• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan cairan lain seperti pepsin di dalam lambung. Kondisi hiperasiditas lambung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan cairan lain seperti pepsin di dalam lambung. Kondisi hiperasiditas lambung"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hiperasiditas lambung merupakan sekresi berlebihan dari asam klorida dan cairan lain seperti pepsin di dalam lambung. Kondisi hiperasiditas lambung yang tidak segera diatasi, dapat menyebabkan terjadinya pengikisan pada dinding lambung sehingga akan memicu timbulnya luka atau peradangan pada lambung. Akibatnya, dapat menimbulkan gejala-gejala seperti rasa mual, muntah, perih, nyeri, dan kembung pada perut. Oleh karena itu, diperlukan suatu obat yang dapat mengatasi timbulnya gejala-gejala tersebut (Tjay dan Rahardja, 2007).

Antasida merupakan salah satu golongan obat yang dapat menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin, sehingga dapat mengurangi gejala-gejala yang timbul akibat iritasi oleh asam lambung dan pepsin. Antasida merupakan kombinasi antara aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida, untuk menghindari efek samping dari masing-masing zat aktif tersebut (Marlita, 2010).

Bentuk sediaan obat golongan antasida yang umum terdapat di pasaran adalah bentuk suspensi dan tablet kunyah. Dipilih formulasi obat golongan antasida dalam bentuk tablet kunyah karena dinilai lebih praktis digunakan, lebih stabil dalam penyimpanannya, dan memiliki ketepatan dosis yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan bentuk sediaan suspensi (Rahardianti, 2010).

(2)

Tablet kunyah diformulasikan agar mempunyai rasa yang enak dan dapat diterima oleh pasien. Salah satu faktor yang menentukan rasa tablet kunyah adalah bahan pengisi. Bahan pengisi yang umum digunakan dalam formulasi tablet kunyah adalah manitol (Aprilya dkk., 2011).

Manitol merupakan salah satu bahan pengisi yang digunakan dalam formulasi tablet kunyah karena memberikan rasa yang manis dan dingin di mulut sehingga dapat menutupi rasa bahan obat yang kurang menyenangkan (Agoes, 2008). Manitol bersifat tidak higroskopis, sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan pengisi yang ideal (Widayanti dkk., 2013). Selain itu, manitol juga memiliki sifat kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik (Armstrong, 2006 ; Sakr dan Alanazi, 2012). Namun, manitol memiliki sifat alir yang buruk sehingga dapat menimbulkan masalah dalam proses penabletan. Hal itu disebabkan oleh kohesifitas manitol yang besar sehingga antar partikel manitol cenderung menggumpal satu sama lain. Manitol juga merupakan bahan pengisi yang relatif mahal, yaitu berkisar antara Rp 27.000,00 - Rp 31.000,00 tiap kilogram dan dapat mengakibatkan efek laksatif apabila digunakan per oral dalam jumlah yang besar. Oleh karena itu, diperlukan kombinasi antara manitol dengan bahan pengisi lain, salah satunya dengan menggunakan laktosa (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Laktosa merupakan bahan pengisi kombinasi yang pada umumnya digunakan dalam formulasi tablet kunyah karena memiliki harga yang relatif lebih murah dibandingkan manitol, yaitu berkisar antara Rp 14.000,00 – Rp 20.000,00 tiap kilogram dan mudah diperoleh (Alibaba, 2016). Laktosa dalam formulasi tablet berfungsi sebagai bahan pengisi yang baik karena dapat memadatkan massa

(3)

granul dalam granulasi basah maupun kempa langsung (Edge dkk., 2006). Laktosa juga bersifat inert terhadap berbagai macam obat, memiliki sifat kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik terhadap tablet kunyah yang diformulasikan. Namun, laktosa memiliki sifat alir yang kurang baik, tingkat kemanisannya lebih rendah dibandingkan manitol, dapat menghasilkan tablet yang keras di mana kekerasannya cenderung meningkat pada penyimpanan, dan dapat mengalami reaksi Maillard yang menimbulkan warna kecoklatan pada granul yang dihasilkan (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Dilakukan optimasi pada run tablet kunyah antasida yang memiliki perbandingan bahan pengisi yang berbeda. Metode optimasi yang digunakan adalah Simplex Lattice Design yang dianalisis menggunakan software Design Expert® untuk mengetahui proporsi bahan pengisi yang dapat memberikan sifat fisik optimum pada granul dan tablet kunyah antasida yang dihasilkan. Melalui penelitian tersebut, diharapkan dapat memenuhi persyaratan, reprodusibel, praktis, nyaman, dan ekonomis (Hayati dkk., 2011).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh penambahan kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa terhadap sifat alir granul, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan rasa tablet kunyah antasida yang dihasilkan ?

2. Berapakah proporsi kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa dapat memberikan sifat fisik optimum pada tablet kunyah antasida yang dihasilkan berdasarkan metode Simplex Lattice Design ?

(4)

C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengaruh penambahan kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa terhadap sifat alir granul, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, rasa tablet kunyah antasida yang dihasilkan.

2. Memperoleh proporsi kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa yang dapat memberikan sifat fisik optimum pada tablet kunyah antasida yang dihasilkan berdasarkan metode Simplex Lattice Design.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis :

Penulis dapat mengaplikasikan metode optimasi Simplex Lattice Design untuk memperoleh formula optimum pada pembuatan tablet kunyah antasida. 2. Bagi ilmu pengetahuan :

Mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang farmasi mengenai formula optimum dalam pembuatan tablet kunyah antasida yang diperoleh menggunakan metode Simplex Lattice Design, sehingga dapat dihasilkan tablet kunyah antasida yang berkualitas.

3. Bagi masyarakat :

(5)

E. Tinjauan Pustaka 1. Tablet Kunyah

Tablet kunyah merupakan tablet yang ditujukan untuk dapat hancur secara perlahan di dalam mulut dengan kecepatan tertentu dengan atau tanpa mengunyah. Karakteristik tablet kunyah memiliki bentuk yang halus setelah hancur, rasa yang enak, dan tidak meninggalkan rasa yang pahit (Ansel, 2005). Tablet yang yang telah hancur secara perlahan akibat proses mekanik di dalam mulut, akan bercampur dengan cairan mulut membentuk suspensi. Bentuk suspensi tersebut, akan masuk ke dalam lambung dan segera bereaksi dengan asam lambung yang disekresikan berlebihan (Rahardianti, 2010).

Sebagaimana bentuk sediaan tablet yang lain, selain mengandung zat aktif, tablet kunyah juga mengandung bahan lain seperti bahan pengisi , bahan pelicin, dan bahan penghancur. Namun, penambahan bahan penghancur pada formulasi tablet kunyah, tidak diutamakan karena penggunaan tablet kunyah yang ditujukan untuk dapat hancur secara mekanik di dalam mulut, bukan hancur di lambung seperti tablet per oral pada umumnya (Siregar dan Wikarsa,2010).

Formulasi tablet kunyah lebih mengutamakan pada rasa dari tablet kunyah tersebut. Oleh karena itu, dipilih bahan pengisi yang memiliki rasa manis sehingga diharapkan dapat menutup rasa tidak enak dari bahan obat. Bahan-bahan yang umum digunakan antara lain manitol, sorbitol, dekstrosa, ksilitol, dan lain-lain. Dalam hal pemilihan bahan pengisi di dalam formulasi tablet kunyah, perlu dipertimbangkan sifat higroskopisitas dari bahan tersebut. Bahan yang memiliki sifat higroskopisitas yang tinggi, kurang sesuai digunakan dalam formulasi tablet

(6)

kunyah karena dapat mengakibatkan instabilitas dari tablet kunyah yang dibuat. Apalagi, jika tablet kunyah digunakan pada daerah beriklim tropis yang mempunyai kelembaban udara yang relatif tinggi. Di antara bahan-bahan pengisi yang umum digunakan tersebut, manitol merupakan bahan pengisi yang paling banyak digunakan berdasarkan pertimbangan bahwa alkohol heksahidrat ini mempunyai rasa manis dan sifat higroskopisitas yang rendah (Agoes, 2008).

Beberapa jenis produk tablet kunyah yang banyak terdapat di pasaran, antara lain antasida, vitamin-vitamin, analgesik, dan antibiotik. Bentuk sediaan tablet kunyah pada umumnya diformulasikan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan obat, seperti pada pasien anak-anak dan pasien lanjut usia (Agoes,2008).

2. Antasida

Antasida adalah basa-basa lemah yang digunakan untuk mengikat asam lambung yang disekresikan berlebihan, yakni pada kondisi sekresi asam lambung berlebihan (Tjay dan Rahardja, 2007). Mekanisme antasida dalam menetralkan asam lambung adalah antasida yang merupakan basa lemah akan bereaksi dengan asam lambung untuk membentuk air dan garam sehingga dapat menetralkan asam lambung. Oleh karena pepsin tidak aktif pada pH yang lebih besar dari 4.0, maka antasida juga dapat mengurangi aktivitas peptik (Tjay dan Rahardja, 2007). Kemampuan suatu antasida dalam menetralkan asam lambung tergantung pada kapasitasnya untuk dapat menetralkan asam lambung dan keadaan isi lambung. Keadaan lambung yang penuh dengan adanya makanan, dapat memperlambat

(7)

pengosongan lambung sehingga akan memperlama kerja antasida dalam menetralkan asam lambung (Mycek dkk., 2001).

Sediaan antasida digolongkan menjadi 3, yaitu dengan kandungan aluminium dan atau magnesium, kandungan natrium bikarbonat, serta kandungan bismuth dan kalsium. Absorpsi natrium bikarbonat secara sistemik, dapat menyebabkan alkalosis metabolik sementara sehingga jenis antasida ini tidak dianjurkan untuk digunakan dalam jangka panjang. Selain itu, natrium bikarbonat dapat melepaskan gas CO2 yang mengakibatkan terjadinya sendawa dan rasa kembung pada perut. Antasida bermanfaat untuk meringankan gejala yang muncul pada penyakit dyspepsia tukak maupun bukan tukak, serta pada penyakit

gastroesofagitis. Antasida paling baik diberikan saat gejala-gejala muncul,

lazimnya di antara waktu makan dan sebelum tidur (Mycek dkk., 2001).

Antasida yang merupakan kombinasi antara aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida, bekerja menetralkan asam lambung dan menginaktifkan pepsin. Beberapa antasida seperti aluminium hidroksida, sukralfat, bismuth koloidal dapat menutupi tukak dengan cara membentuk suatu lapisan pelindung (Tjay dan Rahardja, 2007).

Aluminium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare. Oleh karena itu, perlu kombinasi antara aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida pada antasida untuk menghindari efek samping dari masing-masing zat aktif tersebut. Efek laksatif dari magnesium hidroksida akan mengurangi gelembung-gelembung gas, yakni efek konstipasi dari aluminium hidroksida dalam saluran cerna sehingga

(8)

dapat mengurangi rasa kembung pada perut. Ketika diminum, obat akan segera bereaksi dengan asam yang ada di lambung, sehingga terbentuk senyawa yang relatif netral (Mycek dkk., 2001).

3. Bahan Tambahan

Secara umum, komposisi tablet terdiri dari bahan aktif dan eksipien. Pemilihan eksipien untuk formulasi tablet, tergantung pada bahan aktif tablet, tipe tablet, biaya, formulator dan proses manufaktur yang akan diaplikasikan (Parikh, 2005). Kriteria yang utama untuk eksipien antara lain netral secara fisiologis, stabil secara fisika-kimia, tidak mempengaruhi bioavailabilitas obat, bebas dari mikroba patogen, tersedia dalam jumlah yang cukup, dan murah (Sulaiman, 2007). Beberapa eksipien yang ditambahkan dalam formulasi tablet antara lain bahan pengisi, pengikat, penghancur, dan pelicin (Siregar dan Wikarsa, 2010). a. Bahan pengisi

Bahan pengisi perlu ditambahkan terutama pada sediaan tablet yang mengandung zat aktif dalam jumlah kecil. Bahan pengisi akan menjamin suatu sediaan tablet mempunyai ukuran atau massa yang dibutuhkan (Aldeborn, 2002).

Berdasarkan kelarutan bahan pembantu dalam air, maka dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1. Bahan pengisi yang larut air, misalnya laktosa, sukrosa, glukosa, manitol, dekstrosa, sorbitol, fruktosa.

2. Bahan pengisi yang tidak larut air, misalnya dikalsium fosfat, kalsium fosfat, amilum termodifikasi, mikrokristalin selulosa (Siregar dan Wikarsa, 2010).

(9)

b. Bahan pengikat

Bahan pengikat perlu ditambahkan untuk kekompakkan dan daya tahan terhadap tablet. Bahan pengikat dapat membentuk aglomerat dari partikel serbuk menjadi partikel granulat (Parikh, 2005).

Sebagian besar, bahan pengikat bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Bahan pengikat dapat ditambahkan dalam bentuk basah maupun kering. Daya ikat granul akan lebih kuat bila bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk larutan atau semprot (Agoes,2008).

Kriteria pemilihan bahan pengikat adalah dapat bercampur dengan bahan lain dari tablet, harus dapat meningkatkan daya lekat yang cukup dari serbuk, dapat membuat tablet hancur perlahan di dalam mulut, sehingga obat larut dalam saluran pencernaan dan melepaskan zat aktif obat untuk diabsorpsi (Agoes,2008).

Secara umum, bahan pengikat yang ditambahkan akan berfungsi secara efektif dengan jumlah air yang kecil. Dalam pengikatan partikel, yang berperan penting adalah ikatan Van der Waals dan ikatan hidrogen (Agoes,2008).

c. Bahan pelicin

Bahan pelicin ditambahkan dalam formulasi sediaan tablet, memiliki 3 fungsi, antara lain sebagai lubrikan, glidan, anti adherent. Lubrikan digunakan untuk mengurangi gesekan yang timbul antara permukaan tablet dengan dinding

die selama proses pengempaan. Sedangkan anti adherent berfungsi untuk

mencegah agar campuran granul yang dikempa tidak melekat pada dinding ruang cetak dan permukaan punch, serta glidan digunakan untuk memperbaiki sifat alir tablet. Bahan pelicin yang biasa digunakan dalam formulasi tablet adalah

(10)

magnesium stearat dengan konsentrasi antara 0,2%-2%. Magnesium sterat merupakan lubrikan yang paling efektif dan digunakan secara luas dalam formulasi tablet (Agoes, 2008).

d. Bahan Penambah Rasa (Flavoring Agent)

Rasa merupakan parameter yang paling penting dalam evaluasi suatu formulasi tablet tertentu, seperti pada tablet kunyah dan tablet hisap karena berkaitan dengan acceptability terhadap pasien. Pemilihan eksipien dapat mempengaruhi tingkat rasa dalam formulasi tablet (Agoes, 2008).

Rasa manis pada suatu tingkat tertentu, menjadi latar belakang diperlukannya penambahan flavoring agent dalam formulasi tablet. Beberapa

flavoring agent yang biasa ditambahkan pada tablet kunyah antasida meliputi

cokelat, minyak permen, jeruk, dan vanila (Siregar dan Wikarsa, 2010). 4. Metode pembuatan tablet kunyah antasida

Menurut Ansel (2005), beberapa metode yang dapat digunakan pada pembuatan tablet kunyah antasida, antara lain :

a. Metode kempa langsung (direct compression)

Melalui metode ini, obat dengan atau tanpa bahan tambahan dapat langsung dikempa. Namun, obat dan bahan tambahan tersebut harus memiliki sifat fluiditas dan kompresibilitas yang baik agar dapat dikempa secara langsung (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Bahan tambahan yang biasanya digunakan pada metode ini umumnya relatif lebih mahal karena harus memiliki spesifikasi khusus (Siregar dan Wikarsa, 2010).

(11)

b. Metode granulasi kering (dry granulation)

Melalui metode ini, granul dibentuk oleh penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk (slugging), kemudian mengubahnya menjadi pecahan-pecahan ke dalam granul yang lebih kecil. Granul yang ukurannya lebih kecil tersebut diayak dan dikempa kembali dengan mesin tablet (Reiza, 2010).

Dengan metode ini, baik bahan aktif maupun bahan tambahannya, harus memiliki sifat kohesifitas yang baik agar dapat membentuk massa dalam jumlah yang besar. Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan metode granulasi basah karena tidak tahan terhadap uap air dan membutuhkan temperatur yang tinggi dalam pengeringannya (Reiza,2010) . c. Metode granulasi basah (wet granulation)

Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan. Granulasi basah dilakukan dengan cara pengadukan campuran serbuk dengan menggunakan larutan bahan pengikat yang sudah dicampurkan dengan serbuk kering. Pembentukan granul dapat terjadi karena efek ikatan mobil-liquid yang terbentuk antara partikel primer (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Tahapan-tahapan dalam proses granulasi basah,antara lain : 1. Pencampuran kering bahan awal.

2. Penambahan cairan dan pembentukan massa lembab. 3. Pengayakan massa lembab.

(12)

5. Penggilingan atau pengayakan granulasi kering untuk mencapai ukuran granul atau distribusi ukuran granul yang sesuai (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Metode granulasi basah, memiliki beberapa keuntungan, antara lain : 1. Memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas bahan yang dicampurkan.

2. Meningkatkan bobot tablet untuk bahan obat yang dosisnya kecil dengan adanya penambahan bahan tambahan yang sesuai dalam jumlah tertentu. 3. Menjaga homogenitas dan memperbaiki distribusi zat aktif dengan adanya

penambahan bahan pengikat.

4. Mencegah terjadinya pemisahan bahan penyusun tablet yang telah homogen pada proses pencampuran.

5. Memperbaiki disolusi obat yang bersifat hidrofob dengan adanya penambahan bahan pelarut yang sesuai (Siregar dan Wikarsa, 2010).

5. Evaluasi Bahan Baku, Sifat Alir Granul, dan Sifat Fisik Tablet

Agar diperoleh tablet kunyah yang baik dan berkualitas, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap bahan baku, granul, maupun tablet yang dihasilkan.

Evaluasi tersebut meliputi : a. Evaluasi bahan baku

Evaluasi ini dilakukan dengan melakukan pengujian, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Karakteristik bahan baku yang perlu diperhatikan dalam formulasi tablet kunyah,meliputi sifat orgnoleptik, bentuk partikel, ukuran partikel, sifat kristal, kompresibilitas, polimorfisme, dan lainnya (Agoes, 2008).

(13)

b. Evaluasi sifat alir granul

Evaluasi ini dilakukan sebelum proses penabletan. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sifat alir dari granul maupun campuran serbuk sehingga nantinya dapat mengalir dengan baik selama proses penabletan. Granul atau campuran serbuk yang memiliki sifat alir yang baik, maka akan dapat dihasilkan tablet yang memiliki variasi bobot dan kekerasan yang lebih kecil (Santoso, 2006).

Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui sifat alir granul yaitu : 1) Waktu alir

Evaluasi ini merupakan metode langsung untuk mengetahui sifat alir granul. Metode langsung dilakukan dengan mengukur secara langsung kecepatan alir sejumlah serbuk dengan menggunakan corong. Hasil yang diperoleh berupa waktu alir (Santoso, 2006).

Waktu alir adalah waktu yang diperlukan sejumlah granul atau serbuk untuk mengalir melalui lubang corong yang digunakan. Mudah atau tidaknya granul mengalir, dipengaruhi oleh bentuk, luas permukaan, ukuran densitas, dan kelembaban granul. Semakin baik sifat alirnya, maka akan semakin cepat pula waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah tertentu dari serbuk atau campuran granul. Ketidakseragaman dan semakin kecilnya ukuran granul, akan menaikkan daya kohesi sehingga granul dapat menggumpal dan tidak mudah mengalir (Santoso, 2006).

(14)

Secara umum, untuk 100 gram granul atau serbuk dengan waktu alir kurang dari 10 detik, maka dapat dikatakan bahwa granul atau serbuk memiliki waktu alir yang baik dan mudah untuk dilakukan penabletan (Santoso , 2006). c. Evaluasi sifat fisik tablet

Granul yang telah dikempa menjadi tablet kunyah, perlu dilakukan evaluasi baik sifat fisik maupun rasa untuk mengetahui kualitas tablet kunyah yang telah dibuat (Reiza, 2010).

Evaluasi untuk mengetahui sifat fisik tablet antara lain : 1) Keseragaman bobot

Keseragaman bobot merupakan parameter yang penting untuk menunjukkan bahwa variabilitas bobot tablet yang dihasilkan sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh regulasi. Bobot tablet yang seragam mengindikasikan bahwa kadar zat aktif yang terkandung dalam tiap tablet kunyah akan relatif sama sehingga dapat menghasilkan efek terapi yang identik (Sulaiman, 2007).

Keseragaman bobot untuk tablet tidak bersalut diuji dengan cara menghitung persentase dari jumlah yang tertera pada etiket dan nilai penerimaan masing-masing tablet dari 10 tablet. Perhitungan nilai penerimaan (NP) berdasarkan rerata nilai persentase dari target bobot tablet yang diperoleh. Persyaratan terpenuhi apabila nilai penerimaan < 15 % (Depkes RI, 2014).

2) Kekerasan tablet

Kekerasan tablet adalah parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti guncangan dan terjadinya keretakan tablet pada saat pengemasan, distribusi, dan pemakaian (Rahardianti, 2010).

(15)

Faktor yang mempengaruhi kekerasan tablet, antara lain tekanan punch atas dan punch bawah pada mesin tablet saat pengempaan, kelembaban relatif lingkungan, temperatur ruangan, serta kondisi granul (Davies dan Newton, 1996). Tablet dikatakan baik, apabila memiliki kekerasan antara 4-8 kg (Lachman dkk., 2008).

Ikatan antar partikel granul yang terbentuk melalui proses granulasi dapat berpengaruh terhadap kekerasan tablet yang dihasilkan. Semakin kuat ikatan antar partikelnya, maka dapat meningkatkan kekerasan tablet (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Tablet kunyah memiliki standar kekerasan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tablet per oral pada umumnya, yaitu berkisar antara 7-14 kg (Hayati dkk., 2011).

3) Kerapuhan

Kerapuhan tablet merupakan gambaran lain dari ketahanan tablet dalam melawan pengikisan dan guncangan. Alat yang digunakan untuk menguji kerapuhan tablet adalah friabilator (Sulaiman, 2007).

Suatu tablet dikatakan memenuhi persyaratan tablet yang baik, apabila nilai kerapuhannya tidak lebih dari 1 % (Sulaiman, 2007).

4) Rasa tablet kunyah

Evaluasi rasa tablet kunyah merupakan parameter yang penting karena berkaitan dengan acceptability bentuk sediaan tersebut terhadap pasien yang akan mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai efek terapi yang dikehendaki (Agoes, 2008).

(16)

Tablet kunyah sebaiknya memiliki rasa yang enak, tidak meninggalkan rasa yang pahit, dan menyenangkan pada saat digunakan (Ansel, 2005). Telah diketahui bahwa tablet kunyah dirancang untuk dihancurkan secara mekanik di dalam mulut. Adanya kontak yang cukup lama antara tablet kunyah dengan indera pengecap, menuntut sediaan tablet kunyah tersebut harus memiliki rasa yang dapat diterima oleh pasien sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai (Agoes, 2008).

6. Simplex Lattice Design

Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental untuk memudahkan dalam penyusunan dan interpretasi data secara matematis (Bolton, 1997). Beberapa metode optimasi antara lain Factorial Design of Experiments,

Simplex Lattice Design, dan Sequential Design (Bolton,1997).

Simplex Lattice Design merupakan metode optimasi pada berbagai

perbedaan jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam beberapa bagian. Penggunaan Simplex Lattice Design antara lain untuk optimasi kadar komponen suatu formula sediaan padat. Metode ini merupakan metode optimasi yang lebih efektif dan efisien, jika dibandingkan dengan cara trial and error yang memerlukan waktu, bahan, dan biaya yang lebih besar (Bolton, 1997).

Suatu formula merupakan susunan komponennya baik dari sisi kualitatif maupun kuantitatifnya. Setiap perubahan fraksi dari salah satu komponen campuran, akan mengubah satu atau lebih banyak eksipien lain (Bolton, 1997).

(17)

7. Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom digunakan untuk menentukan kadar total unsur logam dalam suatu sampel yang tidak dipengaruhi oleh bentuk molekul dari logam tersebut. Analisis ini sesuai untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi.Jika pada populasi atom yang berada pada tingkat dasar dilewatkan suatu berkas radiasi, maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom tersebut. Metode spektrofotometri serapan atom didasarkan pada prinsip penyerapan cahaya oleh atom (Gandjar dan Rohman, 2007).

8. Monografi Bahan a. Aluminium hidroksida

Gel aluminium hidroksida kering adalah bentuk amorf aluminium hidroksida, sebagian hidroksida disubstitusikan dengan karbonat. Mengandung setara tidak kurang dari 76,5% Al(OH)3 dan dapat mengandung aluminium karbonat dan aluminium bikarbonat basa dalam jumlah yang bervariasi. Gel aluminium hidroksida kering berupa serbuk amorf berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa. Zat ini praktis tidak larut dalam air dan etanol, larut dalam asam mineral encer serta dalam asam alkali hidroksida (Depkes RI, 2014).

Zat koloidal ini sebagian terdiri dari aluminium dan sebagian lagi sebagai aluminium oksida terkait pada molekul-molekul air (hydrated). Bahan ini memiliki fungsi sebagai astringent yaitu memiliki kemampuan untuk memperkecil selaput lendir berdasarkan sifat ion aluminium untuk membentuk kompleks

(18)

dengan protein. Aluminium juga mampu menutupi tukak lambung dengan suatu lapisan pelindung (Tjay dan Rahardja, 2007).

b. Magnesium hidroksida

Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105oC selama 2 jam, mengandung tidak kurang dari 95,0 % dan tidak lebih dari 100,5 % Mg(OH)2. Magnesium hidroksida berupa serbuk putih. Kelarutannya praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol, larut dalam asam encer (Depkes RI, 2014). Magnesium hidroksida praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum bereaksi dengan HCl, membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi dengan HCl, akan tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl dari hasil sekresi lanjutan sehingga masa kerjanya lama (Tjay dan Rahardja, 2007). c. Manitol

Manitol mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 101,5% C6H14O6 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Manitol berupa serbuk hablur atau granul mengalir bebas, putih, tidak berbau, rasa manis. Mudah larut dalam air, larut dalam larutan basa, sukar larut dalam piridina, sangat sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter (Depkes RI, 2014).

Merupakan isomer sorbitol berupa kristal atau granul yang free flowing. Manitol bersifat inert, tidak higroskopis, dapat digunakan sebagai bahan tambahan pada tablet kunyah karena memberikan rasa manis dan dingin di mulut (Agoes, 2008).

Berfungsi sebagai bahan pengisi tablet dan kapsul, terutama untuk tablet kunyah, dan sebagai pemanis. Manitol digunakan sebagai pengisi tablet pada kadar

(19)

10%-90% terhadap bobot tablet dan merupakan serbuk dengan kohesifitas tinggi serta memiliki densitas 1,514 g/cm3 (Armstrong, 2006). Memiliki tingkat kemanisan yang lebih rendah daripada sukrosa,yaitu 0,5 - 0,7 dari kemanisan sukrosa (Yamin, 2008). Manitol merupakan gula yang relatif mahal yang digunakan sebagai pengisi tablet yang panas larutannya negatif sehingga mempengaruhi raba mulut (Agoes, 2008). Manitol bersifat tidak higroskopis, sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan pengisi yang ideal (Widayanti dkk., 2013). Namun, manitol dapat menyebabkan efek laksatif bila digunakan per oral dalam jumlah yang besar (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Manitol biasanya memerlukan glidan dan lubrikan dalam jumlah yang lebih besar (sekitar 3-6 kali lebih besar) daripada bahan pengisi yang lain agar tablet dapat dikempa dengan mudah, oleh karena sifat alirnya yang kurang baik. Akan tetapi, manitol memiliki kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik (Armstrong, 2006; Sakr dan Alanazi, 2012).

d. α- laktosa monohidrat

Laktosa merupakan disakarida alami yang diperoleh dari susu, mengandung 1 molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa. Laktosa berupa serbuk atau massa hablur, keras, berwarna putih atau putih krem, tidak berbau, rasa sedikit manis, stabil di udara, tetapi mudah menyerap bau. Mudah larut dalam air secara perlahan dan praktis tidak larut dalam etanol (Depkes RI, 2014).

Konsentrasi laktosa yang digunakan dalam formulasi tablet adalah 65%-85% terhadap bobot tablet. Dalam bentuk padatan, laktosa menunjukkan isomeri yang bergantung pada kristalisasi dan pengeringan, yaitu α-laktosa dan ɮ-laktosa.

(20)

Laktosa memiliki densitas sebesar 1,545 g/cm3, brittle fracture index laktosa sebesar 0,0362, dan memiliki bonding index sebesar 0,0049 (pada tekanan kompresi sebesar 177,8 Mpa). Laktosa merupakan gula reduksi yang dapat mengalami reaksi Maillard yaitu reaksi antara gula reduksi dengan senyawa amin yang menghasilkan warna kecoklatan. Laktosa juga akan berubah warna menjadi kecoklatan karena adanya senyawa alkali berupa lubrikan alkali, adanya logam stearat (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Laktosa monohidrat lebih sesuai digunakan dalam metode granulasi basah karena meskipun laktosa anhidrat tidak mengalami reaksi Maillard, namun bentuk anhidrat dapat menyerap lembab. Laktosa monohidrat memiliki beberapa karakteristik yakni tidak dapat dikempa langsung, menghasilkan tablet yang keras di mana kekerasan tablet cenderung meningkat pada penyimpanan, dapat larut dengan adanya disintegran (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Laktosa dalam formulasi tablet berfungsi sebagai bahan pengisi yang baik karena dapat memadatkan massa granul dalam granulasi basah maupun kempa langsung (Edge dkk., 2006). Obat yang menggunakan laktosa sebagai bahan pengisi dapat memberikan kecepatan pelepasan obat yang baik, tidak bereaksi dengan hampir semua obat, granul yang terbentuk cepat kering, waktu hancur tidak terlalu peka terhadap perubahan kekerasan tablet, memiliki daya alir yang kurang baik, dan memiliki harga yang relatif murah dibandingkan dengan bahan tambahan lain (Siregar dan Wikarsa, 2010).

(21)

e. Perasa vanila

Vanila memiliki nama kimia 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehid dan memiliki warna putih kekuningan serta bau dan rasa yang khas. Vanila juga merupakan flavoring agent yang biasa ditambahkan pada makanan atau sediaan obat seperti tablet atau sirup untuk menutupi rasa yang kurang menyenangkan. Vanila maksimal diberikan dengan jumlah 10 mg/kg BB (Weller, 2009).

f. Amilum manihot

Amilum manihot adalah pati yang diperoleh dari umbi akar Manihot

utilissima atau beberapa spesies manihot lainnya. Amilum merupakan serbuk

berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Amilum berfungsi sebagai glidan, bahan pengisi tablet dan kapsul, bahan penghancur tablet dan kapsul serta bahan pengikat tablet (Galichet, 2006). Amilum mempunyai persyaratan sebagai pengikat yang baik (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Keunggulan amilum manihot dibandingkan dengan amilum lainnya adalah memiliki suhu gelatinasi paling rendah dan viskositas yang paling tinggi. Adapun karakteristik viskositas tersebut dipengaruhi oleh perbedaan varietas, faktor lingkungan, dan laju pemanasan (Samsuri, 2008).

g. Talk

Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit aluminium silikat. Talk berupa serbuk hablur sangat halus dan berwarna putih kelabu. Karakteristiknya inert dan tidak larut hampir dalam semua pelarut. Talk digunakan sebagai glidan dan ditambahkan sebelum proses penabletan untuk

(22)

meningkatkan kecepatan alir serbuk dengan konsentrasi 1% - 5% terhadap bobot tablet (Agoes, 2008).

h. Magnesium stearat

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri dari magnesium stearat dan magnesium palmitat dalam berbagai perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan tidak lebih dari 8,3% MgO. Magnesium stearat berupa serbuk halus berwarna putih, memiliki bau lemah yang khas, mudah melekat pada kulit, dan bebas dari butiran. Magnesium stearat tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter (Depkes RI, 2014). Magnesium stearat berfungsi sebagai bahan pelicin pada pembuatan kapsul dan tablet dengan konsentrasi antara 0,2%-2% (Agoes, 2008).

Magnesium stearat merupakan logam yang dapat mengalami inkompatibilitas dengan bahan-bahan yang bersifat asam. Magnesium stearat dapat menyebabkan terjadinya reaksi Maillard jika bercampur dengan laktosa hidrat sehingga menghasilkan warna kecoklatan pada tablet yang diformulasikan (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Dalam bidang farmasi, sering digunakan sebagai bahan pelicin tablet dan kapsul. Bahan ini dapat bermanfaat untuk melancarkan aliran tablet dalam mesin cetak (Siregar dan Wikarsa, 2010).

(23)

F. Landasan Teori

Antasida merupakan golongan obat yang digunakan untuk menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan pada kondisi hiperasiditas lambung. Sediaan obat antasida dalam bentuk tablet kunyah diformulasikan karena dinilai lebih praktis digunakan, lebih stabil dalam penyimpanan, dan memiliki ketepatan dosis yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan bentuk sediaan suspensi (Rahardianti, 2011). Penambahan bahan pengisi yang juga dapat berfungsi sebagai bahan pemanis, dapat digunakan dalam formulasi tablet kunyah agar diperoleh rasa yang enak (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Manitol digunakan dalam formulasi tablet kunyah karena dapat memberikan rasa yang manis dan dingin di mulut sehingga dapat menutupi rasa bahan obat yang kurang menyenangkan (Agoes, 2008). Manitol juga bersifat tidak higroskopis, memiliki sifat kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik (Armstrong, 2006; Sakr dan Alanazi, 2012). Laktosa digunakan dalam formulasi tablet kunyah karena karena memiliki harga yang relatif murah dan mudah diperoleh. Laktosa dalam formulasi tablet berfungsi sebagai bahan pengisi yang baik karena dapat memadatkan massa granul dalam granulasi basah maupun kempa langsung (Edge dkk., 2006). Laktosa juga bersifat inert terhadap berbagai jenis obat, memiliki sifat kompaktibilitas dan kompresibilitas yang baik terhadap tablet kunyah yang diformulasikan (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Penggunaan manitol sebagai bahan pengisi tunggal dapat meningkatkan jumlah biaya yang dikeluarkan karena harganya yang relatif mahal, yaitu berkisar antara Rp 27.000,00 – Rp 31.000,00 tiap kilogram (Alibaba, 2016). Selain itu,

(24)

manitol dapat menyebabkan granul yang dihasilkan cenderung akan menggumpal karena sifat kohesifitas manitol yang besar sehingga akan memperburuk sifat alirnya, dan dapat menimbulkan efek laksatif apabila digunakan per oral dalam jumlah yang besar (Siregar dan Wikarsa, 2010). Penggunaan laktosa sebagai bahan pengisi tunggal dapat mengakibatkan rasa tablet kunyah yang kurang manis karena tingkat kemanisan laktosa yang lebih rendah dibandingkan manitol. Laktosa memiliki sifat alir yang kurang baik sehingga dapat menimbulkan permasalahan dalam proses penabletan. Laktosa monohidrat yang digunakan, juga dapat mengalami reaksi Maillard yang menyebabkan warna kecoklatan pada granul dan menghasilkan tablet yang keras di mana kekerasannya cenderung meningkat pada penyimpanan (Siregar dan Wikarsa,2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan kombinasi bahan pengisi antara manitol dan laktosa agar dapat menghasilkan tablet kunyah antasida dengan sifat fisik yang baik (Hayati dkk., 2011).

Karakteristik yang berbeda antara manitol dan laktosa akan mempengaruhi sifat alir granul dan sifat fisik tablet kunyah antasida yang dihasilkan. Peningkatan komposisi manitol akan meningkatkan waktu alir granul dan kekerasan tablet (Aprilya dkk., 2011). Peningkatan komposisi laktosa menyebabkan tablet semakin keras dan semakin kecil kerapuhan tabletnya (Hayati dkk., 2011). Optimasi formula tablet kunyah dilakukan menggunakan metode

Simplex Lattice Design yang dianalisis dengan software Design Expert® untuk mengetahui perbandingan kombinasi manitol-laktosa yang dapat memberikan sifat

(25)

fisik optimum pada granul dan tablet kunyah antasida yang dihasilkan (Hayati dkk., 2011).

G. Hipotesis

1. Variasi bahan pengisi manitol dan laktosa, akan mempengaruhi sifat alir granul, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, dan rasa tablet kunyah antasida yang dihasilkan. Peningkatan proporsi manitol dan laktosa dapat meningkatkan waktu alir granul, bobot, kekerasan, kerapuhan, dan rasa tablet kunyah antasida.

2. Berdasarkan metode optimasi Simplex Lattice Design, dapat diperoleh kombinasi bahan pengisi manitol-laktosa pada komposisi kadar tertentu yang dapat memberikan sifat fisik optimum pada tablet kunyah antasida yang dihasilkan.

Referensi

Dokumen terkait

(CDMA) adalah sebuah metode akses secara bersama yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu (seperti pada TDMA) atau frekuensi (seperti pada FDMA), CDMA adalah

Proses pengumpulan data awal yang diperoleh dari wawancara kepada responden baik dengan wawancara terstruktur dan tidak terstruktur akan member ipewawancara gagasan

Kecuali Anda mengecualikan diri Anda Sendiri Anda akan tetap dalam gugatan perwakilan kelompok dan menyerahkan hak untuk secara terpisah menuntut Tergugat Penyelesaian

Tujuan penelitian : (1) Untuk memperoleh lokasi-lokasi yang layak dan sesuai untuk dibudidayakan tanaman jarak pagar menggunakan system informasi geografis,(2) Untuk

Dihasilkan media pembelajaran interaktif model Drill and Practice pada materi pelajaran perbaikan dan setting ulang PC yang Praktis oleh guru dengan nilai 83,01%

2.1 cemaran mikroba kontaminan jasad renik/mikroba pada daging, telur dan susu, serta hasil olahannya yang dapat merusak produk dan atau membahayakan kesehatan manusia 2.2 daging

Ada hubungan kejadian anemia saat kehamilan trimester IIIdengan kejadian perdarahan postpartum primer,dimana kejadian perdarahan postpartum primer 3,03 kali lebih

Oleh karena itu, diharapkan masyarakat Blora mengadopsi dan menjalankan Usaha Produksi Souvenir dan Aksesoris “Mozza De Art” Berbasis Potensi Lokal (Seresah Daun