• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI

PEMBERIAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI JAGUNG (

Zea mays

L.)

DI LAHAN KERING

OLEH ARIA BARA A24051994

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI

PEMBERIAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PRODUKSI JAGUNG (

Zea mays

L.)

DI LAHAN KERING

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh ARIA BARA A24051994

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

RINGKASAN

ARIA BARA. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) di Lahan Kering. (Dibimbing oleh M. A. CHOZIN).

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) di lahan kering. Penelitian ini dilaksanakan di kebun University Farm IPB Jonggol, Bogor pada bulan Desember 2008-April 2009.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor. Faktor yang pertama adalah dosis pupuk kandang yang terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu tanpa pupuk, 5, 10, dan 15 ton/ha. Faktor kedua adalah frekuensi pemberian pupuk urea yang terdiri dari 4 taraf perlakuan yaitu tanpa urea, 1, 2, dan 3 kali pemberian pupuk urea tambahan dengan dosis 300 kg/ha. Perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga menghasilkan 48 satuan percobaan.

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung varietas pioner (P-21). Pupuk kandang diberikan satu minggu sebelum tanam (MST) sedangkan pupuk urea diberikan pada 1 MST, 3 MST, dan 6 MST sesuai perlakuan. Pupuk NPK diberikan 1 MST sebagai dasar dengan dosis 200 kg/ha. Penanaman dilakukan dengan cara penugalan pada jarak tanam 85 cm x 20 cm dan I (satu) benih per lubang. Pemeliharaan meliputi penyulaman pada 1 MST, penyiangan dan pembumbunan pada 4 MST, dan pengairan dengan mengandalkan air hujan. Pemanenan dilakukan bila terbentuk lapisan hitam (black layer) pada dasar biji sekitar 80-116 hari setelah tanam (HST).

Hasil percobaan menunjukan bahwa tinggi tanaman, tinggi letak tongkol, dan jumlah daun dipengaruhi oleh dosis pupuk kandang sedangkan bobot tongkol dan pipilan kering lebih dipengaruhi oleh frekuensi pemberian pupuk urea. Tidak terdapat interaksi antara dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produktivitas jagung.

Dari percobaan dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk kandang pada lahan kering di university farm IPB Jonggol mutlak diperlukan. Pemberian pupuk urea secara nyata mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung di lahan kering. Produksi rata-rata jagung pada lahan kering di university farm IPB Jonggol masih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil jagung hibrida (13.3 ton pipilan kering/ha).

(4)

Judul : PENGARUH DOSIS PUPUK KANDANG DAN FREKUENSI PEMBERIAN PUPUK UREA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L.) DI LAHAN KERING

Nama : ARIA BARA NRP : A24051994

Menyetujui, Dosen Pembimbing

( Prof. Dr. Ir. M. A. Chozin, M.Agr ) NIP : 19500303 197603 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

( Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr ) NIP : 19611101 198703 1 003

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Plawangan, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 09 Juni 1987. Penulis merupakan anak kedua dari Bapak Tarpan dan Ibu Lely Kuraesin.

Tahun 1999 penulis lulus dari SD Negeri 1 Plawangan, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Kandanghaur, Indramayu. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kandanghaur pada tahun 2005.

Tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Dari tahun 2005 hingga 2007 penulis aktif di organisasi mahasiswa daerah ikatan mahasiswa darma ayu (OMDA IKADA) sebagai ketua bina jaringan. Penulis juga aktif di kegiatan rohani dan kegiatan olah raga khususnya badminton.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian yang berjudul “Pengaruh dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produksi jagung (Zea mays L.) di lahan kering” dimaksudkan untuk mengetahui dosis dan frekuensi pemberian pupuk urea serta interaksinya dalam usaha peningkatan produksi jagung secara maksimum di lahan kering. Kebutuhan jagung dunia terus meningkat setiap tahunnya namun ketersediaannya belum terpenuhi. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memproduksi jagung, maka perlu dilakukan upaya meningkatkan produksi jagung untuk menambah devisa negara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2010

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Klasifikasi dan Morfologi ... 4

Syarat Tumbuh... 5

Pupuk Organik ... 6

Pupuk Kandang ... 7

Urea ... 9

BAHAN DAN METODE ... 11

Tempat dan Waktu Percobaan ... 11

Alat dan Bahan ... 11

Metode Percobaan ... 11 Pelaksanaan Percobaan ... 13 Persiapan Lahan ... 13 Pemupukan ... 13 Penanaman ... 13 Pemeliharaan ... 14 Pemanenan ... 14 Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Hasil ... 16

Pertumbuhan Vegetatif ... 16

Komponen Produksi ... 19

Produksi ... 20

Pembahasan ... 24

Keadaan Umum Percobaan ... 24

Pertumbuhan Vegetatif ... 26

Komponen Produksi ... 28

Produksi ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Waktu dan Jumlah Pemupukan Jagung Hibrida dan Non Hibrida

di Lahan Kering. ... 10 2. Perlakuan Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk

Urea ... 12 3. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang terhadap Tinggi Tanaman ... 16 4. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang terhadap Jumlah Daun ... 17 5. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk

Urea terhadap Diameter Batang ... 18 6. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang terhadap Panjang dan Diameter

Tongkol ... 19 7. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk

Urea terhadap Bobot 100 butir biji. ... 20 8. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk

Urea terhadap Bobot Brangkasan ... 21 9. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk

Urea terhadap Bobot Tongkol ... 21 10. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk

Urea terhadap Bobot Pipilan Kering... 22 11. Rata-Rata Bobot Tongkol per Hektar pada berbagai Perlakuan Dosis

Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea. ... 23 12. Rata-Rata Bobot Pipilan Kering per Hektar pada berbagai Perlakuan

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Perkembangan Tinggi Tanaman pada berbagai Perlakuan Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea. ... 17 2. Perkembangan Jumlah Daun pada berbagai Perlakuan Frekuensi

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data Curah Hujan Bulan Desember 2008 sampai Maret 2009. ... 37 2. Hasil Analisis Kandungan Unsur Hara pada Tanah ... 37 3. Komposisi Kandungan Unsur Hara pada Pupuk Kandang Domba ... 37 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang, Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea, dan Interaksinya terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung. ... 38 5. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Tinggi Tanaman ... 39 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Jumlah Daun Tanaman ... 40 7. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap

Diameter Batang ... 41 8. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap

Panjang Tongkol ... 42 9. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap

Diameter Pangkal Tongkol ... 42 10. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap

Diameter Tengah Tongkol ... 42 11. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap

Diameter Ujung Tongkol ... 42 12. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Bobot 100 Butir Biji. ... 43 13. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Bobot

Brangkasan per Tanaman ... 43 14. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Bobot

(11)

15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi Pemberian Pupuk Urea (B*N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Bobot Tongkol per Tanaman... 43 16. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Bobot

Tongkol per Petak. ... 44 17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Dosis Pupuk Kandang (B), Frekuensi

Pemberian Pupuk Urea (N), dan Interaksinya (B*N) terhadap Bobot Pipilan Kering per Tongkol. ... 44 18. Rata-Rata Bobot Tongkol Per Hektar pada berbagai Perlakuan Pupuk

Kandang Dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea ... 44 19. Rata-Rata Bobot Pipilan Keriang Per Hektar pada berbagai Perlakuan

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Sebagai salah satu sumber bahan pangan, jagung telah menjadi komoditas utama setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai bahan pangan utama. Tidak hanya sebagai bahan pangan, jagung juga dikenal sebagai salah satu bahan pakan ternak dan industri (Purwono dan Hartono, 2007).

Komoditas jagung hingga kini masih sangat diminati oleh masyarakat dunia. Kebutuhan jagung dunia saat ini mencapai 770 juta ton/tahun. Sebanyak 42 persen diantaranya merupakan kebutuhan masyarakat di benua Amerika (Suara Merdeka, 2008). Indonesia mempunyai peluang menjadi pemasok kebutuhan jagung dunia karena memiliki ketersediaan lahan yang cocok ditanami jagung, namun produksi rata-rata jagung Indonesia masih rendah. Walaupun Indonesia melakukan ekspor jagung sebanyak 40 000 - 150 000 ton, tetapi impornya masih tinggi sekitar 400 000 hingga 1.8 juta ton per tahun (Sihombing, 2007). Upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri diarahkan pada pemanfaatan lahan marginal karena terbatasnya lahan subur. Kendala yang umum dijumpai pada lahan marginal antara lain rendahnya kesuburan tanah dan tanaman sering mengalami kekeringan.

Sebagian besar lahan penanaman jagung di Indonesia berupa lahan kering. Masalah utama penanaman jagung di lahan kering adalah kebutuhan air sepenuhnya tergantung pada curah hujan. Masalah lainnya adalah bervariasinya kesuburan lahan dan adanya erosi yang mengakibatkan penurunan kesuburan lahan (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002).

Lahan kering dalam keadaan alamiah memiliki kondisi antara lain peka terhadap erosi, terutama bila keadaan tanahnya miring atau tidak tertutup vegetasi, tingkat kesuburannya rendah, air merupakan faktor pembatas dan biasanya tergantung dari curah hujan serta lapisan olah dan lapisan bawahnya memiliki kelembaban yang amat rendah (LIPTAN, 1995).

(13)

Rendahnya produktivitas lahan kering, selain disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah yang rendah, juga disebabkan oleh rendahnya intensitas pertanaman karena kebutuhan air tidak tersedia sepanjang tahun (Safuan, 2002). Dengan kondisi seperti itu maka penanaman jagung di lahan kering memerlukan penanganan lebih bijaksana yang salah satunya berupa pemberian bahan organik di lahan kering.

Pada tanah tropika basah, bahan organik merupakan pendukung yang penting untuk produksi tanaman pangan. Bahan organik akan membantu mengurangi besarnya erosi, mempertahankan kelembaban, mengendalikan pH, memperbaiki drainase, mengurangi pengerasan dan retakan serta meningkatkan kapasitas pertukaran ion dan aktivitas biologi tanah (Safuan, 2002).

Urea merupakan pupuk nitrogen yang dibutuhkan oleh tanaman untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun. Kekurangan nitrogen menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, daun menjadi hijau muda dan jaringan-jaringannya mati (Lingga dan Marsono, 2008). Maka pemberian pupuk urea perlu dilakukan pada tanaman jagung di lahan kering.

Lingga dan Marsono (2008) menyatakan pupuk urea termasuk pupuk yang higrokopis (menarik uap air) pada kelembapan 73% sehingga urea mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh tanaman. Jika diberikan ke tanah, pupuk ini akan mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida yang mudah menguap. Sifat lainnya ialah mudah tercuci oleh air sehingga pada lahan kering pupuk nitrogen akan hilang karena erosi. Maka dari itu pemberian pupuk urea secara bertahap perlu dilakukan agar unsur nitrogen tersedia bagi tanaman jagung di lahan kering.

Jonggol merupakan daerah kering yang berada pada daerah perbukitan. Jonggol terletak pada lintang -0.6, 17’, 51.7” LS dan bujur 107, 09’, 13.’ BT serta berada pada ketinggian 169 m di atas permukaan laut. Jonggol termasuk kedalam wilayah Bogor yang terletak di wilayah perbatasan antara kabupaten Bogor dengan kabupaten Bekasi. Walaupun Jonggol masuk kedalam wilayah Bogor namun memiliki keunikan tersendiri yaitu memiliki curah hujan yang rendah dan tanahnya kering. Tanaman yang dibudidayakan di daerah tersebut adalah tanaman perkebunan seperti karet, rambutan, jati, dan sebagainya. Tanaman semusim yang

(14)

diusahakan adalah jagung. Kebutuhan air di daerah Jonggol mengandalkan hujan sehingga untuk tanaman semusim dapat di panen satu kali setahun selama musim hujan.

Lahan kering di daerah Jonggol masih belum termanfaatkan secara maksimal. Lahan yang banyak ditumbuhi tanaman sekunder tersebut perlu perhatian khusus ke arah pemanfaatan lahan marjinal agar produktif. Lahan kering di daerah Jonggol memiliki potensi untuk ditanami tanaman jagung. Usaha meningkatkan produktivitas jagung di lahan kering. Salah satunya dapat dilakukan dengan perlakuan pemberian pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea secara tepat.

Tujuan

1. Mengetahui pengaruh dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi jagung di lahan kering.

2. Mengetahui pengaruh frekuensi pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produksi jagung di lahan kering.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea terhadap pertumbuhan dan produksi jagung di lahan kering.

Hipotesis

1. Pemberian pupuk kandang di lahan kering akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung.

2. Pemberian pupuk urea secara bertahap di lahan kering dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung dibandingkan dengan pemberian pupuk urea sekali pada saat tanam.

3. Interaksi pemberian pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi dan Morfologi

Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput-rumputan. Secara umum, klasifikasi dan sistematika tanaman jagung sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledone Ordo : Graminae Famili : Graminaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Jagung merupakan tanaman asli Benua Amerika. Jagung telah ditanam oleh suku Indian jauh sebelum Benua Amerika ditemukan. Tanaman pangan ini adalah makanan utama orang Indian. Daerah yang dianggap sebagai asal tanaman jagung adalah Meksiko karena tempat tersebut ditemukan janggel dan biji jagung dalam gua-gua suku Indian (Purwono dan Purnamawati, 2007).

Purwono dan Hartono (2007) menyatakan jagung termasuk tanaman berakar serabut yang terdiri dari tiga tipe akar yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara. Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar tunjang. Akar ini tumbuh dari buku paling bawah, yaitu sekitar 4 cm di bawah permukaan tanah. Sementara akar udara adalah akar yang keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat permukaan tanah. Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah, dan keadaan air tanah.

Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60-300 cm.

Daun jagung memanjang dan keluar dari buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8-48 helain, tergantung varietasnya. Daun terdiri dari tiga bagian, yaitu

(16)

kelopak daun, lidah daun, dan helaian daun. Kelopak daun umumnya membungkus batang. Antara kelopak dan helaian terdapat lidah daun yang disebut ligula. Ligula ini berbulu dan berlemak. Fungsi ligula adalah mencegah air masuk kedalam kelopak daun dan batang.

Bunga jagung tidak memiliki petal dan sepal sehingga disebut bunga tidak lengkap. Bunga jagung juga termasuk bunga tidak sempurna karena bunga jantan dan betina berada pada bunga yang berbeda. Bunga jantan jagung terdapat di ujung batang. Adapun bunga betinanya terdapat di ketiak daun ke-6 atau ke-8 dari bunga jantan.

Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan jatuh dan menempel pada rambut tongkol. Pada jagung umumnya terjadi penyerbukan silang (cross pollinated crop). Penyerbukan terjadi dari serbuk sari tanaman lain. Sangat jarang terjadi penyerbukan yang serbuk sarinya berasal dari tanaman sendiri.

Biji jagung tersusun rapi pada tongkol. Dalam satu tongkol terdapat 200-400 biji. Biji jagung terdiri 3 bagian. Bagian paling luar biji jagung disebut pericarp. Bagian atau lapisan kedua yaitu endosperm yang merupakan cadangan makanan biji. Sementara bagian paling dalam yaitu embrio atau lembaga (Purwono dan Hartono, 2007).

Produktivitas jagung sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya tempat tumbuh atau tanah, air, dan iklim. Oleh karena itu, agar tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan tongkol dan biji yang banyak, diperlukan tempat penanaman dan iklim sesuai syarat tumbuh tanaman jagung.

Syarat Tumbuh

Purwono dan Hartono (2007) mengatakan bahwa jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus dalam penanamannya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh di lahan kering, sawah, dan pasang surut, asalkan syarat tumbuh yang diperlukan terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain Andosol, latosol, dan Grumosol. Namun yang terbaik untuk pertumbuhan jagung adalah Latosol.

(17)

Keasaman tanah antara 5.6-7.5 dengan aerasi dan ketersediaan air yang cukup serta kemiringan optimum untuk tanaman jagung maksimum 8%.

Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis basah dengan curah hujan yang ideal sekitar 85-200 mm/bulan pada lahan yang tidak beririgasi. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari dalam masa pertumbuhan. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 27-320C .

Jagung termasuk tanaman yang membutuhkan air yang cukup banyak, terutama pada saat pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium tersebut akan menyebabkan hasil yang menurun. Kebutuhan jumlah air setiap varietas sangat beragam. Meskipun demikian, secara umum tanaman jagung membutuhkan 2 liter air per tanaman per hari saat kondisi panas dan berangin. Kekurangan air pada saat 3 minggu setelah keluar rambut tongkol akan menurunkan hasil hingga 30%. Sementara kekurangan air selama pembungaan akan mengurangi jumlah biji yang terbentuk.

Jagung memerlukan kelembaban optimum pada saat tanam atau pada saat dimana tanah harus mendekati kapasitas lapang. Pada umumnya di daerah tropis yang lembab, curah hujan telah cukup atau melebihi kebutuhan jagung dan irigasi menguntungkan kalau jagung di tanam pada saat tanah lembab dan periode kering lebih dari 2 minggu disekitar masa pembungaan (Sastrahidayat dan Soemarno, 1991).

Pupuk Organik

Lingga dan Marsono (2008) menyatakan sampai tahun 1850 urusan menyuburkan tanah seluruhnya ditentukan oleh pupuk organik. Kala itu, belum ada pupuk anorganik seperti urea. Dapat dimaklumi kalau tanah yang rata-rata masih subur secara alamiah kian subur saja dengan adanya pupuk organik. Itulah sifat menonjol dari pupuk tersebut.

Selain menambah unsur hara makro dan mikro di dalam tanah, pupuk organik ini pun terbukti sangat baik dalam memperbaiki struktur tanah pertanian.

(18)

Pupuk organik tidak lain adalah tanah yang dihasilkan dari pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia.

Ada beberapa kelebihan dari pupuk organik diantaranya sebagai berikut : 1. Memperbaiki struktur tanah. Ini dapat terjadi karena organisme tanah saat

penguraian bahan organik dalam pupuk bersifat sebagai perekat dan dapat mengikat butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar.

2. Menaikkan bahan serap tanah terhadap air. Bahan organik memiliki daya serap yang besar terhadap air tanah. Itulah sebabnya pupuk organik sering berpengaruh positif terhadap hasil tanaman, terutama pada musim kering. 3. Menaikan kondisi kehidupan di dalam tanah. Hal ini terutama disebabkan

oleh organisme dalam tanah yang memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Oleh karena itu, pupuk organik seperti pupuk kandang yang diberikan pada tanah harus diuraikan terlebih dahulu oleh jasad renik melalui proses pembusukan atau peragian sebelum diserap oleh akar tanaman. Dari proses pembusukan ini, jasad renik memperoleh makanan dan sumber tenaga. Semakin banyak pupuk organik yang diberikan maka akan semakin banyak pula jasad renik dalam tanah.

4. Sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Pupuk organik mengandung zat makanan yang lengkap meskipun kadarnya tidak setinggi pupuk anorganik. Selain itu, cara kerjanya agak lambat dibandingkan pupuk anorganik. Itulah sebabnya untuk mencapai hasil maksimal, pemakaian pupuk organik hendaknya diimbangi dengan pupuk anorganik agar keduanya saling melengkapi. Dengan demikian, akan tercipta tanah pertanian yang kaya zat hara, strukturnya gembur atau remah, dan berwarna coklat kehitaman.

Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk yang penting di Indonesia. Selain jumlah ternak lebih tinggi sehingga volume bahan ini besar, secara kualitatif relatif lebih kaya hara dan mikroba dibandingkan limbah pertanian. Yang dimaksud dengan pupuk kandang ialah campuran kotoran hewan/ ternak dan urine. Pupuk kandang dibagi menjadi dua macam yaitu pupuk padat dan pupuk

(19)

cair. Susunan hara pupuk kandang sangat bervariasi tergantung macamnya dan jenis hewan ternaknya. Nilai pupuk kandang dipengaruhi oleh: 1) makanan hewan yang bersangkutan, 2) fungsi hewan tersebut sebagai pembantu pekerjaan atau dibutuhkan dagingnya saja, 3) jenis atau macam hewan, dan 4) jumlah dan jenis bahan yang digunakan sebagai alas kandang.

Sutedjo (1994) menyatakan pupuk kandang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (1) pupuk kandang segar berupa kotoran hewan yang baru dikeluarkan oleh hewan sehingga belum mengalami pembusukan; dan (2) pupuk kandang busuk, merupakan pupuk kandang yang telah disimpan atau digundukan sehingga mengalami pembusukan.

Soepardi (1983) menyatakan apabila pupuk kandang mudah didapat maka pemberiannya sangat disarankan untuk tanaman sayuran atau tanaman kebun. Pupuk kandang mengandung banyak nitrogen dan mempengaruhi bahan organik tanah melalui dua cara yaitu sebagai sumber hara yang dapat menigkatkan jumlah hara tersedia dan menaikan hasil tanaman, serta dapat mempertahankan bahan organik tanah. Selain itu pupuk kandang mengandung sejumlah unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman.

Menurut Marsono dan Sigit (2001), pupuk kandang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pupuk kimia. Berikut kelebihan penggunaan pupuk kandang :

1. Aman digunakan dalam jumlah besar, bahkan dalam pertanian organik sumber utama hara berasal dari pupuk kandang.

2. Membantu menetralkan pH tanah.

3. Membantu menetralkan racun akibat adanya logam berat dalam tanah. 4. Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur.

5. Mempertinggi porositas tanah dan secara langsung meningkatkan ketersediaan air tanah.

6. Membantu penyerapan hara dari pupuk kimia yang ditambahkan. 7. Membantu mempertahankan suhu tanah sehingga fluktuasinya tidak

(20)

Selain kelebihan diatas, penggunaan pupuk kandang juga tidak terlepas dari kekurangannya. Berikut beberapa kekurangan pupuk kandang :

1. Harus diberikan dalam jumlah besar.

2. Secara perbandingan berat, kadar hara yang tersedia bagi tanaman relatif sedikit.

3. Dapat menurunkan kualitas air bila berdekatan dengan sumber air.

Urea

Lingga dan Marsono (2008) mengemukakan bahwa urea termasuk pupuk nitrogen yang dibuat dari gas amoniak dan gas asam arang. Persenyawaan kedua zat ini melahirkan pupuk urea dengan kandungan N sebanyak 46%. Urea termasuk pupuk yang higrokopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dari udara. Oleh karena itu, urea mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh tanaman. Kalau diberikan ke tanah pupuk ini akan mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida. Padahal kedua zat ini berupa gas yang mudah menguap. Sifat lainnya ialah mudah tercuci oleh air. Itu sebabnya banyak yang menganjurkan pemberian urea lewat daun, tetapi harus hati-hati. Urea dapat membuat tanaman mengering, terutama yang memiliki daun amat peka.

Tanah yang kekurangan nitrogen menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan tidak sempurna. Daun menjadi hijau muda, terutama daun yang sudah tua, lalu berubah menjadi kuning. Selanjutnya daun mengering mulai dari bawah ke bagian atas, jaringan-jaringannya mati, mengering, lalu meranggas. Bila tanaman sempat berbuah, buahnya akan tumbuh kerdil kekuningan dan lekas matang.

Adapun efek dari pupuk nitrogen yang diberikan melebihi batas, diantaranya sebagai berikut :

1. Tanaman menjadi rebah karena ruas bagian menjadi lemah.

2. Daya tahan tanaman terhadap penyakit menurun karena kondisi sangat lemah, sedangkan tumbuhnya sangat subur.

3. Buah terlambat matang karena nitrogen masih merangsang pertumbuhan cabang, ranting, dan daun, sedangkan pembentukan buah terabaikan.

(21)

4. Kualitas hasil panen kurang baik.

Jagung merupakan tanaman yang peka terhadap kekurangan unsur nitrogen. Kebutuhannya terhadap kebutuhan unsur nitrogen (urea) dapat mencapai 250-300 kg/ha. Pupuk urea ini diberikan 1/3 dosis saat tanam dan saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam. Pemberian pupuk dilakukan dalam larikan yang berjarak 7-8 cm dari lajur lubang tanaman dengan kedalaman 8-10 cm (Purwono dan Purnamawati, 2007)

Adisarwanto dan Widyastuti (2002) menyatakan dosis pupuk N untuk tanaman jagung hibrida sedikit berbeda dengan jagung non hibrida. Untuk jagung hibrida, per hektarnya dibutuhkan urea sebesar 300 kg sedangkan untuk jagung non hibrida, per hektarnya dibutuhkan urea sebesar 250 kg. Pupuk N diberikan dua kali yaitu saat tanam dan 4 minggu setelah tanam. Untuk tanah-tanah bertekstur ringan dan dengan curah hujan yang tinggi, pupuk N diberikan sebanyak tiga kali. Agar lebih jelas, Tabel 1 memperlihatkan waktu dan jumlah pemupukan jagung hibrida dan non hobrida.

Tabel 1. Waktu dan Jumlah Pemupukan Jagung Hibrida dan Non Hibrida di Lahan Kering.

Jenis Pupuk Waktu Pemberian Jumlah Pemupukan

Jagung hibrida Jagung non hibrida Pupuk dasar Bersamaan dengan

penanaman 1/3 urea 1/3 urea Pupuk susulan I 28 hst 1/3 urea 2/3 urea Pupuk susulan II 35 hst atau segera

setelah keluar rambut

1/3 urea

(22)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian dimulai pada bulan Desember 2008-Maret 2009.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, kored, meteran, tali plastik, timbangan, dan karung plastik. Bahan yang digunakan adalah benih jagung varietas Pioner (P21), pupuk organik berupa pupuk kandang domba dengan dosis 0, 5, 10, dan 15 ton/ha, urea dengan dosis 300 kg/ha, NPK Ponska (15:15:15) dengan dosis 200 kg/ha, dan kapur dolomit dengan dosis 4 ton/ha.

Benih jagung P21 dan kapur dolomit berasal dari Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol. Pupuk kandang domba berasal dari peternakan IPB Jonggol. Pupuk urea dan NPK Ponska (15:15:15) berasal dari toko pertanian Jonggol.

Metode Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah pemberian dosis pupuk kandang dengan 4 taraf dan faktor kedua adalah frekuensi pemberian pupuk urea dengan 4 taraf. Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 48 satuan percobaan.

Perlakuan dosis pupuk kandang yang terdiri dari 4 taraf, meliputi : tanpa pupuk kandang (B0), dosis 5 ton/ha (B1), dosis 10 ton/ha (B2), dan dosis 15 ton/ha (B3). Perlakuan frekuensi pemberian pupuk urea yang terdiri dari 4 taraf, meliputi: tanpa urea tambahan (N0), frekuensi urea 1x (N1), frekuensi urea 2x (N2), dan frekuensi urea 3x (N3). Untuk waktu pemberian dan dosis pemupukan dapat dilihat pada Tabel 2.

(23)

Tabel 2. Perlakuan Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea

Perlakuan Waktu Pemberian Dosis Pemupukan Dosis pupuk kandang

B 0 Tidak di pupuk Tidak di pupuk

B 1 1 MST Pupuk organik 5 ton/ha B 2 1 MST Pupuk organik 10 ton/ha B 3 1 MST Pupuk organik 15 ton/ha Frekuensi pemberian pupuk urea

N 0 Tidak di pupuk Tidak di pupuk N 1 1 MST 300 kg/ha

N 2 1 MST 3 MST 100 kg/ha, 200 kg/ha

N 3 1 MST 3 MST 6 MST 100 kg/ha, 100 kg/ha, 100 kg/ha

Model statistika untuk rancangan yang digunakan adalah: Yijk = ijijkijk

Keterangan :

Yijk = Nilai pengamatan pada faktor dosis pupuk kandang taraf ke-i faktor frekuensi pemberian pupuk urea taraf ke-j dan kelompok ke-

k

µ = Nilai rataan

i = Pengaruh utama faktor dosis pupuk kandang

j = Pengaruh utama faktor frekuensi pemberian pupuk urea ij = Interaksi dari faktor dosis pupuk kandang dan faktor frekuensi

pemberian pupuk urea

k = Pengaruh aditif dari kelompok

ijk = Pengaruh acak yang menyebar normal

Analisis ragam dilakukan dengan menggunakan uji F. Apabila menunjukan pengaruh nyata maka akan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

(24)

Pelaksanaan Percobaan

Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan dengan mengolah tanah pada 1 bulan sebelum penanaman. Luas area percobaan secara keseluruhan adalah 1152 m2 dengan luas petak untuk setiap satuan percobaan 4 m x 6 m. Pengapuran dilakukan 1 minggu sebelum tanam. Pengambilan contoh tanah untuk dianalisa dilakukan sebelum pengapuran dan pemberian pupuk kandang.

Pemupukan

Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik berupa pupuk kandang domba yang diberikan dengan dosis yang berbeda untuk setiap perlakuan. Dosis yang digunakan adalah 0, 5, 10, dan 15 ton/ha sebagai pupuk dasar dan diberikan seluruhnya 1 minggu sebelum penanaman.

Pupuk anorganik yang digunakan untuk jagung berupa urea dengan dosis 300 kg/ha dan NPK Ponska (15:15:15) dengan dosis 200 kg/ha. Pupuk urea pada frekuensi pemberian pupuk urea 1x dan pupuk NPK diberikan sebagai pupuk dasar pada 1 minggu setelah tanam (MST). Pupuk urea pada frekuensi pemberian pupuk urea 2x diberikan sebagai pupuk dasar pada 1 MST dengan dosis 100 kg/ha dan pupuk susulan pada 3 MST dengan dosis 200 kg/ha. Pupuk urea pada frekuensi pemberian pupuk urea 3x diberikan sebagai pupuk dasar pada 1 MST, pupuk susulan I pada 3 MST, dan pupuk susulan II pada 6 MST dengan dosis masing sebesar 100 kg/ha.

Penanaman

Penanaman jagung dilakukan dengan cara penugalan. Kedalaman lubang tanam 5 cm. Jumlah benih untuk setiap lubang adalah 1 biji. Jarak tanaman yang digunakan adalah 85 cm x 20 cm sehingga populasi jagung per petak 4 m x 6 m adalah 140 tanaman.

(25)

Pemeliharaan

Kegiatan-kegiatan penting dalam pemeliharaan meliputi penyulaman, penyiangan, pembumbunan, dan pengairan.

Penyulaman dilakukan jika benih jagung tidak tumbuh. Kegiatan ini dilakukan pada 1 MST. Kegiatan penyulaman dilakukan agar jumlah tanaman per satuan luas tetap optimum.

Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari gulma. Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dengan tangan atau kored. Pada saat tanaman berumur 4 minggu, dilakukan penyiangan kedua bersamaan dengan pembumbunan.

Pembumbunan bertujuan untuk menutup akar yang terbuka dan membuat pertumbuhan tanaman menjadi tegak atau kokoh. Pembumbunan dilakukan dengan cara menaikan atau menimbun tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman dengan cangkul sehingga akan terbentuk guludan yang panjang. Kegiatan ini dilakukan bersamaan dengan waktu penyiangan ke dua, yaitu saat tanaman merumur 4 minggu.

Pengairan dan drainase dilakukan untuk membuat kandungan air dalam tanah dan kapasitas lapang tetap lembab, tetapi tidak becek. Penyiraman dilakukan dengan mengandalkan turunnya hujan.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan bila terbentuk lapisan hitam (black layer) pada dasar biji sekitar 80-116 hari setelah tanam (HST). Panen jagung dilakukan dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya atau dengan mematahkan tangkai buah jagung. Untuk panen ubinan dilakukan dengan cara memotong batang tanaman 10 cm diatas permukaan tanah pada luasan 4 m x 5 m untuk setiap perlakuan.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh untuk setiap perlakuan dengan peubah yang diamati sebagai berikut :

(26)

2. Persentase tumbuh (%) dilakukan pada 1 MST.

3. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai daun bendera. 4. Tinggi letak tongkol (cm), diukur dari permukaan tanah sampai ruas

tongkol utama pada 1 minggu sebelum panen. 5. Jumlah daun tanaman tiap minggu mulai 2 MST.

6. Diameter batang (cm) diukur 30 cm dari atas permukaan tanah. 7. Bobot batang (g) per tanaman dalam satu petak.

8. Umur tasseling (HST), dihitung sejak tanam hingga 75% tanaman dalam satu petak membentuk tassel.

9. Umur silking (HST), dihitung sejak tanam hingga 75% tanaman dalam satu petak membentuk silk (rambut) pada jagung.

10. Umur panen (HST), dihitung sejak tanam hingga 75% tanaman dalam satu petak sudah memenuhi syarat panen dengan ciri memiliki kelobot yang kering.

11. Bobot brangkasan (g) tanaman jagung pada luasan 4 m x 5 m untuk setiap satuan perlakuan.

12. Lingkar tongkol (cm), diukur pada bagian pangkal, tengah, dan ujung tongkol.

13. Panjang tongkol (cm), diukur dari pangkal tongkol hingga ujung tongkol berisi.

14. Bobot per tongkol (g), ditimbang setelah dikeringkan dengan panas matahari selama 2 hari.

15. Bobot pipilan per tongkol (g), ditimbang setelah tongkol dipipil.

16. Bobot tongkol per petak (kg), ditimbang setelah dikeringkan dengan panas matahari selama 1-2 hari.

(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pertumbuhan Vegetatif

Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa pupuk kandang). Pada umur 2-6 MST, dosis pupuk kandang 15 ton/ha memberikan hasil yang berbeda terhadap tinggi tanaman namun pada dosis 5 dan 10 ton/ha, tinggi tanaman tidak berbeda nyata. Pada umur 8 dan 9 MST, ketiga dosis pupuk kandang tidak memberikan pengaruh berbeda tetapi nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi pada 9 MST (129.02 cm) di peroleh dari tanaman yang diberi pupuk kandang dengan dosis 15 ton/ha (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang terhadap Tinggi Tanaman. Dosis pupuk kandang Umur tanaman (MST) 2 3 4 5 6 7 8 9 --- cm --- Kontrol 7.37c 9.34c 14.72c 20.21a 27.56a 42.53c 82.73b 112.75b 5 ton/ha 8.51b 10.54b 16.69b 23.56b 33.40b 51.92b 104.28a 127.39a 10 ton/ha 8.70b 11.09b 16.75b 24.67b 35.36b 56.98ab 107.04a 126.47a 15 ton/ha 9.98a 12.71a 18.82a 26.70c 39.86c 63.91a 114.56a 129.02a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Frekuensi pemberian pupuk urea maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada Gambar 1 terlihat bahwa tinggi tanaman yang diberi pupuk urea dengan frekuensi 1-3 kali tidak jauh berbeda dengan tanpa diberi pupuk urea (kontrol). Tetapi pada umur 9 MST, perlakuan tanpa pupuk urea tambahan (kontrol) sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan frekuensi pemberian urea 1-3 kali. Perkembangan jumlah daun pada berbagai perlakuan semakin meningkat seiring dengan umur tanaman (MST).

(28)

Gambar 1. Perkembangan Tinggi Tanaman pada berbagai Perlakuan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea.

Dosis pupuk kandang memberikan pengaruh terhadap jumlah daun kecuali pada minggu ke 5 MST dan 9 MST (Lampiran 6). Jumlah daun dari petak yang diberi pupuk kandang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pemberian pupuk kandang dengan dosis 15 ton/ha menghasikan nilai rata-rata jumlah daun tertinggi, namun pada umur 5 MST dan 9 MST nilai rata-rata jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang terhadap Jumlah Daun. Dosis Pupuk Kandang Umur Tanaman (MST) 2 3 4 5 6 7 8 9 --- cm --- Kontrol 5.92b 5.88c 7.08c 8.03a 8.19c 9.08b 10.10b 11.75a 5 ton/ha 6.22b 6.41b 7.45b 8.36a 9.09b 9.65ab 10.92a 11.90a 10 ton/ha 6.15b 6.58b 7.63ab 8.53a 9.26b 9.95a 10.93a 12.82a 15 ton/ha 6.80a 7.03a 7.97a 8.42a 9.92a 10.28a 11.25a 12.36a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Frekuensi pemberian pupuk urea maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun (Lampiran 6). Pada umur 9 MST, nilai rata-rata jumlah daun tertinggi diperoleh oleh frekuensi pemberian pupuk urea 2x (12.76 cm) (Gambar 2). 0 20 40 60 80 100 120 140 2 3 4 5 6 7 8 9 T in gg i T a n a ma n (c m) Umur Tanaman (MST) Kontrol Pemberian urea 1x Pemberian urea 2x Pemberian urea 3x

(29)

Gambar 2. Perkembangan Jumlah Daun pada berbagai Perlakuan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea.

Dosis pupuk kandang memberikan pengaruh sangat nyata terhadap diameter tanaman pada umur 6 dan 11 MST serta tidak menunjukan pengaruh nyata pada umur 7-10 MST (Lampiran 7). Ketiga dosis pupuk kandang memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pada umur 6 dan 11 MST tidak terlihat perbedaan diameter batang yang nyata antar perlakuan, namun nilai rata-rata tertinggi (1.97 cm) diperoleh dari tanaman yang diberi pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha (Tabel 5).

Tabel 5. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap Diameter Batang.

Perlakuan Umur Tanaman (MST)

6 7 8 9 10 11 --- cm --- Dosis Pupuk Kandang

Kontrol 1.42b 1.86a 1.75b 1.72b 1.71b 1.66b 5 ton/ha 1.62a 1.85a 1.91ab 1.82ab 1.80ab 1.77ab 10 ton/ha 1.62a 1.85a 1.97a 1.90a 1.86a 1.89a 15 ton/ha 1.68a 1.88a 1.94a 1.87ab 1.81ab 1.82a Frekuensi Pemberian Urea

Kontrol 1.54a 1.71a 1.74b 1.63b 1.57b 1.57b Urea 1x 1.51a 1.84a 1.92a 1.85a 1.82a 1.81a Urea 2x 1.65a 2.00a 1.93a 1.88a 1.85a 1.81a Urea 3x 1.65a 1.89a 1.98a 1.95a 1.94a 1.95a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

0 2 4 6 8 10 12 14 2 3 4 5 6 7 8 9 Ju m la h D au n Umur Tanaman (MST) Kontrol Pemberian urea 1x Pemberian urea 2x Pemberian urea 3x

(30)

Pada umur 8-11 MST dapat dilihat pemberian pupuk urea secara bertahap (2-3 kali) menghasilkan diameter batang yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol (Tabel 5).

Komponen Produksi

Dosis pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol (Lampiran 8) namun berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol (Lampiran 9, 10, dan 11). Pada dosis pupuk kandang 10 ton/ha rata-rata panjang maupun diameter tongkol menunjukan nilai. Perbeda yang nyata juga terlihat pada bagian tengah maupun ujung pada diameter tongkol, yaitu lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata antar perlakuan dosis pupuk kandang (Tabel 6).

Frekuensi pemberian pupuk urea berpengaruh nyata terhadap panjang maupun diameter tongkol (Lampiran 8, 9, 10, dan 11). Frekuensi pemberian urea 3x menghasilkan nilai tertinggi pada panjang maupun diameter tongkol. Pemberian pupuk urea memberikan nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan berbeda nyata terhadap panjang tongkol tetapi tidak menunjukkan perbadaan antar setiap perlakuan dosis pupuk kandang (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang terhadap Panjang dan Diameter Tongkol.

Perlakuan Panjang Tongkol

Diameter Tongkol Pangkal Tengah Ujung ---cm--- Dosis Pupuk Kandang

Kontrol 7.89b 3.76b 3.91b 3.26b 5 ton/ha 8.81ab 3.96ab 4.13a 3.48a 10 ton/ha 9.67a 4.19a 4.22a 3.57a 15 ton/ha 9.26ab 4.05ab 4.14a 3.54a Frekuensi Pemberian Urea

Kontrol 7.08b 3.76b 3.89b 3.27b Urea 1x 8.79a 3.91ab 4.10ab 3.44ab Urea 2x 9.62a 4.10a 4.17a 3.52a Urea 3x 10.15a 4.18a 4.25a 3.61a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

(31)

Pemberian pupuk kandang dengan dosis perlakuan tidak berpengaruh terhadap bobot 100 butir biji (Lampiran 12). Pemberian pupuk kandang meningkatkan bobot 100 butir biji. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada dosis pupuk kandang 15 ton/ha terhadap bobot tongkol 100 butir biji (28.73 g). Frekuensi pemberian pupuk urea berpengaruh sangat nyata terhadap bobot pipilan 100 butir biji. Frekuensi pemberian pupuk urea memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan kontrol dan pemberian pupuk urea 3x memperlihatkan nilai tertinggi sebesar 30.31 g (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap Bobot 100 butir biji.

Perlakuan Bobot

----g/100 butir---- Dosis Pupuk Kandang

Kontrol 27.75a

5 ton/ha 28.87a

10 ton/ha 28.63a

15 ton/ha 28.78a

Frekuensi Pemberian Urea

Kontrol 26.71c

Urea 1x 28.61b

Urea 2x 28.41b

Urea 3x 30.31a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Produksi

Dosis pupuk kandang tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot brangkasan per tanaman namun berpengaruh nyata terhadap bobot brangkasan per petak. Sedangkan Frekuensi pemberian pupuk urea menunjukan pengaruh sangat nyata terhadap bobot brangkasan tanaman maupun bobot tanaman petak (Lampiran 13 dan 14). Frekuensi pemberian pupuk urea menunjukan nilai lebih tinggi dari pada kontrol (urea tambahan). Pada dosis pupuk kandang 15 ton/ha dan frekuensi pemberian pupuk urea 3x terlihat memiliki nilai tertinggi dari pada perlakuan lain dan kontrol. (Tabel 8).

(32)

Tabel 8. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap Bobot Brangkasan.

Perlakuan Bobot Brangkasan

--g/tanaman-- --g/petak-- Dosis pupuk Kandang

Kontrol 61.75a 4989.20b 5 ton/ha 71.45a 6142.90ab 10 ton/ha 73.95a 5008.80b 15 ton/ha 76.45a 6431.30a Frekuensi Pemberian Urea

Kontrol 53.00b 4360.80c Urea 1x 76.58a 5252.90bc Urea 2x 75.41a 6061.30ab Urea 3x 78.62a 6897.10a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Dosis pupuk kandang tidak berpengaruh terhadap bobot tongkol per tanaman namun memberikan pengaruh nyata terhadap bobot tongkol per petak (Lampiran 15 dan 16). Ketiga perlakuan dosis pupuk kandang secara nyata mempengaruhi bobot tongkol per tanaman dan bobot tongkol per petak. Nilai rata-rata bobot tongkol tertinggi diperoleh keduanya pada pemberian pupuk kandang dengan dosis 15 ton/ha (Tabel 9).

Tabel 9. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap Bobot Tongkol.

Perlakuan Bobot Tongkol

----g/tanaman---- ----kg/petak---- Dosis Pupuk Kandang

Kontrol 86.75b 5.91c 5 ton/ha 100.89ab 8.00ab 10 ton/ha 112.08a 6.85bc 15 ton/ha 111.38a 9.00a Frekuensi Pemberian Urea

Kontrol 76.08c 5.18c

Urea 1x 101.33b 6.75bc

Urea 2x 110.50ab 7.89b

Urea 3x 123.18a 9.93a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

(33)

Pemberian pupuk urea secara nyata mempengaruhi produksi bobot tongkol (Lampiran 15 dan 16). Nilai tertinggi diperoleh pada perlakuan frekuensi pemberian pupuk urea 3x (Tabel 9).

Pemberian pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan kering per tongkol (Lampiran 17). Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada dosis pupuk kandang 15 ton/ha terhadap bobot pipilan kering per tongkol (86.86 kg). Frekuensi pemberian pupuk urea berpengaruh sangat nyata terhadap bobot pipilan kering per tongkol (Lampiran 17 dan 18). Frekuensi pemberian pupuk urea memberikan hasil yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol (Tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea terhadap Bobot Pipilan Kering.

Perlakuan Bobot Pipilan Kering ----g/ tongkol---- Dosis Pupuk Kandang

Kontrol 67.58b

5 ton/ha 77.16ab

10 ton/ha 86.57a

15 ton/ha 86.86a

Frekuensi Pemberian Urea

Kontrol 58.65b Urea 1x 79.77a Urea 2x 85.25a Urea 3x 94.49a

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Rata-rata bobot tongkol per hektar pada berbagai perlakuan semakin meningkat dengan dengan meningkatnya dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea kecuali pada kombinasi dosis pupuk kandang 10 ton/ha dan kontrol . Bobot tongkol per hektar tertinggi diperoleh pada kombinasi dosis pupuk kandang 15 ton/ha dan frekuensi pemberian pupuk urea 3x sebesar 6.88 ton/ha. Bobot tongkol per hektar terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha dan control sebesar 1.67 ton/ha lebih rendah dari pada kombinasi kontrol dan kontrol sebesar 2.75 ton/ha (Tabel 11).

(34)

Tabel 11. Rata-Rata Bobot Tongkol per Hektar pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea. Dosis Pupuk Kandang Frekuensi Pemberian Pupuk Urea

Rata-rata Kontrol 1x 2x 3x Kontrol 2.75 2.58 3.50 3.00 2,96 5 ton/ha 2.88 3.67 4.38 5.08 4,00 10 ton/ha 1.67 3.54 3.58 4.92 3,43 15 ton/ha 3.08 3.70 4.33 6.88 4,50 Rata-rata 2,60 3,37 3,95 4,97 3,72

Rata-rata bobot pipilan kering per hektar pada berbagai perlakuan semakin meningkat dengan dengan meningkatnya dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea kecuali pada kombinasi dosis pupuk kandang 10 ton/ha dan kontrol . Bobot pipilan kering per hektar tertinggi diperoleh pada kombinasi dosis pupuk kandang 15 ton/ha dan frekuensi pemberian pupuk urea 3x sebesar 5.50 ton/ha. Bobot tongkol per hektar terendah diperoleh pada kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha dan kontrol sebesar 1.32 ton/ha lebih rendah dari pada kombinasi kontrol dan kontrol sebesar 2.22 ton/ha (Tabel 12 ).

Tabel 12. Rata-Rata Bobot Pipilan Kering per Hektar pada berbagai Perlakuan Dosis Pupuk Kandang dan Frekuensi Pemberian Pupuk Urea.

Dosis Pupuk Kandang Frekuensi Pemberian Pupuk Urea

Rata-rata Kontrol 1 2 3 Kontrol 2.22 2.02 2.69 2.30 2,31 5 ton/ha 2.12 2.82 3.43 3.89 3,07 10 ton/ha 1.32 2.80 2.79 3.60 2,63 15 ton/ha 2.31 2.99 3.27 5.50 3,52 Rata-rata 1,99 2,66 3,05 3,82 2,88

(35)

Pembahasan

Keadaan Umum Percobaan

Percobaan dilakukan pada awal musim hujan dengan curah hujan 67 mm/bulan (Lampiran 1). Pertumbuhan tanaman secara umum menunjukan kondisi yang cukup baik pada perlakuan dengan menggunakan pupuk kandang dan urea. Akan tetapi terdapat ketidakseragaman pertumbuhan tanaman jagung di lahan kering. Hal ini terlihat dari daya berkecambah (DB) benih di lapangan berkisar 80.52% lebih rendah dari potensi benih jagung P21 dengan daya tumhuh mencapai 100%. Selain itu, produksi pipilan kering/ha yang dihasilkan lebih rendah dari potensi jagung hibrida itu sendiri. Berikut ini keunggulan jagung hibrida pioneer P21 diantaranya :

1. Hibrida silang pioneer P21 dengan potensi hasil 13.3 ton pipilan kering/ha.

2. Klobot menutup biji dengan sempurna. 3. Tongkol terisis penuh dan janggel kecil.

4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap penyakit tanaman jagung. 5. Toleran terhadap bercak daun Cercospora zeae maydis, karat daun,

dan serangan virus lainnya.

6. Umur panen 100 hari setelah tanam di dataran rendah.

7. Dapat digunakan sebagai pakan ternak, daun tetap hijau saat panen. 8. Tanaman seragam dan perakaran kokoh, batang tegak toleran terhadap

kerebahan.

9. Tahan terhadap kekeringan. 10. Daya tumbuh benih 100%.

Ketidakseragaman tumbuh tanaman jagung di lahan kering terkait dengan kemiringan dan asal usul lahan percobaan di Jonggol. Kemiringan lahan percobaan melebihi dari batas kemiringan untuk tanaman jagung yaitu 8 derajat dan bergelombang. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya erosi ketika hujan turun. Lahan percobaan di Jonggol merupakan lahan yang baru dibuka dan berasal dari semak belukar yang sudah lama dibiarkan.

(36)

Kondisi lapang percobaan sangat kering karena ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman jagung kurang tercukupi sedangkan pemenuhan kebutuhan air mengandalkan air hujan mengingat kondisi lahan kering yang jauh dari sumber air. Tanah yang digunakan dalam percobaan sangat keras di beberapa petak percobaan dan adanya hama semut. Hal inilah yang menyebabkan penurunan DB benih sehingga dilakukan penyulaman pada 1 minggu setelah tanam (MST) terhadap tanaman yang tidak tumbuh untuk mendapatkan keseragaman populasi.

Derajat keasaman (pH) sebelum percobaan sebesar 5.20 yang berarti tanah tersebut masuk dalam kriteria tanah masam (Lampiran 2). Selain pemberian kapur, pemberian pupuk kandang juga dapat menetralkan pH tanah. Tanah yang diberi pupuk kandang terlihat gembur walaupun kandungan unsur haranya sangat rendah (Lampiran 3). Pengendalian gulma dilakukan secara manual setiap 2 minggu sekali sejak tanaman berumur 2 MST untuk menghindari kompetisi antara gulma dan tanaman. Pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 4 MST agar tanaman menjadi kokoh dan tidak mudah rebah.

Hama yang menyerang tanaman selama percobaan antara lain belalang, penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), dan semut. Hama belalang menimbulkan gejala daun rusak dan berlubang pada saat awal pertumbuhan sampai pembungaan. Hama semut menyerang benih yang di tanam dan memakannya sehingga hama ini menjadi salah satu penyebab penurunan daya tumbuh benih selain faktor lingkungan.

Fase reproduktif tanaman jagung diawali dengan munculnya bunga jantan (tasseling) pada umur 8 MST. Bunga betina (silking) muncul pada umur 9 MST. Persentase tanaman yang bertongkol sekitar 90% dengan ukuran seragam. Panen dilakukan pada umur 116 hari setelah tanam (HST) ditandai dengan terbentuknya lapisan hitam (black layer), kelobot yang mengering, dan kekerasan tongkol ketika digenggam.

Berdasarkan sidik ragam dari olah data pada peubah-peubah yang diamati, terdapat pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, bobot batang per tanaman, bobot brangkasan per petak, tinggi letak tongkol, pangkal lingkar tongkol, tengah lingkar tongkol, ujung lingkar tongkol, bobot

(37)

tongkol per tanaman, bobot 100 pipilan tongkol, pipilan tongkol, dan bobot tongkol per petak. Rekapitulasi sidik ragam disajikan pada Lampiran 4.

Pertumbuhan Vegetatif

Pemberian pupuk kandang memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang. (Lampiran 5, 6, dan 7). Peningkatan dosis pupuk kandang berbanding lurus dengan peningkatan tinggi tanaman dan jumlah daun. Semakin besar dosis pupuk kandang, maka tinggi tanaman dan jumlah daun semakin besar pula (Tabel 3 dan 4). Respon tersebut diduga berkaitan dengan kelebihan dari pupuk kandungan yang dapat menaikan bahan serap tanah terhadap air dan membantu penyerapan hara dari pupuk kimia yang ditambahkan. Pupuk kandang memiliki rasio C/N sebesar 48.3, menunjukan tingkat dekomposisi yang sangat tinggi sehingga laju produksi nitrat cepat tersedia bagi tanaman. Pemberian kapur berperan dalam memperbaiki pH tanah. Hal ini berpengaruh terhadap tanaman dalam menyerap air dan hara dari dalam tanah, sehingga pertumbuhannya berkembang dengan baik.

Pupuk kandang berperan dalam memperbaiki kesuburan tanah. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang tidak terlalu tinggi, tetapi mempunyai keistimewaan lain yaitu dapat memperbaiki sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air, dan kation-kation tanah (Hardjowigeno, 2003). Unsur hara N pada urea berperan dalam pembentukan daun, namun unsur ini mudah tercuci sehingga diperlukan bahan organik untuk meningkatkan daya menahan air dan kation-kation tanah.

Kandungan unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang, tanah, dan unsur hara tambahan dari pupuk kimia yang diserap tanaman akan ditranslokasikan pada bagian-bagian vegetatif tanaman. Saat memasuki pertumbuhan generatif unsur hara tersebut lebih diperlukan untuk pembungaan dan pembentukan biji. Menurut Soepardi (1983), pupuk kandang merupakan sumber nitrogen yang memberikan pengaruh paling cepat dan menyolok pada pertumbuhan tanaman dibandingkan unsur lainnya.

Tinggi tanaman mempengaruhi jumlah daun. Semakin besar tinggi tanaman, maka jumlah daun semakin besar pula. Jumlah daun semakin meningkat

(38)

seiring dengan pertambahan umur tanaman (Gambar 1). Tinggi tanaman juga mempengaruhi diameter batang. Semakin besar tinggi tanaman, maka diameter batang semakin besar dan sebaliknya.

Pemberian pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada awal pengamatan (6 MST) kemudian tidak memberikan pengaruh nyata pada umur 7-10 MST. Setelah itu, dosis pupuk kandang berpengaruh kembali terhadap diameter batang pada umur 11 MST. Diameter batang jagung akan terus tumbuh dan mengalami penurunan setelah umur 8 MST (Tabel 5). Hal ini disebabkan batang tanaman jagung mulai mengering dan hasil asimilat lebih ditunjukan pada proses pembentukan biji.

Diameter batang berpengaruh terhadap kekokohan tanaman agar tidak mudah roboh ketika menghasilkan tongkol. Diameter batang jagung yang besar biasanya menghasilkan tongkol yang besar pula dan sebaliknya. Diameter batang juga berpengaruh terhadap bobot brangkasan dan tinggi tanaman, semakin besar diameter batang maka semakin tinggi bobot brangkasan dan tinggi tanaman.

Frekuensi pemberian pupuk urea maupun interaksinya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang. Hal ini diduga berkaitan dengan sifat dari urea yang mudah menguap dan tercuci oleh air. Menurut Lingga dan Marsono (2008), urea prill mudah menguap, larut, dan tercuci sehingga hanya 30-50% saja yang termanfaatkan oleh tanaman.

Gambar 2 memperlihatkan perkembangan jumlah daun yang muncul berbagai perlakuan frekuensi pemberian pupuk urea tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jumlah rata-rata daun tertinggi sebesar 12 helai pada umur 9 MST. Hal ini diduga berkaitan dengan faktor genetik yang terdapat dalam tanaman jagung. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh faktor genotip dan lingkungan. Jumlah daun akan mencapai puncaknya dan kemudian tetap konstan sampai mulai terjadinya proses penuaan. Penyebab penuaan umumnya dianggap karena adanya mobilisasi dan redistribusi mineral dan nutrisi organik ke daerah pemakaian yang lebih kompetitif, seperti daun muda, buah, cabang, dan akar. Pada tanaman jagung, setelah menghasilkan 10 sampai 12 daun, 4 sampai 5 daun mengering akibat penuaan. Jumlah daun segar pada beberapa varietas jagung (Arjuna, P4, dan C9) nyata dipengaruhi oleh varietas atau genetik (Handayani, 2003).

(39)

Frekuensi pemberian pupuk urea tidak berpengaruh terhadap diameter batang pada umur 6-7 MST dan berpengaruh nyata terhadap terhadap diameter batang pada umur 8-11 MST. Hal ini diduga berkaitan dengan faktor lingkungan cahaya, kelembaman, dan kesuburan tanah. Pupuk urea yang diberikan pada tanaman jagung tidak mudah tercuci oleh air hujan karena pemberian pupuk kandang dapat menghambat pencucian urea oleh air hujan dan erosi.

Pada fase vegetatif, tinggi tanaman akan terus meningkat pada umur tertentu kemudian pertumbuhannya akan terhenti. Pemberian pupuk urea yang mengandung nitrogen berperan dalam merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu, nitrogen juga berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentukan protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya (Lingga dan Marsono, 2008).

Komponen Produksi

Pemberian pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap diameter tongkol, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol dan bobot 100 butir biji (Lampiran 8-12). Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang tidak berpengaruh disebabkan faktor genetik jagung lebih dominan. Panjang dan diameter tongkol menunjukan bentuk dari tongkol itu sendiri yang dapat mempengaruhi bobot tongkol. Semakin panjang dan lebar diameter tongkol, maka biji yang terdapat pada tongkol tersebut semakin banyak sehingga bobot tongkol semakin besar. Sama halnya dengan bobot 100 butir biji, semakin besar bobot 100 butir biji, maka semakin besar bobot tongkol dan pipilan kering.

Penelitian yang dilakukan Nugroho et al. (1999) memberikan hasil bahwa pemberian pupuk kandang kambing dengan dosis 0-20 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol berisi dan diameter tongkol. Namun pada penelitian ini, pupuk kandang berpengaruh terhadap diameter tongkol. Nilai tertinggi dan diameter panjang tongkol dan diameter tongkol diperoleh pada dosis 10 ton/ha.

(40)

Frekuensi pemberian pupuk urea berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol, diameter tongkol, dan bobot 100 butir biji. Pemberian pupuk urea secara bertahap memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (Tabel 6-8). Frekuensi pemberian pupuk urea menunjukan perbedaan yang nyata terhadap bobot 100 butir biji dan frekuensi pemberian pupuk urea 3x menghasilkan nilai rata-rata tertinggi. Bobot 100 butir biji juga menandakan biji tersebut pada saat dipanen sudah dalam keadaan yang benar-benar masak dan dapat digunakan untuk pemilihan benih. Frekuensi pemberian pupuk urea 3x tidak berbeda nyata terhadap bobot pipilan kering per tongkol sehingga frekuensi pemberian pupuk urea 1x sudah dapat meningkatkan bobot pipilan kering per tongkol lebih tinggi dari pada kontrol.

Bentuk tongkol pada setiap perlakuan frekuensi pemberian pupuk urea berbeda. Perlakuan dengan kontrol memiliki bentuk tongkol yang sedikit bulat bila dibandingkan dengan perlakuan frekuensi pemberian urea. Semakin besar frekuensi pemberian pupuk urea, maka semakin panjang dan besar bentuk tongkol tersebut. Selain itu, penambahan urea dapat merubah ujung tongkol menjadi lebih runcing. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan unsur hara pupuk kandang dalam tanah terutama unsur P dan Ca. Unsur P berperan mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah. Sedangkan unsur Ca berperan merangsang pertumbuhan bulu akar, mengeraskan batang tanaman, dan merangsang pembentukan biji (Lingga dan Marsono, 2008).

Produksi

Dosis pupuk kandang berpengaruh terhadap bobot brangkasan per petak dan bobot pipilan kering per tongkol, tetapi tidak berpengaruh terhadap bobot brangkasan per tanaman dan bobot tongkol per tanaman (Lampiran 13-17). Hal ini diduga pemberian pupuk kandang pada petak tidak merata sehingga pertumbuhan tanaman tidak seragam. Bobot tongkol mempengaruhi bobot pipilan kering. Semakin besar bobot tongkol, maka semakin besar bobot pipilan kering dan sebaliknya. Dari hasil pengamatan, kualitas tongkol yang dihasilkan dengan pemberian pupuk kandang lebih baik dibandingkan tanpa pupuk kandang.

(41)

Tabel 9 menunjukan pada dosis pupuk kandang 5 ton/ha dan 15 ton/ha tidak berbeda nyata terhadap bobot tongkol per petak. Maka untuk efisisensi biaya, dosis pupuk kandang 5 ton/ha cukup menghasilkan bobot tongkol yang tinggi. Dosis pupuk kandang 5, 10, dan 15 ton/ha dapat meningkatkan produksi tongkol per petak sebesar 35.36%, 15.90%, dan 52.28% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan masih dapat ditingkatkan lagi.

Pupuk kandang dengan dosis 10 ton/ha tidak berbeda nyata dengan dosis perlakuan 15 ton/ha terhadap bobot pipilan kering per tongkol (Tabel 10). Untuk efisisensi biaya maka dosis pupuk kandang 10 ton/ha sudah dapat menghasilkan bobot pipilan kering per tongkol yang tinggi dan masih dapat ditingkatkan dengan meningkatkan dosis pupuk kandang. Pupuk kandang dengan dosis 5, 10 dan 15 ton/ha dapat meningkatkan bobot pipilan kering masing-masing sebesar 14.17%, 28.10%, dan 28.53% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

Unsur P berperan dalam pembentukan bunga, buah, dan biji. Ketersediaan unsur P di dalam tanah sangat sedikit. Sebagian besar terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil oleh tanaman dan terjadi pengikatan (fiksasi) oleh Al pada tanah masam atau Ca pada tanah alkalis (Hardjowigeno, 2003). Pemberian pupuk kandang dapat menetralkan tanah masam dan penambahan pupuk NPK dapat menyediakan kebutuhan unsur P bagi tanaman.

Frekuensi pemberian pupuk urea berpengaruh nyata terhadap bobot brangkasan, bobot tongkol, dan bobot pipilan kering. Bobot brangkasan dipengaruhi oleh diameter batang. Semakin besar diameter batang, maka semakin besar bobot brangkasannya. Hasil pengamatan pada diameter batang menunjukkan bahwa pemberian pupuk urea dapat merangsang pertumbuhan batang dan daun tanaman sampai umur 8 MST kemudian akan terhenti dan berkonsentrasi pada pertumbuhan generatif. Hal ini di duga pupuk urea langsung diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan batang dan daun sehingga meningkatkan bobot brangkasan tersebut.

Menurut Purwono dan Hartono (2007), keuntungan bertanam jagung sangat besar. Selain mendapatkan biji atau tongkol jagung, brangkasannya juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Secara umum beberapa manfaat bagian tanaman jagung sebagai berikut :

(42)

1) Batang dan daun muda untuk pakan ternak

2) Batang dan daun tua (setelah panen) untuk pupuk hijau atau kompos. 3) Batang dan daun kering untuk kayu bakar.

4) Batang jagung untuk lanjaran (turus). 5) Batang jagung untuk pulp (bahan kertas).

Barangkasan tanaman jagung dapat digunakan sebagai pakan ternak seperti pakan sapi. Semakin besar bobot brangkasan, maka penyediaan pakan ternak semakin besar. Dari Tabel 8, perlakuan dengan dosis pupuk kandang 5 ton/ha dan frekuensi pemberian pupuk urea 2x cukup untuk menghasilkan bobot brangkasan yang ekonomis buat pakan ternak.

Pemberian pupuk urea secara bertahap dapat menghasilkan bobot tongkol dan bobot pipilan kering lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk urea 3x menunjukan perbedaan yang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi pemberian urea yang lain terhadap bobot tongkol per petak. Frekuensi pemberian pupuk urea 3x dapat meningkatkan bobot tongkol sebesar 91.70% lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Pada bobot pipilan kering, pemberian urea secara bertahap (1-3 kali) dapat meningkatkan bobot pipilan kering per petak sebesar 36.01%, 45.35%, dan 61.11% (Tabel 11). Hal ini diduga, pemberian pupuk urea secara bertahap dapat memenuhi kebutuhan unsur N bagi tanaman.

Selama pengisian biji, pengangkutan nitrogen dan fotosintat dari bagian daun sangat besar, nitrogen mengatur penggunaan fosfor yang merangsang pembungaan dan pembentukan buah. Selama pertumbuhan tersebut, diduga pupuk kandang terus mengalami dekomposisi dan nitrogen beserta hara lainnya menjadi lebih tersedia pada saat tanaman memasuki fase pembungaan dan pengisian biji. Menurut Soepardi (1983), nitrogen berfungsi untuk merangsang pertumbuhan, memperbesar bulir, dan meningkatkan kandungan protein pada tanaman serelia; mengatur penggunaan fosfor, kalium, dan penyusun lainnya. Sedangkan menurut Lingga dan Marsono (2008), nitrogen berperan dalam dalam merangsang pertumbuhan secara keseluruhan dan pembentukan hijauan daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Selain itu, nitrogen berperan dalam membentuk protein, lemak dan berbagai persenyawaan organik lainnya.

(43)

Interaksi antara dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk urea tidak memberikan pengaruh terhadap bobot tongkol dan bobot pipilan kering. Berdasarkan olah data interaksi, pemberian pupuk kandang dan pupuk urea dapat meningkatkan produksi jagung tertinggi sebesar 6.88 ton/ha tongkol dan 5.50 ton/ha pipilan kering diperoleh pada tanaman dengan kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang 15 ton/ha dan frekuensi pemberian pupuk urea 3x, sedangkan produksi jagung terendah sebesar 1.67 ton/ha tongkol dan 1.32 ton/ha pipilan kering diperoleh pada kombinasi perlakuan dosis pupuk kandang 10 ton/ha dan kontrol (tanpa urea tambahan) lebih rendah dari kombinasi perlakuan kontrol (Tabel 11 dan 12).

Kombinasi dosis pupuk kandang 15 ton/ha dan frekuensi pemberian pupuk urea 3x menghasilkan bobot tongkol dan pipilan kering tertinggi (Lampiran 18 dan 19) walaupun interaksinya tidak nyata. Dosis pupuk kandang 5 dan 15 ton/ha tidak berbeda nyata terhadap bobot tongkol, namun untuk jangka panjang dosis pupuk kandang 15 ton/ha lebih baik karena pupuk kandang sangat baik untuk kesuburan tanah. Bobot tongkol masih dapat ditingkatkan dengan menaikan dosis pupuk kandang.

Gambar

Gambar 1. Perkembangan Tinggi Tanaman pada berbagai Perlakuan  Frekuensi Pemberian Pupuk Urea
Gambar 2. Perkembangan Jumlah Daun pada berbagai Perlakuan  Frekuensi Pemberian Pupuk Urea

Referensi

Dokumen terkait

Setiap zaman memiliki penyakit dan masalah tersendiri, bahkan sepanjang zaman juga memiliki penyakit dan masalah tersendiri. seorang hamba Allah yang berhasil

[r]

Modal kerja atau working capital merupakan suatu aktiva lancar yang digunakan dalam operasi perusahaan, yang memerlukan pengelolaan dengan baik oleh manajer perusahaan

Untuk dimasa yang akan datang dalam pengangkutan kayu rakyat akan diberlakukan dokumen angkutan lain selain SKSHH yang di cap KR, yaitu Surat Keterangan Asal Usul (SKAU)

dengan jumlah host masing-masing 2 host, dapat diambil dari subnet ke-6 yaitu 172.16.2.128. Kita mengambil subnet tersebut dikarenakan subnet 1 s.d subnet ke-5

Suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara entity-entity yang terdapat dalam suatu database disebut Entity Relationship Diagram dari Sistem Informasi

25 Mina Wuwu Demen, Sriharjo, Imogiri, Bantul induk lele 2 paket. 26 Mino Lestari Kediwung, Mangunan, Dlingo induk lele

Penambahan grafit hingga 5% berat pada komposit AI/grafit menaikkan densitas relatifnya, sedangkan penambahan hingga 7,5 dan 10% berat justru menurunkan densitasnya seperti