Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki
berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun
oleh nenek moyang. Adanya keterkaitan antara bahasa dan budaya menjadikan
keduanya berhubungan dan memiliki karakteristik masing-masing. Peran
kebudayaan menjadi sangat berpengaruh di dalam kehidupan manusia sebagai
modal untuk membangun sumber daya manusia. Keduanya saling memengaruhi,
saling mengisi dan berjalan berdampingan (Sibarani, 2004:29).
Dewasa ini teknologi dan pengetahuan berkembang begitu pesat. Hal
tersebut disadari ataupun tidak, akan merubah kultur masyarakat. perubahan yang
terjadi akan semakin terlihat. Perubahan mendasar dalam bahasa dan budaya baik
pada daerah perkotaan maupun pedesaan mulai terpengaruh oleh unsur
moderinisasi yang akan mengakibatkan segi-segi tertentu akan mengalami
perkembangan di masyarakat. Keadaan tersebut akan menggeser sejumlah
kebudayaan lama yang akan lenyap secara berangsur-angsur dan hilang fungsinya.
Proses industri dan penyebarluasannya menggeser kedudukan kultur agraris yang
mendorong orientasi masyarakat ke luar desa. Tidak sedikit kini masyarakat
pedesaan mulai meninggalkan lapangan kerja tradisional (bertani) dan beralih
pada lapangan kerja industri.
Meningkatnya pengetahuan dan keterampilan di bidang pertanian,
berdampak pada proses mengolah sawah di beberapa daerah yang mulai
menggunakan cara-cara modern. Begitupun pada alat-alat pertanian tradisional
yang keberadaannya mulai terdesak oleh alat-alat pertanian modern. Lahan
pertanian dan persawahan yang mulai beralih fungsi serta melemahnya ikatan
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
orang tua maupun para remaja. Keadaan tersebut mengakibatkan aspek-aspek
budaya pertanian tradisional tersisih dan sudah mulai jarang ditemukan bahkan
dikhawatirkan akan hilang.
Abdullah (2010: 10) menyebutkan bahwa kebudayaan mengalami
penyempitan dan terbagi ke dalam subbudaya dengan otoritasnya masing-masing
yang membedakan dirinya dari suatu budaya general yang hampir tidak dipatuhi
lagi. Runtuhnya pusat orientasi tradisional dan munculnya pusat-pusat orientasi
nilai yang baru telah menyebabkan pertentangan nilai menjadi sesuatu yang jamak
dan dapat dilihat sebagai potensi yang besar untuk mendorong perubahan tatanan
sosial yang lebih baik. Selain itu, Sumardjo (2009: 11) mengemukakan bahwa
manusia Indonesia sekarang tidak mau tahu tentang pola berpikir yang telah
dikembangkan oleh pendahulu-pendahulu mereka. Kita semua menginginkan cara
berpikir dan cara hidup yang sama sekali berbeda dengan cara berpikir dan cara
hidup nenek moyang lokal.
Kebudayaan di Jawa Barat, khususnya di dalam masyarakat Sunda
terdapat banyak unsur budaya yang salah satunya adalah kebudayaan lisan yang
berkaitan dengan bidang pertanian rakyat pedesaan yang masih bersifat tradisional
salah satunya adalah bercocok tanam di sawah. Keterkaitan antara bahasa dan
budaya tersebut menjadikan keduanya memiliki peran yang penting dalam
kehidupan manusia. Keterkaitan tersebut tercermin dalam konsep harmoni orang
Sunda, secara vertikal yaitu asih (Tuhan) dan horizontal asah (alam), asuh
(manusia) yaitu hubungan di dalam kehidupan yang tercipta antara tuhan,
manusia, dan sesama makhluk hidup. Hal tersebut tercermin dalam kegiatan
tradisi Mideur serta perkakas pertanian bersawah tradisional, yang memiliki
pandangan hidup dalam hubungan antara manusia dengan tuhan, manusia dengan
sesama makhluk hidup, juga manusia dengan alamnya yaitu penggunaan perkakas
pertanian bersawah tradisional sebagai konsep ramah lingkungan.
Budaya tembang/nyanyian yang salah satunya tembang mideur sudah
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
masyarakat Sunda khususnya masyarakat daerah Kampung Nusa Kecamatan
Cimanggung Kabupaten Sumedang ini menjadi suatu bagian yang memiliki
karakteristik dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Juga
pada perkakas pertanian bersawah yang bersifat ramah lingkungan. Hal tersebut
menjadi suatu bagian dari budaya dan bahasa karena tembang Mideur dapat
dikatakan sebagai budaya rakyat yang mencakup nilai-nilai sosial dari suatu
kebudayaan yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Hutomo (1991: 3) bahwa tradisi lisan memiliki ciri-ciri yang
salah satunya adalah (1) penyebarannya melalui mulut (lisan). Maksudnya,
ekspresi budaya yang disebarkan, baik dari segi waktu maupun ruang melalui
mulut (lisan) dan (2) lahir di dalam masyarakat yang masih bercorak desa.
Kegiatan mideur atau membajak sawah ini adalah jenis nyanyian kerja
yang ditembangkan oleh pembajak. Kegiatan mideur memiliki ciri khas
masing-masing pada tiap daerah. Seperti, di tatar Sunda menggunakan istilah “wuluku
(magawe/mideur)”, di Jogja menggunakan istilah “luku”, dan di Majalengka menggunakan istilah ”nyambut”. Begitu pula di beberapa daerah tersebut, kegiatan membajak sawah dengan menggunakan kerbau, tetapi tidak semua
tembang memiliki larik.
Ada beberapa penelitian sebelumnya yang telah melakukan penelitian
serupa mengenai kajian Antropolinguistik maupun kajian Folklor, seperti yang
pernah dilakukan oleh Sunarti (2002) pada penelitiannya mengenai Sintren Brebes
Kecamatan Banjarharjo yang mengkaji mengenai struktur lagu, konteks
pertunjukan, proses penciptaan dan fungsi. Penelitiannya merupakan penelitian
tradisi sastra lisan mengenai sintren. Ia menyimpulkan bahwa lagu-lagu sintren
memiliki unsur pembentuk struktur teks, lalu dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu lagu pembuka, lagu isi dan lagu penutup. Selain itu, terdapat pula
tema, unsur bunyi, rima lagu, dan majas yang terdapat dalam lagu sintren.
Kemudian pada penelitian Widya Triagustina Rahayu (2005) mengenai Tradisi
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kabupaten Sumedang. Penelitian tersebut, dijelaskan bagaimana struktur lagu,
proses penciptaan, konteks pertunjukan dan fungsi lagu-lagu Ngahurip pada seni
terbang.
Selanjutnya, pada penelitian yang dilakukan oleh Nuri Novianti Afidah
(2012) yang melakukan penelitian mengenai tinjauan Antropolinguistik pada
mantra dangdan Banjarsari: Cermin Konsep Cantik Orang Sunda di Banjarsari.
Hasil penelitian tersebut, menjelaskan ragam bentuk lingual mantra dangdan
Banjarsari secara garis besar mencakup kata dan frasa. Kemudian, variasi
referensi leksikon dalam mantra dangdan Banjarsari yang terdiri atas (1)
permohonan, (2) bagian tubuh, (3) binatang, (4) benda, (5) aktivitas mata, (6)
keadaan, (7) kekerabatan, dan (8) harapan. Dalam penelitiannya, cermin konsep
cantik orang Sunda di Banjarsari dideskripsikan oleh kalimat-kalimat dan
penggunaan leksikon dalam mantra dangdan.
Selain itu ada penelitian yang dilakukan oleh Nurshophia Agustina (2013)
mengenai Cerminan Budaya pada Leksikon Perkakas Pertanian Tradisional dalam
Bahasa Sunda: Studi Etnolinguistik Di Desa Pangauban, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Bandung. Ia meneliti bagaimana klasifikasi leksikon, deskripsi
leksikon perkakas tradisional, kemudian cerminan kebudayaan yang muncul
berdasarkan leksikon perkakas pertanian tradisional. Kesimpulan dari penelitian
tersebut menjelaskan bahwa perkakas pertanian tradisional dalam bahasa Sunda di
Desa Pangauban memiliki 40 leksikon dan diklasifikasikan menjadi tujuh
kelompok yaitu, kayu, bambu, besi, batu, perpaduan besi dan kayu serta kain
mota. Leksikon yang terdapat dalam Kamus Umum Basa Sunda ditemukan 28,
leksikon adapun leksikon yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
ditemukan 30 leksikon. Berdasarkan hasil temuan di atas, leksikon tersebut tidak
ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Umum Basa Sunda.
Leksion-leksikon yang tidak ditemukan dapat menjadi sumbangan bagi Kamus
Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Umum Basa Sunda. Selain itu, leksikon
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kemudian penelitian selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Shapira (2013) yang berjudul “Leksikon Makanan dan Peralatan dalam Upacara Adat Wuku Taun di Kampung Adat Cikondang, Desa Lamajang, Kecamatan
Pangalengan, Kabupaten Bandung. Penelitian tersebut membahas mengenai
upacara adat Wuku Taun yang di dalamnya terdapat leksikon makanan dan
peralatan dalam upacara.
Berdasarkan tinjauan di atas, banyak hal yang dapat diamati mengenai
budaya dan bahasa khususnya pada wacana mideur. Kebudayaan itu sendiri
terbagi dalam tiga wujud kebudayaan, yakni ide atau gagasan, tindakan atau
aktivitas, dan artifak atau hasil karya yang berada dalam suatu kelompok
masyarakat yang memiliki kebiasaan dalam tiga wujud kebudayaan tersebut.
Penelitian ini merupakan penilitian lanjutan dan penelitian mengenai tembang
Mideur ini belum pernah dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian ini
lebih memfokuskan pada tembang Mideur dan perkakas pertanian tradisional yang
digunakan selama proses bersawah.
B. Masalah
Masalah yang akan diuraikan pada bagian ini peneliti membaginya ke
dalam tiga fokus penelitian yang meliputi 1) identifikasi masalah, 2) batasan
masalah, dan 3) rumusan masalah.
1. Identifikasi Masalah
Peneliti akan melakukan identifikasi terlebih dahulu terhadap masalah
yang akan diteliti. Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Para ahli waris penutur yang pada saat ini sudah mulai enggan meneruskan dan
menggunakan tembang mideur serta para ahli waris yang sudah mulai memilih
menggunakan peralatan modern, sehingga berdampak akan punah karena
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2) Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang terkandung dalam wacana mideur di
Kampung Nusa, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang
dikhawatirkan akan bergeser bahkan hilang seiring berkembangnya teknologi.
3) Banyaknya tata cara bertani secara tradisional yang kini tidak diketahui lagi
oleh masyarakat dikarenakan berkembangnya penerapan cara bertani modern
sehingga para petani baik orang tua maupun remaja sekarang tak lagi
memahami dan menemukan praktek-praktek bertani tradisional.
2. Batasan Masalah
Agar lebih terarah, masalah dalam penelitian ini akan dibatasi hanya pada
beberapa aspek berikut ini.
1) Fokus dalam penelitian ini adalah proses mengolah lahan bersawah yang
meliputi tembang mideur, perkakas pertanian tradisional bersawah, padamel
(orang/pekerja), hewan dan lahan bersawah serta cerminan kearifan lokal yang
terkandung dalam wacana mideur di Kampung Nusa, Kecamatan Cimanggung,
Kabupaten Sumedang.
2) Penelitian ini akan lebih ditekankan kepada bentuk lingual, klasifikasi dan
deskripsi dalam leksikon serta cermin kearifan lokal dalam wacana mideur.
3) Sumber data penelitian akan diperoleh dari berbagai referensi yang berkaitan
dengan wacana mideur dan penutur yang dapat memberikan informasi
mengenai wacana mideur.
3. Rumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini akan dirumuskan menjadi beberapa
pertanyaan berikut ini.
1) Bagaimana bentuk lingual dalam wacana mideur di Kampung Nusa,
Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang?
2) Bagaimana klasifikasi dan deskripsi leksikon dalam wacana mideur di
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3) Bagaimana cerminan kearifan lokal yang terkandung dalam wacana mideur di
Kampung Nusa, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hal-hal sebagai berikut.
1) bentuk lingual dalam wacana mideur di Kampung Nusa, Kecamatan
Cimanggung, Kabupaten Sumedang;
2) klasifikasi dan deskripsi leksikon dalam wacana mideur di Kampung Nusa,
Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang;
3) cerminan kearifan lokal yang terkandung dalam wacana mideur di Kampung
Nusa, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat, baik
manfaat teoretis maupun manfaat praktis.
1. Secara Teoretis
Adapun manfaat teoretis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam kajian
antropolinguistik sebagai ilmu yang mengkaji hubungan bahasa dengan budaya
penuturnya dan untuk memperkaya bahan kajian dalam bidang linguistik
antropologi. Selain itu, juga memberikan wawasan tambahan bagi ilmu
antropolinguistik dan pustaka acuan bagi penelitian selanjutnya.
2) Sebagai ilmu pengetahuan, banyak ditemukan nilai kearifan lokal yang
terkandung dalam tembang Mideur di Kampung Nusa, Kecamatan
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3) Dapat memberikan wawasan tambahan bagi perkembangan ilmu perkamusan
yang berhubungan dengan leksikon-leksikon yang terdapat dalam wacana
mideur.
2. Secara Praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Memberikan pengetahuan pada masyarakat akan cermin kearifan lokal dalam
wacana mideur, di Kampung Nusa, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten
Sumedang.
2) Menjadi salah satu acuan untuk melestarikan budaya lokal yang merupakan
bagian dari budaya Nusantara.
3) Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan upaya pemertahanan terhadap
ilmu pengetahuan antropolinguistik dan upaya untuk menjaga keharmonisan
manusia dengan alam yang terekam dalam wacana mideur yang di dalamnya
terdapat cermin kearifan lokal.
E. Definisi Operasional
Pada bagian ini, peneliti akan mendeskripsikan beberapa definisi
operasional dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
1) Wacana mideur merupakan objek dari penelitian ini, yaitu rangkaian kegiatan
mengolah lahan sawah berupa tembang (nyanyian kerja), leksikon peralatan,
leksikon orang, leksikon hewan, leksikon lahan/tempat.
2) Tembang mideur merupakan nyanyian yang ditembangkan ketika sedang
membajak sawah, dilakukan oleh pembajak sawah dengan menggunakan
munding/sapi yang bertujuan untuk memerintah alur kerbau selama proses
membajak/mengolah lahan sawah hingga lahan siap untuk ditanami padi.
Tembang mideur ini berbentuk puisi berlarik yang mengungkapkan bagaimana
Noorlita Yulianti, 2014
Cermin kearifan lokal dalam wacana mideur:Studi antropolinguistik di kampung nusa, Kecamatan cimanggung, kabupaten sumedang
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
dan alam. Tembang ini merupakan tradisi lisan masyarakat Kampung Nusa dan
tersebar di beberapa desa dan beberapa masyarakat Sunda di beberapa daerah.
3) Perkakas pertanian adalah alat-alat tradisional yang digunakan dalam proses
bercocok tanam di sawah. Perkakas pertanian pada penelitian ini hanya
perkakas yang digunakan untuk bercocok tanam di sawah.
4) Pemideur adalah orang yang terlibat selama proses mengolah lahan sawah
seperti, padamel serang magawe, padamel macul, padamel tandur, padamel
ngarambet, padamel dibuat. Padamel serang magawe adalah orang/pekerja
yang melakukan bajak sawah menggunakan munding (kerbau), padamel macul
adalah orang/pekerja yang bertugas mencangkul bagian-bagian sudut lahan
sawah yang tidak terbajak oleh munding (kerbau), padamel tandur adalah
orang/pekerja yang melakukan tanam padi sambil mundur, padamel ngarambet
adalah orang/pekerja yang melakukan penyiangan/menyiangi
(mencabut/membersihkan rumput), padamel dibuat adalah orang/pekerja yang
bertugas menuai padi pada masa panen.
5) Penutur tembang adalah orang yang ahli dalam penggunaan tembang mideur.
6) Munding (Kerbau)/Sapi adalah hewan yang digunakan selama proses
membajak sawah.
7) Serang (Sawah) adalah lahan/tempat yang digunakan dalam proses rangkaian
mengolah tanah untuk menanam padi.
8) Antropolinguistik merupakan cabang ilmu linguistik yang terbentuk dari
antropo dan linguistik. Antropolinguistik lebih menitikberatkan pada hubungan
antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarakat. Selain itu,
antropolinguistik lebih menekankan pemahaman budaya berdasarkan linguistik
yang kemudian dikaji untuk menemukan nilai-nilai budaya dan bahasa
khususnya dalam wacana mideur yang terdapat di Kampung Nusa, Kecamatan