglosemar relatif lemah

Untuk selanjutnya yang dimaksud dimaksud sebagai Kawasan Joglosemar terdiri dari 22 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY yaitu : Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga, Kota Semarang, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Alasan yang dipakai menentukan Kabupaten/Kota tersebut masuk ke dalam Kawasan Kerjasama Joglosemar adalah sebagai berikut :

1. Relatif memiliki kekuatan interaksi spasial / aliran barang dengan Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang dengan kategori kuat. 2. Berada dalam satu blok kawasan atau berbatasan secara administrasi

(contigous).

Berikut ini peta kawasan Joglosemar berdasarkan intensitas aliran barang dari dan ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.

(26)

77

Gambar 24. Peta Kawasan Joglosemar Berdasarkan Intensitas Aliran Barang

(27)

Pemusatan Aktivitas Ekonomi di Kawasan Joglosemar

Analisis LQ yang dilakukan terhadap kabupaten dan kota yang ada di Kawasan Joglosemar setelah ditentukan batasan kawasannya pada analisis sebelumnya, dapat memberikan informasi tentang pemusatan aktivitas ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Hirarki pemusatan aktivitas ekonomi pada masing-masing kabupaten dan kota di Kawasan Joglosemar pada tahun 2005 atas dasar harga konstan tahun 2000 yang dianalisis dengan metode LQ, seperti disajikan secara rinci pada Tabel 13.

Berdasarkan hasil perhitungan analisis LQ pada tahun 2005 menunjukkan bahwa sektor pertanian sebagian besar memusat di Provinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Purworejo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak dan Kabupaten Temanggung. Sementara itu di Provinsi DIY, pemusatan aktivitas juga pada sektor pertanian yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini didukung oleh data penggunaan lahan tahun 2005, lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian khususnya terutama di daerah-daerah yang menjadi sentra produksi padi dan palawija di Provinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Klaten yang memiliki luas lahan sawah 33.494 ha atau sekitar 51,09 % dari luas wilayah secara keseluruhan, Kabupaten Sukoharjo memiliki sawah seluas 21.108 ha atau 45,23 % dari luas wilayah, Kabupaten Sragen dengan luas sawah 39.959 ha atau 42,22 % dari luas wilayah, Kabupaten Demak memiliki luas sawah 48.640 ha atau 54,20 % dari luas wilayahnya dan Kabupaten Grobogan dengan luas 63.729 ha atau 32,25 % dari luas wilayahnya digunakan untuk pertanian. Selain itu terdapat juga kabupaten-kabupaten di Provinsi DIY yang juga menjadi sentra produksi padi untuk wilayah tersebut yaitu Kabupaten Bantul dengan luas sawah 15.991 ha atau 31,55 % dari luas wilayahnya dan Kabupaten Kulonprogo memiliki sawah seluas 10.833 ha atau 18,48 % dari luas wilayahnya secara keseluruhan.

(28)

Tabel 13. Hirarki pemusatan sektor-sektor ekonomi kabupaten/kota di Kawasan Joglosemar Lapangan Usaha No Kabupaten/Kota P e rt a n ia n P e rt a m b a n g a n d a n p e n g g a li a n In d u s tr i L is tr ik , G a s d a n A ir M in u m B a n g u n a n P e rd a g a n g a n , H o te l d a n R e s to ra n P e n g a n g k u ta n d a n K o m u n ik a s i K e u a n g a n , P e rs e w a a n d a n J a s a P e ru s a h a a n J a s a -j a s a 1 Kab. Purworejo 1,85 2,94 0,37 0,48 0,69 0,85 0,84 0,91 1,45 2 Kab. Wonosobo 2,51 0,93 0,43 0,65 0,52 0,6 0,85 1,07 0,82 3 Kab. Magelang 1,59 3,12 0,75 0,48 1,04 0,77 0,8 0,5 1,18 4 Kab. Boyolali 1,88 0,97 0,64 0,89 0,31 1,33 0,38 1,13 0,59 5 Kab.Klaten 1,13 1,42 0,84 0,58 0,98 1,4 0,38 0,68 1 6 Kab. Sukoharjo 1,04 1,11 1,19 0,85 0,51 1,43 0,62 0,58 0,6 7 Kab. Karanganyar 1,01 1,12 2,05 1,25 0,31 0,53 0,42 0,37 0,6 8 Kab. Sragen 1,85 0,39 0,84 1,04 0,56 0,92 0,48 0,68 0,88 9 Kab. Grobogan 2,13 1,82 0,13 1,28 0,56 0,91 0,47 1,6 1,35 10 Kab. Blora 2,79 4,32 0,24 0,47 0,5 0,74 0,43 1,18 0,58 11 Kab. Demak 2,2 0,28 0,44 0,6 0,84 1,04 0,64 0,65 0,77 12 Kab. Semarang 0,68 0,15 1,83 0,73 0,48 1,12 0,3 0,55 0,61 13 Kab. Temanggung 1,67 1,42 0,78 0,77 0,67 0,86 0,77 0,69 1,09 14 Kota Magelang 0,16 0 0,13 2,41 2,11 0,36 2,74 1,88 2,91 15 Kota Surakarta 0 0,06 1,12 1,97 1,51 1,31 1,43 1,71 0,92 16 Kota Salatiga 0,34 0,63 0,77 4,09 0,55 0,86 3,48 1,19 1,29 17 Kota Semarang 0,07 0,42 1,57 1,2 1,74 0,91 1,37 0,71 0,91

18 Kab. Kulon Progo 1,41 1,15 0,63 0,54 0,57 0,84 1,47 1,06 1,37

19 Kab. Bantul 1,25 1,32 0,78 0,81 1,09 0,97 1 1,11 1

20 Kab. Gunung Kidul 2,03 2,66 0,46 0,45 0,94 0,72 0,97 0,77 1,05

21 Kab. Sleman 0,9 0,48 0,65 0,79 1,26 1,09 0,8 1,8 1,36

22 Kota Yogyakarta 0,03 0,01 0,46 1,24 0,89 1,31 2,64 2,5 1,65

Sumber : Data Hasil Olahan LQ PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kawasan Joglosemar Pada Tahun 2005

7

(29)

80

Sektor pertambangan dan penggalian terkonsentrasi di Kabupaten

Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora dan Kabupaten Temanggung untuk wilayah di Provinsi Jawa Tengah sedangkan kabupaten di Provinsi DIY antara lain Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul. Hal ini dapat dijelaskan bahwa daerah-daerah tersebut merupakan wilayah yang memiliki sumber daya alam berupa sumber bahan galian yaitu antara lain pasir dan batu. Misalnya Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang dekat dengan gunung Merapi yang masih aktif dan mengeluarkan bahan-bahan batuan serta pasir. Sehingga bahan-bahan batuan dan pasir tersebut menjadi sumber penghasilan masyarakat yang berada di sekitar wilayah tersebut.

Sektor Industri pemutasan aktivitasnya terkonsentrasi di Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Semarang, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Kabupaten Sukorajo industri yang berkembang adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki serta industri barang kayu dan hasil hutan. Industri yang berkembang di Kabupaten Karanganyar adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri teksil, barang kulit dan alas kaki. Kabupaten Semarang banyak dikembangkan industri makanan, minuman, dan tembakau, industri teksil, barang kulit dan alas kaki, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya, industri kertas dan barang cetakan, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, industri semen dan barang bukan logam, industri logam dasar besi dan baja, industri alat angkutan, mesin dan peralatan, serta industri barang lainnya. Industri yang dikembangkan di Kota Surakarta adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, industri teksil, barang kulit dan alas kaki, industri kertas dan barang cetakan, industri pupuk, kimia, dan barang dari karet, dan industri barang lainnya. Sedangkan indsutri yang berkembang di Kota Semarang juga cukup bervariasi yaitu industri makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki, industri pengolahan kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya, industri pengolahan barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan, industri pengolahan kimia dan barang dari kimia, industri pengolahan bahan galian bukan logam,

(30)

81

industri pengolahan logam dasar, industri mesin dan peralatannya serta industri lainnya.

Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan terkonsentrasi wilayah Provinsi Jawa Tengah terutama di Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan wilayah Provinsi DIY di Kabupaten Kulon Progo, Kabapaten Bantul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogykarta. Hal ini dapat dijelaskan bahwa untuk sektor ini lebih terkonsentrasi di wilayah yang berada di perkotaan karena wilayah

urban (perkotaan) lebih banyak berkembang sektor keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan di bandingkan wilayah rural (perdesaan). Sub sektor bank, lembaga keuangan non bank, sewa bangunan dan jasa perusahaan biasanya mendominasi pemusatan aktivitas ekonomi di wilayah perkotaan, sementara itu sub sektor lembaga keuangan non bank dan jasa penunjang keuangan lebih memusat di wilayah perdesaan.

Sektor jasa-jasa terkonsentrasi di Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Temanggung, Kota Magelang, Kota Salatiga untuk wilayah Provinsi Jawa Tengah dan seluruh kabupaten/kota di Provinsi DIY yaitu Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa wilayah perkotaan mendominasi pemusatan aktivitas sektor jasa dengan sub sektor jasa yang berasal dari pemerintahan umum dan pertahanan maupun dari jasa swasta yang berupa jasa sosial kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi serta jasa perorangan dan rumah tangga. Sementara itu untuk wilayah perdesaan sektor jasa disumbang dari aktivitas sub sektor jasa pemerintahan dan sosial kemasyarakatan.

Kondisi yang menarik adalah sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta sektor industri memusat aktivitasnya secara bersama-sama di Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kedua wilayah tersebut memiliki potensi pengembangan di tiga sektor itu, namun juga bisa berdampak negatif bahwa sektor industri yang tumbuh di wilayah itu akan mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke industri

(31)

82

sehingga pada masa yang akan datang kedua kabupaten itu aktivitas ekonominya akan berubah

Berdasarkan hirarki pemusatan aktivitas ekonomi kabupaten/kota di Kawasan Joglosemar tersebut, maka dilakukan analisis lanjutan menggunakan Analisis Faktor (Factor Analysis) untuk melihat gabungan pemusatan aktivitas

ekonomi di Kawasan Joglosemar yang selanjutnya akan ditentukan

pengelompokkan masing-masing sektor berdasarkan hasil analisis sehingga dapat diketahui pemusatan aktivitas ekonomi yang menonjol dan dipetakan sehingga dapat diketahui kelompok-kelompok pemusatan masing-masing sektor dan melihat interaksi spasial masing-masing kabupaten/kota di Kawasan Joglosemar.

Proses Analisis Faktor (Factor Analysis) terhadap PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 kabupaten/kota di Kawasan Joglosemar menghasilkan 3 (tiga) faktor utama yang merupakan kombinasi linier dengan variabel aslinya yaitu 9 (sembilan) variabel yang bersifat bebas. Ke-tiga faktor utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 89,6 % yang merupakan nilai akar ciri (eigenvalue). Angka ini menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 % (Tabel 14).

Tabel 14. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Pemusatan Aktivitas Ekonomi

Eigenvalue % Total variance Cumulative

Eigenvalue Cumulative %

1 2,665273 44,42121 2,665273 44,42121

2 1,605656 26,76093 4,270929 71,18214

3 1,105002 18,4167 5,375931 89,59885

Sumber : Data hasil olahan

Dengan menggunakan kreteria Factor Loading > 0,7 hasil analisis faktor dari 9 variabel sektor dalam PDRB, terdapat 6 variabel sektor yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-enam variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 3 faktor utama dan memiliki korelasi cukup kuat dengan variabel yang dianalisis (Tabel 15).

(32)

83

Tabel 15. Nilai Factor loading Tiap Variabel Indikator Pemusatan Aktivitas

Ekonomi

Variabel Factor

Diskripsi 1 2 3

Pertanian -0,84 0,26 0,36

Industri 0,14 -0,94 -0,20

Listrik, Gas dan Air Minum 0,89 0,03 0,16

Perdagangan, Hotel dan Restoran -0,07 0,03 -096

Pengangkutan dan komunikasi 0,89 0,31 0,14

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,50 0,74 -0,26

Expl.Var 2,56 1,61 1,20

Prp.Totl 0,43 0,27 0,20

Sumber : Data hasil olahan

Keterangan : angka merah yang berkorelasi nyata.

Faktor 1 merepresentasikan sekitar 43 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah PDRB sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

Antar variabel penciri utama pada faktor 1 berkorelasi negatif, dimana semakin besar PDRB dari sektor listrik, gas dan air minum serta sektor pengangkutan dan komunikasi di Kawasan Joglosemar, maka PDRB sektor pertanian akan semakin rendah dengan koefisien antara 0,84 sampai 0,89. Hal ini menunjukkan bahwa antar sektor pertanian dengan sektor pengangkutan dan komunikasi tidak saling terkait artinya bahwa hasil-hasil pertanian di Kawasan Joglosemar lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan wilayah sendiri daripada di kirim keluar sedangkan sektor listrik, gas dan air minum juga tidak mendorong sektor pertanian di Kawasan Joglosemar karena hasil pertanian langsung dijual kepada pembeli tanpa melalui proses pemberian nilai tambah melalui sektor industri yang berbasis pada pertanian.

Faktor 2 merepresentasikan sekitar 27 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah PDRB sektor industri dan PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Antar variabel penciri utama pada faktor 2 berkorelasi negatif, dimana semakin besar PDRB keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Kawasan Joglosemar, maka PDRB sektor industri akan semakin kecil dengan koefisien korelasi antara 0,74 sampai 0,94. Secara logis fenomena tersebut menunjukkan

(33)

84

bahwa di Kawasan Joglosemar telah terjadi spesialisasi lokasi artinya

pertumbuhan PDRB sektor industri tidak sejalan dengan pertumbuhan PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan karena perkembangan sektor industri berada di lokasi yang berbeda dengan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Kondisi ini menunjukan terjadi pergeseran lokasi sektor industri dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sehingga perkembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan didukung oleh sektor lain di luar sektor industri, begitu pula sebaliknya.

Faktor 3 merepresentasikan sekitar 20 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran. Faktor

loading bertanda negatif berarti semakin besar skor ini pada faktor ini, semakin

kecil PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kawasan Joglosemar dengan koefisien korelasi 0,96. Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran di Kawasan Joglosemar masih berpotensi untuk ditingkatkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah di kawasan ini dan juga akan mengerakkan sektor-sektor yang lain.

Berdasarkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan menggunakan analisis kelompok (cluster analysis) dengan metode K-Means untuk meminimumkan keragaman di dalam kelompok dan memaksimumkan keragaman antar kelompok. Berdasarkan tiga faktor utama yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 (tiga) kelompok besar kabupaten/kota di Kawasan Joglosemar dengan karakteristiknya masing-masing seperti dapat dilihat pada Gambar 25.

Untuk menentukan batas menggunakan kriteria jarak terkecil/terdekat dari hasil analisis klaster (1,1) karakteristik pusat klaster dapat dikategorikan kedalam : 1) ≥ 1,1 dianggap tinggi; 2) -1,1 sampai 1,1 dianggap sedang; dan 3) ≤ -1,1 dianggap rendah, untuk tiap rataan variabel pencirinya.

Gambar 25 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok kabupaten/kota yang menggambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk masing kelompok. Nilai tengah tertinggi dan terendah untuk masing-masing faktor utama akan menjadi karakteristik pembeda dari masing-masing-masing-masing kelompok.

(34)

85

Berdasarkan hasil analisis gerombol yang menggunakan data faktor skor (lampiran 5) menghasilkan 3 (tiga) kelompok wilayah. Dari hasil analisis tipologi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa di tiap wilayah ada yang memiliki tipologi

wilayah tinggi, sedang atau rendah.

Gambar 25. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi

Pemusatan Aktivitas Ekonomi di Kawasan Joglosemar

Kecamatan-kecamatan yang terdapat dalam wilayah tipologi I merupakan wilayah dengan karakteristik PDRB sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor pengangkutan dan komunikasi sedang. Hal ini secara logis menunjukkan masyarakat di wilayah tersebut aktivitas ekonominya antara sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor pengangkutan dan komunikasi memberi kontribusi pada pendapatan daerah walaupun tidak begitu besar.

Plot of Means for Each Cluster

Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3

Factor Factor Factor

Variables -2,5 -2,0 -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

(35)

86

Kecamatan-kecamatan yang masuk tipologi II, merupakan wilayah yang karakteristik PDRB sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor pengangkutan

dan komunikasinya tinggi, tetapi PDRB sektor pertaniannya rendah. Hal ini

secara logis menunjukkan wilayah tersebut biasanya merupakan daeah perkotaan dimana aktivitas ekonomi yang menonjol adalah sektor listrik, gas dan air minum, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

Kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam wilayah tipologi III

merupakan kabupaten/kota di kawasan Joglosemar dengan karakteristik PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa tinggi tetapi PDRB sektor industri rendah. Hal ini secara logis menunjukkan masyarakat di wilayah tersebut sangat konsumtif dan pengembangan industri kurang sesuai karena : bentangan wilayah yang kurang luas, kepadatan penduduknya rendah, dan ketersediaan sumberdaya alamnya kurang mendukung sehingga jika industri di kembangkan di daerah tersebut kurang bisa menjadi motor penggerak utama perekonomian daerah di masa yang akan datang.

Berdasarkan hasil analisis kelompok diatas maka karakteristik dari tiga kelompok tipologi pemusatan aktivitas sektor ekonomi di Kawasan Joglosemar dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Hasil Analisis Klaster Pemusatan Aktivitas di Kawasan Joglosemar

Tipologi Kelompok

Kabupaten/Kota

Karakteristik Wilayah

I Kab. Purworejo PDRB sektor pertanian, sektor listrik, gas

Kab. Wonosobo dan air minum, serta sektor pengangkutan dan

Kab. Boyolali komunikasi sedang

Kab. Magelang Kab. Sragen Kab. Grobogan Kab. Blora Kab. Demak Kab. Temanggung Kab. Kulon Progo Kab. Bantul

Kab. Gunung Kidul Kab. Sleman

(36)

87

Tipologi Kelompok

Kabupaten/Kota

Karakteristik Wilayah

II Kota Magelang karakteristik PDRB sektor listrik, gas dan air

Kota Salatiga minum, serta sektor pengangkutan dan

Kota Yogyakarta komunikasinya tinggi, tetapi PDRB sektor

pertaniannya rendah

III Kab.Klaten PDRB sektor keuangan, persewaan dan jasa

Kab. Sukoharjo tinggi tetapi PDRB sektor industri rendah

Kab. Karanganyar Kab. Semarang Kota Surakarta Kota Semarang

Secara spasial hirarki pemusatan aktivitas sektor ekonomi di Kawasan Joglosemar dapat digambarkan sebagai berikut :

(37)

Konfigurasi Spasial Tipologi Wilayah di Kawasan Joglosemar

Analisis tipologi wilayah kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar dilakukan secara bertahap. Pada tahap pertama dilakukan analisis komponen utama (PCA) terhadap variabel-variabel terpilih yang diasumsikan mampu menggambarkan serta menjelaskan karakteristik kecamatan-kecamatan di wilayah Joglosemar. Data yang digunakan berasal dari Podes ST 2003, Podes SE 2006, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dalam angka 2006, dan Kabupaten/Kota dalam angka 2006 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Variabel dasar yang digunakan dibangun dari analisis rasio, indeks diversitas, persentase, LQ dan pangsa terdiri dari 83 variabel penjelas yang dikelompokkan ke dalam 7 (tujuh) indeks komposit, yaitu (1) kinerja pembangunan ekonomi daerah, (2) sumberdaya alam, (3) sumberdaya manusia dan sosial, (4) aktivitas ekonomi, (5) pengendalian ruang, (6) penyediaan infrastruktur dan fasilitas publik, dan (7) penganggaran belanja daerah. Berbagai variabel dasar yang merupakan indeks komposit selanjutnya disederhanakan dengan menggunakan Metode Analisis Komponen Utama (PCA) menjadi 44 variabel penjelas.

Pewilayahan dan Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah

Variabel dasar yang dikelompokkan ke dalam indeks komposit kinerja pembangunan ekonomi daerah penting untuk menduga fenomena, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel di wilayah studi.

Hasil analisis komponen utama (PCA) dapat dilihat nilai eigenvalue pada tabel 17 dan nilai faktor loading pada tabel 18. Tabel 17 diperlihatkan bahwa pengelompokan kecamatan-kecamatan di Kawasan Joglosemar berdasarkan

tipologi kinerja pembangunan ekonomi daerah, sebenarnya cukup dilakukan

dengan menggunakan 2 faktor yaitu faktor 1 hingga faktor 2. Kedua faktor

tersebut secara total dapat menerangkan sebesar 68,7 % variasi total. Hal ini menunjukkan bahwa pengelompokan kecamatan yang dilakukan berdasar faktor-faktor pembentuk tipologi kinerja pembangunan ekonomi daerah mampu menerangkan karakteristik wilayah kecamatan sebesar 68,7 % terhadap variasi

(38)

89

digunakan dalam klasifikasi karena mempunyai kemampuan yang cukup rendah dalam menerangkan variasi total atau lebih rendah dari kontribusi rata-rata setiap variabel terhadap varian total.

Tabel 17. Nilai Eigenvalue Tiap Faktor Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah

Eigenvalue % Total variance Cumulative

Eigenvalue Cumulative %

1 1,032242 34,40807 1,032242 34,40807

2 1,028383 34,27942 2,060625 68,68749

Sumber : Data hasil olahan

Berdasarkan kriteria Factor Loading > 0,7, hasil PCA dari 3 variabel kinerja pembangunan ekonomi daerah, terdapat 2 variabel yang memiliki pengaruh nyata terhadap variabel baru. Ke-dua variabel tersebut dapat dirumuskan dalam 2 faktor utama yang memiliki korelasi yang cukup erat dengan variabel yang dianalisis dan dapat dianggap mencerminkan fenomena-fenomena yang terkait dengan kinerja pembangunan ekonomi daerah. (tabel 18).

Faktor 1 merepresentasikan sekitar 34,4 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya : tingkat kemiskinan prasejahtera dan sejahtera 1 (Kpe 1) dan faktor tersebut merepresentasikan variasi tingkat kemiskinan prasejahtera dan sejahtera 1 antar daerah , karena faktor loadingnya bertanda negatif berarti semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin kecil tingkat kemiskinan prasejahtera dan sejahtera 1 di Kawasan Joglosemar dengan koefisien korelasi sebesar 0,77.

Faktor 2 merepresentasikan sekitar 34,3 % dari keragaman data. Variabel penciri utamanya adalah pangsa PAD dalam total pendapatan daerah di luar sisa anggaran (Kpe 3) dan faktor tersebut merepresentasikan variasi pangsa PAD dalam total pendapatan daerah di luar sisa anggaran antar daerah, karena faktor

loadingnya bertanda positif berarti semakin besar skor suatu daerah pada faktor

ini, semakin meningkat pangsa PAD dalam total pendapatan daerah di Kawasan Joglosemar dengan koefisien korelasi sebesar 0,83.

Variabel tingkat kemiskinan prasejatera dan sejahtera 1 (Kpe 1) dan variabel

pangsa PAD dalam total pendapatan daerah di luar sisa anggaran (Kpe 3)

(39)

90

ada kaitannya satu sama lain (independen). Namun demikian, variabel tingkat pengangguran terhadap jumlah penduduk (Kpe 2) relatif memiliki faktor loading cukup besar pada faktor 1 (Tingkat kemiskinan prasejahtara dan sejahtera 1) dan faktor 2 (pangsa PAD dalam total pendapatan daerah di luar sisa anggaran).

Secara logis hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kemiskinan di Kawasan Joglosemar berkaitan dengan tingkat pengangguran di kawasan tersebut. Pada era

otonomi daerah mendorong setiap daerah di Kawasan Joglosemar berlomba

memacu PAD-nya yang berimplikasi pada kegagalan penanggulangan kemiskinan dan perluasan pengangguran.

Tabel 18. Nilai Factor loading Tiap Variabel Indikator Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah

Variabel Factor

Kode Diskripsi 1 2

Kpe 1 Tingkat Kemiskinan Prasejahtera dan sejahtera 1 -0,77 0,29

Kpe 2 Tingkat pengangguran terhadap jumlah penduduk 0,65 0,50

Kpe 3 Pangsa PAD dalam total pendapatan daerah -0,11 0,83

di luar sisa anggaran

Expl.Var 1,03 1,03

Prp.Totl 0,34 0,34

Sumber : Data hasil olahan

Keterangan : Angka merah yang berkorelasi nyata.

Setelah didapatkan nilai komponen utama yang salah satunya berupa nilai skor, dilakukan analisis lanjutan menggunakan analisis kelompok (cluster

analysis) dengan metode K-Means untuk meminimumkan keragaman di dalam

kelompok dan memaksimumkan keragaman antar kelompok. Berdasarkan dua faktor utama yang diperoleh dari analisis komponen utama didapatkan 3 (tiga) kelompok besar kecamatan di Kawasan Joglosemar dengan karakteristiknya masing-masing seperti dapat dilihat pada gambar 27.

Berdasarkan kriteria jarak terkecil/terdekat dari hasil analisis klaster (1,1) karakteristik pusat klaster dapat dikategorikan kedalam : 1) ≥ 1,1 dikategorikan tinggi; 2) 1,1 sampai -1,1 dikaregorikan sedang ≤ -1,1 dikategorikan rendah, untuk tiap rataan variabel pencirinya.

Gambar 27 memperlihatkan perbedaan karakteristik antara ketiga kelompok kecamatan yang menggambarkan nilai tengah dari setiap faktor utama untuk

Gambar

Gambar 15. Pangsa outflow dari Kota Semarang ke Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.
Gambar 16. Pangsa outflow dari Kota Surakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.
Gambar 17. Pangsa outflow dari Kota Yogyakarta ke Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.
Gambar 18. Pangsa inflow ke Kota Surakarta dari Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan, maka didapatkan hasil perancangan ulang perosotan, panjatan globe, panjatan setengah lingkaran, ayunan adalah dalam bentuk gambar 2

Decision 7 The core of the office buildings is modeled by adding an additional polygon (or two, for the atrium building) to the list of wall polygons.. A different (trivial) grammar

Dimana dalam penelitian sebelumnya, film yang digunakan adalah Film berjudul Nussa dan Rara yang memiliki durasi kurang dari 10 menit untuk setiap seri filmnya dan

Mediterranean Bali adalah kampus yang cocok dan tepat bagi para remaja Bali untuk menimba ilmu dibidang perhotelan khususnnya untuk bagian Food & Beverage Product,

Skripsi ini berjudul “ pengaruh diferensiasi produk, harga dan lokasi terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda pada PT.. Tunas

the assistant's batch (year), the average of exam's participant batch(year), gender combination of the keeper, evenness of the exam keeping of every assistant,

Teknik yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah adalah data yang langsung

Walaupun kepada anak didik telah dibangkitkan motivasi belajarnya, bila mereka tidak mempunyai minat terhadap suatu bidang studi, maka usaha mendorong agar