• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1 Rokok

2.1.1 Pengertian rokok

Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Permenkes RI, 2013: 2).

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah ke dalam kantong. Pada bungkusan tersebut biasanya juga disertai pesan kesehatan yang memperingatkan kepada perokok mengenai bahaya kesehatan yang ditimbulkan dari merokok itu sendiri, seperti misalnya kanker paru-paru atau serangan jantung

2.1.2 Kandungan kimia rokok

Dalam sebatang rokok terkandung 4000 jenis senyawa kimia beracun yang berbahaya untuk tubuh dimana 43 diantaranya bersifat karsinogenik (Depkes RI, 2013). Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak,

(2)

akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol, ortokresol dan perylene adalah sebagian dari beribu-ribu zat di dalam rokok. Dari sekitar 4000 macam zat kimia yang ada dalam rokok, setidaknya 200 diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan manusia, dimana racun utama pada rokok adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (Ma’arif, 2013).

1. Tar

Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Kadar tar pada rokok antara 0.5 - 35 mg per batang. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan nafas dan paru-paru.

2. Nikotin

Nikotin yang terkandung di dalam asap rokok antara 0.5 – 3 mg dan semuanya diserap sehingga di dalam cairan darah atau plasma antara 40 – 50 ng/mL nikotin. Nikotin bukan merupakan komponen karsinogenik. Tapi hasil pembakaran dari nikotin seperti dibensakridin, dibensokarbasol, dan nitrosamin-lah yang bersifat karsinogenik. Pada paru, nikotin dapat menghambat aktivitas silia. Seperti halnya heroin dan kokain, nikotin juga memiliki karakteristik efek adiktif dan psikoaktif. Berkat efesiensi paru dan pembuluh darah, nikotin dapat mencapai otak dalam 7 detik setelah mulai merokok. Perokok akan merasakan kenikmatan, kecemasan berkurang, toleransi dan keterikatan fisik. Hal itulah yang menyebabkan mengapa sekali merokok susah untuk berhenti. Efek nikotin menyebabkan perangsangan terhadap hormon kathekolamin (adrenalin) yang bersifat memacu jantung dan

(3)

berakibat timbulnya Hipertensi. Hal ini diperburuk oleh karbon monoksida dari asap tembakau.

3. Karbon Monoksida (CO)

Karbon Monoksida atau Gas CO adalah sejenis gas yang tidak memiliki bau. Unsur ini dihasilkan oleh pembakaran yang tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon. Gas CO yang dihasilkan sebatang rokok dapat mencapai 3 – 6%. Gas ini dapat dihisap oleh siapa saja. Oleh orang yang merokok atau orang yang terdekat dengan si perokok, atau orang yang berada dalam satu ruangan. Seorang yang merokok hanya akan menghisap 1/3 bagian asap utama sedangkan 2/3 bagian asap sampingan menyebar ke udara. Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah (eritrosit) lebih kuat dibanding Oksigen (O2), sehingga Karbon

Monoksida mengusir Oksigen keluar dari sel darah merah, akibatnya jaringan tubuh, termasuk jantung kurang mendapat oksigen padahal jantung membutuhkan banyak oksigen karena pengaruh nikotin. Sehingga akan terjadi pengerasan dan penurunan elastisitas dinding pembuluh darah dan membuat darah lebih mudah membeku maka sumbatan pembuluh darah akan terjadi dimana-mana.

2.1.3 Bahaya merokok

Merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, khususnya kanker paru, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit jantung koroner, dan gangguan pembuluh darah, juga menyebabkan penurunan kesuburan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan janin (fisik dan IQ), gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal (Depkes RI, 2013). Penyakit yang paling umum menyerang

(4)

perokok antara lain penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) dan impotensi (Ma’arif, 2013).

1. Penyakit Kardiovaskular

Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyebab kematian yang paling banyak dijumpai. Sebagian besar serangan jantung telah terbukti disebabkan karena merokok. Merokok dapat meningkatkan proses pengerasan dan penyempitan arteri. Proses penggumpalan darah terjadi 2 – 4 kali lebih cepat sehingga dapat menyebabkan terjadinya ateriosklerosis. Sehingga akan terjadi pengerasan dan penurunan elastisitas dinding pembuluh darah dan membuat darah lebih mudah membeku maka sumbatan pembuluh darah akan terjadi dimana-mana. Penyakit kardiovaskular dapat terjadi dengan berbagai bentuk tergantung pembuluh darah mana yang terlibat.

2. Kanker

Kanker pembunuh terbesar, yaitu kanker paru-paru, membunuh hampir 90% penderitanya, atau hampir 30% dari seluruh kematian akibat kanker. Namun sesungguhnya justru kanker paru-parulah yang paling mudah dicegah. Survei dalam beberapa dekade menunjukkan bahwa satu-satunya penyebab mayoritas kanker paru-paru adalah asap rokok. Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi. Pada masyarakat yang tidak merokok, hanya 0,5% resiko terkena kanker paru. Satu dari sepuluh perokok sedang dan hampir 1 dari 5 perokok berat (lebih dari 15 batang sehari) akan meninggal karena kanker paru. Kanker lainnya yang dapat terjadi yaitu: a) kanker kandung kencing, b) kanker pada rongga mulut dan saluran nafas atas, c) kanker pada oesophagus, d) kanker pada ginjal, e) kanker pada pankreas dan f) kanker serviks.

(5)

3. Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (COPD) atau PPOM

COPD atau PPOM (Penyakit Paru Obstuktif Menahun) dikenal sebagai bronkhitis kronis dan emfisema. Seperti halnya kanker dan penyakit jantung, pada PPOM angka kematiannya berbanding lurus dengan rokok yang dihisap. Pada perokok paparan asap rokok yang terus menerus akan terjadi penyempitan diameter saluran napas karena adanya mekanisme pertahanan tubuh yaitu dengan peningkatan produksi mukus (dahak) maka akan mengakibatkan juga terjadinya bronkokonstriksi sehingga akan terjadi hambatan aliran udara. Hambatan aliran udara yang terus menerus akan memicu kerusakan pada kantung udara (alveoli) hal ini dapat mengakibatkan terjadinya emfisema. Akibat kerusakan kantung udara (alveoli) tersebut maka penderita akan sulit bernafas yang makin lama bertambah berat.

4. Impotensi

Hasil pembakaran rokok yaitu Karbon Monoksida (CO) dan Nikotin dapat menyebabkan terjadinya penyempitkan pembuluh darah arteri yang menuju penis sehingga mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis.

2.2 Kawasan Tanpa Rokok

2.2.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok

Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan Produk Tembakau (Kemenkes RI, 2011: 14). Dalam rangka penyelenggaraan pengamanan bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi kesehatan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (Anonim, 2012).

(6)

Penetapan Kawasan Tanpa Rokok merupakan upaya perlindungan untuk masyarakat terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan karena lingkungan tercemar asap rokok. Penetapan Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselenggarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan (Kemenkes RI, 2011).

Kawasan Tanpa Rokok yang telah ditetapkan oleh pemerintah antara lain sebagai berikut (Kemenkes RI, 2011).

1. Fasilitas pelayanan kesehatan, adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.

2. Tempat proses belajar mengajar, adalah sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan.

3. Tempat anak bermain, adalah area, baik tertutup maupun terbuka, yang digunakan untuk kegiatan bermain anak-anak.

4. Tempat ibadah, adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.

5. Angkutan umum, adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air dan udara biasanya dengan kompensasi.

6. Tempat kerja, adalah ruang atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk

(7)

keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

7. Tempat umum, adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta dan masyarakat.

8. Tempat lain yang ditetapkan, adalah tempat terbuka yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.

2.2.2 Tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok

Menurut Kementrian Kesehatan RI (2011), tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah:

1. Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

2. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.

3. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok. 4. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.

5. Mewujudkan generasi muda yang sehat.

2.2.3 Sasaran Kawasan Tanpa Rokok

Menurut Anonim (2012) dan Kementrian Kesehatan RI (2011), sasaran Kawasan Tanpa Rokok adalah di tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

(8)

1. Sasaran di Fasilitas Pelayanan Kesehatan

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola fasilitas pelayanan kesehatan. b. Pasien.

c. Pengunjung.

d. Tenaga medis dan non medis.

2. Sasaran di Tempat Proses Belajar Mengajar

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat proses belajar mengajar. b. Peserta didik/siswa.

c. Tenaga kependidikan (guru).

d. Unsur sekolah lainnya (tenaga administrasi, pegawai di sekolah). 3. Sasaran di Tempat Anak Bermain

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat anak bermain. b. Pengguna/pengunjung tempat anak bermain.

4. Sasaran di Tempat Ibadah

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola tempat ibadah. b. Jemaah.

c. Masyarakat di sekitar tempat ibadah. 5. Sasaran di Angkutan Umum

a. Pengelola sarana penunjang di angkutan umum (kantin, hiburan, dsb). b. Karyawan.

c. Pengemudi dan awak angkutan. d. Penumpang.

6. Sasaran di Tempat Kerja

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat kerja (kantin, toko, dsb).

(9)

b. Staf/pegawai/karyawan. c. Tamu.

7. Sasaran di Tempat Umum

a. Pimpinan/penanggung jawab/pengelola sarana penunjang di tempat umum (restoran, hiburan, dsb).

b. Karyawan.

c. Pengunjung/pengguna tempat umum.

2.3 Pengetahuan

2.3.1 Definisi pengetahuan

Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan/perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2011: 147).

Berdasarkan penelitian (Roger dalam Nurjanatun, 2012) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses sebagai berikut.

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

(10)

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya).

4. Trial, yakni orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, Roger menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long acting) dan sebaliknya.

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Nurjatun (2012), adapun faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah:

1. Usia

Semakin cukup usia, tingkat kematangan seseorang akan lebih tinggi pada saat berfikir dan bekerja. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa.

2. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga dan masyarakat. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mudah menemukan informasi, makin banyak pengetahuan sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut.

(11)

3. Persepsi

Persepsi yaitu mengenal dan memilih objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

4. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengesampingkan hal-hal yang kurang bermanfaat. Agar motivasi muncul diperlukan rangsangan dari dalam dan dari luar individu.

5. Sumber informasi

Paparan informasi mempengaruhi tingkat pengetahuan. Paparan informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: buku, serta saling bertukar informasi antar individu.

2.3.3 Pengetahuan tentang kebijakan KTR

Pengetahuan merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang karena perilaku terbentuk didahului oleh pengetahuan dan sikap yang positif (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan tentang Kebijakan KTR bisa didapat melalui penglihatan seperti melihat dan membaca berita tentang kebijakan KTR melalui media massa ataupun membaca peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu bisa juga didapat melalui berbagai sosialisasi yang dilakukan oleh Pemko Batam terkait kebijakan KTR. Dalam penelitian ini pengetahuan didefinisikan sebagai pemahaman masyarakat Kota Batam tentang rokok dan bahaya merokok, zat-zat yang terkandung dalam rokok, penggolongan perokok, prinsip KTR, area KTR, serta arti lambang larangan merokok.

(12)

Berbagai penelitian tentang pengetahuan dan perilaku kesehatan sudah banyak dilakukan oleh akademisi, namun penelitian khusus yang mempelajari tentang pengetahuan masyarakat Batam terkait bahaya merokok, penyakit akibat rokok serta kebijakan KTR masih sangat minim. Adapun penelitian kesehatan di bidang tobacco control yang dapat digunakan sebagai rujukan diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Nyi Nyi Naing tentang faktor yang berhubungan dengan perilaku merokok pada laki-laki dewasa di Kelantan, Malaysia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proporsi merokok pada lelaki dewasa yang memiliki pengetahuan baik tentang dampak buruk merokok 17,6% lebih rendah dibandingkan pada yang pengetahuannya kurang. Perbedaan proporsi tersebut secara statistik bermakna (Naing, et al., 2004). Berbeda dari penelitian Naing, mahasiswi IPB, Istyawati, yang melalukan penelitian tentang persepsi perokok aktif di Kelurahan Pela Mampang terhadap peraturan larangan merokok mendapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan tentang dampak merokok tidak berhubungan dengan persepsi peraturan larangan merokok. Walaupun tingkat pengetahuan perokok aktif tinggi namun tidak berkeinginan untuk berhenti merokok karena merokok sudah menjadi kebiasaan dan untuk menguranginya memerlukan waktu yang cukup lama (Istyawati, 2008).

2.4 Sikap (attitude) 2.4.1. Definisi sikap

Menurut G. W. Allport sikap didefinisikan sebagai suatu kondisi mental dan neural tentang kesiapan, terorganisasi melalui pengalaman, mengupayakan suatu pengaruh yang terarah dan dinamis pada respon individu terhadap semua objek dan situasi terkait (Arif, 2000).

(13)

Allport dalam Nurjatun (2012), menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek, artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek, artinya bagaimana

penilaian (terkandung di dalam faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah

komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

2.4.2. Tingkatan sikap

Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam bersikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu. Sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu (Nurjatun, 2012):

1. Menerima (Receiving)

Bahwa subjek (orang) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban bila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap, karena dengan suatu usaha

(14)

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide itu.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang mungkin timbul.

2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

Adapun faktor yang mempengaruhi sikap adalah (Nurjatun, 2012): 1. Jenis kelamin

Perbedaan sikap pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian secara fisik dan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Umumnya wanita lebih memperhatikan penampilan daripada pria.

2. Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi disekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan dan sikap seseorang.

3. Pekerjaan

Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Makin cocok jenis pekerjaannya yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh. Orang yang bekerja di sektor formal memiliki akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk kesehatan.

(15)

4. Kebudayaan

Pembentukan sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Contoh pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan.

5. Faktor emosional

Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Dapat bersifat sementara ataupun menetap.

2.4.4 Sikap terhadap kebijakan KTR

Sikap masyarakat terhadap kebijakan KTR diartikan sebagai reaksi/ respon dari masyarakat Kota Batam tentang adanya perokok disekitarnya, di area bermain anak, di tempat umum, di ruangan khusus merokok, serta sikapnya terhadap adanya penyuluhan, peraturan KTR dan sanksi yang akan diterapkan. Di beberapa penelitian mengenai kepatuhan terhadap peraturan KTR, faktor pengetahuan, sikap, dan persepsi memang menjadi faktor yang berpengaruh dalam kepatuhan masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut. Seperti pada penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan sikap pengunjung di lingkungan RSUP dr. Kariadi tentang kawasan tanpa rokok yang menyatakan bahwa, sikap responden terhadap aturan kawasan tanpa rokok, yaitu sebesar 77 responden atau 85,6% bersikap patuh dan 13 responden atau 14,4% bersikap tidak patuh terhadap aturan kawasan tanpa rokok (Solicha, 2012).

Berbagai penelitian lain juga menunjukkan hasil serupa yakni bahwa sikap masyarakat terhadap kebijakan KTR sebagian besar baik. Imelda, dkk. dalam penelitiannya mengenai pengaruh pengetahuan dan sikap guru dan siswa tentang

(16)

rokok dan kebijakan kawasan tanpa rokok terhadap partisipasi dalam penerapan kawasan tanpa rokok di SMP Negeri 1 Kota Medan Tahun 2012 memperoleh hasil bahwa 72 responden mempunyai sikap yang baik (80%) tentang rokok dan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMP Negeri 1 Medan, dimana hubungan antara variabel sikap tentang rokok dan kebijakan kawasan tanpa rokok dengan partisipasi penerapan kawasan tanpa rokok dari hasil uji chi square memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai p=0,001. Artinya, semakin baik sikap responden tentang rokok dan kebijakan kawasan tanpa rokok maka semakin aktif pula penerapan kawasan tanpa rokok, dengan demikian maka akan semakin sedikit dijumpai guru yang merokok di sekolah (Imelda, 2012).

Sejalan dengan itu penelitian yang dilakukan oleh Ni Luh Putu Devhy tentang pengaruh faktor pengelola terhadap kepatuhan pelaksanaan peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok pada hotel berbintang di Kabupaten Badung juga mendapatkan bahwa sebagian besar (63,5%) sikap pengelola hotel berbintang tentang Perda KTR tergolong baik (Devhy, 2014).

2.5 Perilaku

2.5.1 Teori perubahan perilaku

Dalam bidang kesehatan ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-penelitian kesehatan masyarakat. Teori tersebut adalah Teori Snehandu B. Karr, teori WHO dan teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2011). Teori Snehandu B. Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa perilaku itu fungsi dari niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidaknya dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan, kebebasan

(17)

dari indivindu untuk mengambil keputusan/ bertindak dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/ bertindak atau tidak berperilaku/ tidak bertindak.

Teori WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda.

Teori Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

2.5.2 Dukungan masyarakat

Dukungan masyarakat sangat penting dalam pelaksanaan Kebijakan KTR. Dukungan muncul setelah seseorang paham dengan tujuan ditetapkannya Kebijakan KTR. Dukungan muncul secara tulus setelah seseorang paham dampak positif yang didapat setelah melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Dukungan bisa juga muncul setelah orang tersebut membuktikan sendiri manfaat yang didapat dari pelaksanan kebijakan KTR (Devhy, 2014).

Untuk menilai dukungan adalah dengan ditanyakan langsung kepada masyarakat apakah mendukung pelaksanaan Kebijakan KTR. Faktor dukungan dari masyarakat berbeda dengan sikap, dukungan selain dinyatakan dalam pernyataan resmi juga ditunjukkan dari kebijakan atau keputusan yang diambil dalam

(18)

pengelolaan tempat-tempat umum yang mendukung penerapan kawasan tanpa rokok. Sedangkan sikap berupa pendapat secara personal atau pribadi. Diharapkan masyarakat yang mendukung pelaksanaan Kebijakan KTR akan lebih patuh dengan kriteria kawasan tanpa rokok (Devhy, 2014).

Dukungan masyarakat dalam penelitian ini didefinisikan sebagai pernyataan atau jawaban dari masyarakat Kota Batam yang mendukung sepenuhnya penerapan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan adanya partisipasi aktif responden dalam kegiatan yang dibuat oleh pemerintah yang mendukung Kebijakan KTR.

Kebijakan KTR berdasarkan penelusuran terhadap hasil-hasil penelitian kepatuhan (compliance study) tentang kawasan tanpa rokok didapatkan ada beberapa tempat yang sudah pernah melakukan. Seperti penelitian tentang kepatuhan terhadap kebijakan kawasan tanpa rokok di Kota Bogor yang dilakukan oleh oleh komunitas No Tobacco Community (NoTC) pada Tahun 2011. Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat kepatuhan kawasan di Kota Bogor sejak mulai diterapkannya Perda KTR tingkat Kota sejak tahun 2009. Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa tingkat kepatuhan pada awal Tahun 2011 hanya sebesar 26%, sedangkan pada akhir tahun 2011 meningkat menjadi 78%. Penelitian ini memonitor semua jenis kawasan dengan jumlah gedung yang diobervasi sebanyak 4.453 gedung yang ada di Kota Bogor.

Penelitian serupa juga dilakukan di wilayah Provinsi Bali oleh Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (PSIKM FK UNUD). Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat kepatuhan kawasan terhadap Perda KTR tingkat provinsi yang mulai ditetapkan Tahun 2011. Setelah berhasil mengobservasi 1394 gedung secara acak maka didapatkan tingkat kepatuhan yang masih relatif rendah yaitu 11,8%.

(19)

Selain di dalam negeri ada pula penelitian yang dilakukan di luar negeri, salah satunya adalah penelitian tentang kesuksesan kebijakan kawasan tanpa rokok di lima provinsi di Yunani. Berbeda dengan penelitian di Indonesia yang menggunakan observasi terhadap kriteria KTR, disana kesuksesan kebijakan kawasan tanpa rokok dinilai menggunakan kualitas udara dengan indikator particulate matter berukuran kurang dari 2,5 mikrometer (PM 2,5). Penelitian tersebut mendapatkan bahwa ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kesuksesan kebijakan kawasan tanpa rokok yaitu tidak disediakannya asbak dan pemasangan tanda dilarang merokok (Devhy, 2014).

Adapun penelitian kesehatan di bidang pengendalian dampak tembakau bagi kesehatan yang dapat digunakan sebagai rujukan salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tria Febriani tentang pengaruh persepsi mahasiswa terhadap kawasan tanpa rokok (KTR) dan dukungan penerapannya di Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 84 responden yang memiliki persepsi baik tentang KTR sebanyak 64 responden mendukung penerapan KTR di USU dan 20 responden tidak mendukung penerapan KTR di USU. Kemudian dari 14 responden yang memiliki persepsi buruk sebanyak 5 responden diantaranya mendukung penerapan KTR di USU dan sebanyak 9 responden lainnya tidak mendukung penerapan KTR di USU. Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik Chi Square menunjukkan bahwa variabel persepsi tentang KTR memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel dukungan penerapan KTR dengan nilai p=0,004, hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara persepsi tentang KTR terhadap dukungan penerapan KTR (Febriani, 2014).

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi interaksi penggunaan antibiotika golongan fluorokuinolon dengan obat-obat lain yang diberikan bersamaan padapasien dewasa

Maka peneliti sangat menarik untuk melakukan pengembangan penelitian karakteristik internal pada auditor dengan menguji variabel yang telah ditentukan oleh peneliti

mendapat imbalan atau penghasilan. Penghasilan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak peduli besar ataupun kecil bisa jadi masalah besar jika penghasilan yang

Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) akan memberikan peluang baru bagi lembaga bahasa, pusat-pusat bahasa, dan kursus dengan menyediakan pelayanan

Hasil grand mean pengolahan data primer pada variabel kompensasi finansial (X1) sebesar 3,5 yang berarti bahwa pemberian kompensasi finansial pada PT Bank Rakyat Indonesia

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas guru dan siswa dan berdasarkan diskusi observer bersama peneliti bahwa pada proses pembelajaran pertemuan ketiga dengan penerapan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun proposal penunjang tugas akhir tentang

Sehubungan dengan makin kompleksnya perawatan intensif neonatus, bayi baru lahir kurang bulan dan yang lahir dengan berat badan kurang akan dapat tetap hidup dan dapat bertahan lebih