• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING

PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR

I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(2)

TESIS

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA

ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING

PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR

I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI NIM 1392161034

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(3)

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA

ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING

PERAWAT PELAKSANA DI RUANG RAWAT INAP

RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I GUSTI AGUNG AYU SHERLYNA PRIHANDHANI

NIM 1392161034

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 18 MARET 2015

Mengetahui Pembimbing I,

Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita D, Msi NIP.195807041987032001

Pembimbing II,

dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH NIP.198311042008012005

Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. dr. D. N Wirawan, MPH NIP.194810101977021001 Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,

Prof. Dr.dr.A.A. Raka Sudewi,Sp.S (K) NIP.195902151985102001

(5)

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 18 Maret 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 0847/UN14.4/HK/2015, Tanggal 18 Maret 2015

Ketua : Dr. dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si

Anggota :

1. dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH

2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro PA (K) 3. Dr. I Putu Ganda Wijaya S.Sos., MM

4. Dr. Luh Seriani, SKM., M.Kes

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

NAMA : IGAA Sherlyna Prihandhani NIM : 1392161034

PROGRAM STUDI : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat (MIKM)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis saya yang berjudul

Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ganesha Gianyar ini

benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari didapatkan bukti bahwa Tesis ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No.17 Tahun 2010.

Denpasar, Maret 2015 Yang Membuat Pernyataan,

IGAA Sherlyna Prihandhani NIM 1392161034 N I M . 1 3 9 vi

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian tesis yang berjudul Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku

Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ganesha Gianyar.

Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, M.Si selaku dosen pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran dalam penulisan hasil penelitian tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada dr. Ni Made Sri Nopiyani, MPH, selaku dosen pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sehingga penyusunan tesis ini dapat selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana.

(8)

2. Tim penguji pada sidang hasil penelitian tesis yaitu Prof. Dr. Dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA(K), Dr. I Pt. Ganda Wijaya, S.Sos, MM, Dr.Luh Seri Ani, SKM, M.Kes atas koreksi dan saran untuk perbaikan tesis ini.

3. Manajer Keperawatan dan Perawat Pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar yang telah banyak meluangkan waktu dan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

4. Teman – teman angkatan V MIKM UNUD yang telah banyak memberikan semangat.

Penulis menyadari hasil penelitian tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan yang nantinya dapat dipergunakan untuk menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya.

Demikian hasil penelitian tesis ini penulis susun dengan harapan semoga dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan menyelesaikan hasil penelitian tesis ini.

Denpasar, Maret 2015

Penulis

(9)

ABSTRAK

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN PERILAKU CARING PERAWAT PELAKSANA DI RUANG

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM GANESHA GIANYAR

Perilaku caring perawat merupakan salah satu komponen esensial dari mutu layanan rumah sakit. Hasil survei kepuasan pasien mengindikasikan kurangnya perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku caring serta faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

Rancangan penelitian ini adalah cross-sectional menggunakan pendekatan kuantitatif. Data dikumpulkan melalui self administered kuesioner terhadap 48 perawat pelaksana pada bulan November-Desember 2014 di ruang rawat inap RSU Ganesha. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dengan uji

chi-square dan multivariat dengan regresi logistik.

Analisis univariat menunjukkan bahwa sebagian besar perawat berusia 26-30 tahun (45,8%), berjenis kelamin perempuan (77,1%), memiliki pendidikan DIII (54,2%), masa kerjanya ≥5 tahun (56,3%) serta dengan status perkawinan menikah (56,3%). Perawat pelaksana yang memiliki persepsi baik terhadap aspek budaya organisasi sebesar 54,2% dan memiliki perilaku caring baik (56,3%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa usia (p=0,034), pendidikan (p=0,034), masa kerja (p=0,025), status perkawinan (p=0,001), kepemimpinan (p=0,030), desain pekerjaan (p=0,001), dukungan manajemen (p=0,007), sistem rewards (<0,001), manajemen konflik (<0,001) serta pola komunikasi (p=0,022) berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana, namun hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa hanya sistem rewards yang memiliki hubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana

(OR=23,39;95%CI=1,53-356,94;p-value=0,023).

Faktor yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana adalah sistem rewards, dimana perawat pelaksana yang memiliki persepsi sistem

rewards baik memiliki peluang 24 kali lebih besar untuk berperilaku caring baik.

Upaya peningkatan perilaku caring melalui mekanisme rewards financial dan non

financial perlu dilakukan oleh pihak manajemen RSU Ganesha Gianyar.

Kata Kunci: faktor individu, budaya organisasi, perilaku caring, perawat, Rumah Sakit

(10)

ABSTRACT

THE ASSOCIATION OF INDIVIDUAL FACTORSANDORGANIZATION CULTURE AND APPROACH WITHNURSING QUALITY OF CARE IN GANESHA PUBLIC

HOSPITAL,GIANYAR

A high quality of nursing care is an essential component of hospital service provision. This study aims to reveal the level of quality of care and the factors associatedwithrelated behaviorat the inpatient ward in Ganesha Public Hospital.

The study designwas cross-sectional quantitative. Data were collectedthrough

self-administered questionnaires to 48 inpatient nurses during November-December 2014 as well as through participatory observation. Data analysis

included univariate, bivariate with chi-square test, and multivariate logistic

regression.

Univariate analysisshowedthat the majority ofnurses were aged 26-30 years

(45.8%), female(77.1%), had aDIIIeducation(54.2%), tenure≥5years (56.3 %), and marital status were married (56.3%). 54,2% of nurses indicated a positive

perception of the organization culture and 56.3% believed they provided a relatively high quality of care. This understanding was confirmed during participatory observation. Bivariate analysisshowedthat age(p=0.034), education

(p=0.034), tenure (p=0.025), marital status (p=0.001), leadership (p=0.030), job design (p=0.001), management support (p=0.007), rewards system (<0.001), conflict management (<0.001) and the communication patterns (p=0.022) were

associated with nursing quality of care. However, the results of multivariate

analysisindicatedthatthe insufficientsystem ofrewardswas most associatedwith nursing quality of care(OR =23.39; 95% CI=1.53 to 356.94; p-value=0.023).

Factor most associatedwithnursing quality ofcare was the systemof rewards. It was evident that nurses viewing the rewards system to be sufficient provided the best quality of care. Efforts to increase the quality of care by providing

financial/non-financial incentives such as training, salary bonuse to nursing staff

should be implemented by the management.

Keywords: Individual factors, organizational culture, nursing quality of care, Gianyar

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN ... i

SAMPUL DALAM... ii

LEMBAR PERSYARATAN GELAR ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.3.1 Tujuan Umum ... 9 1.3.2 Tujuan Khusus ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 10 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 10 1.4.1 Manfaat Praktis ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Konsep Caring ... 12

2.1.1 Definisi Caring ... 12

2.1.2 Komponen Perilaku Caring ... 14

2.1.3 Karakteristik Caring ... 22

2.1.4 Aktifitas yang Menunjukkan perilaku Caring Perawat .. 23

(12)

2.1.5 Instrumen yang Digunakan Untuk Mengukur Perilaku

Caring ... 23

2.2 Konsep Karakteristik Individu ... 25

2.2.1 Definisi Karakteristik Individu ... 25

2.2.2 Faktor-faktor Karakteristik Individu ... 26

2.3 Konsep Budaya Organisasi ... 28

2.3.1 Definisi Budaya Organisasi ... 28

2.3.2 Dimensi Budaya Organisasi ... 29

2.3.3 Fungsi Budaya Organisasi ... 41

2.3.4 Membangun dan Mempertahankan Budaya Organisasi .. 41

2.3.5 Instrumen Pengukuran Budaya Organisasi ... 42

2.4 Konsep dan Teori Perilaku ... 43

2.4.1 Domain Perilaku ... 44

2.4.2 Proses Terjadinya Perilaku ... 45

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS ... 46

3.1 Kerangka Berpikir ... 46

3.2 Konsep Penelitian ... 48

3.3 Hipotesis Penelitian ... 49

BAB IV METODE PENELITIAN ... 50

4.1 Rancangan Penelitian ... 50

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

4.3 Penentuan Sumber Data ... 50

4.4 Variabel Penelitian ... 51

4.4.1 Variabel Bebas (independent) ... 51

4.4.2 Variabel Tergantung (dependent) ... 51

4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 52

4.5 Instrumen Penelitian ... 55

4.6 Prosedur Penelitian... 59

4.7 Analisis Data ... 60

BAB V HASIL PENELITIAN ... 62

(13)

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 62 5.2 Karakteristik Responden Penelitian ... 65 5.3 Persepsi Perawat Pelaksana terhadap Budaya Organisasi di

RSU Ganesha Gianyar... 66 5.4 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap

RSU Ganesha Gianyar... 67 5.5 Hasil Observasi Pelaksanaan Perilaku Caring Perawat

Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar ... 69 5.6 Analisis Bivariat Hubungan Perilaku Caring dengan Variabel

Bebas ... 70 5.7 Analisis Uji Multivariat Variabel Bebas dengan Variabel

Tergantung ... 73 BAB VI PEMBAHASAN ... 76 6.1 Perilaku Caring Perawat Pelaksana ... 76 6.2 Hubungan Antara Usia dengan Perilaku Caring Perawat

Pelaksana ... 79 6.3 Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana... 80 6.4 Hubungan Antara Pendidikan dengan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana... 81 6.5 Hubungan Antara Masa Kerja dengan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana... 82 6.6 Hubungan Antara Status Perkawinan dengan Perilaku

Caring Perawat Pelaksana ... 84 6.7 Hubungan Antara Kepemimpinan dengan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana... 84 6.8 Hubungan Antara Desain Pekerjaan dengan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana... 86 6.9 Hubungan Antara Dukungan Manajemen dengan Perilaku

Caring Perawat Pelaksana ... 87

(14)

6.10 Hubungan Antara Sistem Rewards dengan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana... 87

6.11 Hubungan Antara Manajemen Konflik dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana ... 91

6.12 Hubungan Antara Pola Komunikasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana... 92

6.13 Keterbatasan Penelitian ... 93

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 94

7.1 Simpulan ... 94

7.1 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN ... 104

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komponen Kompensasi yang Berlaku di Rumah Sakit Swasta .... 39 Tabel 4.1 Definisi Operasional dan Cara Pengukuran ... 52 Tabel 4.2 Distribusi Pernyataan Positif dan Negatif Variabel Budaya

Organisasi ... 56 Tabel 4.3 Distribusi Pernyataan Variabel Perilaku Caring ... 57 Tabel 5.1 Karakteristik Responden Penelitian di Ruang Rawat Inap RSU

Ganesha Gianyar Tahun 2014 ... 65 Tabel 5.2 Distribusi Persepsi Budaya Organisasi Perawat Pelaksana di

Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ... 66 Tabel 5.3 Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU

Ganesha Gianyar Tahun 2014 ... 68 Tabel 5.4 Hasil Observasi Perilaku Caring Perawat Pelaksana Di Ruang

Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ... 69 Tabel 5.5 Hasil Analisis Bivariat Variabel Bebas dengan Perilaku Caring

Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Ginayar Tahun 2014 ... 70 Tabel 5.6 Hasil Analisis Multivariat Faktor Individu dan Budaya

Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar Tahun 2014 ... 74

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Konsep Penelitian Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi dengan Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Ganesha Gianyar ... 40

(17)

DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN

ACLS : Advanced Cardiac Life Support

ASKES : Asuransi Kesehatan

ATLS : Advanced Trauma Life Support

BOR : Bed Occupancy Rate

Care-Q : Caring Assesment Inventory

CBA : Caring Behavior Assesment

CBI : Caring Behavior Inventory

CT Scan : Computerized Tomography scanner

DM : Diabetes Mellitus

ICU : Intensive Care Unit

MNCB : Measuring of Nursing Care Behavior PPGD : Pertolongan Penderita Gawat Darurat

RSU : Rumah Sakit Umum

SDM : Sumber Daya Manusia

THR : Tunjangan Hari Raya

TKTP : Tinggi Kalori Tinggi Protein

UMR : Upah Minimum Regional

VIP : Very Important Person

(18)

1 1.1 Latar Belakang

Perkembangan industri kesehatan saat ini terus mengalami pertumbuhan yang pesat, dan salah satu bentuk pelayanan kesehatan tersebut adalah rumah sakit, baik itu rumah sakit milik pemerintah maupun swasta (Nursalam, 2002). Kompetisi di sektor kesehatan akan semakin meningkat seiring dengan terbukanya pasar bebas. Dalam rangka meningkatkan pelayanan, persaingan dalam rumah sakit ini membawa dampak bagi manajemen rumah sakit (Wibowo, 2010). Tuntutan masyarakat untuk pelayanan yang terbaik semakin meningkat dan menjadikan rumah sakit berusaha agar dapat memberikan pelayanan yang terbaik (Hasibuan, 2010).

Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit diberikan oleh tim kesehatan termasuk dari tim keperawatan. Tim ini merupakan bagian dari tim yang berada di lini terdepan untuk menghadapi pasien selama 24 jam, oleh sebab itu sangat diperlukan sumber daya keperawatan yang berkualitas dan mampu berespon terhadap keadaan yang ada (Gillies, 2004). 90% layanan di rumah sakit diberikan oleh perawat, maka peran perawat sangat besar dalam menentukan kualitas pelayanannya (Huber, 2011). Pelayanan keperawatan yang bermutu merupakan harapan semua orang sehingga rumah sakit sebagai penyedia layanan keperawatan dituntut untuk selalu meningkatkan mutu pelayanannya.

(19)

Seorang perawat harus selalu mengembangkan sikap, perilaku dan pengetahuannya dalam melakukan pengkajian, perencanaan, implementasi hingga evaluasi dalam praktiknya. Sikap dan perilaku yang harus dikembangkan oleh perawat salah satunya yaitu perilaku caring (De Wit, 2011). Perilaku caring adalah esensi dari keperawatan yang membedakan perawat dengan profesi lain.

Caring tidak hanya mempraktikkan seni perawatan, memberi kasih sayang untuk

meringankan penderitaan pasien dan keluarga, meningkatkan kesehatan dan martabat, tetapi juga memperluas aktualisasi diri perawat (Morison & Burnard, 2009). Caring merupakan hal yang utama dalam praktik keperawatan yang senantiasa selalu dilandasi pada nilai kebaikan, perhatian, serta menghormati keyakinan spiritual pasien (Rubenfield, 2007).

Kenyataan yang dihadapi bahwa masih banyak rumah sakit pemerintah maupun swasta yang memusatkan diri pada pengobatan pasien saja. Keberhasilan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan perawat hanya memberikan perhatian pada tugas-tugas mengobati daripada merawat. Tidak banyak waktu bagi perawat mendengarkan keluhan pasien, memberi dukungan, hal ini disebabkan karena delegasi lebih diberikan untuk tugas-tugas dokter (Tomey, 2006). Diungkapkan juga dalam penelitian oleh Agustin (2002) bahwa perawat yang tidak berperilaku caring kurang dari 50%, sedangkan oleh Byrne dan Heyman (1997, dalam Nyoman, 2008) pasien yang di rawat inap banyak yang mengalami stress dan komunikasi perawat sebagai pokok permasalahannya.

Penyebab dasar perawat kurang berperilaku caring karena perawat lebih banyak berfokus pada kinerja medik. Kondisi tersebut diperkuat oleh faktor

(20)

lingkungan kerja dalam hal ini budaya organisasi yang kurang mendukung perawat terhadap perilaku caring perawat (Tomey, 2006). Pada dasarnya perilaku

caring dipengaruhi oleh faktor lain selain faktor individu. Perilaku caring perawat

pelaksana, merupakan kinerja perawat yang dapat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan dan masa kerja.

Hasil penelitian dari Panjaitan dan Agustini (2007) menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan sikap caring. Artinya semakin bertambah usia perawat maka sikap caring terhadap pasien akan semakin meningkat. Namun berdasarkan hasil penelitian Supriyadi (2006) menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara usia dengan perilaku caring di RSUD Bantul. Sedangkan masa kerja terhadap perilaku caring didukung hasil penelitian Supriatin (2009) juga menunjukkan ada hubungan antara masa kerja dengan perilaku caring di RSUD Kota Bandung.

Perilaku caring perawat tidak dapat dibedakan antara perawat laki-laki dan perawat perempuan maupun tingkat pendidikannya. Hasil penelitian Supriatin (2009) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan perilaku caring, bahwa perawat laki-laki dan perempuan sama-sama data berperilaku caring. Begitu juga dengan tingkat pendidikan. Namun berdasarkan penelitian oleh Setiati (2005) yang menemukan adanya hubungan antara faktor pendidikan, penghasilan, status pernikahan dan image dengan perilaku caring perawat terhadap kepuasan pasien.

Terbentuknya perilaku caring sangat dipengaruhi oleh sistem nilai bersama yang dianut oleh para perawat yang tercermin dalam visi, misi, dan tujuan rumah

(21)

sakit. Visi, misi, serta tujuan yang ingin dicapai mencerminkan budaya suatu organisasi. Budaya organisasi yang kuat dapat menciptakan kesamaan tujuan, motivasi karyawan dan struktur pengendalian dalam membentuk perilaku untuk meningkatkan prestasi organisasi yang berdampak pada kinerja anggota organisasi (Kreitner & Kinicki, 2010). Didukung juga dalam penelitian oleh Bijaya (2006) mengungkapkan ada korelasi yang signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja perawat. Faktor budaya organisasi menurut Robbins (2010) terdapat sepuluh variabel yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yaitu inovasi, pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, desain pekerjaan, identitas manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, dan pola komunikasi.

Menurut Dessler (2005), variabel sistem rewards (imbalan) berpengaruh terhadap motivasi, yang secara langsung mempengaruhi kinerja seseorang. Penelitian Robinson dan Larsen (1990) terhadap pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian rewards (imbalan) mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak mendapatkan imbalan. Pembentukan karyawan yang lebih produktif dapat diperoleh melalui pengelolaan faktor budaya organisasi dalam bentuk pengaturan sistem rewards, dukungan manajemen, desain pekerjaan serta pemeliharaan komunikasi dalam penyelesaian konflik melalui praktek kepemimpinan yang mendorong rasa saling percaya.

Berdasarkan hasil penelitian Rusmiati (2008), peran individu dan lingkungan kerja (budaya organisasi) memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan tugas

(22)

keperawatan. Hasil penelitian Lande (2008) menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan dari faktor organisasi dengan kinerja asuhan keperawatan, didukung juga dengan hasil penelitian Rodwell et al. (2008) menyimpulkan ada hubungan signifikan baik secara parsial maupun simultan antara praktik komunikasi organisasional dengan kinerja karyawan.

Peningkatan kinerja harus diatur dengan baik agar dapat meningkatkan kinerja seorang perawat, dengan ini faktor individu dan sistem manajemen kinerja organisasilah yang dapat membantu meningkatkan kinerja perawat (Gitosudarmo, 2010). Kualitas kerja dapat terjaga dengan baik jika terdapat dukungan individu dan lingkungan kerja dalam hal ini adalah budaya organisasi yang kondusif, sehingga nanti keinginan organisasi dapat tercapai.

Rumah Sakit Umum Ganesha merupakan Rumah Sakit Swasta tipe C dan berada di bawah naungan Yayasan Ganesha, sehingga hal inilah yang menjadikan RSU Ganesha berbeda dengan RS Pemerintah baik dalam hal sistem perekrutan SDM hingga manajemen pengelolaan kegiatan pelayanannya, mulai dari pelayanan administrasi, pelayanan rekam medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan medis, pelayanan keperawatan dan lain-lain. Visi rumah sakit yaitu menjadikan Rumah Sakit Umum ramah lingkungan dan bermutu dengan standar nasional di tahun 2015. Misi rumah sakit yaitu; (1) melakukan pengelolaan rumah sakit secara profesional dengan meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang tinggi, (2) meningkatkan kemampuan SDM yang terus-menerus melalui pendidikan dan latihan yang berkesinambungan, (3) memberi pelayanan kesehatan bermutu dan terjangkau keseluruh lapisan masyarakat berasaskan

(23)

sentuhan manusiawi dan kepuasan pelanggan (Profil RSU Ganesha Gianyar). Rumah Sakit Umum Ganesha dalam perkembangannya memperoleh angka kunjungan fluktuatif dan cenderung menurun. Data rekam medik RSU Ganesha Gianyar menunjukkan bahwa dalam 3 tahun terakhir terjadi penurunan jumlah pasien rawat inap yaitu sebesar 4007 pasien pada tahun 2011, 1026 pasien pada tahun 2012 dan 3136 pasien pada tahun 2013 (Manajemen RSU Ganesha, 2013). Penurunan pemakaian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) juga terjadi tahun 2011 60,8%, 40,5% tahun 2012, dan 44,5% tahun 2013, hal ini disebabkan karena kunjungan pasien ke rumah sakit berkurang Penurunan kunjungan salah satunya disebabkan karena tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan berkurang. Hasil pengumpulan data mengenai survei kepuasan pasien di RSU Ganesha tahun 2012 berjumlah 80,2% dan 2013 berjumlah 77,5%. Hasil ini signifikan menunjukkan terjadi penurunan sebesar 2,7% dari tahun 2012 (SDM RSU Ganesha, 2013).

Hasil wawancara dengan manajer keperawatan RSU Ganesha tanggal 29 September 2014 terkait survei kepuasan pasien menyebutkan bahwa banyak ditemukan keluhan pada pelayanan paramedis di rawat inap, terutama yang terkait dengan perilaku caring perawat. Hasil survei kepuasan pasien menunjukkan bahwa perawat terlihat mengerjakan kegiatan diluar pekerjaannya, yaitu ketika jam perawatan pasien, perawat sibuk mengobrol dengan teman perawat lainnya. Selain itu disebutkan jarang memberi informasi sebelum melakukan tindakan, kurang tanggap dan kurang memperhatikan kebutuhan pasien, perawat sebaiknya lebih tanggap dalam memenuhi panggilan pasien, lebih ramah serta sopan dalam

(24)

berhadapan dengan pasien. Kondisi ini dapat dihindari dengan memenuhi kebutuhan pasien yang dilandasi perilaku caring.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa perawat di ruang rawat inap kelas I dan kelas II RSU Ganesha., diperoleh bahwa perawat berperilaku

caring kepada pasien jika ada permintaan dari kepala tim perawat, kepala tim

perawat tidak menunjukkan bagaimana berperilaku caring yang baik, perawat juga bekerja sebatas rutinitas, jenjang karir yang tidak jelas, sistem insentif yang kurang baik, kurang mendapatkan perhatian dari pimpinan yang dalam hal ini manajer keperawatan, penyelesaian konflik yang terjadi diruangan sebagian besar diselesaikan di tingkat atas (bidang keperawatan), perawat pelaksana merasa tidak dipentingkan dan hal ini dapat berpengaruh terhadap perilaku perawat. Hasil observasi selama 3 hari di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar ditemukan perawat jarang menyapa pasien, lebih banyak melakukan tindakan medis (kedokteran), uraian tugas perawat pelaksana kurang jelas, sistem rewards dan

punishment yang tidak jelas dan kurang optimalnya supervisi sebagai controlling

dari manajemen keperawatan

Kepala ruang menambahkan sebaiknya ada dukungan dari pihak manajemen RS untuk memasukkan caring perawat dalam penilaian kinerja dan standar prosedur, sehingga dapat dilakukan supervisi kembali. Pelatihan yang kurang memadai kepada seluruh staf juga merupakan faktor utama, pelatihan harus dilakukan di luar RSU Ganesha, akan tetapi jadwal kerja perawat menjadikan tidak banyak yang bisa mengikuti pelatihan yang dijadwalkan oleh manajemen RSU Ganesha untuk meningkatkan kompetensi perawat. Salah satu indikator

(25)

kualitas rumah sakit adalah kepuasan pasien, oleh sebab itu kondisi diatas sangat berpengaruh dan perlu adanya perbaikan terhadap pelayanan keperawatan.

Gambaran fenomena dan beberapa hasil penelitian yang terkait dengan perilaku caring dan budaya organisasi diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku

caring perawat sangat dipengaruhi oleh budaya organisasi untuk meningkatkan

kepuasan layanan kepada pasien. Perilaku caring perawat dan budaya organisasi sangat menentukan baik dan buruknya kualitas pelayanan kepada pasien. Sikap atau perilaku caring harus ditanamkan dan menjadi budaya yang melekat pada perawat sehingga setiap tindakan atau asuhan yang diberikan bukan hanya sekedar terselesaikannya pekerjaan tetapi pada pemuasan kebutuhan pasien. Terkait fenomena yang terjadi di RSU Ganesha Gianyar, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?

2. Bagaimana gambaran budaya organisasi perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?

3. Bagaimana gambaran perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?

(26)

4. Apakah ada hubungan faktor individu (umur, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan masa kerja) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?

5. Apakah ada hubungan faktor budaya organisasi (kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, pola komunikasi) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?

6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara faktor individu dan faktor budaya organisasi dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mengetahui sebagai berikut : 1. Gambaran karakteristik perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU

Ganesha Gianyar.

2. Gambaran budaya organisasi perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

3. Gambaran perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

(27)

4. Hubungan faktor individu perawat pelaksana (umur, pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan lama kerja) dengan perilaku caring perawat di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

5. Hubungan faktor budaya organisasi (kepemimpinan, desain pekerjaan, dukungan manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, pola komunikasi) dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

6. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menambah wawasan dalam meningkatkan kemampuan menganalisis faktor individu dan budaya organisasi dengan perilaku caring perawat dengan menggunakan cara berpikir yang ilmiah. Penelitian ini selanjutnya dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi peneliti lain terkait peran budaya organisasi dalam membentuk perilaku caring perawat di rumah sakit.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi pengelola rumah sakit untuk mengevaluasi kinerja perawat dilihat dari pelaksanaan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Ganesha Gianyar serta dapat

(28)

dipergunakan untuk bahan pertimbangan meningkatkan kualitas layanan sehingga meningkatkan kepuasan pasien yang dirawat di RSU Ganesha Gianyar.

(29)

12 2.1 Konsep Caring

Konsep caring merupakan konsep sentral atau inti bagi keperawatan, akan tetapi caring tidak bisa dianggap sebagai paradigma yang unik bagi profesi keperawatan karena profesi kesehatan lain juga menganggap caring sebagai bagian integral dari kemampuannya yang terdiri atas pengetahuan dan keterampilan. Caring merupakan esensi dari praktik keperawatan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Caring merupakan hasil dari budaya, nilai dan hubungan dengan manusia lain.

2.1.1 Definisi Caring

Beberapa teori dalam keperawatan telah dikembangkan dari berbagai sudut pandang untuk menjelaskan dan mendeskripsikan tentang caring. Caring merupakan asuhan yang diberikan secara terus menerus difokuskan pada perawatan fisik maupun mental dan meningkatkan rasa aman pasien (Watson, 2005). Caring adalah pola umum yang terjadi secara alami yang dimiliki oleh perawat untuk membantu seseorang untuk tumbuh seperti ibu pada anaknya, suami dengan istri dan guru pada muridnya (Martin, 2002). Definisi ini dibantah oleh Tschudin (2003) yang menyatakan bahwa caring bukan hanya membantu seseorang untuk tumbuh tetapi lebih dari itu bahwa caring dalam keperawatan berarti perawat membantu pasien untuk memahami penyakitnya dan bagaimana mengatasi penyakitnya tersebut.

(30)

Teori caring Jean Watson pertama kali dipublikasikan pada tahun 1979 dengan judul “The Philosophy and Science of Caring”. Jean Watson mendefinisikan caring sebagai ilmu. Perspektif ilmu caring didasarkan pada ontologi hubungan dimana semua yang terlibat berada dalam suatu hubungan, bersatu dan mempunyai keterkaitan antara satu dengan yang lain. Caring melekat pada tujuan hubungan saling membantu, karena sangat tidak mungkin seseorang dapat memberi bantuan secara efektif tanpa adanya caring. Caring adalah sikap responsif dan bertanggung jawab dalam rangka memenuhi harapan pasien (Nurachmah, 2010). Hubungan interaksi yang dibangun antara perawat-pasien adalah hubungan caring dimana merupakan landasan komunikasi terapeutik dan sentuhan kasih sayang dan caring bersifat manusiawi karena asuhan diberikan secara individual.

Perilaku caring juga dapat dipersepsikan berbeda-beda setiap pasien atau lingkungan tempat dimana pasien mendapatkan pelayanan keperawatan. Hasil riset Kimble (2010) tentang persepsi pasien terhadap perilaku caring perawat di Unit Rawat Inap untuk kategori karatif humanistic, dimana yang dimaksud adalah perilaku caring oleh pasien apabila perawat menjawab pertanyaan dengan cepat, mengetahui apa yang mereka (perawat) lakukan, perawat tahu menggunakan alat-alat, perawat tahu cara injeksi, mengganti balutan, benar-benar mendengarkan apabila pasien berbicara, memberi obat nyeri ketika pasien kesakitan, memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang perkembangan pasien.

Hasil penelitian Tomey & Alligood (2006) tentang nurse caring behaviours menganalisa bahwa perawat lebih menekankan pada perilaku caring fisik daripada

(31)

afektif. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Suryani (2010) mengenai sikap caring perawat pelaksana di instalansi rawat inap didapatkan sikap caring perawat pelaksana masih rendah.

Dapat disimpulkan bahwa caring terdiri dari dua aspek yaitu berupa tindakan nyata perawat dalam melakukan peran dan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dan aspek afektif perawat seperti perasaan cinta,

altruism, belas kasih, kehangatan serta perasaan lain yang mendasari perawat

melakukan tindakan caring kepada pasien.

2.1.2 Komponen Perilaku Caring

Peran perawat sebagai petugas kesehatan diharapkan mampu membagi pengetahuan dan memberikan perawatan kepada pasien, akan tetapi deskripsi

caring dalam memberikan asuhan keperawatan terkadang tidak dipahami atau

dipersepsikan berbeda oleh perawat. Caring tidak hanya penting bagi perawat karena caring sangat berhubungan erat dengan penerima pelayanan keperawatan yaitu pasien maupun keluarga pasien. Hal penting untuk diketahui mengenai persepsi perawat, pasien maupun keluarga pasien tentang perilaku caring yang dianggap mereka penting untuk dilakukan perawat guna memberikan kepuasan, tidak hanya bagi pasien dan keluarga pasien tetapi juga bagi perawat (Dwidiyanti, 2008).

Watson mengungkapkan dalam bukunya bahwa perilaku caring adalah proses yang dilakukan oleh perawat yang meliputi pengetahuan, tindakan dan dideskripsikan sebagai sepuluh faktor karatif yang digunakan dalam praktik keperawatan dibeberapa setting klinik yang berbeda. sepuluh faktor karatif ini

(32)

yaitu sifat dari karakter perawat yang menjelaskan bagaimana caring dimanifestasikan sebagai esensi dan inti keperawatan, diantaranya :

a. Membentuk dan menghargai sistem nilai humanistic dan altruistik.

Humanistic altruistic merupakan sikap yang didasari oleh nilai kemanusiaan,

seperti menghormati otonomi pasien terhadap pilihannya sendiri.

Altruism adalah perilaku yang menunjukkan kapasitas seseorang yang empati

dan dapat merasakan apa yang dialami orang lain. Pandangan Watson tentang manusia, yaitu individu merupakan totalitas dari bagian-bagian, memiliki harga diri di dalam dan dirinya yang memerlukan perawatan, dipahami dan kebutuhan untuk dibimbing. Di samping itu perawat yang mempunyai sifat

caring dapat meningkatkan potensi seseorang untuk membuat pilihan

tindakan yang terbaik (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memanggil nama pasien dengan nama sehari-hari, mengenali karakteristik pasien (umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dll), mengenali kelebihan dan kekurangan pasien, memenuhi panggilan pasien walaupun sedang mengerjakan hal lain yang tidak berhubungan dengan pasien, mendengarkan apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan pasien, menghargai dan menghormati pendapat dan keputusan pasien, membimbing pasien dalam melakukan suatu tindakan keperawatan yang merupakan kebutuhannya.

(33)

b. Menanamkan sikap penuh pengharapan.

Faktor ini sangat erat hubungannya dengan nilai altruisme dan humanistik. Perawat membantu pasien untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan melalui hubungan yang efektif dengan pasien dan memfasilitasi klien untuk menerapkan gaya hidup sehat (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memberi motivasi kepada pasien untuk menghadapi penyakitnya secara realistik, memberi informasi pada pasien tentang tindakan keperawatan dan pengobatan yang akan diberikan, membantu pasien untuk memahami alternatif tindakan perawatan dan pengobatan yang telah ditetapkan, meyakinkan bahwa kehidupan kematian dan takdir setiap orang telah ditentukan, mendorong pasien melakukan hal-hal positif atau bermanfaat terkait dengan proses penyembuhannya (Malini, 2009).

c. Menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Perawat harus belajar untuk mengembangkan sifat sensitif dan peka terhadap perasaan pasien sehingga lebih ikhlas, dan sensitif dalam memberikan asuhan keperawatan (Watson, 1998). Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah tetap sabar ketika pasien bersikap kasar terhadap perawat, mendampingi dan menenangkan klien ketika menghadapi penderitaan atau permasalahan, menawarkan bantuan terhadap masalah yang dihadapi pasien serta memenuhi kebutuhan pasien (Malini, 2009).

(34)

d. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu.

Hubungan saling percaya antara perawat dan pasien adalah hal yang penting dalam asuhan keperawatan. Hubungan ini akan meningkatkan penerimaan terhadap perasaan positif dan negatif antara perawat dan pasien (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah mengucapkan salam ketika berinteraksi dengan pasien, menyepakati kontrak yang dibuat bersama pasien, menepati kontrak, mempertahankan kontak mata yang dibuat bersama pasien, berbicara dengan suara yang lembut, posisi perawat berhadapan dengan pasien pada saat berkomunikasi, menjelaskan prosedur tindakan setiap akan melakukan tindakan, mengorientasikan pasien baru dan melakukan terminasi pada setiap selesai berinteraksi (Malini, 2009).

e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.

Perawat berbagi perasaan dengan pasien merupakan hal yang riskan. Perawat harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif dan negatif pasien dengan cara memahami ekspresi pasien secara emosional dan intelektual dalam situai yang berbeda (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya, merawat mengungkapkan bahwa ia menerima kelebihan dan kelemahan pasien, mendorong pasien untuk mengungkapkan

(35)

harapan terhadap kondisi saat ini, menjadi pendengar yang aktif pada setiap keluhan pasien yang menyenangkan dan tidak menyenangkan (Malini, 2009). f. Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan masalah caring untuk

pengambilan keputusan secara kreatif dan individualistik.

Perawat menggunakan proses keperawatan yang sistematis dan terorganisir untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses keperawatan sesuai dengan masalah pasien, memenuhi kebutuhan keinginan pasien yang tidak bertentangan dengan kesehatannya, melibatkan pasien dan keluarga dalam menentukan masalah keperawatan dan prioritas, menetapkan rencana keperawatan bersama pasien dan keluarga, melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap pelaksanaan tindakan keperawatan serta melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap pelaksanaan evaluasi tindakan keperawatan (Malini, 2009).

g. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal.

Faktor karatif ini merupakan konsep yang penting dalam keperawatan karena memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara keperawatan dan penyembuhan. Perawat memberikan informasi kepada pasien dan pasien diberi tanggung jawab juga dalam proses kesehatan dan kesejahteraannya. Perawat memfasilitasi proses ini dengan teknik belajar mengajar bertujuan untuk memandirikan pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri,

(36)

menentukan kebutuhan diri dan memberikan pribadi pasien kesempatan untuk berkembang (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah menciptakan lingkungan yang tenang, aman, dan nyaman untuk proses pemberian pendidikan keperawatan, memberikan pendidikan kesehatan sesuai dengan kebutuhan perawatan pasien, menjelaskan setiap keluhan pasien secara rasional dan ilmiah sesuai dengan tingkat pemahaman pasien dan cara mengatasinya serta meyakinkan pasien tentang kesediaan pasien untuk menjelaskan apa yang ingin diketahui (Malini, 2009).

h. Menciptakan lingkungan mental, sosial, spiritual serta fisik yang supportif dan korektif.

Perawat harus memahami lingkungan eksternal dan internal yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu. Lingkungan internal meliputi kesejahteraan mental dan spiritual serta keyakinan sosial budaya individu, sedangkan lingkungan eksternal meliputi kenyamanan, privasi, keamanan dan kebersihan serta keindahan (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah menyetujui keinginan pasien bertemu dengan pemuka agama, menghadiri pertemuan pasien dengan pertemuan agama, memfasilitasi atau menyediakan keperluan pasien ketika akan berdoa atau beribadah sesuai dengan agamanya, bersedia mencarikan alamat dan

(37)

menghubungi keluarga yang sangat diharapkan mengunjungi pasien serta bersedia menghubungi teman pasien atas permintaan pasien (Malini, 2009). i. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh perhatian dalam

mempertahankan keutuhan dan martabat manusia.

Perawat harus memahami kebutuhan biofisikal, psikososial, psikofisikal, dan interpersonal bagi dirinya sendiri dan juga pasien. Pasien harus terpenuhi kebutuhan tingkat dasar terlebih dahulu sebelum berusaha mencapai kebutuhan yang berada diatasnya. Makanan dan eliminasi, adalah contoh kebutuhan biofisikal pada tingkatan bawah, sedangkan aktivitas, istirahat dan kebutuhan seksual adalah kebutuhan psikofisikal pada tingkatan paling bawah. Pencapaian dan afiliasi adalah kebutuhan psikososial yang lebih tinggi sedangkan aktualiasasi diri adalah kebutuhan interpersonal dan intrapersonal yang lebih tinggi (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah bersedia memenuhi kebutuhan dasar dengan ikhlas, menyatakan perasaan bangga dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi pasien, menghargai pasien dan privasi pasien ketika sedang memenuhi kebutuhannya, menunjukkan pada pasien bahwa pasien adalah orang yang pantas dihormati dan dihargai (Malini, 2009).

j. Memberikan kesempatan untuk terbuka pada eksistensial-fenomenologikal dan dimensi spiritual caring serta penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh dan ilmiah. Watson berkeyakinan bahwa perawat mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan sepuluh faktor karatif dalam

(38)

memberikan asuhan keperawatan dan memfasilitasi pasien untuk meningkatkan kesehatannya melalui upaya health promotion. Upaya ini dilaksanakan dengan mengajarkan perubahan gaya hidup yang sehat kepada pasien untuk meningkatkan kesehatan, menyediakan lingkungan yang mendukung, mengajarkan metode pemecahan masalah dan mengenalkan pada pasien keterampilan koping dan adaptasi terhadap rasa kehilangan (Watson, 1998).

Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien dan keluarga untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual dari proses penyembuhannya, memfasilitasi kebutuhan pasien dan keluarga terhadap keinginan melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, memotivasi pasien dan keluarga untuk berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa, serta menyiapkan pasien dan keluarganya ketika menghadapi fase berduka (Malini, 2009).

Watson (1979, dalam George, 1990), juga mengemukakan tujuh asumsi dasar tentang caring, a) Caring dapat efektif bila ditunjukkan dan dipraktekkan dalam hubungan interpersonal; b) Caring memuat sepuluh faktor caratif yang menghasilkan kepuasan pasien dan pemenuhan kebutuhan pasien; c) Caring yang efektif meningkatkan pertumbuhan individu dan keluarga; d) Caring memberi respon menerima seseorang bukan hanya dia tahu tapi juga untuk apa dan apa yang akan terjadi padanya serta dapat memberi kesempatan seseorang memilih yang terbaik bagi dirinya; e) Caring

(39)

lebih pada healthogenic ketimbang curing. Praktek caring menyatukan pengetahuan biofisikal dengan pengetahuan perilaku manusia; f) Lingkungan

caring meliputi perkembangan yang potensial yang membentuk atau

meningkatkan kesehatan dan perawatan bagi yang sakit. Keilmuan tentang

caring, bagaimanapun melengkapi ilmu tentang pengobatan (curing); g)

Praktik caring adalah sentral bagi praktek keperawatan.

2.1.3 Karakteristik Caring

Karakteristik Caring menurut Chin (2010) adalah a) Be ourselves, sebagai manusia harus jujur, dapat dipercaya, tidak tergantung pada orang lain. Artinya bahwa setiap orang harus menjadi diri sendiri dan mandiri; b) Clarity, keinginan untuk terbuka dengan orang lain; c) Respect, selalu menghargai orang lain. Belajar menerima dan memahami orang lain dan belajar menjadi makhluk sosial; d)

Separatenes, dalam caring tidak berarti terbawa dalam depresi atau ketakutan

orang lain. Tatap dalam kondisi waspada dengan mempersiapkan diri secara fisik dan psikologi; e) Freedom, adalah memberi kebebasan pada orang lain untuk mengekspresikan perasaannya; f) Emphaty, dengan memahami perasaan pasien tetapi dirinya tidak hanyut oleh perasaan tersebut baik secara emosional maupun fisik; g) Communication, komunikasi verbal dan nonverbal harus menunjukkan keselarasan; h) Evaluation, dilakukan bersama-sama perawat dan pasien.

Karakteristik Caring menurut Leininger (1988) terbagi menjadi tiga yaitu : a)

Professional caring, yaitu sebagai perwujudan kemampuan kognitif. Perawat

dalam bertindak terhadap respon yang ditunjukkan pasien berlandaskan ilmu, sikap, dan keterampilan profesional, sehingga dalam memberikan bantuan

(40)

terhadap pasien sesuai dengan kebutuhan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan perawat dan pasien; b) Scientific caring, segala keputusan dalam memberi asuhan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki perawat; c) Humanistic

caring, proses bantuan kepada seseorang bersifat kreatif.

2.1.4 Aktifitas yang Menunjukkan Perilaku Caring Perawat

Menurut Wolf, et al (2004) telah mengembangkan daftar inventarisasi perilaku caring perawat, Wolf menuliskan secara berturut sepuluh peringkat perilaku yang menunjukkan caring perawat. Kesepuluh perilaku tersebut meliputi: a) Mendengar dengan penuh perhatian; b) Memberi rasa nyaman; c) Berkata jujur; d) Memiliki kesabaran; e) Bertanggung jawab; f) Memberikan informasi sehingga pasien dapat mengambil keputusan; g) Memberikan sentuhan; h) Menunjukkan sensitifitas; i) Menunjukkan rasa hormat terhadap pasien; j) Memanggil pasien dengan namanya.

2.1.5 Instrumen yang Digunakan Untuk Mengukur Perilaku Caring

Instrumen yang digunakan dalam mengukur perilaku caring menurut beberapa ahli, diantaranya:

2.2.5.1 Caring Behavior Assesment Tool

Caring Behavior Assesment Tool (CBA) adalah alat ukur yang paling awal

dikembangkan untuk mengukur perilaku caring dengan menggunakan teori Watson dan sepuluh karatif Watson. Alat ukur ini dikembangkan oleh Cronin dan Harrison pada tahun 1988 untuk mengidentifikasi perilaku caring perawat yang dipersepsikan oleh pasien. Caring Behavior Assesment Tool (CBA) terdiri atas 63

(41)

item pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 7 sub skala. Faktor 1, 2 dan 3 dari faktor karatif Watson dikelompokkan menjadi satu kelompok dan faktor ke 6 dianggap oleh Cronin dan Harrison melekat pada seluruh faktor karatif lainnya. Jawaban pertanyaan menggunakan 5 skala likert yang menggambarkan tingkatan masing-masing perawat dalam merefleksikan perilaku caring.

2.2.5.2 Care-Q (Caring Assesment Inventory)

Larson (1984, Watson 2004) menjelaskan care Q adalah instrumen dapat dipakai mempersepsikan perilaku caring perawat. Perawat mengidentifikasikan perilaku yang penting adalah mendengarkan, sentuhan, kesempatan, mengekspresikan perasaan, komunikasi, dan melibatkan pasien dalam perencanaan keperawatannya. Perilaku caring yang ditampilkan pada alat ukur ini meliputi 50 dimensi caring yang dibagi dalam 6 variabel yaitu kesiapan dan kesediaan, penjelasan dan peralatan, rasa nyaman, antisipasi, hubungan saling percaya serta bimbingan dan pengawasan.

2.2.5.3 Caring Behavior Inventory

Caring Behavior Inventory (CBI) dikembangkan oleh Jean Watson (2002)

dengan menggunakan konsep dasar caring secara umum dan teori transpersonal

caring Watson. Versi pertama alat ukur ini terdiri atas 75 item yang dengan proses

psikometrik direduksi menjadi 43 kemudian mengecil kembali menjadi 42 item dengan alternatif jawaban menggunakan skala likert 4 poin yaitu 1= sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=setuju, dan 4=sangat setuju. CBI 42 item pertanyaan diuji menggunakan 541 subjek penelitian yang terdiri dari 278 perawat dan 263

(42)

pasien. Konsistensi rebilitas internal dilaporkan sampai 0.96 pada tahun 2001 (Morrison, 2007).

Wolf et al (2004) mengkategorikan faktor karatif dari teori Watson menjadi 5 dimensi perilaku caring, yaitu mengakui keberadaan pasien, menanggapi dengan rasa hormat, pengetahuan dan keterampilan, menciptakan hubungan positif, perhatian terhadap yang dialami orang lain.

Pengukuran perilaku caring perawat pelaksana RS Ganesha Gianyar direncanakan menggunakan Caring Behavior Inventory dari Wolf (2004) dengan memperhatikan 5 dimensi perilaku caring. Hal ini karena dimensi caring ini erat hubungannya dengan kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang dibutuhkan perawat agar mampu memberikan asuhan keperawatan dan memenuhi kebutuhan pasien.

2.2 Konsep Karakteristik Individu 2.2.1 Definisi Karakteristik Individu

Sumber daya yang terpenting dalam organisasi adalah sumber daya manusia, Sumber daya manusia ini akan membantu menjaga organisasi tetap bertahan dengan tenaga, bakat, kreativitas serta usahanya. Setiap orang memiliki karakteristik individu yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik individu merupakan faktor-faktor yang tersedia, data yang diperoleh sebagian besar dari informasi yang tersedia dalam berkas personalia, meliputi usia, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, dan masa kerja dalam organisasi

(43)

(Robbins, 2010). Siagiaan (2008) menyatakan bahwa karakteristik individu dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan dan masa kerja

2.2.2 Faktor-faktor Karakteristik Individu a. Usia

Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan). Usia berkaitan dengan tingkat kedewasaan/maturitas seseorang. Semakin tinggi usia, semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa dan semakin dapart berpikir rasional, bijaksana serta terbuka terhadap pendapat orang lain (Siagiaan, 2010). Pendapat ini didukung oleh Desslerr (2005) mengemukakan usia produktif adalah usia 25-45 tahun. Tahap ini merupakan penentu seseorang untuk memilih bidang pekerjaan yang sesuai bagi karir individu tersebut. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Zachher & Frese (2011) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi antara umur dengan kinerja karyawan. Robbins (2010) mengemukakan bahwa kinerja merosot dengan semakin meningkatnya umur. Robbins menegaskan perundangan di Amerika menyatakan pelanggaran hukum bagi perusahaan yang memperkerjakan seseorang yang telah pensiun dari pekerjaannya. Hasil penelitian lain yaitu dari Masitoh (2010) menyatakan tidak ada hubungan bermakna antara karakteristik umur dengan kinerja perawat.

b. Jenis Kelamin

Manusia dibedakan menurut jenis kelaminnya yaitu pria dan wanita. Dalam studi didapatkan bahwa tidak ada perbedaan dalam produktivitas

(44)

kerja pria dan wanita. Siagiaan (2010) mengemukakan secara sosial budaya pegawai perempuan yang berumah tangga akan memiliki tugas tambahan, hal ini menyebabkan kemangkiran yang lebih sering dari pegawai perempuan. Pendapat berbeda yang dikemukakan oleh Masitoh (2010), Aminuddin (2011), dan Panjaitan (2007) mengatakan tidak ada perbedaan kinerja perawat pria dan wanita.

c. Latar belakang pendidikan

Tingkat pendidikan perawat mempengaruhi kinerja perawat (Siagiaan, 2010). Perawat yang memiliki pendididkan tinggi, kinerjanya akan lebih baik karena memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan perawat yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Faktor pendidikan mempengaruhi perilaku kerja. Makin tinggi pendidikan akan berhubungan positif terhadap perilaku kerja seseorang (Pangewa, 2007).

d. Status Perkawinan

Merupakan suatu ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Robbins (2010) mengungkapkan pernikahan mampu meningkatkan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan menjadi berharga. Penelitian Purbadi dan Sofiana (2006) mengungkapkan individu menikah akan meningkat kinerjanya karena mempunyai pemikiran yang lebih matang dan bijaksana. Pernikahan menyebabkan peningkatan tanggung jawab dalam pekerjaan.

(45)

e. Masa kerja

Masa kerja merupakan lama seorang perawat bekerja pada suatu oganisasi yaitu dimulai dari perawat resmi dinyatakan sebagai pegawai/karyawan tetap rumah sakit. Masa kerja perawat merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kinerja perawat. Siagiaan (2010) menyatakan bahwa lama kerja dan kepuasan serta kinerja berkaitan secara positif. Pendapat ini didukung oleh Riani (2011) karyawan masa kerjanya lebih lama akan lebih produktif dari karyawan yang baru bekerja.

2.3 Konsep Budaya Organisasi 2.3.1 Definisi Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan suatu yang membedakan organisasi satu dengan organisasi lainnya yang memiliki sistem pengertian bersama dari anggota-anggota organisasinya (Robbins, 2010). Menurut Wibowo (2010) budaya organisasi adalah karakteristik organisasi dari anggotanya yang menggambarkan kesuksesan dan kegagalan para anggotanya. Kreitner & Knicki (2010) mengungkapkan budaya organisasi merupakan nilai dan keyakinan yang mendasari identitas organisasi. Dalam tingkat organisasional, budaya merupakan asumsi dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota kelompok untuk membentuk dan mempengaruhi perilaku serta petunjuk dalam memecahkan masalah (Gibson, Ivanicevic & Donelly, 2010). Menurut Luthan (2007) budaya organisasi adalah tata nilai dan norma yang menuntun perilaku anggota organisasi. Budaya organisasi terdiri dari nilai dan asumsi bersama didalam organisasi (Dessler, 2005).

(46)

2.3.2 Dimensi Budaya Organisasi

Budaya organisasi terdiri atas sejumlah karakteristik yang menjadi dasar bagi anggota mengenai organisasi, bagaimana kegiatan dilakukan didalamnya serta cara anggota diharapkan berperilaku. Stephen Robbins (2010) mengemukakan sepuluh dimensi yang mempengaruhi budaya organisasi meliputi inovasi, pengambilan risiko, kepemimpinan, integritas, dukungan manajemen, desain pekerjaan, identitas manajemen, sistem rewards, manajemen konflik, dan pola komunikasi.

a. Inovasi

Inovasi adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan yang dimiiki anggota organisasi dalam mengemukakan pendapat. Inovasi anggota organisasi harus dihargai oleh kelompok atau pemimpin suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk mengembangkan organisasi.

Penelitian oleh Ricardo, Ronald & Jolly (2003) menyatakan ada korelasi kuat praktik manajemen dengan kinerja karyawan.

b. Pengambilan risiko

Pengambilan risiko merupakan suatu tingkatan memotivasi karyawan dalam pengambilan keputusan yang inovatif, kreatif dan berani mengambil risiko. Inovasi mencakup lebih dari sekedar perbaikan, mencari dan mengambil risiko yang besar tentang gagasan dan perubahan (Rivai, 2011). Hasil penelitian oleh Rizal (2007) menekankan ada pengaruh yang signifikan antara kreativitas dan inovasi terhadap motivasi dan kinerja karyawan.

(47)

c. Kepemimpinan

Kepemimpinan terbentuk ketika muncul kemampuan seorang pemimpin dalam menerima secara terbuka dan positif dengan memberikan kesempatan pada staf untuk menggali perasaan, kritikan, dan menyuarakan reaksi yang negatif secara terbuka. Kinerja perawat pelaksana dipengaruhi oleh proses kepemimpinan yang dilaksanakan oleh kepala ruangan sebagai manajer langsung di ruangan. Jika manajer melibatkan staf dalam pencapaian tujuan organisasi, diharapkan kinerja perawat pelaksana semakin optimal (Siagian, 2010)

d. Integritas

Integrasi merupakan sejauh mana organisasi dapat mendorong anggota organisasi untuk bekerja lebih terkoordinasi. Kekompakan unit dalam suatu organisasi dapat mendorong kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan perawat pelaksana (Aminudin, 2007).

e. Dukungan Manajemen

Dukungan manajemen merupakan gaya manajemen yang terbentuk berdasarkan etika dan nilai-nilai standar yang tinggi. Manajemen harus menunjukkan sikap dan loyalitas positif terhadap pekerja dan organisasi. Manajer memberikan orang lain perasaan bahwa hasil pekerjaan yang karyawan lakukan dihargai betapapun sederhananya (Wibowo, 2010).

f. Desain pekerjaan

Desain pekerjaan pada organisasi menguraikan cakupan, kedalaman dan tujuan dari setiap pekerjaan yang membedakan antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya. Gibson (2010) menjelaskan desain pekerjaan mengacu pada

(48)

proses yang diterapan pada manajer untuk memutuskan tugas pekerjaan dan wewenang. Desain pekerjaan merupakan upaya seorang manajer mengklasifikasikan tugas dan tanggung jawab dari setiap individu. Gitosudarmo (2010) menambahkan bahwa desain pekerjaan berpengaruh terhadap efektifitas organisasi.

g. Identitas manajemen

Identitas manajemen adalah bagaimana tugas pekerjaan secara formal dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan (Robbins, 2010). Identitas manajemen menunjukkan cara suatu kelompok dibentuk, garis komunikasi dan hubungan otoritas serta pembuatan keputusan (Marquis & Huston, 2010). Kinerja perawat dipengaruhi juga oleh identitas manajemen yang telah ditetapkan, tugas dan wewenang yang jelas, aturan yang jelas dan prosedur teknis dalam mengoptimalkan kinerja. Identitas manajemen menggambarkan garis komando, garis kewenangan dan garis koordinasi dalam melakukan tugas.

h. Sistem Rewards

Perusahaan menggunakan rewards sebagai suatu sistem balas jasa atas hasil kerja anggota/karyawan. Perilaku yang diberi imbalan, dihukum, dan dibiarkan akan menentukan bagaimana budaya organisasi berevolusi. Perusahaan yang memiliki sistem rewards yang didasarkan pada intangible performance menciptakan budaya organisasi yang berorientasi pada karyawan (Riani, 2011). Manajemen perlu memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan kerja keras untuk menyenangkan pelanggan, seperti kenaikan

(49)

gaji atau promosi kesehatan, hal ini didukung oleh penelitian oleh Muzaputri (2008) menjelaskan ada hubungan antara imbalan dan kinerja perawat.

Sistem Rewards dibedakan menjadi: 1. Finansial

a. Langsung

Penghargaan langsung diantaranya adalah yang disebut gaji, insentif, bonus (Armstrong dan Murlis, 2007). Upah atau gaji diartikan juga sebagai pembayaran dalam bentuk uang secara tunai, harga untuk jasa-jasa yang elah diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Fungsi upah adalah sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi yang dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang dan peraturan yang dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja. Penghargaan yang lain dikenal dengan istilah kompensasi insentif merupakan program kompensasi yang mengaitkan bayaran dengan produktivitas. Tujuan dasar dari semua program insentif adalah untuk meningkatkan produktivitas para karyawan guna mencapai keunggulan kompetitif. Insentif berupaya memperkuat hubungan kinerja-imbalan dan dengan demikian memotivasi kalangan karyawan yang terpengaruh. Insentif membayar individu atau kelompok atas apa yang secara persis dihasilkannya, diberikan sewaktu-waktu dan bersifat tidak tetap (Simamora, 2010).

(50)

Model lain dari sistem rewards adalah bonus. Bonus untuk karyawan adalah pembayaran sekaligus yang diberikan karena karyawan memenuhi sasaran kinerja. Bonus boleh didasarkan pada pencapaian sasaran obyektif atau penilaian suyektif. Bonus di rumah sakit diberikan kepada perawat yang mampu bekerja melebihi kapasitas yang seharusnya sehingga tingkat kepuasan klien dapat dirasakan.

Sistem rewards finansial di rumah sakit merupakan suatu imbalan atau kompensasi yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pelanggan/pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, tindakan medis, rehabilitasi medis atau pelayanan lain yang disebut dengan istilah jasa pelayanan (SKB Menkes dan Mendagri no 883/Menkes/SKB/1998 dan no 060.440-995). Sedangkan menurut Keputusan Menkes RI No.477/Menkes/SK/IV/2004, jasa pelayanan di rumah sakit adalah imbalan yang diterima oleh pelaksana pelayanan atas jasa yang diberikan kepada pasien dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, konsultasi, visite, rehabilitasi medik dan atau pelayanan lainnya. Aspek legal atau peraturan yang khusus mengatur tentang pembagian kompensasi rumah sakit belum ada yang lengkap dan terperinci. Aturan yang ada hanya mengatur secara garis besar proporsi jasa sarana dengan jasa pelayanan dibagi berdasarkan kelompok ketenagaan sehingga dalam operasionalnya harus lebih dijabarkan lagi.

Sesuai dengan SK Menkes No.582/Menkes/VI/1997 dan SK Menkes No.66/Menkes/II/1987, keduanya tentang pola tarif rumah sakit pemerintah

(51)

dimana jasa pelayanan dimasukkan di dalam tarif tiap-tiap kegiatan pelayanan. Setiap kegiatan pelayanan terdiri dari dua komponen yaitu jasa sarana sekitar 60%-70% dan jasa pelayanan sekitar 30%-40%. Peraturan lain yang mengatur jasa pelayanan adalah SKB Menkes dan Mendagri no 883/Menkes/SKB/1998 dan no 060.440-995 yang mengatur jasa pelayanan yang bersumber dari pasien ASKES. Pembagiannya adalah 40% untuk tenaga medis, 50% untuk perawat dan 10% untuk administrasi.

Kompensasi jasa finansial pada suatu rumah sakit ini juga terkait erat dengan berbagai faktor baik ekternal maupun internal (Trisnantoro, 2000 dalam Tahir, 2004). Faktor eksternal yang dominan adalah peraturan perundang-undangan yang menetapkan aturan besarnya kompensasi, misalnya pada karyawan non ahli atau tenaga buruh, maka masalah kompensasi ini diatur oleh peraturan mengenai upah minimum regional (UMR), akan tetapu untuk tenaga ahli atau tenaga profesional hingga saat ini belum ada aturan UMR-nya. Faktor eksternal lain yang terkait adalah standarisasi pendapatan, yang biasanya ditetapkan oleh Labour Union atau Perhimpunan Profesi, misalnya Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) atau Ikatan Bidan Indonesia (IBI) yang menetapkan standar kompensasi bagi anggota profesinya. Sayangnya hal ini belum terlaksana di Indonesia (Tahir, 2004).

Sehingga berdasarkan pemaparan tersebut diatas, maka pada umumnya rumah sakit pemerintah menetapkan tiga komponen imbalan yang dibayarkan kepada pegawai yaitu : 1) Basic salary, merupakan gaji dan

Gambar

Gambar 3.1 Konsep Penelitian Hubungan Faktor Individu dan Budaya Organisasi Dengan  Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Ganesha Gianyar

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan tiga macam metode pengumpulan data, yaitu: (1) metode observasi dilakukan untuk mengetahui kelengkapan sarana dan prasarana di sekolah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) profil pasien rawat inap di Rumah Sakit Sekar Kamulyan Cigugur Kuningan, (2) tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap

Penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut: melakukan sosialiasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan lapangan penumpukan container yaitu

internet maupun pendapat-pendapat terkait dengan materi yang akan diteliti. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang. perolehan

Namun, perusahaan tidak diperkenankan secara terus-menerus menahan kas dalam jumlah yang besar, karena dengan menahan kas yang terlalu besar menyebabkan semakin banyaknya dana kas

Pemanfaatan SIPD untuk PENYUSUNAN RKPD 2022 Penetapan RKPD Rancangan Akhir RKPD Musrenbang RKPD Rancangan RKPD Rancangan Awal RKPD Persiapan RKPD PASAL 274 UU 23/2014

Untuk proses penggilingan, pengeringan dilakukan sam- pai kadar air sekitar 13-14%, karena pada kadar air tersebut akan memberikan mutu beras giling yang baik (Ridwan Thahir,

membantu antar anggota lain dalam kelompoknya untuk menemukan dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan sifat – sifat bilangan berpangkat negatif , berpangkat nol, dan